mandoa surau batu: tradisi religius masyarakat …
TRANSCRIPT
MANDOA SURAU BATU: TRADISI RELIGIUS MASYARAKAT NAGARI
KOTO KACIAK KECAMATAN BONJOL KABUPATEN PASAMAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (SH) Pada Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al-
Syakhsiyyah)
Oleh:
DINI HERLINA
NIM. 1117.010
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (AL-AHWAL AL-
SYAKHSIYYAH) FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
TAHUN 2021M/1442H
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang berjudul “Mandoa Surau Batu: Tradisi Religius Masyarakat Nagari Koto
Kaciak Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman”, yang disusun oleh Dini Herlina, NIM 1117.010
Program Studi Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan selanjutnya
disetujui untuk diajukan ke sidang Munaqasyah.
Demikian persetujuan ini diberikan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bukittinggi, 11 Juni 2021
Dosen Pembimbing
Dra. Hj. Hasramita, S.H, M.Ag
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Mando’a Surau Batu: Tradisi Religius Masyarakat Nagari Koto
Kaciak Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman” yang ditulis oleh Dini Herlina, Nim
1117.010, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah, Institut Agaman Islam Negeri
(IAIN) Bukittinggi.
Maksud dari judul skripsi ini adalah sebuah tradisi religius masyarakat yaitu berdoa
dalam rangka ziarah yang diadakan disebuah mesjid yang dibangun oleh Maulana Syekh Ibrahim
Al-Khalidi Kumpulan yaitu Surau Batu, tradisi ini diadakan oleh masyarakat di Nagari Koto
Kaciak.
Penelitian ini penulis lakukan karena tradisi ini sudah berlangsung sangat lama dan
menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Namun kedudukan hukumnya masih jadi pertanyaan baik
oleh masyarakat, maupun oleh penulis sendiri. Sehingga penulis ingin membahas bagaimana
pendapat ulama, pemuka masyarakat dan masyarakat kenagarian Koto Kaciak, selanjutnya
bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tradisi Mando’a Surau Batu.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research), adalah sebuah penelitian
yang dilakukan secara langsung terhadap peristiwa dan data-data yang ada di lapangan. Adapun
sumber data penelitian ini terdiri dari sumber data primer, yang diperoleh dari observasi dan
hasil wawancara dengan masyarakat, ulama, dan pemuka masyarakat. Selanjutnya sumber data
sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan seperti Al-Qur’an, Hadist, dan buku-buku.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, ulama berpendapat sepanjang
berlangsungnya tradisi ini tidak ditemukan ‘urf yang bathil dan tidak bertentangan dengan ajaran
Agama Islam maka tradisi ini adalah tradisi yang hukumnya Boleh. Sedangkan pemuka
masyarakat dan masyarakat berpendapat bahwa tradisi ini menghasilkan pengaruh baik bagi
masyarakat dalam hubungan silaturrahmi, keagamaan, perekonomian, adat istiadat. Pelaksanaan
Tradisi Mando’a Surau Batu menurut Tinjauan Hukum Islam adalah tradisi yang dapat dijadikan
‘urf shahih. Sebab penulis mendapati bahwa tidak adanya larangan ataupun dalil yang melarang
sepanjang berjalannya tradisi ini. Bahkan tradisi ini memberikan banyak maslahat dan pengaruh
positif, baik dalam segi ibadah maupun dari segi sosial, budaya, sopan santun, serta ekonomi.
Kata Kunci: Tradisi, Mandoa, Kuburan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah menetapkan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Hal ini
berlaku kepada setiap makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Manusia
adalah satu-satunya makhluk yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan dunianya di
akhirat kelak.
Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 185:
د ق ة ف ن ج ل ال خ د أ ار و الن ن ح ع ز ح ن ز م ف ة ام ي ق ال م و م ي ك ور ج ن أ و ف و ا ت م ن إ و ت و م ل ة ا ق ائ س ذ ف ن ل ك
ور ر غ ال اع ت ل م إ ا ي ن الد اة ي ح ل ا ا م و از ف
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan
ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan” (QS.3:185)1
Setelah seseorang meninggal dunia tidak ada lagi amalan atau ibadah yang dapat ia
kerjakan. Oleh karena itu tidak ada yang dapat membantunya kecuali sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, atau anak-anak yang shaleh mendo’akan orang tuanya.
Rasulullah SAW bersabda:
1 M. Quraisy Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung:Mizan, 1997), 68.
عليه و سلم قا ل :إ ذ ا ما ت صل ا لل عنه : أ ن ا لنبي ال نسا ن ا عن أ بي هر ير ة ر ضي ا لل
شلم( له ا ل من ثلا ثة من صد قة جا ر ية و علم ينتفع به و و لد صا ا لح يد عو له )روه منقطع عم
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, nabi SAW bersabda: Apabila seseorang meninggal
dunia, maka terputuslah amal ibadahnya kecuali tiga macam: sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak-anak yang shaleh yang mendo’akan orang tuanya” (HR. Muslim, Abu
Daud dan Tarmidzi)2
Amalan lain yang bermanfaat bagi orang yang telah meninggal dunia adalah do’a dan
istighfar untuknya. Demikian pula kebiasaan kaum muslimin sejak dahulu (kaum Muhajirin dan
Anshar). Generasi demi generasi selalu mendo’akan bagi orang yang meninggal diantara mereka
agar Allah SWT merahmati dan mengampuni dosa mereka.3
Hal ini disepakati ulama berdasarkan firman Allah SWT QS. Al-Hasyr: 10
ان يم ال ا ب قون ب ين س ذ ا ال ن ان و خ ل ا و ن ر ل ف ا اغ ن ب قولون ر م ي ه د ع ن ب وا م اء ين ج ذ ال و
يم ح وف ر ء ك ر ن ا إ ن ب نوا ر ين آم ذ ل لاا ل ا غ ن وب ل ل في ق ع ج ت ل و
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka
berdo’a: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dahulu dari kami, dan janganlah engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
2Al-Imam Abi Husain bin Hujjaj Al-Quraisy al-Naisabury, Shahih Muslim, (Beirit Libanon: Dar al-Kutub
al-Ilmiah, Vol III, tth), 84.
3M.H.E. Hasyim, Fiqh Praktis, (Bandung: Perpustakaan Salman, 1997), 270.
terhadap orang-orang yang beriman. “Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun
Lagi Maha Penyayang” (QS.59:10)
Tata krama dan tata cara ziarah kubur yaitu pertama memberikan salam kepada ahli
kubur, kedua melepas alas kaki, Nabi SAW memerintahkan pada kita semua untuk
menanggalkan alas kaki saat memasuki kubur, yang ketiga menghadap ke kubur, saat membaca
salam dan bacaan-bacaan lainnya, yang keempat menghadap kiblat saat berdoa, boleh ziarah
dengan cara berdiri, duduk atau sekedar lewat, selanjutnya mendekat kepada orang yang
diziarahi, karena ziarah kubur hakikatnya adalah mendatangi orang yang diziarahi, sebagaimana
lazimnya di dunia, terakhir membaca salam saat akan pulang.4
Dalam menyikapi hadist rawi muslim dan ayat yang terdapat dalam surat al-hasyar ayat
10, terkait dengan peristiwa kematian terdapat berbagai corak dan ragam budaya masyarakat
yang berpola. Perbedaan corak dan budaya yang beragam tersebut dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, umpamanya faktor daerah dan sosial kultural.
Setiap masyarakat memiliki kebudayaan sebagai hasil, cipta, rasa, dan karsa masyarakat
yang bersangkutan. Kebudayaan itu juga berfungsi sebagai alat yang membedakan antara
masyarakat itu dengan yang lain. Semakin maju masyarakat, maka kualitas kebudayaannya
semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya. Apabila masyarakatnya sederhana, kebudayaannya
juga sederhana. Macam-macam wujud kebudayaan ide yang bersumber dari akal pikiran yang
merupakan gagasan, norma-norma, dan nilai-nilai.
Nilai dan norma kemudian berkembang menjadi pedoman yang tidak tertulis yang
terdapat dalam masyarakat itu yang kemudian dikenal masyarakat dengan istilah adat istiadat.
4 Hanief Muslich, Ziarah Kubur, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001), 50-55
Wujud yang kedua dari kebudayaan itu dikenal dengan tingkah laku yang berpola. Ada beberapa
bentuk perbuatan yang mesti diikuti oleh anggota masyarakatnya dalam bidang-bidang tertentu.
Siapa yang tidak mentaatinya akan menimbulkan akibat sebagai reaksi dari anggota masyarakat
tersebut. Adakalanya wujud yang ketiga dari kebudayaan berupa benda-benda hasil karya
manusia, mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Benda-benda itu adakalanya merupakan
kelengkapan dari bentuk-bentuk perbuatan dari wujud kebudayaan yang kedua di atas serta ide
dan gagasan dari wujud kebudayaan yang pertama.
Di daerah Kecamatan Bonjol, khususnya Nagari Koto Kaciak. Setiap tahunnya
masyarakat melakukan tradisi mando’a Surau Batu di Kampung Koto Tuo, tradisi ini adalah
sebuah tradisi yang dilakukan masyarakat dalam rangka ziarah kubur dan memperingati
wafatnya seorang Syekh ternama di Kecamatan Bonjol, yaitu Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi
Kumpulan. Masyarakat melakukan ziarah kubur dan memperingati hari wafatnya seorang Syekh
yang berbeda dengan yang dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya. Tradisi ini diadakan
sekali dalam satu tahun, yaitu bertepatan dengan hari wafatnya Maulana Syekh Ibrahim Al-
Khalidi Kumpulan. Hal ini menurut penulis, sedikit berbeda dengan cara ziarah yang biasa
dilakukan masyarakat pada umumnya.
Prosesi tradisi yang mereka lakukan adalah, dimulai di pagi hari masyarakat pada
awalnya melaksanakan dzikir bersama disebuah Mesjid yang disebut dengan Surau Batu, lalu
dilanjutkan dengan mengadakan minum kawa, yaitu makan Singgang Ayam, Lemang, Kue-Kue
dan minuman yang dibawa dan dibuat oleh masyarakat dari rumah masing-masing ke Surau Batu
tersebut, ada juga masyarakat yang membuat makanan untuk minum kawa, gulai kambing, gulai
sapi, dll, di sekitar pekarangan surau batu dan memasak secara gotong royong. Setelah
mengadakan minum kawa, masyarakat kembali berdzikir, shalawat, dan mengirimkan do’a untuk
Syekh tersebut. Ketika adzan dzuhur, mereka melakukan sholat berjamaah, lalu dilanjutkan
dengan makan siang bersama dalam mesjid tersebut. Makan siang telah disediakan oleh
masyarakat, khususnya ibu-ibu yang bertempat tinggal disekitar Surau Batu. Dilanjutkan kembali
dengan doa, dzikir dan shalawat bersama oleh masyarakat sampai sore harinya. Di bagian
ruangan Surau Batu yaitu disebelah mihrabnya terdapat makam Maulana Syekh Ibrahim Al-
Khalidi Kumpulan tersebut, yang mana masyarakat akan bergantian mendatangi ruangan tsb
untuk mengirimkan do’a dan melihat secara langsung makam tersebut. Diluar surau batu juga
terdapat banyak kuburan, sebagian masyarakat yang merupakan keluarga dari ahli kubur akan
membersihkan atau menerangi pekuburan tersebut, juga sekaligus mengirimkan do’a. Tradisi ini
diadakan oleh masyarakat dalam rangka mengirimkan hadiah berupa doa, untuk Syekh sekaligus
guru mereka yaituMaulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan.
Nama asli dari Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan adalah Abdul Wahab,
beliau lahir tahun 1764M di Kampung Sawah Laweh Kenagarian Koto Kaciak, Kecamatan
Bonjol, Kabupaten Pasaman. Beliau wafat pada tanggal 21 Zulkaedah pada tahun 1914M,
bertepatan dengan hari wafatnya beliau ini lah masyarakat setiap tahunnya mengadakan tradisi
mando’a surau batu. Beliau dimakamkan di sebelah Mihrab Surau Baru yang beliau bangun,
sesuai dengan wasiat yang beliau tinggalkan. Beliau dikenal luas sebagai guru besar dalam ilmu
syari’at dan tarekat, khususnya tarekat Naqsabandiyah. Beliau juga pernah berjuang melawan
penjajah Belanda bersama sahabatnya yaitu Tuanku Imam Bonjol. Pengajian yang beliau ajarkan
pada waktu itu kepada masyarakat mendapat banyak sambutan, baik dari masyarakat yang dekat,
maupun yang jauh. Sehingga beliau membangun sebuah mesjid baru yang biasa disebut oleh
masyarakat dengan nama Surau Batu, mesjid itu dibangun secara bergotong royong bersama
murid-murid beliau. Di Surau Batu yang dibuat inilah masyarakat melakukan tradisi mando’a
surau batu yang diadakan setiap tahunnya bertepatan dengan hari wafat beliau, yaitu tanggal 21
Zulkaidah.5
Setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh ajaran Nabi Muhammad SAW tentang
kewajiban orang yang hidup terhadap mayat muslim, maka penulis menemukan sedikit
perbedaan dengan apa yang telah diajarkan Rasulullah SAW dengan adat istiadat yang terjadi di
kenagarian Koto Kaciak.
Pada umumnya masyarakat di daerah lain melaksanakan ziarah kubur sesuai dengan apa
yang diajarkan oleh Nabi, namun di Kenagarian Koto Kaciak ada sedikit tambahan yaitu dari
yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya yaitu disini ada proses dzikir bersama,
minum kawa, makan bersama dan memasak bersama di area Surau sekaligus makam dan
pandam pekuburan dan ini diadakan secara bersama dan bertepatan dengan hari wafatnya sang
ahli kubur.
Dengan adanya kebiasaan dari masyarakat tersebut, penulis mengetahui bahwa
kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan bertentangan dengan kemaslahatan dan menghasilkan
kemudharatan dihapuskan oleh syariat Islam. Sedangkan kebiasaan-kebiasaan yang baik
dikukuhkan oleh Islam. Dengan demikian kita membutuhkan pelembagaan al-‘urf sebagai salah
satu dalil hukum Islam berkaitan erat dengan upaya mewujudkan kemaslahatan dan
menghindarkan seseorang dari kemudharatan. Maka dari itu penulis sebelumnya menitik
beratkan masalah ini pada, sejauh mana kebiasaan masyarakat ini bisa dijadikan Al-‘urf, sejauh
mana ‘urf bisa dijadikan dalil hukum, dalam ziarah serta memperingati hari wafat seorang Syekh
tersebut.
5 Wawancara dengan Bapak Yandi Zulfitra pada tanggal 23 Juni 2020
Pelembagaan Al-‘Urf sebagai dalil dan pertimbangan dalam memutuskan hukum syara’
sangat terkait dengan keinginan untuk merealisasikan kemaslahatan. Oleh karena itu keberadaan
al-‘urf adalah untuk mewujudkan tercapainya tujuan hukum Islam itu sendiri.6
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, penulis sangat tertarik meneliti
tentang ziarah dan do’a yang terjadi di kalangan masyarakat, realitanya yang tumbuh di
kalangan masyarakat terhadap tradisi ziarah kubur dan do’a yang terjadi. Yang kemudian
merumuskan judul proposal “Mando’a Surau Batu: Tradisi Religius Masyarakat Nagari
Koto Kaciak Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman”.
B. Rumusan Masalah
Dari dasar pemikiran di atas, maka penulis dapat menarik pokok permasalahan, yakni
1. Bagaimana pendapat ulama, pemuka masyarakat dan masyarakat kenagarian Koto Kaciak
tentang pelaksanaan Tradisi Mando’a Surau Batu?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tradisi Mando’a Surau Batu yang dilaksanakan di
Nagari Koto Kaciak?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pendapat ulama, pemuka masyarakat dan masyarakat kenagarian Koto
Kaciak tentang pelaksanaan Tradisi Mando’a Surau Batu
6 Busyro, Maqashid Al-Syari’ah, (Jawa Timur:Wade, 2017), 179-181.
2. Untuk mengetahui hukum dari tradisi Mando’a Surau Batu tersebut bila ditinjau dari hukum
Islam di kenagarian Koto Kaciak.
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh gelar sarjana hukum (SH) pada Fakultas Syariah, Program Studi Hukum
Keluarga Islam di IAIN Bukittinggi.
2. Bagi penulis, penelitian yang dilakukan dapat memberikan penambahan khazanah karya
ilmiah.
3. Hasil dari penelitian ini sedikit banyak diharapkan dapat membantu usaha untuk memberikan
solusi terhadap kebuntuan permasalahan adat kaitannya dengan ajaran Islam.
