nilai-nilai religius dalam tradisi upacara adat
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI RELIGIUS DALAM TRADISI UPACARA ADAT
TETAKEN GUNUNG LIMA
(Studi Kasus di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan)
SKRIPSI
DEVI YANTIKA EKA SAPUTRI
NIM: 210314334
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
JUNI 2018
ii
NILAI-NILAI RELIGIUS DALAM TRADISI UPACARA ADAT
TETAKEN GUNUNG LIMA
(Studi Kasus di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana
Pendidikan Agama Islam
DEVI YANTIKA EKA SAPUTRI
NIM: 210314334
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
JUNI 2018
iii
iv
v
ABSTRAK
Saputri, Devi Yantika Eka. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Adat
Tetaken Gunung Lima ( Studi Khasus di Desa Mantren Kecamatan
Kebonagung Kabupaten Pacitan).Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo. Pembimbing Muh. Widda Djuhan, S.Ag., M.Si
Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, Upacara Adat Tetaken Gunung Lima Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang beragam dengan ciri khas
daerah masing-masing dan nilai-nilai yang di percayai oleh masyarakat. Budaya
tercipta dari kegiatan sehari-hari. Tradisi merupakan adat kebiasaan turun-temurun dari
nenek moyang yang masih dijalankan hingga sampai saat ini. Dalam ajaran Islam,
kegiatan kehidupan manusia dalam bentuk akal budi yang diturunkan Allah Swt.
Kepada Rasulullah Saw. Menjadi petunjuk pembimbing dan menjadi nilai-nilai
universal kemanusiaan. Seperti dalam nilai-nilai pendidika Islam dalam upacara adat
Tetaken Gunung Lima yang merupakan tradisi yang dijalankan di Desa Mantren
Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan untuk mengenang Kyai Tunggul sebagai
orang pertama babat alas dan pertama menyebarkan Agama Islam.
Tujuan penelitian ini adalaht: (1)untuk mendiskripsikan latar belakang
upacara adat Tetaken (2)untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan tradisi upacara
adat Tetaken Gunung Lima di Desa Mantren. Kecamatan Kebonagung, Kabupaten
Pacitan Dan (3) untuk mendiskripsikan nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi
upacara adat Tetaken Gunung Lima di Desa Mantren. Kecamatan Kebonagung,
Kabupaten Pacitan.
Peneliti ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Adapun teknik analisis datanya menggunakan tiga tahap, yaitu tahap reduksi data,
display dan pengambilan kesimpulan.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Latar belakang tradisi
upacara adat Tetaken Gunung Lima yakni berawal Ki Tunggul Wulung yang dianggap
sebagai penyebar agama Islam di Pacitan setelah bertapa di Gunung Lima dan juga
orang pertama babat alas di sekitar Gunung Lima.(2) Proses pelaksanaan tradisi
upacara adat Tetaken Gunung Lima dibagi menjadi dua yaitu a) proses awal dengan
tahapan: sebo, cantrik, semedi dan thontongan. b) proses pelaksanaan yakni:
pelaksanaan awal: hasil bumi dan peserta, pelaksanaan inti: mandhap, siraman,
padhadaran, kirab, srah-srahan, ujuban, doa, legen. Pelaksanaan Penutup: hiburan
menandakan berakhirnya acara.3)Nilai-nilai religius dalam upacara adat Tetaken
Gunung Lima, yaitu berupa sedekah bumi atas bentuk rasa syukur kepada Allah Swt.
karena telah memberikan rezeki yang melimpah kepada masyarakat sekitar Gunung
Lima dan juga hubungan kepada alam dalam bentuk melestarikan dan menjaga
keadaan alam, agar selalu terjaga. Sehingga penghasilan bumi semakin melimbah di
Desa Mantren.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan suku Jawa, baik itu yang masih bersifat tradisional
maupun yang sudah modern berbagai upacara tradisional masih memegang
peranan yang amat penting dalam mewujudkan kondisi untuk menciptakan rasa
aman serta ikut memberi pegangan dalam menentukan sikap, tingkah laku dan
pola pikir masyarakat.
Masyarakat Indonesia, khususnya suku Jawa masih percaya akan
adanya berbagai makhluk halus seperti jin, hantu, syetan dan sebagainya.
Mereka masih mempercayai adanya berbagai kekuatan yang berasal dari benda-
benda yang dikeramatkan sperti keris, pusaka dan lainnya.1 Menurut
kepercayaan masing-masing makhluk halus tersebut dapat mendatangkan
sukses-sukses, kebahagiaan, ketentraman ataupun keselamatan, tetapi
sebaliknya bisa pula menimbulkan gangguan pikiran, kesehatan, bahkan
kematian.2
Salah satu yang mencirikan masyarakat Jawa yaitu melestarikan budaya
warisan nenek moyangnya. Salah satu budaya leluhur tersebut, yaitu upacara
adat yang dilaksanakan secara turun temurun. Namun sesuai budaya modern
mulai menjangkiti masyarakat Jawa, satu per satu upacara adat tersebut seperti
1 Ach. Nadif dan M.Fadlun, Tradisi Keislaman (Surabaya: Al-Miftah, 2010), 36. 2 Sumardi Ramon, Sosiologi dan Antropologi (Surabaya: Sinar Wijaya, 1985), 133.
2
ditelan zaman. Meskipun masih terdapat beberapa upacara adat yang hingga
sekarang dilestarikan oleh sebagian masyarakat.3
Upacara adat di Jawa berhubungan dengan tiga hal, yaitu berhubungan
dengan kehidupan manusia, berhubungan dengan alam, serta berhubungan
dengan agama dan kepercayaan, bahwa masyarakat Jawa sangat mendambakan
hubungan dinamis antara manusia dengan alam dan Tuhan.4 Upacara adat yang
masih tetap diperhatikan sampai sekarang oleh kalangan penduduknya,
misalnya resik desa, labuhan, selametan weton.
Dalam agama Islam tidak dikenalkan istilah upacara bersih desa, namun
Islam tidak melarang berbagai macam adat istiadat dan kebudayaan masyarakat
setempat asal tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan tidak menjadikan
orang yang syirik bagi orang yang melakukannya. Namun harus menjadikan
upacara adat semacam ini untuk mengingat dan bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas karunia yang telah diberikan.5
Di Jawa, bulan Muharram disebut juga dengan bulan Suro. Bulan Suro
bagi orang Jawa adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah yang terkenal
dengan kesakralannya. Kedatangan tahun baru biasanya ditandai dengan
diadakan pesta kembang api, slametan, tidak tidur semalaman/ lek-lekan. Akan
tetapi, lain halnya dengan pergantian tahun baru Jawa yang jatuh setiap tanggal
1 Suro atau 1 Muharram, masyarakat Jawa biasanya menyambutnya dengan
3 Sri Wintala Achmad, Etika Jawa: Pedoman Luhur dan Prinsip Hidup Orang Jawa
(Yogyakarta: Araska, 2018), 190. 4 Sri Wintala, Filsafat Jawa: Menguak Filosofi, Ajaran, dan Laku Hidup Leluhur Jawa
(Yogyakarta: Araska, 2017), 57. 5 Nadif, Tradisi Keislaman, 256.
