oseanografi 1

74
Laporan Praktik Lapang Hari / Tanggal : Senin/25 Januari 2010 m.k. Oseanografi Umum Asisten : Dwito Indrawan STUDI BEBERAPA PARAMETER FISIKA DAN KIMIA DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT Disusun oleh : Kelompok : 28 1. Glentina D H Togatorop (C24070043) 2. Fadillah (C34070063) 3. Rizki .R. Abdullah (C34070090) 4. Nisa Nantami (C34070093) 5. Pramudya Pratama Putra (C44070006) 6. Winda Puspita Sari (G24070041) 7. Loris Panahatan (G24070046) 8. Ardina Puspitasari (C14080053) 9. Sofyan Agustiawan (C14080056) 10. Arif Baswantara (C54080027) 11. Resti Winasti (C54080063) 12. Adhayani Dewi (G24080029) 1

Upload: document-ptki-medan

Post on 08-Dec-2014

213 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Sepp

TRANSCRIPT

Page 1: Oseanografi 1

Laporan Praktik Lapang Hari / Tanggal : Senin/25 Januari 2010m.k. Oseanografi Umum Asisten : Dwito Indrawan

STUDI BEBERAPA PARAMETER FISIKA DAN KIMIADI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU,

SUKABUMI, JAWA BARAT

Disusun oleh :Kelompok : 28

1. Glentina D H Togatorop (C24070043)2. Fadillah (C34070063)3. Rizki .R. Abdullah (C34070090)4. Nisa Nantami (C34070093)5. Pramudya Pratama Putra (C44070006)6. Winda Puspita Sari (G24070041)7. Loris Panahatan (G24070046)8. Ardina Puspitasari (C14080053)9. Sofyan Agustiawan (C14080056)10. Arif Baswantara (C54080027)11. Resti Winasti (C54080063)12. Adhayani Dewi (G24080029)

BAGIAN OSEANOGRAFIDEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

1

Page 2: Oseanografi 1

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : STUDI BEBERAPA PARAMETER FISIKA DAN KIMIA DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

Disusun oleh : Kelompok 28 Nama Kelompok :1. Glentina D H Togatorop (C24070043)2. Fadillah (C34070063)3. Rizki .R. Abdullah (C34070090)4. Nisa Nantami (C34070093)5. Pramudya Pratama Putra (C44070006)6. Winda Puspita Sari (G24070041)7. Loris Panahatan S (G24070046)8. Ardina Puspitasari (C14080053)9. Sofyan Agustiawan (C14080056)10. Arif Baswantara (C54080027)11. Resti Winasti (C54080063)12. Adhayani Dewi (G24080029)

Menyetujui, I. Asisten Pembimbing

Dwito Indrawan

Mengetahui,

Ttd Ttd Ttd

.................................. ................................... ...................................

Tanggal Ujian :

2

Page 3: Oseanografi 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan

laporan praktik lapang ini. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada

dosen dan asisten yang telah banyak membimbing kami dalam menyelesaikan

laporan praktikum ini.

Laporan praktik lapang ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah

Oseanografi Umum agar mahasiswa dapat lebih memahami karakteristik dan kondisi

perairan laut berdasarkan beberapa parameter fisika dan kimia. Selain itu, mahasiswa

mampu memaparkan informasi yang telah diperoleh baik dari tugas mata kuliah

maupun yang telah diberikan dalam perkuliahan.

Kami sadar bahwa dalam mengerjakan dan menyusun tugas ini masih jauh

dari sempurna, sehingga kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami harapkan agar

kami dapat menyusun laporan praktik lapang yang lebih baik dikemudian hari. Akhir

kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

Semoga laporan praktik lapang ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, 25 Januari 2010

Tim Penulis

3

Page 4: Oseanografi 1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penerapan ilmu pengetahuan secara nyata merupakan aspek penting

pemahaman mahasiswa terhadap disiplin ilmu dan lingkungan sekitarnya. Praktik

lapangan membantu mahasiswa dalam memberikan gambaran kepada mahasiswa

sebelum sepenuhnya terjun di dunia masyarakat.

Praktik lapangan yang diadakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi

Kelautan ini sebagai bentuk kegiatan terintegrasi antara unsur-unsur pendidikan dan

penelitian. Praktik kali ini akan melakukan pengamatan mengenai parameter

oseanografi yang meliputi parameter fisika dan kimia. Beberapa parameter fisika

yang akan diamati adalah suhu, arus, gelombang, dan pasang surut. Pada parameter

kimia meliputi salinitas, pH, dan oksigen terlarut (DO). Pengambilan sampel

dilakukan pada beberapa tempat, yaitu pantai Stasiun Lapang Kelautan IPB, tempat

pendaratan ikan dan di Teluk Palabuhanratu.

I.2. Tujuan

Praktikum lapangan ini bertujuan supaya mahasiswa terampil dalam

menerapkan ilmu oseanografi yang telah didapatkan secara nyata berdasarkan

parameter-parameter fisik dan kimianya. Pengamatan parameter oseanografi untuk

mengetahui kondisi fisik dan kandungan kimia perairan Teluk Palabuhanratu, faktor

penyebab dan akibat yang ditimbulkan, sehingga dapat disimpulkan kondisi perairan

Teluk Palabuhanratu.

4

Page 5: Oseanografi 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Posisi Stasiun

Teluk Palabuhanratu terletak pada 60 km arah selatan dari kota Sukabumi

merupakan sebuah kawasan yang terletak di pesisir selatan Jawa Barat, di Samudra

Hindia. Wilayah pesisirnya terbentang dengan panjang garis pantai ± 200 km. Secara

geografis Teluk Palabuhanratu terletak pada posisi 106°22’00’’ - 106°33’00’’ BT dan

6°57’00’’ - 7°07’00’’ LS (Pariwono et al., 1998).

Gambar 1. Peta Teluk Palabuhanratu

Sumber : www.googlemap.com

2.2. Parameter Fisika

2.2.1. Suhu

Suhu merupakan suatu besaran fisika yang menyatakan jumlah bahang (heat)

yang terkandung dalam suatu benda Weyl (1967) dalam Farita (2006). Suhu dilaut

merupakan salah satu parameter yang sangat penting bagi kehidupan organisme di

laut karena secara langsung berpengaruh terhadap laju fotosintesis dan proses

fisiologis hewan, khususnya aktivitas metabolisme dan siklus reproduksi. Secara

5

Page 6: Oseanografi 1

tidak langsung, suhu juga mempegaruhi daya larut oksigen yang digunakan untuk

respirasi organisme laut (Sverdrup et al., 1942 dalam Farita, 2006).

Daerah-daerah yang paling banyak menerima bahang dari matahari adalah

daerah-daerah yang terletak antara lintang 10º LU - 10º LS. Oleh karena itu suhu air

laut yang tertinggi ditemukan didaerah khatulistiwa. Jumlah bahang yang diterima

oleh air laut akan semakin berkurang jika letak lintang suatu perairan semakin tinggi

atau semakin mendekati kutub (Sverdrup et al., 1942 dalam Farita, 2006).

Penyebaran suhu pada permukaan laut membentuk zona menurut letak lintang.

Semakin mendekati ekuator (lintang rendah) suhu semakin meningkat, sebaliknya

semakin mendekati kutub (lintang tinggi) suhu akan semakin menurun (Stewart, 2003

dalam Papilaya, 2003).

Menurut Hutabarat dan Evan (1986) dalam Papilaya (2003) ada tiga faktor

yang menyebabkan daerah tropik lebih banyak menerima bahang dari pada darah

kutub yaitu sinar matahari yang merambat melalui atmosfer sebelum sampai di

daerah kutub akan banyak kehilangan bahang dibandingkan dengan daerah ekuator,

di daerah kutub sinar matahari yang sampai di permukaan bumi akan tersebar pada

derah yang lebih luas daripada daerah ekuator, dan permukaan bumi di daerah kutub

banyak menerima bahang yang dipantulkan kembali ke atmosfer.

Sebaran vertikal suhu menurut kedalaman ialah semakin dalam suatu perairan

maka semakin rendah suhunya. Distribusi horizontal suhu dari pantai ke laut lepas

ialah semakin jauh dari daratan maka suhu semakin rendah temperaturnya

(Nybakken, 1988). Perbedaan tersebut sebenarnya diakibatkan oleh sudut relatif

matahari yang mencapai permukaan bumi. Suhu air laut mengalami perubahan dari

waktu ke waktu sesuai dengan kondisi meteorologis yang mempengaruhi perairan

tersebut. Perubahan tersebut dapat terjadi secara harian, musiman, tahunan maupun

jangka panjang (puluhan tahun). Perubahan harian terutama terjadi pada lapisan

permukaan. Perubahan harian suhu permukaan air laut untuk daerah tropis tidak

begitu besar yaitu rata-rata 0,2ºC – 0,3ºC (Sidjabat, 1973 dalam Farita, 2006).

Suhu diperairan Indonesia memperlihatkan variasi tahunan yang kecil yaitu

sekitar 2ºC, akan tetapi masih menunjukkan perubahan musiman. Hal ini dikarenakan

6

Page 7: Oseanografi 1

adanya pergerakan semu matahari melintasi khatulistiwa secara teratur dengan siklus

12 bulan. Pergerakan semu matahari ini terjadi akibat kemiringan poros rotasi bumi

sebesar 23,5º. Pariwono et al. (1988) mengemukakan bahwa pada bulan September

dan Oktober suhu permukaan laut relatif rendah, yaitu rata-rata 26,57ºC sedangkan

pada musim hujan suhu permukaan laut rata-rata naik menjadi 27,78ºC padahal disaat

itu laut kurang menerima pemanasan dari matahari, karena tertutup awan. Hal ini

diduga sebagai pertanda bahwa proses upwelling terjadi pada bulan Agustus,

September, dan Oktober.

