pandangan masyarakat mengenai tradisi padusan...pandangan masyarakat mengenai tradisi padusan (studi...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PANDANGAN MASYARAKAT MENGENAI TRADISI PADUSAN
(Studi Kasus Masyarakat Sekitar Cokro, Tulung, Klaten Mengenai
Tradisi Padusan)
Skripsi
Oleh:
Retno Widyastutik
NIM:K 8405032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan menunjukkan suatu pengertian yang luas dan kompleks.
Di dalamnya tercakup baik segala sesuatu yang terjadi dalam dan dialami oleh
manusia secara personal dan secara kolektif, maupun bentuk-bentuk yang
dimanifestasikan sebagai ungkapan pribadi seperti yang dapat kita saksikan dalam
sejarah kehidupannya, baik hasil-hasil pencapaian yang pernah ditemukan oleh
umat manusia dan diwariskan secara turun-temurun, maupun proses perubahan
serta perkembangan yang sedang dilalui dari masa ke masa.
Kebudayaan yang merupakan hasil dari “budi” dan “daya” manusia,
dapat mengangkat derajat manusia sebagai makhluk Tuhan yang tertinggi diantara
makhluk-makhluk yang lain, seperti binatang dan tumbuhan. Tingkat kebudayaan
dan peradaban manusia ditentukan oleh kemampuan manusia dalam menghadapi
tantangan alam sekitar dimana mereka tinggal dan hidup. Alam sekitar memberi
batas kemampuan manusia untuk berbuat sesuai dengan budi dan dayanya. Oleh
karena itu manusia, kebudayaan dan alam sekitar merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, dan tidak ada kebudayaaan
jika tidak ada manusia pendukungnya.
Keberadaan manusia di dunia ini tidak bisa terlepas dari budaya yang
menyertainya. Kebudayaan memberikan bentuk perilaku kepada idividu-individu
secara khas, dalam arti setiap kebudayaan itu berlainan bentuknya dan perilaku
individu juga menampilkan sosok yang khas. Bentuk budaya yang berlainan dan
perilaku individu yang khas tersebut merupakan manivestasi dari seperangkat
unsur kebudayaan yang universal dan pranata yang berlaku. Unsur kebudayaan
yang universal terdiri dari tujuh unsur, yaitu bahasa, sistem pengetahuan,
organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian,
sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat : 2000 :203).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
”Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu
rasa identitas bersama” (Koentjaraningrat, 2000:146). Suatu masyarakat akan
menghasilkan kebudayaan dan diantara masyarakat dengan kebudayaan tidak
dapat dipisahkan, keduanya merupakan satu kesatuan sehingga tidak ada
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan. Sebaliknya tidak ada kebudayaan
tanpa adanya masyarakat, dengan kata lain bahwa masyarakat merupakan faktor
penyebab dari munculnya kebudayaan dan sekaligus sebagai wadah dan
pendukung dari kebudayaan yang diciptakan.
Bersamaan dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin maju. Hal tersebut kerena sifat masyarakatnya yang dinamis.
Pada akhirnya masyarakat ini juga akan mengalami perubahan karena secara
langsung maupun tidak langsung, perkembangan masyarakat dan kemajuan ilmu
dan teknologi saling mempengaruhi. Pada masa sekarang, kebudayaan asing dapat
masuk dengan mudah ke dalam suatu masyarakat dan akan berhadapan langsung
dengan kebudayaan yang telah ada. Sehingga kebudayaan asing tersebut sedikit
banyak akan mempengaruhi terhadap nilai-nilai kebudayaan asli masyarakat.
Selama masyarakat sebagai pendukung dari kebudayaan asli tetap
mempertahankan kebiasaan-kebiasaan yang telah dianut, pengaruh kebudayaan
asing tidak akan melunturkan tradisi yang telah berkembang di dalam masyarakat.
Masyarakat kita dewasa ini adalah suatu masyarakat yang bergerak
amat cepat, seiring dengan perubahan nilai dan perubahan sistem sosial yang
terjadi. Dalam kondisi seperti itu sebenarnya masyarakat kita sedang mengalami
perubahan yang luar biasa antar subkultur, antar kultur dan antar nilai-nilai.
Perubahan itu terjadi antara lain hadirnya teknologi komunikasi, pendidikan,
urbanisasi, transmigrasi, perkawinan antar suku dsb. Maka kebudayaan yang
semula tumbuh dan berkembang di lingkungannya sendiri-sendiri sekarang telah
bercampur baur sehingga ikut mengoyak isolasi subkultur-subkultur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Indonesia merupakan bangsa dengan keanekaragaman yang komplek,
mungkin negara lain tidak memiliki. Keanekaragaman meliputi agama, sosial,
budaya, tradisi dan masih banyak lagi. Salah satu lingkup keberanekaragaman
adalah dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Setiap daerah mempunyai
tradisi dan cara menyambutnya. Sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Cokro
yang masih tetap menjalankan kebudayaan asli. Masyarakat Cokro, yang dalam
hal ini juga termasuk dalam masyarakat atau suku jawa, mamiliki tradisi yang
telah sekian lama bertahan hingga sekarang. Tradisi tersebut adalah tradisi
padusan yang dilaksanakan setiap setahun sekali menjelang bulan puasa. Berdasar
atas berbagai sumber, konon tradisi tersebut sudah ada sejak dahulu atau sejak
nenek moyang mereka. Bahkan menurut sumber pula, masyarakat Cokro sampai
sekarang belum berani untuk meniadakan tradisi tersebut
Istilah padusan dari kata “adus” atau mandi. Padusan biasanya
dilakukan sehari sebelum bulan Ramadhan. Makna dari padusan adalah
membersihkan segala kotoran yang menempel di badan atau di jiwa, sehingga
dalam berpuasa dalam keadaan bersih jasmani dan rohani. Padusan bisa
dilaksananakan di sungai, kolam renang atau bisa juga dilaksanakan di kamar
mandi dan biasanya dilakukan secara masal. Sedangkan modal utama menyambut
bulan Ramadhan adalah iman, keikhlasan serta kesungguhan dalam menjaga
kesucian. Setiap kali menghadap Allah, harus dalam kondisi yang suci. Sebagian
masyarakat di Jawa beranggapan tidak lengkap rasanya mengawali puasa tanpa
padusan. Padusan sudah menjadi adat kebiasaan tahunan menjelang puasa. Bukan
hanya sekedar kebiasaan, namun sudah menjadi kebutuhan. Bahkan, ada sebagian
masyarakat yang menganggap padusan itu wajib.
Tradisi sebagai salah satu bentuk kebudayaan bangsa yang masih
dilestarikan dan mempunyai pendukung yang kuat, merupakan salah satu
peninggalan budaya yang bisa memberi corak khas kepada kebudayaan bangsa.
Kebudayaan bangsa adalah kebudayaan yang timbul dari buah budi rakyat
Indonesia seluruhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Tradisi padusan ini dilaksanakan setiap tahun sekali merupakan
kegiatan rutin yang dilakukan masyarakat Desa Cokro. Pemandian Cokro Tulung
merupakan salah satu lokasi yang cukup diminati masyarakat untuk menjalankan
ritual ini, karena dianggap berhubungan dengan petilasan pemandian putri
keraton. Setiap menjelang Ramadhan, ribuan orang berdesakan mendatangi lokasi
ini. Pengunjung yang sebagian besar merupakan remaja berdesak-desakan hanya
untuk menyaksikan prosesi pengguyuran tujuh pasang pemuda-pemudi yang
duduk di depan kolam kecil yang merupakan mata air. Bergantian, kepala mereka
diguyur dengan satu gayung air kembang. Seusai itu, sebuah wadah dari tanah liat
yang juga berisi air kembang dibanting di depan kolam kecil tersebut sebagai
penutup ritual (http://antokoe.wordpress.com/2007/09/05/marhaban-ya-
Ramadhan/).
Ritual padusan dan laku puasa sebenarnya sudah ada sejak ajaran
Islam belum masuk ke Jawa. Semasa Kerajaan Majapahit, para ksatria, pujangga,
brahmana, dan empu terbiasa melakoninya sebagai bentuk penyucian diri. Dimana
secara fisik, tradisi padusan memang tidak islami. Ini merupakan tradisi adopsi
dari kebudayaan tinggalan agama Hindu, Budha, dan Animisme. Namun, berkat
para Wali Songo yang berhasil mengawinkan tradisi adat jawa dengan nafas
islam, tradisi padusan yang dilestarikan masyarakat Jawa itu tetap berlangsung.
Tradisi dan adat jawa yang masih berlangsung di masyarakat pedesaan itu adalah
bermakna simbolis hubungan diri orang Jawa dengan para leluhur, dengan
sesama, maupun dengan Tuhan Sang Maha Pencipta.
Pemaknaan terhadap tradisi dari suatu masyarakat banyak mungkin
sekali akan beragam. Makna yang muncul bisa bersifat positif dan negatif, dan
semua itu tergantung bagaimana persepsi dan sikap masyarakat terhadap adanya
tradisi padusan tersebut, mengenai itu semua tentu ada sesuatu hal yang menjadi
faktor yang mempengaruhinya. Seperti misalnya dalam masyarakat Cokro yang
begitu heterogen memiliki latar belakang pemikiran dan cara pandang yang
berbeda-beda pula. Kemudian dari bagaimana masing-masing individu
menyikapinya dari situlah kamudian dapat ditarik persepsi yang pada akhirnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
untuk menarik sebuah jawaban. Proses modernisasi telah mendorong penyerapan
pengaruh, terutama budaya barat oleh karena itu, persepsi tradisi padusan juga
ikut bergeser.
Tradisi padusan memang mengalami banyak transformasi atau
perkembangan, seiring dengan kemajuan zaman. Acara mandi massal ini telah
berubah menjadi aktivitas plesiran yang diminati banyak warga masyarakat,
apalagi makna padusan di kalangan generasi muda sudah banyak bergeser dari
pemaknaan penyucian diri, tetapi padusan merupakan sarana rekreasi berenang
bersama teman-teman di saat hari libur menjelang puasa. Dinas pariwisata
Kabupaten Klaten juga menyuguhkan beberapa hiburan guna menunjang
pelaksanaan tradisi padusan dan juga untuk menarik para pengunjung. Kegiatan
hiburan terlihat dengan berbagai macam pertunjukan seperti penampilan artis
dangdut, musik regae, atraksi reog, dan berbagai karnaval kebudayaan. Kondisi
ini ternyata juga dapat memberikan penghasilan tambahan bagi para pedagang
di sekitar pemandian. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, sehingga
peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul: Pandangan Masyarakat Mengenai
Tradisi Padusan (Studi Kasus Masyarakat Sekitar Cokro, Tulung, Klaten
Mengenai Tradisi Padusan)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut maka peneliti
mengambil beberapa permasalahan diantaranya adalah :
“Bagaimana pandangan masyarakat sekitar desa Cokro mengenai tradisi
padusan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
memahami bagaimana persepsi masyarakat sekitar desa Cokro mengenai tradisi
padusan. Selain itu sebagai usaha untuk melestarikan dan mengembangkan tradisi
padusan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan :
a. Memberikan tambahan pengetahuan terhadap peneliti khususnya dan
pembaca pada umumnya mengenai suatu tradisi masyarakat.
b. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan
terutama mengenai penelitian tradisi masyarakat.
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam penulisan
penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah di
dalam memelihara dan melestarikan tradisi masyarakat.
b. Penelitian ini dapat sebagai masukan bagi masyarakat supaya tetap
menjaga dan melestarikan tradisi sebagai warisan nenek moyang serta
menyadari potensi wisata budaya yang dimiliki di daerahnya.
c. Penelitian ini dapat sebagai masukan bagi pemerintah daerah (Pemda)
Klaten agar tetap mengembangkan potensi wisata budaya yang dimiliki
yaitu tradisi padusan dengan meningkatkan mutu pelayanan pelaksanaan
tradisi padusan agar pengunjung bisa meningkat dari tahun ke tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
d. Penelitian ini memberikan masukan bagi pengelola kawasan obyek wisata
Pemandian Umbul Cokro supaya menjaga dan mengembangkan potensi
kepariwisataan kawasan Cokro Tulung yang bertumpu pada potensi wisata
alam tirta (air) dan alam pedesaan sehingga akan mampu meningkatkan
kunjungan wisatawan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Tentang Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Kehidupan individu tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosialnya. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu
secara langsung berhubungan dengan dunia sekitarnya. Mulai saat itu pula
individu secara langsung menerima stimulus dari luar dirinya, dan ini berkaitan
dengan persepsi. Persepsi merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui
beberapa hal melalui panca indera yang dimilikinya.
Dalam memahami konsepsi pandangan digunakan teori pembahasan
persepsi, berikut penulis uraikan teori tentang persepsi :
Persepsi adalah “cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita
menjadi pengalaman yang bermakna” (Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmad,
2001:25). Persepsi dapat dipandang sebagai suatu pengamatan terhadap obyek,
peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan dan menafsirkan
obyek yang ada (Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmad, 2001:38).
“[Sociology is ] ... the science whose object is to interpret the meaning of
social action and thereby give a causal explanation of the way in which the action
proceeds and the effects which it produces”.
– Max Weber The Nature of Social Action 1922, [39] (www.wikipedia.com).
Maksudnya yaitu :
“Sosiologi adalah ilmu yang tujuannya untuk menafsirkan makna tindakan
sosial dan memberikan penjelasan sebab-akibat di mana setiap tindakan ada
akibatnya”
- Max Weber The Nature Aksi Sosial 1922, [39] (www.wikipedia.com).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
”Persepsi ialah pengalaman manusia tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan tentang objek yang semuanya sangat tergantung atas
kebudayaan manusia”(Alo Liliweri, 2001:113).
”Persepsi sebagai proses pengorganisasian, pengintegrasian terhadap
stimulus yang diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti,
dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu” ( Bimo Walgito
1997:88).
Persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus
yang mempengaruhi indra kita. Persepsi merupakan proses yang mengorganisir
dan menghubungkan data-data indra kita untuk dikembangkan sedemikian rupa
sehingga kita dapat menyadari sekeliling kita termasuk sadar akan diri sendiri (De
Vito, Alex Sobur, 2003:445).
”Sebagian besar pengetahuan, pikiran, perasaan, dan persepsi manusia terkandung dalam bahasa, suatu sistem simbol. Kata-kata mengandung makna atau nama yang menggolong-golongkan objek dan pikiran. Kata-kata adalah persepsi konseptual mengenai dunia yang terkandung dalam simbol-simbol”(Achmad Fedyani Saifuddin, 2005:292).
”Persepsi kelompok adalah keseluruhan atau rata-rata persepsi individu
terhadap dunia luar yang lebih kurang sama” (Alo Liliweri. 2001:113).
Kesamaan-kesamaan tersebut biasanya diwujudkan ke dalam pengakuan bersama
terhadap suatu objek, misalnya memakai simbol, tanda-tanda, dan bahasa-bahasa
verbal dan non-verbal yang sama.
Persepsi merupakan cara pandang terhadap sesuatu hal, dimana individu
mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat inderanya. Bagaimana
individu dapat mengenali dirinya sendiri maupun keadaan sekitarnya, hal ini
berkaitan dengan persepsi (perception). Persepsi merupakan suatu proses yang
didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Persepsi berkaitan dengan
tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu.
Persepsi merupakan istilah yang memiliki pengertian yang berhubungan
dengan pandangan atau daya menanggapi, memahami apa yang ada disekeliling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
individu. Dengan kata lain persepsi adalah cara memandang atau menanggapi
seseorang terhadap suatu obyek yang ada disekitarnya dengan menyimpulkan
informasi yang sampai kepadanya. Persepsi seseorang terhadap suatu obyek ini
tidak terlepas dari kerangka pemikiran ataupun pengalamannya, karena persepsi
merupakan suatu proses memahami mengenai hubungan peristiwa-peristiwa atau
obyek-obyek sosial dengan cara merasakan dan menginterpretasikan lewat
pengalaman-pengalamannya. Jadi persepsi menunjuk pada aktivitas merasakan,
menginterpretasikan, dan memahami obyek-obyek fisik maupun sosial.
Sosial budaya akan selalu berpengaruh terhadap persepsi seseorang dan
makna yang akan dibangun. Hal lain yang turut mempengaruhi persepsi adalah
faktor cara belajar, perangkat, keadaan jiwa atau suasana hati dan faktor
motivasional. Adanya aspek-aspek situasi yang mempengaruhi situasi individu,
maka persepsi pada diri seseorang dapat berubah sesuai dengan suasana hati, cara
belajar, dan keadaan jiwa.
Persepsi merupakan suatu penilaian, sebagai persiapan perilaku kongkrit
dan nilai-nilai itu dengan melalui emosi, motivasi dan ekspektasi akan
mempengaruhi persepsi, nilai-nilai yang berbeda juga mempengaruhi persepsi
perilaku tersebut. Dalam memandang sesuatu hal, baik itu benda, perbuatan
sesuatu yang lain, kita selalu mempunyai pendapat atau pandangan tersendiri yang
mungkin berbeda dengan pendapat orang lain. Hal tersebut karena dipengaruhi
oleh beberapa faktor, baik eksternal maupun internal. Karena persepsi juga
merupakan sebuah internal yang dilakukan oleh individu untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.
Setiap individu mempunyai persepsi yang berbeda-beda dalam
menanggapi suatu objek. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perbedaan lingkungan
budaya dan dipengaruhi oleh aspek religi yang mempengaruhi persepsi individu,
maka persepsi dapat berubah-ubah. Persepsi dapat dilakukan dari jenis atau
bentuk stimulus atau karakteristik orang yang memberikan respon stimulus
(Jalaluddin Rakhmat, 2001:256).
Akal yang dimiliki manusia dapat dipergunakan untuk menghadapi segala
kesulitan dan sekaligus pemanfaatan untuk memenuhi kebutuhannya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
mengambil tindakan yang bermanfaat bagi kehidupannya. Tindakan yang
dilakukan manusia pada dasarnya disertai suatu kesadaran untuk dijadikan
pengalaman dalam kehidupan. Dengan pengalaman yang dimiliki oleh manusia
terhadap obyek yang dilihatnya, sehingga manusia sadar akan apa yang dilihat,
didengar dan dirasakan. Timbulnya kesadaran manusia terhadap suatu obyek yang
telah dilihat disebut persepsi. Penerimaan informasi tahap awal pada diri manusia
melalui panca indera, sehingga manusia dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam penerimaan informasi tidaklah selalu sama antara orang yang satu dengan
orang yang lain.
Persepsi masyarakat terhadap suatu objek merupakan landasan pokok bagi
timbulnya perilaku dari masing-masing individu dalam setiap kegiatan. Makna
positif dan negatif sebagai hasil persepsi masyarakat terhadap suatu objek sangat
tergantung dari bentuk dan proses interaksinya. Masing-masing individu
mempunyai persepsi yang berbeda dalam menanggapi suatu objek. Kemudian
masing-masing individu akan melakukan proses pertukaran persepsi di antara
masing-masing individu. Proses pertukaran persepsi tersebut dapat berlangsung
antara individu yang tergabung dalam komunitas tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses pemahaman
individu atau pribadi seseorang terhadap sesuatu. Pemahaman terhadap sesuatu
tersebut dapat melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan
penciuman. Munculnya persepsi masyarakat timbul karena adanya persepsi dari
masing-masing individu di mana persepsi dari masing-masing tersebut terhadap
suatu objek dikumpulkan menjadi satu, sehingga timbullah suatu persepsi
masyarakat. Persepsi masyarakat merupakan proses mengamati objek dengan
melalui indra.
Proses persepsi tersebut di internalisasi dan di hayati, kemudian di
ekspresikan menjadi pandangan seseorang atau sekelompok orang. Dengan
demikian teori yang digunakan adalah pandangan masyarakat yaitu menggunakan
teori persepsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam
individu itu sendiri, seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, dan
kerangka acuan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor stimulus itu sendiri dan
faktor lingkungan di mana persepsi itu berlangsung (Bimo Walgito, 2004 : 89).
Pendapat lain juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi
persepsi yaitu individu yang mengadakan persepsi, situasi dan objek atau yang
dipersepsikan. Individu dipengaruhi oleh faktor nilai dan sikap, kepribadian,
pengalaman masa lalu, harapan serta motivasi. Situasi dipengaruhi oleh lokasi,
budaya organisasi. Objek atau yang dipersepsikan antara lain dipengaruhi oleh
intensitas ukuran, kontras, dan gerakan (Slameto, 1995 : 106).
Sedangkan faktor yang menyebabkan perbedaan persepsi yaitu :
1) Perhatian
Perhatian mempunyai peranan yang penting terhadap persepsi seseorang
karena perhatian merupakan langkah awal dari proses persepsi. Setiap kali
seseorang memusatkan perhatian lebih besar kemungkinan akan
memperoleh makna dari apa yang ditangkap lalu menghubungkan dengan
pengalaman masa lalu dan untuk kemudian diingat kembali. Perhatian
yang terpusat akan menghasilkan persepsi yang lebih baik jika
dibandingkan dengan perhatian yang terpancar, karena perhatian yang
terpusat akan mengakibatkan kesan pada objek, sehingga membuat
persepsi yang baik.
2) Set atau kesiapan
Untuk faktor set atau kesiapan merupakan harapan seseorang terhadap
rangsangan yang timbul. Setiap individu mempunyai set berbeda-beda, hal
ini berpengaruh terhadap persepsi. Semakin tinggi tingkat kesiapan
seseorang maka persepsi yang terbentuk akan semakin baik begitu pula
sebaliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3) Kebutuhan
Faktor ini dapat mempengaruhi persepsi karena kebutuhan semakin tinggi
tingkat kebutuhan seseorang terhadap sesuatu maka akan semakin baik
persepsi yang dimiliki, sehingga individu akan mempunyai persepsi yang
berbeda tentang objek, peristiwa, dan realitas kehidupan.
4) Sistem nilai
Persepsi ditentukan oleh sistem nilai, yaitu suatu patokan untuk bertingkah
laku pada suatu lingkungan tertentu. Sistem nilai yang tertanam disini
dipengaruhi oleh budaya, masyarakat dan keluarga.
5) Ciri Kepribadian
Setiap individu mempunyai pembawaan dalam dirinya yang berbeda-beda
sehingga persepsi yang terbentuk akan berbeda juga. Ada individu yang
suka sesuatu hal walaupun itu hal kecil atau tidak, tetapi sebaliknya ada
individu yang tidak peduli pada lingkungan sekitar (Sarlito Wirawan
Sarwono, 1992 : 102).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik suatu kesimpulan faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
1) Faktor internal yaitu faktor yang terdapat pada diri si pengamat, yang
meliputi kebutuhan, suasana hati, kemampuan, pendidikan dan
pengalaman.
2) Faktor eksternal yaitu faktor yang terdapat di luar diri si pengamat, yang
meliputi ciri fisik dari objek yang diamati dan situasi pada saat seseorang
menginterpretasikan tentang objek yang diamati.
c. Proses dan Syarat-syarat Persepsi
Individu dalam mengenali dunia luar atau keadaan di sekitarnya
menggunakan alat inderanya. Bagaimana individu dapat mengenali dirinya sendiri
maupun keadaan yang ada di sekitarnya, berkaitan dengan persepsi.
”Proses terjadinya persepsi adalah objek minumbulkan stimulus dan stimulus mengenai indera dan reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensorik ke otak, sehingga individu menyadari apa yang ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
terima dengan reseptor itu sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi di dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan demikian taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang apa yang diterimanya melalui alat indera atau reseptor’(Bimo Walgito, 1997 : 54).
Menurut kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa proses terjadinya
persepsi melalui tiga tahapan, yaitu : tahap pertama yang dinamakan tahap fisik
atau kealaman, tahap kedua yang disebut sebagi tahap fisiologis dan tahap ketiga
yaitu tahap psikologis yang merupakan proses terakhir yang menyadari apa yang
individu terima melalui otak.
Langkah-langkah terjadinya persepsi sebagai berikut :
1) Persepsi dimulai dari menghimpun informasi yang masuk dari dunia luar
melalui panca indera.
2) Banyaknya informasi yang masuk melalui indera maka tidak semua dapat
di catat dan tidak dapat memuaskan pada semuanya sekaligus. Oleh sebab
itu harus menentukan pilihan atau harus menyeleksi mana yang menjadi
perhatian utamanya.
3) Pada langkah ini ada usaha untuk menambah terhadap apa yang diketahui
dan dipercayai. Informasi diubah dari tidak lengkap kemudian dilengkapi,
sehingga menjadi proses yang lebih aktif dan kreatif.
4) Setelah langkah mencampur dan menambah seleksi, maka campuran itu
diorganisir dan dikoordinir menjadi bentuk-bentuk yang teratur.
5) Arti bentuk teratur adalah usaha untuk memberikan arti atau makna dari
bentuk-bentuk yang teratur disebut tingkat menginterpretasi Pada saat
itulah telah tercapai pemahaman pengertian dari pesan atau informasi yang
telah disampaikan. Artinya ide pokok telah diterima, apakah sama antara
ide yang diterima dengan ide yang dikirim tergantung berbagai faktor, baik
internal atau eksternal. Hal ini terutama karena keterbatasan-keterbatasan
terutama dari individual yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Menurut uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil persepsi diperoleh
melalui beberapa tahapan yaitu menghimpun informasi, penyeleksian stimulus
atau informasi, dan menginterpretasi stimulus.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar individu menyadari
dapat mengadakan persepsi adalah:
1) Adanya obyek yang dipersepsi, obyek menimbulkan stimulus yang
mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar
langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat datang dari dalam yang
langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.
2) Alat indera atau reseptor yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus.
Disamping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu
otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon
diperlukan syaraf motoris.
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula
adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan
dalam mengadakan persepsi (Bimo Walgito, 1997: 54).
Persepsi dipengaruhi oleh beberapa unsur yang mempunyai pengaruh
besar dan langsung terhadap makna-makna yang ada dalam persepsi seseorang.