3
berbagai ritual bahwasannya mereka anggap bulan Suro itu adalah bulannya
umat Islam.
Masyarakat Jawa masih berpegang teguh dengan ajaran nenek moyang
mereka. Salah satu ajaran yang masih dilakukan sampai saat ini adalah
menjalankan tradisi pada bulan Suro. Daerah-daerah di Pulau Jawa dalam
menyambut bulan Suro selalu mengadakan berbagai ritual, salah satunya adalah
di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan. Kebudayaan
masyarakaat dalam menyambut bulan Suro di desa Mantren yang masih terjaga
hingga saat ini dinamakan upacara adat Tetaken Gunung Lima. Upacara adat
Tetaken merupakan sebuah wujud kebudayaan lokal hasil karya manusia yang
berlatar belakang sastra lisan mengenai ceritarakyat, Ki Tunggul Wulung, Ki
Brayut, dan Ki Tiyoso. Upacara adat Tetaken merupakan cerminan budaya
masyarakat di sekitar Gunung Lima. Gunung Lima merupakan salah satu objek
unggulan dan menjadi simbolik dari Kabupaten Pacitan, Gunung Lima terletak
kurang lebih 15 km dari alun-alun kota Pacitan ke arah timur tepatnya di Desa
Mantren Kecamatan Kebonagung. Gunung Lima selain menyimpan panorama
yang indah juga menawarkan potensi budaya lewat upacara adat Tetaken
sebagai salah salah satu warisan sejarah masyarakat lokal.
Upacara Tetaken ini adalah salah satu bentuk upacara tradisional,
dimana masyarakat sekitar Gunung Lima masih menganggap nilai magis,
sehingga diwujudkan dalam bentuk upacara ritual. Upacara adat Tetaken ini di
laksanakan pada tanggal 15 Muharram atau Suro. Tetaken merupakan tradisi
masyarakat sekitar Gunung Lima, yang masih terpelihara hingga saat ini.
4
Tetaken berasal dari kata Sansekerta yang berarti Teteki. Artinya pertapan. Di
mana tradisi ini sangat kental yang masih menggunakan ritual. Tradisi adalah
sesuatu yang sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat
pendukungnya. Bahwa menurut Parsudi Suparlan yang dikutip oleh Jalaluddin
bahwa “Tradisi merupakan unsur sosil dan budaya yang telah mengakar dalam
kehidupan masyarakat dan sulit untuk diubah.6
Upacara adat ini merupakan warisan dari nenek moyang mereka.
Mereka hidup akrab dengan alam itu karena melalui kepercayaan masyarakat
sekitar Gunung Lima yang tidak bisa dihilangkan begitu saja. Karena alam
merupakan kekuatan yang menguasai dan menentukan kehidupan mereka. Hal
tersebut terbukti, meski teknologi semakin maju, namun mereka tidak dapat
menghindarkan diri dari kekuatan alam. Mereka menganggap alam mampu
memberikan kekuatan dan ketenangan pribadi seperti pada sekitar tempat
mereka tinggal yaitu di lereng Gunung Lima.
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Upacara Adat Tetaken Gunung Lima Pacitan (Studi Kasus di Desa
Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan).”
B. Fokus Penelitian
Mengingat luasnya masalah tentang cakupan pembahasan
permasalahan, waktu penelitian, dan biaya penelitian. Maka penelitian ini
6 Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 187-188.
5
difokuskan pada nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi upacara adat Tetaken
Gunung Lima di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas, maka
yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan
Islam dalam tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima. Berkaitan dengan
fokus tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana latar belakang dilaksanakan tradisi upacara adat Tetaken
Gunung Lima?
2. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi upacara adat Tetaken Gunung
Lima di Desa Mantren. Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan?
3. Bagaimana nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi upacara adat
Tetaken Gunung Lima di Desa Mantren Kecamatan Kebonagung,
Kabupaten Pacitan ?
D. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti
dalam peneliti ini adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang dilaksanakan tradisi upacara adat Tetaken
Gunung Lima?
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi upacara adat Tetaken Gunung
Lima.
6
3. Untuk mengetahui nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi upacara adat
Tetaken Gunung Lima bagi masyarakat.
E. Manfaat Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
baik teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
Kajian ini dapat dijadikan salah satu khasanah ilmu pengetahuan
yang ada hubungannya dengan nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi
upacara adat Tetaken Gunung Lima.
2. Secara Praktis
a. Bagi Masyarakat
Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan digunakan salah satu masukan
dan kerangka acuan yang sangat berharga bagi para pengambil keputusan,
terutama dalam penggelolaan dan pelestarian tradisi yaitu upacara adat
Tetaken.
b. Bagi Perguruan Tinggi
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK).
c. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan informasi bagi peneliti mengenai nilai
pendidikan Islam dalam upacara adat Tetaken Gunung Lima di Desa
Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacita
F. Sistematika Pembahasan
7
Sistematika bertujuan untuk mempermudah para pembaca dalam
menelaah isi kandungan yang ada di dalamnya. Dalam penulisan laporan nanti
terdiri dari enam batang tubuh, adapun sistematika pembahasnnya adalah
sebagai berikut:
Bab Pertama Pendahuluan:berfungsi untuk memberi gambaran secara
global permasalahan yang dibahas, yaitu terdiri dari: latar belakang masalah,
fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab Kedua Telaah Terdahulu dan Kajian Teori: berfungsi untuk
mengetengahkan kerangka awal teori yang digunakan sebagai landasan
melakukan penelitian yang terdiri dari tradisi upacara adat Tetaken Gunung
Lima, pelaksanaan tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima, nilai-nilai
pendidikan Islam dalam tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima.
Bab Ketiga Metode Penelitian: bab ini merupakan unsur terpenting
dalam sebuah penelitian, karena dengan berpatokan pada metode penelitian
yang sudah tervalidasi oleh standar penelitian, maka arah penulisan akan
sistematis
Bab Keempat Deskripsi Data: meliputi gambaran umum lokasi
penelitian dan deskripsi data, ditulis untuk melanjutkan judul penelitian,
dimana peneliti mengambil judul di tempat tersebut.
Bab kelima Analisis Data: yang berisi tentang gagasan-gagasan
peneliti terkait dengan pola-pola, kategori-kategori, posisi temuan terhadap
8
temuan-temuan sebelumnya, serta penafsiran dan penjelasan dari temuan yang
diungkap dari lapangan.
Bab Keenam Penutup: berisi tentang kesimpulan dan saran yang
berfungsi mempermudah para pembaca dalam mengambil intisari dari laporan
penelitian.
9
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN
KAJIAN TEORI
A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian sebelumnya oleh Selviana Muktining Sukma (210311052)
yang menyelesaikan skripsinya pada Tahun 2015 dengan penelitian berjudul “Tradisi
Grebeg Maulid Nabi Muhammad Saw Dalam Persepektif Persepektif Pendidikan
Islam di Kota Madiun”
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk kegiatan tradisi grebeg
maulid nabi Muhammad Saw dimulai dengan ziarah kubur, tahlil, doa bersama dan
selametan, kirab arak-arakan dari pemberian tumpeng beserta udhek-udhek kepada
fakir miskin, dan diakhiri dengan perebutan gunung.