Di perairan selatan Jawa kedalaman lapisan tercampur berkisar antara 40-75

meter, dan suhu permukaan laut umumnya lebih dari 27ºC (Purba, 1995 dalam Farita,

2006). Secara umum letak lapisan termoklin di perairan Indonesia berada pada

kedalaman 100-300 meter, dengan kisaran suhu antara 9ºC - 26ºC. Khususnya di

perairan selatan Jawa, batas atas lapisan termoklin terletak pada kedalaman 45-75

meter dan batas bawah terletak pada kedalaman 150-200 meter (Purba 1995, dalam

Farita 2006). Kisaran suhu pada lapisan dalam di perairan Indonesia adalah 2ºC - 4ºC

(Soegiarto dan Birowo, 1975 dalam Farita, 2006).

2.2.2  Arus laut

Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke

tempat lain baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke

samping). Contoh-contoh gerakan itu seperti gaya coriolis, yaitu gaya yang

membelok arah arus dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke kanan

di belahan bumi utara dan mangarah ke kiri di belahan bumi selatan. Gaya ini yang

mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan

bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi selatan.

Perubahan arah arus dari pengaruh angin ke pengaruh gaya coriolis dikenal dengan

spiral ekman.  Menurut letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas dan arus

bawah. Arus atas adalah arus yang bergerak di permukaan laut. Sedangkan arus

bawah adalah arus yang bergerak di bawah permukaan laut (Anonim, 2009).

7

Page 8: Oseanografi 1

Faktor pembangkit arus permukaan adalah angin yang bertiup diatasnya.

Tenaga angin memberikan pengaruh terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari

kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin

bertambahnya kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh

pada kedalaman 200 meter.

2.2.3. Gelombang

Gelombang laut merupakan gerakan air laut yang paling umum dan mudah

kita amati. Gelombang adalah fenomena naik turunnya permukaan air laut secara

periodik dari ukuran yang kecil atau riak sampai yang paling panjang seperti pasang

surut (Hutabarat, 1985).

Ada tiga gaya pembangkit yang menjadi faktor penyebab gelombang. Gaya

pembangkit tersebut antara lain wind waves, forced waves dan free waves. Wind

waves terjadi dipengaruhi oleh angin. Lamanya angin bertiup, kecepatan angin, dan

jarak tempuh angin dari arah pembangkit gelombang menjadi penentu karakter

gelombang itu sendiri. Forced Waves adalah gelombang yang terjadi akibat adanya

gaya pembangkit yang berasal dari gaya tarik bulan dan matahari. Free Waves

merupakan gelombang yang sudah tidak dipengaruhi lagi oleh gaya pembangkitnya

( Djunarsiah, 2005).

Faktor lain terjadinya gelombang yaitu adanya transfer energi dari udara ke

massa air. Prinsip dasar terjadinya gelombang laut yaitu, jika ada dua massa benda

yang berbeda kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain maka pada

bidang gerakannya akan berbeda. Gelombang mempunyai komponen-komponen

tersendiri antara lain periode gelombang, panjang gelombang, amplitudo, dan tinggi

gelombang. Periode gelombang merupakan lama waktu yang diperlukan untuk

melewati dua puncak atau dua lembah gelombang. Panjang gelombang merupakan

jarak horizontal diantara dua puncak dan dua lembah gelombang yang berurutan.

Amplitudo merupakan jarak vertikal Mean Sea Level dengan puncak atau lembah

gelombang. Tinggi gelombang merupakan jarak vertikal antara puncak dengan

lembah gelombang (Sasmono, 2008).

8

Page 9: Oseanografi 1

Perairan Teluk Palabuhanratu merupakan perairan teluk yang langsung

berhadapan dengan Samudera Hindia. Pada musim Barat (November – Maret) angin

bertiup dari barat daya dengan kecepatan 1,5 knot. Hal ini dapat membangkitkan

gelombang yang besar menuju pantai, sehingga terjadi longshore current (Nybakken,

1992).

2.2.4. Pasang surut air laut (ocean ride)

Pasang naik dan pasang surut merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi

karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Hal ini didasarkan

pada hukum Newton yang berbunyi : “Dua benda akan terjadi saling tarik menarik

dengan kekuatan yang berbanding terbalik dengan pangkat dua jaraknya”.

Berdasarkan hukum tersebut berarti makin jauh jaraknya makin kecil daya tariknya,

karena jarak dari bumi ke matahari lebih jauh dari pada jarak ke bulan, maka pasang

surut permukaan air laut lebih banyak dipengaruhi oleh bulan (Anonim, 2009).

Ada dua macam pasang surut, yaitu pasang purnama dan pasang perbani.

Pasang purnama, ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut tertinggi

(besar). Pasang besar terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan kalender bulan) dan pada

tanggal 14 (saat bulan purnama). Pada kedua tanggal tersebut posisi bumi-bulan-

matahari berada pada satu garis (konjungsi) sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan

matahari berkumpul menjadi satu menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang

menghadap ke bulan mengalami pasang naik besar.

Pasang Perbani ialah peristiwa terjadinya pasang naik dan pasang surut

terendah (kecil). Pasang kecil ini terjadi pada tanggal 7 dan 21 kalender bulan. Pada

kedua tanggal tersebut posisi matahari – bulan – bumi membentuk susut 90°. Gaya

tarik bulan dan matahari terhadap bumi berlawanan arah sehingga kekuatannya

menjadi berkurang (saling melemahkan).

Keadaan pasut di perairan Indonesia ditentukan oleh penjalaran pasut dari

Samudra Pasifik dan Samudra India serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang

kompleks, dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal sampai sangat

dalam. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai 6

9

Page 10: Oseanografi 1

meter. Pada Laut Jawa umumnya tunggang pasut antara 1-1,5 m

(http://sim.nilim.go.id).

Tipe pasut di Indonesia cenderung bervariasi akibat pengaruh topografi dasar

laut yang berinteraksi terhadap perjalanan pasut dari samudra Hindia dan Samudra

Pasifik yang bersifat campuran dominasi ganda. Perairan di bagian barat Indonesia

relatif dangkal seperti Laut Jawa lebih bersifat tunggal dan campuran dominasi

tunggal. Tipe pasang surut di Palabuhanratu adalah Pasang surut yang bersifat

campuran dengan dominasi pasut ganda (Pariwono et al 1988).

2.3. Parameter Kimia

2.3.1 Salinitas

Definisi sederhana dari salinitas adalah jumlah total material terlarut (gram)

dalam satu kilogram air laut. Sedangkan definisi lebih lengkap dari salinitas adalah

jumlah total material padat (gram) yang dilarutkan dalam satu kilogram air laut

setelah karbonat diubah menjadi oksida, bromine dan iodine dikembalikan oleh

chlorin dan semua bahan organik telah dioksidasi secara menyeluruh. Salinitas adalah

proporsi jumlah chlorin dalam air laut, didefinisikan dengan : S = 0,03 + 1,805 Cl

(Universitas Jendral Soedirman, 2008). Konsentrasi rata-rata garam terlarut di laut

adalah 3,5% terhadap berat atau dengan bagian per seribu (35 ppt). Pada daftar di

bawah ini menyajikan daftar 11 ion utama yang membentuk 99,9% unsur terlarut air

laut beserta konsentrasi rata-rata ion utama air laut dalam ‰ sebagai berikut :

Tabel 1. Total Ion Negatif

Total ion negatif (anion) 21,861 Klorida (Cl-) 18,98Sulfat (SO42-) 2,649Bikarbonat (HCO3-) 0,14Bromida (Br-) 0,065Borat (H2BO3-) 0,026Florida (F-) 0,001

10

Page 11: Oseanografi 1

Tabel 2. Total Ion Positif

Sodium (Na+) 10,556

Magnesium (Mg2+) 1,272

Kalsium (Ca2+) 0,4Potasium (K+) 0,38Strontium (Sr2+) 0,013Total ion positif (kation) 12,621

Salinitas bervariasi tergantung pada keseimbangan antara penguapan dan

presipitasi serta percampuran antara air permukaan dan air kedalaman. Secara umum,

perubahan salinitas tidak mempengaruhi proporsi relatif ion-ion utama. Konsentrasi

ion-ion berubah dalam proporsi yang sama yaitu rasio ioniknya tetap konstan. Meski

demikian, untuk beberapa lingkungan laut seperti laut-laut tertutup, cekungan, daerah

yang luas serta dalam sediment laut, terdapat kondisi dimana rasio-rasio ion

menyimpang jauh dari normal. (Universitas Jendral Soedirman, 2008)

Distribusi vertikal salinitas ialah semakin bertambahnya kedalaman maka

salinitas di perairan juga akan meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin

bertambahnya kedalaman maka bahan organik dan senyawa-senyawa lain yang

terlarut juga semakin tinggi yang dapat mengendap di dasar perairan. Dilihat dari

sebaran horizontal, maka salinitas sekitar pantai lebih rendah daripada salinitas laut

lepas. Hal ini disebabkan karena air laut yang berada dekat daratan masih memiliki

pengaruh dari air darat hingga menyebabkan salinitas di daerah ini kecil. Sebaliknya,

salinitas di perairan laut lepas sudah tidak memiliki pengaruh dari darat, sehingga

salinitasnya pun besar (Nybakken, 1988).

