penetapan kadar soda abu

19
PRAKTIKUM III PENETAPAN KADAR Na 2 CO 3 (SODA ABU) TITRASI ASIDIMETRI A. PRAKTIKAN Nama : CHICI WULANDARI NIM : P07 134 012 007 B. PELAKSANAAN PRAKTIKUM a. Tujuan :1. Dapat membuat larutan HCl dan Na 2 B 4 O 7 . 10H 2 O 0,1000 N. 2. Dapat menetapkan konsentrasi larutan standar HCl yang telah distandarisasi dengan larutan Na 2 B 4 O 7 . 10H 2 O. 3. Dapat menentukan kadar Na 2 CO 3 (soda abu) dalam detergent bubuk yang dititrasi dengan larutan HCl yang telah distandarisasi dengan Na 2 B 4 O 7 . 10H 2 O. b. Waktu : Kamis, 28 Maret 2013 c. Tempat : Laboratorium Kimia Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Mataram. I. DASAR TEORI Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya sampai didapat suatu titik ekuivalen. Titrasi asidi dan alkalimetri 1

Upload: chiciwland

Post on 08-Feb-2016

1.988 views

Category:

Documents


78 download

TRANSCRIPT

PRAKTIKUM IIIPENETAPAN KADAR Na2CO3 (SODA ABU)

TITRASI ASIDIMETRI

A. PRAKTIKAN

Nama : CHICI WULANDARI

NIM : P07 134 012 007

B. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

a. Tujuan :1. Dapat membuat larutan HCl dan Na2B4O7 . 10H2O 0,1000 N.

2. Dapat menetapkan konsentrasi larutan standar HCl yang telah

distandarisasi dengan larutan Na2B4O7 . 10H2O.

3. Dapat menentukan kadar Na2CO3 (soda abu) dalam detergent

bubuk yang dititrasi dengan larutan HCl yang telah distandarisasi

dengan Na2B4O7 . 10H2O.

b. Waktu : Kamis, 28 Maret 2013

c. Tempat : Laboratorium Kimia Jurusan Analis Kesehatan Politeknik

Kesehatan Mataram.

I. DASAR TEORI

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan

menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya sampai didapat suatu titik

ekuivalen. Titrasi asidi dan alkalimetri menggunakan analisis volumetri dalam penetapan

kadarnya. Analisis volumetri adalah suatu analisis yang menggunakan volume larutan

untuk menetapkan suatu kadar larutan atau zat.

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa

yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Kadar larutan asam ditentukan

dengan menggunakan larutan dari basa. Pada saat titik akhir titrasi yaitu larutan tepat

berubah warna karena adanya larutan indikator. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi

yang tinggi, maka diusahakan titik akhir titrasi sedekat mungkin dengan titik ekuivalen.

Dengan menggunakan data volume titran, dan volume dari konsentrasi titrat maka kita bisa

1

menghitung kadar titrat selanjutnya. Indikator yang biasa digunakan untuk penetapan titik

akhir titrasi dari titrasi asidimetri dalam penetapan kadar soda abu biasanya adalah metil

orange dimana perubahan warna pada larutan titrat dari merah menjadi kuning dari asam

ke basa dengan jangka pH 3,1-4,4.

Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat antara lain, zat harus mudah

diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC), zat

harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia

digunakan, dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain

yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi

0,01-0,02 %), reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap.

Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan

eksperimen, zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan. Kondisi-kondisi ini

mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau

dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah

selama penyimpanan. Zat yang dapat dibuat sebagai larutan standar primer adalah asam

oksalat, Boraks, asam benzoat (C6H5COOH), K2Cr2O7, As2O3, NaCl. Zat yang digunakan

untuk larutan standar sekunder memiliki karakteristik antara lain, tidak mudah diperoleh

dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya, zatnya tidak

mudah dikeringkan, higrokopis, menyerap uap air, menyerap CO2 pada waktu

penimbangan, derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer, mempunyai

BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan, larutannya relatif stabil dalam

penyimpanan

Ada beberapa persyaratan dalam reaksi analisa titrimetrik agar dapat digunakan

sebagai dasar untuk titrasi yaitu, reaksi harus stokiometri, dan tidak ada reaksi

sampingnya, reaksi harus sempurna sampai terjadi titik ekivalen, ada suatu zat atau cara

untuk menentukan titik akhir titrasi, dan reaksi harus berjalan cepat.

