paper oseanografi pencemaran laut
DESCRIPTION
pencemaran lautTRANSCRIPT
Pencemaran Laut
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Oseanografi Perikanan
Disusun Oleh : Kelompok 6
Deni Prastyo 230110120024
Heru Sandra Nurhuda 230110120031
Muhammad Riqi H. 230110120038
Erra Dian Saputra 230110120041
Kiki Hendriana 230110120045
Muhammad Ghifari 230110120059
Kelas : Perikanan – A
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013
PENCEMARAN LAUT
I. Definisi Pencemaran Laut
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, Pencemaran Laut diartikan
sebagai masuknya/dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun samapai ketingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu atau fungsinya
(Pramudianto,1999).
Sedangkan konvensi hukum laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea =
UNCLOS III)mengartikan bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut
termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat
merusak sumber daya hayati laut (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia,
gangguan terhadap kegiatan dilaut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar,
menurunkan kualitas air laut dan mutu kegunaan serta manfaatnya ( Siahaan, 1989 dalam
Misran,2002)
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel
kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah
pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam
laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan
semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel
kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar
sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui
tumpahan.
Penyebab Pencemaran Laut
Pencemaran oleh minyak
Pencemaran oleh logam berat
Pencemaran oleh pestisida
Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Pencemaran akibat peningkatan keasaman
Pencemaran akibat polusi kebisingan
II. Dampak Pencemaran Laut terhadap Perikanan
Dampak utama pencemaran laut adalah kematian ikan, atau setidaknya menyebabkan
stress pada ikan yang menyebabkan perkembangannya menurun. Racun dari dampak
pencemaran juga dapat terakumulasi dalam tubuh ikan sehingga akan sangat berbayaha jika
terkonsumsi oleh manusia. Selain berdampak pada ikan pencemaran juga akan merusak terumbu
karang yang menjadi habitan dan tempat mencari makan bagi ikan.
Ikan-ikan mati akibat laut yang tercemar
Sumber : internet
Selain itu, dilaporkan bahwa Beberapa kasus pencemaran minyak telah menghancurkan
hewan dan tumbuh–tumbuhan yang hidup di batu-batuan dan pasir di wilayah pantai, juga
merusak area mangrove serta daerah air payau secara luas. Hutan mangrove merupakansumber
nutrien dan tempat pemijah bagi ikan, dapat rusak oleh pengaruh minyak terhadap sistem
perakaran yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, akan tertutup minyak sehingga kadar
oksigen dalam akar berkurang.
Tumpahan minyak berpengaruh besar pada ekosistem laut, penetrasi cahaya menurun di
bawah oil slick atau lapisan minyak. Proses fotosintesis terhalang pada zona euphotik sehingga
rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan terputus. Lapisan minyak juga
menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya
sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob.
III. Pencemaran Laut akibat Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa
yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan
peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan
dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen,
penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain.
Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang
diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke
lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen)
wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah
pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di
Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang
membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan
beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
IV. Pencemaran Laut akibat bahan-bahan beracun dan berbahaya
Pencemaran Laut Oleh Logam Berat
Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk
setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Logam
berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), seng (Zn),
dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang sering menimbulkan
berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan. Penyebab terjadinya pencemaran logam
berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan
industri dan pertambangan.
Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :
Kertas : Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Petro-chemical : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pengelantang : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
Pupuk : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
Kilang minyak : Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
Baja : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn
Logam bukan besi : Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
Kendaraan bermotor : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn
Semen, keramik : Cr
Tekstil : Cr
Industri kulit : Cr
Pembangkit listrik tenaga uap : Cr, Zn
Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat bersifat tahan
urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam
perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung
ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara
tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh
manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap
kesehatan.
Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia
Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan
limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya
(NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000 ton
limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki
benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna
kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana
mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.
Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Jepang
Kasus minamata yang terjadi dari tahun 1953 sampai 1975 telah menyebabkan ribuan
orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata Jepang. Industri Kimia
Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl2) sebagai katalisator dalam memproduksi
acetaldehyde sintesis di mana setiap memproduksi satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah
antara 30-100 gr mercury dalam bentuk methyl mercury (CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk
Minamata.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari air
maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging
kerang-kerangan, crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat
Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam rambut beberapa pasien di rumah sakit
Minamata mencapai lebih 500 ppm. Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan laut
yang tercemar tersebut dalam jumlah banyak telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan
indera perasa dan bahkan banyak yang meninggal dunia.