Nilai-nilai grebeg maulidan nabi Muhammad Saw dalam persepektif
pendidikan Islam, yaitu Hablum minannas (hubungan kepada sesama manusia) yang
dapat terlihat dari hubungan silaturahmi antara masyarakat kota Madiun, Hablum
minallah (Hubungan kepada Allah Swt) yang merupakan ungkapan rasa syukur akan
berkah yang yang diberikan baik umat Islam secara umum dan kepada masyarakat Kota
Madiun secara khusus serta bentuk cinta kaum muslimin kepada nabinya yakni nabi
Muhammad Saw dan yang terakhir hubungan dengan kepada alam dalam bentuk
melestarikan dan menjaga keadaan alam di Kota Madiun.
10
Penelitian terdahulu selanjutnya oleh Dewi Mutik Al-Khoiriyah (210311097)
yang menyelesaikan skripsinya Tahun 2015 dengan penelitian berjudul “ Nilai-nilai
Kedermawanan Dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam, Tradisi
Perayaan Ledhung Suro”
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kedermawanan dalam
tradisi perayaan Ledhung Suro Kabupaten Magetan diwujudkan dengan: Saling
berbagi kepada orang lain dalam berbagai kesempatan, Saling member atau sedekah
baik berupa harta, jiwa, tenaga, ilmu, dan pikiran. Saling membantu dan menolong
antar sesama. Ramah tamah, dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mendapatkan haknya.
Nilai-nilai kedermawanana dalam tradisi perayaan Ledhung Suro Kabupaten
Magetan mempunyai relevansi dengan tujuan pendidikan Islam yaitu peningkatan
keaqwaan kepada Allah SWT dan pembentukan ahlakul karimah, terutama ketaqwaan
dalam kehidupan sosial.
Peneliti terdahulu selanjutnya oleh Haris Rahmat Ahmadi (210311037) yang
menyelesaikan skripsinya Tahun 2015 dengan penelitian berjudul “ Nilai-nilai
Kepedulian Sosial Dalam Tradisi Bersih Desa Di Dusun Ngrawan Desa Dolopo
Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun”
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Proses kegiatan bersih desa
di Dusun Ngrawan dimulai dengan kegiatan sholat sunah di masjid, setelah itu
sholawatan gembrungan kemudian ritual di makam, pagi harinya menyembelih
kambing kendit di perempatan dan penguburan kepala di perempatan dan keempat
11
kakinya di pojok-pojok Dusun Ngrawan, yang terakhir selamatan di masjid. 2) Nilai-
nilai kepedulian sosial dalam tradisi bersih desa sangat terlihat dari beberapa kegiatan
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan ini, terlihat dari masyarakat yang antusias
dari kegiatan gotong-royongnya, hal ini akan menciptakan kekompakan, kerukunan
dan mempererat tali silaturahim dalam krgiatan-kegiatan masyarakat yang lain.
Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian tersebut di atas, maka dalam skripsi
ini penulis akan membahas hal yang berbeda baik itu dalam hal subyek penelitian
maupun obyek penelitian yaitu pembahasan mengenai nilai-nilai tradisi upacara adat
Tetaken Gunung Lima. Penelitian di atas yang dijadikan obyek lingkungan. Dalam
peneliti ini juga menggunakan obyek lingkungan namun dilihat dari segi nilai-nilai
pendidikan Islam.
B. Kajian Teori
1. Definisi Nilai
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu digunakan, dicita-citakan dan
dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Karena itu,
sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah
(nilai estetika), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama).7
Nilai melambangkan harapan-harapan bagi manusia dalam masyarakat.
Masyarakat biasanya diukur berdasarkan kesadaran terhadap apa yang pernah dialami
7 Elly M. Setiadi, et al, Ilmu Sosial & Budaya Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), 31.
12
seseorang, terutama pada waktu merasakan kejadian yang dianggap baik ataupun
buruk, benar atau salah, baik oleh dirinya sendiri maupun menurut anggapan
masyarakat. Nilai itu sendir, biasanya datang dari keyakinan. Jadi konsep nilai dapat
juga dikatakan sebagai kumpulan perasaan mengenai apa yang diinginkan atau yang
tidak diharapkan, mengenai apa yang boleh dilakukan atau yang tabu dilakukan.
Menurut Alvin L. Bertrand, bahwa nilai-nilai adalah ciri sistem sebagai suatu
keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian komponennya belaka.
Robin William menyebutkan kualitas dari nilai-nilai yakni sebagai berikut:
a. Nilai-nilai itu mempunyai sebuah elemen konsepsi yang
telah mendalam dibandingkan hanya sekedar sensasi,
emosi atau kebutuhan. Dalam pengertian ini, nilai dapat
dianggap sebagai abstraksi yang ditarik dari pengalaman-
pengalaman seseorang.8
b. Nilai itu menyangkut atau penuh dengan semacam
pengertian yang memiliki suatu aspek emosi.
c. Nilai ini bukanlah merupakan tujuan konkret dari pada
tindakan, tetapi ia tetap mempunyai hubungan dengan
tujuan.
8 Abdulsyani, Sosiologi Skematik, Teori dan Terapan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 51-52.
13
d. Nilai-nilai tersebut merupakan unsur penting dan sama
sekali tak dapat diremehkan bagi orang bersangkutan.9
2. Pendidikan Islam
Istilah pendidikan Islam terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan Islam. Oleh
sebab itu, untuk mengetahui makna istilah tersebut, perlu diketahui lebih dahulu
definisi pendidikan menurut para pakar pendidikan.10
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan ruhani terdidik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama. Dalam sistem pendidikan nasional, istilah pendidikan diartikan sebagai
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, atau
latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
Jadi, pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja untuk mencapai tujuan
tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dan yang
lainnya, sehingga membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi.11
Dalam konteks Islam, istilah pendidikan mengacu kepada makna dan asal kata
yang membentuk pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan ajaran Islam.
9 Abdulsyani, Sosiologi Skematik, Teori dan Terapan, 52. 10 Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), 18. 11 Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 21.
14
Maka pada konteks ini, perlu juga dikaji hakikat pendidikan Islam yang didasarkan
pada sejumlah istilah yang umum dikenal dan digunakan para ahli pendidikan Islam.
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu al-
tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib. Setiap istilah tersebut mempunyai makna yang
berbeda karena perbedaan teks dan konteks kalimatnya. Walaupum dalam hal-hal
tertentu istilah-istilah tersebut juga mempunyai kesamaan makna.
Dalam Al-Qur’an memang tidak ditemukan secara khusus istilah al-tarbiyah,
tetapi ada istilah yang senada dengan al-tarbiyah, yaitu ar-rabb, rubbayani, ribbiyun,
rabbani. Selain itu, dalam sebuah Hadist Nabi digunakan istilah rabbani. Semua fonem
tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda.
Apabila al-tarbiyah diidentikkan dengan ar-rabb, para ahli memberikan
pengertian yang beragam. Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-
Qurthubi memberikan arti ar-rabb dengan pemilik, Tuan, Yang Maha Memperbaiki,
Yang Maha Pengatur, Yang Maha Menambah, dan Yang Maha Menunaikan.