Titrasi asidimetri dapat digunakan untuk mengetahui kadar abu soda (Na2CO3) yang

terdapat dalam detergent, dll. Natrium karbonat kasar atau yang biasa disebut abu soda,

biasanya digunakan sebagai bahan penetral komersial. Pada percobaan pendektesian

karbonat kadang tertinggal pada asam dan tidak dapat larut sehingga menjadi residu. Hal

ini terjadi karena dalam kasus pada zat alami atau produk tekanan tinggi, untuk

menurunkan tingkat metatesis, atau karena hubungan kelarutan yang tidak terlihat,

sehingga metatesis dapat menggantikan. Dalam kasus ini kebanyakan berhubungan

dengan sulfida, dengan perak halida, kompleks besi sianida, fosfat dan juga arsenik

2

(diasumsikan bahwa fosfat dan arsenik akan terdeteksi dalam analisis untuk dasar

pemilihan dan tidak diuji kembali. Maka yang dipilih dalam tes residu adalah sulfida, halida,

sianida, fluorit, dan borate. Pendeteksian karbonat berdasarkan atas fakta bahwa jika

dipanaskan dengan asam kuat semua karbonat akan menguap dan berubah menjadi CO2,

yang diabsorbsi dalam larutan BaOH karena pengaruh dari barium karbonat. Percobaan

mengenai karbonat sesungguhnya tidak dapat dijadikan larutan yang disiapkan oleh

sodium karbonat atau dalam residu sodium karbonat, maka porsi pada sampel original

digunakan Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di laboratorium dimana

pembakuannya dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip netralisasi asam-basa (melalui

asidi/alkali-metri) diantaranya adalah: Asam-asam seperti HCl, H2SO4, CH3COOH, H2C2O4

dan Basa-basa seperti NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2, NH4OH

II. PRINSIP KERJA

Larutan baku sekunder HCl direaksikan dengan larutan baku primer Natrium

Tetraborat atau Natrium Karbonat akan terbentuk garam Natrium Klorida + asam baru. Titik

akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna Indikator Metyl Orange dari kuning menjadi

jingga (kuning kemerahan).

Larutan Na2CO3 (Soda Abu) dititrasi dengan HCl yang telah distandarisasi dengan

Na2B4O7 . 10H2O. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanaya perubahan warna dari kuning

menjadi jingga.

Reaksi :

1. Na2B4O7 + HCl + 5H2O → 2 NaCl + 4H3BO3

2. HCl + Na2CO3 → 2 NaCl + H2O + CO2

III. ALAT-ALAT dan REAGENSIA

a. Alat-Alat :

1. Neraca Analitik merck Sartorius

2. Buret dan stand

3. Labu Erlenmeyer

4. Gelas beaker

5. Pipet Volumetrik

6. Gelas Ukur

3

b. Reagensia :

1. Asam Klorida Pekat

2. Natrium Tetra Borat

(Na2B4O7 . 10H2O)

3. Detergent (Rinso)

4. Indikator Jingga Metil

5. Aquades

7. Pipet Tetes

8. Labu Ukur

9. Corong

10.Gelas Arloji

11.Kertas Timbang

12.Botol Semprot

13.Batang Pengaduk

14.Tissue

IV. CARA KERJA

1. Disiapkan alat-alat yang diperlukan

2. Pembuatan Larutan Asam Klorida 0,1000 N (Baku Sekunder)

a. Di dalam lemari asam diambil kurang lebih 10 mL HCl pekat p.a

b. Dimasukkan kedalam gelas kimia 1 liter yang telah diisi aquades 300 mL

c. Diaduk, homogenkan larutan

d. Ditambahkan kembali aquades sekitar 700 mL yang telah diukur dengan gelas

ukur.

3. Standarisasi Larutan Natrium Tetra Borat (Na2B4O7 . 10H2O) 0,1000 N (Baku

Primer):

a. Ditimbang secara saksama 4,7675 gram Natrium Tetra Borat.10H2O

b. Ditimbang Natrium Tetra Borat.10H2O menggunakan neraca digital Sartorius

dengan wadah gelas arloji

c. Diisi labu ukur 250,0 mL dengan aquadest sekitar 100 mL

d. Dimasukkan Natrium Tetra Borat.10H2O yang telah ditimbang ke dalam labu

ukur, aduk Homogenkan larutan

e. Ditambahkan kembali aquadest sampai 250,0 mL tanda batas tercapai

4. Dibersihkan pipet volum 10,0 mL dengan aquadest dan kemudian asam Natrium

Tetra Borat.10H2O

5. Dipipet Natrium Tetra Borat.10H2O 10,0 mL dengan pipet volum

6. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan posisi pipet lurus vertikal tegak lurus

dengan erlenmeyer yang dibuat miring.

7. Diukur volume aquades dengan gelas ukur 25 mL lalu tambahkan ke dalam

erlenmeyer yang telah terisi dengan Natrium Tetra Borat.10H2O.

8. Ditambahkan 3-5 tetes indikator Jingga Metil

4

9. Standarisasi larutan HCl 0,1000 N dengan Natrium Tetra Borat.10H2O:

a. Dibilas buret dengan aquadest

b. Dibilas buret dengan HCl

c. Ditambahkan HCl ke dalam buret gunakan corong, hingga tanda batas,

usahakan tidak ada gelembung

d. Diletakkan kertas putih dibawah erlenmeyer untuk mempermudah mengetahui

warna titrasi

e. Diletakkan erlenmeyer yang telah siap di bawah buret

f. Dititrasi hingga berubah warna larutan dalam labu erlenmeyer dari kuning

menjadi jingga atau oranye. (dari basa ke asam)

g. Dicatat berapa volume HCl yang terpakai

10.Penetapan kadar Soda Abu dalam Detergent :

a. Ditimbang secara seksama 3,500 gram soda abu dengan botol timbang.

b. Dilarutkan dengan aquadest ke dalam labu ukur volume 250,0 mL

c. Dipipet 25,0 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

d. Ditambahkan 3-5 tetes indikator Methyl Orange

e. Dititrasi dengan larutan HCl 0,1000 N sampai berubah warna menjadi

orange/jingga.

f. Dihitung kadar Na2CO3 di dalam detergent tersebut.

V. RUMUS PERHITUNGAN

Normalitas baku primer (N1) = W (BP)

BE (BP ) .V (L)

Setelah titrasi :

Normalitas HCl : N HCl = N 1 xV 1

Vt

N = N 1+N 2+N3

3

Keterangan :o BE : Berat Ekivalen

o BP : Baku Primer

o W : Penimbangan BP

o N1 : Normalitas larutan baku primer

o V1 : Volume larutan baku primer yang dipipet

5

o Vt : Volume titrasi larutan baku sekunder (HCl)

o N2 : Normalitas Baku Sekunder (HCl)

o V : Volume baku primer yang dibuat

Kadar % Na2CO3 = Vt x N x BE x V 1 x100%

W (mg) xV 2

Keterangan :o Vt : Volume titrasi larutan baku sekunder (HCl)

o N : Normalitas rata-rata HCl

o BE : Berat Ekivalen Na2CO3

o V1 : Volume detergent di labu ukur

o W : Berat NH4OH yang ditimbang

o V2 : Volume detergent yang dipipet

VI. DATA PERCOBAAN

a. Data penimbangan :

1. Volume HCl yang dipipet = 10 mL

2. Massa Na2B4O7 . 10H2O = 4,7036 gram

3. Massa detergent = 3,5088 gram

No.

Volume Na2B4O7 . 10H2O yang ditetes

Pembacaan Buret Volume Titran (HCl)

1. 10,0 mL 0,00 mL – 8,30 mL 8,30 mL2. 10,0 mL 8,30 mL – 16,60 mL 8,30 mL3. 10,0 mL 16,60 mL – 24,60 mL 8,00 mL

No.

Volume Na2CO3 yang ditetes Pembacaan Buret Volume Titran (HCl)

1. 25,0 mL 0,00 mL – 15,50 mL 15,50 mL2. 25,0 mL 15,50 mL – 31,00 mL 15,50 mL3. 25,0 mL 31,00 mL – 46,20 mL 15,20 mL

VII. PERHITUNGAN

6

Sebelum titrasi :1. Diketahui :

Normalitas Na2B4O7 . 10H2O = 0,1000 N

Volume Na2B4O7 . 10H2O = 250 mL

BM Na2B4O7 . 10H2O = 381,4 → BE 190,7 gram/ mol

Penyelesaian :

Massa Na2B4O7 . 10H2O = 0,1000 N x 0,250 mL x 190,7 gr/mol

= 4,7675 gr

Normalitas (N) Baku Primer Na2B4O7 . 10H2ODiketahui:

Massa (w) Na2B4O7 . 10H2O = 4,7036 gr → massa setelah ditimbang

Volume (mL) Na2B4O7 . 10H2O = 250 mL

BM Na2B4O7 . 10H2O = 381,4 gr/mol → BE= 190,7 gr/mol

Penyelesaian :

Normalitas (N) Na2B4O7 . 10H2O = 4,7036 gr

190,7 gr/mol x 0,250 L

=0,0986 N → N Na2B4O7 . 10H2O sebenarnya

Normalitas (N) Baku Sekunder HCl setelah titrasi1. Diketahui:

Volume HCl = 8,30 mL

Normalitas (N) HCl = 0,0986 N x 10,00 mL

8,30 mL

= 0,1187 N

2. Diketahui:

Volume HCl = 8,30 mL

Normalitas (N) HCl = 0,0986 N x 10,00 mL

8,30 mL

= 0,1187 N

3. Diketahui:

Volume HCl = 8,00 mL

Normalitas (N) HCl = 0,0986 N x 10,00 mL

8,00 mL

= 0,1232 N

Normalitas HCl rata-rata = 0,1187 N + 0,1187N + 0,1232 N = 0,1202 N

7

3

Kadar % Soda Abu→ kadar soda abu Na2CO3 dalam detergent yang sebenarnya 30 %

1. Na2CO3 = 15,50 mL x 0,1202 N x 106 x 250,0 x 100%

3508,8 x 25,0 mL

= 56,80 %

2. Na2CO3 = 15,50 mL x 0,1202 N x 106 x 250,0 x 100%

3508,8 x 25,0 mL

= 56,80 %

3. Na2CO3 = 15,50 mL x 0,1202 N x 106 x 250,0 x 100%

3508,8 x 25,0 mL

= 55,19 %

% Na2CO3 rata-rata = 56,80 % + 56,80 % + 55,91 %

3

= 55,91 %

VIII. HASIL PERCOBAAN dan KESIMPULAN

KESIMPULANNo. Perlakuan Hasil Pengamatan

1 Diambil 10 mL HCl Larutan pekat2 10 mL HCl + aquades 1 L Larutan pekat volume bertambah3

Ditimbang 4,7675 gr Na2B4O7 . 10H2OBerupa bubuk putih dengan massa

4,7036 gr

4 4,7036 gr Na2B4O7 . 10H2O + aquades 250,0 mL Larutan bening

5 Larutan No. 4 dipipet 10,0 mL + indikator jingga

metil 3-5 tetes ke dalam erlenmeyerLarutan berwarna kuning jernih

6 Larutan No. 5 + aquades 25 mL Volume titrat bertambah

7Larutan No. 6 dititrasi dengan HCl

Larutan berubah warna dari kuning

menjadi jingga

8Volume HCl yang terpakai

1. 8,30 mL

2. 8,30 mL

3. 8,00 mL

9Ditimbang 3,500 gram Detergent (rinso) Berupa bubuk putih dengan

massa 3,5088 gr

8

10 3,5088 gram detergent + aquades 250,0 mL Larutan berbusa11 Larutan No. 10 dipipet 25,0 mL + 3-5 tetes

indikator jingga metil ke dalam erlenmeyerLarutan berwarna kuning berbusa

12Larutan No. 11 dititrasi dengan HCl

Larutan berubah warna kuning

menjadi jingga kemerahmudaan +

berbusa

13Volume HCl yang terpakai

1. 15,50 mL

2. 15,50 mL

3. 15,20 mL

14 Jadi, Kadar % Na2CO3 rata-rata 55,91 %

Kesimpulan

1. Normalitas Na2B4O7 . 10H2O setelah penimbangan adalah 0,1202 N

2. Rata-rata Normalitas HCl yang dititrasi adalah 0,1202 N

3. Titik akhir titrasi larutan HCl dengan larutan Na2B4O7 . 10H2O ditandai dengan

perubahan warna dari kuning menjadi jingga (pH tinggi ke rendah / basa ke asam)

di labu erlenmeyer.

4. Titik akhir titrasi larutan HCl dengan larutan Na2CO3 ditandai dengan perubahan

warna dari kuning menjadi jingga kemerahmudaan (pH tinggi ke rendah / basa ke

asam) di labu erlenmeyer.

5. Kadar Na2CO3 yang terkandung dalam detergent berdasarkan titrasi asidimetri

dengan larutan yang telah distandarisasi secara keseluruhan adalah 55,91 %

6. Kadar Na2CO3 55,91 % yang telah dititrasi berbeda dengan yang tertera pada

bungkus detergent tersebut yakni sekitar 30 %.

IX. PEMBAHASANPraktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui kadar soda abu dalam detergent merek

dagang tertentu. Larutan standar primer yang digunakan adalah KIO3 karena sesuai

dengan persyaratannya. Larutan standar sekunder yang digunakan yakni HCl . Sebelum

digunakan larutan standar tersebut harus distandarisasi dengan larutan standar primer

yakni Na2B4O7 . 10H2O terlebih dahulu.

Larutan HCl yang telah siap dan akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret

(pipa panjang berskala) melalui corong terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar pertumpahan

larutan baku dapat lebih diminimalisir dan jumlah titran yang terpakai dapat diketahui dari

9

sebelum dan sesudah titrasi. Sebelum digunakan larutan standar HCl harus distandarisasi

dengan larutan standar primer yakni Na2BaO7 . 10H2O. Karena merupakan larutan standar

primer pembuatannya harus dilakukan dengan teliti agar kadar larutan standar sekunder

didapatkan hasil yang akurat. Berbeda dengan pembuatan larutan baku sekunder yang

pada umumnya dilakukan di dalam beaker glass, karena ketidakakuratan pembuatan dapat

di abaikan.

Sebelum dititrasi Natrium Tetraborat terlebih dahulu ditambah dengan larutan

indikator jingga metil. Jingga metil digunakan agar titik akhir titrasi dapat mudah terlihat.

Setelah penambahan indikator, larutan berubah warna menjadi kuning yang menandakan

bahwa larutan memiliki pH di atas 4,5 karena indikator metil orange berdasarkan teori akan

berwarna merah apabila memiliki pH kurang dari 3,1 dan berubah warna menjadi kuning

pada pH di atas 4,5. Dimana range pH jingga metil yakni berkisar 3,1-4,4. Indikator

diteteskan sekitar 3-5 tetes. Kemudian apabila larutan tersebut berubah warna proses

titrasi dihentikan.