Di semua samudera, salinitas bervariasi menurut lintang. Selanjutnya

dikemukakan bahwa didekat khatulistiwa, salinitas mempunyai nilai yang rendah, dan

maksimum pada daerah lintang 20o LU dan 20o LS, kemudian menurun kembali pada

daerah lintang yang lebih tinggi. Keadaan salinitas yang rendah pada daerah sekitar

ekuator disebabkan oleh tingginya curah hujan. Khususnya di perairan kepulauan,

salinitas ini diperendah lagi oleh air sungai yang mengalir ke laut. Di daerah sub

tropis, terutama yang beriklim kering, dimana penguapan lebih tinggi daripada

11

Page 12: Oseanografi 1

presipitasi, salinitas dapat mencapai 45 ‰. Lawalata (1977) dalam Hafidz Olii (2003)

menyatakan bahwa naik turunnya salinitas banyak penyebabnya, antara lain karena

up welling, ataupun juga karena pengaruh hujan yang turun secara terus menerus

dalam jangka waktu beberapa hari. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka,

walaupun dibeberapa tempat kadang-kadang salinitas menunjukan adanya fluktuasi

perubahan. Namun menurut Hutabarat et al. (1986) bahwa salinitas akan turun secara

tajam yang disebabkan oleh besarnya curah hujan. Menurut Nontji (1987), salinitas di

lautan pada umumnya berkisar antara 33 0/00 – 37 0/00 (Olii, 2003).

Menurut Pariwono et al (1998) bahwa di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu

salinitas rata-rata sebesar 33,0 – 35 psu. Keadaan kisaran perubahan salinitas tersebut

relatif normal karena sejumlah besar organisme yang hidup di laut dapat bertahan

pada batas toleransi kisaran salinitas berkisar antara 30 – 40 psu (Odum, 1971).

Perairan Teluk Palabuhanratu umumnya memiliki kandungan salinitas yang

tinggi, hal ini disebabkan oleh pengaruh Samudra Hindia yang begitu besar ditambah

lagi Teluk Palabuhanratu bersifat terbuka. Sehingga perairannya memiliki kandungan

salinitas yang sama dengan laut terbuka. Selama kegiatan survey yang dilakukan,

peneliti mendapatkan kisaran salinitas di perairan Teluk Palabuhanratu berkisar

antara 33,00 – 34,00 psu (Pramahartami, 2007).

2.3.2. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut atau dissolve oxygen ( DO) adalah jumlah partikel Oksigen

yang terkandung dalam air laut. Jumlah oksigen yang terkandung pada lapisan

permukaan laut akan berbeda dengan lapisan yang di dasar laut. Konsentrasi gas

oksigen sangat bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu

maka akan semakin berkurang tingkat kelarutan oksigen (Anonim, 2008). Oksigen

terlarut berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis

fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat

memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme untuk

kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan untuk

12

Page 13: Oseanografi 1

pembakaran ( metabolisme ) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti

dengan pembentukan CO2 dan H2O (Anonim, 2008).

Kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) dapat dijadikan ukuran untuk

menentukan mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut

minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (5 ppm). Selebihnya bergantung

kepada ketahanan organisme, derajat aktivitasnya, kehadiran pencemar, suhu air dan

sebagainya. Secara vertikal lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi

karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses

fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen

terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada

banyak digunakan untuk pernafasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan

anorganik. (Salmin, 2005). Sedangkan secara horizontal diketahui bahwa oksigen

terlarut semakin ke arah laut maka kadar oksigen terlarut akan semakin menurun juga

(Nybakken, 1988)

Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran

makhluk hidup di dalam air. Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali-kali

di berbagai lokasi dengan tingkat kedalaman yang berbeda pada waktu yang tidak

sama (Reddy 1993 dalam Pramahartami 2007).

Oksigen terlarut merupakan parameter penting bagi sistem kimia air laut

maupun proses biologi perairan laut. Hal ini karena oksigen diperlukan dalam proses

mineralisasi/dekomposisi bakteri dalam menguraikan bahan organik. Penurunan

oksigen terlarut juga akan mempengaruhi kehidupan organisme melalui proses

respirasi, dan reaksi oksidasi reduksi terhadap senyawa-senyawa kimia dalam air laut

(Reddy 1993 dalam Sanusi (2003).

Dari laporan hasil penelitian dan analisa BLH Kabupaten Sukabumi (2003)

dalam Sanusi (2006) menunjukkan bahwa oksigen terlarut rata-rata di wilayah pesisir

Teluk Palabuhanratu berkisar antara 12,0 – 12,2 mg/l. Perubahan oksigen rata-rata di

dekat pantai maupun di lepas pantai pada umumnya hampir merata. Disamping

oksigen yang telah ada dalam massa air, oksigen dapat pula dihasilkan dari proses

fotosintesis yang berlangsung, selain itu oksigen dapat pula dihasilkan oleh adanya

13

Page 14: Oseanografi 1

pergerakan arus. Sebaliknya data oksigen yang didapat selama penelitian, kisaran

oksigen terlarut yang terukur berkisar antara 7,31 – 8,03 mg/l. Kandungan oksigen di

perairan Teluk Palabuhanratu berada pada kisaran yang optimal bagi pertumbuhan

organisme perairan baik pada saat musim timur maupun musim peralihan.

Sverdrup et al. (1972) dalam Sanusi (2003) mengemukakan tiga faktor yang

mempengaruhi sebaran kandungan oksigen terlarut:

1. Suhu dan salinitas, kelarutan oksigen bebas dalam air laut akan menurun

dengan meningkatnya suhu dan salinitas.

2. Aktivitas biologi yang berpengaruh nyata terhadap konsentrasi oksigen dan

karbondioksida.

3. Arus dan proses percampuran yang cenderung mempengaruhi lewat gerakan

massa air dan difusi.

14

Page 15: Oseanografi 1

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Pengamatan

Praktik lapang Oseanografi Umum dilakukan pada hari Selasa, 29 Desember

2009 dan lokasi berada pada daerah Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

Secara geografis Teluk Palabuhanratu terletak pada posisi 106°22’- 106°33’

BT dan antara 6°57’-7°07’ LS. Lokasi terbagi kedalam tiga tempat yakni pantai SLK

Palabuhanratu, Tempat Pendaratan Ikan dan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa

Barat.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum dibedakan menjadi tiga

lokasi yaitu, SLK (Studi Lapang Kelautan), TPI, dan kapal.

Tabel 3. Alat – alat dan Bahan

SLK TPI KAPALMeteran papan berskala larutan MnSO4papan berskala alat tulis NaOH+KIStopwatch data sheet H2SO4view box   AmilumWaterpass   sampel air lautbusur derajat   botol Nansenalat tulis   botol BODPenggaris   pipet suntikanKalkulator   CTDkayu reng   botol air mineralspidol permanen   Floating droadgeplastik transparansi   refraktometerdata sheet   tissue    akuades    peta penggaris    Hand GPS    kompas bidik

    data sheet3.3. Metode Kerja

15

Page 16: Oseanografi 1

3.3.1. Penentuan Posisi

Penentuan posisi adalah salah satu kegiatan yang dilakukan pada praktikum

fieldtrip oseanografi. Penentuan posisi dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan

digunakannya suatu alat Global Positioning System (GPS) dan metode baringan yang

dilakukan pada tempat dengan sudut pandang yang luas dan tetap.

Penentuan posisi dengan alat GPS dilakukan dengan melihat display di alat

yang akan menampilkan posisi kapal. Untuk penentuan posisi dengan menggunakan

Metode baringan adalah penentuan dengan melihat cara bergerak menyusuri laut

dengan kapal. Kemudian tetapkan arah utara dan dengan menggunakan kompas bidik

kita tentukan kondisi alam yang nyata seperti 2 buah bukit dan ukur berapa derajat

sudutnya dari utara untuk bukit 1 dan begitu pula dengan bukit 2 dan plotkan dalam

peta Palabuhanratu dan akan diperoleh perpotongan antara kedua bukit maka akan

dapat diperoleh letak posisi kapal pada saat itu Kemudian bandingkan kedua metode

tersebut.

3.3.2. Suhu

Gambar 2. Diagram alir Suhu

Nilai suhu dapat diketahui dengan alat yang bernama Conductivity

Temperature Depth (CTD), yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap

pengambilan, dan tahap penyajian data. Tahap persiapan dilakukan terlebih dahulu

setting CTD berdasarkan waktu. Pilih time reader karena pengambilan dengan

menggunakan waktu. Tahap pengambilan data dilakukan dengan memastikan CTD

dalam keadaan ON, lalu masukkan CTD ke dalam perairan lalu catat waktu

penurunan pada kedalaman tertentu dan biarkan suhu yang terbaca di CTD hingga

stabil, lalu catat. Setelah itu, angkat kembali CTD dan pastikan CTD dalam keadaan

OFF. Tahap penyajian data ialah dengan mentransfer data ke komputer melalui

interface dengan menggunakan software Alec.

3.3.3. Arus

16

CTD Celupkan CTD

Baca CTD

Page 17: Oseanografi 1

Gambar 3. Diagram alir Arus

Nilai dan arah arus dapat diketahui dengan menggunakan Floating Droadge

dan kompas bidik. Floating Droadge merupakan suatu alat yang sederhana namun

keakuratan hasilnya tidak kalah dengan instrumen pengukur arus lainnya. Adapun

prinsip kerja Floating Droadge adalah mengukur kecepatan arus secara manual

dengan bantuan stopwatch. Semua sisi balok akan terdorong oleh arus sehingga

Floating Droadge akan hanyut mengikuti arah arus dengan kecepatan tertentu.

Ikatkan Floating Droadge dengan tali sepanjang minimal 2 m kemudian lepaskan alat

tersebut bersamaan dengan menghidupkan stopwatch hingga alat terbawa arus. Pada

saat alat mulai menegang segera matikan stopwatch dan bidik dengan kompas bidik

untuk mengetahui arah arus.

3.3.4. Gelombang

Untuk perhitungan gelombang dibedakan menjadi empat parameter,

diantaranya:

1. Tinggi gelombang

Tinggi gelombang diamati dengan menggunakan papan bersakala. Pada saat

gelombang datang sebelum pecah, ukur puncak tertinggi dan puncak terendah untuk

mendapatkan tinggi satu gelombang dan lakukan ulangan sebanyak 10 kali.

2. Periode gelombang

17

Lepaskkan alat dan menghidupkan stopwatch

matikan stopwatch

floating droadge

Page 18: Oseanografi 1

Tentukan posisi di pantai (praktikan 2) dan persiapkan stopwatch, praktikan 1

berada pada tengah laut dan bertugas memberikan kode pada saat gelombang 1 dan

gelombang 2 datang. Pada saat gelombang 1 datang mengenai praktikan 1 hidupkan

stopwatch dan pada saat gelombang 2 mengenai praktikan 1 matikan stopwatch 2 dan

catat waktu yang dibutuhkan pada saat gelombang 1 hingga gelombnag 2.

3. Kemiringan pantai

Dengan menggunakan waterpass, kayu range serta penggaris kita dapat

mengukur derajat kemiringan pantai dan menentukan jenis pantai tersebut curam atau

landai. Tentukan lebih dahulu batas vegetasi terendah sebagai stasiun pengamatan.

Gunakan kayu range dengan ukuran 100 cm sebagai sumbu x dan kayu range 106 cm

sebagai sumbu y. Letakkan waterpass pada sumbu x dan lakukan pergerakan pada

kayu reng 100 cm hingga dapat mengindikasikan waterpass yang sejajar/ideal. Ukur

perubahan tinggi pada kondisi awal dengan pada saat waterpass berada pada keadaan

ideal.

4. Refraksi gelombang

Persiapkan view box dengan posisi yang sejajar dengan garis pantai. Lihat

gelombang yang datang dalam view box dan amati pada saat gelombang tersebut

pecah kemudian perhatikan arah gelombnag tersebut menuju pantai. Gambarkan

hasilnya pada kertas tranparansi dan ukur sudut yang dibentuk pada saat gelombang

tersebut pecah dan arah gelombang tersebut menuju pantai. Lakukan pengulangan

sebanyak 30 kali.

3.3.5. Pasang Surut

Nilai Pasang Surut dapat diketahui dengan cara siapkan papan berskala

kemudian tancapkan pada dasar palabuhan yang datar dan aman dari kegiatan

manusia. Catat nilai pasang tertinggi dengan indikasi nilai tertinggi pada setiap 15

menit dan nilai surut terendah dengan indikasi nilai terendah selama waktu

pengamatan.

3.3.6. Salinitas

18

Page 19: Oseanografi 1

Gambar 4. Diagram alir salinitas

Nilai Salinitas dapat diketahui dengan menggungakan alat yang bernama

refraktometer. Terlebih dahulu lakukan kalibrasi refraktometer dengan akuades dan

bersihkan dengan tissue. Lalu disiapkan sampel air laut dan teteskan pada alat dan

lihat nilai S pada refraktometer dan catat nilainya. Lakukan itu semua sebanyak 3

kali.

3.3.7. Oksigen Terlarut (DO)

Gambar 5. Diagram alir Oksigen terlarut

Metode yang digunakan untuk menentukan oksigen terlarut yaitu metode

Winkler atau iodometri, dimana air sampel diambil menggunakan botol Nansen. Lalu

air sampel yang telah diambil, dimasukkan ke dalam botol BOD hingga penuh dan

pastikan tidak terjadi bubbling. Lalu air sampel yang sudah dimasukkan ke dalam

botol BOD ditambahkan 1 mL MnSO4 aduk hingga larut dan tambahkan KOH+KI

sebanyak 0,5 mL lalu aduk, diamkan sebentar hingga terbentuk endapan coklat yang

sempurna. Setelah itu, ambil sedikit supernatant, tanbahkan H2SO4 pekat sebanyak

0,5 mL, masukkan kembali supernatant yang sebelumnya dikeluarkan, aduk hingga

19

refraktometer sampel air laut Masukkan refraktometer

Baca nilai S

MnSO4 dan KOH+Ki,

tambahkan H2SO4 pekat

Air Sampel ke dalam botol BOD

titrasi

Page 20: Oseanografi 1

endapan coklat larut. Selanjutnya, ambil sebanyak 25 mL larutan tadi, masukkan ke

dalam erlenmeyer dan titrasi dengan Na-Thiosulfat hingga warna cokalt berubah

menjadi warna kuning muda. Lalu tambahkan amylum (sebagai indikator warna)

hingga warna kuning menjadi biru, setelah itu titrasi kembali dengan Na-Thiosulfat

hingga warna berubah menjadi bening. Hitung volume Na-Thiosulfat yang terpakai

dalam titrasi. Lakukan analisis lanjutan.

3.4. Analisis Data

3.4.1 Arus

Berdasarkan data maka kecepatan arus dapat ditentukan melalui rumus

berikut:

Keterangan : V = Kecepatan arus (m/s)

S = Jarak yang ditunjukan dengan panjang tali (s)

t = Waktu yang dibutuhkan benda untuk menempuh

jarak (s)

3.4.2 Gelombang

1. Panjang Gelombang

Panjang Gelombang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

L= x T

Keterangan:

L = Panjang Gelombang (m)

g = Gravitasi

d = Kedalaman Pantai (m)

T = Periode gelombang (s)

2. Tinggi Gelombang

20

Page 21: Oseanografi 1

Tinggi gelombang dipeoleh dengan mengukur dan mengurangkan panjang

gelombang di bagian atas dengan panjang gelombang di bagian bawah.

T = Pa – Pb

Keterangan : T = Tinggi gelombang (m)

Pa = Panjang gelombang bagian atas (m)

Pb = Panjang gelombang bagian bawah (m)

3. Refraksi Gelombang

Y

X

Keterangan : A = Sudut refraksi (o)

y = ykiri - ykanan (m)

x = Panjang jendela refraksi (m)

3.4.3 Profil Pantai

Dengan data maka sudut profil pantai dapat diketahui. Rumus

penghitungan sudut refraksi gelombang adalah sebagai berikut:

21

Page 22: Oseanografi 1

Keterangan: α = sudut refraksi gelombang

X = panjang garis acuan (cm)

Y = garis vertikal

3.4.4 Pasang Surut

Menggunakan software Microsoft Excell dapat diketahui kondisi muka air

perairan palabuhanratu. Berikut ini ditampilkan rumus perhitungannya:

Dimana :

F = bilangan Formzahl

O1 = amplitudo komponen pasut tunggal yang disebabkan gaya tarikbulan

K1 = amplitudo komponen pasut tunggal yang disebabkan gaya tarik bulan dan

matahari

M2 = amplitudo komponen pasut ganda yang disebabkan gaya tarik bulan

S2 = amplitudo komponen pasut ganda yang

disebabkan gaya tarik matahari

Dari bilangan Formzahl, kita dapat menentukan tipe pasang surut dengan ketentuan :

F = 0.25 = semidiurnal tide

0.25 < F = 1.50 = tipe campuran condong ganda

1.50 < F = 3 = tipe campuran condong tunggal

F > 3 = diurnal tides

22

Page 23: Oseanografi 1

HW = Data tertinggi

MSL = Rata-rata data

LW = Data terendah

Keterangan:

HW (Highest Water) = Nilai kondisi muka air tertinggi

MHHWL (Mean High Highest Water Level) = Nilai rata-rata muka air tinggi tertinggi

MHWL (Mean High Water level) = Nilai rata-rata muka air tinggi

MSL (Mean Sea Level) = Nilai rata-rata kondisi muka air

MLWL (Mean Low Water Level) = Nilai rata-rata muka air rendah

MLLWL (Mean Low Lowest Water Level) = Nilai rata-rata muka air rendah terendah

LW (Lowest Water) = Nilai terendah muka air

3.4.5 Oksigen Terlarut

Penghitungan kadar oksigen terlarut menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : DO = Kandungan Oksigen terlarut

Vt = Volume Tiosulfat (jumlah tetes titrasi x 0,05)

Nt = Normalitas Tiosulfat

Vs = Volume air sampel

Vb = Volume botol BOD

Vpel = Volume pereaksi

23

Page 24: Oseanografi 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Posisi Stasiun

Adapun posisi dari Teluk Palabuhanratu dapat dilihat pada data berikut:

Tabel 4. Data Posisi Stasiun Pengamatan

Kelompok

4 (Stasiun)

Baringan Baringan GPS

Objek

1

Objek

2LS0 BT0 LS0 BT0

I 162o 120o 6°58’10” 106030'30" 6°58’41,8” 106°31’23,1”

II 145o 90o 6°59’59” 106029'10" 6058'18,1" 106030'14,5"

III 140o 100o 6°59’ 106027'55" 6058'21" 106029'20,1"

Lokasi pengamatan yang digunakan dalam praktikum oseanografi umum

bertempat di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Secara geografis, teluk

Palabuhanratu terletak 6o57’ – 7o07’ LS dan 106o22’ – 106o33’ BT, dengan panjang

garis pantai kurang lebih 105 km. Perairan teluk Palabuhanratu merupakan tempat

bermuaranya empat sungai yaitu Cimandiri, Cidadap, Cibuntu dan Cipalabuhan.

Kecamatan Palabuhanratu berbatasan dengan kecamatan Ciladang dan kecamatan

Cisolok di sebelah utara, kecamatan Ciomas di sebelah selatan, Samudera Hindia di

sebelah barat, kecamatan Warung Kiara di sebelah timur (Pariwono et al., 1998).

Dalam penentuan posisi stasiun menggunakan dua metode, yaitu metode

Baringan dan GPS. Secara umum posisi stasiun dari seluruh kelompok yang

ditentukan dengan menggunakan GPS terletak antara 6058'18,1" - 6°58’41,8” LS0 dan

106029'20,1" - 106°31’23,1” BT0. Sedangkan menggunakan metode baringan

diperlukan dua buah objek diam dari kapal, pengukuran dengan baringan dilakukan

dengan bantuan alam berdasarkan posisi benda-benda yang akan dijadikan patokan.

Dalam hal ini objek 1 adalah Bukit Gedogan, dan objek 2 adalah Bukit Jayanti. Pada

24

Page 25: Oseanografi 1

saat pengamatan di atas kapal, kedua bukit tersebut berada di sebelah sisi bagian kiri

kapal. Secara umum posisi stasiun yang didapat dengan menggunakan metode

baringan adalah terletak antara 6°58’10” - 6°59’59” LS0 dan 106027'55" - 106030'30"

BT0.

Gambar 6. Peta Posisi Stasiun 1, 2, dan 3 Hari ke-2 Berdasarkan GPS

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa ada dua stasiun yang jatuh di

daratan. Hal tersebut dapat terjadi karena peta yang digunakan adalah menggunakan

peta hasil olahan ODV (Ocean Data View). Terlihat bahwa garis daratan pada peta di

atas adalah berupa garis lurus dikarenakan resolusi peta menggunakan ODV rendah.

Pada stasiun pertama kapal berada di posisi 1620 dari Bukit Gedogan dan 1200

dari Bukit Jayanti . Kedua sudut ini didapatkan dengan menggunakan kompas bidik.

Setelah didapatkan kedua sudut itu lalu kedua nilai tersebut diplotkan ke dalam peta

dan ditarik garis sehingga diperoleh titik perpotongan dari garis-garis yang ditarik

tersebut dan didapatkan koordinat 6°58’10” LS0 dan 106030'30" BT. Sedangkan

penentuan koordinat dengan menggunakan GPS tidak menggunakan patokan apapun.

Pengukuran dengan GPS akan langsung memberikan informasi posisi koordinat

stasiun. Koordinat yang didapatkan pada stasiun pertama adalah 6°58’41,8” LS dan

106°31’23,1” BT.

Pada stasiun kedua posisi koordinat dengan menggunakan metode baringan

adalah 1450 dari Bukit Gedogan dan 900 dari Bukit Jayanti. Setelah diplotkan kedua

25

Page 26: Oseanografi 1

sudut tersebut, dengan menggunakan peta didapatkan posisi koordinat 6°59’59” LS

dan 106029'10" BT. Sedangkan koordinat yang didapatkan dengan menggunakan

GPS didapatkan koordinat 6058'18.1" LS dan 106030'14.5" BT.

Stasiun ketiga, dengan menggunakanGPS berada pada koordinat 6058'21" LS

dan 106029'20.1" BT. Penentuan koordinat menggunakan kompas bidik didapatkan

hasil 1000 dari Bukit Gedogan dan 1400 dari Bukit Jayanti. Dan dengan menggunakan

peta didapatkan posisi koordinat 6°59’ LS dan 106027'55" BT.

Penggunaan GPS untuk menentukan posisi stasiun lebih baik dibandingkan

dengan metode Baringan karena penentuan koordinat suatu objek dengan GPS

ditentukan dengan satelit yang langsung mendeteksi keberadaan objek. Sedangkan

penentuan posisi menggunakan metode Barigan mempunyai banyak kelemahan,

antara lain seperti kapal yang bergerak akibat gelombang sehingga kapal tidak dalam

keadaan statis, jarum kompas yang pergerakannya dipengaruhi oleh gaya medan

magnet bumi dimana setiap tempat memiliki besar gaya medan magnet bumi yang

berbeda, peta yang digunakan adalah peta lama yaitu peta tahun 1987 sehingga skala

pada peta kurang akurat, kemampuan untuk membidik objek secara tepat, serta

pengaruh cuaca dimana cuaca pada saat praktikum sering berubah dan juga agak

berkabut sehingga menyulitkan pengguna kompas bidik untuk membidik dengan

tepat. Walaupun penentuan koordinat dengan metode Baringan mempunyai banyak

kelemahan tetapi sebaiknya metode Baringan tetap digunakan untuk perbandingan

dengan data yang dihasilkan oleh GPS.

26

Page 27: Oseanografi 1

4.2 Parameter Fisika

4.2.1. Suhu

Untuk mengukur suhu digunakan termometer dan CTD. Hasil pengukuran

menggunakan termometer dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5. Hasil pengukuran suhu menggunakan termometer

Stasiun Kedalaman (m) Suhu (0C)

70 -

10 -

80 29

10 29

90 29

10 28,5

Hasil analisis pengukuran suhu dengan menggunakan CTD dengan sebaran

menegak dan sebaran melintang dapat kita lihat pada Gambar 6 dan 7 di bawah ini.

Gambar 7. Sebaran menegak suhu

27

Page 28: Oseanografi 1

Gambar 8. Sebaran melintang suhu

Suhu perairan yang diukur pada perairan di Palabuhanratu yaitu

menggunakan termometer dan CTD (Conductivity Temperature Depth). Dilihat dari

tabel 2 di atas yang di ukur dari tiga stasiun yang berbeda menggunakan termometer

di dapat suhu pada kedalaman 0 meter di stasiun kedua yaitu 290 C dan di kedalaman

10 meter dengan suhu yang sama yaitu 290 C. Pada stasiun ketiga di kedalaman 0

meter suhu yang didapat yaitu 290 C , sedangkan di kedalaman 10 meter suhu yang

didapat yaitu 28,50 C.

Berdasarkan sebaran vertikal kisaran suhu pada stasiun 1, 2, dan 3 di

perairan Palabuhanratu, yaitu semakin dalam perairan maka suhu semakin rendah

dengan range 29,40 C – 29,650 C. Pada stasiun 1 memilki suhu yaitu pada kedalaman

0 meter 29,40 C dan pada kedalaman 10 meter suhu sebesar 29,525 0C . Pada stasiun

2, suhu pada kedalaman 0 meter yaitu 29,650 C dan pada kedalaman 10 meter yaitu

29,60 C. Pada stasiun 3, suhu pada kedalaman 0 meter yaitu 29.80 C dan pada

kedalaman 10 meter 29,550 C.

Berdasarkan sebaran horizontal kisaran suhu pada stasiun 1, 2, dan 3

menunjukkan perubahan suhu dengan bertambahnya kedalaman perairan, yaitu suhu

mengalami penurunan. Perbedaan suhu di setiap stasiun di sebabkan perbedaan letak

lintang. Jumlah bahang yang diterima oleh air laut akan semakin berkurang jika letak

lintang suatu perairan semakin tinggi atau semakin mendekati kutub (Sverdrup et al.,

1942 dalam Farita, 2006).

28

Page 29: Oseanografi 1

Pada data suhu didapatkan data dari thermometer mempunyai rata-rata

sebesar 290 C dan dari data CTD di dapatkan rata-rata sebesar 29,50C. Dari data CTD

dan thermometer dapat dilihat bahwa perbandingan dari data hampir tidak ada

perbedaan.

4.2.2 Arus

Pengukuran arus dilakukan pada tiga stasiun, dan setiap stasiun ada tiga kali ulangan.

Pengukuran tersebut meliputi arah dan kecepatan arus.

Tabel 6. Data arus

Stasiun UlanganArus

S (m) T (s) V (m/s) Arah (0)7 1 1.3229 52.71 0.0251 49

  2 1.3229 90 0.0147 130  3 1.3229 73 0.0181 290

8 1 1.3229 16.18 0.0818 122  2 1.3229 13.99 0.0950 85  3 1.3229 24.85 0.0532 70

9 1 1.3229 22.3 0.0593 330  2 1.3229 38.7 0.0342 345

Gambar 9. Stik plot arus

29

Page 30: Oseanografi 1

Pengukuran arus dilakukan pada tiga stasiun, dan setiap stasiun ada tiga kali

ulangan. Pengukuran arus dilakukan pada permukaan laut, sehingga tidak ada beda

kedalaman pada hasil pengukurannya. Pengukuran tersebut meliputi arah dan

kecepatan arus.

Pada stasiun ketiga, pengukuran hanya dilakukan dua kali ulangan. Hal ini

terjadi karena saat pengukuran terbatas oleh waktu. Arah arus pada setiap ulangan

berbeda-beda, mulai dari 49º, 130º, hingga 345º. Perbedaan ini terjadi karena adanya

pengaruh dari angin, densitas, dan juga gerakan kapal. Kecepatan arus juga berbeda-

beda pada setiap stasiun. Mulai dari 0.0251 m/s, 0.0147 m/s, hingga 0.0342.

perbedaan ini dipengaruhi oleh periode arus. Gambaran arah arus dan kecepatan arus

terdapat pada gambar stik plot arus. Kemiringan stik plot menunjukkan arah arus dan

panjang stik plot menunjukkan kecepatan arus.

4.2.3 Gelombang

Parameter gelombang yang diukur secara langsung pada saat di pantai SLK

Palabuhanratu adalah tinggi periode dan refraksi gelombang. Pengukuran parameter

gelombang dilakukan pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB.