Unsur-unsur tersebut dinamakan unsur sosio budaya yang terdiri dari tiga unsur
yaitu:” (a) sistem-sistem kepercayaan (belief), nilai (value) dan sikap (attitude);
(b) pandangan dunia (world view), (c) organisasi sosial (social organization)”
(Deddy Mulyana, 2001:26).
Pengertian tersebut masih pada taraf ”to know” sedang pandangan
sudah pada taraf ”to understand”. Oleh karena itu, apabila proses persepsi
tersebut di hayati dan dirasakan maka akan menjadi pendapat atau pandangan
seseorang atau sekelompok orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2. Tinjauan Tentang Pariwisata
a. Pengertian Pariwisata
Secara etimologi, kata pariwisata terdiri dari dua kata, yaitu pari dan
wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, dan lengkap. Sedangkan
wisata berarti perjalanan, bepergian.”Wisata adalah kegiatan perjalanan atau
sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara suka rela serta bersifat
sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata” (undang-undang nomor
9 tahun 1990). Sedangkan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan wisata, termasuk perusahaan objek wisata dan daya tarik wisata serta
usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut.
“Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan, proses kaitan-kaitan yang
berhubungan dengan perjalanan dan persinggahan dari orang-orang di luar tempat
tinggalnya serta tidak dengan maksud mencari nafkah” (Chafid Fandeli, 1996:
58).
“Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (bussiness) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam”. (Oka A. Yoeti, 1996: 118).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pariwisata
merupakan suatu perjalanan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu, ke suatu
tempat di luar tempat tinggalnya dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan,
bukan untuk mencari nafkah. Berdasarkan definisi pariwisata tersebut, terdapat
tiga unsur yang menjadi batasan yaitu manusia (man), ruang ( space), dan waktu
(time). Unsur manusia yaitu orang yang melakukan perjalanan dan unsur waktu
adalah yang digunakan selama perjalanan ke tempat atau daerah tujuan wisata.
b. Bentuk dan Jenis Pariwisata
Sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap daerah dan motivasi
wisatawan untuk melakukan suatu perjalanan, maka timbul berbagai bentuk dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
jenis pariwisata yang dapat dijadikan pertimbangan bagi pengembangan
pariwisata suatu daerah. “Pariwisata dibagi menjadi 5 kategori yaitu menurut asal
wisatawan, menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran, menurut jangka
waktu, jumlah wisatawan dan alat angkut yang digunakan” (Nyoman S. Pendit,
1999: 39). Kelima kategori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Menurut asal wisatawan
Terdiri dari dua yaitu pariwisata domestik dan pariwisata
internasional. Pariwisata domestik adalah wisatawan yang pindah
tempat sementara di dalam lingkungan negaranya sendiri,
sedangkan pariwisata internasional adalah wisata yang datang dari
luar negeri.
2) Menurut akibatnya tehadap neraca pembayaran
Terbagi menjadi dua yaitu pariwisata aktif dan pariwisata pasif.
Pariwisata aktif adalah wisatawan yang datang dari luar negeri ke
suatu negara tujuan wisata, sedangkan pariwisata pasif adalah
wisatawan yang keluar dari negerinya sehingga ia memberikan
dampak terhadap neraca pembayaran.
3) Menurut jangka waktu
Terbagi menjadi dua yaitu pariwisata jangka pendek dan pariwisata
jangka panjang. Waktu yang digunakan untuk mengukur lamanya
ia tinggal di negara yang bersangkutan tergantung pada ketentuan
masing-masing negara.
4) Menurut jumlah wisatawan
Terbagi menjadi pariwisata tunggal dan pariwisata rombongan.
Pariwisata tunggal adalah wisatawan yang datang sendiri ke objek
atau suatu tempat, sedangkan pariwisata rombongan adalah
pariwisata yang dilakukan secara bersama-sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
5) Menurut alat angkut yang digunakan
Berdasarkan alat angkut yang digunakan oleh wisatawan, maka
kategori ini dapat dibagi menjadi pariwisata laut, kereta api, dan
mobil.
Secara ekonomis, pembagian kategori bentuk-bentuk pariwisata dengan
istilah-istilah tersebut sangat penting dan perlu, karena klasifikasi tersebut akan
menentukan sistem statistik perpajakan dan perhitungan pendapatan industri
pariwisata. Selain berdasarkan bentuk, pariwisata perlu diklasifikasikan
berdasarkan jenisnya. Hal ini dilakukan guna menyusun data-data penelitian dan
peninjauan lebih akurat di bidang pariwisata, sehingga pembangunan industri
pariwisata di Indonesia dapat dilakukan secara optimal. Jenis-jenis pariwisata
yaitu “pariwisata terbagi menjadi pariwisata budaya, kesehatan, olah raga,
komersial, industri, politik, konvensi, sosial, pertanian, maritime (bahari), cagar
alam, buru, pilgrim, dan wisata bulan madu” (Nyoman S. Pendit, 1999: 41).
Jenis-jenis pariwisata tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Wisata budaya
Yaitu suatu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk
memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan
kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri,
mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat-istiadat, cara
hidup , budaya dan seni di daerah tujuan wisata.
2) Wisata kesehatan
Yaitu perjalanan wisata dengan tujuan untuk menukar keadaan dan
lingkungan sehari-hari di mana ia tinggal demi kepentingan
beristirahat secara jasmani dan rokhani dengan mengunjungi
tempat peristirahatan seperti mata air panas yang dapat
menyembuhkan, ke suatu daerah yang beriklim menyehatkan dan
sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3) Wisata olah raga
Yaitu perjalanan yang dilakukan dengan tujuan berolah raga,
mengikuti atau menyaksikan pesta olah raga ke suatu negara
misalnya Asian Games, Olimpiade, berenang, World Cup dan
sebagainya.
4) Wisata komersial
Yaitu perjalanan yang dilakukan dengan maksud untuk
mengunjungi pameran-pameran dan pekan raya yang bersifat
komersial seperti pameran industri, pameran dagang dan
sebagainya.
5) Wisata industri
Yaitu perjalanan yang dilakukan ke suatu daerah perindustrian
dengan tujuan untuk mengadakan penelitian atau peninjauan.
6) Wisata politik
Yaitu perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau
mengambil bagian aktif dalam kegiatan politik seperti ulang tahun
perayaan HUT kemerdekaan RI pada 17 Agustus di Jakarta,
perayaan 10 Oktober di Moskow, maupun kegiatan politik seperti
konferensi, musyawarah, konggres atau konvensi politik yang
selalu disertai dengan darma wisata.
7) Wisata konvensi
Yaitu perjalanan yang dilakukan untuk mengikuti suatu pertemuan
seperti konferensi, musyawarah konvensi dan lain-lain yang
bersifat nasional maupun yang bersifat internasional.
8) Wisata sosial
Yaitu pengorganisasian suatu perjalanan murah dan mudah untuk
memberikan kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi
lemah untuk mengadakan perjalanan seperti kaum buruh, pemuda,
pelajar, dan sebagaianya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
9) Wisata pertanian adalah perjalanan ke suatu proyek-proyek
pertanian, perkebunan, ladang pembibitan, dan sebagainya dengan
maksud studi maupun rekreasi.
10) Wisata maritime (bahari)
Jenis wiasta ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga seperti
memancing, berlayar, menyelam, dan sebagainya untuk
memperoleh suatu kesenangan.
11) Wisata cagar alam
Yaitu perjalanan yang dilakukan ke tempat cagar alam, taman
lindung, hutan di daerah pegunungan dan sebagaianya yang
kelestariaanya dilindingi oleh undang-undang.
12) Wisata buru
Yaitu jenis wisata yang dilakukan di suatu daerah atau hutan
tempat berburu yang dibenarkan pemerintah.
13) Wisata pilgrim
Yaitu jenis wisata yang dikaitkan dengan agama, sejarah, adat-
istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok masyarakat seperti
kunjungan ke tempat-tempat suci, keramat, makam-makam yang
diagungkan, tempat-tempat yang mengandung legenda dan
sebagainya.
14) Wisata bulan madu
Yaitu penyelengaraan perjalanan wisata bagi pasangan pengantin
baru dengan fasilitas khusus.
Jenis pariwisata diklasifikasikan sesuai letak geografis, pengaruh
terhadap neraca pembayaran, alasan atau tujuan perjalanan, saat berkunjung dan
sesuai dengan objeknya (Oka A. Yoeti, 1996: 120). Jenis pariwisata tersebut
adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
1) Menurut letak geografis dimana kegiatan pariwisata berkembang
a) Pariwisata Lokal ( Local Tourism) Yaitu pariwisata setempat yang mempunyai ruang lingkup relatif sempit dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja, misalnya kepariwisataan di daerah Bandung, Jakarta, dan sebagianya.
b) Pariwisata Regional (Regional Tourism) Yaitu kepariwisataan yang berkembang di suatu tempat atau ruang lingkup yang lebih luas dari pariwisata lokal, misalnya kepariwisataan Sumatra Utara, Nusa Dua dan sebagainya.
c) Pariwisata Nasional( National Tourism) Yaitu pariwisata yang berkembang dalam suatu negara.
d) Pariwisata Regional-Internasional Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua negara dalam wilayah tersebut, misalnya wilayah kepariwisataan ASEAN
e) Kepariwisataan Dunia Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh dunia, termasuk di dalamnya regional-international tourism dan national tourism.
2) Menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran a) In Tourism atau pariwisata aktif
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala masuknya wisatawan asing ke suatu negara tertentu sehingga dapat menambah devisa bagi negara yang dikunjungi dan akan memperkuat posisi neraca pembayaran negara.
b) Out-going Tourism atau pariwisata pasif Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala keluarnya warga negara sendiri ke luar negeri sebagai wisatawan. Hal ini akan merugikan negara asal wisatawan karena uang yang seharusnya di belanjakan di dalam negeri dibawa ke luar negeri.
3) Menurut alasan atau tujuan perjalanan a) Business Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjungnya datang untuk tujuan dinas, usaha dagang atau yang berhubungan dengan pekerjaaanya, konggres, seminar, konvensi, symposium, musyawarah kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b) Vacation Tourism Yaitu jenis pariwisata dimana orang-orang yang melakukan perjalanan wisata terdiri dari orang-orang yang sedang berlibur atau cuti.
c) Educational Tourism Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjung atau orang-orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan studi atau mempelajari suatu bidang ilmu pengetahuan.
4) Menurut saat atau waktu berkunjung a) Seasonal Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang kegiatannya berlangsung pada musim-musim tertentu.
b) Occasional Tourism Yaitu jenis pariwisata dimana perjalanan wisata dihubungkan dengan kejadian (occasion) maupun suatu event seperti sekaten, galungan dan sebaginya.
5) Menurut objeknya a) Cultural Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan disebabkan oleh adanya daya tarik seni budaya suatu tempat atau daerah.
b) Recuperation Tourism Disebut juga pariwisata kesehatan. Tujuan dari perjalanan ini adalah untuk menyembuhkan suatu penyakit seperti mandi di sumber air panas.
c) Commercial Tourism Yaitu kegiatan kepariwisataan yang dikaitkan dengan kegiatan perdagangan nasional atau internasional, misalnya expo, fair, eksibisi dan sebagainya.
d) Sport Tourism Yaitu perjalanan orang-orang yang bertujuan untuk menyaksikan suatu pesta olah raga di suatu tempat atau negara tertentu.
e) Political Tourism Yaitu perjalanan yang bertujuan untuk menyaksikan suatu peristiwa yang berhubungan dengan suatu negara seperti ulang tahun atau peringatan hari tertentu.
f) Social Tourism Jenis pariwisata ini tidak menekankan untuk mencari keuntungan, seperti studi tour, piknik dan lain sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
g) Religion Tourism Yaitu kegiatan pariwisata yang bertujuan untuk menyaksikan upacara keagamaan.
Dari penjelasan tentang jenis pariwisata tersebut dapat disimpulkan
bahwa jenis-jenis pariwisata tersebut dapat bertambah tergantung pada kondisi
dan situasi perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah. Hal ini berkaitan
dengan kreativitas para profesional yang berkecimpung dalam industri pariwisata.
Makin kreatif dan makin banyak gagasan yang dimiliki, maka semakin bertambah
pula bentuk dan jenis wisata yang dapat diciptakan bagi kemajuan industri
pariwisata. Tradisi padusan menurut objeknya termasuk Cultural Tourism yaitu
jenis pariwisata dimana motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan
disebabkan oleh adanya daya tarik seni budaya suatu tempat atau daerah.
c. Potensi Pariwisata
Secara umum potensi pariwisata diartikan sebagai apa yang dimiliki dari
pariwisata tersebut. Suatu daerah menjadi tujuan pariwisata karena memiliki suatu
sumber yang dapat dijadikan pariwisata. Sumber pariwisata yang menarik itulah
yang dapat dijadikan modal potensi pariwisata. Pengertian potensi pariwisata
biasanya dengan menggunakan istilah modal kepariwisataan (tourism asset) atau
sering juga disebut sumber kepariwisataan (tourism resources).
“Suatu daerah atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa sehingga ada yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataan ( tourism resources ). Modal atraksi yang menarik kedatangan wisata itu ada tiga ,yaitu: alam, kebudayaan dan manusia itu sendiri”(R.G. Soekadijo, 2000: 49).
Demikian juga dengan pendapat tentang pengertian potensi pariwisata
(tourist potentials).
Segala hal dan keadaan baik yang nyata dan dapat diraba , maupun yang tidak teraba,yang digarap,diatur dan disediakan sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat)/ dimanfaatkan atau diwujudkan sebagai kemampuan, faktor dan unsur yang diperlukan/ menentukan bagi usaha dan pengembangan kepariwisataan, baik berupa suasana, kejadian, benda maupun layanan/ jasa-jasa (R.S. Damarjati, 1995: 108)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa potensi
pariwisata merupakan sesuatu kemampuan dari objek wisata yang berasal dari
alam seperti keindahan alam, iklim, pegunungan, goa dan sebagainya. Potensi
pariwisata juga dapat berasal dari hasil budi daya manusia seperti candi,
peninggalan purbakala, kesenian dan sebagainya yang dapat dikembangkan untuk
mendukung kemajuan kepariwisataan di suatu tempat tertentu.
d. Jenis-Jenis Potensi Pariwisata
Suatu objek wisata dimungkinkan memiliki beberapa potensi yang dapat
dikembangkan. Semakin besar dan banyak potensi yang ada dalam suatu objek
wisata maka akan semakin besar peluang untuk dilakukan pengembangan. Potensi
pariwisata sebagai modal kepariwisataan, dapat dikembangkan menjadi atraksi
wisata ditempat dimana modal kepariwisataan itu ditemukan (in situ) maupun
ditempat aslinya (ex situ). Potensi yang dapat dikembangkan secara in situ seperti
candi, pemandian air panas dan sebagainya. Sedangkan potensi yang dapat
dikembangkan secara ex situ misalnya kebun raya, kebun binatang, museum dan
sebagainya
“Modal atau potensi pariwisata dapat berupa alam, kebudayaan dan
manusia itu sendiri” (R.G. Soekadijo, 2000: 52). Lebih lanjut mengenai potensi
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Potensi alam
Yang dimaksud dengan potensi alam adalah alam fisik,
fauna dan floranya. Suatu daerah yang memiliki potensi alam ini
akan menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi, misalnya
pantai yang indah dengan pemandangannya, hewan-hewan tertentu
yang hidup di suatu daerah dan tidak dijumpai di daerah lain,
maupun jenis flora atau tumbuhan langka. Potensi alam ini dapat
dinikmati oleh wisatawan rekreasi, pendidikan maupun jenis
wisatawan lain yang ingin menikmati keindahan alam dan isinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
2) Potensi kebudayaan
Yang dimaksud kebudayaan disini adalah kebudayaan
dalam arti luas, tidak hanya meliputi kebudayaan tinggi seperti
kesenian atau peri kehidupan keraton, akan tetapi adat istiadat dan
segala kebiasaan yang hidup ditengah-tengah suatu masyarakat
(act) seperti cara berpakaian, cara berbicara, kegiatan dipasar dan
sebagainya, maupun hasil karya suatu masyarakat (artifact) baik
yang masih hidup maupun berupa peninggalan atau tempat
bersejarah seperti monumen, goa dan sebagainya. Potensi
kebudayaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Kebudayaan warisan (tourist heritage), semua berwujud
artifact. Artifact dari kebudayaan ini ada yang dikembangkan
secara ex situ maupun in situ di situs arkeologi.
b) Kebudayaan hidup, kebudayaan ini dapat berupa kebudayaan
tradisional dan kontemporer. Kebudayaan tradisional sebagian
berupa artifact dan terdapat dimuseum, sebagain berupa act
seperti adat kebiasaan, kesenian dan kerajinan tradisioanal.
Kebudayaan kontemporer sebagain berupa artifact dan terdapat
di museum modern serta terdapat ditengah masyarakat, sebagain
berupa act seperti tata cara kehidupan modern, kesenian dan
kerajinan kontemporer. Potensi kebudayaan ini dapat menarik
wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah dan tinggal lebih
lama di daerah itu.
3) Potensi manusia
Manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik
kedatangan wisatawan. Akan tetapi hal ini tidak boleh
merendahkan martabat manusia itu sendiri. Wisatawan dapat
tertarik untuk mengunjungi suatu daerah karena sikap ramah dari
masyarakat setempat. Akan tetapi hal ini sering disalah gunakan
seperti rekreasi seks di suatu daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Berdasarkan uraian tentang jenis potensi pariwisata pemandian Umbul
Cokro Tulung terdapat potensi pariwisata baik yang berupa obyek wisata maupun
yang berupa atraksi wisata. Obyek wisata yang terdapat di daerah Cokro berupa
pemandian Umbul Ingas, kolam renang, suasana alam khas pedesaan dan
semacam wisata budaya yaitu tradisi padusan yang dialaksanakan setahun sekali
menjelang bulan suci Ramadhan.
e. Pengembangan Potensi Pariwisata
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah
dalam usaha pembangunan nasional. Begitu kompleksnya masalah yang diatur
didalamnya, mau tidak mau pariwisata membawa pengaruh dalam bidang
kehidupan masyarakat didalamnya salah satunya yaitu dalam bidang ekonomi.
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian
menyebabkan timbulnya kelangkaan (www.wikipidia.org).
Banyaknya orang yang berkecimpung didalamnya yang mempunyai
tujuan-tujuan tersendiri, menciptakan berbagai hal yang berdampak dalam
berbagai sendi-sendi kehidupan masyarakat. Pariwisata mempunyai peranan
dalam pembangunan, yaitu:
1) Menciptakan dan memperluas lapangan usaha dan lapangan kerja.
2) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah.
3) Mendorong pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan budaya
bangsa.
4) Mendorong peningkatan bidang pembangunan sektor lainnya.
5) Memperluas wawasan nusantara, memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa serta menumbuhkan rasa cinta tanah air.
6) Mendorong perkembangan daerah (A.Hari Karyono, 1997:89).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Dari keterangan diatas, dapat dilihat bahwa sektor pariwisata mempunyai
peranan yang penting dalam usaha pembangunan. Karena hal tersebutlah
dibutuhkan kerjasama dari semua pihak agar tujuan-tujuan yang diinginkan dapat
tercapai. Semua potensi yang dimiliki daerah haruslah didayagunakan dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya karena nantinya akan kembali pada mereka
juga.
Dalam suatu usaha pengembangan pariwisata tentunya terdapat dampak-
dampak, baik itu positif maupun negatif. Dampak-dampak tersebut antara lain
sebagai berikut:
1) Dampak positif
a) Makin luasnya kesempatan kerja,
b) Makin luasnya lapangan kerja,
c) Meningkatnya pendapatan masyarakat dan pemerintah,
d) Mendorong pelestarian budaya dan peninggalan sejarah,
e) Mendorong terpeliharanya lingkungan hidup,
f) Terpeliharanya keamanan dan ketertiban,
g) Mendorong peningkatan dan pertumbuhan di bidang pembangunan
sektor lainnya.
2) Dampak negatif
a) Harga di daerah yang menjadi tujuan wisata semakin tinggi,
b) Terjadinya pencemaran lingkungan alam dan lingkungan hidup,
c) Terjadinya sifat ikut-ikutan oleh masyarakat setempat,
d) Tumbuhnya sikap mental matrealistis,
e) Tumbuhnya pedagang asongan,
f) Tumbuhnya sikap meniru wisatawan,
g) Meningkatnya tindak pidana (A. Hari Karyono, 1997:95-99).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
3. Tinjauan Tentang Masyarakat Desa
a. Pengertian Masyarakat Desa
Masyarakat menurut bahasa latin adalah socies sedangkan dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah society, keduanya mempunyai makna yang sama
yakni kawan. Istilah masyarakat berasal dari bahasa arab yaitu syaraka yang
berarti ikut serta berpartisipasi. “Desa itu adalah suatu hasil perpaduan antara
kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu
ialah suatu ujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-
unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi
antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain” (R.
Bintarto, 1989:11).
“Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu
masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri” (Sutardjo
Kartodikusumo dalam R. Bintarto, 1989:13).
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, artinya bahwa manusia
tidak dapat hidup sendiri. Antara manusia yang satu dengan manusia yang lain
saling membutuhkan, terdapat saling ketergantungan antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain, maka untuk memenuhi kebutuhan itu manusia harus
bermasyarakat. Apabila suatu kelompok baik besar maupun kecil hidup bersama
sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya yang paling utama maka kelompok manusia tersebut dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling utama maka kelompok manusia
tersebut disebut masyarakat.
Kumpulan manusia yang berinteraksi satu dengan yang lain dapat
dikatakan sebagai masyarakat apabila mempunyai kebisaaan, nilai, tradisi, norma,
dan persatuan yang sama. Aspek teritorial bukan pengikat utama bagi
terbentuknya suatu masyarakat, sebab dapat saja suatu kelompok masyarakat
menempati dua batas teritorial atau lebih. Teritorial merupakan pengikat yang
sifatnya administratif yang sewaktu-waktu dapat berubah. Namun aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
keteraturan sosial dan wawasan hidup kolektif merupakan pengikat yang lebih
berbobot untuk membentuk masyarakat.
Pada umumnya perkataan pedesaan merujuk pada suatu daerah desa atau
sekitarnya. Desa ditinjau dari segi hukum ketata negaraan merupakan unit
pemerintahan hierarkis langsung di bawah kecamatan. Desa berasal dari bahasa
Sansekerta yang artinya tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Desa diartikan
sebagai suatu kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang mengadakan
pemerintahan sendiri. Desa merupakan pemukiman yang relatif kecil dan
penduduknya kebanyakan mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian.
“Masyarakat desa merupakan suatu komunitas pertanian yang kecil” (Soerjono
Soekanto, 1985: 538). Sebuah desa mempunyai pergaulan hidup saling kenal-
mengenal, mengikat satu sama lain berdasarkan ikatan perasaan yang sama
tentang kesukuan adat-istiadat yang kuat dan dalam ikatan kekeluargaan yang
terjalin dalam lokalitas.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat
desa adalah sekelompok individu yang bertempat tinggal di wilayah tertentu yang
berada di bawah kecamatan, mempunyai homogenitas dalam sosial ekonomi
maupun kebudayaan serta pola tingkah laku. Masyarakat desa terdiri dari
kumpulan pedukuhan dan telah mengikatkan diri dalam suatu pemerintahan desa.
Suatu desa terdiri dari beberapa pedukuhan. Besarnya suatu desa tidak sama
tergantung besarnya daerahnya. Setiap wilayah desa dikepalai oleh kepala desa
yang membawahi beberapa kepala dukuh. Masyarakat desa memiliki norma-
norma yang terdiri dari adat asli serta peraturan dan hukum yang digunakan untuk
mengatur hubungan sosial antara warga masyarakat desa.
b. Ciri-Ciri Kehidupan Masyarakat Desa
Pada umumnya penduduk desa hidup dari pertanian, pekerjaan disamping
pertanian hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Bila ditinjau dari segi
kehidupan sangat terikat dan tergantung pada tanah. Mata pencaharian masyarakat
pedesaan selain bertani yang merupakan pekerjaan utama juga ada yang menjadi
tukang kayu, pedagang, pegawai, dan lain-lain, tetapi inti pekerjaan penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
adalah bertani, sedangkan pekerjaan di luar pertanian hanya merupakan pekerjaan
sampingan.
Salah satu ciri desa adalah keeratan dan kepatuhan masyarakat terhadap
adat istiadat, terikat oleh kebisaaan, tradisi, dan menjunjung tinggi adat-istiadat
yang ada. Keterikatan anggota masyarakat terhadap tradisi dan adat istiadat
menyebabkan manusia cukup tangguh untuk tetap memegang teguh warisan-
warisan dari nenek moyang dan semua yang diterima sebagai kebenaran oleh
anggota masyarakat pendukungnya (Suprihadi 1984: 7).
Peran seluruh anggota keluarga sangat penting. Terdapat pembagian
pekerjaan antara pria dan wanita. Pembagian tersebut merupakan pembagian
menurut kodratnya dari kebutuhan sosial ekonomi, kaum pria melakukan
pekerjaan untuk melakukan kebutuhan sosial, sedangkan wanita harus
menanggung kebutuhan ekonomi keluarga.
Tiap masyarakat desa di Indonesia pada umumnya mengenal sistem saling
membantu dengan istilah yang berbeda dari masing-masing tempat. Masalah
pemanfaatan tenaga bantuan tidak terbatas pada pengolahan lahan saja. Pada
musim panen disamping tenaga yang bersumber dari keluarga atau tetangga,
mereka harus menggunakan tenaga kerja lain yang dibayar dengan upah tertentu.
Hal ini dapat melahirkan kelompok buruh tani yang menjual tenaganya saja. Di
antara buruh tani yang menjual tenaga tersebut ada yang hidup sebagai buruh
musiman (migrant labors) atau kelompok tenaga kerja yang berpindah-pindah
dari satu desa ke desa lain mengikuti musim panen atau kesempatan kerja yang
terbuka. Dalam kehidupan masyarakat tidak lepas dari sistem nilai budaya.
”Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi” (Koentjaraningrat, 2000:190). Sistem nilai budaya berpangkal pada lima masalah pokok dalam
kehidupan manusia yang bersifat universal Masalah hakikat hidup manusia,
dimana ada kebudayaan yang menganggap bahwa hakikatnya hidup manusia itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
harus bekerja keras untuk dapat bertahan hidup. Hidup itu buruk tetapi manusia
wajib berikhtiar supaya menjadi lebih baik.
1) Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia
2) Masalah hakikat karya manusia, ada kebudayaan yang
mengganggap bahwa kebudayaan manusia pada hakekatnya
bertujuan untuk meningkatkan hidup, selain itu ada yang
memandang hakekat dari karya manusia itu untuk memberikannya
kedudukan dan kehormatan dalam masyarakat. Ada juga yang
menganggap hakekat dan karya manusia sebagai suatu gerak hidup
yang harus menghasilkan lebuh banyak lagi.
3) Masalah hakikat dan kedudukan manusia dalam ruang dan waktu.
Kebudayaan yang memandang penting dalam kehidupan manusia
masa lampau yang akan diambil sebagai pedoman dalam
kelakuannya. Sebaliknya ada pula yang mempunyai pandangan
waktu yang sempit ataupun orientasi pada masa kini mereka hidup
pada masa keadaan sekarang selain berpandangan terhadap masa
depan.
4) Masalah hakikat Hubungan Manusia Dengan Alam. Pandangan
manusia tunduk pada alam dan sebaliknya ada yang berpandangan
bahwa manusia berhasrat menguasai alam. Selain itu ada yang
menganggap bahwa manusia berusaha menjaga keselarasan dengan
alam.
5) Hakikat Hubungan Manusia Dengan Sesama (Klukhon dalam
Koentjaraningrat, 2000:191).
Sistem nilai budaya terperinci dalam norma-norma yang merupakan tata
kelakuan dan pedoman untuk sebagian besar dari tindakan manusia dalam
msyarakat. Bentuk nyata dari norma-norma itu bermacam-macam diantaranya
adat istiadat, peraturan-peraturan, sopan santun pergaulan dan sebagainya. Norma
atau aturan dibuat atas kesepakatan bersama dan bersifat mengikat.
Ada kebudayaan yang mementingkan hubungan vertikal antara manusia
dengan sesamanya, rasa ketergantungan pada tokoh atasan yang berpangkat. Ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
kebudayaan yang berorientasi pada hubungan horizontal antara manusia dengan
sesamanya (gotong royong). Ada juga yang berorientasi pada sikap
individualisme.
Masyarakat desa mempunyai ciri khusus yaitu sebagai masyarakat yang
beradat, bertutur dan berkerohanian. Masyarakat desa sebagai masyarakat yang
beradat artinya mereka mempunyai ketaatan dan kepatuhan pada adat istiadat
yang berlaku di desanya. Keterikatan terhadap tradisi menyebabkan masyarakat
desa sebagai masyarakat bertutur yaitu memegang teguh tradisi lisan. Kebisaaan
bertutur dan bercerita secara lisan membuktikan adanya cerita rakyat yang
menyangkut kejadian-kejadian dalam masyarakat. Masyarakat desa juga
masyarakat yang berkerohananian yang artinya mereka pada dasarnya mempunyai
perhatian pada masalah yang berhubungan dengan kerohanian, kebatinan dan
kepercayaan.
Kegiatan sosial merupakan kegiatan integratif terpenting bagi kehidupan
budaya. Masyarakat terikat satu sama lain berdasarkan relasi sosial yaitu melalui
ikatan keluarga, letak geografis dan iman kepercayaan. Sebagian besar kehidupan
orang desa cenderung mengarah ke kerjasama dan tolong-menolong yang berlaku
dalam masyarakat pedesaan. Untuk daerah Jawa Tengah gotong royong disebut
sambatan. Istilah sambatan berasal dari kata sambat yang artinya meminta
bantuan. Gotong royong dalam pertanian bisaanya hanya dilakukan untuk
perbaikan pematang dan saluran air, sedangkan untuk pekerjaan memanen padi
digunakan tenaga buruh yang diberi upah (Koentjaraningrat, 1984:43).
Pengetahuan pertanian dan religius atau mistis saling terkait satu sama
lain. Keyakinan petani akan adanya dewa-dewa kesuburan ataupun dewa perusak
sangat kuat. Secara rinci berikut ini dikemukakan ciri khas kehidupan masyarakat
desa sebagai berikut:
1) Mereka mempunyai sifat homogenitas dalam hal mata pencaharian, nilai-
nilai dalam kebudayaan serta sikap dan tingkah laku.
2) Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit
ekonomi artinya semua anggota keluarga turut bersama-sama terlibat
dalam kegiatan pertanian atau mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
ekonomi rumah tangga dan juga ditentukan oleh kelompok primer yakni
dalam memecahkan suatu maslah cukup memainkan peranan yang penting
dalam pengambilan keputusan.
3) Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada misalnya
keterikatan masyarakat dengan tanah atau desa kelahiran.
4) Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada di
kota serta jumlah keluarga dari keluarga inti lebih banyak (Roucek dan
Warren dalam Jefta Leibo, 1995: 225)
Komunitas desa berdasarkan teknologi usaha tani menjadi dua bagian
yaitu: (a) desa-desa berdasarkan pada bercocok tanam di ladang, (b) desa-desa
yang berdasarkan pada bercocok tanam di sawah. Desa yang berdasarkan cocok
tanam di ladang sebagian besar terdapat di daerah Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa tenggara, Maluku. Desa yang termasuk bercocok tanam di sawah
terutama terdapat di pulau Jawa, Bali, Lombok, Madura. Kehidupan mayoritas
bekerja dalam sektor pertanian. Dalam mengerjakan tanah pertanian, petani
mengerjakan tiga macam tanah yaitu: (a) kebun kecil yang terletak di sekitar
rumah, (b) tanah pertanian kering yang digarap dengan menetap tanpa irigasi, (c)
tanah pertanian basah yang telah diirigasi (Koentjaraningrat, 1984: 1).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ciri masyarakat pedesaan adalah
masyarakat yang lapangan geraknya mendiami daerah tertentu dan adanya ikatan
adat serta pengendalian sosial yang kuat. Saling mengenal antara yang satu
dengan yang lainnya, terikat berdasarkan ikatan perasaan yang sama, tidak
membedakan suku maupun adat istiadat dan diikat oleh rasa kekeluargaan yang
penuh dengan keakraban. Masyarakat pedesaan tercipta dari kumpulan
pendukuhan dan telah mengikatkan diri dalam perkumpulan masyarakat desa.
4. Tinjauan Tentang Tradisi
a. Pengertian Tradisi
Tradisi sebagai bagian dari kebudayaan memiliki beberapa pengertian.
Dalam pengertian sehari-hari kata “tradisi” sering kita kaitkan dengan pengertian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
sesuatu hal yang kuno, atau sesuatu yang bersifat sebagai warisan dari generasi
terdahulu. Tradisi berasal dari bahasa inggris “Traditium” yang berarti “it is
anything which is transmitted or handed down from the past to the present”
(Edward Shils, 1981:12). Tradisi sebagai “adat kebiasaan turun-menurun (dari
nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat, dan penilaian atau
anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan
benar” (Anton Moeliono, 1996:1069). Hal tersebut berarti bahwa tradisi
merupakan suatu kebiasaan yang terus-menerus dijalankan sampai sekarang yang
berasal dari nilai-nilai dan kesepakatan bersama dalam masyarakat.
Dari pengertian tersebut tradisi adalah sesuatu yang diberikan atau
diteruskan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini. Tradisi yang diturunkan
tersebut memuat segala hal baik yang bersifat benda material, kepercayaan,
pandangan-pandangan, praktek-praktek dan lembaga-lembaga. Tradisi tidak
bersifat statis namun bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman oleh
masyarakat pendukungnya.
Pengertian tradisi berasal dari perkataan lain “tradition” yang berarti
penyerahan, dan penyerahan tersebut adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip
yang tertinggi (Nyoman Bharata, 1982: 22). Sehubungan dengan masalah tersebut
”Tradisi adalah suatu pengetahuan atau ajaran yang diturunkan dari masa kemasa yang memuat tentang prinsip universal yang digambarkan menjadi kenyataan dan kebebasan relatif. Dengan demikian segala kebenaran dan kenyataan dalam alam yang lebih rendah adalah peruntukan (aplication) dari prinsip universal” (Hardjono, 1975: 23).
Pendapat lainnya menyatakan bahwa “tradisi” adalah suatu aturan yang
sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu
kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan
sosial (Ariyono Suyono, 1985: 4).
Tradisi merupakan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat-istiadat,
kaidah-kaidah dan pewarisan harta kekayaan (Van Peursen 1978: 11). Pengertian
lain dari tradisi adalah sesuatu budaya yang didalam melakasanakan hak
seseorang berdasarkan aturan-aturan yang pernah dilakukan oleh generasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
sebelumnya. Selanjutnya berkembang menjadi tradisional yang berarti segala
sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebisaaan dan ajaran yang turun temurun.
Tradisi dikatakan bahwa kehidupan kebudayaan berlaku dalam waktu kebudayaan
mempertahankan diri dengan jalan tradisi yaitu pewarisan unsur-unsur
kebudayaan dari suatu angkatan menuju angkatan berikutnya, karena sesuatu tidak
dengan tiba-tiba untuk menuju suatu kebudayaan. Tanpa kehidupan kebudayaan
itu akan selalu diakhiri dengan kemusnahan. Tradisi merupakan syarat
kasinambungan seluruh kehidupan, syarat bagi kesinambungan seluruh kehidupan
kebudayaan ada dalam waktu yaitu bentuk masa lalu, masa kini dan masa yang
akan datang (Sidi Gazalba, 1974: 147).
“Kebudayaan sebagai: (1) suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan simbol tersebut individu-individu mendefinisikan dunia mereka, mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka; (2) suatu pola makna-makna yang ditransmisikan secara histories yang terkandung dalam bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik bagi mengontrol perilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi”(Clifford Geertz dalam Achmad Fedyani, Saifuddin, 2005:288).
Tradisi dalam masyarakat tidak akan pernah muncul tanpa adanya
kesepakatan dan kebersamaan pendukungnya, baik langsung maupun tidak
langsung. Kebersamaan dalam masyarakat dilaksanakan dalam berbagai bidang
sosial maupun keagamaan. Dengan didasari suatu keyakinan bersama
menimbulkan suatu kebisaaan dalam masyarakat.
“Cultural sociology involves a critical analysis of the words, artifacts and symbols which interact with forms of social life, whether within subcultures or societies at large. For Simmel, culture referred to "the cultivation of individuals through the agency of external forms which have been objectified in the course of history" (www.wikipedia.com). Maksud dari kutipan di atas yaitu : “Sosiologi budaya melibatkan analisis kritis dari kata-kata, artefak dan simbol-simbol yang berinteraksi dengan bentuk-bentuk kehidupan sosial, dalam subkultur atau masyarakat pada umumnya. Bagi Simmel, kebudayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
disebut "budidaya individu melalui agen bentuk-bentuk eksternal yang telah diobjekkan dalam perjalanan sejarah" (www.wikipedia.com).
Nilai-nilai tradisi dalam masyarakat tetap dipertahankan pendukungnya.
Oleh karena itu, nilai dalam tradisi merupakan sarana dalam pembentukan norma
kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tradisi sebagai salah satu unsur kebudayaan
yang penting, tidak lepas dari pembaharuan dan perubahan, proses perubahan
sosial atau kebudayaan masyarakat akan menunjang perkembangan kebudayaan
itu sendiri. Perubahan tersebut dapat dikarenakan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan tuntutan masyarakat.
Kelangsungan tradisi dalam suatu kelompok masyarakat biasanya sangat
tergantung pada masyarakat pendukungnya. Tradisi dapat bertahan selama masih
mampu menyelaraskan diri dengan perkembangan zaman serta dipandang masih
berguna dalam kehidupan masyarakat. Berbagai kondisi dan situasi yang
berkembang dalam masyarakat akan mempengaruhi eksistensi suatu tradisi.
Masyarakat pendukungnyalah yang pada akhirnya akan menentukam tradisi
tersebut akan bertahan atau malah ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya.
Hal tersebut berarti bahwa tradisi merupakan suatu kebisaaan yang terus-
menerus dijalankan sampai sekarang yang berasal dari nilai-nilai kesepakatan
bersama dalam masyarakat.
Dalam suatu masyarakat unsur-unsur yang tradisi yang dianggap tidak
sesuai dengan kebudayaan masyarakat akan diubah, disesuaikan atau diganti.
Apabila salah satu unsur dari tradisi tersebut tidak sesuai dengan perkembanmgan
zaman dan kebutuhan masyarakat biasanya akan dihilangkan atau diganti sesuai
dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi
adalah suatu kebisaaan yang secara turun-temurun diwariskan dari satu generasi
ke genarasi berikutnya yang memuat berbagai hal yang menyangkut pedoman
hidup bermasyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
b. Nilai-Nilai Dalam Tradisi
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari yang namanya
aturan atau norma. Hal tersebut karena, hakikat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan orang lain.
Pedoman dan batasan tersebut biasa disebut dengan nilai. Nilai merupakan sesuatu
yang bersifat abstrak yang berarti keberhargaan atau kebaikan. Setiap perilaku
individu dalam masyarakat pasti diatur oleh Undang-Undang yang berlaku dan
dijalankan oleh masyarakat. Norma bagian dari etika. “Etika adalah sebuah
refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan
terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi
maupun sebagai kelompok” (Burhanuddin Salam, 1997:1).
Pendapat lain mengemukakan “etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah
ajaran” (Magnis Suseno dalam Burhanuddin Salam, 1997:1). Etika bertujuan
membantu manusia bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan,
karena setiap perbuatan muncul dari keputusan pribadi yang bebas dan berani
mempertanggungjawabkan segala perbuatan karena ada alasan yang kuat
mengapa seseorang bertindak baik secara moralitas maupun tidak dengan
moralitas.
Tidak mudah untuk menjelaskan apa itu suatu nilai. Dapat dikatakan
bahwa nilai merupakan sesuatu yang menarik, sesuatu yang di cari, sesuatu yang
menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan. “Nilai adalah sesuatu yang
kita iakan atau kita aminkan” (K. Bertens, 1993:139).
1) Pengertian Nilai
Dalam hidupnya, manusia menggunakan nilai sebagai tolak ukur atau
pedoman dan tuntunan dalam hidup bermasyarakat. Nilai tersebut berfungsi
sebagai pengarah dan pendorong seseorang dalam melakukan suatu perbuatan.
Nilai dapat menimbulkan suatu tekad bagi manusia yang diwujudkan atau
diungkapkan dalam perbuatan sehari-harinya. Tallcott Parsons seperti yang
dikutip oleh HM. Arifin mengungkapkan bahwa “nilai adalah suatu pola normatif,
yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagian-
bagiannya” (1993:141). Nilai lebih mengutamakan berfungsinya pemeliharaan
pola dari sistem sosial. Secara sempit, nilai adalah sesuatu yang diinginkan,
sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari dan segala sesuatu tentang yang baik
dan buruk. Nilai tampak sebagai ciri individu maupun masyarakat yang relatif
lebih stabil dan berkaitan dengan sifat kepribadian dan pencirian budaya. Dari
definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa nilai adalah sesuatu yang dicari
dan diinginkan oleh manusia sebagai subyek menyangkut segala sesuatu yang
baik atau buruk sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai
pengalaman serta dianut masyarakat secara kolektif dan pribadi-pribadi secara
perseorangan yang berpengaruh pada pemilihan cara ataupun tujuan tindakan dari
beberapa alternatif.
“Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling
abstrak dari adat-istiadat” (Koentjaraningrat, 2000:190). Nilai-nilai tersebut telah
masuk dan meresapi sebagian besar masyarakat sejak kecil. Nilai tersebut telah
hidup dan mengakar kuat dalam jiwa-jiwa mereka dan menjadi pedoman tertinggi
bagi sikap dan perilaku sebagian besar warga masyarakat. Hal tersebutlah yang
menyebabkan nilai-nilai budaya dalam masyarakat sulit diganti atau dirubah.
Sedangkan “sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian dari konsepsi-
konsepsi abstrak suatu masyarakat, tentang apa yang dianggap penting dan
berharga dan apa yang dianggap tidak penting dan tidak berharga sebagai
pedoman kelakukan dan tata kelakuan” (Darsono Wisadirana, 2004:38). Jadi, nilai
mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat karena mengandung
standar normatif yaitu berperilaku baik dalam hubungannya dengan kehidupan
sosial masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang
bersifat abstrak dan selalu berkaitan dengan perasaan, moral, kepribadian dan
kebudayaan. Nilai senantiasa mempengaruhi segala sikap dan perilaku manusia di
dalam kehidupan bermasyarakat yang berfungsi sebagai berikut:
a) sebagai petunjuk arah dalam bersikap dan bertindak bagi warga
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
b) sebagai acuan dan sumber motivasi dalam berbuat sesuatu.
c) sebagai benteng perlindungan bagi suatu masyarakat atau bangsa.
d) sebagai tolak ukur terhadap sesuatu.
2) Ciri-Ciri Nilai
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai
adalah dengan memperbandingkannya dengan fakta. Fakta maksudnya sesuatu
yang ada atau berlangsung begitu saja, sedangkan nilai yaitu sesuatu yang berlaku,
sesuatu yang memikat atau menghimbau kita. Nilai berkaitan dengan penilaian
seseorang dan fakta menyangkut ciri-ciri obyektif saja.
Ciri-ciri nilai :
Nilai berkaitan dengan subyek. Apabila tidak ada subyek yang menilai,
maka tidak ada nilai juga.
a) nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyek ingin
membuat sesuatu.
b) nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambah oleh subyek pada
sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek (K. Bertens, 1993:141).
3) Sumber-Sumber Nilai
Kebudayaan sendiri terdiri dari gagasan-gagasan, simbol-simbol dan nilai-
nilai sebagai hasil karya dan perilaku manusia. Nilai-nilai tersebut kemudian
membentuk suatu sistem nilai yang merupakan nilai inti dari masyarakat yang
dijunjung tinggi dan diikuti oleh setiap individu atau kelompok yang menjadi
salah satu faktor penentu untuk berperilaku. Dengan demikian, sumber nilai dalam
masyarakat berasal dari kristalisasi nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat yang dianut dan menjadi pedoman bagi masyarakat.
Manusia sebagai makhluk yang lemah, dan berada dalam ketidakpastian
arah hidup membutuhkan suatu pegangan dalam hidupnya. Agama sebagai salah
satu dari tujuh unsur kebudayaan menjadi suatu pranata yang berfungsi untuk
memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan dan dengan alam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
sekitarnya. Agama menjadi pegangan hidup manusia dalam mengarungi samudera
kehidupan yang penuh dengan tantangan ini.
Nilai-nilai yang tercakup dalam nilai-nilai Islami yaitu antara lain
(H.M.Arifin, 1993:140) :
a) Sistem nilai kultural yang senada dan senafas dengan Islam.
b) Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi
kepada kehidupan sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
c) Sistem nilai yang bersifat psikologis dari msing-masing individu yang
di dorong oleh fungsi-fungsi psikologisnya untuk berperilaku secara
terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujukannya yaitu Islam.
d) Sistem nilai tingkah laku dari makhluk (manusia) yang mengandung
interrelasi atau interkomunikasi dengan lainnya. Tingkah laku ini
timbul karena adanya tuntutan untuk mempertahankan hidup yang
banyak diwarnai oleh nilai-nilai motivatif dalam diri individu.
4) Macam-Macam Nilai
Nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan manusia yaitu:
a) Nilai Religius
Merupakan suatu jenis nilai manusiawi dalam kehidupan
manusia yang nyata dan terwujudkan dalam:
(1) Pemujaan, yaitu kepercayaan kepada Tuhan yang diwujudkan
dengan sesuatu tindakan.
(2) Pengakuan, yaitu adanya perasaan bahwa dirinya merupakan
bagian atau anggota dalam suatu masyarakat.
(3) Persaudaraan, yaitu perasaan yang diperoleh dari pergaulan dengan
suatu kelompok keagamaan.
(4) Kepastian, yaitu keyakinan akan adanya Tuhan.
(5) Harapan, yaitu keyakinan bahwa kebaikan akan mengalahkan
kejahatan atau kehidupan akhirat yang kekal dan bahagia (The
Liang Gie,1982:168).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Nilai religius bersifat mutlak untuk setiap manusia dalam kondisi
apapun. Semua manusia yang beragama yakin dan percaya pada ajaran
agama yang merupakan petunjuk yang diberikan oleh Tuhan. Manusia
sebagai hamba wajib untuk taat dan tunduk pada aturanNya. Nilai
tersebut kemudian dijadikan dasar atau pijakan dalam mencapai tujuan
hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
b) Nilai Etis
Nilai etis merupakan wujud dari perilaku manusia sehari-
harinya, misalnya: kearifan, keberanian, keadilan, kejujuran,
pengendalian diri, kesederhanaan, kesetiaan, dsbnya.
c) Nilai Intelektual
Nilai intelektual mencakup nilai-nilai dari pengetahuan dan
pencarian kebenaran seperti kebenaran ilmiah.
d) Nilai Estetis
Nilai estetis mencakup sesuatu yang agung, indah, elok,
dsbnya.
Sistem nilai budaya di dunia ini menunjuk pada lima masalah pokok
dalam kehidupan manusia (C. Kluckhon dalam Koentjaraningrat, 2000:190).
Kelima masalah tersebut adalah sebagai berikut:
a) Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (MH)
b) Masalah mengenai hakekat dari karya manusia (MK)
c) Masalah mengenai hakekat dai kedudukan manusia dalam ruang waktu
(MW)
d) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam
sekitarnya (MA)
e) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya
(MM)
Untuk lebih jelasnya akan diterangkan dalam tabel berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Masalah dasar dalam
hidup Orientasi nilai budaya
Hakekat Hidup (MH) Hidup itu buruk Hidup itu baik Hidup itu buruk, tapi
manusia wajib
berikhtiar supaya
hidup itu menjadi
baik
Hakekat karya (MK) Karya itu untuk
nafkah hidup
Karya itu untuk
kedudukan,
kehormatan,
dsbnya.
Karya itu untuk
menambah karya
Persepsi manusia
tentang waktu (MW)
Orientasi ke
masa depan
Orientasi ke masa
lalu
Orientasi ke masa
depan
Pandangan manusia
terhadap alam (MA)
Manusia tunduk
kepada alam
yang dahsyat
Manusia berusaha
menjaga
keselarasan
dengan alam
Manusia berhasrat
menguasai alam
Hakekat hubungan
antara manusia
dengan sesamanya
(MM)
Orientasi
kolateral
(horizontal),
rasa
ketergantungan
pada sesamanya
(berjiwa gotong
royong)
Orientasi vertikal,
rasa
ketergantungan
kepada tokoh-
tokoh atasan dan
berpangkat
Individualisme
menilai tinggi usaha
atas kekuatan sendiri
Tabel 1. Kerangka Kluckhon mengenai lima masalah dasar dalam hidup
yang menentukan orientasi nilai budaya manusia
(Koentjaraningrat, 2000:194).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
5) Hubungan Nilai dengan Tradisi
Nilai merupakan suatu pedoman yang diturunkan dari generasi satu ke
generasi berikutnya yang berkembang dan hidup yang dianut oleh masyarakat.
Tanpa adanya suatu pewarisan niscaya nilai-nilai budaya yang adiluhung tersebut
tidak akan ada sampai saat ini. Dalam proses pewarisan tersebut kebudayaan
mempunyai peranan penting karena kebudayaan mempunyai tiga (3) wujud
sebagai berikut:
a) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
c) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat 2000:186).
Ketiga wujud kebudayaan tersebut dapat dipelajari masyarakat dari apa
yang terdapat dalam tradisi padusan yang kesemuanya dari hal-hal tersebut
terdapat nilai-nilai adiluhung yang dahulu menjadi pedoman hidup nenek moyang.
Oleh sebab itu, tradisi padusan harus terus dilestarikan agar nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya tidak musnah seiring perkembangan zaman.
Nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi merupakan sarana pembentukan
norma dalam masyarakat. “Tradisi atau adat dalam empat tingkat yaitu: 1) Tingkat
nilai budaya, 2) Tingkat norma khusus, 3) Tingkat hukum, dan 4) Tingkat aturan
khusus” (Koentjaraningrat, 2002:11), ke-empat tingkat tersebut dapat diterangkan
sebagai berikut:
Tingkat nilai budaya yaitu berupa ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal
yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat, dan bisaanya berakar pada
emosi dari dalam jiwa manusia. Misalnya gotong royong atau sifat kerjasama
berdasarkan solidaritas yang besar.
Tingkat norma khusus berupa nilai budaya yang sudah terkait dengan
peranan masing-masing anggota masyarakat dalam lingkungannya. Peranan
manusia dalam kehidupannya sangat banyak, dan manusia akan berubah peranan
dari waktu ke waktu. Dalam suatu kebudayaan jumlah norma lebih banyak bila
dibanding dengan jumlah nilai budayanya. Misalnya peranan orang tua dan anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dalam lingkungan keluarga, peranan atasan dan bawahan dalam lingkungan
kantor, peranan guru dan murid dalam lingkungan sekolah.
Tingkat hukum berupa sistem hukum yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat, baik hukum adat maupun hukum tertulis. Hukum sudah jelas
mengenai bermacam-macam sektor hidup yang sudah terang batas-batas ruang
lingkupnya. Jumlah undang-undang hukum yang berlaku dalam masyarakat lebih
banyak bila dibanding jumlah norma yang menjadi pedoman dalam suatu
masyarakat, misalnya adat perkawinan, adat pewarisan, dan sebaginya.
Tingkat aturan khusus berupa aturan yang mengatur kegiatan-kegiatan
yang terbatas ruang lingkupnya dalam masyarakat dan bersifat kongkit. Aturan-
aturan khusus ini bersifat konkret dan terkait dalam sistem hukum. misalnya
sopan santun.
5. Tinjauan Tentang Padusan
Indonesia merupakan bangsa dengan keanekaragaman yang komplek.
Keanekaragaman meliputi agama, sosial, budaya, tradisi dan masih banyak lagi.