Setelah mencapai titik akhir titrasi volume HCl yang terpakai  dicatat dan percobaan

ini dilakukan sebanyak 3 kali, Data yang telah terkumpul digunakan untuk menentukan

kadar HCl dalam satuan Normalitas, kemudian dilakukan perhitungan kadar normalitas

masing-masing volume setelah dilakukan standarisasi. Hasil normalitas setelah dirata-

ratakan yakni 0,1202 N. Hasil ini tidak begitu jauh dengan normalitas HCl awalnya yakni

0,1000 N, ini berarti titik akhir titrasi hampir sama atau hampir mendekati titik ekivalen.

Untuk mengetahui seberapa besar kandungan Na2CO3 dalam detergent, terlebih

dahulu membuat larutan detergent tersebut. Dalam pembuatannya juga harus dilakukan

dengan cermat, sebab detergent yang dilarutkan dalam air maka akan berbusa, sehingga

akan sulit untuk menentukan volume detergent yang dibutuhkan apakah tepat atau tidak

dengan volume dala labu ukur. Setelah itu, dipipet larutan detergent yang telah jadi

tersebut sebanyak 25,0 mL. Karena volume dirasa cukup maka tidak perlu untuk

penambahan aquades kembali ke dalam erlenmeyer. Lalu ditambahkan larutan indikator

Methyl Orange atau jingga metil 3-5 tetes. Segera hentikan titrasi apabila warna telah

berubah warna dari kuning menjadi jingga kemerahanmudaan dan sedikit berbusa, hal ini

membuktikan bahwa larutan yang dititrasi telah berubah menjadi asam. Percobaan ini

dilakukan sebanyak 3 kali. Dari masing-masing volume tersebut dapat dicari kadar % dari

Na2CO3, setelah itu dapat dirata-ratakan. Setelah dirata-ratakan diperoleh kadar Na2CO3

yang terkandung dalam detergent seberat 3,5088 gram keseluruhan yakni 55,91 %.

Dengan kata lain, dalam 3,5088 gram detergent terdapat 1,9617 Na2CO3 gram. Hasil 10

perhitungan jelas jauh berbeda dengan kadar yang tertera pada bungkus detergent

tersebut. hal ini bisa terjadi karena banyak faktor yang mem[engaruhinya terutama dalam

pembuatan larutan untuk detergent agak sulit, sebab seperti yang kita ketahui detergent

apabila dilarutkan maka akan berbusa, hal ini akan menyulitkan pembuat untuk

menentukan apakah volume larutan yang dibuat telah memenuhi jumlah yang ditetapkan

dalam labu ukur. Sebab busa tidak termasuk ke dalam hitungan. Hal lainnya dapat

disebabkan oleh human eror sebab masing-masing orang memilki teknik yang berbeda

ketika melakukan titrasi, ketidaktepatan praktikan saat melakukan titrasi, kocokan pada

erlenmeyer yang tidak seirama dengan tetesan larutan titran. Sehingga, ketika titrasi tepat

pada titik akhir dan warna larutan hampir berubah, karena kurangnya pengocokan maka

titrasi yang seharusnya dihentikan, malah dilanjutkan. Kehilangan cuplikan (tumpah pada

saat penimbangan, pemindahan larutan, buret yang bocor), kontaminasi atau larutan

menjadi encer karena kurang baik saat membilas buret, pipet atau labu, salah mencampur

larutan, pengotoran pada larutan standar primer, kesalahan penimbangan dan kelebihan

menggunakan indikator.

.