Tabel 7. Data Tinggi dan Periode Gelombang

UlanganTinggi (cm)

Periode (s)

1 70 4

2 40 3

3 45 3

4 50 4

5 55 4

6 70 5

7 60 9

8 70 3

9 45 6

10 100 9

rata - rata 60,5 5

30

Page 31: Oseanografi 1

Tabel 8. Refraksi gelombang

Ulangan X (cm)Y [Ka - Ki]

(cm)α (0)

1 15.5 3.50 127.243

2 17.7 3.90 124.259

3 6.5 2.00 171.027

4 5.5 1.50 152.551

5 17.2 3.70 121.402

6 14.7 3.50 133.925

7 19.3 3.60 137.608

8 19.1 4.50 132.572

9 17.1 2.00 66.710

10 16.4 4.10 140.362

11 18.5 2.70 83.035

12 18.2 4.40 135.909

13 16.7 3.10 105.160

14 14.9 5.30 195.807

15 15.9 3.20 113.792

16 15.6 4.30 154.104

17 12.7 2.30 102.651

18 12.5 3.30 147.887

19 13.1 2.80 120.649

20 13 2.00 87.462

21 16.1 5.00 172.527

22 15.4 3.70 135.098

23 11.4 1.50 74.959

24 10 1.30 73.344

25 10.5 2.00 107.843

26 8.6 1.80 118.215

27 12.6 2.60 116.593

28 11.2 1.80 91.302

29 11.3 1.80 90.507

30 10.7 2.10 111.038

Tabel 9. Data Kemiringan Pantai

ulangan X y Α

31

Page 32: Oseanografi 1

1 1600 109.1 3.9⁰2 1800 160.3 5.08⁰

Gambar 10. Kemiringan Pantai Ulangan 1

Gambar 11. Kemiringan Pantai Ulangan 2

Parameter tinggi gelombang yang diukur dilakukan 10 kali ulangan. Ulangan

dilakukan untuk mendapatkan nilai tinggi gelombang yang akurat. Pada pengukuran

32

Page 33: Oseanografi 1

tinggi gelombang diperoleh kisaran 40 – 100 cm. Nilai ini cukup kecil sebab kondisi

kecepatan angin saat itu cukup berpengaruh. Menurut Sanusi Teluk Palabuhanratu

yang terletak di perairan pantai selatan Jawa Barat pada posisi 106°22’ - 106°33’ BT

dan 6°57’ - 7°67’ LS merupakan teluk yang berhubungan langsung dengan Samudera

Hindia. Dengan demikian kondisi oseanografi di perairan ini sangat dipengaruhi oleh

kekuatan angin yang besar. Tinggi gelombang sangat ditentukan oleh kecepatan angin

yang sangat besar. Begitu juga di Palabuhanratu yang kecepatan anginnya berkisar

antara 1-5 knot selama musim barat (November-maret), angin bertiup dari barat daya

dan memantulkan gelombang laut yang sangat besar menuju pantai.

Parameter kedua yang diamati di SLK Palabuhanratu ialah periode

gelombang. Pengukuran periode gelombang juga dilakukan dengan ulangan 10 kali.

Kisaran gelombang yang diperoleh adalah 3-9 detik. Berdasarkan kisaran yang

diperoleh dapat dikatakan bahwa gelombang diperairan palabuhanratu memnutuhkan

waktu yang cukup bervariasi. Gelombang di Palabuhanratu dipengaruhi oleh angin,

sehingga periode gelombang pun cukup kecil. Secara umum tipe gelombang di pantai

selatan pulau Jawa terbentuk akibat kombinasi antara gelombang pasang surut dan

angin lokal yang bertiup kencang. Gelombang yang ada merupakan hasil rambatan di

perairan lepas pantai ( samudera Hindia). Karakteristik gelombang yang terbentuk

dipengaruhi pula oleh kondisi topografi dari dasar laut.

Parameter yang ketiga adalah refraksi gelombang. Refraksi gelombang

dilakukan dengan 30 kali ulangan. Refraksi gelombang lebih dari 50 berarti

gelombang yang terjadi sejajar dengan pantai. Berdasarkan pengamatan refraksi

gelombang di palabuhanratu berkisar lebih dari 50 sehingga dapat dikatakan refraksi

gelombang terjadi sejajar dengan pantai dan akibatnya teluk Palabuhanratu akan

sering mengalamai abrasi. refraksi gelombang akan mempengaruhi arah gelombang,

tinggi gelombang, dan distribusi energi gelombang di teluk palabuhanratu. Tipe

pecah gelombang di teluk palabuhanratu adalah plunging. Hal ini dicirikan dengan

banyaknya buih – buih putih yang jatuh di garis pantai. Tipe pecah gelombang juga

dapat terbentuk akibat profil pantai. Profil pantai menunjukkan kemiringan pantai

33

Page 34: Oseanografi 1

palabuhanratu, dari data praktikum diperoleh hasil perhitungan kemiringan pantai

4,50.

Berdasarkan data – data refraksi gelombang dan bentuk topografi di teluk

palabuhanratu yang berupa teluk menunjukkan bahwa di pantai palabuhanratu terjadi

proses sedimentasi karena gelombang yang terbentuk bersifat divergen ( menyebar)

sehingga energi yang mengenai teluk juga rendah dan membawa partikel – partikel

berat hasil dari gelombang konvergen (memusat) yang berasal dari kiri dan kanan

teluk.

4.2.4 Pasang surut

Gambar 12. Pasang Surut Teluk Palabuhanratu 28-30 Desember 2009

Pengukuran pasang surut dilakukan mulai tanggal 28 Desember 2009 pukul

04.45 sampai tanggal 30 Desember 2009 pukul 15.45, setiap 15 menit. Berdasarkan

tabel dan grafik pasang surut diatas terdapat beberapa parameter dari nilai ketinggian

yang dapat menentukan tipe dari pasang surut di Teluk Palabuhanratu. Nilai-nilai

tersebut diantaranya nilai kondisi muka air tertinggi (Highest Water/HW), nilai rata-

rata muka air tinggi tertinggi (Mean High Highest Water Level/MHHWL), nilai rata-

rata muka air tinggi (Mean High Water Level/MHW), nilai rata-rata kondisi muka air

34

Page 35: Oseanografi 1

(Mean Sea Level/MSL), nilai rata-rata muka air rendah (Mean Low Water

Level/MLWL), nilai rata-rata muka air rendah terrendah (Mean Low Lowest Water

Level/MLLWL), nilai terendah muka air (Lowest Water/LW). Setelah dilakukan

perhitungan diperoleh nilai MSL sebesar 78.08 cm, HW sebesar 140 cm, MHHWL

127.916 cm, MHWL 113.701 cm, MLWL 59.237 cm, MLLWL 50.236 cm dan nilai

LW sebesar 32.5 cm.

Tipe pasang surut dapat dianalisis dari frekuensi ketinggian pasang surut

dalam waktu satu hari. Menurut data dan grafik, dalam satu hari di daerah Teluk

Palabuhanratu terdapat dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi masing-

masing gelombang yang berbeda. Maka jenis pasang surut di daerah ini digolongkan

kedalam tipe pasang surut campuran dominan ganda. Hal ini didukung dengan

pernyataan Pariwono, 1988 bahwa tipe pasang surut di Palabuhanratu adalah Pasang

surut yang bersifat campuran dengan dominasi pasut ganda.

4.3 Parameter Kimia

4.3.1 Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air

laut. Konsentrasi ini biasanya sebesar 3% dari berat seluruhnya (Hutabarat S, 2006).

Kadar salinitas yang diukur di perairan Palabuhanratu diuur dengan dua alat yaitu

refraktometer dan CTD (Conductivity Temperature Depth). Hasil pengukuran

salinitas dengan mengunakan refraktometer dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 10. Kadar salinitas yang diperoleh dari refraktometer

Stasiun Kedalaman (m) Salinitas (‰)7 0 30

10 318 0 31

10 339 0 32

10 33

35

Page 36: Oseanografi 1

Hasil pengukuran salinitas yang dilakukan dengan menggunakan CTD

((Conductivity Temperature Depth) dengan sebaran menegak dan melintang dapat

dilihat pada Gambar 11 dan 12 di bawah ini.

Stasiun 7Stasiun 8

Stasiun 9

Gambar 13. Diagram menegak salinitas

Gambar 14. Sebaran horizontal Salinitas

Salinitas di perairan Palabuhanratu secara umum berkisar antara 32,33‰

sampai 35,96‰ dengan tingkat tertinggi terjadi pada bulan Agustus, September, dan

Oktober, sedangkan terendahnya terjadi pada bulan Mei, Juni, dan Juli (Wahyudin,

2004). Dilihat dari tabel di atas yang diukur dari tiga stasiun yang berbeda di dapat

kisaran salinitas teluk Palabuhanratu pada kedalaman 0 meter (permukaan) berkisar

antara 25-30 ‰, sedangkan pada kedalaman 10 meter berkisar antara 33-34 ‰.

36

Page 37: Oseanografi 1

Berdasarkan sebaran vertikal kisaran salinitas pada stasiun 7, 8 dan 9 di

perairan Palabuhanratu, semakin dalam perairan salinitas juga semakin bertambah

dengan range 32 0/00 - 33 0/00. Pada stasiun 7 memiliki salinitas antara 32 0/00 – 33 0/00.

Pada stasiun 8 memiliki salinitas antara 32 0/00 - 33 0/00. Pada stasiun 9 memiliki

salinitas antara 32 0/00 - 33 0/00. Pada gambar diatas salinitas pada stasiun 9 tidak dapat

terlihat karena pada data GPS, garis bujur dan lintang sama. . Sebaran vertikal

salinitas dari 3 stasiun tersebut menghasilkan grafik yang tidak berbeda jauh untuk

setiap stasiun.

Berdasarkan sebaran horizontal salinitas, secara umum salinitas paling kecil

berada di sekitar daratan. Semakin ke laut lepas maka salinitasnya semakin besar. Hal

ini sebabkan karena di laut di sekitar daratan masih banyak pengaruh dari air tawar

sehingga salinitasnya kecil sedangkan semakin ke laut lepas semakin tidak dipengruhi

air tawar sehingga salinitas semakin besar. Dari gambar diatas dapat di lihat bahwa

perubahan salinitas di laut lepas relatif lebih kecil daripada di dekat daratan yang

perubahannya lebih besar karena terpengaruh oleh air tawar dari sungai.