Pencemaran oleh pestisida
Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka sengaja
ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama tanaman atau
organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini harus mempunyai
spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organism-organisme yang tidak dikehendaki tanpa
merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air yang ada di
laut.
Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia yang
disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis ini termasuk golongan
yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-molekul ini kemungkinan
dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat
berbahaya karena dengan digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat
mereka menumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat
ditolerir lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut. Hewan biasanya
menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa organisme air termasuk ikan dan
udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan tubuhnya.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring
makanan di laut. Dalam jaring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit,
yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia.
V. Pencemaran Laut akibat tumpahan Minyak
Pencemaran minyak di perairan paling sering terjadi dibandingkan di darat dan sangat
memprihatinkan. Lingkungan laut merupakan suatu system yang terus menerus berubah secara
dinamis, selain menyediakan tempat rekreasi yang indah dan suatu laboraotium untuk
mempelajari segala kehidupan di dunia. Tetapi dalam persepsi umum sejak dahulu laut selalu
dipandang sebagai tempat terakhir yang cocok untuk pembuangan limbah yang dihasilkan oleh
manusia.
Polusi dan tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang menjadi
focus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh masyarakat
sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup disekitar pantai tersebut.
Pencemaran minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan
minyak untuk dunia industry yang harus diangkut dari sumbernya yang cukup jauh,
meningkatnya jumlah anjungan-anjungan pengeboran minyak lepas pantai. Dan juga karena
semakin meningkatnya transportasi laut.
Pencemaran laut Timur Leste akibat tumpahan minyaksumber : internet
Menurut Pertamina (2002), pencemaran minyak di laut berasal dari :
a. Ladang minyak bawah laut
b. Operasi kapal tanker
c. Docking (perbaikan/perawatan kapal)
d. Terminal bongkar muat tengah laut
e. Tangki ballast dan tangki bahan bakar
f. Scraffing kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua)
g. Kecelakaan tanker ( kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran, dan tabrakan)
h. Sumber di darat (minyak pelumas bekas atau cairan yang mengandung hidrokarbon
i. Tempat pembersihan (dari limbah pembuangan refinery)
Beberapa contoh kasus pencemaran atau tumpahnya minyak di laut
a. Kasus Minamata di Jepang
b. Pencemaran minyak di kepulauan seribu
c. Pantai balik papan yang menjadi langganan tercemar limbah minyak
VI. Cara penanggulangan Pencemaran Laut agar sumberdaya perikanan tetap lestari
Adanya Peraturan perundang-undangan tentang ekosistem pesisir dan laut, diantaranya :
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1999, tentang pengendalian dan/atau perusakan laut,
yang mengatur tentang : perlindungan mutu laut, pencegahan pencemaran laut,
pencegahan perusakan laut, penanggulangan pencemaran dan /atau perusakan laut,
pemulihan mutu laut, keadaan darurat, dumping, pengawasan, pembiayaan, dan ganti
rugi.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan HIdup Nomor 51 tahun 2004, tentang Baku Mutu
Air Laut, meliputi :
1. Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan
2. Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari
3. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Nomor 04 Tahun 2001, tentang Kriteria Baku
Kerusakan Terumbu Karang
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 47 Tahun 2001,
tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004, tentang Kriteria
Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Selain adanya peraturan perundangan – undangan diatas, upaya untuk menanggulangi
pencemaran di lautan diantarany
o Tidak membuang sampah ke laut
o Penggunaan pestisida secukupnya
o Kurangi penggunaan plastik
o Jangan tinggalkan tali pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan memancing di laut.
o Setiap industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
o Menggunakan pertambangan ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup.
o Pendaurulangan sampah organik
o Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi
tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air.
o Penegakan hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah
Penanggulangan pencemaran laut :
» Melakukan proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu menetralisir
pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari ledakan ladang minyak.
» Fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam berat juga
ditempuh. Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah pohon api-api (Avicennia
marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan akumulasi logam berat yang tinggi.
» Melakukan pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta
masyarakat.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat pencemaran laut
diantaranya adalah :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi kehidupan.
2. Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta isinya.
3. Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4. Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan lain-lain
yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5.Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang akan
mencemari laut.
Konvensi Internasional yang menangani regulasi mengenai Pencemaran laut berdasarkan
catatan Rusmana (2012) adalah
A. United Nation Covention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS)
Konvensi Hukum Laut 1982 adalah merupakan puncak karya dari PBB tentang hukum laut, yang
disetujui di montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982[9]. Konvensi Hukum Laut 1982
secara lengkap mengatur perlindungan dan pelestarian lingkungan laut (protection and
preservation of the marine environment) yang terdapat dalam Pasal 192-237.
