paper patologi klinik
DESCRIPTION
eduTRANSCRIPT
PERBEDAAN CUSHING SYNDROM DAN ADDISON SYNDROM
(Etiologi, Patofisiologi dan Gejala Klinis)
ANITAWATI UMAR
O111 12 252
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
Cushing SyndromSindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat
tinggi di dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya
dalam pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme
protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan.
ETIOLOGI :
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di
dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing
latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis
tinggi dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada
tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi
kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang
berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon
ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar
hipofise.
Penyebab utama dari penyakit Cushing ini disebabkan oleh tumbuhnya
tumor jinak dibawah kelenjar otak. Tumor ini menyebabkan kelenjar otak
mengeluarkan adrenocorticotrophic hormone (ACTH), yang dapat menyebabkan
adrenal untuk mengeluarkan cortisol yang berlebihan. Karena kesalahan
mekanisme ini, kelenjar otak tidak dapat menghentikan pengeluaran / sekresi
berlebihan ACTH.
Penyakit Cushing merupakan penyakit yang biasa dialami pada anjing
lanjut usia. Jika dibiarkan tanpa perawatan, penyakit Cushing dapat menyebabkan
kondisi yang serius seperti diabetes, pankreatitis, penyakit jantung, kejang, gagal
ginjal dan gangguan saraf. Meskipun demikian dengan pengobatan alami, anjing
dengan penyakit Cushing dapat hidup lebih lama dan lebih nyaman.
PATOFISIOLOGI :
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun
dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome.
Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah
sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat
menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi
metabolik seperti dibawah ini:
1.) Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk
mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan
mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan
konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun.
Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme
protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses
kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan
tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh
karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan
mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis
pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot
mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan
melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul
luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan
osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan
asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia
dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga
pembentukan glukosa meningkat.
2.) Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain
oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat.
Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan
glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh
kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-
adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus
dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam
mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa
oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah
yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini
menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi
normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan,
terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada
ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada
sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada
seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek
dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk
meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi
insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan
menimbulkan manifestasi klinik DM.
3.) Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan
dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat
tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan
dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan
penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa
terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon
face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk
bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4.) Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi
humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya
tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna
pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T
dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian
besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan
menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer
terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap
tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem
monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti
bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5.) Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan
edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6.) Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan
faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
7.) Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini
ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode
depresi singkat.
8.) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah.
Involusi jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil
dan peningkatan eritropoiesis.
GEJALA KLINIS :
Penyakit Cushing dapat dikarakteristikan dengan gejala dibawah ini:
1. Rasa haus yang meningkat (polidipsi)
2. Sering buang air (polyura)
3. Nafsu makan yang bertambah.
4. Naiknya berat badan.
Gejala lain yang terlihat dari penampilan anjing tersebut adalah:
1. Perut yang membesar.
2. Melemahnya otot-otot.
3. Bulu yang menipis.
4. Tulang yang terlalu menonjol didaerah kepala.
5. Hyperpigmentasi pada kulit.
Sikap pada anjing menjadi:
1. Terengah-engah berlebihan.
2. Lemas.
3. Kurangnya minat pada kegiatan sehari-hari.
Addison SyndromPenyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan
pada kelenjar adrenal. Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan
adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin
langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.
ETIOLOGI :
1.Proses autoimun
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari
penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak
bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrenal . Pada serum
penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan
cara Coons test, ANA test, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G.
2.Tuberkulosis
Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari
penderita . Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan
serbukan sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi
Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain,
misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis
vertebrata(Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa.
3.Infeksi lain
Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang
ialah karena : histoplasmosis, koksidioid omikosis, serta septikemi karena kuman
stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis.
4.Bahan-bahan kimia
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan
menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim
misalnya amfenon, amino- glutetimid dll.
5.Iskemia
Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal,
walaupun hal ini jarang terjadi.
6.Infiltrasi
Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor,
sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis.
7.Perdarahan
Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat
pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal.
8.Lain-lain
Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan
kongenital.
PATOFISIOLOGI :
Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level
mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen.
Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit. Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan Sodium (Na+) dan
mengeluarkan potassium (K+). Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan
ekskresi sodium, sehingga hasil dari rantai dari peristiwa tersebut antara lain:
ekskresi air meningkat, volume ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi,
penurunan kardiak output, dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil
berkurangnya beban kerja. Akhirnya, hipotensi menjadi memberat dan aktivitas
kardiovaskular melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan kematian.
Meskipun tubuh mengeluarkan sodium berlebih, ini mempertahankan kelebihan
potassium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada aritmia, memungkinkan
terjadinya kardiak arrest.
Penurunan glukokortikoid menyebabkan meluasnya gangguan metabolic.
Ingat bahwa glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan memiliki efek anti-
insulin. Sehingga, ketika glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun,
sehingga hasilnya hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Klien menjadi
lemah, lelah, anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah. Gangguan emosional
dapat terjadi, mulai dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat. Di samping
itu, penurunan glukokortikoid mengurangi resistensi terhadap stress. Pembedahan,
kehamilan, luka, infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih dapat
menyebabkan krisi Addison (insufisiensi adrenal akut). Akhirnya, penurunan
kortisol menghasilkan kegagalan unruk menghambat sekresi ACTH dari pituitary
anterior.
MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang menghasilkan melanin,
pigmen warna gelap. Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan
pigmentasi kulit dan membrane mukosa. Sehingga klien dengan penyakit Addison
memiliki peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau kecokelatan pun
muncul.
GEJALA KLINIS :
Gejala-gejala dari ketidakcukupan adrenal biasanya mulainya secara
berangsur-angsur. Karakteristik-karakteristik dari penyakit adalah:
• kelelahan yang memburuk kronis
• kelemahan otot
• kehilangan nafsu makan
• kehilangan berat badan
Gejala-gejala lain yaitu:
• Tensi yang jatuh lebih lanjut, ketika berdiri menyebabkan kepeningan atau
membuat pingsan
• perubahan-perubahan kulit pada penyakit Addison, dengan area-area dari
hyperpigmentation, atau penggelapan, yang mencakup bagian-bagian tubuh yang
tertutup dan tidak tertutup. Penggelapan kulit biasanya paling terlihat pada luka-
luka parut (scars), lipatan-lipatan kulit, titik-titik penekanan : seperti siku-siku,
lutut-lutut, sendi-sendi engsel, dan jari-jari kaki, bibir, dan selaput-selaput
berlendir.
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh
sianosis, panas dan tanda-tanda syok, pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat
dan lemah, pernafasan cepat serta tekanan darah rendah. Tanda lainnya yaitu
mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan
serta kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani yang sedikit berlebihan, terpajan
udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam
REFERENSI :
Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 999-1003
May, Luella. 2010. Canine Cushing's can be Treated Naturally. http://www.naturalnews.com/028434_Cushings_disease_pet_health.html. diakses Senin, 16 November 2015 Pukul 19.00.
Tjokroprawiro, Askandar.2000. Garis besar kuliah ADRENAL: PATOGENESIS, DIAGNOSIS, DAN TERAPI. Surabaya: Lab.-SMF Penyakit Dalam FK.UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Halaman 2