Pengertian ini merupakan interpretasi dari kata ar-rabb dalam surah Al-Fatihah, dan
yang merupakan nama dan nama-nama Allah dalam Asmaul Husna.
Selanjutnya menurut Fahrurazzi bahwa ar-rabb merupakan fonem yang seakar
dengan al-tarbiyah yang mempunyai makna al-tanmiyah (pertumbuhan dan
perkembangan). Menurutnya, kata rabbayani tidak hanya mencakup pengajaran yang
bersifat ucapan, tetapi juga meliputi pengajaran sikap dan tingkah laku. Sementara
Sayyid Quthb menafsirkan kata rabbayani sebagai pemelihara anak serta
menumbuhkan kematangan sikap mentalnya.
15
Selanjutnya, istilah rabbaniyyin disebut dalam Al-Qur’an.
12
Artinya: Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetapi mempelajarinya. (QS Ali Imran
[3]: 79).
Bahwasannya arti al-tarbiyaah (sebagai padanan dari rabbani), adalah proses
transformasi ilmu pengetahuan. Proses rabbani bermula dari proses pengenalan,
hapalan, dan ingatan yang belum menjangkau proses pemahaman dan penalaran.
Selain konsep tarbiyah, sering pula digunakan konsep ta’lim untuk pendidikan
Islam. Secara etimologi ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses
transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini, ta’lim cenderung dipahami sebagai proses
bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas anak didik.
Kecenderungan semacam ini, pada batas-batas tertentu telah menimbulkan keberatan
pakar pendidikan untuk memasukkan ta’lim ke dalam pengertian pendidikan.
12 Al-Qur’an, 3: 79.
16
Sesungguhnya, bila dicermati pemaknaan dari masing-masing istilah, baik al-
tarbiyah, al-ta’lim, maupun al-ta’dib, semuanya merujuk kepada Allah. Tarbiyah yang
ditengarai sebagai kata bentukan dari kata rabb atau rabba mengacu kepada Allah
sebagai Rabb al-alamin. Sementara ta’lim yang berasal dari kata allama, juga merujuk
kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha Alim. Selanjutnya, kata ta’dib seperti ta’dibi,
memperjelas bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Rasul sendiri menegaskan
bahwa beliau didikan oleh Allah sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah
sebaik-baik pendidikan. Oleh karenanya Rasulullah Saw merupakan pendidik utama
yang harus dijadikan teladan.
Berdasarkan atas pengertian al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib di atas, para
ahli pendidikan Islam juga mencoba memformulasikan hakikat pendidikan Islam, dan
seperti pemaknaan istilah pendidikan, formulasi hakikat pendidikan Islam ini juga
berbeda satu sama lain. Inilah beberapa diantara formulasi tersebut.13
Hasan Langgulung berpendapat bahwa pendidikan dapat ditinjau dari dua segi,
yaitu dari segi masyarakat dan segi individu. Dari segi masyarakat, pendidikan berarti
pewaris kebudayaan dan generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat
tetap berkelanjutan. Sementari dari segi individu, pendidikan berarti pengembang
potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Dari situ dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai pewarisan kebudayaan sekaligus
pengembangan potensi-potensi.
13 Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), 29-32.
17
Omar Mohammad at-Toumy al-Syaibany memandang pendidikan sebagai
proses membentuk pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam individu dan
kelompok melalui interaksi dengan alam dan lingkungan kehidupan.14
Sementara itu, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan didefinisikan sebagai “usaha sadar dan terancana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, negara.” 15
3. Dasar Pendidikan Islam
Dasar adalah tempat untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberikan
arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk bersirinya
sesuatu. Setiap negara mempunyai dasar pendidikan masing-masing. Oleh karena itu
sistem pendidikan setiap bangsa ini berbeda karena mereka mempunyai falsafah hidup
yang berbeda.
Dasar pendidikan Islam tentu saja didasarkan kepada falsafah hidup umat Islam
dan tidak didasarkan kepada falsafah hidup, suatu negara, sebab sistem pendidikan
Islam dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja tanpa batas waktu tertentu.16
Dasar pendidikan Islam diantaranya:
14 Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, 18. 15 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), 32. 16 Ibid., 187.
18
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an dijadikan sumber pertama dan utama dalam pendidikan Islam,
karena nilai absolut didalamnya yang datang dari Tuhan. Umat Islam sebagai umat
yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab Al-Qur’an yang lengkap dengan segala
petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan yang bersifat universal. Diamati
secara mendalam, prosentase akan ajaran-ajaran yang berkenaan dengan keimanan
tidak banyak porsinya dibandingkan dengan prosentase akan ajaran tentang amal
perbuatan. Hal ini menunjukkan bahwa amal perbuatan itulah yang banyak
dilaksanakan, sebab semua amal perbuatan manusia hubungannya dengan Tuhan,
dirinya sendiri, sesama manusia, alam sekitarnya dengan makhluk lainnya masuk
dalam ligkungan amal saleh (syariah), namun bukan berarti menafsirkan urgensi
keimanan dalam Islam. Seperti firman Allah, sebagai berikut17:
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dan
telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-Alaq 96:1-5)
17 Al-Qur’an, 96:1-5.
19
Ayat di atas dapat dipaham bahwa (seolah-olah) Tuhan berkata, hendaklah
manusia meyakini akan adanya Tuhan menciptakan manusia (dari segumpal darah).
Untuk memperkukuh keyakinan dan memeliharanya agar tidak luntur, hendaklah
melaksanakan pendidikan dan pengajaran.18
b. As-Sunnah
As-Sunnah menurut bahasa adalah tradisi yang biasa dilakukan atau jalan yang
dilalui (al-Thoriqoh al-Masluhah) baik yang terpuji maupun yang tercela. As-Sunnah
adalah sesuatu yang dinukilkan kepada nabi, berupa perkataan, perbuatan, taqrir. Amal
yang dikerjakan oleh Rasul dalam proses perubahan sikap sehari-hari menjadi sumber
pendidikan Islam, karena Allah telah menjadikan teladan bagi umatnya. Sunnah juga
berisi aqidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim
yang bertaqwa. Oleh karena itu Rasul sebagai guru dan pendidik bagi kaum muslim.19
c. Ijtihad
Ijtihad adalah penggunaan akal pikiran oleh fuqaha’ Islam untuk menetapkan
suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dengan
18 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1990), 751. 19 Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 39.
20
syarat-syarat tertentu. Ijtihad dapat dilakukan dengan ijma’, qiyas, istihsan, mashalih
murshalah dan lain-lain.
Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran Islam yang
terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja.
Sejak diturunkan ajaran Islam kepada Nabi Muhammad SAW sampai sekarang, Islam
telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan
kondisi sosial yang tumbuh berkembang. Untuk melengkapi dan merealisir ajaran
Islam itu memang sangat dibutuhkan ijtihad, sebab globalisasi dari al-Qur’an dan as-
Sunnah saja belum menjamin tujuan pendidikan Islam akan tercapai.20
4. Tujuan Pendidikan Islam
Membincangkan tujuan pendidikan Islam, sesungguhnya kita tidak bisa lepas
diskusi tentang tujuan hidup manusia. Sebab, tujuan pendidikan yang paling ideal
seharusnya bermuara pada pembentukan manusia yang ideal. Sementara sosok
manusia yang ideal tentulah manusia yang tujuan hidupnya selaras dengan tujuan
penciptanya.