Salah satu lingkup keberanekaragaman adalah dalam menyambut datangnya bulan
ramadhan. Tiap daerah mempunyai tradisi dan cara menyambutnya. Tradisi
sebagai salah satu bentuk kebudayaan bangsa yang masih dilestarikan dan
mempunyai pendukung yang kuat, merupakan salah satu peninggalan budaya
yang bisa memberi corak khas kepada kebudayaan bangsa. Kebudayaan bangsa
adalah kebudayaan yang timbul dari buah budi rakyat Indonesia seluruhnya.
Pada masyarakat Jawa (Tengah), setiap kali menjelang bulan Ramadhan,
ada suatu tradisi tahunan yang dilakukan selain Nyadran (berziarah ke makam),
yaitu tradisi padusan (dari kata adus atau mandi). Sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat Cokro yang masih tetap menjalankan kebudayaan asli. Masyarakat
Cokro, yang dalam hal ini juga termasuk dalam masyarakat atau suku jawa,
memiliki tradisi yang telah sekian lama bertahan hingga sekarang. Tradisi tersebut
adalah tradisi padusan yang dilaksanakan setiap setahun sekali menjelang bulan
puasa. Berdasar atas berbagai sumber, konon tradisi tersebut sudah ada sejak
dahulu atau sejak nenek moyang mereka. Padusan biasanya dilakukan sehari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
sebelum bulan ramadhan. Makna dari padusan adalah membersihkan segala
kotoran yang menempel di badan atau di jiwa kita, sehingga dalam berpuasa
dalam keadaan bersih jasmani dan rohani. Padusan dilakukan pada sumber-
sumber air atau orang jawa biasa menyebut dengan umbul, padusan bisa juga
dilakukan di kamar mandi rumah masing-masing, di kali atau sungai, danau atau
kolam renang modern dan biasanya dilakukan secara masal. Pemandian Cokro
Tulung merupakan salah satu lokasi yang cukup diminati masyarakat untuk
menjalankan ritual ini, karena dianggap berhubungan dengan petilasan pemandian
putri keraton. Setiap menjelang Ramadhan, ribuan orang berdesakan mendatangi
lokasi ini. Pengunjung yang sebagian besar merupakan remaja berdesak-desakan
hanya untuk menyaksikan prosesi pengguyuran tujuh pasang pemuda-pemudi
yang duduk di depan kolam kecil yang merupakan mata air. Bergantian, kepala
mereka diguyur dengan satu gayung air kembang. Seusai itu, sebuah wadah dari
tanah liat yang juga berisi air kembang dibanting di depan kolam kecil tersebut
sebagai penutup ritual (http://antokoe.wordpress.com/2007/09/05/marhaban-ya-
Ramadhan/).
Salah satu alasan umbul dijadikan lokasi padusan, karena air dari
sumbernya masih bersih. Diharapkan dengan mensucikan diri dengan air dari
umbul tersebut jiwa dan raga menjadi bersih sebersih air dari umbul tersebut.
Namun filosofi dan makna Padusan kini banyak bergeser. Jangankan mensucikan
diri, ajang Padusan sering menjadi ajang-ajang maksiat. Pemaknaan terhadap
tradisi dari suatu masyarakat banyak mungkin sekali akan beragam. Makna yang
muncul bisa bersifat positif dan negatif, dan semua itu tergantung bagaimana
persepsi dan sikap masyarakat terhadap adanya tradisi padusan tersebut, mengenai
itu semua tentu ada sesuatu hal yang menjadi faktor yang mempengaruhinya.
Seperti misalnya dalam masyarakat Cokro yang begitu heterogen memiliki latar
belakang pemikiran dan cara pandang yang berbeda-beda pula. Kemudian dari
bagaimana masing-masing individu menyikapinya dari situlah kamudian dapat
ditarik persepsi yang pada akhirnya untuk menarik sebuah jawaban. Proses
modernisasi telah mendorong penyerapan pengaruh, terutama budaya barat oleh
karena itu, persepsi tradisi padusan juga ikut bergeser.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Tradisi padusan memang mengalami banyak transformasi atau
perkembangan, seiring dengan kemajuan zaman. Acara mandi massal ini telah
berubah menjadi aktivitas plesiran yang diminati banyak warga masyarakat,
apalagi makna padusan di kalangan generasi muda sudah banyak bergeser dari
pemaknaan penyucian diri, tetapi padusan merupakan sarana rekreasi berenang
bersama teman-teman pada saat hari libur menjelang puasa. Dinas pariwisata
Kabupaten Klaten juga menyuguhkan beberapa hiburan guna menunjang
pelaksanaan tradisi padusan dan juga untuk menarik para pengunjung. Kegiatan
hiburan terlihat dengan berbagai macam pertunjukan seperti penampilan artis
dangdut, musik regae, atraksi reog, dan berbagai karnaval kebudayaan. Kondisi
ini ternyata juga dapat memberikan penghasilan tambahan bagi para tukang parkir
di sekitar pemandian
Di kawasan ini, ada sekitar 7 buah umbul. Salah satu umbul yang terkenal
adalah Umbul Ingas Cokro yang sering juga disebut dengan Cokro Tulung. Air-air
dari umbul-umbul yang terletak di kawasan ini sering digunakan untuk bahan
minuman air mineral atau suplai air PDAM.
Ritual padusan dan laku puasa sebenarnya sudah ada sejak ajaran Islam
belum masuk ke Jawa. Semasa Kerajaan Majapahit, para ksatria, pujangga,
brahmana, dan empu terbiasa melakoninya sebagai bentuk penyucian diri. Dimana
secara fisik, tradisi padusan memang tidak Islami. Tradisi padusan merupakan
tradisi adopsi dari kebudayaan tinggalan agama Hindu, Budha, dan Animisme.
Namun, berkat para Wali Songo yang berhasil mengawinkan tradisi adat jawa
dengan nafas Islam, tradisi padusan yang dilestarikan masyarakat Jawa itu tetap
berlangsung. Tradisi bermakna simbolis hubungan diri orang Jawa dengan para
leluhur, dengan sesama, maupun dengan Tuhan Sang Maha Pencipta dan adat
Jawa yang masih berlangsung di masyarakat pedesaan. Sedangkan modal utama
menyambut bulan Ramadhan adalah iman, keikhlasan serta kesungguhan dalam
menjaga kesucian bulan Ramadhan dan yang pasti memperbanyak ibadah sunah
seperti tarawih, tadarus, bersedekah dan zakat. (http://antokoe.wordpress.com/
2007/09/05/marhaban-ya-ramadhan/).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
B. KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir merupakan jalur alur penalaran yang sesuai dengan
tema dan masalah penelitian, serta didasarkan pada kajian teoritis. Kerangka
berpikir ini digambarkan dengan skema secara holistik dan sistematik. Tradisi
padusan dilaksanakan setiap setahun sekali menjelang datangnya bulan puasa
yang diadakan di tempat-tempat pemandian. Hal ini mengundang banyak
masyarakat untuk mendatangi tempat-tempat pemandian untuk melaksanakan
padusan sekaligus mencari hiburan. Salah satu tempat yang cukup diminati
masyarakat untuk melaksanakan tradisi padusan yaitu pemandian Cokro Tulung
yang berada di wilayah kabupaten Klaten.
Pemaknaan terhadap tradisi oleh masyarakat mungkin sekali beragam.
Makna yang muncul bisa bersifat positif maupun negatif, dan semua tergantung
persepsi dan sikap masyarakat terhadap adanya tradisi padusan. Masyarakat dalam
memberikan pemaknaan terhadap suatu tradisi tentu dipengaruhi oleh beberapa
faktor, misalnya saja masyarakat Cokro yang heterogen memiliki latar belakang
pemikiran dan cara pandang yang berbeda-beda. Kemudian dari bagaimana
masing-masing individu menyikapinya dari situlah dapat ditarik persepsi yang
akhirnya ditemukan suatu jawaban.
Tradisi Padusan memang mengalami perkembangan seiring kemajuan
zaman, acara mandi massal ini telah berubah menjadi aktivitas plesiran yang
diminati banyak warga masyarakat. Berbagai alasan pengunjung datang pada
waktu padusan, ada yang ingin mencari hiburan atau sekedar refresing, ada juga
ingin memfaatkan mata air atau mandi. Untuk menunjang acara padusan, Dinas
Pariwisata kabupaten Klaten menyuguhkan beberapa hiburan untuk menarik para
pengunjung. Selain itu dengan adanya padusan yang dilaksanakan satu tahun
sekali menjelang bulan suci Ramadhan apakah berpengaruh terhadap
perekonomian masyarakat sekitar Cokro atau tidak berpengaruh sama sekali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Untuk lebih memperjelas keterangan di atas, berikut ini skema kerangka
berpikir yang akan mempermudah dalam memahaminya.
Bagan 1. Skema kerangka berpikir
Masyarakat Desa Cokro
Pandangan / Persepsi masyarakat sekitar
Tradisi Padusan
Alasan datang ke tradisi Padusan
Dampak terhadap perekonomian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Sesuai dengan masalah yang ada tentang persepsi masyarakat sekitar
Desa Cokro mengenai tradisi padusan, penulis melakukan penelitian untuk
melihat bagaimana persepsi masyarakat dengan adanya tradisi padusan di Desa
Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Penelitian dilaksanakan di Desa
Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Pemandian Cokro Tulung
merupakan salah satu lokasi yang cukup diminati masyarakat untuk menjalankan
tradisi padusan, karena dianggap berhubungan dengan petilasan pemandian putri
keraton. Setiap menjelang Ramadhan, ribuan orang berdesakan mendatangi lokasi
ini.
Salah satu alasan umbul dijadikan lokasi padusan, karena air dari sumbernya
masih bersih, diharapkan dengan mensucikan diri dengan air dari umbul tersebut
jiwa dan raga menjadi bersih sebersih air dari umbul tersebut.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan
Februari 2010. Rencana waktu penelitian dapat terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Jadwal Waktu Penelitian
Jenis Kegiatan
Tahun 2008 – 2010 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
1. Persiapan Penelitian -Pengajuan Judul -Penyusunan
Laporan
- Ijin Penelitian 2.Pelaksanaan
Penelitian
- Pengumpulan Data - Analisis Data - Penarikan Hasil 3.Penyusunan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang diarahkan pada latar belakang
dan individu secara holistik. Penelitian kualitatif digunakan untuk menggali atau
menjelaskan makna di balik realita. “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati” (Bodgan dan Taylor dalam Lexy J Moleong,
2007: 4). “Penelitian kualitatif menekankan pada makna, lebih memfokuskan pada
data kualitas dengan analisis kualitatifnya” (H.B Sutopo, 2002: 49). Jadi
penelitian kualitatif adalah menekankan pada makna dari obyek penelitian yang
diamati dengan mendeskripsikan data dan lebih terfokus pada kualitas data.
Sesuai dengan karakteristik data yang bersifat kualitatif maka penelitian
menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengambilan data menggunakan
metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh
dideskripsikan atau diuraikan kemudian dianalisis. Dapat dikatakan bahwa,
penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran dari suatu
keadaan pada subjek yang diamati pada saat tertentu. Sedangkan penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan dari
penelitian kualitatif deskriptif ialah untuk melukiskan keadaaan sesuatu atau yang
sedang terjadi pada saat penelitian berlangsung.
Informasi atau data dapat berupa pendapat, keterangan, pandangan,
tanggapan yang berhubungan dengan persepsi masyarakat. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian yang bersifat terbuka dan lentur, disesuaikan
dengan kondisi yang dijumpai di lapangan. Peneliti terjun langsung ke lapangan
dan berinteraksi langsung dengan informan sampai mendapatkan informasi yang
diinginkan dan lengkap. Semua informasi disesuaikan dengan fakta yang ada di
lapangan, sehingga informasi yang didapat setiap saat dapat berubah sesuai
dengan pengetahuan baru yang didapat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan persepsi masyarakat
mengenai tradisi padusan di Desa Cokro. Tahapan penelitian yang akan
dilakukan, antara lain : (a) memilih dan menentukan informan, (b) melakukan
wawancara dengan informan, (c) membuat catatan lapangan/field note, (d)
menyajikan data dan menganalisis data yang diperoleh, (e) menarik kesimpulan.
2. Strategi Penelitian
Berdasarkan bentuk penelitian kualitatif, maka startegi yang digunakan
dalam penelitian adalah strategi studi kasus. Strategi studi kasus merupakan
strategi penelitian pada kasus tertentu untuk mempelajari, menerangkan atau
memahami suatu kasus tanpa ada paksaan. Secara umum studi kasus merupakan
strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan
dengan ”how” atau ”why”. ”Studi kasus adalah suatu empiris yang: menyelidiki
fenomena di adalam konteks kehidupan nyata bilamana: batas-batas antara
fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas, dan di mana: multi sumber bukti
dimanfaatkan” (Yin 2000: 18). Studi kasus digunakan karena untuk memperoleh
kebenaran dalam penelitian yaitu persepsi masyarakat sekitar Cokro mengenai
tradisi padusan.
Studi kasus dalam penelitian ini dikhususkan menjadi studi kasus
terpancang tunggal. “Studi kasus tunggal adalah penelitian hanya dilakukan pada
satu sasaran (satu lokasi atau satu subyek)” (Sutopo, H. B, 2002: 112). Jumlah
sasaran (lokasi studi) tidak menentukan penelitian berupa studi kasus tunggal
ataupun ganda, walaupun penelitian dilakukan dibeberapa lokasi (beberapa
kelompok atau sejumlah pribadi), bila sasaran studi memiliki karakteristik sama
atau seragam maka penelitian tersebut tetap merupakan studi kasus tunggal.
Dikatakan terpancang karena dalam penelitian ini sasaran dan tujuan serta
masalah yang disebut ditetapkan sebelum terjun ke lapangan. Tunggal, karena
obyek penelitian hanya terfokus pada persepsi masyarakat sekitar Cokro
mengenai tradisi padusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
C. Sumber Data
Sumber data merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai data
dalam suatu penelitian. Menurut Lofland yang dikutip Moleong (2007: 157)
mengatakan “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.
Sumber data yang relevan dapat dijadikan sasaran penggalian informasi dalam
penelitian diantaranya: 1) Informan (narasumber), 2) Peristiwa dan aktivitas, 3)
Dokumen dan arsip. Sumber data dalam penelitian ini adalah:
1) Informan (narasumber)
Dalam penelitian kualitatif informan memiliki kedudukan yang penting
untuk digali informasinya. “Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data
manusia (narasumber) sangat penting perannya sebagai individu yang memiliki
informasinya” (Sutopo, H. B, 2002: 50). Informan bukan hanya sekedar
memberikan tanggapan tetapi lebih bisa memilih arah dan selera dalam
memberikan informasi yang dimiliki. Informan dalam penelitian ini adalah
masyarakat Desa Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
2) Peristiwa dan aktivitas
Data penelitian dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas, atau perilaku
sebagai sumber data yang berhubungan dengan obyek penelitian.” Dari
pengamatan pada peristiwa atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses
bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara
langsung” (H.B Sutopo, 2002:51). Peristiwa bisa diamati secara langsung
merupakan aktivitas yang masih berlangsung pada saat penelitian.
Dalam penelitian dilakukan kajian terhadap aktivitas yang dilakukan
meskipun tidak harus secara langsung diamati. Peristiwa atau aktivitas yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan tradisi padusan yang
setiap tahun dilaksanakan di Umbul Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten
Klaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3) Dokumen dan arsip
Dokumen dan arsip merupakan sumber data yang sama pentingnya
dengan sumber data lain dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini
dokumen yang dapat digunakan adalah beragam foto dan catatan lapangan
mengenai aktifitas masyarakat Desa Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah. Informasi lokasi penelitian berupa arsip monografi data
penduduk desa Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
D. Teknik Cuplikan
Dalam penelitian kualitatif yang digunakan untuk menarik sampel sangat
selektif. Sampel yang dimaksud mempunyai fungsi yang sangat bermakna sebagai
sumber informasi permasalahan. Kualitatif tidak memandang dari segi
kuantitasnya melainkan segi kualitas dari penelitian sehingga jumlah sampel tidak
begitu diperhitungkan dan bukan mewakili populasi namun untuk menggali
informasi sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya.
“Teknik cuplikan merupakan suatu bentuk khusus atau proses bagi
pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi” (H.B
Sutopo, H.B, 2002:55) . Teknik cuplikan sering juga dinyatakan sebagai internal
sampling yang bersifat internal, dimana cuplikan diambil untuk mewakili
informasinya dengan kelengkapan dan kedalamannya yang tidak perlu ditentukan
oleh jumlah sumber datanya. Sedangkan sampling dari sifatnya yang internal
mengarah pada kemungkinan generalisasi teoritis.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan
purposive dengan snowball. Menurut Patton yang dikutip Sutopo,H.B (2002:185),
”purposive adalah peneliti akan memilih informan yang dipandang paling tahu,
sehingga kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data”. Dalam teknik
purposive, peneliti tidak menjadikan semua orang sebagai informan, tetapi peneliti
memilih informan yang dipandang tahu dan cukup memahami tentang tradisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
padusan dan bisa diajak kerjasama, misalnya bersikap terbuka dalam menjawab
semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
Snowball menurut Black dan Dean (1992:267),“mendapatkan semua
individu dalam organisasi atau kelompok terbatas yang dikenal sebagai teman
dekat/kerabat dan kemudian teman tersebut memperoleh teman-teman kerabat
lainnya, sampai peneliti menemukan konstelasi persahabatan berubah menjadi
pola sosial yang lengkap”. Peneliti menemukan informan dengan cara bertanya
pada orang pertama untuk selanjutnya bergulir ke orang kedua, kemudian orang
ketiga dan seterusnya sehingga diperoleh data yang lengkap, akurat dan
mendalam. Dalam metode ini beberapa obyek penelitian dipilih, kemudian dari
yang dipilih tersebut dijadikan sebagai sumber data yang akan membantu dalam
mengungkap permasalahan yang telah dirumuskan. Snowball digunakan peneliti
untuk mencari informan kunci (key informan) yaitu peneliti mengambil orang-
orang kunci untuk dijadikan sebagai sumber data yang dapat dipercaya sehingga
menghasilkan informasi yang jelas. Informan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah masyarakat desa Cokro dan pengelola pelaksanaan padusan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapat data dan informasi yang lengkap sesuai dengan tujuan
penelitian, maka dalam penelitian ini menggunakan berbagai cara untuk
mengumpulkan data, yaitu : wawancara, observasi, dan dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah merupakan suatu teknik untuk mendekati sumber
informasi dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan
beradasarkan pada tujuan penelitian. “Wawancara adalah percakapan yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu” (Moleong, 2007: 186).
Ada dua jenis teknik wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan
wawancara tidak terstruktur yang disebut wawancara mendalam (in-depth
interviewing)”(H.B.Sutopo 2002: 59). Wawancara terstruktur merupakan jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
wawancara yang sering disebut sebagai wawancara terfokus. Dalam wawancara
terstruktur, masalah ditentukan oleh peneliti sebelum wawancara dilakukan.
Sedangkan wawancara tidak terstruktur atau mendalam dilakukan dengan
pertanyaan yang bersifat “open ended” dan mengarah pada kedalaman informasi.
Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur dan
mendalam yang bersifat open-ended. Wawancara dilakukan dengan face to face
,bebas, suasana informal dan pertanyaan tidak terstruktur namun tetap mengarah
pada fokus masalah penelitian. Wawancara dilakukan pada masyarakat Desa
Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
2. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis fenomena
yang diselidiki. “Observasi adalah mengamati (waching) dan mendengar
(listening) perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan
manipulasi/ pengendalian, serta mencatat penemuan yang memungkinkan/
memenuhi syarat untuk digunakan ke dalam tingkat penafsiran analisis”(Black
dan Dean, 1992: 286).
“Observasi dapat dibagi menjadi observasi tak berperan dan observasi
berperan yang terdiri dari berperan pasif, berperan aktif dan berperan penuh”,
(Spradley dalam H.B.Sutopo, 2002: 65-69) masing-masing dijelaskan sebagai
berikut:
a. Observasi tak berperan
Dalam observasi ini, peran peneliti tidak diketahui oleh subyek yang diteliti.
Observasi ini dapat dilakukan dengan jarak jauh untuk mengamati perilaku
seseorang atau sekelompok orang di suatu lokasi tertentu dengan memilih
tempat khusus yang berada di lokasi tetapi di luar perhatian kelompok yang
diamati.
b. Observasi berperan
Dalam observasi ini, peneliti mendatangi lokasi yang digunakan sebagai obyek
penelitian sehingga kehadirannya diketahui oleh pihak yang diamati.
1) Observasi berperan pasif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Observasi ini dalam penelitian kualitatif juga disebut dengan observasi
langsung. Observasi ini akan dilaksanakan secara formal maupun informal,
untuk mengamati berbagai kegiatan dan peristiwa yang terjadi di tempat
penelitian.
2) Observasi berperan aktif
Peneliti memainkan berbagai peran yang memungkinkan berada dalam
situasi yang berkaitan dengan penelitiannya. Peneliti tidak hanya berperan
dalam bentuk dialog yang mengarah pada pendalaman dan kelengkapan data
tetapi juga dapat mengarahkan peristiwa yang sedang dipelajari demi
kemantapan data.
3) Observasi berperan penuh
Peneliti memiliki peran dalam lokasi studinya sehingga benar-benar terlibat
dalam suatu kegiatan yang ditelitinya dan peran peneliti tidak bersifat
sementara sehingga peneliti tidak hanya mengamati tetapi bisa berbuat
sesuatu, berbicara dan lain-lain.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi langsung atau
observasi berperan pasif dengan mendatangi lokasi yang menjadi obyek penelitian
yaitu di Desa Cokro, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah untuk
melihat dan mengamati situasi dan kondisi yang ada sehingga mendapatkan
kebenaran dan melihat kenyataan yang terjadi.
3. Dokumentasi
Dokumen tertulis dan arsip memiliki posisi penting dalam penelitian
kualitatif terutama bila kajian penelitian mengarah pada latar belakang atau
peristiwa masa lampau yang berkaitan dengan masa kini yang sedang diteliti.
“Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu
peristiwa atau aktivitas tertentu” (H.B Sutopo, 2002:54). Dokumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rekaman wawancara dan hasil foto dan
arsip monografi desa Cokro yang relevan dan mendukung penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
F. Validitas Data
Data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif kesahihannya diperoleh
dengan teknik triangulasi. “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lahir di luar data itu untuk keperluan
pengecekan/ sebagai perbandingan data itu” (Moleong, 2007: 330). Menurut
Sutopo, H. B (2002: 78) dengan mengutip Patton, teknik trianggulasi ada empat
macam, yaitu: ” trianggulasi data (data triangulation), trianggulasi peneliti
(investigator triangulation), trianggulasi metode( methodological triangulation),
dan trianggulasi teori( theoretical triangulation)”. Masing-masing teknik
triangulasi memiliki maksud berbeda-beda. Trianggulasi data (trianggulasi
sumber)yaitu peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan
data yang sama. Trianggulasi peneliti yaitu hasil penelitian baik data maupun
simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya
dari beberapa peneliti. Trianggulasi metode yaitu penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.
Trianggulasi teori yaitu trianggulasi yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji.
Penelitian ini menggunakan pendekatan trianggulasi data (sumber) dan
trianggulasi metode. Trianggulasi data yaitu pengumpulan data dengan
menggunakan berbagai sumber untuk mengumpulkan data yang sama. Informasi
yang diperoleh selalu dibandingkan dan diuji dengan data/ informasi yang lain
untuk mengecek kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda. Trianggulasi metode yaitu pengumpulan data dengan teknik
pengumpulan data yang berbeda.
G. Teknik Analisis Data
Patton yang dikutip H.B. Sutopo (1996:86) mengatakan bahwa “ analisis
data adalah proses mengatur urusan data, menganalisis data ke dalam suatu pola,
kategori dan satuan uraian dasar”. Penelitian kualitatif memiliki bentuk analisis
tersendiri yang berbeda dengan kuantitatif. Ada dua model pokok dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
melaksanakan analisis data di dalam penelitian kualitatif yaitu (1) model analisis
jalinan mengalir / flow model of analysis, (2) model analisis interaktif atau
interaktif model of analysis ( Miles dan Huberman dalam Sutopo, 2002:94).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis interaktif
yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction),
sajian data (display) dan verifikasi data /penarikan kesimpulan (conclusion
drawing). Keterkaitan ketiga komponen itu dilakukan secara interaktif dengan
proses pengumpulan data sehingga kegiatan dilakukan secara continue sehingga
proses analisis merupakan rangkaian interaktif yang bersifat siklus. Adapun
tahapannya adalah sebagai berikut:
1) Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber
antara lain, buku-buku yang relevan, informasi, dokumen tertulis, peristiwa.
Sedangkan pengumpulan data melalui teknik obeservasi, wawancara dan
dokumentasi.
2) Reduksi Data (Reduction)
Tahap ini merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi data kasar yang terdapat dalam field note. Dengan reduksi data, data
kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai cara,
seperti melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan/ uraian singkat,
menggolongkan dalam suatu uraian yang lebih luas, abstraksi data kasar dari field
note, dsbnya. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian baik
sebelum atau sesudah pengumpulan data.
Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang
kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian
sampai pada proses verifikasi data.
3) Sajian Data (Display)
Sajian data dilakukan merangkai data atau informasi yang telah
direduksi dalam bentuk narasi kalimat, gambar /skema, maupun tabel yang
memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini merupakan
rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis sehingga bila dibaca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
akan mudah dipahami mengenai berbagai hal yang terjadi dalam penelitian, yang
memungkinkan peneliti untuk melakukan sesuatu pada analisis /tindakan lain
berdasarkan pemahaman tersebut. Pada awal pengumpulan data hingga penyajian
data, peneliti melakukan pencatatan dan membuat pernyataan untuk membuat
kesimpulan.
4) Verifikasi Data / Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)
Dari awal pengumpulan data, peneliti sudah harus memahami apa arti
dari berbagai hal yang ditemuinya dengan melakukan pencatatan, pola-pola,
pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan
berbagai proposisi untuk membuat kesimpulan akhir. Kesimpulan akhir tidak akan
terjadi sampai waktu proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan harus
diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggung jawabkan.
Untuk itu peneliti melakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan,
penelusuran data kembali, melihat lagi field note sehingga kesimpulan penelitian
menjadi kokoh dan lebih bisa dipercaya.
Keempat komponen analisa tersebut dalam aktivitasnya membentuk
sebuah siklus. Dengan bentuk ini, peneliti tetap bergerak diantara keempat
komponen selama proses penelitian berlangsung. Untuk lebih jelasnya proses
analisis ini dapat dilihat dalam skema sbb:
H. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian kasus ini, peneliti menggunakan prosedur atau
langkah-langkah dari persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan
laporan penelitian. Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Verifikasi Data
Sajian Data
Gambar 3. Skema model analisis interaktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
1. Persiapan
a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing.
b. Mengumpulkan bahan/ sumber materi penelitian.
c. Menyusun proposal peneltian.
d. Mengurus perijinan penelitian.
e. Menyiapkan instrument penelitian/ alat observasi.
2. Pengumpulan data
a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
b. Membuat field note.
c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
3. Analisis data
a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai proposal penelitian.
b.Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian
direcheckkan dengan temuan lapangan.
c. Melakukan verifikasi dan pengayakan dengan pembimbing.
d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Penyusunan laporan penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan
orang yang cukup memahami penelitian.
c. Melakukan perbaikan laporan sesuai hasil diskusi.
d. Penyusunan laporan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Desa Cokro
Desa Cokro merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah
Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Jarak antara pusat
pemerintahan desa dengan pusat pemerintahan kecamatan kurang lebih 3 km ke
arah Barat. Jarak dengan Ibu Kota Kabupaten kurang lebih 15 km ke arah Selatan.
Dilihat dari keadaan alam, kondisi wilayah Desa Cokro ini merupakan daerah
pertanian yang sebagian besar merupakan hamparan sawah yang menggantungkan
pengairannya dari air sungai yang mengalir di sekitar sawah dan air hujan. Untuk
mendapatkan gambaran secara umum mengenai Desa Cokro, maka berikut
penulis sampaikan tentang keadaan penduduk dan sarana atau prasarana
penunjang yang dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Tinjauan Geografis
1) Letak Dan Batas Wilayah
Desa Cokro letaknya di sebelah timur dari pusat pemerintahan Kecamatan
tulung yang berjarak 3 Km, berada pada ketinggian 180 m dari permukaan air
laut. Batas-batas wilayah Desa Cokro adalah sebagai berikut :
a) Sebelah Utara : Desa Daleman
b) Sebelah Selatan : Desa Pongg9ok atau Gedong Jetis
c) Sebelah Barat : Desa Pucang Miliran
d) Sebelah Timur : Desa Daleman atau Ponggok
2) Keadaan Wilayah
Luas desa Cokro adalah 81.3695 ha. Wilayah Desa Cokro terdiri dari
sawah pertanian, pekarangan dan tanah lain-lain (tempat rekreasi, bangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
umum, perkuburan, dan tempat wisata). Luas sawah ini mendominasi wilayah
Desa Cokro, bila dibandingkan dengan tanah pemukiman. Jumlah yang paling
luas adalah sawah dengan luas 64,6325 Ha, disusul pemukiman atau perumahan
penduduk seluas 11,8625 Ha, jalan sepanjang 7,5600 km, lain-lain (tempat wisata,
perkantoran dll) seluas 4, 4595 Ha, kemudian perkuburan seluas 0, 4000 Ha, dan
yang terakhir bangunan umum (masjid, sekolahan, dll) seluas 0,1600 Ha.
b. Tinjauan Demografis
Berdasarkan data monografi Desa Cokro pada tahun 2008, jumlah
penduduk Desa Cokro adalah 2062 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari
463 KK dengan perincian 1040 laki-laki dan 1022 perempuan. Pertumbuhan
penduduk desa Cokro tercatat pada tingkat migrasi (keluar/ masuk) sejumlah 7
jiwa. Menurut usia jumlah penduduk dibagi dalam 3 rentang usia yaitu penduduk
usia antara 0-14 tahun 285 jiwa. Penduduk usia antara 15-58 tahun adalah 1572
jiwa, dan untuk rentang usia diatas 58 tahun jumlah penduduknya 205 jiwa.
Pada rentang usia 15-58 tahun memiliki jumlah penduduk terbesar
menurut data monografi. Dapat disimpulkan desa Cokro memiliki usia produktif
yang tinggi dilihat dari jumlah penduduk usia 15-58 tahun berada pada jumlah
terbanyak yaitu 1572 jiwa. Tingkat kelahiran desa Cokro kurang tinggi dilihat dari
jumlah penduduk usia 0-14 tahun berada pada posisi ke-2 dengan jumlah 285
jiwa. Kemudian posisi ke-3 ditempati penduduk tidak produktif yaitu usia diatas
58 tahun dengan jumlah 205 jiwa.
1) Mata Pencaharian
Penduduk desa Cokro memiliki beragam mata pencaharian. Penduduk
yang bermata pencaharian sebagai PNS/POLRI/TNI sejumlah 45 orang.
Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani berjumlah 129 orang.
Penduduk yang bermata pencaharian sebagai peternak 27 orang. Penduduk yang
bekerja sebagai pedagang berjumlah 100 orang. Selain itu penduduk yang bekerja
sebagai karyawan berjumlah 70 orang, buruh tani berjumlah 77 orang, dan
penduduk pensiunan PNS/TNI/POLRI berjumlah 38 orang. Ada juga penduduk
yang bekerja di bidang pertukangan berjumlah 18 orang. Selain itu penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
yang bekerja dengan membuka usaha sendiri atau wiraswasta berjumlah 30 orang.
Sehingga dapat disimpulkan mayoritas penduduk desa Cokro bekerja sebagai
petani dengan jumlah 129 orang. Urutan kedua ditempati oleh penduduk desa
Cokro yang bekerja sebagai pedagang dengan jumlah 100 0rang. Penduduk desa
Cokro yang tidak memiliki lahan bekerja sebagai buruh tani menjadi urutan ketiga
dengan jumlah 77 orang, sedang urutan keempat ditempati oleh penduduk desa
Cokro yang bekerja sebagai karyawan dengan jumlah 68 orang. Urutan kelima
ditempati oleh penduduk desa Cokro yang bekerja sebagai PNS dengan jumlah 45
orang. Urutan keenam ditempati penduduk desa Cokro yang merupakan
pensiunan TNI/POLRI/PNS dengan jumlah 38 orang dan urutan ketujuh ditempati
oleh penduduk yang bekerja membuka usaha sendiri atau wiraswasta sejumlah 30
orang. Sedangkan untuk urutan yang terakhir yaitu urutan kedelapan dan
kesembilan ditempati oleh penduduk desa Cokro yang bekerja sebagai peternak
berjumlah 27 orang dan 9 orang bekerja di bidang pertukangan.
2) Tingkat Pendidikan
Menurut data monografi tahun 2008, tingkat pendidikan desa Cokro
dikatakan cukup baik. Prasarana pendidikan di desa Cokro kurang memadai,
karena hanya terdapat 1 sekolah TK dan 2 sekolah SD sedangkan untuk tingkat
SLTP dan SLTA berada kota kecamatan yaitu di Kecamatan Tulung.
Walaupun terdapat keterbatasan prasarana pendidikan di desa Cokro
namun tingkat pendidikan formal cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
penduduk yang masih bersekolah di taman kanak-kanak sejumlah 87 orang,
sedangkan penduduk yang menjadi siswa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) berjumlah
283 orang. Pada data monografi tahun 2008, lulusan Sekolah Dasar (SD) sebesar
287 orang lebih tinggi dari jumlah penduduk yang lulusan Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 279 orang dan lulusan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 452 orang. Penduduk yang menempuh hingga
Perguruan Tinggi sebanyak 90 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
3) Keadaan Penduduk Menurut Agama
Mayoritas penduduk desa Cokro memeluk agama Islam dengan jumlah
2036 orang. Ada juga pemeluk agama Katolik berjumlah 26 orang. Jumlah sarana
ibadah ada 6 masjid dan tempat ibadah lain seperti gereja, pura/ kuil Hindu, vihara
Budha tidak terdapat.
4) Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
a) Sosial Ekonomi
Secara umum kondisi perekonomian kecamatan Tulung didominasi
oleh sektor pertanian, dalam hal ini padi, yang pada tahun 2000 hasil
produksinya mencapai 3.037 ton. Sedangkan untuk sektor perkebunan
dipegang oleh tembakau Jawa yang berhasil memproduksi sebanyak 1.186
ton. Selain kedua sektor tersebut, sektor perikanan juga merupakan sektor
penghasil pendapatan yang tidak boleh dilupakan, dimana produksi
tertingginya adalah pada ikan lele yang mencapai 9 ton. Dan sektor
industri terbesar yang ada di Kecamatan Tulung adalah Pati Gula yang
jumlahnya mencapai 100 buah. Penduduk di daerah Cokro sendiri,
sebagian besar didominasi oleh masyarakat agraris dengan pertanian
sebagai mata pencaharian utamanya. Kondisi alam dan lingkungan fisik
suatu daerah tentunya akan sangat berpengaruh pada sosial ekonomi
daerah setempat. Ketersediaan air, udara yang sejuk dan kondisi tanah
yang subur akan mendorong penduduk untuk melakukan kegiatan
pertanian. Selain itu desa Cokro memiliki potensi wisata yang cukup baik
untuk dikembangkan yaitu pemandian umbul Cokro. Dengan segala
potensi yang dimilikinya seperti debit air yang besar, udara yang sejuk dan
pemandangan yang indah, area sumber air Ingas dapat dikembangkan
menjadi suatu obyek wisata alam maupun budaya. Dengan ketersediaan air
yang melimpah daerah lain dapat berkembang menjadi obyek wisata alam
dalam hal ini adalah obyek wisata berbasis air yang berorientasi pada
rekreasi keluarga. Selain itu di daerah Cokro juga terdapat kegiatan yang
sudah menjadi tradisi bagi masyarakat setermpat maupun oleh masyarakat
Klaten dan sekitarnya. Kegiatan yang hampir setiap tahun dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
masyarakat Cokro adalah tradisi Padusan yaitu mandi di sumber air Ingas
untuk membersihkan diri guna menyambut datangnya bulan suci
Ramadhan. Warga Cokro dan sekitarnya setiap tahun berduyun-duyun
datang ke pemandian umbul Ingas hanya untuk melaksanakan tradisi
padusan yang sudah turun-temurun dilaksanakan. Padusan merupakan
potensi wisata budaya yang ada di desa Cokro. Dengan adanya tradisi
padusan dapat mendatangkan keuntungan bagi masyarakat desa Cokro,
karena banyaknya pengunjung yang datang ke pemandian tersebut.
Sebagian masyarakat desa Cokro memanfaatkan kesempatan itu untuk
berjualan, meskipun dengan adanya tradisi padusan tidak begitu terlihat
menunjang kesejahteraan masyarakat desa Cokro. Hal itu disebabkan
karena tradisi padusan hanya dilaksanakan 1-2 hari, itupun satu tahun
sekali menjelang datangnya bulan suci Ramadhan sehingga kurang berarti
bagi perekonomian warga.
b) Budaya
Sebagai bagian dari wilayah propinsi Kabupaten Klaten,
Kecamatan Tulung juga mewarisi kebudayaan Jawa yang adiluhung.
Terlebih wilayah Kecamatan Tulung berbatasan langsung dengan propinsi
DIY dan Kota Surakarta yang merupakan pusat kebudayaan Jawa semakin
mempengaruhi kondisi sosial budaya masyarakat kecamatan Tulung. Oleh
karena itu, seperti halnya karakteristik yang dimiliki masyarakat
Yogyakarta dan Surakarta, masyarakat Kecamatan Tulung juga masih
percaya dengan adanya kekuatan gaib atau mistik. Meskipun memiliki
gaya dan tradisi tersendiri, namun secara tidak langsung terdapat
kesamaan beberapa karakteristik tradisi dan budaya yang dimiliki, yang
terutama lebih tradisional yang terdapat di beberapa daerah di Jawa
Tengah, atau kesenian wayang, juga tari-tarian tradisional.
Di daerah Cokro juga terdapat kegiatan yang sudah menjadi tradisi
bagi masyarakat setempat maupun oleh masyarakat Klaten dan sekitarnya.
Kegiatan yang hampir setiap tahun dilakukan oleh masyarakat tersebut
adalah tradisi padusan yaitu mandi di Sumber Air Ingas untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
membersihkan diri guna menyambut bulan puasa. Budaya ini mempunyai
peluang untuk dikembangkan dan dikemas dalam suatu atraksi budaya
untuk lebih menarik minat pengunjung ke area Sumber Air Ingas.
c. Sarana dan Prasarana Desa Cokro
Sarana dan prasarana yang ada dapat menunjukkan tingkat kemajuan
pembangunan desa. Prasarana dalam hal ini adalah bangunan dalam bentuk fisik.
1) Sarana Perekonomian
Sarana perekonomian desa Cokro sudah dikatakan cukup, menurut data
monografi desa Cokro tahun 2008, terdapat lembaga ekonomi kelompok simpan
pinjam yaitu 5 unit. Sedangkan jumlah usaha dagang toko 8 buah, usaha industri
alat rumah tangga 6 unit dengan jumlah kegiatan 1 yaitu sebagai pembuat tungku
api (keren). Selain itu di desa Cokro juga terdapat tempat ussaha air minum
kemasan atau isi ulang sebanyak 1 unit, yaitu produksi air mineral Aqua karena
dekat dengan sumber air yang lumayan banyak. Dengan keberadaan sarana
perekonomian tersebut sangat mendukung perkembangan perekonomian
penduduk desa Cokro untuk mengembangkan usaha. Dengan adanya sarana
perekonomian dapat mendukung Obyek Wisata Pemandian Umbul Cokro yang
berada di desa Cokro dalam memfasilitasi pengunjung.
2) Sarana Kesehatan
Desa Cokro mempunyai fasilitas kesehatan yang kurang memadai, karena
untuk melayani satu desa hanya terdapat satu poliklinik atau balai pengobatan,
dan terdapat 5 posyandu dengan 1 bidan dan 1 perawat.
3) Sarana Transportasi dan Komunikasi
Secara umum fasilitas jalan yang ada di desa Cokro relatif baik. Semua
jalan menuju desa Cokro sudah beraspal, hal ini diperuntukkan demi kelancaran
arus para wisatawan menuju obyek wisata pemandian Umbul Cokro. Bahkan
antara desa Cokro dengan daerah-daerah lain di sekitarnya telah dihubungkan
oleh jalan-jalan beraspal. Jalan yang berada di desa Cokro yang sudah beraspal
sepanjang 3,12 km, panjang jalan makadam 1,5 km, dan panjang jalan tanah 0,5
km. Desa Cokro juga terdapat 1 Pombensin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
4) Pariwisata
Obyek wisata yang ada di desa Cokro berjumlah 1 buah yaitu hanya
Umbul Ingas yang merupakan obyek wisata pemandian yang merupakan satu-
satunya aset yang dimiliki desa Cokro dan setiap tahunnya obyek wisata ini
digunakan sebagai tempat padusan masayarakat Cokro dan sekitarnya.
2. Gambaran Umum Sumber Ingas, Cokro Tulung
a. Kawasan Obyek Wisata Sumber Ingas, Cokro Tulung
Cokro Tulung merupakan salah satu obyek wisata yang selama ini telah
menjadi daya tarik unggulan bagi kepariwisataan Kabupaten Klaten. Sumber air
Ingas atau yang lebih dikenal dengan umbul Ingas terletak pada aliran Sungai
Pusur yang merupakan wilayah Desa Cokro. Umbul Ingas juga biasa disebut
dengan pemandian umbul Cokro. Sebelah selatan mata air Ingas merupakan
daerah sawah yang berupa dataran aluvial, demikian juga dengan daerah di
sebelah utara mata air yang merupakan outlet dari semua mata air yang ada di area
mata air ini.
Tanah di area sumber Air Ingas ini merupakan tanah yang mempunyai
tingkat permeabilitas tinggi sehingga mempunyai kemampuan untuk menyimpan
air (storage) dan mampu meloloskan air sehingga muncul beberapa mata air di
area sumber air Ingas dan sekitarnya. Dari area mata air ke arah areal persawahan
dan permukiman di atasnya merupakan daerah yang relatif curam dengan
kemiringan kurang lebih 300 dengan land covernya berupa tanaman semusim dan
sebagian permukiman.
Daya tarik tersebut terutama didapat dari adanya sumber air Ingas yang
memiliki debit sangat besar dengan kepadatan vegetasi yang beragam serta
suasana pedesaan yang khas. Selama ini sumber air ini menjadi obyek kunjungan
rekreasi bagi masyarakat sekitar Kabupaten Klaten dan sekitarnya.
Pemanfaatan Cokro Tulung sebagai sebuah obyek wisata secara
keseluruhan memang belum optimal, karena belum didukung dengan
pengembangan fasilitas dan sarana prasarana kepariwisataan. Namun demikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
embrio-embrio kegiatan wisata telah tumbuh dan berkembang, melalui kegiatan
pemandian serta aktifitas wisata spiritual.
Dengan embrio kegiatan dan fasilitas yang ada, Cokro Tulung
sesungguhnya meiliki peluang dikembangkan, terutama apabila didukung dengan
penataan fisik lingkungan dan penambahan ragam atraksi serta pengembangan
area sekitar obyek sebagai daya tarik pendukung dengan aktifitas dan fasilitas
wisata yang sesuai dengan karakter kagiatan yang ada.
b. Perkembangan Kawasan Obyek Wisata Sumber Air Ingas, Cokro Tulung
Mendasarkan pada identifikasi terhadap potensi dan permasalahan pokok
tersebut diatas, maka upaya pengembangan dalam bentuk penataan kawasan
wisata Cokro Tulung merupakan langkah yang sangat mendesak dan harus
direalisasikan dengan segera.
Dalam hal perencanaan kawasan Wisata Sumber Air Ingas, Cokro,
Tulung. Pemerintah Daerah Klaten sudah menyusun Master Plan Sumber Air
Ingas, Cokro Tulung, Kabupaten Klaten pada tahun 2002. Namun demikian
rekomendasi pengembangan yang menjadi substansi utama dari dokumen tersebut
dalam implementasinya perlu mempertimbangkan perkembangan terakhir yang
terjadi di lapangan. Beberapa perkembangan penting sampai saat ini, yang
menuntut segera ditanggapi dengan perencanan yang lebih rinci adalah :
1) Adanya tiga desa di sekitar kawasan wisata telah siap menyediakan lahan
sebagai area pengembangan.
2) Pihak Aqua sudah menyatakan membuka diri terhadap kemungkinan
pengemasan paket wisata yang menyertakan proses produksi pada instalasi
pengolahan air minumnya sebagai atraksi wisata, meskipun dengan prasyarat
yang nantinya mereka terapkan.
3) Telah terdapat calon investor lokal, dari Klaten, yang siap menanam modal
untuk pengembangan atraksi.
4) Telah dibangun instalasi listrik Micro Hydro dengan kapasitas 44 kVA, yang
memanfaatkan overflow dari sumber air menuju ke sungai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
5) Aqua sudah merintis budidaya tanaman langka, yang nantinya berpotensi
dikembangkan sebagai fasilitas rekreasi anak.
Dengan perkembangan tersebut di atas, diperlukan suatu perencanaan yang
lebih rinci, terkait dengan pengakomodasian berbagai peluang di atas. Realisasi
terhadap kegiatan perencanaan rinci tersebut diharapkan nantinya akan menjawab
2 hal, yaitu:
1) Mengantisipasi kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan fisik alam
(sumber air dan lingkungan fisik alam atau vegetasi) melalui perencanaan
pemanfaatan lahan yang jelas dan perancangan fasilitas secara rinci, serta
manajemen kawasan yang tepat.
2) Mengoptimalkan kualitas daya tarik obyek dan kawasan wisata Cokro Tulung
melalui penataan lingkungan yang kondusif serta peningkatan kualitas layanan
fasilitas pendukung obyek, sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan
kenyamanan pengunjung yang bermuara pada peningkatan arus kunjungan
dan pendapatan baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat lokal.
Obyek wisata Air Ingas memiliki daya tarik tersendiri terbukti dengan
pengunjung yang cukup banyak dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Posisinya terletak kurang lebih 17 km di sebelah utara kota Klaten dengan luas
kawasan kurang lebih 15.000 m. Sementara itu jarak ibukota kecamatan Tulung
ke daerah lain relatif dekat, yaitu 5 km ke kabupaten Klaten, 6 km ke kecamatan
Polanharjo, 11 km ke kecamatan Karanganom, dan 6 km ke kecamatan Jatinom.
c. Kondisi Topografi
Topografi (relief) merupakan gambaran tinggi rendahnya permukaan bumi
terhadap permukaan air laut. Secara umum Kabupaten Klaten memiliki topografi
yang bervariasi mulai daratan rendah hingga pegunungan.
Sumber Air Ingas merupakan daerah dataran rendah berterasering
(ketinggian kurang lebioh 210 dpal) yang merupakan bagian dari vulkanik
Gunung Merapi. Mata air ini terletak berdekatan dengan kali Pusur di Desa
Cokro, Kecamatan tulung, kabupaten Klaten. Daerah ini mempunyai topografi
cenderung datar dengan ketinggian berkisar antara 200 dpal sampai 210 m dpal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Mata airnya sendiri terletak pada ketinggian 208 m dpal, disebelah selatan kali
(Sungai) Pusur.
d. Kondisi Geomorfologi
Berdasarkan pembagian fisiografi Pulau Jawa kabupaten Klaten termasuk
dalam zone tengah, tepatnya antara zone solo dan zone solo sensu tricto dari
propinsi geologi jawa timur. Sedangkan berdasarkan geomorfologi (regional),
Kabupaten Klaten merupakan bagian dari glinting api merapi yang masih aktif
sampai sekarang. Bentuk lahan di Kabupaten Klaten terbagi dalam 3 (tiga)
golongan, yaitu :
1) Bentuk lahan asal vulkan. Terbagi menjadi satuan kerucut vulkan, lereng
vulkan, kaki vulkan dan dataran kaki vulkan. Bentuk lahan ini dijumpai di
kawasan Deles serta berlanjut sampai dengan daerah Cokro dan sekitarnya.
2) Bentuk lahan asal fluvial. Terbagi menjadi satuan dataran aluvial dan
dataran banjir (genangan). Bentuk lahan ini dijumpai di sebagian besar
bagian tengah Kabupaten Klaten yang secara khusus dimanfaatkan sebagai
areal-areal pertanian lahan basah.
3) Bentuk lahan asal denudasional. Terbagi menjadi satuan perbukitan
denudasional dan bukit sisa. Bentuk lahan ini dapat dijumpai di kawasan
perbukitan Bayat dan sekitarnya yang membujur hingga perbukitan di
Gunungkidul.
Berdasarkan pembagian bentuk lahan di atas, Sumber Air Ingas termasuk
di dalam bentuk lahan asal vulkan tepatnya terletak sebagai kaki vulkanik
(volkanik foot). Bentuk lahan ini sekaligus sebagai penciri munculnya mata air-
mata air di kaki pegunungan. Karena pada dasarnya mata air Ingas ini merupakan
bagian dari sabuk mata air (spring belt) Gunung Merapi. Area Sumber air Ingas
sendiri merupakan dataran berterasering dan menempati dataran rendah serta areal
persawahan yang ada di sebelah selatan kali Pusur di sepanjang aliran air yang
menuju kearah area mata air ataupun pada outlet area mata air. Sedangkan di
sebelah utara kali Pusur merupakan dataran aluvial yang difungsikan untuk lahan
terbangun serta lahan pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
e. Kondisi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di 3 (tiga) daerah pengembangan di sekitar obyek
wisata Sumber Air Ingas adalah sebagai berikut :
1) Di bagian selatan obyek wisata Sumber Air Ingas adalah tanah pertanian
bengkok desa Ponggok
2) Di bagian utara obyek wisata Sumber Air Ingas adalah sebagian lahan
pemukiman penduduk dan bangunan gedung SLTP.
3) Di bagian barat adalah lahan pertanian desa Daleman dan sebagian Desa
Cokro.
4) Di sebagian timur adalah bantaran sungai, permukiman penduduk dan
sebagian lagi adalah lahan pertanian Desa Ponggok.
Secara garis besar, untuk Desa Cokro, Daleman dan Gedong Jetis terlihat
bahwa porsi penggunaan lahan non terbangun khususnya untuk areal persawahan
masih relatif luas. Hal ini menunjukkan bahwa pada area perencanaan masin
memiliki lingkungan yang alami dengan tingkat atau laju pertumbuhan lahan
terbangun yang rendah. Serta terlihat juga bahwa sektor pertanian masih
merupakan sektor yang dominan sebagai mata pencaharian penduduk apabila
dilihat berdasarkan perbandingan luas penggunaan lahan yang ada.
f. Profil Kepariwisataan Kawasan Wisata Sumber Air Ingas
Cokro dalam hal ini adalah area Sumber Air Ingas, merupakan suatu
obyek yang sangat menarik untuk dikembangkan. Dengan segala potensi yang
dimilikinya seperti debit air yang besar, udara yang sejuk dan pemandangan yang
indah, area Sumber Air Ingas dapat dikembangkan menjadi suatu obyek wisata
alam maupun budaya. Dengan ketersediaan air yang melimpah daerah ini dapat
berkembang menjadi obyek wisata alam dalam hal ini adalah obyek wisata
berbasis air yang berorientasi pada rekreasi keluarga.
Sumber Air Ingas tidak hanya melayani kepentingan sektor pariwisata
saja, akan tetapi juga merupakan sumber air bagi kepentingan pokok masyarakat,
yang dijembatani oleh adanya PDAM. Kepemilikan lahan oleh PDAM di kawasan
Sumber Air Ingas ini seluas 1ha yang akan bertambah menjadi 2ha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Cikal-bakal industri pariwisata sudah tumbuh berupa kunjungan
wisatawan yang ingin menikmati sejuknya mata air Ingas ini. Ditambah dengan
ramainya pengunjung pada saat padusan, merupakan potensi wisata yang dapat
dikembangkan dengan pengemasan produk yang lebih menarik. Kunjungan
terbanyak terjadi pada satu hari sebelum dimulainya bulan puasa.
Selain berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata, Sumber Air
Ingas juga berpotensi untuk pengembangan sumber listrik (PLTA), agrowisata,
dan perikanan. Dalam usaha pengembangan Ingas sebagai obyek wisata kiranya
perlu diusahakan adanya diversivikasi jenis daya lahan obyek wisata yang
dikembangkan. Diversivikasi bertujuan untuk pemerataan daya tarik dan
pengunjungnya, dan juga pemerataan kesempatan kerja masyarakat sekitarnya.
Melihat dari debit air yang cukup besar dan lokasi yang relatif strategis dilihat dan
posisinya yang tidak jauh dari jalan arteri Yogya-Solo mata area Sumber Air
Ingas memang layak untuk dikembangkan. Penambahan fasilitas rekreasi wisata
air dan penataan fisik akan menungkatkan nilai tambah bagi obyek wisata Umbul
Ingas.
Gambaran profil produk wisata di kawasan wisata Ingas secara
keseluruhan dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1) Obyek dan Daya Tarik Wisata (attractions)
Sebagai salah satu obyek wisata, area Sumber Air Ingas mempunyai
kekhasan daya tarik wisata (attractions) yang mungkin tidak dijumpai di lokasi
lain. Suasana khas pedesaan, debit air yang melimpah sebagai sumber kehidupan
masyarakat, dan wisata budaya yang menjadi penunjang obyek wisata Umbul
Cokro.
2) Fasilitas Pengunjung Wisata
Sebagai obyek wisata yang masih bisa dikatakan alami, area Sumber Air
Ingas memang belum mempunyai fasilitas penunjang kegiatan pariwisata yang
lengkap dan memadai. Namun begitu bukan berarti tidak ada sama sekali fasilitas
yang menunjang kegiatan pariwisata di pemandian umbul Cokro. Di lokasi wisata
area mata air ini sudah terdapat beberapa fasilitas penunjang wisata yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
1) Warung Makan dan Kios Makanan Kecil
Di lokasi wisata ini sudah terdapat warung makan yang menyediakan
makan dan makanan kecil. Keberadaan warung-warung tersebut sangat membantu
para pengunjung mendapatkan makanan dan minuman selama berada di lokasi
wisata ini meskipun kondisi bangunannya relatif kurang tertata serta masih berupa
bangunan semi permanen.
2) Kamar Ganti Pakaian
Di lokasi wisata ini sudah terdapat tempat ganti pakaian. Tempat ganti ini
cukup membantu pengunjung sebagai tempat mengganti baju mereka sebelum
dans esudah berenang atau mandi di area Sumber Air Ingas. Tempat ganti pakaian
ini lokasinya berdekatan dengan kolam renang.
3) Area Parkir
Untuk pengunjung yang membawa kendaraan sendiri ke lokasi wisata area
Sumber Air Ingas ini sudah tersedi tempat parkir yang cukup luas dengan kondisi
yang baik serta teduh karena dikelilingi oleh pepohonan rindang.
4) Tiket Box
Tempat penjualan tiket masuk bagi para pengunjung. Pengelolaan dana
dari pengunjung ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan dan pengelolaan
obyek wisata Sumber Air Ingas.
g. Profil Demografi
Secara demografis wisatawan yang datang ke kawasan Sumber Air Ingas
lebih didominasi oleh wisatawan lokal dan regional. Dan dalam perkembangan
diperlukan promosi yang optimal untuk memperkenalkan obyek ini ke daerah lain.
Jika dilihat lebih detail didapatkan sebagian besar pengunjung Sumber Air Ingas
berasl dari Jawa Tengah (67%) dengan usia antara 18-24 tahun (58%). Hal ini
menunjukkan bahwa Sumber Air Ingas lebih banyak diminati remaja. Sedangkan
pasar potensial adalah mereka yang berasal dari Jakarta (17%) dan yang berusia
kurang dari 18 tahun (17%). Pengunjung Sumber Air Ingas juga didominasi oleh
pria sebanyak 75% dan mayoritas memiliki pekerjaan sebagai mahasiswa atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pelajar (33%), wiraswasta (25%) sehingga latar belakang pendidikan mereka pun
didominasi adalah SLTA (75%).
Motivasi wisatawan yang berkunjung ke area mata air dapat dibedakan
menjadi tiga kategori :
a. Datang dengan tujuan berpariwisata
Mereka yang datang dengan tujuan untuk berwisata biasanya
memanfaatkan obyek wisata yang berupa kolam renang. Wisatawan yang datang
untuk berenang terdiri dari anak-anak, remaja, dan dewasa. Ada juga orang tua
yang datang untuk berwisata ke area mata air ini. Namun biasanya orang tua ini
datang bersama keluarganya.
b. Datang untuk memanfaatkan mata air (bukan tujuan wisata)
Pengunjung yang datang bukan untuk tujuan wisata biasanya berasal dari
daerah di sekitar lokasi. Mereka datang untuk tujuan mandi dan mencuci. Dilihat
dari segi usia mereka yang datang untuk tujuan ini berasal dari segala usia.hal ini
karena biasanya mereka datang bersama keluarganya, sekaligus untuk acara
berlibur.
c. Datang untuk melakukan ritual tertentu
Pengunjung yang datang untuk melakukan ritual tertentu, datang ke lokasi
ini pada hari-hari mendekati bulan puasa (biasanya1-3 hari menjelang awal bulan
puasa). Mereka yang datang untuk tujuan ini biasanya berasal dari daerah sekitar
lokasi sampai daerah diluar Kabupaten Klaten. Dilihat dari segi usia, biasanya
mereka adalah orang-orang dewasa, dan orang tua.
h. Profil Kunjungan
Penggunaan alat transportasi mempengaruhi kualitas dan kuantitas fasilitas
parkir yang akan dibuat di obyek wisata Sumber Air Ingas, kondisi penggunaan
alat transportasi adalah sebagai berikut:
1) Kendaraan roda dua sebanyak : 56%
2) Kendaraan umum : 17%
3) Kendaraan lainnya (mobil pribadi) sebanyak : 24%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Selain itu, prosentase sebanyak 83% pengunjung Ingas tidak menginap,
hal ini mengindikasikan lokasi tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh dengan
obyek wisata Sumber Air Ingas. Sedangkan pengunjung yang menginap (17%),
dan mereka lebih memilih untuk menginap di rumah kerabat jika mereka memang
harus bermalaman.
Lama tinggal pengunjung di obyek wisata Sumber Air Ingas
1) Selama 2-4 jam sebesar 67%
2) Selama >4 jam sebesar 24%
Lama tinggal yang relatif singkat ini diduga disebabkan oleh sedikitnya
variasi atraksi dan aktivitas wisata yang ada. Sehingga titik jenuh pengunjung
lebih cepat meningkat. Ketersediaan fasilitas yang terbatas juga menjadi salah satu
penyebab lama tinggal yang relatif singkat tersebut, karena fasilitas yang teerbatas
dapat mengakibatkan kenyamanan pengunjung semakin berkurang.
Dilihat dari aspek sumber informasi, sumber informasi pengunjung Ingas
didominasi dari teman atau keluarga sebanyak 92% dan 8%, mendapatkan
informasi media lainnya. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa masih kurang
efectivnya sistem informasi yang ada dalam mempromosikan obyek wisata
Sumber Air Ingas di pasar wisatawan nusantara.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
Deskripsi hasil dan analisis penelitian dimaksudkan untuk
menyajikan data yang dimiliki sesuai dengan pokok permasalahan yang akan
dikaji pada penelitian ini yaitu pandangan masyarakat mengenai tradisi padusan
(Studi kasus masyarakat sekitar Cokro, Tulung, Klaten mengenai tradisi padusan),
Adapun nama dari subyek penelitian di bawah ini merupakan inisial dari nama
sebenarnya.
1. Persepsi Masyarakat Sekitar Desa Cokro Mengenai Tradisi Padusan
Pesan yang diterima oleh setiap individu akan berbeda-beda tergantung
dari bagaimana cara tersebut dimaknai oleh penerimanya. Tingkah laku selalu
didasarkan pada makna sebagai hasil persepsi terhadap kehidupan para pelakunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Persepsi merupakan pencapaian makna yang diperoleh seseorang melalui
pancaindera dan makna ini mempengaruhi tindakan sehingga membentuk pola-
pola dan sistem pemikiran. Pada masyarakat Jawa (Tengah), setiap kali menjelang
bulan Ramadhan, ada suatu tradisi tahunan yang dilakukan selain Nyadran
(berziarah ke makam), yaitu tradisi padusan (dari kata adus atau mandi).
Sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Cokro yang masih tetap menjalankan
kebudayaan asli. Masyarakat Cokro, yang dalam hal ini juga termasuk dalam
masyarakat atau suku jawa, memiliki tradisi yang telah sekian lama bertahan
hingga sekarang. Tradisi tersebut adalah tradisi padusan yang dilaksanakan setiap
setahun sekali menjelang bulan puasa. Begitu juga dengan padusan ini. Setiap
individu mempunyai persepsi yang berbeda-beda mengenai tradisi padusan.
Seperti halnya yang diungkapkan salah satu informan yang peneliti temui. Secara
langsung pak Dm mengungkapkan :
“secara simbolis tradisi padusan bertujuan untuk mensucikan diri
sebelum menjalankan ibadah puasa”(W/Dm/17/11/2009).
Berbeda dengan apa yang diungkapkan Jk :
“Padusan itu tidak mensucikan diri, karena pada kenyataannya air yang digunakan untuk mandi para pengunjung malah kotor karena saking ramainya pengunjung. Banyak para pengunjung yang membuang sampah sembarangan di sekitar umbul, bahkan tidak sedikit dari para pengunjung yang membuang sampah ke dalam air. Pada waktu padusan ada juga pengunjung yang malah memanfaatkan situasi ini untuk mabuk-mabukan yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran agama dan dilarang agama, padahal itu menjelang bulan puasa, apakah itu yang dinamakan mensucikan diri?” (W/Jk/21/12/2009). Kutipan pernyataan informan di atas bisa dilihat bagaimana informan
memandang padusan itu tidak mensucikan diri tetapi dimanfaatkan untuk mabuk-
mabukan yang jelas bertentangan dengan norma agama. Untuk menyambut
datangnya bulan suci Ramadhan seharusnya hal-hal seperti itu harus dihindari.
hampir sama dengan pernyataan Jk, Ar juga menambahkan :
“ padusan itu semacam mandi bersih bertujuan mensucikan diri mbak, dilaksanakan satu atau dua hari sebelum bulan puasa dan dilaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
setahun sekali, karena itu sudah dilaksanakan sejak jaman nenek moyang kita, itu keturunan. Seperti wayang gitu ya mbak itu kan sejak jaman dahulu dan harus dilestarikan, sampai sekarang kan masih tetap dilestarikan. Untuk itu harus tetap dilestarikan jangan sampai diambil oleh Negara lain. Kalau bukan kita sendiri yang menjaganya terus siapa lagi. Terutama warga sekitar sini. Tetapi selain itu kadang padusan juga dipakai untuk mabuk-mabukan mbak, biasanya anak-anak muda” (W/Ar/27/11/2009).
Selain itu Pak Sy selaku perangkat desa Cokro menuturkan :
“tradisi padusan itu merupakan adat kebiasaan yang turun-temurun yang diadakan masyarakat setempat bertujuan untuk mensucikan diri, diadakan setian setahun sekali menjelang bulan suci yang diislamkan menjadi budaya daerah Cokro. Biasanya dikemas dengan hiburan atau tontonan yang berupa reog, karnaval, dan biasanya ada kirab tapi tidak rutin tergantung pengelola dan dana yang ada. Tradisi padusan hanya berupa simbol mensucikan diri secara lahiriyah. Menrut cerita yang saya dengar ya mbak yang bisa dikaitkan dengan segi agama tradisi padusan ini diadakan oleh para wali saat menyebarkan agama islam” (W/Sy/11/01/2010).
Pak Sy mengungkapkan bahwa tradisi padusan awalnya merupakan adat
kebiasaan turun-temurun yang dilaksanakan sejak nenek moyang yang kemudian
tradisi tersebut diislamkan sebagai simbol mensucikan diri secara lahiriyah
menjelang bulan puasa dan akhirnya menjadi budaya desa Cokro. Biasanya dalam
acara padusan disuguhkan beberapa hiburan yang berupa reog, karnaval, dll yang
tujuaannya tak lain untuk memamerkan kepada masyarakat kebudayaan yang
telah dimiliki oleh masyarakat setempat.
Pak Dm juga menambahkan pernyataan pak Sy :
“bahwa tradisi padusan merupakan ritual yang sifatnya turun-menurun, dari jaman nenek moyang sampai sekarang masih dilestarikan. Konon ceritanya mengapa Umbul Ingas sebagai tempat pelaksanaan tradisi padusan karena pada jaman dahulu, umbul Ingas digunakan untuk tempat pemandian putri keraton Surakarta. Pada tahun 1926 keraton Surakarta bekerjasama dengan Belanda membangun saluran air dari Umbul Ingas untuk dialirkan menuju keraton Surakarta. Sampai sekarang air yang digunakan oleh warga Solo sekitar keraton Surakarta bersumber dari mata air umbul Ingas yang saat ini dikelola oleh pihak PDAM. Tradisi padusan hanya merupakan sebuah imajinasi atau penggambaran kebiasaan para putri keraton pada jaman dahulu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
sering mandi di Umbul Ingas untuk membersihkan diri, kemudian dikemas dalam satu acara atau tradisi padusan tersebut yang tujuannya untuk mensucikan diri sebelum menjalankan ibadah puasa. Padusan bisa dilaksanakan di kolam renang, sungai, kamar mandi atau dimanapun tidak harus di Umbul atau sumber mata air tertentu” (W/Dm/17/11/2009).
Hampir sama dengan apa yang diungkapkan oleh Pak Sy, seorang
pedagang yang kesehariaannya berjualan di umbul Cokro yaitu ibu Nw juga
mengatakan :
“padusan niku kados persiapan sakderenge wulan siam mbak, kados ngresiki awak saking jenis kotoran, kebiasaan niki sampun ket nenek moyang, dadi teko seprene tetep dilestarikan, kepercayaan tiyang mbien kados niku mbak, saiki para generasi muda katah sing lali karo kebudayaane dewe, nek mboten tiyang sepuh sing mbantu nguru-uri, nggih kados padusan niki salah setunggalipun” (W/NW/27/11/2009). (Padusan itu semacam persiapan sebelum bulan puasa, jadi sampai sekarang tetap dilestarikan, kepercayaan orang dahulu seperti itu, sekarang para generasi muda banyak yang lupa dengan kebudayaannya sendiri, kalau tidak orang tua yang membantu merawat, seperti padusan ini salah satunya). Pernyataan mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di kota Solo
mendukung pernyataan bu NW diatas bahwa seperti yang diungkapkan langsung
oleh Hr mahasiswa UMS di rumahnya :
“Padusan itu untuk mensucikan diri sebelum puasa guna mendekatkan diri dengan sang pencipta, karena ini sudah menjadi keyakinan daerah sini mbak”. Menurutnya “tradisi Padusan perlu dilestarikan karena jaman sekarang budaya daerah sendiri harus tetap dijaga mbak, tetapi menurut agama padusan tidak harus dilestarikan soalnya itu musyrik mbak, kalau ingin mensucikan diri ya ga harus mandi ke pemandian, saya pribadi seh setuju dilestarikan agar tidak punah mbak” (W/Hr/11/01/2010). Pernyataan Hr di atas maksudnya yaitu bahwa tradisi padusan bertujuan
untuk mensucikan diri sebelum bulan puasa karena tradisi padusan sudah menjadi
keyakinan atau kebiasaan daerah Cokro. Tradisi padusan harus tetap dilestarikan
apalagi di jaman sekarang, kebudayaan daerah sendiri harus tetap di jaga, tetapi
apabila dilihat dari segi agama, padusan itu musyrik karena untuk mensucikan diri
tidak harus datang ke pemandian untuk melaksanakan padusan. Sedikit berbeda
dengan apa yang diungkapkan oleh Rz :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
“Padusan itu ya mbak dilaksanakan setiap tahun menjelang bulan Ramadhan merupakan warisan dari nenek moyang terdahulu. Tujuan dari padusan itu sendiri yaitu membersihkan jiwa raga guna menghadapi dan menjalankan ibadah puasa, agar dalam menjalankan ibadah puasa jiwa raga dalam kondisi benar-benar bersih. Tradisi Padusan harus tetap dilestarikan, jangan sampai hilang seiring perkembangan jaman. Tidak semua daerah memiliki potensi seperti ini, jadi kita sebagai warga pemilik kebudayaan harus tetap menjaga kelestarian budaya kita sendiri jangan sampai musnah atau malah bisa-bisa diambil orang lain” (W/Rz/27/11/2009).
Menurut Rz padusan itu dilaksanakan setiap tahun menjelang bulan
Ramadhan, merupakan warisan nenek moyang. Padusan bertujuan untuk
membersihkan jiwa raga guna menyambut bulan puasa supaya dalam menjalankan
ibadah puasa jiwa raga dalam keadaan bersih. Tradisi padusan juga harus tetap
dilestarikan karena tidak setiap daerah memiliki potensi seperti ini.
Selain apa yang diungkapkan Rz, gadis pelajar SMA yaitu NL juga
menambahkan :
“aku yowes pernah ning padusan mbak, ning Wonolelo, terus sing terakhir wingi ning Cokro, tapi aku lagi sepisan wingi padusan ning Cokro mbak, dijak konco-koncoku. Tujuanku padusan kui sing pertama yo mergo dijak konco-koncoku, terus yo golek hiburan mbak soale rame banget, terus yo karo membersihkan dosa-dosa sebelum puasa”. (saya juga sudah pernah padusan, ke Wonolelo, terus yang terakhir ke Cokro, tetapi saya baru pertama kalinya kemarin padusan ke Cokro, diajak teman-teman saya. Tujuan saya padusan itu yang pertama karena diajak teman-teman, kemudian nyari hiburan karena ramai banget kemudian sekalian membersihkan dosa-dosa sebelum puasa). NL juga mengatakan bahwa “padusan dilaksanakan satu atau dua hari sebelum bulan puasa”. Menurut NL, padusan harus tetap dilestariakn jangan sampai punah, “sayang banget mbak nek sampe ora rutin dilaksanakan” (sayang banget kalau sampai tidak rutin dilaksanakan). (W/NL/16/12/2009).
NL mengungkapkan kalau padusan itu ajang mencari hiburan dan selain
itu untuk membersihkan diri sebelum puasa.
Dari semua uraian di atas dapat diambil kesimpulan akhir, bahwa persepsi
masyarakat sekitar desa Cokro mengenai tradisi padusan, seperti yang
diungkapkan pak Sy selaku perangkat desa, pak Dm selaku pengelola dinas
pariwisata Umbul Cokro dan ketua pelaksanaan tradisi padusan, Ibu Nw padagang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
di Umbul Cokro, Rz, Ar selaku perngunjung, dan yang terakhir NL, Hr, Jk
mengungkapkan bahwa tradisi padusan adalah mensucikan atau membersihkan
diri secara simbolis sebelum menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yang
dilaksanakan setiap satu tahun sekali yang telah dilaksanakan sejak nenek moyang
secara turun-temurun dan harus dilestarikan karena merupakan kebudayaan
bangsa. Tetapi ada pernyataan lain yaitu Jk bahwa tradisi padusan tidak
mensucikan diri karena air yang dipakai untuk mandi airnya malah kotor karena
banyaknya pengunjung yang membuang sampah sembarangan dan ada juga
pengunjung yang malah mabuk-mabukan di kawasan umbul tempat pelaksanaan
padusan.
2. Alasan Datang Waktu Padusan
a. Datang dengan Tujuan Berpariwisata atau Mencari Hiburan
Mereka yang datang dengan tujuan untuk berwisata biasanya
memanfaatkan obyek wisata yang berupa kolam renang. Wisatawan yang datang
untuk berenang terdiri dari anak-anak, remaja, dan dewasa. Ada juga orang tua
yang datang untuk berwisata ke area mata air ini. Namun biasanya orang tua ini
datang bersama keluarganya.
Seperti pernyataan BS di bawah ini :
“Aku ning padusan bereng-bereng karo sekelurgaku mbak, nek dewe ora mungkin oleh soale rame. Daripada ning ngomah, aku ngajak bapak ning padusan nggolek hiburan karo renang” (W/BS/16/12/2009), (saya ke padusan bersama keluarga saya, kalau sendiri tidak diperbolehkan soalnya ramai. Daripada di rumah, saya ngajak bapak ke padusan mencari hiburan sambil berenang).
Selain apa yang diungkapkan BS tersebut di atas, NL pelajar SMA yang
senang bermain ini menambahkan :
“ aku yowes pernah ning padusan mbak, ning Wonolelo, terus sing terakhir wingi ning Cokro, tapi aku lagi sepisan wingi padusan ning Cokro mbak, dijak konco-koncoku. Tujuanku padusan kui sing pertama yo mergo dijak konco-koncoku, terus yo golek hiburan mbak soale rame banget, terus yo karo membersihkan dosa-dosa sebelum puasa, gitu seh mbak tujuan padusan kui menurutku” (saya juga sudah pernah padusan, ke Wonolelo, terus yang terakhir ke Cokro, tetapi saya baru pertama kalinya kemarin padusan ke Cokro, diajak teman-teman saya. Tujuan saya padusan itu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
pertama karena diajak teman-teman, kemudian nyari hiburan, karena ramai banget, kermudian sama membersihkan dosa-dosa sebelum puasa tujuan padusan menurutku itu). (W/NL/16/12/2009)
Seperti halnya pernyataan Rz di bawah ini :
“Jujur saya datang kesini, terutama pas padusan ya mbak, untuk mencari hiburan, disamping itu juga pengen membersihkan jiwa raga, yang menurut saya itu sebagai simbol aja sih mbak, yang terpenting itu kesiapan dan keimanan kita aja”. (W/Rz/27/11/2009).
Rz datang ke acara padusan untuk mencari hiburan karena banyak hiburan
yang ditampilkan untuk mendukung acara tradisi padusan diantaranya, musik
dangdut, reog drumband, karnaval atau arak-arakan kebudayaan, dan lain-lain.
Dari semua hiburan yang disajikan pada acara padusan yang paling disukai Rz
adalah musik dangdut, kata Rz dengan nada malu-malu.
Apa yang telah diungkapkan Rz, didukung oleh pernyataan Hr :
“aku datang ke Cokro hanya untuk sekedar nongkrong bersama dengan teman-teman sambil melihat situasi yang ada di Umbul Cokro, selain itu juga untuk mencari hiburan atau sekedar refresing. Pada waktu hari-hari biasa, saya dengan teman-teman pergi ke Cokro untuk berenang. Banyak masyarakat sekitar sini yang memanfaatkan obyek wisata Cokro ini sebagai sumber penghasilan mbak, banyak warga sekitar sini yang berjualan disana, wah rame banget karena pas padusan itu ada beberapa hiburan yang dapat menarik pengunjung untuk datang ke Umbul Cokro ini mbak, misalnya saja hiburan yang disuguhkan yaitu musik dangdut, rege dll. Hiburan-hiburan tersebut diselenggarakan oleh masyarakat dan bekerjasama dengan para sponsor, tetapi akhir-akhir ini pengunjung yang datang ke Umbul Cokro menurun mbak menurut pengamatan saya sendiri karena mereka pada pergi ke Kandang Menjangan atau Pengging, dulu belum ada kolam renang di Kandang Menjangan jadi ya masih lumayan rame.” (W/Hr/11/01/2010).
Selain itu, Jk sedikit menambahkan apa yang diungkapkan Hr :
“ aku kalau datang ke padusan cuma sekedar nonton-nonton keramaian
saja, tidak benar-benar ingin mensucikan diri” (W/Jk/21/12/2009).
Tujuan utama Jk datang ke Padusan yaitu hanya untuk sekedar melihat
keramaian saja, tidak untu menyucikan diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Sama seperti halnya Jk, Hr pelajar STM ini juga mengaku datang ke acara
padusan hanya untuk sekedar refresing.
“aku ke padusan untuk refresing seh mbak daripada di rumah”
(W/Hr/21/11/2010).
Menurut pengamatan pak Sy :
“Dulu ya mbak masyarakat yang datang ke pemandian memang benar-benar mandi di umbul tetapi sekarang ini pengunjung yang datang kebanyakan hanya untuk mencari hiburan, jarang sekali yang benar-benar mandi untuk mensucikan diri. Sekarang ini pengunjung tidak mandi untuk membersihkan diri tetapi malah mandi keringat karena kebanyakan mereka mencari hiburan musik dangdut” (W/Sy/11/01/2010). Ungkap pak Sy dengan nada bercanda. Dari semua pengungkapan informan di atas tentang alasan pengunjung
datang waktu padusan di umbul Ingas Cokro dapat disimpulkan bahwa
pengunjung datang waktu padusan di umbul Ingas Cokro yaitu untuk mencari
hiburan atau sekedar refresing.
b. Datang Untuk Memanfaatkan Mata Air (bukan tujuan wisata)
Pengunjung yang datang bukan untuk tujuan wisata biasanya berasal dari
daerah di sekitar lokasi. Mereka datang untuk tujuan mandi dan mencuci. Dilihat
dari segi usia mereka yang datang untuk tujuan ini berasal dari segala usia. Hal ini
karena biasanya mereka datang bersama keluarganya, sekaligus untuk acara
berlibur. Seperti yang diungkapkan salah satu informan yang berinisial Ar di
bawah ini. Ar datang ke obyek pemandian Cokro dan pada waktu padusan untuk
acara mandi-mandi buang sial.
“aku ke Cokro untuk acara mandi-mandi buang sial mbak karena airnya masih alami dan langsung bersumber dari mata air dan karena jarak dengan rumah saya lumayan dekat, kalau ke Tawangmangu kan jauh mbak jadi ya males mending ke Cokro saja. Selain itu juga untuk refresing seh mbak daripada di rumah” (W/Ar/21/11/2009). Bs juga menambahkan pernyataan Ar : “aku ning Cokro yo karo adus barang mbak, renang nyemplung ning banyu soale banyune ise bening” (W/Bs/16/12/2009). (saya ke Cokro mandi, renang ke dalam air soalnya air nya masih jernih).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Dapat disimpulkan dari pernyataan Ar dan Bs di atas alasan pengunjung
datang ke padusan di umbul Ingas Cokro yaitu selain untuk refresing Ar dan Bs
datang ke Umbul Ingas Cokro juga untuk mandi memanfaatkan debit air yang
melimpah di pemandian umbul Cokro.
c. Datang Untuk Melakukan Ritual Tertentu
Pengunjung yang datang untuk melakukan ritual tertentu, datang ke lokasi
ini pada hari-hari mendekati bulan puasa (biasanya1-3 hari menjelang awal bulan
puasa) dan pada waktu malam hari sesuai dengan hari baik orang yang ingin
melakukan ritual di Umbul Ingas Cokro. Mereka yang datang untuk tujuan ini
biasanya berasal dari daerah sekitar lokasi sampai daerah diluar Kabupaten
Klaten. Dilihat dari segi usia, biasanya mereka adalah orang-orang dewasa, dan
orang tua. Seperti pengungkapan pak Sy selaku perangkat dan juga dulu pernah
mengelola umbul Ingas.
“Menurut keyakinan para warga umbul Cokro masih bersifat sakral, misalnya pohon yang ada di sekitar Umbul sejak saya kecil sampai sekarang ga tumbuh-tumbuh, sama saja. Selain itu hal ini terbukti dengan adanya kebiasaan para warga yang memanfaatkan air di umbul cokro untuk memohon sesuatu kepada Tuhan. Biasanya seseorang yang mempunyai keinginan datang ke umbul ini sesuai dengan hari baiknya pada waktu malam hari untuk mandi atau orang jawa biasa menyebut dengan istilah Kungkum di umbul Ingas. Kebanyakan yang datang adalah masyarakat Tionghoa atau keturunan ras Cina. Masyarakat Jawa sendiri relatif kecil, kalau masyarakat jawa biasanya para pejabat atau para pengusaha. Warga sekitar Cokro malah jarang melakukan ritual khusus di umbul Ingas untuk meminta suatu permohonan. Ritual seperti itu didasari dengan keyakinan yang kemudian menimbulkan sugesti pada diri seseorang” (W/Sy/11/01/2010).
Hr juga menambahkan pernyataan pak Sy :
“Dalam pelaksanaan padusan yang saya ketahui tidak ada ritual khusus, tetapi pada malam-malam tertentu, misalnya malam jumat kliwon Umbul Cokro ini dipakai oleh sebagian masyarakat untuk menjalankan ritual khusus meminta sesuatu kepada Sang Pencipta, karena Umbul Ingas ini dipercaya masih sakral dan apabila kita menjalankan ritual disini pada malam-malam tertentu dapat dikabulkan, misalnya saja untuk mencari pesugihan biar cepat kaya tanpa harus bekerja keras, kemudian ada juga yang percaya supaya dagangannya laris dalam berjualan, selain itu ada juga yang percaya cepat dapat jodoh bagi yang belum menikah tetapi sudah cukup umur” (W/Hr/11/01/2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Dari pernyataan pak Sy dan di dukung dari pernyataan Hr di atas dapat
disimpulkan masyarakat datang ke padusan atau ke umbul Ingas Cokro selain
untuk refresing atau untuk mencari hiburan dan untuk acara mandi, ada juga yang
datang ke Umbul Ingas Cokro baik pada waktu padusan maupun tidak yaitu untuk
melakukan ritual tertentu sesuai dengan hari baiknya dengan tujuan apa yang
diharapkan dapat tercapai, karena umbul Ingas yang berada di desa Cokro
dipercaya masih bersifat sakral oleh warga sekitar.
Kesimpulan akhir dari pernyataan di atas tentang alasan pengunjung
datang pada waktu padusan di umbul Ingas Cokro, pertama menurut Bs, NL, Hr,
Rz, Jk dan pak Sy untuk berpariwisata atau untuk sekedar refresing mencari
hiburan. Pada waktu padusan berlangsung disuguhkan beberapa hiburan untuk
menghibur para pengunjung sebagai pendukung acara padusan. Kedua, menurut
Ar dan Bs alasan pengunjung datang ke padusan di umbul Ingas Cokro yaitu
selain untuk mencari hiburan atau sdekedar refresing juga untuk mandi
memanfaatkan debit air yang melimpah di pemandian umbul Cokro. Terakhir
yang ketiga, menurut pak Sy dan Hr pengunjung datang untuk melakukan ritual
tertentu, datang ke lokasi ini (umbul Ingas Cokro) pada hari-hari mendekati bulan
puasa (biasanya1-3 hari menjelang awal bulan puasa) dan pada waktu malam hari
sesuai dengan hari baik orang yang ingin melakukan ritual di Umbul Ingas Cokro,
karena umbul ini dipercaya masih bersifat sakral.
3. Dampak Tradisi Padusan Terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar
Di Desa Cokro
Dengan adanya pelaksanaan tradisi padusan yang diadakan oleh warga
desa Cokro setiap satu tahun sekali tidak begitu terlihat menunjang kesejahteraan
warga. Tradisi padusan hanya dilaksanakan setahun sekali menjelang bulan suci
Ramadhan sehingga tidak begitu berarti bagi perekonomian warga.
Berikut penuturan Bapak Dm dengan nada semangat :
“Penghasilan yang didapat oleh pedagang itu cukup lumayan daripada menganggur dirumah, tetapi saya kurang begitu tahu berapa pastiya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
penghasilan yang mereka dapat dari hasil jualannya itu, apalagi pas acara padusan, para pedagang bisa meraih keuntungan yang lumayan besar karena banyaknya pengunjung, tetapi karena tradisi padusan hanya dilaksanakan sekitar 1-2 hari setiap setahun sekali maka kurang begitu berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Lain halnya dengan adanya obyek wisata pemandian Cokro bisa berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat, misalnya para pedagang yang berjualan di sekitar umbul”. (W/Dm/17/11/2009). Tradisi padusan hanya dilaksanakan menjelang bulan puasa, setahun sekali
sehingga kurang begitu nampak terhadap kemajuan perekonomian warga desa
Cokro. Bagi warga yang berjualan pada waktu padusan maupun menjadi tukang
parkir akan mendapatkan keuntungan yang lumayan dibanding hari-hari biasa
tetapi keuntungan yang mereka dapat hanya sekitar 1-2 hari itu saja pada waktu
acara padusan berlangsung. Berbeda halnya dengan obyek wisata pemandian
Umbul Ingas Cokro yang dibuka untuk wisata alam setiap harinya, yang ramai di
kunjungi pada waktu hari-hari libur tersebut malah dapat menopang
perekonomian warga yang berprofesi sebagai pedagang, karena menggantungkan
perekonomian keluarga setiap harinya pada obyek wisata pemandian Umbul
Cokro. Untuk sebagian besar warga Cokro tidak menggantungkan perekonomian
pada obyek wisata pemandian Umbul Ingas atau potensi wisata budaya padusan
tetapi pada sektor agraris.
Pak Sy juga menuturkan hampir sama dengan apa yang diungkapkan oleh
Bapak Dm :
“Banyak para pedagang yang datang ke pemandian Cokro tiap tahunnya pada waktu acara padusan. Kebanyakan para pedagang malah bersal dari luar daerah sini mbak, ada yang dari daerah Boyolali, Klaten kota dll. Warga daerah sini yang berjualan malah sedikit, biasanya warga daerah sini yang berjualan pada saat padusan ya yang berjualan pada waktu hari-hari biasa atau hari-hari libur. Dalam pelaksanaan acara padusan Desa Cokro mendapat bagian 15% dari hasil pendapatan pelaksanaan tradisi padusan, tetapi pada kenyataan tidak mencapai 15%. Untuk padusan terakhir kemarin yaitu padusan pada tahun 2009, desa Cokro sini mendapatkan pemasukan sebesar Rp. 2.975.000, uang tersebut masuk ke kas desa biasanya digunakan untuk pembangunan desa dan biasanya sebagian uang tersebut digunakan untuk perayaan 17an pada bulan Agustus untuk membangun gapuro dll. Selain itu biasanya desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
sekitar Cokro yang masih masuk kelurahan Cokro sini ya mbak, dikasih jatah kurang lebih Rp 100.000-Rp 200.000 untuk tambahan perayaan 17an, supaya juga bisa merasakan hasil dari pelaksanaan Padusan” (W/Sy/11/01/2010).
Paling tidak dengan potensi wisata budaya yang dimiliki desa Cokro yaitu
tradisi padusan kas Desa Cokro bertambah sebesar 15 % dari hasil pendapatan
pelaksanaan tradisi Padusan. Biasanya uang kas tersebut dapat digunakan untuk
pembangunan desa dan tambahan pada waktu perayaan 17 agustus an. Warga desa
Cokro yang berjualan pada saat padusan tidak begitu banyak kecuali padagang
yang kesehariannya berjualan di obyek wisata pemandian umbul Cokro. Pedagang
yang berjualan malah justru kebanyakan dari daerah luar.
Ibu NW seorang pedagang yang kesehariannya berjualan di obyek wisata
pemandian Umbul Ingas mengaku :
”sayange padusan naming setahun sepindah, gor sedino rung ndino mbak, ora pati ketok neng ekonomi keluarga, tapi paling ora iso ngurangi beban keluarga. Pas padusan dagangan nggih cepet payu mbak mergo rame”(W/Nw/21/11/2009). (sayangnya padusan hanya dilaksanakna setahun sekali, itu pun cuma satu dua hari saja mbak, jadi tidak begitu kelihatan di ekonomi keluarga, tetapi paling tidak bisa mengurangi beban keluarga. Waktu padusan dagangan ya cepat laku karena ramai).
Penghasilan yang didapat dari hasil jualan tergolong lumayan. Setiap
harinya terutama pada hari-hari libur, Ibu NW meraih keuntungan lebih kurang
Rp 200.000, apalagi pada perayaan tradisi padusan yang dilaksanakan setiap tahun
menjelang bulan puasa, penghasilan yang didapat dari hasil jualan bisa mencapai
sekitar Rp 300.000 per hari, penghasilan yang cukup lumayan. Sebenarnya modal
yang dikeluarkan Ibu NW untuk usahanya sama waktu padusan dengan hari-hari
biasa, hanya pada waktu padusan itu dagangannya cepat laku dibanding hari-hari
biasanya. Ibu NW mengaku dengan adanya padusan penghasilannya bertambah
sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, karena pada
saat pelaksanaan tradisi padusan dagangannya laku terjual habis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Pernyataan Ibu Nw diatas menyayangkan bahwa padusan hanya
dilaksanakan sekitar 1-2 hari setahun sekali, karena pada saat itu penghasilan yang
di dapat lumayan daripada hari-hari biasa.
Bs juga mengatakan hal berikut :
“Pada saat padusan banyak pengunjung yang datang, sehingga para pedagang nya akan laris mbak, harga makanan akan naik, untuk dampak ekonominya saya kurang tahu mbak, yang jelas makanan ringan dinaikkan dan mahal-mahal, contohnya taro yang biasanya harganya Rp. 1000 menjadi Rp 1.500 mbak” (W/Bs/16/12/2009).
Pada saat padusan banyak pedagang yang menaikkan harga
dagangannya, karena banyaknya pengunjung yang datang sehingga para pedagang
banyak yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menjajakkan dagangannya.
Menurut pengamatan Rz sebagai pengunjung, dia juga menambahkan
sebagai berikut :
”tradisi padusan juga dapat menunjang perekonomian masyarakat sekitar, karena pada saat acara pelaksanaan tradisi padusan pedagang sekitar desa Cokro memanfaatkan situasi ini untuk menjajakkan dagangan mereka. Pedagang-pedagang itu berasal dari daerah Cokro, Boyolali, Sukoharjo, Jogjakarta dan sekitarnya”(W/Rz/21/11/2009).
Bapak Dm juga menambahkan :
“Pelaksaan tradisi padusan tidak dikelola secara menyeluruh oleh pemerintah Kabupaten Klaten tetapi diserahkan oleh pihak swasta yang mau dan dianggap mampu mengelola setiap tahunnya dalam rangka menyambut datangnya bulan suci ramadhan, apabila pihak swasta atau CV yang mengelola pelaksanaan Tradisi Padusan itu memuaskan dalam artian tidak ada keributan diantara pengunjung, kemudian obyek wisata Umbul Ingas yang dijadikan tempat pelaksaan tradisi padusan itu tetap terjaga dengan baik dan bersih, tidak kumuh, maka untuk tahun berikutnya, pengelolaan pelaksanaan tradisi padusan diserahkan kepada pihak swasta tersebut untuk tetap mengelola dan mengurus pelaksaan tradisi padusan, sedangkan pemerintah atau dinas pariwisata Kabupaten Klaten hanya memantau dan meninjau jalannya pelaksaan tradisi padusan” (W/Dm/17/11/2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Sedangkan Pak Sy ketika dimintai keterangan menyebutkan seperti ini :
“dari hasil pemasukan pelaksanaan padusan sebagian masuk ke kas desa sebesar 15% mbak, untuk padusan terakhir kemarin yaitu padusan pada tahun 2009, desa Cokro sini mendapatkan pemasukan sebesar Rp. 2.975.000, uang tersebut masuk ke kas desa biasanya digunakan untuk pembangunan desa dan biasanya sebagian uang tersebut digunakan untuk perayaan 17an pada bulan agustus untuk membangun gapuro dll. Selain itu biasanya desa sekitar Cokro yang masih masuk kelurahan Cokro sini ya mbak, dikasih jatah kurang lebih Rp 100.000-Rp 200.000 untuk tambahan perayaan 17an, supaya juga bisa merasakan hasil dari pelaksnaan Padusan” (W/Sy/11/01/2010).
Pernyataan Pak Sy selaku perangkat desa bahwa setiap padusan
berlangsung desa Cokro mendapatkan pemasukan kurang lebih 15% dari hasil
pendapatan penyelenggaraan padusan. Pemasukan itu digunakan untuk
pembangunan desa dan sumbangan perayaan 17 Agustus-an.
Pak Dm dan beberapa petugas loket mengungkapkan pernyataan seperti di
bawah ini :
“Pelaksanaan tradisi padusan merupakan hasil kontrak antara pelelang dengan pihak dinas pariwisata Kabupaten Klaten. Pengelola harus menyetorkan hasil pelaksanaan tradisi padusan kepada dinas pariwisata Kabupaten Klaten sebesar Rp 34.000.000. Padusan tahun 2009 mengalami penurunan pengunjung. Penurunan pengunjung tersebut di karenakan pada waktu padusan tahun 2009 bertepatan dengan hari jumat mbak, jadi hanya masalah hari berpengaruh terhadap pengunjung. Hari jumat kan hari pendek jadi nanggung kalau mau datang ke padusan, kalau mau datang sebelun jumatan nanggung karena siangnya harus jumatan dan kalau mau datang setelah jumatan sudah siang panas, gitu mbak. Pengunjung padusan pada tahun 2009 sekitar 10 ribu pengunjung dengan biaya masuk per orang Rp 5.000, jadi penghasilan yang didapat sekitar Rp 50.000.000 dengan cara jumlah pengunjung di kalikan tarif masuk obyek wisata. Sedangkan uang yang harus di setorkan kepada pihak dinas pariwisata Kabupaten Klaten sebesar Rp 34.000.0000. Sehingga hasilnya Rp 50.000.000-Rp 34.000.000 adalah Rp 16.000.000. Hasilnya tersebut masih digunakan untuk biaya lain-lain seperti untuk pengamanan atau polisi sekitar 150 orang, konsumsi panitia padusan dan tamu undangan sekitar 500 orang, pajak, hiburan dan kurangnya ditutup oleh pihak sponsor. Jadi kalau dihitung-hitung saya malah rugi mbak. Untuk masalah pengunjung mengalami penurunan yang sangat drastis, karena tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2008, pengunjung padusan mencapai sekitar 20.000 pengunjung. Sedangkan target untuk tahun 2009 seharusnya 15.000 pengunjung, jadi ya karena masalah hari tersebut bisa berpengaruh terhadap jumlah pengunjung. Untuk hari-hari biasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
pengunjung dikenakan biaya masuk Rp3.000, kalau pas hari libur Rp 5.000, tapi kalau pengembangan obyek ini sudah selesai semua pengunjung dikenakan tarif masuk sebesar Rp 10.000 mbak. Hal itu sudah merupakan Perda, jadi bukan pihak sini yang ingin menaikkan tarif pengunjung” tambah petugas loket obyek wisata Pemandian Umbul Cokro (W/Dm/27/01/2010).
Kesimpulan akhir dari pernyataan di atas tentang dampak tradisi
padusan terhadap perekonomian masyarakat sekitar Desa Cokro menurut Bapak
Dm pengelola obyek wisata pemandian Cokro, Pak Sy, Ibu NW pedagang yang
kesehariannya berjualan di Obyek Wisata Pemandian Umbul Ingas, Bs, Rz yaitu
tidak begitu terlihat menunjang kesejahteraan warga sekitar karena tradisi
padusan hanya dilaksanakan setahun sekali menjelang bulan suci Ramadhan
sehingga kurang begitu berarti bagi perekonomian warga.
C. Kesimpulan Hasil Temuan
Kesimpulan dari hasil temuan penelitian adalah sebagai berikut:
Persepsi masyarakat sekitar Desa Cokro mengenai tradisi padusan, yaitu
yang pertama seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Dm pengelola obyek
wisata umbul Ingas Cokro, Pak Sy selaku perangkat Desa Cokro, Ibu NW
pedagang di umbul Cokro, Hr, Ar, Bs dan NL bahwa persepsi masyarakat
mengenai tradisi padusan yaitu mensucikan atau membersihkan diri secara
simbolis dan dilaksanakan setiap satu tahun sekali sekitar 1-2 hari sebelum
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yang telah dilaksanakan sejak nenek
moyang sedara turun-temurun dan harus dilestarikan.
Kemudian persepsi masyarakat sekitar Desa Cokro mengenai tradisi
padusan yang kedua seperti apa yang diungkapkan salah satu informan yang
bernama Jk mahasiswa perguruan tinggi negeri di Kota Solo bahwa tradisi
padusan tidak mensucikan diri karena air yang dipakai untuk mandi airnya malah
kotor karena banyaknya pengunjung yang membuang sampah sembarangan dan
ada juga pengunjung yang malah mabuk-mabukan di kawasan umbul tempat
pelaksaanaan padusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Ada beberapa alasan pengunjung datang ke acara padusan di Umbul Ingas
Cokro, pertama menurut Bs, NL, Hr, Rz, Jk dan pak Sy untuk berpariwisata atau
untuk sekedar refresing mencari hiburan. Pada waktu padusan berlangsung
disuguhkan beberapa hiburan untuk menghibur para pengunjung sebagai
pendukung acara padusan, diantaranya musik dangdut, rege, pagelaran reog,
karnaval atau arak-arakan kebudayaan. Kedua, menurut Ar dan Bs alasan
pengunjung yang datang ke padusan di umbul Ingas Cokro yaitu selain untuk
mencari hiburan atau sekedar refresing juga untuk mandi memanfaatkan debit air
yang melimpah di pemandian umbul Cokro. Terakhir yang ketiga, menurut pak
Sy dan Hr pengunjung datang untuk melakukan ritual tertentu, datang ke lokasi
ini (Umbul Ingas Cokro) pada hari-hari mendekati bulan puasa (biasanya1-3 hari
menjelang awal bulan puasa) dan pada waktu malam hari sesuai dengan hari baik
orang yang ingin melakukan ritual di Umbul Ingas Cokro, karena umbul ini
dipercaya masih bersifat sakral. Mereka yang datang untuk tujuan ini biasanya
berasal dari daerah sekitar lokasi sampai daerah diluar Kabupaten Klaten. Dilihat
dari segi usia, biasanya mereka adalah orang-orang dewasa, dan orang tua.
Dampak tradisi padusan terhadap perekonomian masyarakat sekitar
desa Cokro menurut Bapak Dm pengelola Obyek Wisata Pemandian Cokro, Pak
Sy, Ibu NW pedagang yang kesehariannya berjualan di Obyek Wisata Pemandian
Umbul Cokro, Bs, dan Rz, yaitu pelaksanaan tradisi padusan yang diadakan oleh
warga Desa Cokro setiap satu tahun sekali ini tidak begitu terlihat menunjang
kesejahteraan warga sekitar karena tradisi padusan hanya dilaksanakan setahun
sekali menjelang Bulan Suci Ramadhan sehingga kurang begitu berarti bagi
perekonomian warga.
D. Temuan Studi yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori
Pada sub bab berikut ini akan dibahas lebih lanjut tentang temuan studi
yang dihubungkan dengan kajian teori. Pembahasan ini dimaksudkan untuk
memperoleh makna yang mendasari temuan-temuan penelitian berkaitan dengan
teori-teori yang relevan dan dapat pula terjadi penemuan teori baru dari penelitian
ini kemudian dinyatakan dalam bentuk kesimpulan. Temuan data-data yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
dihasilkan dari penelitian ini kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori atau
pendapat yang ada atau sedang berkembang. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan
dilakukan pembahasan secara rinci.
1. Persepsi Masyarakat Sekitar Desa Cokro Mengenai Tradisi Padusan
Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari manusia membentuk
kelompok yang terikat pada kesatuan-kesatuan kolektif di lingkungan sekitar.
Kesatuan kolektif manusia lazim disebut dengan masyarakat. Masyarakat dibagi
berdasarkan wilayah, yaitu masyarakat desa dan masyarakat kota. Masyarakat
desa merupakan masyarakat yang mendiami daerah pedesaaan dimana mata
pencaharian utama adalah bidang pertanian. Pada umumnya perkataan pedesaan
merujuk pada suatu daerah desa atau sekitarnya. Desa ditinjau dari segi hukum
ketata negaraan merupakan unit pemerintahan hierarkis langsung di bawah
kecamatan. Desa berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya tanah air, tanah asal,
atau tanah kelahiran. Desa diartikan sebagai suatu kesatuan hukum tempat tinggal
suatu masyarakat yang mengadakan pemerintahan sendiri. Salah satu ciri desa
adalah keeratan dan kepatuhan masyarakat terhadap adat istiadat, terikat oleh
kebiasaan, tradisi, dan menjunjung tinggi adat-istiadat yang ada. Keterikatan
anggota masyarakat terhadap tradisi dan adat istiadat menyebabkan manusia
cukup tangguh untuk tetap memegang teguh warisan-warisan dari nenek moyang
dan semua yang diterima sebagai kebenaran oleh anggota masyarakat
pendukungnya (Suprihadi 1984: 7). Penduduk desa Cokro masih tetap memegang
teguh warisan nenek moyang dengan cara masih tetap melestarikan dan
menjalankan tradisi padusan yang diadakan setiap tahun sekali. Secara simbolis
tradisi padusan membersihkan diri menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
Desa merupakan pemukiman yang relatif kecil dan penduduknya
kebanyakan mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. “Masyarakat desa
merupakan suatu komunitas pertanian yang kecil” (Soerjono Soekanto, 1985:
538). Jumlah masyarakat desa relatif kecil apabila dibandingkan dengan
masyarakat kota. Jenis pekerjaan masyarakat desa tidak banyak, misalnya petani,
guru dan buruh. Penduduk Cokro dapat disebut masyarakat desa karena sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
dengan pengertian masyarakat desa di atas. Desa Cokro letaknya di sebelah timur
dari pusat pemerintahan Kecamatan tulung yang berjarak 3 km, berada pada
ketinggian 180 m dari permukaan air laut. Luas wilayah desa Cokro yaitu 81,
3695 Ha. Jumlah penduduk desa Cokro menurut jenis kelamin, pertumbuhan
penduduk dan usia menurut data monografi tahun 2008 tercatat 2062 jiwa, dengan
jumlah 463 kepala keluarga. Jumlah penduduk laki-laki 1040 jiwa dan penduduk
perempuan 1022 jiwa. Mayoritas penduduk desa Cokro bekerja sebagai petani
dengan jumlah 129 orang. Masyarakat desa sangat menjunjung tinggi adat istiadat
dan tradisi yang dimiliki. Oleh karena itu, masyarakat desa tidak bisa dipisahkan
dari masyarakat tradisional karena individu di dalam masyarakat desa tidak dapat
dipisahkan dari lingkungan dan kepercayaan atau adat-istiadat, yang mengajarkan
tentang bagaimana manusia berhubungan dengan alam secara langsung dan terikat
dengan alam semesta serta kekuatannya.
Masyarakat desa Cokro memiliki potensi wisata alam maupun wisata
budaya. Wisata alam tersebut yaitu adanya Pemandian Umbul Cokro yang saat ini
dalam proses pengembangan. Daya tarik Obyek Wisata Pemandian Umbul Cokro
terutama didapat dari adanya Sumber Air Ingas yang memiliki debit sangat besar
dengan kepadatan vegetasi yang beragam serta suasana pedesaan yang khas.
Selama ini sumber air ini menjadi obyek kunjungan rekreasi bagi masyarakat
sekitar Kabupaten Klaten dan sekitarnya. Kemudian potensi wisata budaya yang
dimiliki Desa Cokro adalah tradisi padusan. Tradisi padusan diadakan setiap satu
tahun sekali menjelang datangnya bulan suci Ramadhan yang berlangsung sekitar
1-2 hari, dan diadakan di Umbul Ingas yang berada di wilayah Desa Cokro. Tidak
semua daerah memiliki potensi yang sama, begitu juga dengan tradisi padusan.
Untuk itu perlu dilestarikan dan dikembangkan karena merupakan waisan nenek
moyang yang dilaksanakan secara turun-temurun. ”Tradisi merupakan pewarisan
atau penerusan norma-norma, adat-istiadat, kaidah-kaidah dan pewarisan harta
kekayaan”(Van Peursen 1978: 11). Menurut ketua panitia pelaksana padusan
sampai sekarang tradisi padusan masih tetap dilaksanakan.
“bahwa tradisi padusan merupakan ritual yang sifatnya turun-menurun, dari jaman nenek moyang sampai sekarang masih dilestarikan. Konon ceritanya mengapa Umbul Ingas sebagai tempat pelaksanaan tradisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
padusan karena pada jaman dahulu, umbul Ingas digunakan untuk tempat pemandian putri keraton Surakarta” (W/Dm/17/11/2009).
Sehingga masyarakat Desa Cokro masih menjalankan tradisi padusan
sampai sekarang yang merupakan pewarisan nenek moyang dahulu. Ada beberapa
pendapat atau persepsi dari masyarakat sekitar Desa Cokro mengenai tradisi
padusan
Kehidupan individu tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosialnya. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula
individu secara langsung berhubungan dengan dunia sekitarnya. Mulai saat itu
pula individu secara langsung menerima stimulus dari luar dirinya, dan ini
berkaitan dengan persepsi. “Persepsi dapat dipandang sebagai suatu pengamatan
terhadap obyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
dan menafsirkan obyek yang ada” (Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmad,
1990:38). “Sebagian besar pengetahuan, pikiran, perasaan, dan persepsi manusia
terkandung dalam bahasa, suatu sistem simbol. Kata-kata mengandung makna
atau nama yang menggolong-golongkan objek dan pikiran. Kata-kata adalah
persepsi konseptual mengenai dunia yang terkandung dalam simbol-simbol”
(Achmad Fedyani Saifuddin, 2005:292).
Persepsi dari masyarakat sekitar desa Cokro mengenai tradisi Padusan
yaitu yang pertama bahwa tradisi padusan bertujuan untuk membersihkan atau
mensucikan diri sebelum menjalankan ibadah puasa yang dilaksanakan setahun
sekali, dan dilaksanakan sekitar 1-2 menjelang bulan suci Ramadhan. Menurut
perangkat desa Cokro di kantor balai Desa Cokro.
“tradisi padusan merupakan adat kebiasaan yang turun-temurun yang
diadakan masyarakat setempat bertujuan untuk mensucikan diri,
diadakan setiap setahun sekali menjelang bulan suci yang diislamkan
menjadi budaya daerah Cokro” (W/Sy/11/01/2010).
“Kebudayaan sebagai: (1) suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan simbol tersebut individu-individu mendefinisikan dunia mereka, mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka; (2) suatu pola makna-makna yang ditransmisikan secara histories yang terkandung dalam bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik bagi mengontrol perilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan dalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi”(Clifford Geertz dalam Achmad Fedyani, 2005:288).
Tradisi padusan secara simbolik bertujuan mensucikan diri sebelum
menjalankan ibadah puasa. Seperti apa yang diungkapkan Bapak Dm sebagai
berikut :
“secara simbolis tradisi padusan bertujuan untuk mensucikan diri
sebelum menjalankan ibadah puasa”(W/Dm/17/11/2009).
Dari pernyataan bapak Dm selaku pengelola dinas pariwisata Umbul
Cokro, Ibu Nw padagang di Umbul cokro, Rz, Ar selaku pengunjung, dan yang
terakhir NL dan Hr hampir sama dengan pernyataan pak Sy bahwa persepsi
masyarakat mengenai tradisi padusan yaitu mensucikan atau membersihkan diri
secara simbolis sebelum menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yang
dilaksanakan setiap satu tahun sekali yang telah dilaksanakan sejak nenek moyang
secara turun-temurun dan harus dilestarikan. Menurut bapak Dm secara simbolis
tradisi padusan bertujuan untuk mensucikan diri sebelum menjalankan ibadah
puasa (W/Dm/17/11/2009). Pernyataan Bapak Dm didukung oleh pedagang di
umbul Cokro bahwa padusan itu semacam persiapan sebelum bulan puasa, yang
harus tetap dilestarikan karena merupakan kepercayaan nenek moyang terdahulu
(W/NW/27/11/2009). Pengungkapan Rz bahwa padusan itu dilaksanakan setiap
tahun menjelang bulan suci Ramadhan yang merupakan warisan nenek moyang
terdahulu dengan tujuan membersihkan jiwa raga guna menghadapi bulan puasa
supaya dalam menjalankan ibadah puasa dalam kondisi bersih
(W/Rz/27/11/2009). Ar juga mengungkapkan bahwa padusan adalah semacam
mandi bersih yang bertujuan untuk mensucikan diri dan dilaksanakan 1-2 hari
sebelum bulan puasa dan dilaksanakan setahun sekali. Tradisi padusan itu sudah
dilaksanakan sejak jaman nenek moyang kita (W/Ar/27/11/2009). Nl
menambahkan pernyataan Ar, tradisi padusan bertujuan untuk membersihkan diri
sebelum bulan puasa. Pernyataan yang terakhir yaitu Hr, bahwa tradisi padusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
untuk mensucikan diri sebelum puasa guna mendekatkan diri dengan Sang
Pencipta karena tradisi padusan sudah menjadi keyakinan daerah Cokro yang
harus tetap dijaga dan dilestarikan (W/Hr/11/01/2010).
Kemudian yang kedua persepsi masyarakat sekitar Desa Cokro mengenai
tradisi padusan adalah seperti apa yang diungkapkan oleh Jk mahasiswa
perguruan tingggi negeri di Kota Solo ini bahwa tradisi padusan tidak mensucikan
diri karena air yang dipakai untuk mandi airnya malah kotor karena banyaknya
pengunjung yang membuang sampah sembarangan dan ada juga pengunjung yang
malah mabuk-mabukan di kawasan umbul tempat pelaksaanaan padusan yang
jelas bertentangan dengan ajaran agama. Seharusnya untuk menyambut datangnya
bulan suci Ramadhan diisi dengan hal-hal yang bersifat positif, tetapi ada
sebagian pengunjung yang memanfaatkan situasi padusan untuk mabuk-mabukan,
apakah itu yang dinamakan dengan mensucikan diri? (W/Jk/21/12/2009).
Masyarakat desa Cokro merupakan masyarakat Jawa atau suku Jawa
karena merupakan masyarakat tradisional hidup di daerah pedesaan dan bekerja di
sektor pertanian. Secara rinci berikut ini dikemukakan ciri khas kehidupan
masyarakat pedesaan (Roucek dan Warren dalam Jefta Leibo, 1995: 225) sebagai
berikut:
1) Mereka mempunyai sifat homogenitas dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai
dalam kebudayaan serta sikap dan tingkah laku.
Hal tersebut tercermin dalam kehidupan masyarakat desa Cokro
yang kebanyakan petani. Mayoritas penduduk desa Cokro menggantungkan
hidupnya pada sektor agraris atau pertanian. Selain itu masyarakat desa
Cokro masih menjalankan nilai-nilai tradisi dengan tetap menjalankan
tradisi padusan yang merupakan warisan nenek moyang kita.
2) Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit
ekonomi artinya semua anggota keluarga turut bersama-sama terlibat dalam
kegiatan pertanian atau mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi
rumah tangga dan juga ditentukan oleh kelompok primer yakni dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
memecahkan suatu maslah cukup memainkan peranan yang penting dalam
pengambilan keputusan.
Desa Cokro merupakan desa dimana masyarakatnya memiliki semangat
kerja yang cukup tinggi. Biasanya dalam menggarap sawah dikerjakan
secara bersama-sama, kadang anak-anaknya juga ikut terjun ke sawah untuk
membantu pekerjaan orang tua.
3) Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada misalnya
keterikatan masyarakat dengan tanah atau desa kelahiran.
Desa Cokro termasuk wilayah yang beruntung karena memiliki debit air
yang melimpah sehingga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian guna
memenuhi perekonomian keluarga.
4) Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada di kota
serta jumlah keluarga dari keluarga inti lebih banyak.
Masyarakat desa cokro memiliki semangat gotong royong yang cukup
tinggi, hidup tolong menolong, bekerja sama dalam melakukan pekerjaan
untuk kepentingan bersama. Gaya hidup tolong menolong ini selalu hidup
dalam hati warga masyarakat desa Cokro. Dalam masyarakat Jawa setiap
laki-laki dalam keluarga mempunyai pekerjaan berat seperti menggarap
sawah, membuat rumah (sambatan), memperbaiki jalan desa, membersihkan
kompleks makam dan lain sebagainya. Namun biasanya dikerjakan secara
bersama-sama dan tolong menolong.
2. Alasan Pengunjung Datang Waktu Padusan
Ada beberapa alasan yang mendorong pengunjung datang ke acara padusan
di Umbul Ingas Cokro.
a. Datang Dengan Tujuan Berpariwisata atau Mencari Hiburan
Mereka yang datang dengan tujuan untuk berwisata biasanya
memanfaatkan obyek wisata yang berupa kolam renang. Wisatawan yang datang
untuk berenang terdiri dari anak-anak, remaja, dan dewasa. Ada juga orang tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
yang datang untuk berwisata ke area mata air ini. Namun biasanya orang tua ini
datang bersama keluarganya.
”Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut
yang dilakukan secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati objek
dan daya tarik wisata” (undang-undang nomor 9 tahun 1990 tentang
kepariwisataan). Sedangkan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan wisata, termasuk perusahaan objek wisata dan daya tarik wisata serta
usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut.
Seperti pernyataan BS di bawah ini :
“Aku ning padusan bereng-bereng karo sekelurgaku mbak, nek dewe ora mungkin oleh soale rame. Daripada ning ngomah, aku ngajak bapak ning padusan nggolek hiburan karo renang” (W/BS/16/12/2009), (saya ke padusan bersama keluarga saya mbak, kalau sendiri tidak diperbolehkan soalnya rame. Daripada di rumah, saya ngajak bapak ke padusan mencari hiburan sambil berenang).
Dari semua pengungkapan beberapa informan yaitu Bs, NL, Hr, Rz, Jk dan
pak Sy tentang alasan pengunjung datang ke acara padusan di umbul Ingas Cokro
yaitu untuk mencari hiburan atau sekedar refresing. Menurut Nl hampir sama
dengan apa yang dikatakan BS bahwa tujuan datang ke padusan karena diajak
teman-temannya mencari hiburan dan sekalian membersihkan diri menjelang
puasa, tetapi tujuan utamanya adalah untuk bersenang-senang mencari hiburan
(W/NL/16/12/2009). Sedangkan Hr mengungkapkan bahwa tujuan Hr datang ke
acara padusan yaitu untuk refresing karena pada waktu padusan disuguhkan
beberapa hiburan seperti musik dangdut, rege, reog, dll, selain itu kadang juga
dimanfaatkan untuk berenang (W/Hr/11/01/2010). Rz juga menambahkan bahwa
tujuannya datang ke padusan yang pertama mencari hiburan sambil membersihkan
diri (W/Rz/21/11/2009). Kemudian yang terakhir Jk dan pak Sy juga
mengungkapkan mayoritas tujuan pengunjung datang ke padusan untuk mencari
hiburan daripada di rumah dan mandi keringat karena banyaknya hiburan yang
disuguhkan salah satu nya musik dangdut yang memancing pengunjung untuk
berjoget dan berdesak-desakkan hanya untuk menikamati musik dangdut sebagai
pendukung acara padusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
b. Datang Untuk Memanfaatkan Mata Air (bukan tujuan wisata)
Pengunjung yang datang bukan untuk tujuan wisata biasanya berasal dari
daerah di sekitar lokasi. Mereka datang untuk tujuan mandi dan mencuci. Dilihat
dari segi usia mereka yang datang untuk tujuan ini berasal dari segala usia.hal ini
karena biasanya mereka datang bersama keluarganya, sekaligus untuk acara
berlibur. Seperti yang diungkapkan salah satu informan yang berinisial Ar di
bawah ini. Ar datang ke Obyek Pemandian Cokro dan pada waktu padusan untuk
acara mandi-mandi buang sial.
“aku ke Cokro untuk acara mandi-mandi buang sial mbak karena airnya masih alami dan langsung bersumber dari mata air dan karena jarak dengan rumah saya lumayan dekat, kalau ke Tawangmangu kan jauh mbak jadi ya males mending ke Cokro saja. Selain itu juga untuk refresing seh mbak daripada di rumah” (W/Ar/21/11/2009). Bs juga menambahkan pernyataan Ar :
“Aku ning Cokro yo karo adus barang mbak, renang nyemplung ning banyu soale banyune ise bening” (W/Bs/16/12/2009). (saya ke Cokro ya sama mandi skalian mbak, renang nyebur ke dalam air soalnya air nya masih bening). Dapat disimpulkan dari pernyataan Ar dan Bs di atas bahwa alasan
pengunjung datang ke padusan di umbul Ingas Cokro yaitu selain untuk refresing
Ar dan Bs datang ke Umbul Ingas Cokro juga untuk mandi memanfaatkan debit
air yang melimpah di pemandian umbul Cokro.
c. Datang Untuk Melakukan Ritual Tertentu
Pengunjung yang datang untuk melakukan ritual tertentu, datang ke lokasi
ini pada hari-hari mendekati bulan puasa (biasanya1-3 hari menjelang awal bulan
puasa) dan pada waktu malam hari sesuai dengan hari baik orang yang ingin
melakukan ritual di Umbul Ingas Cokro. Mereka yang datang untuk tujuan ini
biasanya berasal dari daerah sekitar lokasi sampai daerah diluar Kabupaten
Klaten. Dilihat dari segi usia, biasanya mereka adalah orang-orang dewasa, dan
orang tua. Seperti pengungkapan pak Sy selaku perangkat,
“Menurut keyakinan para warga umbul Cokro masih bersifat sakral, hal ini terbukti dengan adanya kebiasaan para warga yang memanfaatkan air di umbul cokro untuk memohon sesuatu kepada Tuhan. Biasanya seseorang yang mempunyai keinginan datang ke umbul ini sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
hari baiknya pada waktu malam hari untuk mandi atau orang jawa biasa menyebut dengan istilah Kungkum di umbul Ingas. Kebanyakan yang datang adalah masyarakat Tionghoa atau keturunan ras Cina. Masyarakat Jawa sendiri relatif kecil, kalau masyarakat jawa biasanya para pejabat atau para pengusaha. Warga sekitar Cokro malah jarang melakukan ritual khusus di umbul Ingas untuk meminta suatu permohonan. Ritual seperti itu didasari dengan keyakinan yang kemudian menimbulkan sugesti pada diri seseorang” (W/Sy/11/01/2010).
Dari pernyataan pak Sy dan di dukung dari pernyataan Hr bahwa dalam
pelaksanaan padusan tidak ada ritual khusus, tetapi pada malam-malam tertentu,
misalnya malam jumat kliwon Umbul Cokro dipakai oleh sebagian masyarakat
untuk menjalankan ritual khusus meminta sesuatu kepada Sang Pencipta, karena
Umbul Ingas ini dipercaya masih sakral dan apabila kita menjalankan ritual disini
pada malam-malam tertentu dapat dikabulkan (W/Hr/11/01/2010). Pengunjung
datang ke padusan atau ke Umbul Ingas Cokro selain untuk refresing atau untuk
mencari hiburan dan untuk acara mandi, ada juga yang datang ke Umbul Ingas
Cokro baik pada waktu padusan maupun tidak yaitu untuk melakukan ritual
tertentu sesuai dengan hari baiknya dengan tujuan apa yang diharapkan dapat
tercapai., karena umbul Ingas yang berada di desa Cokro dipercaya masih bersifat
sakral oleh warga sekitar.
3. Dampak Tradisi Padusan Terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar
Di Desa Cokro
Tradisi padusan tidak begitu terlihat menunjang kesejahteraan atau
warga Cokro, karena tradisi padusan hanya dilaksanakan satu tahun sekali
menjelang bulan suci Ramadhan sehingga kurang begitu berarti bagi
perekonomian warga.
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian
menyebabkan timbulnya kelangkaan (www.wikipidia.org).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Ibu NW seorang pedagang yang kesehariannya berjualan di obyek
wisata pemandian umbul Cokro menceritakan berjualan pada saat padusan.
”sayange padusan naming setahun sepindah, gor sedino rung ndino mbak, dadi ora pati ketok neng ekonomi keluarga, tapi paling ora iso ngurangi beban keluarga. Pas padusan dagangan nggih cepet payu mbak mergo rame”(W/Nw/21/11/2009). (Sayangnya padusan hanya dilaksanakna setahun sekali, itu pun cuma satu dua hari saja, jadi tidak begitu kelihatan di ekonomi keluarga, tetapi paling tidak bisa mengurangi beban keluarga. Waktu padusan dagangan cepat laku karena ramai).
Ibu Nw menyayangkan kalau padusan hanya dilaksanakan sekitar 1-2 hari
saja, itupun hanya setahun sekali. Pada hari-hari biasa atau pada waktu hari libur
keuntungan yang di dapat biasa saja, sama dengan pedagang-pedagang pada
umumnya. Hanya bedanya kalau pada waktu padusan dagangan ibu NW yang
berupa makanan ringan dan aneka es cepat laku, sedangkan pada hari-hari biasa
lumayan sepi sehingga dagangannya tidak cepat habis.
Dari pernyataan Bapak Dm pengelola obyek wisata pemandian Cokro, Pak
Sy, Rz hampir sama dengan pernyataan ibu NW bahwa dengan adanya tradisi
padusan tidak begitu terlihat menunjang kesejahteraan keluarga. Menurut Bapak
Dm, tradisi padusan hanya dilaksanakan sekitar 1-2 hari setiap setahun sekali
sehingga kurang begitu berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar.
Lain halnya dengan adanya obyek pemandian umbul Cokro malah bisa
berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat, yang kesehariannya
menggantungkan hidupnya dengan berjualan di pemandian umbul Cokro
(W/Dm/17/11/2009). Pernyataan bapak Dm di dukung oleh pernyataan pak Sy
bahwa pedagang yang berjualan pada saat padusan kebanyakan malah bersasal
dari daerah luar sehingga kurang berpengaruh terhadap kesejahteraan
perekonomian masyarakat (W/Sy/11/01/2010). Sedangkan pendapat Rz hampir
menyerupai dengan apa yang diungkapkan oleh pak Sy bahwa pada saat padusan
banyak pedagang dari luar daerah Cokro yang memanfaatkan situasi padusan
untuk berjualan (W/Rz/21/11/2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan deskripsi dan analisis data yang diperoleh tentang persepsi
masyarakat sekitar Desa Cokro mengenai tradisi padusan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Persepsi masyarakat tentang tradisi padusan yaitu:
a. Tradisi padusan secara simbolis bertujuan untuk membersihkan
atau mensucikan diri sebelum menjalankan ibadah puasa yang
dilaksanakan sekitar 1-2 hari, satu tahun sekali menjelang bulan
suci Ramadhan. Tradisi padusan harus tetep dilestarikan karena
maerupakan warisan nenek moyang.
b. Tradisi padusan tidak mensucikan diri karena air yang dipakai
untuk mandi airnya kotor, banyaknya pengunjung yang membuang
sampah sembarangan dan ada juga pengunjung yang malah mabuk-
mabukan di kawasan umbul tempat pelaksaanaan padusan.
2. Alasan pengunjung datang waktu padusan :
a. Datang dengan tujuan berpariwisata atau mencari hiburan
Pengunjung yang datang dengan tujuan untuk berwisata
biasanya memanfaatkan obyek wisata yang berupa kolam renang.
Wisatawan yang datang untuk berenang terdiri dari anak-anak,
remaja, dan dewasa. Ada juga orang tua yang datang untuk berwisata
ke area mata air ini. Namun biasanya orang tua ini datang bersama
keluarganya. Selain itu pengunjung juga mencari hiburan yang
berupa musik dangdut, rege, atraksi reog, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Dari semua pengungkapan informan di atas tentang alasan
pengunjung datang waktu padusan di umbul Ingas Cokro dapat
disimpulkan bahwa pengunjung datang waktu padusan di umbul
Ingas Cokro yaitu untuk mencari hiburan atau sekedar refresing,
karena dalam pelaksanaan juga disuguhkan beberapa hiburan seperti
musik dangdut, rege, pagelaran reog, karnaval atau arak-arakan
kebudayaan.
b. Datang Untuk Memanfaatkan Mata Air (bukan tujuan wisata)
Pengunjung yang datang bukan untuk tujuan wisata biasanya
berasal dari daerah di sekitar lokasi. Mereka datang untuk tujuan
mandi dan mencuci. Dilihat dari segi usia mereka yang datang untuk
tujuan ini berasal dari segala usia. Hal ini karena biasanya mereka
datang bersama keluarganya, sekaligus untuk acara berlibur.
Alasan pengunjung datang ke padusan di umbul Ingas Cokro
yaitu selain untuk refresing juga untuk mandi memanfaatkan debit
air yang melimpah di pemandian umbul Cokro.
c. Datang Untuk Melakukan Ritual Tertentu
Pengunjung datang untuk melakukan ritual tertentu, datang
ke lokasi ini (umbul Ingas Cokro) pada hari-hari mendekati bulan
puasa (biasanya1-3 hari menjelang awal bulan puasa) dan pada
waktu malam hari sesuai dengan hari baik orang yang ingin
melakukan ritual di Umbul Ingas Cokro, karena umbul ini dipercaya
masih bersifat sakral. Mereka yang datang untuk tujuan ini biasanya
berasal dari daerah sekitar lokasi sampai daerah diluar Kabupaten
Klaten. Dilihat dari segi usia, biasanya mereka adalah orang-orang
dewasa, dan orang tua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
3. Dampak tradisi padusan terhadap perekonomian masyarakat sekitar di desa
Cokro.
Dampak tradisi padusan terhadap perekonomian masyarakat
sekitar desa Cokro menurut pengungkapan informan-informan di
atas tidak begitu terlihat menunjang kesejahteraan warga sekitar.
B. IMPLIKASI
1. Implikasi Secara Teoritis
a. Menambah pengetahuan tentang persepsi masyarakat mengenai tradisi
padusan, alasan pengunjung datang pada waktu padusan, dan dampak
tradisi padusan terhadap perekonomian masyarakat sekitar di Desa Cokro.
b. Dapat sebagai acuan bagi peneliti lain yang berkaitan dengan bidang
sosiologi dan antropologi.
2. Implikasi Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat sebagai masukan bagi masyarakat supaya tetap
menjaga dan melestarikan tradisi sebagai warisan nenek moyang serta
menyadari potensi wisata budaya yang dimilki di daerahnya.
b. Hasil penelitian ini dapat sebagai masukan bagi pemerintah daerah
(Pemda) Klaten agar tetap mengembangkan potensi wisata budaya yang
dimiliki yaitu tradisi padusan dengan meningkatkan mutu pelayanan
pelaksanaan tradisi padusan agar pengunjung bisa meningkat dari tahun ke
tahun.
c. Hasil penelitian ini memberikan masukan bagi pengelola kawasan obyek
wisata Pemandian Umbul Cokro supaya menjaga dan mengembangkan
potensi kepariwisataan kawasan Cokro Tulung yang bertumpu pada
potensi wisata alam tirta (air) dan alam pedesaan sehingga akan mampu
meningkatkan kunjungan wisatawan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
C. SARAN
Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang Persepsi
Masyarakat Sekitar Desa Cokro Mengenai Tradisi Padusan, penulis memberikan
saran-saran untuk menambah wawasan mengenai hal tersebut sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat
a. Masyarakat hendaknya tetap menjaga dan melestarikan tradisi nenek
moyang, karena itu merupakan kekayaan budaya bangsa, kalau tidak kita
sendiri, siapa lagi yang menjaganya.
b. Bagi masyarakat Cokro khusunya hendaknya tetap melestarikan tradisi
padusan di era modern seperti saat ini, karena tidak setiap daerah masih
melaksanakan tradisi semacam tradisi padusan. Tradisi padusan
merupakan potensi budaya daerah Cokro yang tetap dijaga dan
dilestarikan.
2. Bagi Pengelola Obyek Wisata Pemandian Umbul Cokro
a. Pengelola hendaknya mau menjaga keamanan, ketertiban, dan keindahan
lingkungan Obyek Wisata Pemandian Umbul Cokro dengan cara
meningkatkan pelayanan serta penjagaan area Kawasan Obyek Wisata
Pemandian Umbul Cokro.
b. Pengelola hendaknya memberikan kemudahan dalam memberikan
informasi untuk penelitian, sehingga bermanfaat guna meningkatkan
kualitas obyek Wisata Pemandian Umbul Cokro.
c. Hendaknya pengelola dapat mengembangkan lokasi Kawasan Obyek
Wisata Pemandian Umbul Cokro secara maksimal dengan membangun
fasilitas-fasilitas wisata penunjang lainnya yang dapat menarik pengunjung
lebih banyak.
d. Pengelola hendaknya lebih aktif dan kreatif dalam pengembangan dan
pengelolaan Kawasan Obyek Wisata Pemandian Umbul Cokro sehingga
akan lebih bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
3. Bagi Pemerintah Daerah (Pemda) atau Pengelola Pelaksanaan Tradisi
Padusan
Pemerintah daerah (Pemda) Klaten dan pengelola pelaksanaan tradisi Padusan
hendaknya tetap mengembangkan potensi wisata budaya yang dimiliki yaitu
tradisi padusan dengan meningkatkan mutu pelayanan, keamanan dan
ketertiban pelaksanaan tradisi padusan agar pengunjung bisa meningkat dari
tahun ke tahun.
4. Bagi Pengunjung Obyek Wisata Pemandian Umbul Cokro
a. Pengunjung hendaknya mau menjaga kebersihan lokasi wisata, dengan
cara tidak membuang sampah sembarangan di kawasan Obyek Wisata
Pemandian Umbul Cokro, karena di dalam Obyek Wisata Pemandian
Umbul Cokro masih terlihat agak kotor sehingga terkesan kurang rapi.
b. Pengunjung hendaknya mau menjaga sikap dengan cara menjaga
keamanan dan ketertiban bersama, jangan melakukan hal-hal yang dapat
menganggu ketertiban umum seperti mabuk-mabukan dan lain-lain.