X. CATATAN dan DOKUMENTASI Catatan :

1. Penimbangan : gunakan sendok untuk mengambil zat yang akan ditimbang. Akan

lebih baik gunakan timbangan dengan neraca analitik. Jangan menimbang zat

melebihi kapasitas maksimal timbangan yang digunakan. Untuk zat higroskopis,

sebaiknya melebihi perhitungan zat sebenarnya apabila dibandingkan dengan

kurang dari masa perhitungannya. Apabila menggunakan neraca sartorius, ketika

penimbangan dilakukan tutup kaca timbangan agar masa udara yang masuk

kedalam timbangan tidak bercampur dengan zat yang akan dihitung. Setelah

penimbangan selesai dilakukan apabila masih terdapat zat sisa bilas wadah

tersebut dengan aquades yang akan digunakan.

2. Pengukuran : pengukuran larutan bisa menggunakan gelas ukur, pipet volum, dan

labu ukur, sesuai dengan kapasitasnya. Namun apabila terdapat suatu pernyataan

pipet 10,0 ml atau ukur 10,0 ml dimaksudkan bahwa pengukuran harus dilakukan

dengan saksama, berarti pengukuran volume harus dengan memakai alat yang

sesuai dengan standar. Misalnya dengan menggunakan pipet volum atau labu

ukur.

3. Penggunaan buret :

11

o Sebelum melakukan titrasi periksa terlebih dahulu buret yang akan

digunakan apakah ada kebocoran atau bagian yang pecah.

o Apabila keran buret susah diputar atur sedemikian rupa atau dengan

pemberian vaselin pada kranagar pengaturan penetesan mudah dilakukan.

o Bersihkan buret sebelum digunakan dengan air, lalu bilas buret dengan zat

kimia yang akan dimasukkan ke dalamnya.

o Masukkan zat kimia yang akan digunakan ke dalam buret tersebut dengan

menggunakan corong. Lakukan pengisian sampai seluruh bagian buret

terisi dan tidak terdapat gelembung gas pada buret.

o Cara titrasi

o Kertas putih untuk alas digunakan untuk mempermudah melihat titik akhir

titrasi.

o Pembacaan volume titrasi. Mata harus sejajar dengan miniskus, miniskus

bawah digunakan untuk larutan dalam buret yang tidak berwarna,

sedangkan miniskus atas digunakan untuk larutan berwarna.

4. Penulisan angka :

o untuk penulisan angka normalitas dengan batas 4 angka dibelakang koma.

Misalnya, NaOH 0,1 N ditulis menjadi NaOH 0,1000 N.

o Untuk penulisan angka di buret dengan batas 2 angka dibelakang koma.

Misalnya, volume NaOH yang terukur yakni 10,5 mL maka ditulis menjadi

10, 50 mL.

5. Dalam mengisi larutan ke dalam labu erlenmeyer dengan pipet misal pipet volum,

labu erlenmeyer harus dimiringkan dan pipet posisinya vertikal dan tegak lurus

dengan dinding labu erlenmeyer.

6. Penambahan aquades ke dalam beaker glass, batang pengduk yang digunakan

tadi dibilas dengan aquades tersebut. Batang pengaduk tersebut jangan sampai

terkena larutan lagi ketika dibilas.

12

Dokumentasi Sebelum penambahan indikator

Setelah penambahan indikator sebelum titrasi

Setelah titrasi

Penetapan Kadar

13

larutan Na2B4O7 . 10H2O

10,0 mL, 0,1202 N +

aquades 25 mL

larutan tak berwarna

larutan Na2B4O7 . 10H2O

10,0 mL, 0,1202 N +

aquades 25 mL +

indikator jingga metil

larutan kuning

larutan Na2B4O7 . 10H2O

10,0 mL, 0,1202 N +

aquades 25 mL +

indikator jingga metil +

beberapa volume HCl

larutan jingga / orangelarutan detergent 25

mL

larutan tak berwarna

14

larutan detergent 25 mL

+ indikator jingga metil

larutan kuning berbusa

larutan detergent 25 mL,

+ indikator jingga metil +

beberapa volume HCl

larutan jingga / orange

berbusa