Menurut Ahmad Janan Asifuddin, setidaknya ada empat tujuan hidup manusia.
a. Tujuan pertama adalah untuk beribadah kepada Allah
b. Tujuan kedua, untuk menjadi khalifah Allah di Bumi
20 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 198-199.
21
c. Tujuan Hidup manusia muslim yang ketiga , untuk
mendapatkan ridha Allah
d. Tujuan keempat, untuk meraih kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.21
5. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Nilai-nilai dalam Islam mengandung dua kategori arti dilihat dari segi normatif,
yaitu baik dan buruk, benar dan salah, hak dan batil, diridai dan dikutuk oleh Allah
SWT. Pendidikan Islam bertujuan pokok pada pembinan akhlak mulia, maka sistem
moral islami yang ditumbuh kembangkan dalam proses kependidikan adalah norma
yang berorientasi kepada nilai-nilai Islami. Ciri-ciri Islam yang sempurna:
a. Keridaan Allah merupakan tujuan hidup muslim.
b. Semua lingkup kehidupan manusia senantiasa
ditegakkan.
c. Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem
kehidupan pada dasarnya.22
Adapun nilai-nilai pendidikan Islam pada dasarnya berlandaskan pada nilai-
nilai Islam yang meliputi semua aspek kehidupan. Baik itu mengatur tentang hubungan
manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungannya. Dan pendidikan ini bertugas
21 Ibid., 27. 22 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 127-128.
22
untuk mempertahankan, menanamkan dan mengembangkan kelangsungan berfungsi
nilai-nilai Islam tersebut.
Adapun nilai-nilai Islam apabila ditinjau dari sumbernya, maka dapat
digolongkan dua macam, yaitu:
1). Nilai Ilahi
Nilai ilahi adalah nilai yang dititahkan Tuhan melalui para Rasulnya, yang
berbentuk taqwa, iman, adil, yang diabadikan dalam wahyu ilahi. Nilai ini merupakan
sumber yang pertama dan utama bagi para penganutnya yang bersifat statis dan
kebenarannya mutlak pada ilahi, tugas manusia adalah menginterprestasikan nilai-
nilai. Dengan interpretasi manusia mampu menghadapi ajaran agama yang dianut.
2). Nilai Insani
Nilai insani ini adalah nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup
dan berkembang dari peradapan manusia. Nilai ini bersifat dinamis dan keberlakuan
serta kebenarannya relative yang dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Nilai-nilai insani
kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan
mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.23
Adapun beberapa nilai-nilai pendidikan Islam diantaranya:
a). Nilai Akhlak
23 Sarisno, “Ilmu Pengetahuan dan Nilai,” Edukasi, 5 (Januari, 2018), 1.
23
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab (akhlaqun), jamak dan (Kholaqo,
yakhluqu, kholaqon), yang secara etimologi berasal dari kata “budi pekerti, tabiat,
perangai, adat kebiasaan, perilaku, dan sopan santun.”
Jadi akhlak bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun
peradaban manusia, dan mengobati penyakit sosial dari jiwa dan mental, jadi tujuan
akhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Artinya adalah
bahwa akhlak Islam mengarahkan manusia pada jalan menuju fase kemanusiaan yang
tinggi untuk mencapai kematangan peradaban yang bersumber pada ketentuan ilahi.24
Menurut Abdullah Dirros, bahwa akhlak adalah suatu kekuatan dalam
kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi nembawa
kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam akhlak yang baik) atau pihak
yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Sedangkan menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat
dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat:
(1) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang-ulang kali dalam bentuk yang
sama, sehingga menjadi kebiasaan.
(2) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan
karena dorongan emosi-emosi jiwanya,
bukan karena adanya tekanan-tekanan
yang datang dari luar seperti paksaan
24 Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)
125.
24
dari orang lain sehingga menimbulkan
kekuatan, atau bujukan dengan
harapan-harapan yang indah-indah dan
lain sebagainya.
Ada istilah lain yang lazim digunakan di samping kata akhlak ialah yang
disebut etika. Perkataan itu berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti adat
kebiasaan. Dalam pelajaran filsafat, etika adalah merupakan bagian dari padanya,
dimana para ahli memberikan takrif dalam redaksi yang berbeda-beda.25
b). Nilai syari’ah
Kata syari’ah adalah bentuk masdar dimana ia merupakan bentuk asal kata kerja
yang tidak mengandung pengertian waktu atau zaman dan di dalam pengertian syari’at
tersebut. Bentuk madi dari syari’at adalah syara’.
Sedangkan pengertian syari’at dalam istilah ialah yang sering dipakai
dikalangan para ahli hukum islam ialah: “Hukum-hukum yang yang diciptakan oleh
Allah SWT untuk segala hamba-Nya agar mereka itu mengamalkannya untuk
kebahagiaan dunia akhirat, baik hukum-hukum itu bertalian dengan perbuatan, aqidah
dan akhlak.
25Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2009)
182-183.
25
Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya syari’at
itu adalah kumpulan ordonansi yang diwajibkan Tuhan, berupa aturan-aturan ,
perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya.26
Tujuan Alah SWT mensyariatkan hukumnya adalah untuk memelihara
kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari kerugian atau kerusakan, baik di
dunia maupun di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui perintah dan
larangan, yang pelaksaannya tergantung kepada pemahaman sumber hukum yang
utama, Al-Qur’an dan Hadist.
Tujuan syariat Islam perlu diketahui oleh mujtahid dalam rangka
mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan menjawab
persoalan-persoalan hukum kontemporer yang kasus-kasusnya tidak diatur secara
eksplisit oleh Al-Qur’an dan Hadist. Lebih dari itu, tujuan hukum perlu diketahui
dalam rangka mengetahui apakah suatu khasus masih dapat diterapkan berdasarkan
satu ketentuan hukum karena adanya perubahan struktur sosial hukum tersebut dapat
diterapkan. Untuk dapat menangkap tujuan hukum yang terdapat dalam sumber
hukum, maka diperlukan sebuah ketrampilan yang dalam ilmu fikih disebut dengan
Maqashid Asy-Syari’ah. Dengan demikian, pengetahuan Maqashid Asy-syari’ah
menjadi kunci bagi keberhasilan mujtahid dalam ijtihadnya.27
Dari pernyataan di atas bahwasannya, masyarakat sekitar Gunung Lima tidak
sama sekali melenceng dari ajaran islam atau dari aturan-aturan/ ketentuan-ketentuan
26 Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 43-44. 27 Erwin , Materi Pendidikan Agama Islam , 281.
26
yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Masyarakat sekitar Gunung Lima tetap
menjaga apa yang telah di larang oleh Allah. Karena masyarakat Gunung Lima
sebagian banyak mengetahui ajaran-ajaran yang telah ditetatapkan Allah SWT.
Walaupun dengan di adakan Upacara Adat Tetaken namun masyarakat tidak
melupakan syari’at sebagai orang Islam.
c) Nilai Ibadah
Yang dimaksud dengan “ibadah” dalam pembahasan ini adalah ibadah secara
universal atau ibadah dalam arti luas, bukan ibadah dalam arti khusus yang merupakan
bagian dari syariah.
