paper kadar abu dan mineral

8
ANALISA KIMIA AIR, MAKANAN, DAN MINUMAN ANALISIS KADAR ABU DAB MINERAL OLEH : I GUSTI AYU RESI PRADNYA DEWI (P07134013005) NI MADE AYU LARASHATI (P07134013019) A.A. AYU TRISNA PRADNYANDARI (P07134013028) CHRISTIAN NAFTALI RANNI (P07134013032) MARISSAH THAMRIN (P07134013049)

Upload: icha-dzatricha

Post on 25-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ANALISA KIMIA AIR, MAKANAN, DAN MINUMANANALISIS KADAR ABU DAB MINERAL

OLEH:I GUSTI AYU RESI PRADNYA DEWI(P07134013005)NI MADE AYU LARASHATI(P07134013019)A.A. AYU TRISNA PRADNYANDARI(P07134013028)CHRISTIAN NAFTALI RANNI(P07134013032)MARISSAH THAMRIN(P07134013049)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN DENPASARJURUSAN ANALIS KESEHATAN2015

ANALISIS KADAR ABU

A. PENGERTIAN ABUAbu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu.. Kadar abu dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan , mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. B. ANALISIS KADAR ABUAbu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut. (Puspitasari,et.al, 1991) Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri.Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar.Di dalam abu dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.Mineral yang terdapat dalam pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu:1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lain2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali. (Anonim, 2011)Menurut Winarno (1991),kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono,et.al,1989).Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar sampai tidak mengeluarkan asap di atas Bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi, dengan cara dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC selama satu jam sampai didapat bobot yang tetap.C. METODE PENGABUANMetode pengabuan ada dua yaitu metode pengabuan kering (langsung) dan metode pengabuan basah (tidak langsung).a.Pengabuan keringPrinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :-Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.-Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.b.Pengabuan basahCara pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan (Apriantono, 1989).Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996).Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain:a. Digunakan untuk penentuankadar abutotal bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuksampelyang relatif banyak,b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, danc. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,b. Tanpa penambahan regensia,c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dand. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989).Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,b. Suhu yang digunakan relatif rendah,c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah,d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuane. Penetuankadar abulebih baikSedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :a. Hanya dapat digunakan untuktraceelemen dan logam beracun,b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, danc. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2008.Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Edisi Pertama. Jakarta : PT. Bumi Aksara.Apriyanto, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedernawati, dan S. Budiyanto.1989.Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Bogor : IPB.Ariviani, S. 1999.Daya Tangkal Radikal dan Aktivitas Penghambatan PembentukanPeroksida Sistem Linoleat Ekstrak Rimpang Jahe, Laos, Temulawak, danTemuireng. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.Bastaman S. 1989.Studies On Degradation Extraction of Chitin and Chitosan. Jakarta: Bumi Aksara.Clarke, R.J.andR. Macrae, 1988.Coffee. London : Elsevier Applied Science Publisher.Fauzi, M. 2006.Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP UNEJ.Rahardjo, P. 2012.Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya.Jakarta.Siswoputranto, P.S., 1992.Kopi, Internasional dan Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.Spillane ,J. 1995.Komoditi Kakao, Peranan Dalam Perekonomian Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.1996.Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM.