paper etika

23
I. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dan lingkungan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan dalam hidupnya dari lingkungan begitu pula dengan lingkungan. Keberlangsungan lingkungan akan bergantung dari bagaimana manusia memperlakukan dan berbuat terhadap lingkunganya. Hubungan antara manusia dan lingkungannya saat ini telah menjadi isu penting yang dibahas dan menjadi perhatian manusia di seluruh dunia. Bukan hanya itu, hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya juga menjadi topik yang pernting untuk dibahas karena juga berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan. Berbagai permasalahan lingkungan hidup yang terjadi saat ini baik lokal, regional, nasional dan internasional sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kondisi ini merupakan eksternalitas dari ekploitasi lingkungan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Permasalahan seperti pencemaran dan kerusakaan lingkungan bersumber dari perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab, serta tidak peduli dan hanya mementingkan kebutuhan diri sendiri atau kebutuhan dalam jangka pendek. Perilaku manusia yang merusak tersebut tidak mempertimbangkan keberlangsungan jangka panjang untuk generasi berikutnya. Oleh karena itu, penting bagi semuanya untuk melestarikan lingkungan demi keberlangsungan hidup generasi mendatang. Upaya melestarikan lingkungan hidup memerlukan adanya kesadaran, kemauan dan tanggungjawab moral bahwa lingkungan

Upload: agisa-kuntias

Post on 05-Aug-2015

108 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Etika

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia dan lingkungan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia

mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan dalam hidupnya dari lingkungan begitu pula

dengan lingkungan. Keberlangsungan lingkungan akan bergantung dari bagaimana manusia

memperlakukan dan berbuat terhadap lingkunganya. Hubungan antara manusia dan

lingkungannya saat ini telah menjadi isu penting yang dibahas dan menjadi perhatian manusia

di seluruh dunia. Bukan hanya itu, hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya

juga menjadi topik yang pernting untuk dibahas karena juga berdampak langsung maupun

tidak langsung terhadap lingkungan.

Berbagai permasalahan lingkungan hidup yang terjadi saat ini baik lokal, regional,

nasional dan internasional sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kondisi ini

merupakan eksternalitas dari ekploitasi lingkungan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Permasalahan seperti

pencemaran dan kerusakaan lingkungan bersumber dari perilaku manusia yang tidak

bertanggungjawab, serta tidak peduli dan hanya mementingkan kebutuhan diri sendiri atau

kebutuhan dalam jangka pendek. Perilaku manusia yang merusak tersebut tidak

mempertimbangkan keberlangsungan jangka panjang untuk generasi berikutnya.

Oleh karena itu, penting bagi semuanya untuk melestarikan lingkungan demi

keberlangsungan hidup generasi mendatang. Upaya melestarikan lingkungan hidup

memerlukan adanya kesadaran, kemauan dan tanggungjawab moral bahwa lingkungan hidup

tidak hanya untuk generasi saat ini tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Dalam hal ini

yang perlu diubah adalah pandangan umat manusia, dari penguasa lingkungan menjadi

pembina lingkungan. Perubahan pandangan ini harus dimanifestasikan dalam bentuk

tanggungjawab moral dalam melestarikan lingkungan hidup.

Berdasarkan kondisi demikian, nampaknya menjadi hal penting untuk dapat

merumuskan sutau kebijakan yang dapat mendukung upaya pelestarian lingkungan dan

tindakan pencegahan dalam perusakan lingkungan. Dalam konteks pemerintahan, hal ini

berkaitan dengan political will dari pejabat yang bersangkutan untuk dapat menentukan

kebijakan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan. Tidak jarang, rusaknya lingkungan

dikarenakan masih buruknya kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pejabat birokrat, tidak

berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup. Menurut Kumorotomo (2007:150) sudah

menjadi ketentuan bahwa para birokrat yang menanggung kewajiban moral yang besar

terhadap masalah-masalah lingkungan karena merekalah yang memiliki kekuasaan untuk

Page 2: Paper Etika

menentukan pengaturan yang berhubungan dengan lingkungan, seperti peraturan mengenai

proyek-proyek industri, perizinan lokasi, atau terkait sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada

pencemar lingkungan.

Dalam bukunya, Kumorotomo (2007;150) juga menyatakan bahwa saat ini masih

banyak para birokrat yang kurang memperhatikan masalah lingkungan atau silau dengan

pihak-pihak yang mengutamakan kepentingan-kepentingan komersial. Kasus-kasus dampak

negatif akibat kecerobohan pejabat publik dalam mengeluarkan kebijakan, terkait dengan

lingkungan hidup sudah banyak terjadi dibeberapa daerah, terutama di perkotaan. Hal ini

disebabkan semakin menggeliatkan pembangunan industri, pemukiman, perdagangan di kota-

kota besar yang kemudian mnegorbankan keberadaan lahan terbuka, lahan hijau, dan

mengurangi daerah resapan air. Sebagai contoh sekaligus menjadi kasus yang dibahas dalam

tulisan ini adalah kasus Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara yang menghadirkan permsalahan

baru dibalik pemukiman yang mencirikan eksklusivitas dan kehidupan kaum urban. Adanya

alih fungsi lahan yang semula merupakan rawa dan hutan mangrove sebagai daerah resapan

air menjadi lahan permanen yang mengakibatkan air yang semula tertimbun di wilayah

tersebut menjadi genangan yang meluap ketika musim hujan tiba. Lahan di daerah Pantai

Indah Kapuk ini dimanfaatkan untuk berbagai sektor yang bertolak belakang dan tidak saling

mendukung. Wilayah yang semula merupakan ekosistem yang dinamis, diubah menjadi

wilayah yang lebih berorientasi pada aset ekonomi yang memperhatikan profit pihak-pihak

tertentu dibandingkan dengan proyek pelestarian lingkungan dan sumber daya.

Kebijakan alih fungsi lahan di pantai indah kapuk yang diambil oleh pejabat publik

jika ditinjau dari sisi lingkungan, memiliki dampak yang negatif terhadap lingkungan.

Ekosistem lingkungan yang seharusnya dijaga dan dilindungi seakan diabaikan demi

memperoleh kepentingan ekonomi semata. Padahal seharusnya, dalam membuat suatu

kebijakan, pejabat publik harus memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma tertentu yang

pada akhirnya dapat memberikan dampak baik, bukan hanya kepada masyarakat namun juga

lingkungan sekitar. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas “Bagaimana kebijakan

alih fungsi lahan di Pantai Indah Kapuk, jika ditinjau dari sisi etika administrasi?”

Page 3: Paper Etika

II. KERANGKA KONSEPTUAL

II.1. Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani: ethos, yang artinya kebiasaan atau watak (dalam

Kumorotomo, 1992). Etika merujuk kepada dua hal yakni: (a) etika berkenaan dengan

disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya,

(b) etika merupakan permasalahan pokok di dalam disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai

hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. De Vos (1987) bahkan secara

eksplisit mengatakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral.

Tujuan etika adalah memberitahukan bagaimana seseorang dapat menolong manusia di dalam

kebutuhannya yang riil yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Terdapat empat

hierarki etika yang terdiri dari: (a) etika sosial, (b) etika organisasi, (c) etika profesi, (d)

moralitas pribadi. Etika sosial adalah konsep benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan

hubungan-hubungan sosial, umumnya tidak tertulis, tetapi hidup dalam masyarakat, dan

terinternalisasi melalui sosialisasi nilai. Etika organisasi adalah konsep baik-buruk terkait

dengan kehidupan organisasi, nilai yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip pengelolaan

organisasi modern (efisiensi, efektivitas, keadilan, transparansi, akuntabilitas, demokrasi).

Etika profesi terkait dengan nilai-nilai benar-baik dan baik-buruk yang terkait dengan prinsip-

prinsip profesionalisme (kapabilitas teknis, kualitas kerja, komitmen pada profesi).

Sedangkan moralitas pribadi adalah konsep benar-salah yang telah terinternalisasi dalam diri

individu dan merupakan produk dari sosialisasi nilai masa lalu.

II.2. Etika Lingkungan

Etika lingkungan adalah penuntun tingkah laku yang mengandung nilai-nilai positif

dalam rangka mempertahankan fungsi dan kelestarian lingkungan (Syamsuri, 1996). Menurut

Keraf (2002) terdapat tiga macam etika lingkungan. Pertama, etika lingkungan

antroposentrik yang berorientasi kepada suatu pandangan atau faham bahwa manusia

memiliki kedudukan tertinggi dibandingkan dengan makhluk yang lain. berdasarkan faham

ini keperluan dan kepentingan manusia berada di atas segalanya. Segala hal yang

menguntungkan manusia dianggap benar dan sebaliknya segala hal yang merugikan manusia

dianggap salah.

Ukuran moral yang ditetapkan manusia sangat subyektif sifatnya, manusoa

memandang dirinya sebagai subyek sedangkan alam lingkungannya dianggap sebagai obyek.

Kedua, etika lingkungan biosentrik berorientasi kepada suatu pandangan bahwa manusia

Page 4: Paper Etika

merupakan anggota dari komunitas kehidupan (Sastrapratedja, 1988 dalam Berita BKPSL,

1990). Dalam faham ini menegaskan bajwa tidak hanya manusia yang memiliki nilai, alam

juga memiliki nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Biosentrik menolak

argumen antroposentrik, mendasarkan moralitas pada keluhuran kehidupan, baik pada

manusia maupun makhluk hidup lainnya. Kehidupan makhluk hidup apapun pantas

dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan. Ketiga, etika lingkungan

ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori biosentrik, memperluas cakupan komunitas

tidak hanya biotis saja akan tetapi juga mencakup benda-benda abiotis lainnya yang saling

terkait satu sama lain. Pandangan ekosentrisme memahami bahwa secara ekologis makhluk

hidup dan lingkungan abiotiknya saling terkait sehingga kewajiban dan tanggung jawab

moral manusia tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup, melainkan juga kepada semua

anggota atau realita ekologi.

Menurut Soerjani dkk (1987) etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral

lingkungan yang merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam

mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Terdapat beberapa prinsip-prinsip etika

lingkungan yakni: (a) tanggung jawab, bukan hanya bersifat individu melainkan juga

kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan

bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya,(b) solidaritas yaitu prinsip

yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan

makhluk hidup lainnya sehingga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan,(c)

kasih sayang dan kepedulian yang merupakan prinsip satu arah, menuju yang lain tanpa

mengharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tetapi semata-mata

untuk alam,(d) hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai

bagian dari alam semesta seluruhnya,(e) tidak membahayakan atau tidak merusak,(f)

hidup sederhana dan selaras dengan alam, hal ini berarti pola konsumsi dan produksi

manusia modern harus dibatasi, menyadari bahwa alam tidak boleh dieksploitasi secara terus

menerus dan tidak menempatkannya sebagai pemuas kepentingan hidup manusia,(g)

keadilan terkait dengan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat

dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam dan

dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari,(h) demokrasi yang terkait

dengan pengambilan kebijakan menentukan baik-buruknya, rusak-tidaknya suatu sumber

daya alam yang mengikutsertakan berbagai pihak dengan keanekaragaman latar belakang,(i)

integritas moral yang menuntut pejabat publik agar memiliki sikap dan perilaku moral yang

Page 5: Paper Etika

terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait

dengan sumber daya alam.

III. GAMBARAN UMUM

Secara geografis kawasan perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) berada di

Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Disebelah utara PIK adalah Laut Jawa yang

sepanjang pantainya masih terdapat hutan bakau, di sebelah timur adalah Kelurahan Pluit,

di sebelah selatan adalah Kelurahan Kapuk Muara (Jl. Kapuk Raya), dan di sebelah barat

adalah Kelurahan Kamal Muara. Kawasan PIK dengan luas 831,63 Ha dibangun atas dasar

rekomendasi Ketua Bappeda DKI no 143/-1.777.6/11/1989 pada 1989, dari sebelumnya

hutan konservasi diurug seluas 472 Ha atau 56,7 persennya untuk dibangun pemukiman

mewah.  PIK terdiri dari beberapa kompleks perumahan, area komersial dan area rekreasi.

Sisi sebelah timur kawasan PIK merupakan kawasan perumahan Pluit yang dibangun dan

dikelola oleh BPP Pluit. Di sebelah selatan kawasan PIK berkembang lahan untuk industri,

pergudangan dan permukiman. Kawasan PIK berada pada ketinggian sekitar 5 meter di atas

permukaan laut, dan merupakan kawasan reklamasi sehingga mempunyai kontur yang

relatif datar. Fasilitas yang ada di kawasan PIK cukup lengkap yaitu fasilitas pendidikan,

fasilitas kesehatan yang terletak di Sektor Utara dan Timur, fasilitas rekreasi dan hiburan

berupa golf club house terletak di sektor Utara ñ Barat, PIK garden cafe yang terletak di

Sektor Utara dan Timur, dan pusat pemancingan yang terletak di Sektor Selatan dan Timur.

Dulunya kawasan Pantai Indah Kapuk oleh pemerintah ditetapkan menjadi:

a. Hutan Lindung, 5 km sepanjang pantai dengan lebar 100 m

b. Cagar Alam Muara Angke

c. Hutan Wisata

d. Kebun Pembibitan Kehutanan

e. Lapangan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI).

Pembangunan Kawasan Angke-Kapuk digagas oleh Pemerintah DKI, Jakarta sesuai

arahan RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) DKI 1965-1985, bertujuan untuk

mengembangkan areal tambak dan “eks-hutan” Angke-Kapuk yang terbengkalai, untuk

perumahan dan fungsi perkotaan lainnya, namun kenyataannya sekarang pembangunan

Kawasan Pantai Indah Kapuk tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

IV. PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Page 6: Paper Etika

IV.1 Kebijakan Alih Fungsi Lahan di PIK jika ditinjau dari Teori Etika Lingkungan

Pantai Indah Kapuk merupakan salah satu permukiman mewah yang terletak di

Jakarta. Pada awalnya area ini merupakan rawa yang terletak di bagian utara Jakarta yang

berfungsi sebagai daerah resapan air. Bahkan di dalam area ini terdapat hutan konservasi

yang seharusnya dilindungi, akan tetapi keadaan hutan konservasi tersebut sangat

memprihatinkan dengan adanya sampah-sampah yang berserakan, semak belukar dan warna

tanahnya hitam pekat akibat pencemaran minyak. Kawasan Pantai Indah Kapuk juga

merupakan Suaka Margasatwa Muara Angke tempat kawasan hutan mangrove.

Suaka Margasatwa Muara Angke merupakan bagian dari hutan Angke Kapuk yang

total luasnya 1.154,88 hektar. Sebagian besar hutan Angke Kapuk sudah dikuasai PT

Mandara Permai, pengembang yang membangun kawasan permukiman Pantai Indah Kapuk.

Dari 1.154,88 hektar hutan yang ada di kawasan hutan Angke Kapuk, 827,18 hektar di

antaranya diambil alih untuk pemukiman, lapangan golf, tempat rekreasi dan olahraga,

bangunan umum, olahraga air, cottage, hotel, dan kondominium (repository.ipb.ac.id, n.d).

Konservasi lahan Pantai Indak Kapuk yang semula difungsikan sebagai daerah

resapan air dan suaka margasatwa menjadi daerah pemukiman, lapangan golf dan lain

sebagainya, jika dipandang dari sudut pandang teori etika lingkungan maka hal ini dapat

dikatakan bahwa pemberian izin pembangunan pantai indah kapuk masih dilandasi pada teori

etika lingkungan yang dangkal dan sempit (shallow enviromental ethics) atau yang disebut

dengan antroposentrisme. Teori ini memandang bahwa manusia dan kepentingannya

dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang

diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Perubahan fungsi lahan pantai indah kapuk yang mendapat persetujuan dari

Pemerintah DKI Jakarta menunjukkan bahwa dalam pengambilan kebijakan tersebut, aspek

kepentingan lingkungan bukan menjadi tujuan utama. Dampak yang ditimbulkan dari

konservasi lahan pantai indah kapuk, seperti banjir, berkurangnya luas lahan hutan dan

ancaman terhadap kelangsungan hidup satwa tidak diperhatikan. Menurut data Dinas

Kehutanan Provinsi DKI, luas kawasan hutan yang dipertahankan tinggal 327,7 hektar, terdiri

atas hutan lindung (44,76 hektar), hutan wisata (99,82 hektar), suaka margasatwa (25,02

hektar), kebun pembibitan (10,5 hektar), transmisi PLN (23,70 hektar), Cengkareng Drain

(28,39 hektar), serta untuk keperluan jalan tol dan jalur hijau (95,50 hektar)

(repository.ipb.ac.id, n.d). Sebelum dikembangkan kawasan permukiman, Suaka Margasatwa

Page 7: Paper Etika

Muara Angke juga tempat atau habitat satwa-satwa liar. Beberapa jenis satwa liar seperti

burung kareo padi (Amaurrornis phoenicurus), kuntul (Egretta spp), pecuk (Phalacrocorax

spp), belibis (Dendrocygna spp), dan raja udang (Todirhampus spp). Di kawasan ini juga

terdapat jenis burung endemik Pulau Jawa, yaitu bubut jawa (Centropus nigrorufus). Selain

dilindungi undang-undang, burung ini juga dilindungi oleh aturan internasional karena

termasuk dalam kategori rentan. Selain itu juga banyak terdapat satwa lain seperti biawak

(Varanus salvator) dan berbagai jenis ular seperti sanca (Python reticulatus) dan kobra (Naja

sputatrix). Di tempat itu juga ada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang saat ini

jumlahnya lebih kurang 60 ekor, serta berang-berang (Aonix cinnerea).

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan fungsi lahan di daerah pantai

indah kapuk memiliki dampak yang negatif terhadap kelestarian lingkungan, baik dari sisi

kerusakan fisik lingkungan seperti penebangan hutan lindung secara besar-besaran dan

mengganggu habitat satwa-satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang. Pemberian izin

pembangunan pantai indah kapuk menjadi kawasan pemukiman hanya mementingkan aspek

keuntungan ekonomi, sementara dampak dari kerusakan lingkungan tidak dipikirkan lebih

jauh. Hal ini sesuai dengan teori antroposentrisme yang menjadikan alam sebagai alat bagi

kepentingan manusia. Manusia mengabaikan nilai-nilai lingkungan demi memenuhi

kepentingan dan kebutuhannya tanpa mempedulikan alam. Hal ini sangat berlawanan dengan

teori biosentrisme dan ekosentrisme yang memberikan penghargaan tinggi terhadap alam dan

makhluk hidup lainnya serta mengedepankan tanggung jawab moral dalam menjaga

kelestarian lingkungan.

IV.2 Kebijakan Alih Fungsi Lahan PIK ditinjau dari Prinsip Etika Lingkungan

Pemanfaatan PIK berupa pembangunan perumahan tersebut bertolak belakang dari

fungsi lahan yang sebenarnya. Fungsi lahan Kawasan Pantai Indah Kapuk ditujukan sebagai

kawasan hutan lindung dan sisanya untuk hutan wisata dan pembibitan. Prinsip tanggung

jawab (moral responsibility for nature) menjabarkan bahwa kewajiban menjaga alam semesta

seisinya merupakan tanggug jawab sosial bersama bukan semata-mata tanggung jawab

individu. Tanggung jawab tersebut salah satunya dapat diwujudkan melalui menjaga

kelestarian Kawasan Pantai Indah Kapuk. Salah satu pihak yang seharusnya menjaga

kelestarian Kawasan Pantai Indah Kapuk dan dapat menghimpun partisipasi masyarakat

dalam pemanfaatan lahan tersebut adalah pemerintah. Pemerintah merupakan pihak yang

paling berwenang dalam mengelola dan memberi izin pembangunan pada kawasan tersebut.

Namun dari realitas yang ada, prinsip tanggung jawab tersebut tidak dapat ditemukan dalam

Page 8: Paper Etika

rangka menjaga kelestarian Kawasan Pantai Indah Kapuk sebagai kawasan lindung seperti

yang tertera dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Bagian Wilayah Kota

(RBWK). Tanggung jawab tersebut dengan mudah teralihkan oleh masalah ekonomi di mana

dengan memberikan izin pembangunan di Kawasan Pantai Indah Kapuk pendapatan daerah

DKI Jakarta akan meningkat. Secara umum, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup sudah mengatur prinsip tanggung jawab

untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Tertera pada Pasal 67 dan 68,

“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta

mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.” (Pasal 67)

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:

a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan

hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan

c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku

kerusakan lingkungan hidup” (Pasal 68)

Prinsip tanggung jawab tersebut juga berkaitan dengan prinsip solidaritas (solidarity).

Prinsip solidaritas merupakan salah satu pendorong yang baik bagi manusia untuk dapat

dapat melestarikan lingkungan hidup. Prinsip ini juga berfungsi sebagai pengendali moral

yang dapat digunakan manusia untuk dapat hidup beriringan dengan alam. Dengan

memberikan izin membangun, pemerintah telah mengabaikan sosial dan lingkungan yang

juga telah mengesampingkan rasa solidaritas terhadap warga jakarta yang lain yang terkena

dampak dari pembangunan perumahan di Kawasan Pantai Indah Kapuk. Pembangunan yang

ada telah menyebabkan kondisi sosial di DKI Jakarta semakin memburuk dengan semakin

parahnya banjir yang disebabkan oleh pembangunan perumahan di kawasan tersebut.

Dengan tidak adanya prinsip solidaritas, juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak

menegakkan prinsip kasih sayang dan kepedulian (caring for nature). Prinsip kasih sayang

dan kepedulian merupakan prinsip yang didasarkan pada kepentingan alam atas pertimbangan

kepentingan bersama. Alam merupakan anugerah bagi manusia, sudah seharusnya sebagai

tanggung jawab manusia untuk peduli dan memberikan rasa kasih sayangnya atas apa yang

telah alam berikan kepada manusia. Kawasan Pantai Indah Kapuk merupakan anugerah yang

seharusnya dapat dijadikan pelindung warga jakarta dari bencana banjir, tetapi dengan

dialihfungsikannya lahan tersebut, warga jakarta menanggung akibatnya ketika musim hujan

tiba dimana tidak terdapat tempat yang tepat untuk menampung tumpahan air hujan tersebut.

Page 9: Paper Etika

Pola pembangunan Kawasan Pantai Indah Kapuk sejak awal tidak memperhatikan aspek

sosial dan lingkungan tetapi hanaya berfokus pada aspek ekonomi sehingga dapat dikatakan

pula bahwa tidak ada bentuk kasih sayang dan kepedulian terhadap kawasan lindung tersebut

yang sebenarnya manfaatnya lebih besar bagi kemaslahatan bersama jika tetap menjadi

kawasan lindung.

Kasus alih fungsi lahan konservasi menjadi permukiman di PIK merupakan bukti dari

perilaku manusia yang memanfaatkan lingkungan secara eksploitatif tanpa memperhatikan

keberlangsungan lingkungan. Pembangunan kawasan permukiman PIK, termasuk di

dalamnya jalan tol menuju Bandara Soekarno-Hatta, berada di kawasan resapan air. Ketika

terjadi konversi fungsi lahan menjadi permukiman, secara otomatis fungsi dari kawasan

resapan air pun akan berkurang. Artinya, semakin banyaknya lahan yang digunakan untuk

permukiman berarti semakin banyak pula kawasan resapan air yang akan hilang. Konversi

hutan bakau seluas 827,18 hektar menjadi hunian ini menyebabkan 6.6 juta meter kubik air

kehilangan daerah resapan, sehingga sudah dapat dipastikan Jakarta Utara akan selalu

mengalami banjir, terlebih drainase daerah tersebut yang buruk. Manfaat hutan mangrove

yang dalam konteks lingkungan sebagai ruang fisik tempat interakasi berbagai makhluk yang

ada dimuka bumi (physical spatial context) menjadi terganggu akibat adanya pembangunan

yang tidak berwawasan lingkungan. Dengan hilangnya hutan mangrove maka tidak ada lagi

yang akan bisa menahan gelombang dan abrasi yang disebabkan oleh gelombang laut.

Dilihat dari sejarahnya, daerah PIK awalnya merupakan daerah Lahan Peruntukan

Dengan Tujuan Istimewa (LPDTI). Hampir 75% lahan merupakan kawasan hutan lindung

dan 25% untuk suaka margasatwa. Akan tetapi, sifat serakah dan egois manusia pada

akhirnya mengalahkan konsep dari pembangunan berkelanjutan itu sendiri. Manusia lupa

bahwa selama ini alamlah yang menopang kehidupan manusia sehingga keberadaan alam

membawa manfaat yang sangat banyak bagi keberlangsungan hidup manusia. Dalam hal ini,

manusia selalu menginginkan kebutuhannya terpenuhi dan seringkali mengabaikan

keterbatasan lingkungan untuk memenuhinya.

Sejak awal, pembangunan kawasan permukiman PIK memang sudah diprediksi akan

menyebabkan berbagai masalah lingkungan. Namun demikian, pejabat pemerintah rupanya

lebih tergiur dengan iming-iming pendapatan yang akan didapat dengan dibangunnya

kawasan permukiman PIK. Gubernur DKI saat itu, Wiyogo Atmodarminto, juga memutuskan

untuk menyetujui konversi lahan tersebut karena diyakini akan terjadi peningkatan nilai

ekonomi di kawasan tersebut. Jika Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) yang didapat dari

rawa-rawa dan tambak nelayan hanya sebesar Rp 2.000/ha/tahun, maka dengan diubahnya

Page 10: Paper Etika

kawasan tersebut menjadi permukiman, Pemda DKI bisa mendapat Rp 2.000.000/ha/tahun.

Dengan demikian, kawasan yang berubah fungsi seluas 827,18 hektar akan mendatangkan

dana mendekati Rp 2 milyar setiap tahun.

Akan tetapi, suatu konsep pembangunan berkelanjutan tidak hanya mementingkan

keuntungan ekonomi semata. Prinsip No Harm yang berarti tidak merugikan atau merusak

lingkungan perlu dicermati lagi. Dalam hal ini, manusia mempunyai kewajiban moral dan

tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara

tidak perlu. Pada kasus PIK, sudah jelas bahwa pembangunan kawasan permukiman tersebut

telah mengganggu ekosistem alam. Bencana seperti banjir merupakan salah satu indikasi

bahwa kemampuan alam untuk menjaga keseimbangannya telah berkurang. Pejabat

pemerintah dan pengembang tidak bertanggung jawab atas kerusakan alam yang terjadi.

Malahan, Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang saat itu menjabat,

Kosasih Wirahadikusuma, mengatakan bahwa banjir yang selama ini terjadi di tol Sedyatmo

tidak ada kaitannya dengan PIK. Dijelaskan pula bahwa air yang masuk di jalan tol

datangnya dari bagian selatan dan mengenangi kawasan permukiman penduduk yang

menjebol tanggul. Padahal tidaklah aneh jika dihilir diuruk dan ditutup, air dari hulu

dipastikan akan membeludak dan menyababkan banjir.

Ketika kasus PIK itu menjadi kontroversi, yang mengemuka adalah pro dan kontra

antara kepentingan ekonomi dan lingkungan. Namun, ternyata, kepentingan ekonomi

mengalahkan kepentingan lingkungan. Bagi para pendukung kepentingan ekonomi, rawa

yang tidak indah itu akan lebih bermanfaat jika dialihfungsikan menjadi permukiman atau

kepentingan komersial lain. Umumnya mereka optimistis, dengan dukungan politik dan dana,

alam bisa disiasati. Kondisi ini terjadi karena manusia tidak dapat menerapkan pola hidup

sederhana dan selaras dengan alam.

Konversi lahan di pantai indah kapuk menyebabkan terjadinya bencana banjir yang

memutuskan akses Jalan Tol Sedyatmo menuju Bandara Soekarno Hatta (Soetta), menurut

Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pembangunan dan Pengembangan Wilayah,

hal ini tidak bisa lepas dari pembangunan kawasan perumahan elite Pantai Indah Kapuk

(PIK). PIK meupakan salah satu tempat pemukiman elit yang ada di Jakarta. Dibangunnya

PIK ini untuk memenuhi permintaan akan tempat pemukiman karena semakin meningkatnya

jumlah penduduk dan arus urbanisasi yang cukup besar di Jakarta. Hal inilah yang kemudian

dimanfaatkan oleh PT Mandara Permai untuk mengembangkan kawasan permukiman. Tidak

hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai kawasan bisnis yang strategis dengan

Page 11: Paper Etika

memanfaatkan kawasan peresapan air di utara Jakarta yang sekarang menjadi Pondok Indah

Kapuk.

Pembangunan Pantai Indah Kapuk sebagai pemukiman mewah dan kawasan bisnis

strategis, pada akhirnya hanya dapat dijangkau oleh masyarakat menengah keatas. Ditinjau

dari prinsip keadilan, pembangunan kawasan PIK ini tidak memberikan akses yang sama bagi

semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan

sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya

alam secara lestari. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan kawasan PIK yang hanya

melibatkan pihak pengembangan dengan pemerintah, tanpa melibatkan masyarakat yang ada

di wilayah tersebut. Selain itu, dampak negatif negatif yang dihasilkan dari pembangunan

kawasan PIK juga dirasakan oleh masyarakat yang berada di luar wilayah tersebut. Hal ini

dapat dilihat dari banjir yang terjadi tidak hanya dirasakan oleh orang yang berada di

kawasan PIK saja, tetapi juga dirasakan oleh orang-orang yang berada di seluruh wilayah

Jakarta.

Ketidakadilan ini terkait dengan sifat tidak demokratis yang ditunjukkan oleh pejabat

publik dalam membangun kawasan PIK. Pembangunan kawasan PIK ini tidak

memperhatikan prinsip demokrasi yang didasari oleh berbagai jenis perbedaan

keanekaragaman sehingga dalam pengambilan kebijakannya juga ditentukan baik-buruknya,

rusak-tidaknya, suatu sumber daya. Prinsip tidak demokratis ini dapat dilihat dari kebijakan

pemprov DKI yang hanya memeprhatikan keuntungan yang didapatkan dari hasil konversi

tanpa melihat dampaknya pada lingkungan yang ada di sekitar kawasan PIK. Bila

mencermati kembali Rencana Induk 1965-1985 yang ditetapkan semasa Gubernur Jakarta Ali

Sadikin, siapapun tentu tak akan dapat menyangkal bahwa banyak areal resapan air dan

sekaligus green belt dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) rendah telah mengalami

banyak perubahan, karena disesuaikan dengan selera dan kebutuhan para pengembang yang

kemudian diaminkan oleh penguasa. Banyaknya resapan air yang semakin berkurang ini

menyebabkan terjadinya banjir di Jakarta padahal sebenarnya lokasi PIK semula adalah

kawasan hutan bakau yang dihuni fauna tertentu seperti monyet Ancol, ular , buaya den rawa

pantai sebagai areal parkir jutaan air payau. Areal genangan air ini kemudian dikeringkan den

dijadikan kawasan perumahan dan peruntukan lainnya. Akibat penggusuran dan pemadatan

tanah pada areal seluas 831 ha mengakibatkan sedikitnya air sebanyak 16 juta meter kubik

tidak tertampung. Genangan air pun meluap ke wilayah sekitarnya dan menenggelamkan

badan jalan tol Sedyatmo serta pemukiman penduduk sekitarnya. Terhalangnya aliran air ke

Page 12: Paper Etika

laut karena adanya kawasan pemukiman ditepian pantai membuat keadaan kawasan ini

semakin runyam.

Prinsip tidak demokratis yang telah disebutkan di atas terkait juga dengan integritas

moral yang dimiliki oleh pejabat publik. Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai

sikap dan prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan

kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam. Dalam kasus pembangunan

kawasan PIK diketahui bahwa pejabat public tidak dapat memegang teguh serta

mengamankan kepentingan masyarakat di sekitar wilayah PIK terkait dengan penggunaan

lahan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sikap dai pejabat public yang hanya melihat dari sisi

ekonomis saja tanpa memperhatikan keamanan lingkungan.

Sejak awal pembangunannya, seperti terekam dalam catatan media massa, PIK

memang sudah mengundang berbagai kontroversi. Alur kisahnya berawal dari Izin Menteri

Kehutanan tahun 1984 yang dianggap sangat aneh oleh banyak kalangan. Hal ini karena pada

intinya Menteri Kehutanan telah menyetujui proses Ruilslag (tukar guling), areal hutan

konservasi di kawasan Kapuk dengan lahan hutan di wilayah Sukabumi dan Cianjur. Ditilik

dari berbagai aspek, terutama aspek hydrogeography proses tukar guling ini sangat sulit

dipahami dengan akal sehat. Sebab lokasi PIK tidak dalam satu catchment area dengan hutan

penggantinya. Wajar bila banyak kalangan menduga telah terjadi praktik KKN dibalik

penyimpangan dalam pengelolaan lingkungan tersebut. Namun lebih celaka lagi atas dasar itu

pula, meski tanpa disertai dengan Analisa Dampak Lingkungan Pemda DKI Jakarta serta

merta menerbitkan SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah) yang kemudian

dilanjutkan dengan menerbitkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).  

V. KESIMPULAN

Kebijakan alih fungsi lahan di Pantai Indah Kapuk, jika ditinjau dari sisi etika

lingkungan maka hal ini dikatakan masih berlandaskan pada shallow enviromental ethics,

yaitu etika lingkungan yang dangkal dan sempit atau disebut juga sebagai etika lingkungan

antroposentrik. Hal ini dikarenakan kebijakan alih fungsi lahan lebih mengarah kepada

kepentingan ekonomi dan kurang memperhatikan kepentingan lingkungan. Selain itu,

kebijakan alih fungsi lahan ini juga tidak memenuhi prinsip-prinsip etika lingkungan.

Page 13: Paper Etika

VI. SARAN

Masyarakat perlu dilibatkan dalam setiap keputusan atau kebijakan yang

diambil oleh pejabat publik. Kontrol dari masyarakat sangat efektif dalam

mencegah penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat publik.

Aparatur pemerintah perlu mendapatkan pendidikan mengenai pentingnya nilai-

nilai lingkungan sehingga dalam membuat kebijakan dapat menghasilkan

kebijakan yang berbasis lingkungan dan mendukung terselenggaranya

pembangunan berkelanjutan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Buku

Berita Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan (BKPSL), No. 40, Februari 1990. Peranan

Ertika Lingkungan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Pusat Penelitian

Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia.

De Vos,H. 1987. Pengantar Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana

Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Bandung: Alfabeta.

Keraf, Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada

Sastrapratedja, Michael. 1988. Manusia dan Lingkungan Ditinjau Dari Segi Moral Teologis.

Soerjani, dkk. 1987.Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam

Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Artikel

DH, 2011 Ant. Menteri Lingkungan: PIK Adalah Kesalahan Besar Masa Lalu

http://arsip.gatra.com//2002-02-11/artikel.php?id=15303 [19 November 2012]

Redaksi. 2008. Banjir Tol Bandara: Perumahan Pantai Indah Kapuk Rusak Lingkungan

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=192082

Redaksi. 2012. Jakarta Banjir Salah Siapa? http://wwwnew.menlh.go.id/home/index.php?

option=com_content&view=article&id=426%3AJAKARTA-BANJIR-SIAPA-YANG-

SALAH%3F&Itemid=237&lang=id

Page 14: Paper Etika

Redaksi. 2012. Jakarta Banjir Salah Siapa? http://wwwnew.menlh.go.id/home/index.php?

option=com_content&view=article&id=426%3AJAKARTA-BANJIR-SIAPA-YANG-

SALAH%3F&Itemid=237&lang=id

Redaksi. Cantiknya Kawasan Pantai Indah Kapuk. Available online: www.anneahira.com [19 Oktober 2012]

Republik Indonesia UU No. 32 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup

......http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40743/BAB%20IV_2007ipa-

5.pdf?sequence=5

....... http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54432/BAB%20IV%20Kondisi

%20Umum%20Lokasi%20Penelitian.pdf?sequence=6