Kata “ibadah” adalah bahasa Arab, artinya pengabdian, penyembahan,
ketaatan, merendahkan diri atau berdo’a. Secara istilah ibadah berarti perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang sebagai usaha menghubungkan dan mendekatkan dirinya
kepada Allah sebagai Tuhan yang disembah. Orang yang melakukan ibadah disebut
‘abid (subjek) dan yang disembah disebut ma’bud (objek). Semua orang diharapkan
Allah sebagai subjek, karena manusia tersebut harus mengabdi kepada Allah SWT.28
d).Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial adalah minat atau keterkaitan kita untuk membuat
lingkungan kita yang berpengaruh besar dalam menentukan tingkat kepedulian sosial
kita. Hidup di dunia ini diciptakan dua jalan. Pertama hidup senang tetapi tidak banyak
bernilai. Yang kedua hidup susah tetapi bernilai. Jalan hidup susah mendaki lagi sukar
28 Ibid., 257.
27
itulah sebenarnya jalan yang harus ditempuh oleh manusia, itulah jalan benar, itulah
jalan yang bernilai.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain.
Maka sebagai wujud kepedulian sosial kepada masyarakat, dia harus menampakkan
pengabdian dirinya kepada masyarakat. Bentuk pengabdian diri ini dapat berupa ikut
berpartisipasi dalam aktivitas di masyarakat. Dalam hal ini termasuk juga menjaga
nama baik suatu warga.
Kepedulian sosial merupakan suatu rangkaian ibadah, hal ini telah dicontohkan
oleh Rasulullah Saw, dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh tabroni dan Anas bin
Malik yang artinya: “ Budi pekerti yang luhur adalah termasuk amalan ahli surga”.
Selanjutnya kepedulian sosial yang menjadi ibadah itu tidak lepas dari budi
pekerti yang luhur atau baik sesuai dengan norma-norma agama, adat istiadat serta
norma-norma yang diatur oleh peraturan pemerintah. Dalam konteks ini kita harus peka
dan proaktif untuk mewujudkan rasa solidaritas kita dengan membantu saudara-
saudara kita yang tertimpa musiba. Kepedulian kita terhadap masyarakat dalam bidang
pendidikan denan memberikan pengajaran-pengajaran yang bisa bermanfaat bagi
masyarakat luas secara umum dan bagi anak atau keluarga kita pada khususnya.29
e). Rezeki
Rezeki merupakan karunia dan suatu jaminan yang Allah janjikan bagi semua
makhluk, sehingga hewan yang melata yang berada pada suatu lobang batu pun akan
29 Haris Rahma Ahmadi, Nilai-nilai Kepedulian Sosial Dalam Tradisi Bersih Desa Di Dusun
Ngrawan Desa Dolopo Kecamatan Dolopo (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2015), 20-21.
28
memperoleh bagian rezeki sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan bagi makhluk
tersebut. Sehingga menjadi suatu hikmah bagi makhluk lainnya, khususnya manusia
yang dikaruniai akal, untuk dapat berfikir dan merasa yakin dengan jaminan rezeki
baginya.
Rezeki merupakan sesuatu yang menjadi rahasia Allah terhadap makhluk-
makhluknya. Sehingga antara satu makhluk dengan makhluk lainnya akan memperoleh
bagian atau kadar rezeki yang berbeda-beda, sesuai dengan rahasia dan hikmah yang
Allah tetapkan bagi makhluknya. Sesuai yang Allah berikan dan sesuatu yang tahan
merupakan rezeki yang sesuai dan terbaik bagi setiap makhluknya.
Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan rezeki (penghasilan) sebagai
penunjang kehidupannya. Untuk memperoleh rezeki tersebut, manusia harus berusaha
dengan bekerja sesuai kemampuan yang dimiliki masing-masing, maka bekerja
merupakan suatu kewajiban dan merupakan sunnatullah (hukum yang berlaku di alam)
yang harus ditempuh oleh seluruh makhluk, khususnya bagi manusia. Ketika manusia
menghendaki menjadi orang berilmu, maka tidak bisa hanya dengan duduk berpangku
tangan tanpa mengikuti hukum sebab akibat yang berlaku di alam dunia ini. Ketika
manusia menginginkan makanan dan minuman dengan tanpa berusaha, maka hal
tersebut merupakan sesuatu yang mustahil terjadi. Karena manusia harus menunjukkan
tangan untuk mengambil dan memakan makanan tersebut, sehingga terpenuhi apa yang
diinginkannya.30
30 Achmad Kurniawan Pasmadi, Konsep Rezeki Dalam Pandangan Para Pedagang Pasar
(Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009), 1-2.
29
f). Sedekah
Kata sedekah berasal dari bahasa Arab, ash-shadaqah. Secara bahasa bermakna
sesuatu yang dijadikan sedekah. Kata ini diambil dari huruf sha-da-qa. Kata shadaqoh
sendiri diambil dari asal kata ash-shidq “benar”, karena ia menunjukkan kebenaran
ibadah untuk Allah. Menur Al-Jurjani, sedekah adalah pemberian yang diberikan untuk
mengharap pahala Allah. Sementara Ar-Raghib al-Insfahani mengatakan, “ Sedekah
adalah harta yang dikeluarkan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti
zakat. Bedanya sedekah untuk mendekatkan diri kepada Aklah Swt, seperti zakat.
Bedanya, sedekah untuk kategori sunnah, zakat untuk yang wajib.”31 Menurut
terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan infak, termasuk juga hukun dan
ketentuan-ketentuannya.32
Secara umum, shadaqah memiliki pengertian memberikan harta di jalan Allah
Swt, baik harta tersebut diberikan kepada keluarga yang miskin maupun kepada yang
lainnya. Makna shadaqah memang sering dikonotasikan dengan memberikan harta
untuk kepentingan tertentu di jalan Allah Swt. Begitu pun di dalam Al-Qur’an, banyak
yang menjelaskan mengenai shadaqah dengan harta. Diantaranya dalah firman Allah
Swt. Berikut:
31 Hasan Hammam, Dahsyatnya Terapi Sedekah (Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007), 11. 32 M. Suhadi, Dahsyatnya Sedekah Tahajud Dhuha & Santuni Anak Yatim (Surakarta: Ziyad
Visi Media, 2012), 12
30
...
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan
Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.”(Qs. Al-Baqarah:264)
Rasulullah Saw. menjelaskan di dalam haditsnya mengenai shadaqah dalam arti
yang sangat luas. Hadits yang telah disebutkan sebelumnya merupakan sebuah jawaban
yang diberikan oleh Rasulullah Swt. kepada para sahabatnya yang tidak mampu secara
maksimal bershadaqah dengan harta. Berikut ini macam-macam shadaqah yang
dijelaskan oleh Rasulullah Saw:
(1). Membaca Tasbih, Tahlil dan Tahmid: Rasulullah Saw menjelaskan setiap
tasbih, tahlil dan tahmid adalah shadaqah. Oleh karena itu, para sahabat diminta oleh
Rasululullah Saw, untuk memperbanyak membaca tasbih, tahlil dan tahmid atau dzikir
lainnya sebagai bentuk lain dari shadaqah. Sebab, perbuatan tersebut bernilai ibadah
bagi Allah Swt.