Fakor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai salinitas yaitu air hujan yang

akan menyebabkan rendahnya salinitas. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi

salinitas adalah suhu dimana semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi penguapan

sehingga garam penyebab salinitas tertinggal dan menyebabkan nilai salinitas tinggi

(Nybakken 1988).

Perbandingan perhitungan nilai salinitas menggunakan refraktometer dengan

menggunakan CTD pada kedalaman 0 dan 10 meter dapat dilihat pada grafik dibawah

ini.

37

Page 38: Oseanografi 1

Gambar 15. Grafik perbandingan nilai salinitas menggunakan refraktometer dan CTD pada kedalaman 0 dan 10 meter

Penggunaan CTD dan refraktometer dalam pengukuran salinitas digunakan

untuk membandingkan hasil datanya. Berdasarkan hasil data pengukuran salinitas

dengan menggunakan CTD dan refraktometer memberikan hasil yang tidak jauh

berbeda dan bahkan ada yang memberikan hasil yang sama. Hal ini menunjukkan

bahwa data pengukuran salinitas ini cukup akurat. Grafik sebran menegak salinitas

terhadap kedalaman dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Bila kita lihat dari grafik sebaran menegak di atas, maka dapat dikatakan

bahwa dari setiap stasiun yang diamati, semakin kedalam pengukuran terhadap

salinitas suatu perairan maka nilai salinitasnya pun semakin bertambah besar. Dalam

hal ini sebenarnya terdapat tiga stasiun yang diamati, tetapi pada data yang diperoleh

koordinat dari stasiun 8 dan stasiun 9 sama, namun data salinitasnya berbeda dan bila

dilihat pada grafik telah terjadi akumulasi data salinitas dan warna stasiun 8 dan

stasiun 9 sama yaitu warna biru. Hal yang dapat dijadikan sebagai acuan dengan

semakin bertambahnya kedalaman kadar salinitas semakin bertambah adalah bahan

organik dan ion-ion garam yang terkandung di dalam laut akan mengendap yang

menyebabkan peningkatan salinitas pada daerah kedalaman yang semakin tinggi

(Hutabarat S, 2006).

Bila dilihat dari grafik sebaran melintang, dapat dikatakan bahwa semakin

menjauh dari daratan (semakin ke laut lepas) maka kadar salinitas semakin besar. Hal

ini dikarenakan pengaruh dari lingkungan sekitar perairan ataupun kondisi geografis

38

Page 39: Oseanografi 1

dilokasi tersebut. Nilai salinitas akan berkurang jika semakin dekat dengan pantai

(Hutabarat S, 2006). Daerah dengan kondisi seperti ini disebut dengan daerah

estuaria. Penyebab dari hal tersebut adalah karena adanya air tawar yang masuk ke

perairan laut dan juga karena adanya pasang surut sehingga kadar salinitas menjadi

berkurang. Selain itu berkurangnya salinitas juga disebabkan oleh besarnya curah

hujan. Hal ini tidak dapat terlihat dengan jelas pada grafik sebaran melintang salinitas

dikarenakan letak setiap stasiun yang jauh dari darat dan jarak stasiun yang saling

berdekatan antara stasiun 7, 8 dan 9.

Salinitas di perairan Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh keadaan musim

dengan faktor utama adanya masukan massa air sungai yang bermuara. Transpor

massa air sungai yang terutama pada musim barat mengakibatkan turunnya salinitas

perairan pantai Teluk Palabuhanratu.

4.3.2 Oksigen terlarut (DO)

Berdasarkan hasil analisis maka didapat bahwa hasil oksigen terlarut di

Teluk Palabuhanratu ialah sebagai berikut:

Tabel 12. Data Oksigen terlarut

StasiunKedalaman

(m)Oksigen terlarut

(mg/L)1 0 8  10 102 0 7  10 63 0 10  10 10

Gambar 16. Oksigen terlarut

39

Page 40: Oseanografi 1

Dari data Oksigen terlarut (DO) diatas dapat diketahui bahwa DO pada

kedalaman 0 m stasiun 1 hingga stasiun 3 berkisar 7-10 mg/L. Dan kedalaman 10 m

stasiun 1 hingga stasiun 3 berkisar 6-10 mg/L.

Nilai oksigen terlarut di permukaan lebih tinggi daripada pada kedalaman 10

m. Hal ini disebabkan karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas

serta adanya proses fotosintesis. Hasil ini didukung oleh pernyataan Sanusi (2006)

bahwa dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen

terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada

banyak digunakan untuk pernafasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan

anorganik.

Sedangkan secara horizontal didapat bahwa oksigen terlarut semakin ke arah

laut semakin menurun. Hal ini didukung oleh pernyataan Nybakken, 1988 bahwa

secara horizontal diketahui bahwa oksigen terlarut semakin ke arah laut maka kadar

oksigen terlarut akan semakin menurun juga (Nybakken, 1988). Hal ini dikarenakan

Suhu dan salinitas, kelarutan oksigen bebas dalam air laut akan menurun dengan

meningkatnya suhu dan salinitas, aktivitas biologi yang berpengaruh nyata terhadap

konsentrasi oksigen dan karbondioksida, arus dan proses percampuran yang

cenderung mempengaruhi lewat gerakan massa air dan difusi (Sverdrup et al., 1972

dalam Sanusi (2006).

40

Page 41: Oseanografi 1

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada praktikum kali ini, parameter-parameter yang diamati adalah

parameter fisika dan kimia. Adapun parameter fisika yang diamati ialah suhu, arus,

gelombang, dan pasang surut. Sedangkan parameter kimia yang diamati adalah

salinitas dan oksigen terlarut (DO).

Posisi stasiun secara keseluruhan berdasarkan GPS terletak antara

6058'18,1" - 6°58’41,8” LS0 dan 106029'20,1" - 106°31’23,1” BT0 sedangkan

berdasarkan metode baringan didapat 6°58’10” - 6°59’59” LS0 dan 106027'55" -

106030'30" BT0.

Pada pengukuran tinggi gelombang diperoleh kisaran 40 – 100 cm.

Gelombang pada Teluk Palabuhanratu berkisar 2 – 3 meter. Pengukuran periode

gelombang, kisaran gelombang yang diperoleh adalah 3-9 detik. Secara umum tipe

gelombang di pantai selatan pulau Jawa terbentuk akibat kombinasi antara gelombang

pasang surut dan angin lokal yang bertiup kencang. Refraksi gelombang lebih dari 50

berarti gelombang yang terjadi sejajar dengan pantai. Berdasarkan pengamatan

refraksi gelombang di palabuhanratu berkisar lebih dari 50 sehingga dapat dikatakan

refraksi gelombang terjadi sejajar dengan pantai. Tipe pecah gelombang di Teluk

Palabuhanratu adalah plunging. Profil pantai menunjukkan kemiringan pantai

palabuhanratu, dari data praktikum diperoleh hasil perhitungan kemiringan pantai

4,210. Tipe pasang surut di daerah ini digolongkan kedalam tipe pasang surut

campuran dominan ganda. Arah arus pada setiap ulangan berbeda-beda, mulai dari

49º, 130º, hingga 345º. Mulai dari 0.0251 m/s, 0.0147 m/s, hingga 0.0342.

Salinitas secara vertikal mempunyai rentang sebesar 31-33 ‰, sedangkan

secara horisontal rentang salinitas 30-32 ‰. Kelarutan oksigen Teluk Palabuhanratu

pada kedalaman 0 m berkisar antara 7-10 mg/L sedangkan pada kedalaman 10 m

berkisar 6-10 mg/L.

41

Page 42: Oseanografi 1

5.2. Saran

Sebaiknya dalam pengadaan peralatan harus lebih terkontrol dan persediaan

alat-alat yang digunakan dalam praktikum dapat lebih sehingga tiap kelompok tidak

harus menunggu gilirannya lebih lama, dengan ketersediaan alat tersebut kita dapat

menghemat waktu.

42

Page 43: Oseanografi 1

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a, 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Oksigen _terlarut [20 Desember 2009]

Anonim b, 2010. http://www.googlemap.com [21 Januari 2010]

Hutabarat S. dan Stewart M E. 2006. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Pariwono et al. 1998. Studi Upwelling di Perairan Selatan Pulau Jawa. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Wahyudin Yudi. 2004. Karakteristik Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Bogor: IPB

43

Page 44: Oseanografi 1

LAMPIRAN

1. Tabel Data Pasang Surut

No.

Waktu (per 15 menit)

Muka air

Rata-rata (cm)

Waktu (per 15 menit)

Tertinggi (cm)

Terendah (cm)

Senin, 28 Desember

2009

1 4.45 72 56 64 4.45

2 5 70 55 62.5 5

3 5.15 70 56 63 5.15

4 5.3 67 55 61 5.3

5 5.45 65 52 58.5 5.45

6 6 65 57 61 6

7 6.15 62 48 55 6.15

8 6.3 60 52 56 6.3

9 6.45 60 50 55 6.45

10 7 60 50 55 7

11 7.15 60 55 57.5 7.15

12 7.3 60 55 57.5 7.3

13 7.45 65 55 60 7.45

14 8 60 55 67.5 8

15 8.15 63 47 55 8.15

16 8.3 60 55 57.5 8.3

17 8.45 60 50 55 8.45

18 9 50 45 47.5 9

19 9.15 50 45 47.5 9.15

20 9.3 60 55 57.5 9.3

21 9.45 65 50 57.5 9.45

22 10 60 55 57.5 10

23 10.15 70 65 67.5 10.15

24 10.3 70 65 67.5 10.3

25 10.45 70 65 67.5 10.45

26 11 80 75 77.5 11

27 11.15 75 70 72.5 11.15

28 11.3 80 77 78.5 11.3

29 11.45 94 71 82.5 11.45

30 12 85 80 82.5 12

31 12.15 95 90 92.5 12.15

44

Page 45: Oseanografi 1

32 12.3 100 95 97.5 12.3

33 12.45 105 95 100 12.45

34 13 107 95 101 13

35 13.15 115 95 105 13.15

36 13.3 115 105 110 13.3

37 13.45 120 105 112.5 13.45

38 14 125 115 120 14

39 14.15 130 115 122.5 14.15

40 14.3 135 115 125 14.3

41 14.45 140 120 130 14.45

42 15 145 125 135 15

43 15.15 145 130 137.5 15.15

44 15.3 140 135 137.5 15.3

45 15.45 130 125 127.5 15.45

Selasa, 29 Desember

2009

46 16.00 140 125 132.5 16.00

47 16.15 140 115 127.5 16.15

48 16.30 140 120 130 16.30

49 16.45 140 115 127.5 16.45

50 17.00 130 115 122.5 17.00

51 17.15 130 115 122.5 17.15

52 17.30 130 115 122.5 17.30

53 17.45 130 110 120 17.45

54 18.00 125 105 115 18.00

55 18.15 120 105 112.5 18.15

56 18.30 120 100 110 18.30

57 18.45 110 100 105 18.45

58 19.00 110 95 102.5 19.00

59 19.15 105 85 95 19.1560 19.30 100 85 92.5 19.30

61 19.45 100 80 90 19.45

62 20.00 90 80 85 20.00

63 20.15 95 75 85 20.15

64 20.30 85 70 77.5 20.30

65 20.45 80 75 77.5 20.4566 21.00 75 65 70 21.00

67 21.15 75 65 70 21.15

68 21.30 70 60 65 21.30

69 21.45 65 55 60 21.45

70 22.00 60 50 55 22.00

45

Page 46: Oseanografi 1

71 22.15 70 50 60 22.15

72 22.30 60 50 55 22.30

73 22.45 55 45 50 22.45

74 23.00 55 50 52.5 23.00

75 23.15 55 45 50 23.15

76 23.30 55 50 52.5 23.30

77 23.45 50 40 40.5 23.45

78 - 55 45 50 -

79 0.15 50 45 47.5 0.15

80 0.30 52 40 46 0.30

81 0.45 62 47 54.5 0.45

82 1.00 55 48 51.5 1.00

83 1.15 64 50 57 1.15

84 1.30 65 50 57.5 1.30

85 1.45 64 50 57 1.45

86 2.00 65 60 62.5 2.00

87 2.15 65 55 60 2.15

88 2.30 67 50 58.5 2.30

89 2.45 65 55 60 2.45

90 3.00 70 60 65.5 3.00

91 3.15 70 65 67.5 3.15

92 3.30 70 65 67.5 3.30

93 3.45 72 68 70 3.45

94 4 75 70 72.5 4

95 4.15 80 70 75 4.15

96 4.3 70 55 62.5 4.3

97 4.45 75 60 67.5 4.45

98 5 80 60 70 5

99 5.15 75 65 70 5.15

100 5.3 80 60 70 5.3

101 5.45 75 60 67.5 5.45

102 6 75 55 65 6

102 6.15 75 60 67.5 6.15

104 6.3 70 55 62.5 6.3

105 6.45 65 60 62.5 6.45

106 7 70 65 67.5 7

107 7.15 70 65 67.5 7.15

108 7.3 65 55 60 7.3

46

Page 47: Oseanografi 1

109 7.45 70 55 62.5 7.45

110 8 70 50 60 8

111 8.15 70 43 56.5 8.15

112 8.3 70 40 55 8.3

113 8.45 65 45 55 8.45

114 9 75 40 57.5 9

115 9.15 60 35 47.5 9.15

116 9.3 55 45 50 9.3

117 9.45 70 40 55 9.45

118 10 65 40 52.5 10

119 10.15 65 40 52.5 10.15

120 10.3 65 45 55 10.3

121 10.45 65 50 57.5 10.45

122 11 70 55 62.5 11

123 11.15 76 55 65.5 11.15

124 11.3 75 50 62.5 11.3

125 11.45 70 60 65 11.45

126 12 85 70 77.5 12

127 12.15 94 61 77.5 12.15

128 12.3 96 75 85.5 12.3

129 12.45 100 75 87.5 12.45

130 13 105 80 92.5 13

131 13.15 110 90 100 13.15

132 13.3 105 95 100 13.3

133 13.45 110 105 107.5 13.45

134 14 115 105 110 14

135 14.15 120 105 112.5 14.15

136 14.3 120 105 112.5 14.3

137 14.45 140 115 127.5 14.45

138 15 135 115 125 15

139 15.15 145 120 132.5 15.15

140 15.3 140 125 132.5 15.3

141 15.45 145 130 137.5 15.45

Rabu, 30 Desember

2009

142 16.00 145 135 140 16.00

143 16.15 135 130 132.5 16.15

144 16.30 145 130 137.5 16.30

145 16.45 140 125 132.5 16.45

146 17.00 145 135 140 17.00

147 17.15 135 120 127.5 17.15

47

Page 48: Oseanografi 1

148 17.30 141 120 130.5 17.30

149 17.45 145 125 135 17.45

150 18.00 141 122 131.5 18.00

151 18.15 140 120 130 18.15

152 18.30 136 118 127 18.30

153 18.45 135 120 127.5 18.45

154 19.00 130 115 122.5 19.00

155 19.15 120 115 117.5 19.15

156 19.30 123 118 120.5 19.30

157 19.45 115 109 112 19.45

158 20.00 125 116 120.5 20.00

159 20.15 105 98 101.5 20.15

160 20.30 112 104 108 20.30

161 20.45 115 109 112 20.45

162 21.00 80 75 77.5 21.00

163 21.15 80 70 75 21.15

164 21.30 76 65 70.5 21.30

165 21.45 75 55 65 21.45

166 22.00 60 55 57.5 22.00

167 22.15 65 55 60 22.15

168 22.30 56 45 50 22.30

169 22.45 55 50 52.5 22.45

170 23.00 45 40 42.5 23.00

171 23.15 45 35 40 23.15

172 23.30 40 30 35 23.30

173 23.45 40 25 32.5 23.45

174 - 40 25 32.5 -

175 0.15 40 35 37.5 0.15

176 0.30 50 35 42.5 0.30

177 0.45 50 35 42.5 0.45

178 1.00 40 30 35 1.00

179 1.15 40 35 37.5 1.15

180 1.30 40 35 37.5 1.30

181 1.45 40 30 35 1.45

182 2.00 45 30 37.5 2.00

183 2.15 40 35 37.5 2.15

184 2.30 40 35 37.5 2.30

185 2.45 45 35 40 2.45

186 3.00 45 40 42.5 3.00

48

Page 49: Oseanografi 1

187 3.15 55 45 50 3.15

188 3.30 55 50 52.5 3.30

199 3.45 60 45 52.5 3.45

200 4 60 55 57.5 4

201 4.15 65 55 60 4.15

202 4.3 70 50 60 4.3

203 4.45 70 60 65 4.45

204 5 75 65 70 5

205 5.15 70 60 65 5.15

206 5.3 75 65 70 5.3

207 5.45 70 63 66.5 5.45

208 6 75 65 70 6

209 6.15 76 65 70.5 6.15

210 6.3 80 65 72.5 6.3

211 6.45 70 65 67.5 6.45

212 7 80 60 70 7

213 7.15 75 65 70 7.15

214 7.3 75 65 70 7.3

215 7.45 72.5 65 68.75 7.45

216 8 80 65 72.5 8

217 8.15 70 55 62.5 8.15

218 8.3 70 60 65 8.3

219 8.45 82 55 68.5 8.45

220 9 80 50 65 9

221 9.15 75 50 62.5 9.15

222 9.3 65 60 62.5 9.3

223 9.45 63 50 56.5 9.45

224 10 63 48 55.5 10

225 10.15 65 45 55 10.15

226 10.3 60 55 57.5 10.3

227 10.45 60 55 57.5 10.45

228 11 65 60 62.5 11

229 11.15 62 56 59 11.15

230 11.3 65 60 62.5 11.3

231 11.45 65 60 62.5 11.45

232 12 75 60 67.5 12

234 12.15 75 60 67.5 12.15

235 12.3 80 75 77.5 12.3

236 12.45 85 70 77.5 12.45

49

Page 50: Oseanografi 1

237 13 100 80 90 13

238 13.15 100 75 87.5 13.15

239 13.3 100 75 87.5 13.3

240 13.45 105 75 90 13.45

241 14 110 80 95 14

242 14.15 120 85 102.5 14.15

243 14.3 120 90 105 14.3

244 14.45 125 100 112.5 14.45

245 15 130 100 115 15

246 15.15 130 110 120 15.15

247 15.3 135 115 125 15.3

248 15.45 145 115 130 15.45

Alat dan Bahan

Gambar.1. GPS Sounder

Sumber : Anonim, 2009

Lampiran kegiatan pengamatan lapang

1. Pengukuran refraksi gelombang

50

Page 51: Oseanografi 1

2. Pengukuran tinggi gelombang

3. Papan pasut

4. Pengukuran DO

51

Page 52: Oseanografi 1

5. Botol nansen

6. CTD (Conductivity Temperature Depth)

7. Peta baringan

52

Page 53: Oseanografi 1

8. Kompas bidik

9. Floating Droadge

10. Pengukuran kemiringan pantai

53