D. Tinjauan Kepustakaan
Sebelumnya hal yang hampir serupa dengan yang akan penulis teliti sudah ada diteliti
oleh beberapa orang terdahulu yaitu:
Skripsi yang ditulis oleh Zainal Abidin dengan nomor induk mahasiswa 1108 030, dari
program studi ahwal Al-Syaksiyah IAIN Bukittinggi.Yang berjudul Persepsi masyarakat tentang
pelaksanaan tahlil jenazah di atas kuburan yang diupah. Yang mana rumusan masalahnya adalah
bagaimana persepsi masyarakat Padang Laweh tentang pelaksanaan tahlil jenazah dikuburan
yang diupah. Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah: Menunjukkan bahwa masyarakat
kenagarian Padang Laweh berpandangan tahlil jenazah diatas kuburan tidak menyalahi ketentuan
syariat agama Islam. Dan mengenai penetapan upah pelaksanaan tahlil diatas kuburan sebesar
Rp. 250.000 masyarakat merasa keberatan karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung.
Skripsi yang ditulis oleh Abdul Hamid dengan nomor induk mahasiswa 1107 005, dari
program studi Ahwal Al-Syaksiyah IAIN Bukitinggi. Yang berjudul Tradisi Ta’ziyah setelah
kematian di Jorong Aro Kandikir Kecamatan Tilatang Kamang Menurut Perspektif Hukum
Islam. Yang mana rumusan masalahnya adalah a)apa motif dan dasar pelaksanaan ta’ziyah di
Jorong Aro Kandikir kecamatan Tilatang Kamang,dan bagaimana pelaksanaan ta’ziyah sekali
sepuluh hari setelah kematian sampai hari ke seratus di Jorong Aro Kandikir menurut perspektif
hukum Islam. Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah hukum melaksanakan ta’ziyah seperti
yang dijalankan di Jorong Aro Kandikir adalah boleh. Hal ini dikarenakan di satu sisi tujuan
ta’ziah untuk menghibur ahli mayit telah tercapai dalam masyarakat Jorong Aro Kandikir. Disisi
lain tidak adanya perintah nabi secara tegas melarang ta’ziyah dilakukan sampai tiga hari tiga
malam.
Skripsi yang ditulis oleh Syafrianto dengan nomor induk mahasiswa 1109 006 dari
program studi Ahwal Al-Syaksiyah IAIN Bukittinggi. Yang berjudul Tradisi masyarakat
mengatap dan menyiram kuburan selama 12 hari berturut turut ditinjau menurut hyukum Islam.
Yang mana rumusan maslahnya adalah bagaimana tradisi masyarakat kenagarian Bukit Bais Kec
IX Koto sei-Lasi Kab Solok mengatap dan menyiram kuburan selama 12 hari berturut-turut.
Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah Tradisi mengatap dan menyirami kuburan selama 12
hari berturut-turut yang dilakukan oleh masyarakat Bukit Bais adalah termasuk ‘urf fasid, sebab
tidak ditemukan dalil baik dalam Al-Qur’an hadis maupun ijtihad ulama tentang mengatap dan
menyiram kuburan selama 12 hari berturut-turut tersebut.
Skripsi yang ditulis oleh Indra N dengan nomor induk mahasiswa 1104 081 dari program
studi Ahwal Al-Syaksiyah IAIN Bukittionggi. Yang berjudul Tradisi Melaksanakan Ritual
Keagamaan di Kuburan Inyiak Darah Putiah.
Skripsi yang ditulis oleh Roni Indra Saputra dengan nomor induk mahasiswa 1108 005
dari program studi Ahwal Al-Syaksiyah IAIN Bukittinggi. Yang berjudul Pelaksanaan talqin di
atas kuburan di Jorong Salimpariak Kenagarian Padang Lua ditinjau menurut Hukum Islam.
Rumusan masalahnya adalah a) Bagaimana pelaksanaan talqin di atas kuburan di Jorong
Salimpariak Kenagarian Padang Luar. b) Bagaimana pandangan hukum Islam tentang talqin di
atas kuburan di Jorong Salimpariak Kenagarian Padang Luar. kesimpulannya adalah pandangan
hukum Islam terhadap talqin di atas kuburan setelah mayat ikuburkan terjadi perbedaan
pendapat, dalam hal ini penulis lebih cenderung kepada pendapat yang melemahkannya, sebab
pendapat yang membolehkan talqin tersebut telah disepakati kelemahan hadis yang
mendukungnya. Sedangkan talqin yang dilaksanakan oleh masyarakat Jorong Salimpariak
selama tujuh hari berturut-turut dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kiriman do’a-do’a bagi
si mayat.
Dari rumusan masalah pada skripsi yang telah penulis baca, ada beberapa perbedaan dan
juga tambahan pembahasan dalam skripsi yang akan penulis buat, yaitu: Bagaimana pendapat
ulama, pemuka masyarakat dan masyarakat kenagarian Koto Kaciak tentang pelaksanaan
mando’a surau batu, bagaimana hukumnya bila ditinjau dari hukum Islam terhadap tradisi
mandoa surau batu yang dilaksanakan di nagari Koto Kaciak.
E. Penjelasan Judul dan Definisi Operasional
Untuk dapat memperoleh suatu gambaran yang jelas dan untuk menghindari pengertian
yang salah tentang apa yang dimaksud dengan judul ini, maka penulis perlu menjelaskan
pengertian yang ada dalam judul ini. Hal ini untuk menghilangkan kesalahpahaman dalam
mengartikan dan memahami kata-kata dan maksud dari judul ini. Berikut ini dijelaskan maksud
dari beberapa kata yang mempunyai makna penting dalam penulisan skripsi ini yaitu:
Mando’a:Diartikan secara lughawi adalah sebagai membaca do’a. Berdoa adalah
mengucapkan (memanjatkan) doa kepada Tuhan. 7
Surau:atau mesjid adalah rumah atau bangunan tempat bersembahyang orang Islam.8
Batu:adalah benda keras dan padat yang berasal dari bumi atau planet lain tetapi bukan
logam.9
Surau Batu: adalah sebuah mesjidpertama yang dibangun oleh Maulana Syekh Ibrahim
Al-Khalidi Kumpulan, yang berbahan dasar dari batu. Mesjid ini dinamakan surau batu
dikarenakan bahan dasarnya dari batu, karena kebanyakan mesjid pada umunya waktu itu terbuat
dari kayu.
Tradisi:adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan
di masyarakat.10
Religius:adalah taat pada agama 11
Masyarakat:adalah sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau
wilayah dengan ikatan aturan tertentu. 12
Koto Kaciak:adalah sebuah nagari yang berada di Kecamatan Bonjol, Kabupaten
Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Disinilah tempat tradisi tersebut diadakan.
7 Dendy Sugono, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pusat Bahasa,2008), 360 8 Ibid.,1018 9 Ibid.,145 10 Ibid., 1727 11 Ibid., 1286 12 Ibid.,994
Jadi yang dimaksud dengan judul adalah sebuah tradisi religius masyarakat yaitu berdoa
dalam rangka ziarah yang diadakan disebuah mesjid yang dibangun oleh Maulana Syekh Ibrahim
Al-Khalidi Kumpulan yaitu Surau Batu, tradisi ini diadakan oleh masyarakat di Nagari Koto
Kaciak.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau field research atau riset lapangan yaitu
riset yang dilakukan dengan cara mendatangi lokasi pelaksanaan mando’a surau batu.
Pendekatan dilakukan dengan mendekati para responden dengan jalan observasi dan wawancara.
2. Sumber Data (Latar Penelitian)
Data yang dibuat oleh penulis adalah berasal dari Informan.
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian. Jadi ia mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia
berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim peneliti walaupun bersifat informan. Sebagai
anggota tim dengan kebaikan dan kesukarelaannya, ia dapat memberikan pandangan tentang
nilai-nilai, sikap, agama dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah alim ulama, pemuka
masyarakat terdiri dari Niniak Mamak beserta Wali Nagari dan masyarakat Nagari Koto Kaciak.
3. Teknik Pengumpulan Data (Informan)
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan:
a. Wawancara
Wawancara ialah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu permasalahan, ini
merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik.
Wawancara dapat diartikan juga dengan tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap suatu gejala yang
diteliti. Disini peneliti mengamati secara langsung ke lokasi yang menjadi objek penelitian.
Dalam observasi peneliti harus leboh banyak mengandalkan pengamatan, dokumentasi dan
ingatan peneliti.
4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Metode Pengumpulan Data)
a. Metode Deduktif
Yaitu metode pembahasan atau penganalisisan yang bersifat umum yang kemudian
diarahkan kepada yang bersifat khusus.
b. Metode Komperatif
Yaitu metode mencari pemecahan suatu masalah yang memulai analisa terhadap faktor-
faktor tertentu yang diharapkan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan
membandingkan suatu faktor dengan faktor lainnya.
c. Metode Analisa Data
Yaitu tahapan proses penelitian dimana data yang sudah dikumpulkan di-manege untuk
diolah dalam rangka menjawab ryumusan masalah.
5. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Nagari Koto Kaciak, Kecamatan Bonjol,
Kabupaten Pasaman. Alasan penulis melakukan penelitian ini adalah karena penulis menemukan
permasalahan yang perlu untuk dibahas dan dipecahkan yaitu untuk mengkaji sejauh mana
pandangan dan pemahaman ulama, pemuka masyarakat dan masyarakat mengenai mando’a
surau batu dan ziarah kubur ini.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk dapat membuktikan gambaran secara umum dan mempermudah dalam
penyusunan skripsi, maka penulis menyajikan sistematika pembahasan skripsi ke dalam lima
bab, yakni sebagai berikut:
Pada bab pertama adalah pendahuluan yang bertujuan mengantarkan pada pembahasan
skripsi secara keseluruhan. Bab ini terdiri dari tujuh sub bab yang meliputi: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Adapun pada bab kedua, penulis akan mengemukakan secara panjang lebar mengenai
landasan teoritis tentang mando’a surau batu ini. Pembahasan pada bab dua ini dimulai dengan
pengertian dan dasar hukum ziarah kubur, syarat-syarat dan adab ziarah kubur, hukum ziarah
kubur , hal-hal yang boleh dan dilarang dilakukan waktu ziarah kubur, pengertian macam-macam
syarat, serta kedudukan al-‘urf.
Selanjutnya, pada bab tiga akan di deskripsikan tentang monografi Nagari Koto Kaciak
Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman, serta pelaksanaan mando’a surau batu di Nagari Koto
Kaciak Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman.
Kemudian pada bab empat dilakukan analisis terhadap Bagaimana pendapat ulama,
pemuka masyarakat dan masyarakat Kenagarian Koto Kaciak tentang pelaksanaan tradisi
mando’a surau batu, serta tinjauan hukum Islam terhadap tradisi Mando’a Surau Batu yang
dilaksanakan di Nagari Koto Kaciak.
Terakhir di bab lima, merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dari skripsi
yang penulis paparkan di atas, serta dimuat juga saran-saran yang konstruktif sebagai akhir dari
pembuatan skripsi.
BAB II
ZIARAH KUBUR DALAM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Ziarah Kubur
1. Pengertian Ziarah Kubur
Secara etimologi, kata ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu ziyarah yang berarti
kunjungan, mengunjungi atau mendatangi.Sementara kata kubur, yaitu lobang yang digali di
tanah berukuran 1x2 meter berbentuk persegi panjang disertai liang lahat yang merupakan
tempat penyimpanan jenazah manusia. Jadi, ziyarah atau ziarah merupakan asal kata dari bahasa
Arab, yang secara terminologi berarti mengunjungi sewaktu-waktu kuburan orang yang sudah
meninggal untuk mengambil ibarat dan peringatan supaya hidup ingat akan mati dan nasib di
kemudian hari di akhirat.
Dengan demikian, ziarah kubur adalah kunjungan ke tempat pemakaman umum/pribadi
yang dilakukan secara individu atau kelompok masyarakat pada waktu tertentu, dengan tujuan
mendoakan saudara atau keluarga yang telah meninggal dunia supaya diberikan kedudukan atau
posisi yang layak di sisi Allah SWT., sehingga arwahnya diharapkan bisa tenang dengan adanya
permohonan doa dari keluarganya yang masih hidup.13
Secara umum ziarah berarti menengok, yakni kunjungan ke kubur untuk memintakan
ampun bagi si mayat.14
13Jamaluddin, “Tradisi Ziarah Kubur Dalam Masyarakat Islam Melayu Kuantan”, (UIN Sultan Syarif
Kasim Riau: Jurnal Sosial Budaya, Vol. 11, No. 2 (2014), 255 14K.H. Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta:Narasi, 2010), 387
2. Dasar Hukum Ziarah Kubur
Disyariatkan ziarah kubur dengan tujuan agar mengambil i’tibar (pelajaran) dan ingat
akan kehidupan akhirat, dengan syarat tidak mengucapkan kata-kata yang memurkakan Allah
SWT, seperti mohon sesuatu kepada penghuni kubur dan meminta pertolongan kepada mereka
yang sudah mati, menganggap mereka suci, keramat dan pasti sebagai ahli surga.Dalam hal ini
ada hadits Rasulullah SAW. Yaitu:
عنه عن بر يد ة و ر ضي ا لل صلى ا : قال قل بن الحصيب ال سلمي عليه وسلم رسو ل الل كنت :لل
رالآخرة(م ل س م ه او ر فزوروها.) ر و نهيتكم عن زيا رة القب زادا لت ر مذي أ ي من حد يث بريدة فإ نها تذ ك
Artinya: Dan dari Buraidah bin al-Hushaib Al-Aslamy r.a Radhiyallahu Anhu ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dulu aku pernah melarang kalian untuk
menziarahi kuburan, maka (sekarang) ziarahilah.” (HR. Muslim, dan At-Tirmidzi menambahkan
yakni dari hadits Buraidah “Karena itu mengingatkan kalian dengan kematian).15
Imam an-Nawawi mengatakan di dalam al-Majmu’nya, al-Hajru yang dimaksud dalam
hadits adalah ucapan-ucapan batil. Memang, larangan Rasululah saw menziarahi kubur pada
awalnya adalah karena masih kentalnya perilaku jahiliah saat itu, maka dikhawatirkan jika
mereka berziarah kubur akan mengucapkan kata-kata batil yang biasa dilakukan semasa jahiliah.
Akan tetapi, ketika kaidah-kaidah syariat telah mantap dan hukum-hukumnya telah kokoh serta
ajaran-ajarannya telah populer di kalangan masyarakat, Rasulullah SAW membolehkan umatnya
melakukan ziarah kubur, sambil mengingatkan mereka untuk mengucapkan kata-kata batil.
Hal ini mengingat kebiasaan yang dilakukan kebanyakan orang awam saat melakukan
ziarah kubur, seperti meminta sesuatu kepada penghuni kubur atau meminta pertolongan kepada
mereka, atau memohon kepada Allah melalui keutamaan kemuliaan penghuni kubur, adalah
15 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,Subulus-Salam Jilid I, (Jakarta:Darus Sunnah,2007), 877
termasuk dari ucapan dan amaliah batil yang paling besar. Oleh karena itu, merupakan tugas para
ulama dan da’i untuk menjelaskan maksud serta tujuan disyariatkan menziarahi kubur. Ash-
Shan’ani dalam karyanya, Subulus-Salam, usai menuturkan hadits-hadits tentang ziarah kubur
mengatakan bahwa hadits-hadits itu semuanya menunjukkan disyariatkannya ziarah kubur dan
menjelaskan juga hukumnya bahwa dimaksudkannya ziarah kubur adalah agar para peziarah
mengambil pelajaran dengan mengingat mati. Bila berziarah kubur tanpa disertai maksud
tersebut, maka yang demikian bukanlah yang dianjurkan dan dimaksud oleh syariat.
Dengan adanya hadits tersebut diatas, maka dasar hukum ziarah kubur hukumnya dalah
boleh, bagi laki- laki dan perempuan. Hanya saja hukumnya bisa berbeda jika terkait dengan
kondisi mental kaum perempuan.16
B. Syarat-syarat dan Adab Ziarah Kubur
1. Syarat-syarat Ziarah Kubur
a. Meluruskan tujuan ziarah kubur
Tujuan ziarah kubur ialah untuk memberi manfaat kepada peziarah dan bukan
yang diziarahi.17 Rasulullah bersabda:
د بن عبيد عن يز يدبن كيساان عان ثنا محم د بن سليما ن ال نباري حد أباي حاازم عان أ حد ثنا محم
ه فبكى و أبكى من حاو لاه فقاال رساول بي هريرة قال أ تى رسو ل الل عليه و سلم قبر أم صلى ا لل
عليه و سلم ا ستأ ذنت رب ي تعا لى على أ ن أ ستغفر لها فلام يا ذ ن صلى الل لاي فاساتأ ذ نات أ الل
ر با لموت )رواه أبوداود (ن أزور قبرها فأ ذ ن لي فزوروا ا لقبور فإ نها تذ ك
16M. Nashiruddin Al-Albani, Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, (Jakarta: Gema Insani, 1999), 172-173 17Sa’ad Yusuf, Buku Pintar Mengurus Jenazah, (Solo:PT Aqwam Media Profetika, 2011), 96
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Anbari,
telah mencritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaid dar Yazid bin Kaisan dari Abu
Hazim dari Abu Hurairah, ia berkata;Rasulullah saw datang ke kubur ibunya, kemudian
beliau menangis dan orang-orang yang ada di sekitarnya menangis. Kemudian
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya aku telah meminta izin kepada Tuhanku
Ta’ala untuk memintakan ampunan baginya, namun aku tidak diperkenankan. Lalu aku
meminta izin untuk mengunjungi kuburnya, lalu Dia memberiku izin. Maka ziarahilah
kubur, Karena sesungguhnya kuburan tersebut mengingatkanmu kepada kematian” (HR.
Abu Daud).18
b. Mengucapkan salam ke ahli kubur
Apabila memasuki kuburan, seorang Muslim disunahkan mengucapkan salam
kepada ahli kubur. Salah satu ucapan salam yang dicontohkan Rasulullah adalah:
لت عن أبي كد د بن الص ثنا محم ينة عن قابوس بن أبي ظبيان عن أبيه عان ابان حد ثنا أبو كريب حد
عليه و سلم بقبور المد ين صلى الل عنهما قال : مر رسو ل الل ة فأ قبل عليهم باو عباس رضي ا لل
لنااا و لكاام أ نااتم ساالفنا و نحاان بااا ل ثاارة . )رواه جهااه فقااال الساالام علاايك م يااا أهاال القبااو ر يغفاار الل
الت رمذي و قال حسن(
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin As Shlat dari Abu Kudainah dari Qabus bin Abu Zhaiban
dari Bapaknyadari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam melewati pekuburan (pemakaman),kemudian beliau
18Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar Ar-Risalah Al-Alamiyah, 2009), 137-138
menghadapkan wajahnya ke arah mereka sambil mengucapkan, “Keselamatan atas
kalian wahai penduduk kubur, Allah mengampuni kami dan kalian, kalian telah
mendahului kami dan kami akan menyusul.” (HR. At-Tirmidzi dan ia berkata hadits
ini hasan)19
c. Tidak melakukan perjalanan jauh untuk ziarah
Islam melarang seseorang melakukan perjalanan jauh untuk berziarah dengan
tujuan ibadah kecuali ke tiga lokasi, yaitu Masjid Nabawi di Madinah, Masjidil Haram di
Mekah, dan Masjidil Aqsa di Palestina.20 Ini berdasarkan sabda Rasulullah:
ام سهل قها أخبرنا قتادة حدثنا بهز حدثنا هم صلى الل عليه لا ت شهد ا عنقزعة عن أبي سعيد أن النبي
حا إلا إ مسجد حرال ا مسخد جد مسا لى ثلا ثة لر مسجدبيت المقدس يم, اه أحمد ( )ر
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Bahz berkata; telah menceritakan
kepada kami Hammam berkata; telah mengabarkan kepada kami Qotadah dari Qaza’ah
dari Abu Sa’id bahwa Nabi saw bersabda“Tidak boleh bersusah payah melakukan
perjalanan kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidi Haram, Masjidku (Rasulullah) dan
Masjidil Aqsa.” (HR Ahmad)21
2. Adab Ziarah Kubur
a. Tidak melakukan perayaan di pekuburan
19Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,Subulus-Salam Jilid I, (Jakarta:Darus Sunnah,2007), 891-
892 20Sa’ad Yusuf, Buku Pintar Mengurus Jenazah, (Solo:PT Aqwam Media Profetika, 2011), 96 21Musnad Ahmad (10991)
Islam melarang menjadikan kubjuran atau amalan ziarah kubur sebagai suatu
perayaan. Rasulullah bersabda:
بن ناحدثنا أحمد بن عهن أبهي صالح قرأت على عبد الل فع أخبرني ابن أبي ذءب عهن سهعيد المقب هري
سههلم صههلى الل عليهه ا تجعل هها قبههر ي عيههد لا ا تجعل هه اب ي ههت ق ب ههر لا ا ه ريههرة قهها قالرس هه الل
نة حيث ك نت صل ا على فإ ن صلا ت تبل خ د( دا اه أب )ر
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih, aku membacakan
kepada Abdullah bin Nafi’, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Abu Dzi’bin darI Sa’id Al
Maqburi, dari Abu Hurairah ia berkata Rsulullah saw bersabda, “Jangan jadikan
rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan jadikan kuburku sebagai tempat
perayaan. Bersalawatlah ke atasku karena sesungguhnya salawat kalian akan sampai
kepadaku di mana pun kalian akan sampai kepadaku di mana pun kalian berada.” (HR
Abu Dawud)22
b. Tidak mengucapkan perkataan keji dan batil
Ini sebagaimana sabda Nabi,
عن عا ئشة رضي الل عنها قالت : قا ر ه قهد أ الل صلى الل س سهل : لا تس هب ا ت فهإ نه عليه
ا إلى ما ق افض ا) د م (ري الب خاه ر
22Sa’ad Yusuf, Buku Pintar Mengurus Jenazah, (Solo:PT Aqwam Media Profetika, 2011), 96-97
Artinya: Dan dari Aisyah Radhiyallahu Anha ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian mencaci mayat-mayat, sesungguhnya
mereka telah menyelesaikan apa yang mereka telah kerjakan.” (HR. Al-Bukhari)23
c. Tidak memakai sepatu atau sandal
Rasulullah pernah melihat seorang lelaki yang berjalan di antara kubur dengan
memakai sepasang sandal, lalu beliau menegurnya:
د بن شيبان عن عن بشير حدثنا سهل بن ب ار حدثنا الس سي عهن بشهير خالدبن س مير السد بن نهيه
ل م سل قا ى رس الل هل صلى الل علي سهل نةهرة فهإذا رج صهلى الل عليه حانت منرس ه الل
ر علي أ له نعلان فقا يمشي في الق ب يحه هبتيتين فنةهر ايها صها حها ا لس ها لهر اق سهبتيتي هل فلم ج
ما فر صلى الل علي عرف رس الل سل خلعه د(مى بهما دا اه أب )ر
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sahl bin Bakkar, telah menceritakan
kepada kami Al Aswad bin Syaiban dari Khalid bin Sumair As Sadusi, dari Basyir bin
Nahik dari Basyir mantan budak Rasulullah saw berkata, Dan beliau melihat seseorang
yang berjalan dii antara kuburan mengenakan dua sandal. Kemudian beliau
berkata“Wahai pemilik dua sandal, lepaskan dua sandalmu!” Kemudian orang tersebut
melihat dan ia kenal dengan Rasullah saw. Maka ia melepasnya dan meletakkannya. (HR
Abu Dawud)24
d. Tidak shalat di kuburan
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:
23Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,Subulus-Salam Jilid I, (Jakarta:Darus Sunnah,2007), 839 24Sa’ad Yusuf, Buku Pintar Mengurus Jenazah, (Solo:PT Aqwam Media Profetika, 2011) 98
بن ع مر قا أخبر ني نافع عن ابن ع مر ثدد قا حدثنا يحيى عن ع بيد الل صهلى الل حدثنا م عهن النبهي
سل قا علي
ر ا فى ب ي ت من عل ج ا ها ق ب جذ لا تت اه ) اصلا ت , (لب خار ري
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musadad berkata, telah menceritakan
kepada kami Yahya dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar berkata, telah mengabarkan kepadaku
Nafi’ dari Ibnu ‘Umar dari nabi saw bersabda “Jadikanlah (sebagian dari) shalat kalian
ada di rumah kalian, dan jangan kalian jadikan ia sebagai kuburan.” (HR Bukhari).
e. Tidak membaca Al-Qur’an di kuburan
Rasulullah berabda:
ب صلى حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا يعق عن أبي ه ريرة أن رس الل حمن القاري عن س هيل عن أبي ابن عبد الر ه
سل قا الل علي
ا ب س رة اذ ي ت قر أ ل ي ت مقا بر إن الشيطا ن ينفر من البيت الا تجعل سل () لبقر ة في اه م ر
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan
kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman Al-Qariy dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw bersabda “Jangan jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan,
sesungguhnya setan itu akan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surah Al-
Baqarah.” (HR Muslim).
f. Tidak melakukan penyembelihan di kuburan
Rasulullah bersabda:
سى البلخي حدثنا عبد حدثنا يحيى بن م صهل الل عليه أخبرنها معمهر عهن ثها بهت عهن أنه قها قها رس هلا ا الهر
سل كا ن سلا م ال لا عقر فى ا قا عبد الر شاا يعقر د( ة ن عند القبر بقرة أ دا اه أب )ر
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Musa Al-Balkhi, telah
menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari
Tsabit dari Anas ia berkata; Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada penyembelihan untuk
dipersembahkan di dalam Islam.” Berkata ‘Abd al-Razzaq (pengarang kitab hadis al-
Musannaf), “Dahulu orang-orang jahiliyah menyembelih sapi atau kambing di sisi
kuburan.” (HR Abu Dawud).25
g. Tidak menginjak kuburan
د أب عمر حمن بن الس بير حدثنا عبد الر ريج عن أبي الز د بن ربيعة عن ابن ج حم البصري حدثنا م
سل أن أ عن جابرقا نهى النبي صلى الل علي أن ي تها عليهها ن ي بنهى عليهها ت جصص ا لق ب هر
طأ اه الت ر أ ن ت مذ()ر
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Al Aswad, Abu
‘Amr Al Basyri, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rabi’ah dari Ibnu
Juraij dari Abu Zubair dari Jabir berkata; “Nabi saw melarang mengapur kuburan,
menulisnya, membangun bangunan di atasnya, dan menginjaknya.” (HR Tirmidzi).26
h. Tidak bersandar pada kuburan
25Sa’ad Yusuf, Buku Pintar Mengurus Jenazah, (Solo:PT Aqwam Media Profetika, 2011) 99 26Ibid.
حدثنا يحيى بن بن الحارث ها أخبرنا عمر حدثنا ابن أخبرنحدثنا علي بن عبد الل ا ابن إسحا
ادة عن ياد بهن ن عهي عهن عمهر بهن حهزم قها رآنهى رس ه لهيعة عن ب ربن س الل صهلى الل عليه
ت ئ لا ت ؤذ سل م اه أحمد ( ه ا على قبر فقا لا ت ؤ صا حا هذا ا لقبر أ )ر
Artinya: Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Abdullah telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahb telah memberitakan kepada kami ‘Amr bin Al Harits. Dan telah
menceritakan Yahya bin Ishaq telah memberitakan kepada kami Ibnu Lahi’ah dari Bakr
bin Sawadah dari Ziyad bin Nu’aim dari ‘Amr bin Hazm, ia berkata; “Rasulullah saw
melihat aku bersandar pada sebuah kuburan lalu beliau bersabda, ‘Jangan ganggu
penghuni kubur ini atau jangan ganggu dia.” (HR Ahmad)
j. Tidak duduk diatas kuburan
Larangan duduk di atas kuburan ini berdasarkan sabda Rasulullah:
عن أبي ه ريرة أن رس الل اد حدثنا س هيل عن أبي مد حدثنا حم سل قها حدثنا عبد الص لن يجله صلى الل علي
ثيا ب فتخل ص إ ت ح ت ى حت على جمرة ك حد أ ر ل من أن ي خير لي اه أحمد ( على قبر طأ )ر
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad berkata; telah
menceritakan kepada kami Hammad berkata; telah menceritakan kepada kami Suhail dari
bapaknya, dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah saw bersabda, “Sekiranya salah
seorang dari kalian duduk diatas bara api, kemudian membakar bajunya hingga
menembus kulitnya adalah lebih baik baginya daripada ia duduk di atas kuburan.” (HR
Ahmad).27
k. Tidak membuang hajat di kuburan
27Musnad Ahmad (10412)
حا ربي عن الليث بن سعد عن يزيد بن رة حدثنا الم د بن إسمعيل بن سم حم أبي حبيا عن أبي حدثنا م
اليزني عن ع قبة بن عامر قا قا رس الل سهل الخير مرثدبن عبد الل ل ن أ مشهى صلى الل علي
مها أ به سهل أخصف نعلى برجلى أحا إلى من أن أمشهى علهى قبهر م سيف أ على جمرة أ سه الى أ
)أخرج اب الس س ن ماج(الق ب ر قضيت حاجت أ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma’il bin Samurah
berkata, telah menceritakan kepada kami Al Muhairibi dari Al Laits bin Sa’d dari Yazid
bin Abu Habib dari Abul Khair Martsad bin Abdullah Al Yazani dari Uqbah bin Amir ia
berkata, Rasulullah saw bersabda, “Aku berjalan di atas bara api, atau pedang, atau
dengan melepas sandalku, sungguh lebih aku sukai daripada berjalan di atas kubur
seorang Muslim. Dan aku tidak peduli apakah di tengah kubur aku membuang hajat
ataukah di tengah pasar (kedua-duanya sama jeleknya).” (HR Ibnu Majah).28
C. Hukum Ziarah Kubur
Ziarah kubur disunnahkan sebagai nasihat dan peringatan tentang adanya akhirat.
Bagi madzhab Hanafi dan Maliki, ziarah kubur disunnahkan pada hari Jumat, baik
sebelum atau sesudah shalat jum’at. Sementara madzhab Hambali tidak menentukan hari-hari
yang disunnahkan untuk ziarah kubur, maka tiap hari bisa digunakan untuk ziarah kubur. Imam
Syafi’i mengatakan, “Ziarah kubur disunnahkan pada hari kamis, sejak waktu Ashar sampai
matahari terbit pada hari Sabtu.” Ini pula pendapat yang rajih menurut Imam Maliki.29
Secara umum ziarah berarti menengok, yakni kunjungan ke kubur untuk memintakan
ampun bagi si mayat. Sedangkan hukumnya sunnah bagi laki-laki, sedangkan untuk wanita, jika
28Sa’ad Yusuf, Buku Pintar Mengurus Jenazah, (Solo:PT Aqwam Media Profetika, 2011) 98-101
29Muhammad Mahir al-Buhairi, Ziarah Kubur, (Surakarta: Ziyad, 2008) 160
dikhawatirkan mentalnya tidak kuat, memecahkan tangis, lemah hati, susah dan berkeluh kesah
maka hukumnya makruh. Jika sampai berlebihan, hingga meratap, hukumnya haram.
Penetapan hukum tersebut terjadi, karena ziarah bukan semata-mata menengok kuburan,
atau sekadar mengetahui di mana seseorang di kubur, atau hanya untuk mengetahui keadaan
suatu makam. Namun, kedatangan seseorang ke makam untuk berziarah adalah dengan maksud
untuk mendoakan kepada orang muslim yang dikubur dengan maksud berkirim energi atau
pahala untuk bacaan ayat-ayat al-Qur’an dan kalimat-kalimat thayyibah, seperti tahlil, tahmid,
takbir, tasbih, shalawat dan sebagainya.
Namun, Al-Qurtubi mengatakan jika perempuan itu dapat menahan ratapan dari segala
yang kurang baik, maka tidak ada halangan baginya berziarah ke kubur, karena mengingat mati
itu sangat penting, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan.
Mahmud Syaltut berpendapat jika ziarah kubur itu memenuhi adab atau tata cara Islam
maka hukumnya sunnah dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. 30
Berziarah kubur adalah sesuatu yang disyari’atkan di dalam agama berdasarkan (dengan
dalil) hadits-hadits Rasulullah SAW dan ijma’ (kesepakatan).
Dalam ibadah kedudukan wanita hampir sama dengan kaum pria. Kewajiban pria juga
bisa menjadi kewajiban wanita. Begitu pula dalam mengerjakan perkara-perkara yang
disunnahkan. Akan tetapi pria dan wanita berbeda dalam perkara-perkara yang dikhusukan oleh
syariat.
30K.H. Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Jakarta: PT. Suka Buku, 2010) 387-389
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqh mengenai hukum ziarah kubur
bagi laki-laki. Mengenai ziarah kubur adalah disunnahkan bagi laki-laki berdasarkan dalil-dalil
dari hadits-hadits maupun hikayat ijma’. Akan tetapi berbeda halnya bila berkenaan dengan
wanita. Adapun bagi wanita maka hukumnya ada beberapa pendapat yaitu:
1. Makruh tidak haram
Mayoritas pengikut madzhab Syafi’iyyah dan sebagian pengikut madzhab Hanafiyyah
berpendapat seperti ini.
Ziarah kubur disunnahkan bagi lelaki dan dimakruhkan bagi wanita. Wanita melakukan
ziarah kubur hukumnya adalah makruh, bukan haram. Wanita yang berziarah kubur tidak
berdosa, tetapi akan lebih baik apabila seorang wanita tidak melakukannya, karena wanita
hatinya lemah sehingga ada kemungkinan kaum wanita tidak dapat menahan diri dan dapat larut
dalam kesedihan.
2. Mubah tidak makruh
Mubah tidak makruh menurut pendapat mayoritas Hanafiyah, Malikiyyah dan riwayat
lain dari Ahmad rahimahullahu.
3. Haram
Demikian pendapat sebagian pengikut madzhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanafiyyah,
serta pendapat ketiga dari Al-Imam Ahmad.
Larangan berziarah kubur bagi wanita terkait dengan ziarah yang diiringi dengan
melakukan perbuatan haram seperti merapati orang yang telah meninggal atau dikaitkan dengan
seringnya kaum wanita berziarah. Penyebab lain dari larangan ziarah bagi wanita adalah
dikhawatirkan akan melalaikan kewajibannya kepada suami, melakukan tabarruj (bersolek), dan
melakukan hal-hal negatif lainnya seperti berteriak-teriak, menangis dengan menjerit-jerit. Jika
dampak negatif tersebut sudah hilang dan aman, kaum wanita diperbolehkan berziarah kubur,
karena kaum wanita tentu juga membutuhkan untuk mengingat kematian, seperti kaum laki-
laki.31
D. Hal-hal yang Boleh dan Dilarang dilakukan Waktu Ziarah Kubur
1. Hal-hal yang boleh dilakukan waktu ziarah kubur
a. Boleh mengangkat kedua tangan ketika berdo’a untuk ahli kubur, berdasarkan hadits
dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallah pada suatu malam keluar dari rumah, maka
aku mengutus Barirah untuk mengikutinya dari belakang agar melihat dia pergi kemana!
Maka ia (Barirah) berkata: “Kemudian beliau berjalan menuju pemakaman Baqi’ al-
Ghargad, dan berdiri di tempat yang paling dekat dengan Baqi’ kemudian mengangkat
kedua tangnnya, lalu berpaling pulang.” Maka Barirah pun kembali kepadaku dan
bercerita kepadaku. Dan ketika pagi hari aku bertanya kepadanya: “Wahai Rasulullah,
kemana engkau keluar semalam?” Ia bersabda: “Aku diperintah pergi ke penghuni
kuburan Baqi’ untuk mendoakan mereka.”32
b. Dibolehkan mengeluarkan mayit dari kuburnya karena tujuan yang benar, seperti mayit
yang dikubur sebelum dimandikan, dikafani, dan sejenisnya.
31Mutmainah Afra Rabbani, Adab Berziarah Kubur untuk Wanita, (Jakarta: Lembar Pustaka Indonesia,
2014) 14-23 32M. Nashiruddin Al-Albani, Paduan Praktis Hukum Jenazah, (Jakarta:Darus Sunnah Press, 2005) 215
c. Diperbolehkan memberi kabar gembira dengan neraka ketika melewati kuburan orang
musyrik. Ibnu Umar menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, “Sekiranya kamu
melewati kuburan orang musyrik, berikanlah kabar gembira kepadanya dengan Neraka.”
(HR Ibnu Majah).33
d. Disunnahkan bagi peziarah untuk memberikan salam kepada ahli kubur dan
mendoakan mereka. 34
2. Hal-hal yang dilarang dilakukan waktu ziarah kubur
a. Menyembelih binatang ternak sebagai kurban kepada Allah berdasarkan sabda
Rasulullah saw., “Laa ‘aqra fil-Islam ‘tidak ada sesajian di dalam Islam’.”
b. Meninggikan makam melebihi tanah galian.
c. Melabur (mengapur kuburan).
Jabir r.a. berkata “Rasulullah SAW telah melarang mengapur (melabur) kuburan, dan
duduk diatasnya, atau membangun-nya (atau menambahi ketinggiannya) atau menulis di
atasnya.” (HR Imam Muslim, Abu Daud, dan an-Nasa’i)
d. Menulis di atasnya.
e. membangun bangunan diatasnya
Abu Sa’id al-Khudri r.a berkata, “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah melarang membangun
di atas kuburan.” (HR Ibnu Majah)
f. Membangun masjid di atasnya.
33Sa’ad Yusuf, Buku Pintar Mengurus Jenazah, (Solo:PT Aqwam Media Profetika, 2011) 106 34K.H. Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2010), 387
Abu Hurairah r.a berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT telah
memerangi bangsa Yahudi (dalam riwayat lain, “Allah SWT melaknat bangsa Yahudi
dan Nasrani”) yang telah menjadikan kuburan para nabinya bagaikan masjid” (HR
Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Baihaqi , dan Ahmad)
g. Menjadikan makam sebagai tempat perayaan
Maksudnya, pada waktu-waktu tertentu atau keadaan tertentu, melakukan
kegiatan keagamaan dengan tujuan bertabaruk atau lainnya. Hal ini berdasarkan hadits
Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. Telah bersabda, ‘Janganlah kamu
jadikan rumahmu bagaikan kuburan, dan di mana saja kamu berada bershalawatlah
kepadaku karena shalawat kalian akan disampaikan kepadaku.” (HR Abu Daud)
Hadits tersebut juga menunjukkan haramnya menjadikan kuburan para nabi dan
orang-orang saleh sebagai tempat untuk perayaan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di
dalam al-Iqtidha’-nya mengatakan, “Alasan yang sangat logis, bila kuburan Nabi saw.
Saja sebagai kuburan yang paling utama ternyata dilarang untuk dijadikan tempat upacara
ritual, maka kuburan selain kuburan beliau bagaimanapuyn salehnya penghuni kubur
tersebut lebih utama untuk dilarang. Argumentasinya ini lalu diperkuat dengan sabda
Nabi, ‘Dan janganlah kalian jadikan rumah tempat tinggal kalian bagaikan kuburan’,
yakni tidak digunakan untuk shalat, berdoa. Dan membaca Al-Qur’an sehingga seperti
kuburan. Oleh karena itu, Rasulullanb saw. Memerintahkan umatnya untuk melakukan
ibadah di rumah, dan melarang melakukan amalan-amalan tersebut di pekuburan. Ini
sebagai realisasi menyalahi kebiasaan umat Nasrani dan orang-orang yang menyerupai
mereka yang melakukan peribadatan ritual di pekuburan para nabi mereka dan orang-
orang yang mereka anggap saleh.”35
k. Menembok Kuburan
هص ا لقبهر سهل أ ن ي جص عليه صلى ا ا سل عن : نهى ر س أ ن لم , أ ن ي قعهد عليه
ي بنى علي
Artinya: “Dan bagi Muslim dari Jabir, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
melarang menembok kuburan, duduk di atasnya dan membangun di atasnya.”36
l. Meratapi Makam
سل قا : ا لمي ت ي عذ ب في قبهره بمها عن ا بن ع مر ر ضي ا ما عن ا لنبي صل الل علي عنه
تفق علي م نيح علي
Artinya: “Dan dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam ia berkata, “Mayat itu diadzab dalam kuburnya disebabkan sesuatu
ratapan atasnya.” (Muttafaq Alaih)37
E. Pengertian, Macam-Macam, Syarat serta Kedudukan Al-‘Urf
1. Pengertian Al-‘Urf
Secara bahasa, kata ‘urf berasal dari kata arafa, ya’rufu, ma’rufan yang berarti sesuatu
yang dikenal. Sedangkan pengertian urf menurut istilah adalah sesuatu yang sudah dikenal oleh
35M. Nashiruddin Al-Albani, Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, (Jakarta: Gema Insani, 1999), 196-230 36Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,Subulus-Salam Jilid I, (Jakarta:Darus Sunnah,2007), 870
37Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,Subulus-Salam Jilid I, (Jakarta:Darus Sunnah,2007), 882-
883
masyarakat, telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka, yang berupa
perkataan dan perbuatan.
“Urf dan kebiasaan dijadikan pedoman pada setiap hukum dalam syariat yang batasannya
tidak ditentukan secara tegas”.
Syariat Islam pada masa awal banyak menampung dan mengakui Sunnah Rasulullah.
Kedatangan Islam bukan menghapuskan tradisi yang telah menyatu dengan masyarakat, tetapi
secara selektif mengakui dan melestarikan tradisi yang sesuai dengan syari’at, dan meluruskan
tradisi yang bertentangan dengan syari’at.38
Al-‘urf adalah sesuatu yang dibiasakan oleh masyarakat pada suatu tempat atau semua
tempat, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud
tentunya adalah kebiasaan-kebiasaan yang baik dan tidak bertentangan dengan nash dan akal
sehat.
Sebagaimana diketahui, ajaran-ajaran Islam yang berhubungan dengan muamalah banyak
yang diinspirasi oleh kebiasaan masyarakat Arab yang sudah ada pada masa Nabi SAW.
Kebiasaan-kebiasaan yang buruk yang bertentangan dengan kemaslahatan dan menghasilkan
kemudharatan dihapuskan oleh syariat Islam, seperti riba. Sedangkan kebiasaan-kebiasaan yang
baik dikukuhkan oleh Islam, seperti keharusan memberi mahar dalam perkawinan, walaupun
dalam hal ini Nabi SAW lebih menyempurnakan agar dapat mewujudkan kemaslahatan dan
menghindarkan seorang perempuan dari kemudharatan. Dengan demikian pelembagaan al-‘urf
38Iwan Hermawan, Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam, (Kuningan: Hidayatul Quran, 2019) 100
sebagai salah satu dalil hukum Islam berkaitan erat dengan upaya mewujudkan kemaslahatan dan
menghindarkan seseorang dari kemudharatan.39
2. Macam-Macam Al-‘Urf
a. Al-Urf al-Lafzhi adalah kebiasaan masyarakat dalam mengungkapkan ungkapan
tertentu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran
masyarakat. Misalnya ungkapan “daging” yang berarti daging sapi; padahal kata-kata
“daging” mencakup seluruh bagian daging yang ada. Apabila sesorang mendatangi
penjual daging, sedangakan penjual daging itu memiliki bermacam-macam daging, lalu
pembeli mengatakan “saya beli daging 1 kg” pedagang itu langsung mengambil daging
sapi, karena kebiasaan masyarakat setempat telah mengkhususkan penggunaan kata
daging pada daging sapi.
b. Al-urf al-amali adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan
masyarakat dalam ber- mu’amalah, seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu
dalam satu minggu, kebiasaan masyarakat memakan makanan khusus atau meminum
minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat dalam memakai pakaian tertentu dalam
acara-acara khusus. Adapun yangberkaitan dengan muamalah perdata adalah kebiasaan
masyarakat dalam melakukan akad/transaksi dengan cara tertentu. Misalnya kebiasaan
masyarakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang dibeli itu diantarkan kerumah
pembeli oleh penjualnya, apabila barang yang dibeli itu berat dan besar, seperti lemari es
dan peralatan rumah tangga lainny, tanpa dibebani biaya tambahan.
39Busyro, Maqashid Al-Syari’ah, (Jawa Timur: Wade, 2017), 179-180
c. Al-urf al-am adalah kebiasaan tertentu yang bersifat umum dan berlaku secara luas di
seluruh masyarakat dan diseluruh daerah. Misalnya dalam jual beli mobil, seluruh alat
yang diperlukan untuk memperbaiki mobil seperti kunci, tang, dongkrak, dan ban serep
termasuk dalam harga jual, tanpa kad sendiri dan biaya tambahan. Contoh lain adalah
kebiasaan yang berlaku bahwa berat barang bawaan bagi setiap penumpang pesawat
terbang adalah dua puluh kilogram.
d. Al-Urf al-khash adalah kebiasaan yang berlaku di wilayah dan masyarakat tertentu.
Misalnya dikalangan para pedagang apabila terdapat cacat tertentu pada barang yang di
beli dapat dikembalikan dan untuk cacat lainnya dalam barang itu, konsumen tidak dapat
mengembalikan barang tersebut. Atau juga kebiasaan mengenai penentuan masa garansi
terhadap barang tertentu.
e. Al-urf al-shahih adalah kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat yang tidak
bertentangan dengan nash (ayat atau hadis) tidak menghilangkan ke-maslahat-an mereka,
dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka. Dengan kata lain, urf yang tidak
mengubah ketentuan yang haram menjadi halal atau sebaliknya. Seperti mengadakan
pertunangan sebelum melangsungkan akad nikah, dipandang baik, telah menjadi
kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara’. Pemberian dari pihak
laki-laki yang diberikan pada saat pertunangan tidak dianggap sebagai mahar.
f. Al-urf al-fasid adalah kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil syara’ dan
kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara’. Al-urf al-fasidadalah kebalikan dari Al-urf
ash-shahih, maka adat dan kebiasaan yang salah adalah menghalalkan yang haram, dan
mengharamkan yang halal. Seperti mengadakan sesajian (sesajen) untuk sebuah patung
atau tempat yang dipandang keramat atau sakral.40
3. Syarat-Syarat Diterimanya ‘Urf Sebagai Dalil
a. Al-‘urf mempunyai nilai yang menghasilkan mashlahat dan dapat diterima akal sehat.
Artinya apabila kebiasaan masyarakat tersebut tidak menghasilkan kemaslahatan yang
dikehendaki oleh al-Syari’, maka tidak dapat diakui al’urf. Misalnya kebiasaan
masyarakat di suatu daerah kelompok tertentu yang menhindangkan minuman-minuman
keras dalam pesta perkawinan mereka, walaupun menurut mereka hal tersebut baik, tapi
bertentangan dedngan salah satu mashlahah yang mesti dipelihara, yaitu hifzh al-‘aql.
Begitu juga halnya, apabila kebiasaan tersebut tidak dapat diterima oleh akal sehat, maka
tidak diakui sebagai al-‘urf. Amir Syarifuddin mencontohkan hal ini dengan kebiasaan
istri yang ditinggal mati oleh suaminya dibakar hidup-hidup bersama pembakaran
jenazah suaminya. Mengkin hal ini dipandang baik oleh masyarakat tertentu, tetapi
bertentangan dengan akal sehat.
b. Al-‘urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada dalam
lingkungan adat itu atau di kalangan sebagian besar warganya. Misalnya kebiasaaan
umum dan merata di kalangan pedagang yang menyediakan faktur pembelian barang
yang memiliki warna putih, dan jika transaksi jual beli dilakukan hutang, maka si
pembeli menerima faktur warna merah. Apabila kemudian hari terjadi perselisihan antara
pedagang dan pembeli dalam hal pembayaran, maka si pembeli menerima faktur ini pada
40Iwan Hermawan, Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam, (Kuningan: Hidayatul Quran, 2019)101-103
akhirnya menghasilakan kepsatian hukum yang dapat merealisasikan kemaslahatan dan
menghindarkan seseorang dari kerugian.
c. Al-‘urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku) pada
saat itu, bukan al-‘urf yang muncul kemudian. Artinya al-‘urf itu harus telah ada sebelum
penetapan hukum.
d. Al-‘urf itu tidak bertentangan dan melalikan dalil-dalil syara’ yang ada atau
bertentangan dengan prinsip yang pasti.
Dengan demikian, pelembagaan al-‘urf sebagai dalil dan pertimbangan dalam
memutuskan hukum syara’ sangat terkait dengan keinginan untuk merealisasikan
kemaslahatan dan menghindarkan seseorang dari kemudharatan. Oleh karena itu
keberadaan al-‘urf adalah untuk mewujudkan tercapainya tujuan hukum Islam itu sendiri
(maqashid al-syari’ah)41
4. Kedudukan Al-‘Urf
Imam malik menggunakan ‘urf sebagai sumber hukum, didasarkan atas amal ahli
Madinah. Imam Abu Hanifah dengan para muridnya berbeda pendapat karena perbedaan ‘urf
yang diterapkan. Begitu juga dengan Imam Syafi’i ketika berada di Baghdad, di waktu lain ia
hidup di Mesir. Kedua daerah tersebut jelas mempunyai ‘urf yang berbeda. Dalam faham
Syafi’iyah, hukum yang dihasilkan di Baghdad dinamakn “Qaul Qadim” dan di Mesir disebut
dengan “Qaul Jadid”.
41Busyro, Maqashid Al-Syari’ah, (Jawa Timur: Wade, 2017), 180-181
‘Urf shahih harus dipelihara oleh mujtahid di dalam menciptakan hukum-hukum Islam
dan oleh hakim dalam memutuskan perkara yang diajukan oleh masyarakat. Atau kebiasaan yang
telah berlaku dikalangan masyarakat merupakan kebutuhan dan menjadi maslahat di kalangan
masyarakat itu. Selama kebiasaan itu tidka bertentangan dengan syariat hendaknya kebiasaan itu
tetap dipelihara. Dalam hal ini ulama ushul fikih menciptakan kaidah: “al-‘adah muhakamah”,
adat kebiasaan itu merupakan syariat yang ditetapkan sebagai hukum.
Sedangkan ‘urf fasid tidak perlu diperhatikan dan dipertahankan karena berarti
menentang dalil-dalil syara’ atau membatalkannya. Misalnya transaksi jual beli yang
mengandung riba, dapat ditolerir selama alasan yang bisa diterima, yaitu darurat, bukan karena
sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh orang banyak.42
‘urf digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Namun penerimaan ulama
atas ‘urf itu bukanlah karena semata-mata ia bernama ‘urf. ‘Urf bukanlah dalil yang berdiri
sendiri. ‘Urf menjadi dalil karena ada yang mendukung, atau ada tempat sandarannya, baik
dalam bentuk ijma’ atau maslahat. ‘Urf yang berlaku di kalangan umat berarti telah diterima
sekian lama secara baik oleh umat. 43
‘urf itu berlaku dan diterima orang banyak karena mengandung kemaslahatan. Tidak
memakai ‘urf seperti ini berarti menolak mashlahat, sedangkan semua pihak telah sepakat untuk
mengambil sesuatu bernilai maslahat, meskipun tidak ada nash yang secara langsung
mendukungnya.
42 Dr.H. Mundzier Suparta, MA, Drs Djedjen Zainuddin, MA, Fikih Madrasah Aliyah Kelas XII,
(Semarang: PT.Karya Toha Putra, 2016) 63-64 43Prof.Dr.H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta:Kencana, 2011) 402-403
BAB III
ZIARAH KUBUR MANDO’A SURAU BATU DI NAGARI KOTO KACIAK
KECAMATAN BONJOL KABUPATEN PASAMAN
A. Monografi Nagari Koto Kaciak Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman
1. Sejarah Nagari Koto Kaciak
Tertulis atau terdengar cerita daerah kenagarian yang subur, serta banyak tumbuhan yang
menghijau, di atas tanah yang umunya datar yang dulu masih banyak ditumbuhi pohon dan
semak yang masih lebat, dahulu hanya ada sekelompok masyarakat yang bermukim di daerah ini
yang mana sekelompok masyarakat tersebut hidup damai dan rukun dengan sesama. Dahulu
kala, masyarakat yang hidup berkelompok di nagari Koto Kaciak masih penduduk yang
hidupnya primitif. Namun lama kelamaan menjadi ramai dengan banyaknya pendatang yang
ingin menetap dan tinggal di Nagari Koto Kaciak, sehingga pada saat ini terdapat beragam suku
dan banyak masyarakat yang berasal dari luar Provinsi bahkan dari luar Pulau Sumatra. Oleh
karena semakin banyaknya masyarakat di Nagari Koto Kaciak ini, maka dibentuklah dan
dibuatlah Nagari ini dengan nama Nagari Koto Kaciak. Yang terkenal dengan keberagaman
masyarakatnya, seolah nagari ini seperti sebuah kota yang penghuninya tidak hanya dari satu
kelompok dan suku saja. Nagari ini beralih menjadi nagari pada tahun 1990. Namun sebelum
beralih menjadi Nagari, Nagari ini sudah memiliki pemimpin yang bernama Bahar Dt. Basa yang
memimpin pada tahun 1946-1990.
Ada yang unik dari penamaan nagari Koto Kaciak ini, yaitu menurut sejarah dan cerita
yang beredar, masyarakat yang bermukim di Koto Kaciak adalah bagian dari masyarakat Nagari
tetangga yaitu, Nagari Limo Koto. Di nagari Limo Koto hiduplah masyarakat dengan beragam
suku, namun konon katanya, yang berkuasa di Nagari tersebut adalah masyarakat dari suku
Chaniago. Masyarakat yang bersuku Chaniago merasa sedikit keberatan untuk berbagi tanah yg
lebih luas dengan masyarakat yang bersuku Koto. Sehingga masyarakat yang bersuku Koto
berpencar, berpisah dari Limo Koto, dan membuka lahan di daerah yang pada hari ini dinamakan
dengan Nagari Koto Kaciak, awalnya mereka hanya satu kelompok, lalu memisahkan diri lagi
dan membuka pemukiman di tempat yang terpisah di daerah Kenagarian Koto Kaciak. Sehingga
diberilah nama Nagari ini Nagari Koto Kaciak, yang mana permulaannya adalah dari
berpindahnya sebagian kecil masyarakat bersuku Koto ke daerah kenagarian Koto Kaciak.
Di Nagari Koto Kaciak terdapat enam kejorongan yaitu Jorong Koto Tuo, Jorong Tabing,
Jorong Batu Hampar, Jorong Kampung Anguih, Jorong Lungguak Batu dan Jorong Parik
Gadang. Masing-masing kejorongan dikepalai oleh seorang kepala jorong. Serta saat ini
terhitung ada 31 kampung yang berada di Nagari Moto Kaciak.
Sejarah pemerintahan Nagari sesudah dibentuknya Nagari Koto Kaciak ini yaitu: pada
tahun 2002-2005 nagari ini dipimpin oleh Irian Nofri, tahun 2005-2007 dipimpin oleh Nasril
Nali Dt.Mudo, tahun 2008-2014 dipimpin Kamisuhardi, tahun 2014-2020 dipimpin oleh
Zulfahmi, selanjutnya pada periode ini bapak Zulfahmi kembali memimpin menjadi Wali Nagari
Koto Kaciak periode 2020-2026.
2. Letak Geografis Nagari Koto Kaciak
Secara Geografis Nagari Koto Kaciak terletak dibagian selatan Kabupaten Pasaman
dengan luas wilayah lebih kurang 28,62 Km2 dan berada pada posisi 0,06419oS lintang selatan
diantaranya 100,20787 Bujur Timur dengan batas berikut: sebelah utara berbatasan dengan
Nagari Ganggo Hilia, sebelah selatan berbatasan dengan Nagari Limo Koto, sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Simpati, sebelah timur berbatasam dengan Nagari Limo Koto.
Keadaan topografi Nagari Koto Kaciak dilihat secara umum berada di daerah datar yang
memiliki ketinggian rata-rata 14m dari permukaan laut dengan kemiringan permukaan tanah
berkisar 25% atau datar bergelombang.
Luas wilayah Nagari Ganggo Hilia adalah 2.862 Ha yang terdiri dari:
a. Tanah pekarangan pemukiman Rakyat 421 hektar
b. Tanah perkebunan rakyat 659 hektar
c. Tanah persawahan 590 hektar
d. Tanah kekayaan nagari 1,5 hektar
e. Tanah yang dipergunakan jalan umum Provinsi, Kabupaten, dan jalan Nagari 5,75
hektar
f. Aliran Sungai 37,5 hektar
3. Jumlah Penduduk (Demografis) Nagari Koto Kaciak
Jumlah pendudk Nagari Koto Kaciak yaitu 8.777, dengan jumlah laki-laki sebanyak
4.272 Jiwa, dan perempuan sebanyak 4.505 Jiwa. Jumlah penduduk yang besar biasa menjadi
modal dasar pembangunan sekaligus bisa menjadi beban pembangunan, jumlah penduduk Nagari
Koto Kaciak adalah 8.777 Jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga 2.096 Kepala Keluarga. Agar
dapat menjadi dasar pembangunan maka jumlah penduduk yang besar harus disertai kualitas
SDM yang tinggi. Penanganan kependudukan sangat penting sehingga potensi yang dimiliki
mampu menjadi pendorong dalam pembangunan, khususnya pembangunan Nagari Koto Kaciak.
Berkaitan dengan kependudukan, aspek yang pengting antara lain perkembangan jumlah
penduduk, kepadatan dan persebaran serta strukturnya.
Jumlah penduduk nagari Koto Kaciak cenderung meningkat setiap tahunnya, hal ini
disebabkan oleh besarnya tingkat kelahiran, serta banyaknya penduduk yang masuk dan menetap
di Nagari Koto Kaciak. Yaitu pada tahun 2018 ada sebanyak 8.001 Jiwa, di tahun 2019 ada
sebanyak 8.606 jiwa, selanjutnya di tahun 2020 terhitung ada 8.777 jiwa.
Sedangkan untuk Kepadatan dan Persebaran Penduduk di Nagari Koto Kaciak relatif
merata, secara absolut jumlah penduduk pada tiap-tiap kejorongan terlihat relatif berimbang,
namun karena luas wilayah masing-masing Jorong berbeda, maka tingkat kepadatan
penduduknya terlihat beda pada tahun 2020. Jorong Lungguk Batu merupakan wilayah dengan
tingkat kepadatan penduduk yang tertinggi di wilayah Nagari Koto Kaciak, sementara itu jorong
Tabing dan Koto Tuo merupakan kejorongan yang memiliki tingkat kepadatan yang terendah.
Selanjutnya berdasarkan struktur umur, penduduk Nagari Koto Kaciak tergolong
penduduk usia muda. Indikasi ini tergambar dari rasio penduduk usia kelompok umur 16 dan 20
tahun merupakan yang terbanyak jumlahnya masing-masing 535 jiwa dan laki-laki dan 534 jiwa
perempuan. Kemudian disusul kelompok umur 0 dan 5 yaitu masing-masing 449 jiwa san 434
jiwa. Rasio jenis kelamin penduduk Nagari Koto Kaciak menunjukkan bahwa penduduk
perempuan relatif lebih banyak dibandingkan laki-laki.
4. Mata Pencaharian Masyarakat Nagari Koto Kaciak
Nagari koto kaciak adalah nagari yang memiliki banyak sumber daya alam, yang bisa kita
lihat dari luasnya perkebunan, pesawahan, serta sungai yang dapat di manfaatkan oleh
masyarakat. Di nagari Koto Kaciak juga terdapat sebuah pasar tradisional yang menjadi pusat
perbelanjaan masyarakat kecamatan Bonjol bahkan Simpati. Hal ini menyebabkan beragamnya
mata pencaharian dari masyarakat itu sendiri. Mulai dari bertani, berkebun, berdagang,
wiraswasta, menambang pasir dan batu sungai, serta ada juga yang bermata pencaharian PNS.
5. Pendidikan
Berikut tabel tingkat pendidikan Nagari Koto Kaciak Tahun 2020:
No Keterangan Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase
1 Belum Sekolah 427 409 836 9%
2 Tidak Sekolah 1.050 889 1.939 22%
3 Tamat SD 939 1.080 2.019 23%
4 Tamat SMP 774 794 1.568 18%
5 Tamat SMA 669 742 1.411 16%
6 S1 170 193 363 4%
7 Pelajar SD 501 492 993 11%
8 Pelajar SMP 356 350 706 8%
9 Pelajar SMA 418 489 907 10%
10 Mahasiswa 190 200 390 4%
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa di Nagari Koto Kaciak kebanyakan
penduduk yang tidak sekolah dan putus sekolah yaitu sebesar 22%, kemudian yang memiliki
bekal pendidikan dasar 23% dan pelajar SD yaitu 11%. Sementara yang sedang berpendidikan di
Perguruan Tinggi hanya 4%. Serta yang selesai perguruan tinggi hanya 4%.
6. Sosial dan Keagamaan
Penduduk Nagari Koto Kaciak 100% memeluk agama Islam. Dalam kehidupan beragama
kesadaran masyarakat dalam melaksanakan ibadah keagamaan sangat berkembang dengan baik.
Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya masyarakat yang mengikuti shalat berjamaah, sholat
jumat, wirid dan pengajian, serta kegiatan agama lainnya.
Di Nagari Koto Kaciak, terhitung sebanyak 7 unit Masjid serta sebanyak 39 unit
Mushalla, sedangkan MDA biasanya ada di tiap-tiap masjid, sehingga sampai hari ini ada
terhitung sekitar 7 buah MDA, namun juga banyak tempat anak-anak belajar mengaji, yang
diajar secara sukarela oleh beberapa masyarakat. Untuk wirid, di setiap kejorongan ada
perkumpulan ibu-ibu wirid Yasin yang setiap minggunya selalu mengadakan pengajian yang
sistemnya berpindah-pindah dari rumah satu anggota ke anggota lainnya. Selain wirid Yasin, ada
banyak kegiatan lainnya yang diadakan di Nagari Koto Kaciak, yaitu acar MTQ, serta acara
pengajian atau ceramah yang dibawakan oleh ustadz-ustadz dari dalam maupun luar nagari Koto
Kaciak. Pengajian ini diadakan bertujuan untuk menambah pengetahuan agama bagi setiap
masyarakat Nagari Koto Kaciak.
7. Kehidupan Ekonomi dan Sosial Budaya
Kehidupan ekonomi masyarakat Nagari Koto Kaciak cukup memadai, hal ini dapat kita
lihat dari tidak ada masyarakat yang menjadi pengangguran selagi mereka mau bekerja. Karena
kita ketahui bahwa Nagari Koto Kaciak memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Serta ada
bermacam-macam pekerjaan yang dimiliki oleh masing-masing masyarakatnya.
Berikut adalah tabel data mata pencaharian penduduk Nagari Koto Kaciak:
No Sumber Penghasilan Jumlah
1 Pertanian 2.290 Orang
2 Perikanan 410 Orang
3 Perkebunan 1.400 Orang
4 Pertambangan dan Penggalian 15 Orang
5 Industri Pengolahan 5 Orang
6 Perdagangan 892 Orang
7 Angkutan 63 Orang
8 Jasa (Termasuk Guru, PNS,
dan pegawai lainnya)
1.600 Orang
9 Kerajinan 35 Orang
10 Pertambangan 59 Orang
11 Kehutanan 24 Orang
Pada bidang budaya, masyarakat Nagari Koto Kaciak menjaga dan menjunjung tinggi
budaya dan adat istiadat yang diwarisi oleh para leluhur, hal ini terbukti dengan masih
berlakunya tatanan budaya serta kearifan lokal pada setiap prosesi pernikahan, kelahiran,
kematian, jual beli tanah dan warisan serta seluruh proses kehidupan bermasyarakat. Dapat kita
lihat juga dari apabila ada masyarakat yang melanggar ketentuan adat, maka ada lembaga yang
berperan dalam melestarikan, menjaga, serta mengatur tatanan adat istiadat dan budaya lokal ini.
Lembaga tersebut disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN), lembaga ini masih tetap aktif,
baik dalam kepengurusan maupun dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Adat istiadat yang berlaku di Nagari Koto Kaciak adalah adat dan budaya Minangkabau,
yang mana adat Minang ini terkenal dengan falsafahnya yaitu “Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah” hal ini merupakan salah satu prinsip utama yang mengatur adat di
Minangkabau. Seperti kita ketahui bahwa orang minang sangat menjunjung tinggi adat istiadat
mereka, namun tak hanya adat saja yang mereka junjung tinggi, karena menurut falsafah
tersebut, adat yang digunakan, haruslah bersendikan kepada syariat Islam yang didasarkan
kepada Al-Quran (Kitabullah) dan juga Sunnah Nabi SAW. Adat Istiadat selalu dipakai oleh
masyarakat Nagari Koto Kaciak mulai dari dalam kehidupan sehari-hari, hingga dalam acara-
acara lainnya yang diadakan oleh masyarakat, baik perorangan maupun berkelompok. Seperti
dalam acara perkawinan mulai dari proses awal hingga akhir, managak gala, kelahiran, kematian,
bahkan dalam berkomunikasi antara sesama masyarakat, dll.44
B. Pelaksanaan Mando’a Surau Batu di Nagari Koto Kaciak Kecamatan Bonjol
Kabupaten Pasaman
Menurut Abu Bakar Tuanku Sayyidina Ibrahim (80 Tahun) seorang rokoh masyarakat
yang sudah sejak tahun 2004 menjadi pengurus makam serta guru di Mesjid Surau Batu, tradisi
mando’a Surau Batu sudah berlangsung lama, yaitu semenjak wafatnya Maulana Syekh Ibrahim
Al-Khalidi Kumpulan. Di setiap tahunnya, tradisi ini dilakukan bertepatan dengan hari wafatnya
Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan. Tradisi ini ramai diikuti oleh masyarakat Koto
Kaciak, dan bahkan banyak yang datang dari luar daerah, yaitu dari Payakumbuh, Pasaman
Barat, bahkan ada yang dari luar Provinsi Sumatera Barat, yaitu dari Provinsi Riau.
44 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari Koto Kaciak 1-16
Berdasarkan hasil wawancara, Narasumber memberikan beberapa informasi mengenai
Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan yaitu, nama asli dari Maulana Syekh Ibrahim Al-
Khalidi Kumpulan adalah Abdul Wahab, beliau lahir tahun 1764M di Kampung Sawah Laweh
Kenagarian Koto Kaciak, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman. Beliau wafat pada tanggal 21
Zulkaedah pada tahun 1914M. Beliau dikenal luas sebagai guru besar dalam ilmu syari’at dan
tarekat, khususnya tarekat Naqsabandiyah. Serta ilmu agama yang pernah beliau ajarkan yang
tak pernah putus sampai saat sekarang ini. Pada waktu itu, tidak hanya masyarakat koto kaciak
yang berguru kepada beliau, namun masyarakat dari nagari lain bahkan dari luar kabupaten juga
banyak yang datang ke Koto Kaciak untuk berguru dan mendalami ilmu agama kepada beliau.
Beliau juga pernah berjuang melawan penjajah Belanda bersama sahabatnya yaitu Tuanku Imam
Bonjol. Pengajian yang beliau ajarkan pada waktu itu kepada masyarakat mendapat banyak
sambutan baik masyarakat yang disekitar kampung, maupun yang diluar daerah, dan bahkan
sampai hari ini masih diamalkan dan dipelajari oleh masyarakat. Sehingga beliau begitu
dikenang oleh masyarakat hingga saat sekarang ini.
Mando’a surau batu diadakan dengan tujuan mengenang jasa beliau selama hidup di
dunia, sebagai tokoh masyarakat dan ulama di Nagari Koto Kaciak yang telah berjuang dan
berkontribusi besar dalam pelajaran agama bagi masyarakat. Sehingga jasa beliau akan selalu
dikenang sepanjang masa. Mando’a surau batu juga bertujuan untuk mendoakan agar semua
amal ibadah yang dilakukan beliau diterima oleh Allah SWT. Tradisi ini dilakukan oleh
masyarakat karena bagi mereka guru mereka yaitu Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi
Kumpulan adalah sebagai panutan bagi mereka yang mana beliau telah mengajarkan ilmunya
kepada masyarakat. Sehingga hari wafat beliau layak untuk diperingati setiap tahunnya, untuk
mengenang keteladanan dan keutamaan tertentu yang beliau miliki semasa hidupnya. Hal ini
dilakukan juga sekaligus merupakan salah satu cara untuk mengingat kematian bagi masyarakat.
Bahkan kegiatan ini seringkali menjadi sarana dari wisata religi yang dapat mengundang
kedatangan banyak orang dari luar daerah.
Selain ketika acara mando’a surau batu, makam Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi
Kumpulan juga sering dikunjungi oleh peziarah di hari biasa. Para peziarah mengunjungi makam
bertujuan mengirimkan do’a untuk beliau. Terkadang ada juga masyarakat yang melakukan
aqiqah di sana, hal ini dikarenakan di Mesjid tersebut ada banyak orang yang melakukan sholat
berjamaah dan juga ada banyak santri, sehingga nantinya bisa menikmati aqiqahan itu bersama-
sama. Hal ini menurut masyarakat akan menambah keberkahan dari aqiqah dikarenakan bisa
dinikmati oleh banyak orang. 45
Dari hasil observasi dilapangan oleh penulis sendiri ketika Mando’a Surau Batu ini
diadakan, yaitu pada tanggal 12 Juli 2020. Pagi-pagi sekali, bahkan selepas shubuh, para
pengunjung sudah mulai berdatangan ke Surau Batu untuk mengunjungi, serta berziarah ke
makam Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan, dan juga untuk mengikuti prosesi acara
tradisi mando’a surau batu. Bahkan orang-orang yang akan berjualan di sekitar Surau Batu sudah
mulai mempersiapkan tenda dan barang dagangan pada hari sebelumnya. Sehari sebelum acara
dimulai, masyarat Nagari Kotok Kaciak, sudah memasak lemang dan makanan yang lain-lain
untuk dibawa ke Surau, yang mana makanan tersebut disebut dengan jamba, jamba tersebut juga
terbagi dua yaitu jamba minum kawa, dan jamba nasi. Jamba minum kawa terdiri dari singgang
ayam, lemang, kue-kue, dan minuman. Sedangkan jamba nasi, berisikan nasi dan berbagai
macam sambal yang disediakan oleh ibu-ibu yang bertempat tinggal di Nagari Koto Kaciak.
45 Wawancara dengan tokoh masyarakat Abu Bakar Tuanku Sayyidina Ibrahim di Koto Tuo (19 Desember
2020)
Bahkan di hari acara tersebut diadakan, pagi harinya sudah banyak yang menyembelih kambing
di sekitar mesjid, penyembelihan kambing ini biasanya di adakan karena ada masyarakat yang
meng aqiqahkan anaknya serta melepaskan niat. Setelah kambing tersebut disembelih, maka
masyarakat akan memasak kambing tersebut bersama-sama, biasanya kambing tersebut dijadikan
gulai oleh masyarakat, sehingga bisa sebagai salah satu menu lauk untuk jamba nasi. Jamba yang
telah disediakan nantinya akan dibawa ke Masjid oleh para bundo kandung dan anak-anak gadis
ketika hari acara mando’a surau batu diadakan.
Acara mando’a surau batu dimulai di pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00 wib. Yang mana
di awal acara masyarakat yang datang akan melaksanakan dzikir bersama di Mesjid Tersebut.
Selanjutnya akan diisi dengan sambutan dari pemimpin, alim ulama, cadiak pandai, serta niniak
mamak. Setelah mendengarkan kata sambutan, maka selanjutnya akan diisi dengan pidato,
dakwah serta ceramah dari ustadz yang diundang dan yang bersedia untuk mengisi ceramah di
hari tersebut. Lalu dilanjutkan dengan mendengarkan cerita singkat tentang sejarah, riwayat
hidup, serta perjalanan hidup Maulana Syekh Ibrahim. Hal ini dilakukan, supaya masyarakat
serta generasi-generasi penerus nantinya tidak melupakan sejarah serta bagaimana Islam datang
ke nagari ini. Setalah matahari beranjak tinggi, maka kegiatan tersebut dilanjutkan dengan
menyantap jamba minum kawa yang telah disebutkan diatas. Karena kapasitas masyarakat yang
datang melebihi kapasitas ruangan mesjid, maka ada sebagian dari masyarakat yang minum
kawa di luar mesjid, dan bahkan sampai ada yang makan di pinggir-pinggir makam yang ada di
sekitar Mesjid tersebut. Biasanya yang minum kawa diluar mesjid adalah ibu-ibu, anak-anak,
remaja, serta bapak-bapak yang datangnya telat. Setelah minum kawa, masyarakat akan kembali
melanjutkan dzikir, shalawat dan mengirimkan doa untuk guru mereka yang telah wafat yaitu
Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan, serta keluarga dan nenek moyang mereka yang
telah wafat dan dimakamkan di sekitar mesjid tersebut. Ketika waktu dzuhur telah datang,
masyarakat menghentikan kegiatan dzikir dan berdoa, mereka melanjutkan dengan sholat dzuhur
berjamaah di dalam Mesjid tersebut.
Setelah selesai menunaikan kewajiban yaitu sholat dzuhur berjamaah, acara ini
disambung dengan makan jamba nasi bersama-sama. Setelah selesai makan bersama, maka
masyarakat akan beristirahat sebentar, lalu dilanjutkan kembali dengan dzikir, shalawat dan doa,
sampai datangnya waktu Sholat Ashar. Ketika waktu sholat ashar datang, masyarakat juga akan
sholat berjaamah, selesai sholat ashar berjamaah, acara akan ditutup dan satu persatu masyarakat
juga pulang kerumah masing-masing atau berbelanja kepada para pedagang yang berjualan
disekitar mesjid.
Ada beberapa hal unik yang menguntungkan bagi masyarakat ketika acara mando’a surau
batu, yaitu ada sebagian masyarakat yang berjualan di sekitar mesjid, barang yang mereka jual
sangat beragam, mulai dari makanan dan minuman tradisional, sampai ke makanan dan minuman
yang hits di zaman sekarang, mulai dari accesoris, sampai mainan anak-anak, dan masih banyak
lagi. Nanti pengunjung yang datang akan banyak yang berbelanja, sehingga barang dagangan
mereka laku dan penjualan mereka meningkat. Hal ini memberikan dampak positif kepada
masyarakat, yaitu pada keuangan mereka dan menjadi rezeki tambahan sendiri bagi masyarakat.
Sehingga banyak pedagang yang menantikan datangnya acara mando’a surau batu ini.
Berdasarkan dari pelaksanaan Mando’a Surau Batu yang dilaksanakan oleh masyarakat
Nagari Koto Kaciak, maka hal ini menurut penulis, sedikit berbeda dengan cara ziarah yang
biasa dilakukan masyarakat pada umumnya.
Setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh ajaran Nabi Muhammad SAW tentang
kewajiban orang yang hidup terhadap mayat muslim, serta hadits Nabi tentang syarat, adab, hal
yang boleh dan dilarang ketika ziarah kubur. Maka penulis menemukan sedikit perbedaan
dengan apa yang telah diajarkan Rasulullah SAW dengan adat istiadat yang terjadi di kenagarian
Koto Kaciak. Yang mana perbedaan tersebut menjadi alasan bagi penulis dalam menemukan
permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini.
Pada umumnya masyarakat di daerah lain melaksanakan ziarah kubur sesuai dengan apa
yang diajarkan oleh Nabi, namun di Kenagarian Koto Kaciak ada sedikit tambahan yaitu dari
yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya disini ada proses dzikir bersama, minum
kawa, makan bersama dan memasak bersama di area Surau sekaligus makam dan pandam
pekuburan dan ini diadakan secara bersama serta bertepatan dengan hari wafatnya sang ahli
kubur.
Hal ini membuat penulis ingin meneliti serta mengetahui apa hukum dari tradisi Mando’a
Surau Batu tersebut bila ditinjau dari hukum Islam.
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TRADISI MANDO’A
SURAU BATU DI NAGARI KOTO KACIAK KECAMATAN BONJOL KABUPATEN
PASAMAN
A. Pendapat Ulama, Pemuka Masyarakat dan Masyarakat Kenagarian Koto Kaciak
Tentang Pelaksanaan Tradisi Mandoa Surau Batu
Mandoa surau batu sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun baik di
kalangan ulama maupun masyarakat awam yang selalu mengikuti acara tersebut setiap tahunnya,
di bawah ini penulis akan mengungkapkan pandangan ulama, pemuka masyarakat, serta
masyarakat, baik yang selalu menghadiri acara ini setiap tahunnya maupun yang tidak pernah
menghadirinya.
1. Persepsi Ulama Tentang Pelaksanaan Tradisi Mando’a Surau Batu
a. Menurut seorang ustadz yang biasa mengisi pengajian di kampung-kampung: Tradisi
ini adalah sebuah tradisi yang diadakan oleh masyarakat Nagari Koto Kaciak kira-kira sejak
lebih seratus tahun yang lalu, yaitu semenjak wafatnya Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi
Kumpulan. Beliau tidak mengikuti acara ini setiap tahunnya, namun beliau banyak mengetahui
hal-hal tentang tradisi ini dari cerita dan penjelasan-penjelasan dari masyarakat yang beliau
temui ketika mengisi acara pengajian. Tradisi ini adalah sebuah kebiasaan yang dibuat oleh
orang terdahulu yang bertujuan untuk berdoa kepada Allah.
Pada saat sekarang ini seluruh masyarakat mengikuti tradisi ini bertujuan untuk berdoa
bersama-sama di masjid. Bahkan acara mando’a yang diadakan juga disertai dengan dzikir,
shalawat, ceramah, serta makan bersama. Yang mana tujuannya adalah untuk berdoa kepada
Allah, mendoakan syekh tersebut, serta untuk mendoakan orang yang masih hidup, maupun yang
sudah meninggal dunia. Jika dilihat dari tujuan utamanya acara mando’a surau batu ini adalah
hal yang bagus dilaksanakan oleh masyarakat. Sepanjang pengetahuan beliau tidak ada hal-hal
yang janggal dilakukan oleh masyarakat pada saat sekarang ini.
Menurut ustadz tersebut, tradisi ini adalah sebuah tradisi yang memiliki tujuan bagus dan
tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Karena sesuai dengan pandangan Yusuf Al-
Qardhawi tradisi boleh dilakukan apabila pada tradisi tersebut terdapat: Mengagungkan asma
Allah, bershalawat untuk Rasulullah, terdapat kajian-kajian keagamaan, muhasabah diri,
dihidangkan makanan, dan silaturrahmi antar sesama. Maka menurut pandangan beliau, selagi
acara ini tidak menyimpang dari ajaran agama, maka tradisi ini boleh saja dilakukan oleh
masyarakat. 46
b. Menurut seorang ustadz yang sekaligus pengurus mesjid, dan selaku panitia dalam
acara tersebut, acara mandoa surau batu diadakan setiap tahun semenjak syekh wafat, dengan
tujuan untuk memperingati hari wafat beliau, memuliakan beliau yaitu ulama yang telah
menyebarkan agama Islam, berziarah, mengingat kematian, mempererat tali silaturrahmi, serta
sebagai sarana untuk bersedekah. Bapak ustadz mengikuti acara ini setiap tahunnya semenjak
beliau kecil. Biasanya acara dimulai dengan dzikir, lalu dilanjutkan dengan sambutan,
pembukaan, pembacaan Al-Qur’an, sambutan dari panitia, pembacaan sejarah singkat Maulana
Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan, sambutan dari pemerintah yaitu bupati atau yang
mewakili, serta camat dan wali nagari, dan selanjutnya minum kawa, yaitu makan singgang dan
lain-lain, sholat dzuhur berjamaah, dzikir, makan bersama, lalu dilanjutkan kembali dengan
sholat Ashar berjamaah. Diluar masjid akan dilakukan masak bersama oleh perwakilan per-kaum
yang mana biasanya dimulai semenjak shubuh. Biasanya masyarakat yang menghadiri acara ini
begitu banyak, sehingga mesjid tidak bisa menampung masyarakat yang datang, dan akhirnya
46 Wawancara dengan Bapak Ustadz Hamzah Jamil pada 30 Januari 2021
ada sebagian masyarakat yang makan di pekarangan mesjid, serta di pandam pekuburan yang
berada di sekitar mesjid. Hal ini disebabkan oleh, tak hanya masyarakat nagari koto kaciak yang
datang untuk mengikuti acara ini, melainkan ada juga masyarakat dari nagari lain, kabupaten
atau kota lain, bahkan dari provinsi lainnya, biasanya ada masyarakat yang datang dari
Bukittinggi, Riau, Payakumbuh, serta daerah-daerah lainnya. Beliau menjelaskan bahwa
biasanya masing-masing masyarakat juga mendatangi makam syekh di sela-sela acara tersebut,
yang bertujuan untuk ziarah dan mendoakan secara pribadi. Jamba dan minum kawa yang di
konsumsi di dalam acara tersebut biasanya di buat dan dibawakan oleh masyarakat nagari Koto
Kaciak dengan seikhlas hati mereka tanpa paksaan sedikitpun.
Beliau berpendapat bahwa tradisi mandoa surau batu ini tidak menyalahi dan tidak
melanggar ajaran-ajaran agama Islam, bahkan tradisi ini banyak memberikan hal-hal positif
dalam bidang agama, sosial, serta perekonomian masyarakat Nagari Koto Kaciak. Serta
sepanjang yang beliau ketahui dan beliau lihat, acara ini adalah tradisi yang boleh dilakukan oleh
masyarakat, sebab sepanjang yang beliau ikuti, tidak ada hal-hal yang menyimpang dari dalil Al-
Qur’an serta Hadist nabi. 47
c. Bapak Wali Nagari Koto Kaciak mengemukakan tanggapan beliau tentang tradisi ini,
tradisi ini adalah sesuatu acara yang sah-sah saja dilakukan oleh masyarakat, sebab acara ini
merupakan tradisi yang menggambarkan sebuah peringatan hari wafatnya Maulana Syekh
Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan ulama yang telah berjasa dalam menyebarkan ajaran agama Islam.
Bahkan acara ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat Nagari Koto Kaciak saja, namun juga
dihadiri oleh masyarakat dari luar nagari, maupun luar provinsi. Acara ini memiliki salah satu
tujuan yaitu, berziarah serta mengirimkan doa untuk sang Syekh, yang masih berlangsung hingga
saat ini. Bapak Wali Nagari menerangkan bahwa acara ini juga dihadiri oleh pemerintah
47 Wawancara dengan Bapak Ustadz Anifal Ardi pada 2 Februari 2021
Kabupaten yaitu Bapak Bupati atau yang mewakili. Sehingga Bapak Wali Nagari berniat untuk
mempertahankan agar tradisi ini tetap terjaga hingga kedepannya.
Dalam hal perluasan mesjid tidak ada tindakan yang dapat dilakukan oleh kenagarian,
disebabkan oleh tidak adanya lahan kosong di sekitar mesjid. Akan tetapi Pemerintahan Nagari
bertanggungjawab dalam memfasilitasi keamanan serta kelancaran acara tersebut. Ini dilakukan
dengan cara Pemerintah Nagari bekerjasama dengan panitia acara, pengurus mesjid, serta
perwakilan masyarakat, untuk keamanan dan kelancaran acara. Bahkan Pemerintah Nagari juga
mengerahkan aparat keamanan seperti Polisi, pemuda, dan lain-lain agar acara ini tetap berjalan
dengan lancar.
Ada banyak pengaruh yang dimunculkan oleh tradisi ini bagi Kenagarian yaitu,
perekonomian masyarakat menjadi meningkat disebabkan oleh banyaknya masyarakat
mengahadiri acara tersebut, jadi banyak pula masyarakat yang berjualan sehingga penjualan
mereka-pun meningkat. Dengan meningkatnya penjualan masyarakat, maka meningkat pulalah
perekonomian masyarakat. Ini berpengaruh kepada kemajuan Nagari, Nagari menjadi maju di
bidang perekonomian. Selanjutnya tradisi ini juga berpengaruh dalam bidang keagamaan
masyarakat, yaitu dengan adanya ziarah, maka masyarakat jadi lebih banyak mengingat
kematian, masyarakat sadar bahwa sehebat apapun mereka, siapapun mereka, kematian tetap
akan datang mengahampiri setiap manusia. Sehingga hal ini menjadikan Kenagarian Koto
Kaciak lebih maju dalam bidang keamanan, kedamaian, ketentraman, serta keagamaan.
Dalam hal perizinan acara ini, pemerintah nagari tidak terlalu mengakomodirnya, sebab
acara ini adalah acara besar masyarakat, bahkan sepanjang berjalannya acara ini tidak pernah
terjadi kegaduhan dan kekacauan. Pemerintah nagari melihat bahwa acara ini intinya
memberikan banyak hal positif, maka perizinannya tidak begitu di akomodir. 48
d. Niniak Mamak selaku tetua adat di Koto Tuo berpendapat bahwa, tradisi ini adalah
tradisi yang sudah lama diadakan oleh masyarakat bahkan lebih dari seratus tahun yang lalu.
Tradisi ini bertujuan untuk menghormati serta mengirimkan doa untuk Maulana Syekh Ibrahim
Al-Khalidi Kumpulan yang telah berjasa dalam menyebarkan agama Islam di nagari ini. Niniak
Mamak juga berperan dalam tradisi ini yaitu dalam hal memasak gulai daging sapi, mulai dari
mengumpulkan dana, memasak, hingga membagikannya. Niniak Mamak berpendapat bahwa
tradisi ini adalah tradisi yang besar, dan dilakukan sejak lama, sehingga tradisi ini sudah sesuai
dengan adat istiadat yang berlaku, dan tidak melanggar ketentuan adat.
Dalam hal perilaku masyarakat itu sendiri ketika mengadakan acara, mereka tetap
memakai pakaian yang sopan serta tertutup sesuai dengan aturan adat dan ajaran agama Islam.
Karena memang sudah aturannya seperti itu sejak dahulu, sebelum acara tersebut diadakan
niniak mamak beserta panitia telah mengumumkan dan memberitahukan kepada anak, cucu,
serta kemenakannya untuk berpakaian yang sopan, sesuai dengan ajaran agama dan ketentuan
adat. Yaitu adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Niniak mamak menjelaskan bahwa tradisi ini memiliki pengaruh baik dalam kebersamaan
serta kekompakan masyarakat. Yaitu, masyarakat menjadi bersatu, kompak serta bergotong
royong untuk menjalankan tradisi ini. 49
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan ulama, pemerintah nagari, beserta niniak
mamak. Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa ulama berpendapat bahwa sepanjang tradisi
ini memiliki tujuan yang baik serta didalamnya terdapat mengagungkan asma Allah, shalawat,
48 Wawancara dengan Bapak Wali Nagari Zul Fahmi Pada 18 Februari 2021 49 Wawancara dengan Bapak Aspen Datuak Kayo Pada 18 Februari 2021
kajian Agama, muhasabah diri, makan bersama serta silaturrahmi, maka tradisi ini adalah tradisi
yang bagus. Selanjutnya ulama juga berpendapat bahwa tradisi ini tidaklah menyalahi dan
melanggar ajaran Agama Islam. Sebab tujuan dari tradisi ini adalah memperingati hari wafat
ulama, berdoa bersama, ziarah, mengingat kematian, mempererat tali silaturrahmi, serta
bersedekah.
Sedangkan bapak wali nagari berpendapat bahwa tradisi ini adalah tradisi yang sah-sah
saja dilakukan oleh masyarakat. Tradisi inipun menghasilkan pengaruh baik bagi kenagarian dan
masyarakat di bidang perekonomian, keagamaan dan lain sebagainya. Bapak wali nagari berniat
untuk mempertahankan tradisi ini, walaupun nagari tidak bisa menindaklanjuti dalam hal
perluasaan tempat, akan tetapi pemerintahan nagari bertanggungjawab dalam memfasilitasi
keamanan serta kelancaran acara.
Niniak Mamak selaku orang yang dituakan di kampungpun memiliki pandangan bahwa
tradisi ini sudah sesuai dengan adat istiadat yang berlaku, dan tidak melanggar ketentuan adat.
Tradisi ini juga memiliki pengaruh baik dalam kebersamaan serta kekompakan dalam
masyarakat.
2. Pendapat Masyarakat Kenagarian Koto Kaciak Tentang Pelaksanaan Tradisi Mandoa
Surau Batu
a. Menurut dua orang warga Jorong Koto Tuo Tradisi Mandoa Surau Batu ini sudah diadakan
semenjak satu tahun wafatnya Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan, mereka berdua
mengikuti acara ini setiap tahunnya. Menurut mereka, Mandoa surau batu adalah sebuah bentuk
hadiah yang dikirimkan kepada ulama yang telah berjasa dalam menyebarkan dan mengajarkan
ajaran agama Islam di Nagari Koto Kaciak. Hal ini menurut mereka juga sebagai sarana dalam
mempererat tali silaturrahmi antar masyarakat. Alasan mereka mengikuti acara ini adalah untuk
mengirimkan doa kepada sang syekh, berdzikir bersama, menepati hari wafat beliau, serta
mempererat tali silaturrahmi. Menurut mereka tidak ada unsur keterpaksaan dalam mengikuti
acara ini, bahkan untuk membawa jamba pun masyarakat membawa dengan sukarela serta sesuai
dengan niat dari hati masyarakat itu sendiri. Walaupun tidak ada unsur keterpaksaan, sangat
jarang ada masyarakat jorong Koto Tuo yang tidak membawa jamba ke mesjid. Menurut mereka,
acara ini bahkan memberi keuntungan bagi sebagian masyarakat dalam perekonomian. Yaitu
banyaknya masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang yang menjajakan barang dagangannya
bahkan banyak yang membuka lapak di sepanjang jalan menuju mesjid tersebut. Hal ini
membuat penjualan mereka menjadi meningkat serta memberikan banyak keuntungan bagi
mereka. 50
b. Menurut seorang warga Jorong Parik Gadang Tradisi Mandoa Surau Batu ini diadakan
semenjak wafatnya Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan, beliau selalu mengikuti acara
ini setiap tahunnya semenjak kecil, bahkan beliau juga ikut sebagai pemimpin dalam membaca
dzikir tersebut. Menurut bapak tersebut tradisi ini bertujuan untuk menepati hari wafatnya syekh
serta mengirim dan menghadiahkan doa untuk sang syekh. Beliau menjelaskan bahwa setiap
kaum menyembelih sapi dalam acara ini. Sapi tersebut mereka masak bersama-sama. Sapi
tersebut dibeli dengan uang iuran dari masyarakat, setelah sapi tersebut dimasak dan dijadikan
gulai, lalu dimakan bersama-sama oleh masyarakat pada saat makan bersama. Sisa dari gulai sapi
itu nantinya akan dibagikan kembali kepada masyarakat untuk dibawa pulang. Bapak ini
menjelaskan bahwa dalam acara tersebut masyarakat akan berdzikir bersama, berdo’a,
mendengarkan ceramah atau kajian agama, pembacaan sejarah singkat Maulana Syekh Ibrahim
Al-Khalidi Kumpulan, makan jamba bersama, sholat dzuhur, lalu dilanjutkan kembali dengan
dzikir, makan bersama, lalu ketika datang waktu ashar, masyarakat akan melakukan sholat ashar
50 Wawancara dengan Ibu Adriani dan Ibu Sulastri pada 21 Desember 2021
berjamaah. Beliau menjelaskan bahwa tidak ada unsur keterpaksaan untuk membawa jamba, dan
iuran bagi masyarakat, hal ini dikarenakan masyarakat memberi dengan ikhlas dan sukarela. 51
c. Menurut seorang warga Jorong Parik Gadang, acara mandoa surau batu diadakan semenjak
syekh tersebut meninggal dunia, beliau mengikuti acara tersebut setiap tahun. Acara ini diadakan
bertujuan untuk mengirimkan doa untuk syekh yang telah wafat, hal ini sebagai bentuk ungkapan
terimakasih masyarakat untuk syekh yang telah berjasa dalam menyebarkan agama Islam.
Tanggapan beliau tentang tradisi ini adalah untuk berdoa, menepati nadzar dan lain-lain. Hal ini
sangat perlu diikuti baginya, karena apabila beliau tidak mengikuti dan membawa jamba, maka
akan ada rasa tidak enak. Motivasi beliau dalam mengikuti acara ini adalah, dikarenakan sang
syekh sudah berjasa dalam menyebarkan agama Islam, maka menurut beliau masyarakat wajib
mengirimkan doa sebagai bentuk terimakasihnya kepada sang syekh. Dalam hal membawa
jamba, masyarakat tidak dipaksa untuk menyediakan jamba tersebut, hal ini dibawa dengan
sukarela. Sebab menurut beliau, apabila jamba tersebut dibawa dengan rasa terpaksa, maka tidak
akan bernilai pahala bagi masyarakat itu sendiri.52
d. Menurut dua orang warga Jorong Kampung Hangus acara mando’a surau batu ini diadakan
sekali dalam satu tahun semenjak Syekh Ibrahim wafat. Mereka berdua mengikuti acara ini
setiap tahunnya dengan tujuan meneruskan dan mengikuti tradisi yang telah ada sejak dahulu
secara turun temurun, membayar nadzar, serta menjalin silaturrahmi dengan sesama, bahkan
dengan sanak famili yang jauh dirantau. Hal yang mereka ketahui dari tradisi ini adalah dari segi
rangkaian acara, dalam acara tersebut masyarakat melakukan dzikir bersama, shalawat,
mengirimkan doa untuk syekh Ibrahim, dan lain-lain. Sedangkan acara ini biasanya dimulai
paling lambat pukul sembilan pagi hingga pukul empat sore atau sesudah shalat ashar berjamaah.
51 Wawancara dengan Bapak Amirudin pada 29 Januari 2021 52 Wawancara dengan Ibu Nurlaili pada 30 Januari 2021
Menurut mereka tidak ada unsur keterpaksaan untuk membawa jamba, namun memang
umumnya masyarakat Jorong Kampung Hangus membawa jamba ke Surau Batu, hal ini
dikarenakan mereka sudah berniat serta mengumpulkan uang sejak jauh-jauh hari untuk acara
tersebut, mereka merasa bahwa akan ada saja datang rezeki untuk jamba yang akan dibawa ke
surau batu itu.53
e. Menurut dua orang warga Jorong Lungguak Batu acara mandoa surau batu yang diadakan
setiap tahun semenjak wafatnya Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan selalu mereka
ikuti di setiap tahunnya, bahkan ketika mereka sakit pun mereka tetap mengirimkan jamba untuk
dibawa ke surau batu tersebut dengan dititipkan kepada anak, menantu atau saudaranya. Mereka
berpendapat bahwa acara tersebut diadakan bertujuan untuk memuliakan syekh Ibrahim, hal ini
dikarenakan banyak masyarakat yang mempercayai bahwa sang syekh memiliki karomah,
kelebihan-kelebihan serta kemuliaan. Menurut sejarah yang mereka berdua ketahui apapun yang
dikatakan oleh sang syekh semasa hidupnya selalu terjadi dan sesuai dengan perkataan beliau.
Ibu Nurjani menjelaskan bahwa, menurut sejarahnya sang syekh pernah menghilang ketika
beliau sedang bercukur, ketika ditanya beliau menghilang dikarenakan beliau ikut membantu
dalam memadamkan api ketika terjadi kebakaran di kota Mekah. Hal ini menurut ibu Nurjani
hanyalah sebagian kecil dari karomah yang syekh miliki, bahkan beliau adalah orang yang
ditakuti oleh pasukan Belanda pada masa penjajahan. Mereka berdua mengatakan bahwa banyak
orang dari luar Nagari Koto Kaciak yang mengikuti acara mandoa surau batu tersebut. Mulai dari
bapak Bupati Pasaman atau yang mewakili, masyarakat dari Pasir Pangaraian serta masyarakat
dari daerah lain yang memakai atau mengikuti Tariqat Naqsabandiyah. Bahkan banyak dari
mereka yang datang untuk mengunjungi makam syekh untuk berziarah.
53 Wawancara dengan Bapak Syofyan dan Ibu Nella Yenti pada 30 Januari 2021
Mereka berdua mengatakan bahwa masyarakat Nagari Koto Kaciak akan membuat
lemang, singgang ayam, serta makanan lain. Beliau menjelaskan bahwa singgang tersebut bagi
sebagian masyarakat ada yang bertujuan untuk menunaikan nadzarnya. Ibu ini menjelaskan
bahwa jika ada keluarga beliau yang sakit, maka beliau akan bernadzar untuk membawa
singgang ketika acara mandoa surau batu. Sehingga ketika keluarga beliau tersebut sembuh,
maka beliau memiliki kewajiban untuk menunaikan nadzar tersebut dengan jumlah yang telah
beliau niatkan.
Hal yang mereka berdua ketahui tentang rangkaian acara mandoa surau batu adalah,
akan ada pembacaan sejarah singkat serta riwayat hidup sang syekh. Ibu ini berkata bahwa ada
beberapa masyarakat dari luar Nagari Koto Kaciak yang beranggapan tradisi ini termasuk kepada
pebuatan syirik, padahal niat masyarakat mengikuti acara tersebut hanyalah berdoa kepada
Allah, bernadzar, ziarah, serta menjalin tali silaturrahmi serta sekaligus untk mengingat akan
datangnya kematian kepada setiap umat manusia. Mereka mengatakan untuk hal mebawa jamba,
tidak ada unsur keterpaksaan, bahkan jika ada masyarakat yang tidak membawa jamba, hal itu
tidak akan dipermasalahkan oleh masyarakat lainnya. 54
f. Menurut dua orang warga Jorong Batu Hampar acara mando’a surau batu diadakan semenjak
wafatnya Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan. Mereka berdua selalu ikut serta dalam
tradisi ini semenjak mereka kecil. Ibu ini mengatakan bahwa acara tersebut adalah sebuah tradisi
yang dilakukan turun temurun, sehingga untuk tetap mempertahankannya masyarakat harus
senantiasa mengikuti serta mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan tradisi tersebut. Katanya
dalam acara tersebut, selain singgang ayam ada menu lainnya yang selalu dihidangkan yaitu
gulai daging sapi yang dibuat secara bersama-sama oleh panitia perwakilan per-kaum. Tujuan
mereka mengikuti acara tersebut adalah dalam rangka memperingati hari wafatnya syekh, serta
54 Wawancara dengan Bapak Amril dan Ibu Nurjani pada 1 Februari 2021
bertujuan untuk mengirimkan doa untuk syekh yang telah dahulu menghadap Allah SWT. Dalam
perihal membawa jamba, bapak tersebut menjelaskan tidak ada unsur keterpaksaan untuk
membawanya ke mesijid. Mereka menjelaskan bahwa singgang ayam adalah sebuah bentuk dari
menunaikan nadzar serta shadaqah dari masyarakat. Contoh nadzar yang mereka ucapkan adalah
“Ya Allah, sembuhkanlah dan angkatlah penyakit keluarga hamba, apabila beliau sembuh, maka
hamba bernadzar akan membawa singgang ayam dalam acara mando’a surau batu, untuk
dimakan dan dinikmati bersama-sama oleh masyarakat. Bahkan selain nadzar yang tadi, ada
banyak nadzar-nadzar lain yang beliau niatkan selama satu tahun, sehingga terkadang dalam satu
tahun tersebut ada lebih dari dua ekor singgang ayam yang mereka bawa, sesuai dengan nadzar-
nya. Jika tidak ada yang membawa jamba, sepengetahuan bapak dan Ibu narasumber, tidak ada
sanksi atau sejenisnya untuk mereka. 55
g. Menurut seorang warga Jorong Tabing acara ini dilakukan setahun setelah wafatnya Syekh
Ibrahim, beliau adalah seseorang yang selalu ikut dalam acara mandoa surau batu setiap
tahunnya semenjak beliau kecil, bahkan beliau juga adalah seseorang yang sering ditunjuk
sebagai bagian panitia dalam acara tersebut. Beliau mengikuti acara ini bertujuan untuk
mengirim doa kepada sang syekh, sekaligus berziarah ke makam syekh tersebut. Beliau
menjelaskan bahwa acara tersebut diadakan dalam rangka mengingat setiap tahun wafat sang
syekh. Sepengetahuan beliau yang di baca ketika mandoa surau batu adalah, tahlil, dzikir, serta
do’a. Beliau mengatakan bahwa tidak ada unsur keterpaksaan untuk membawa jamba, jamba di
bawa dan disediakan oleh masyarakat dengan seikhlas hati mereka masing-masing. 56
Dari hasil wawancara dengan masyarakat, maka penulis menyimpulkan bahwa masyarakat
berbeda pendapat tentang sejak kapan diadakannya mandoa surau batu yaitu menurut masyarakat
55 Wawancara dengan Bapak Idris dan Ibu Emi pada 1 Februari 2021 56Wawancara dengan Bapak Abu Bakar pada 17 Februari 2021
jorong Koto Tuo, serta Jorong Tabing tradisi mando’a surau batu diadakan semenjak satu tahun
wafatnya Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan, sedangkan masyarakat di kejorongan
lainnya di Nagari Koto Kaciak berpendapat bahwa tradisi ini diadakan semenjak wafatnya Syekh
Ibrahim. Dari hasil wawancara, penulis juga menemukan bahwa semua masyarakat yang penulis
wawancarai mengikuti tradisi ini setiap tahunnya semenjak kecil. Namun, ada masyarakat dari
Jorong Lungguak Batu yang tidak bisa menghadiri tradisi ini dikarenakan sedang sakit, akan
tetapi beliau tetap mengirimkan jamba dengan cara menitipkan kepada saudaranya.
Masyarakat memiliki tanggapan yang berbeda tentang tradisi ini, yaitu menurut masyarakat
Jorong Koto Tuo tradisi ini adalah bentuk hadiah untuk ulama yang telah mengajarkan agama
Islam, masyarakat Jorong Parik Gadang menanggapi bahwa tradisi ini untuk berdoa serta
menepati nadzar sedangkan masyarakat lainnya menanggapi acara ini adalah bentuk mengirim
doa untuk Syekh Ibrahim yang telah dahulu wafat. Hal yang diketahui oleh masyarakat tentang
tradisi ini adalah menurut masyarakat yang telah penulis wawancarai dalam acara ini, akan ada
dzikir, shalawat, berdoa, makan, yang semuanya dilakukan secara bersama-sama, selanjutnya
akan ada ceramah atau kajian agama, pembacaan sejarah singkat syekh, sholat dzuhur dan ashar
berjamaah. Namun ada tambahan dari Jorong Koto Tuo, tradisi ini adalah sebuah sarana dalam
mempererat tali silaturrahmi. Sedangkan menurut masyarakat jorong Parik Gadang di dalam
tradisi ini juga ada penyembelihan serta memasak gulai sapi yang dilakukan secara berkelompok
dan bergotong royong oleh masyarakat.
Dari hasil wawancara, penulis menemukan alasan, tujuan serta motivasi masyarakat untuk
mengikuti tradisi ini. Masyarakat Jorong Koto Tuo, Parik Gadang, Kampung Hangus, serta Batu
Hampar, beralasan bahwa mereka mengikuti acara tersebut karena ingin mengirim doa untuk
sang syekh karena beliau telah berjasa dalam menyebarkan ajaran agama Islam, menepati hari
wafat beliau, serta mempererat tali silaturrahmi. Sedangkan masyarakat dari Jorong Kampung
Hangus menambahkan yaitu mereka mengikuti tradisi ini dikarenakan mereka meneruskan
tradisi yang telah ada dan dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat. Namun ada juga
tujuan lain yang dikemukakan oleh masyarakat Jorong Lungguak Batu yaitu bertujuan untuk
memuliakan Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan.
Dalam perihal membawa dan menyediakan jamba, penulis menyimpulkan pendapat
masyarakat yang telah penulis wawancarai yaitu, mereka semua berpendapat bahwa tidak ada
unsur keterpaksaan dalam menyediakannya. Bahkan menurut mereka, mereka membawa jamba
dengan sukarela tanpa ada paksaan.
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Mando’a Surau Batu yang dilaksanakan di
Nagari Koto Kaciak
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, ziarah serta peringatan satu tahun wafatnya
seseorang, merupakan tradisi yang ada dan berjalan di tengah masyarakat, termasuk Mando’a
Surau Batu yang diadakan di Nagari Koto Kaciak ini. Sebenarnya acara ini adalah acara yang
sangat dianjurkan menurut masyarakat. Hal ini menurut penulis, dilihat dari beberapa rangkaian
acara yang terdapat dalam tradisi Mandoa Surau Batu ini banyak mengandung nilai-nilai positif
yang dianjurkan dan bagus untuk memperkuat nilai agama dalam diri masyarakat, sepanjang
acara yang dilakukan ini tidak berbenturan dengan aturan-aturan yang ada dalam Agama Islam.
Dari hasil wawancara, penulis menemukan banyak hal positif yang terdapat dalam tradisi
ini, yaitu adanya dzikir, tahlil, do’a, shalawat, membaca ayat suci Al-Qur’an, shadaqah,
mengingat kematian, menunaikan nadzar, ziarah, mempererat tali silaturrahmi, adanya kajian-
kajian Islami atau ceramah, mengingat sejarah masuknya Islam ke daerah tersebut, menghargai
orang yang sudah menyebarkan agama Islam, serta memperbaiki perekonomian masyarakat. Hal
ini menjadi sesuatu yang baik, bersifat terus menerus dan masih dipertahankan semenjak dulu.
Berikut penulis akan jelaskan beberapa aspek yang berdampak positif bagi masyarakat
yaitu:
1. Aspek Agama
Didalam tradisi ini terdapat amalan-amalan yang sangat dianjurkan dalam agama Islam,
yaitu adanya pembacaan ayat suci Al-Qur’an, ceramah Agama, membaca shalawat, shadaqah,
dzikir, tahlil, do’a, menunaikan nadzar, mempererat tali silaturrahmi, mengingat kematian
sehingga masyarakat ingat akan dosa-dosa yang telah mereka perbuat, sehingga mereka tidak
lagi melakukan hal-hal yang dilarang, dikarenakan mereka ingat bahwa kematian akan datang
dan menghampiri siapa saja manusia yang hidup di dunia Allah ini. Hal ini secara tidak langsung
memberikan sifat positif yang dapat dijadikan bekal untuk kehidupan akhirat kelak.
2. Aspek Kebudayaan
Tradisi ini adalah kumpulan aktifitas masyarakat yang sudah berlangsung sejak dahulu.
Sehingga dapat kita lihat bahwa tradisi ini memiliki aspek budaya terutama budaya Islam. Hal ini
dapat dilihat dari kehidupan masyarakat Nagari Koto Kaciak yang Agamis, diantaranya banyak
diadakan kegiatan keagamaan disana, yang ditunjang dengan banyaknya sarana dan prasarana
yang memadai seperti tempat kegiatan agama, serta media perkumpulan acara keagamaan. Hal
ini membuat terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang religius.
3. Aspek Sosial
Tradisi ini menjadi media untuk membuat masyarakat menjadi rukun, kompak dan
semangat gotong royongnya dalam berbagai hal masih terjaga. Hal ini dapat membuat kokohnya
perdamaian dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat menjadi terwujud. Tradisi
ini juga menjadi sarana untuk mempererat tali silaturrahmi antara sesama masyarakat dalam
nagari serta dengan yang diluar nagari. Sebab acara ini mempertemukan masyarakat dari dalam
dan dari luar nagari. Ke akraban dan persaudaraan antara sesama warga dalam dan luar nagari
menjadi bertambah karena adanya tradisi ini.
Bukti dari adanya aspek sosial yang positif adalah dilihat dari semua kegiatan yang
dilakukan secara bersama-sama dan bergotong royong oleh masyarakat.
4. Aspek Ekonomi
Tradisi ini juga menambah keberhasilan masyarakat dalam aspek ekonomi, hal ini
disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang berjualan di sepanjang jalan, serta di sekitar mesjid
tersebut. Biasanya masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang akan membuka lapak untuk
berjualan, bahkan ada juga yang berjualan dari luar daerah. Banyaknya masyarakat membuat
dagangan mereka laku bahkan habis terjual, sehingga tradisi ini dapat memajukan perekonomian
masyarakat di daerah tersebut. Dan masih banyak lagi aspek positif lainnya yang dihasilkan dari
tradisi ini.
Dari banyaknya hal positif yang dihasilkan oleh tradisi ini, maka jika ditinjau dari
tinjauan Hukum Islam menurut pendapat penulis hal ini bisa dikaitkan dengan Al-‘Urf.
Sebagaimana yang kita ketahui, ‘Urf dapat menjadi undang-undang apabila di dalam kehidupan
masyarakat terdapat hal-hal yang tidak mempunyai undang-undang. ‘Urf berlaku dan diterima
oleh banyak orang karena mengandung kemashlahatan, meskipun tidak ada nash yang secara
langsung mengatur atau mendukungnya.
Sesuai dengan kaidah fiqh yaitu:
العا دة محكمة
“Kebiasaan (tradisi) itu bisa menjadi hukum”57
Pelaksanaan tradisi mando’a surau batu menurut penulis mendapati tidak adanya larangan
atau dalil yang melarangnya. Serta rangkaian acara tradisi ini setelah penulis amati tidaklah
bertentangan dengan ajaran agama Islam. Jadi penulis mengetahui bahwa tidak ada larangan,
serta dasar hukum yang penulis dapati untuk acara ini adalah mubah. Namun tidak tertutup
kemungkinan hukum ini bisa bergeser dari ketentuan umum hukum tersebut.
Dengan demikian, setelah penulis teliti lebih dalam, acara mandoa surau batu ini banyak
memberikan dampak positif atau mashlahat baik dari segi ibadah, maupun dari segi sosial,
budaya, sopan santun dan ekonomi. Serta tradisi ini juga berlaku umum dan merata di kalangan
masyarakat Nagari Koto Kaciak. Bahkan tradisi ini sudah ada dan diikuti sejak jaman dahulu.
Tradisi ini juga tidak bertentangan dengan dalil-dalil syara’ yang ada. Maka dapat penulis
simpulkan bahwa pelaksanaan mandoa surau batu ini termasuk kedalam ‘urf shahih.
‘urf shahih adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidak
bertentangan dengan nash (ayat atau hadis) tidak menghilangkan ke-mashlahat-an mereka, dan
tidak pula membawa madharat kepada mereka.58 Serta yang berulang-ulang dilakukan, diterima
oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan agama, sopan santun, dan budaya yang luhur.
Sedangkan ada dalil pensyari’atan ‘urf yaitu:
1. Q.S Al-A’raf ayat 199
(199) خذ العفوأمر با لعرف واعرض عن الجهلين
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh.”
57 DR. Ahmad Sudirman Abbas, MA, Qawa’id Fiqhiyyah, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2008), 256 58 Imam Hermawan, Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam, (Kuningan: Hidayatul Quran, 2019) 102
Kata ‘urf dalam ayat di atas oleh Ushuliyun dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah
menjadi kebiasaan masyarakat. Maka ayat di atas menjadi landasan untuk mengerjakan sesuatu
yang dianggap baik yang menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. Pada prinsipnya syariat Islam
menerima dan mengakui adat dan tradisi selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Sunnah. 59
2. Hadis Rasulullah SAW:
Hadits yang berasal dari Abdullah ibn Mas’ud yang dikeluarkan Imam Ahmad dalam
musnadnya, yaitu:
ثنا أبو ب نظر في قلوب ال حد بن مسعود قال إن الل ثنا عاصم عن زر بن حبيش عن عبد الل عباد فوجد كر حد
عليه وسلم خير قلوب العباد فاصطفاه لنفسه فابتعثه د صلى الل برسالته ثم نظر في قلوب العباد قلب محم
د فوجد قلوب أصحا به خير قلوب العباد فجعلهم وزراء نبي ه يقاتلون على دينه فما رأى بعد قلب محم
حسن سي ئ المسلمون حسنا فهو عند الل )رواه أحمد( وما رأوا سي ئا فهوعند الل
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar telah menceritakan kepada kami ‘Ashim
dari Zirr bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud berkata; Sesungguhnya Allah melihat hati para
hamba, lalu Dia mendapati hati Muhammad SAW sebagi sebaik-baik hati para hamba, lalu
memilihnya untuk diri-Nya, Dia juga mengutusnya dengan risalah kemudian Dia melihat pada
hati para hamba setelah hati Muhammad, maka Dia mendapati hati para sahabat sebagai
sebaik-baik hati para hamba, lalu menjadikan mereka sebagai pembatu Nabi-Nya, berperang
membela agamanya. Maka apa yang dilihat oleh kaum muslimin satu kebaikan, maka di sisi
Allah adalah baik dan apa yang mereka pandang buruk, maka di sisi Allah juga buruk.” (HR
Ahmad)60
59 Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 156 60 Musnad Ahmad (3418)
Melalui hadits ini penulis mengambil kesimpulan bahwa tradisi mandoa surau batu ini
adalah sebuah perbuatan yang telah menjadi kebiasaan oleh masyarakat, serta tradisi ini adalah
sebuah kebiasaan yang telah di pandang baik oleh masyarakat. Sehingga penulis berpendapat
bahwa tradisi ini juga sesuatu yang di pandang baik disisi Allah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian secara lebih khusus penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Menurut pandangan ulama, sepanjang tradisi ini tidak melanggar aturan Agama Islam dan
tidak mengandung unsur-unsur kebathilan maka tradisi ini adalah tradisi yang boleh dijalankan
oleh masyarakat. Sedangkan bapak wali nagari berpendapat bahwa tradisi ini adalah tradisi yang
sah-sah saja dilakukan oleh masyarakat. Tradisi inipun menghasilkan pengaruh baik bagi
kenagarian dan masyarakat dalam hubungan silaturrahmi, keagamaan, perekonomian, dan lain
sebagainya. Selanjutnya Niniak Mamak juga memiliki pandangan bahwa tradisi ini sesuai
dengan adat istiadat yang berlaku, dan tidak melanggar ketentuan adat. Bahkan tradisi ini juga
memiliki pengaruh yang baik dalam kebersamaan serta kekompakan masyarakat.
Sementara anggota masyarakat berpendapat bahwa tradisi ini adalah bentuk hadiah untuk
ulama yang telah mengajarkan ajaran agama Islam, sarana untuk berdoa bersama, menepati
nadzar, mempererat tali silaturrahmi, serta mengirimkan doa untuk Maulana Syekh Ibrahim Al-
Khalidi Kumpulan.
2. Menurut Tinjauan Hukum Islam Pelaksanaan Mando’a Surau Batu yang diadakan di Nagari
Koto Kaciak adalah tradisi yang bisa dijadikan ‘urf shahih. Sebab penulis mendapati bahwa tidak
adanya dalil yang melarang serta tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Bahkan tradisi
ini memberikan banyak maslahat dan pengaruh positif, baik dalam segi ibadah maupun dari segi
sosial, budaya, sopan santun, serta ekonomi. Tradisi ini juga sebuah perbuatan yang telah
menjadi kebiasaan oleh masyarakat sejak dahulu bahkan dipandang baik oleh masyarakat,
pemuka masyarakat, serta ulama.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah penulis paparkan tentang tradisi mandoa surau batu,
penulis memiliki harapan-harapan serta saran yang penulis harapkan dapat membangun
pengalaman hukum Islam, adalah sebagai berikut:
1. Kepada ulama agar senantiasa memberikan kajian-kajian serta pemahaman kepada masyarakat
Nagari Koto Kaciak mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang serta yang memberikan
mudharat dalam ajaran agama Islam.
2. Bagi Pemuka masyarakat yaitu Kepada bapak wali nagari Koto Kaciak diharapkan untuk tetap
mempertahankan tradisi ini agar memberikan kemudharatan kepada seluruh masyarakat di
kenagarian koto kaciak. Serta diharapkan untuk memaksimalkan dalam perluasan dan renovasi
mesjid agar masyarakat merasakan kenyamanan dalam beribadah. Kepada Niniak Mamak
diharapkan untuk tetap menanamkan ketentuan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah,
kepada masyarakat. Agar kebersamaan dan kekompakan tetap terjaga antar sesama masyarakat.
3. Bagi masyarakat Nagari Koto Kaciak agar mengikuti tradisi ini tidak bertentangan dengan
syari’at Islam, serta tetap mempertahankan nilai-nilai baik yang dihasilkan dari tradisi ini. Dan
tetap mempertahankan adab, syarat, hal yang boleh dan dilarang dalam melakukan ziarah kubur.