31
(2). Amar Ma’ruf Nahi Munkar juga merupakan shadaqah, sebab untuk
mewujudkan diperlukan tenaga, pikiran, waktu, dan perasaan. Dan, semua itu terhitung
dalam shadaqah.
(3). Berlomba-lomba dalam Amalan Sehari-hari.33
6.Kebudayaan dan Tradisi
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal
kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin tidak berurusan
dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap orang melihat, mempergunakan dan bahkan
kadang-kadang merusak kebudayaan.
Kata “Kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhi yang merupakan
jamak kata “buddhi” yang berarti budi yang artinya akal. Kebudayaan diartikan sebagai
hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.34
Kebudayaan= cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris) = tsaqafah
(bahasa Arab) berasal dari perkataan latin “Colore” yang artinya mengolah,
mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari segi arti ini berkembanglah arti
culture sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagama, hukum, adat istiadat, serta lain-
33 Muhammad Habibillah, Raih Berkah Harta Dengan Sedekah & Silaturahmi: Cara Hidup
Kaya Harta & Kaya Hati (Jakarta: Sabil, 2013), 39-44. 34 Suryono, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), 187.
32
lain kenyataan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota
masyarakat.35
Definisi kebudayaan menurut beberapa para ahli diantaranya sebagai berikut:
a. E.B Tylor bahwa kebudayaan adalah kompleks nyang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat
dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan
yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat
b. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merupakan
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan
kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar
kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.36
Sedangkan tradisi menurut Parsudi Suparlan merupakan unsur sosial budaya
yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Secara garis
besarnya tradisi sebagai kerangka acuan norma dalam masyarakat disebut pranata.
Pranata ini ada yang bercorak rasional, terbuka dan umum, kompetitif dan konflik
yang menekankan legalitas, seperti pranata politik, pranata pemerintahan, ekonomi,
35 Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), 50. 36 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012.)150-151
33
dan pasar, berbagai pranata hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat yang
bersangkutan.37
Nilai tradisi setiap masyarakat merupakan realitas yang multikompleks dan
dialektis. Nilai-nilai itu mencerminkan kekhasan masyarakat sekaligus sebagai
pengejawantahan nilai-nilai universal manusia. Nilai-nilai tradisi dapat dipertahankan
sejauh di dalam diri mereka terdapat nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai tradisi yang
tidak lagi mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, maka manusia akan kehilangan
martabatnya. Tradisi dapat dijadikan dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Penerimaan
tradisi ini memiliki beberapa syarat, yakni: tidak bertentangan dengan ketentuan nash
pokok, baik Al-Qur’an dan Sunnah, tradisi yang tidak bertentangan dengan akal sehat
dan tabiat yang sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan dan
kemunduran.38
Dalam arti sempit tradisi adalah kumpulan benda material dan gagasan yang
diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu. Tradisi juga mengalami peubahan.
Tradisi lahir disaat tertentu ketika ketika orang-orang menetapkan fragmen tertentu
dari wawasan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi berubah ketika orang memberikan
perhatian khusus pada fragmen tradisi tertentu dan mengabaikan fregmen yang lain.
Tradisi lahir melalui dua cara. Cara pertama, muncul dari bawah melalui
mekanisme kemunculan secara sepontan dan tak akan diharapkan serta melibatkan
37 Jalaludin, Psikologi Agama, 224. 38 Muhammad Muntahibun , Ilmu Pendidikan Islam , 44-45
34
rakyat banyak. Perubahan tradisi juga disebabkan banyak tradisi dan bentrokan antara
tradisi yang satu dengan saingannya.39
7.Upacara Adat Tetaken
Upacara adat merupakan salah satu bentuk realisasi wujud kebudayaan yang
berupa suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat atau
sering disebut supaistem sosial. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia
yang saling berinteraksi dari waktu ke waktu berdasarkan adat tata kelakuan.40
Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain: upacara kelahiran,
upacara perkawinan, upacara religi, upacara kematian, upacara sedekah bumi, upacara
bersaji.41
Keyakinan masyarakat sekitar Gunung Lima yang masih menganggap memiliki
nilai magis diwujudkan dengan bentuk upacara atau ritual di daerah tersebut. Namanya
adalah upacara adat Tetaken. Upacara ini dilaksanakan pada tanggal 15
Muharram/Suro di pelataran Gunung Lima.
Upacara berbentuk ritual ini sudah turun temurun dilaksanakan masyarakat di
lereng Gunung Lima, tempatnya berada di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung,
Kabupaten Pacitan. Ritual upacara Tetaken ini merupakan upacara bersih desa atau
sedekah bumi. Model dari ritual ini adalah ketika sang juru kunci Gunung Lima, Somo
Naryo turun gunung. Bersamaan anak buahnya yang berjumlah 16 anak buahnya, yang
39 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada Media, 2004), 72 40 Sri Endahwati,” Upacara Adat Jolenan di Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo,”
Eduksi, 5 (Januari, 2018), 65. 41 Koentjaranungrat, Sejarah Teori Antropologi I (Jakarta: UI-PRESS, 2014), 67.
35
sekaligus sebagai muridnya dan akan kembali ke tengah-tengah masyarakat. Tetaken
adalah tradisi khas masyarakat sekitar Gunung Lima yang masih dipelihara dengan
baik hingga sekarang. Bagi masyarakat Pacitan, Gunung Lima adalah simbol kekuatan
dan nilai spiritual, sehingga ritual tetaken menjadi budaya yang unik dam bernuansa
spiritual juga.
Tetaken berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “teteki” atau maknanya
adalah pertapaan. Tidak heran dalam pelaksanaan upacara ini suasananya sangat
religius yang kental namun sederhana menandai ritual ini. Sejarah diadakan upacara
ini bermula dari kisah Kyai Tunggul Wulung dan Mbah Brayut mengembara.
Tujuannya adalah menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa. Namun, dalam perjalanan
keduanya berpisah, Mbah Brayat memilih tinggal di Sidomulyo, sedangkan Kyai
Tunggul Wulung memilih lokasi di puncak Gunung Lima yang tempatnya di Desa
Mantren. Kyai Tunggul Wulung merupakan orang yang pertama kali babat alas di
kawasan Gunung Lima dan di situlah Kyai Tunggul Wulung juga menyebarkan agama
Islam agar masyarakat Desa Mantren tidak ada yang menyembah selain Allah Swt.
36
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN
KAJIAN TEORI
C. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian sebelumnya oleh Selviana Muktining Sukma
(210311052) yang menyelesaikan skripsinya pada Tahun 2015 dengan
penelitian berjudul “Tradisi Grebeg Maulid Nabi Muhammad Saw Dalam
Persepektif Persepektif Pendidikan Islam di Kota Madiun”
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk kegiatan tradisi
grebeg maulid nabi Muhammad Saw dimulai dengan ziarah kubur, tahlil, doa
bersama dan selametan, kirab arak-arakan dari pemberian tumpeng beserta
udhek-udhek kepada fakir miskin, dan diakhiri dengan perebutan gunung.