Pasal 192 berbunyi : yang menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban untuk
melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Pasal 193 menggariskan prinsip penting dalam
pemanfaatan sumber daya di lingkungan laut, yaitu prinsip yang berbunyi : bahwa setiap Negara
mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan
lingkungan mereka dan sesuai dengan kewajibannya untuk melindungi dan melestarikan
lingkungan laut.
Konvensi Hukum Laut 1982 meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya guna
mencegah (prevent), mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control) pencemaran lingkungan
laut dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran dari pembuangan limbah berbahaya dan
beracun yang berasal dari sumber daratan (land-based sources), dumping, dari kapal, dari
instalasi eksplorasi dan eksploitasi. Dalam berbagai upaya pencegahan, pengurangan, dan
pengendalian pencemaran lingkungan tersebut setiap Negara harus melakukan kerja sama baik
kerja sama regional maupun global sebagaimana yang diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi
Hukum Laut 1982.
B. International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (Civil
Liability Convention)
Konvensi Internasional Mengenai Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pencemaran
Minyak di Laut (International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage). CLC
1969 merupakan konvensi yang mengatur tentang ganti rugi pencemaran laut oleh minyak
karena kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini berlaku untuk pencemaran lingkungan laut di laut
territorial Negara peserta. Dalam hal pertanggungjawaban ganti rugi pencemaran lingkungan
laut maka prinsip yang dipakai adalah prinsip tanggung jawab mutlak.
C. Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter
1972 (London Dumping Convention)
London Dumping Convention merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah
terjadinya Pembuangan (dumping), yang dimaksud adalah pembuangan limbah yang berbahaya
baik itu dari kapal laut, pesawat udara ataupun pabrik industri. Para Negara konvensi
berkewajiban untuk memperhatikan tindakan dumping tersebut. Dumping dapat menyebabkan
pencemaran laut yang mengakibatkan ancaman kesehatan bagi manusia, merusak ekosistem dan
mengganggu kenyamanan lintasan di laut.
Beberapa jenis limbah berbahaya yang mengandung zat terlarang diatur dalam London
Dumping Convention adalah air raksa, plastik, bahan sintetik, sisa residu minyak, bahan
campuran radio aktif dan lain-lain. Pengecualian dari tindakan dumping ini adalah apabila
ada “foce majeur”, yaitu dimana pada suatu keadaan terdapat hal yang membahayakan
kehidupan manusia atau keadaan yang dapat mengakibatkan keselamatan bagi kapal-kapal.
D. The International Covention on Oil Pollution Preparedness Response And Cooperation
1990 (OPRC)
OPRC adalah sebuah konvensi kerjasama internasional menanggulangi pencemaran laut
dikarenakan tumpahan minyak dan bahan beracun yang berbahaya. Dari pengertian yang ada,
maka dapat kita simpulkan bahwa Konvensi ini dengan cepat memberikan bantuan ataupun
pertolongan bagi korban pencemaran laut tersebut, pertolongan tersebut dengan cara penyediaan
peralatan bantuan agar upaya pemulihan dan evakuasi korban dapat ditanggulangi dengan segera.
E. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973(Marine Pollution)
Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari kapal,1973
sebagaimana diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan untuk
meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut melalui penghapusan
pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan meminimalkan pembuangan zat-
zat tersebut tanpa disengaja.
International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 yang kemudian
disempurnakan dengan Protocol pada tahun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama
MARPOL 1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes yang berisi regulasi-
regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap :
Daftar Pustaka
http://gudang-ilmu-arianto.blogspot.com/2013/05/makalah-pencemaran-
laut_7.html(diakses pada 20 November 2013 pkl 06:30 wib)
Kuncowati. 2010. Pengaruh Pencemaran minyak di Laut terhadap Ekosistem Laut. J.
aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhan, Vol 1 No 1 : Universitas Hang tuah
Nurul, Agus K. 2013. Dampak Pencemaran Laut.
http://agusnurul.blogspot.com/2011/02/marine-pollution-pencemaran-laut-tugas.html
diakses pada 19 november 2013.
Suwito, Vivien Anjadi. 2013. Sumber-sumber pencemaran di laut.
http://vivienanjadi.blogspot.com/2012/02/pencemaran-pesisir-dan-laut.html. Diakses
pada tanggal 19 November 2013