Nilai-nilai grebeg maulidan nabi Muhammad Saw dalam persepektif
pendidikan Islam, yaitu Hablum minannas (hubungan kepada sesama manusia)
37
yang dapat terlihat dari hubungan silaturahmi antara masyarakat kota Madiun,
Hablum minallah (Hubungan kepada Allah Swt) yang merupakan ungkapan
rasa syukur akan berkah yang yang diberikan baik umat Islam secara umum dan
kepada masyarakat Kota Madiun secara khusus serta bentuk cinta kaum
muslimin kepada nabinya yakni nabi Muhammad Saw dan yang terakhir
hubungan dengan kepada alam dalam bentuk melestarikan dan menjaga
keadaan alam di Kota Madiun.
Penelitian terdahulu selanjutnya oleh Dewi Mutik Al-Khoiriyah
(210311097) yang menyelesaikan skripsinya Tahun 2015 dengan penelitian
berjudul “ Nilai-nilai Kedermawanan Dan Relevansinya Dengan Tujuan
Pendidikan Islam, Tradisi Perayaan Ledhung Suro”
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
kedermawanan dalam tradisi perayaan Ledhung Suro Kabupaten Magetan
diwujudkan dengan: Saling berbagi kepada orang lain dalam berbagai
kesempatan, Saling member atau sedekah baik berupa harta, jiwa, tenaga, ilmu,
dan pikiran. Saling membantu dan menolong antar sesama. Ramah tamah, dan
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mendapatkan haknya.
Nilai-nilai kedermawanana dalam tradisi perayaan Ledhung Suro
Kabupaten Magetan mempunyai relevansi dengan tujuan pendidikan Islam
yaitu peningkatan keaqwaan kepada Allah SWT dan pembentukan ahlakul
karimah, terutama ketaqwaan dalam kehidupan sosial.
Peneliti terdahulu selanjutnya oleh Haris Rahmat Ahmadi
(210311037) yang menyelesaikan skripsinya Tahun 2015 dengan penelitian
38
berjudul “ Nilai-nilai Kepedulian Sosial Dalam Tradisi Bersih Desa Di
Dusun Ngrawan Desa Dolopo Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun”
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Proses kegiatan
bersih desa di Dusun Ngrawan dimulai dengan kegiatan sholat sunah di masjid,
setelah itu sholawatan gembrungan kemudian ritual di makam, pagi harinya
menyembelih kambing kendit di perempatan dan penguburan kepala di
perempatan dan keempat kakinya di pojok-pojok Dusun Ngrawan, yang
terakhir selamatan di masjid. 2) Nilai-nilai kepedulian sosial dalam tradisi
bersih desa sangat terlihat dari beberapa kegiatan masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan ini, terlihat dari masyarakat yang antusias dari kegiatan
gotong-royongnya, hal ini akan menciptakan kekompakan, kerukunan dan
mempererat tali silaturahim dalam krgiatan-kegiatan masyarakat yang lain.
Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian tersebut di atas, maka dalam
skripsi ini penulis akan membahas hal yang berbeda baik itu dalam hal subyek
penelitian maupun obyek penelitian yaitu pembahasan mengenai nilai-nilai
tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima. Penelitian di atas yang dijadikan
obyek lingkungan. Dalam peneliti ini juga menggunakan obyek lingkungan
namun dilihat dari segi nilai-nilai pendidikan Islam.
D. Kajian Teori
6. Definisi Nilai
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu digunakan, dicita-citakan
dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat.
Karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga
39
(nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral atau etis), religius
(nilai agama).42
Nilai melambangkan harapan-harapan bagi manusia dalam
masyarakat. Masyarakat biasanya diukur berdasarkan kesadaran terhadap
apa yang pernah dialami seseorang, terutama pada waktu merasakan
kejadian yang dianggap baik ataupun buruk, benar atau salah, baik oleh
dirinya sendiri maupun menurut anggapan masyarakat. Nilai itu sendir,
biasanya datang dari keyakinan. Jadi konsep nilai dapat juga dikatakan
sebagai kumpulan perasaan mengenai apa yang diinginkan atau yang tidak
diharapkan, mengenai apa yang boleh dilakukan atau yang tabu dilakukan.
Menurut Alvin L. Bertrand, bahwa nilai-nilai adalah ciri sistem
sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian
komponennya belaka.
Robin William menyebutkan kualitas dari nilai-nilai yakni sebagai
berikut:
e. Nilai-nilai itu mempunyai sebuah elemen konsepsi yang telah mendalam
dibandingkan hanya sekedar sensasi, emosi atau kebutuhan. Dalam
pengertian ini, nilai dapat dianggap sebagai abstraksi yang ditarik dari
pengalaman-pengalaman seseorang.43
f. Nilai itu menyangkut atau penuh dengan semacam pengertian yang
memiliki suatu aspek emosi.
42 Elly M. Setiadi, et al, Ilmu Sosial & Budaya Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), 31.
43 Abdulsyani, Sosiologi Skematik, Teori dan Terapan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 51-52.
40
g. Nilai ini bukanlah merupakan tujuan konkret dari pada tindakan, tetapi ia
tetap mempunyai hubungan dengan tujuan.
h. Nilai-nilai tersebut merupakan unsur penting dan sama sekali tak dapat
diremehkan bagi orang bersangkutan.44
7. Pendidikan Islam
Istilah pendidikan Islam terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan
Islam. Oleh sebab itu, untuk mengetahui makna istilah tersebut, perlu
diketahui lebih dahulu definisi pendidikan menurut para pakar pendidikan.45
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam sistem pendidikan nasional,
istilah pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui bimbingan, pengajaran, atau latihan bagi perannya di masa
yang akan datang.
Jadi, pendidikan merupakan aktivitas yang disengaja untuk mencapai
tujuan tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan antara
satu dan yang lainnya, sehingga membentuk suatu sistem yang saling
mempengaruhi.46
Dalam konteks Islam, istilah pendidikan mengacu kepada makna dan
asal kata yang membentuk pendidikan itu sendiri dalam hubungannya
44 Abdulsyani, Sosiologi Skematik, Teori dan Terapan, 52. 45 Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), 18. 46 Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 21.
41
dengan ajaran Islam. Maka pada konteks ini, perlu juga dikaji hakikat
pendidikan Islam yang didasarkan pada sejumlah istilah yang umum dikenal
dan digunakan para ahli pendidikan Islam.
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu
al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib. Setiap istilah tersebut mempunyai
makna yang berbeda karena perbedaan teks dan konteks kalimatnya.
Walaupum dalam hal-hal tertentu istilah-istilah tersebut juga mempunyai
kesamaan makna.
Dalam Al-Qur’an memang tidak ditemukan secara khusus istilah al-
tarbiyah, tetapi ada istilah yang senada dengan al-tarbiyah, yaitu ar-rabb,
rubbayani, ribbiyun, rabbani. Selain itu, dalam sebuah Hadist Nabi
digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi
makna yang berbeda-beda.
Apabila al-tarbiyah diidentikkan dengan ar-rabb, para ahli
memberikan pengertian yang beragam. Ibnu Abdillah Muhammad bin
Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi memberikan arti ar-rabb dengan pemilik,
Tuan, Yang Maha Memperbaiki, Yang Maha Pengatur, Yang Maha
Menambah, dan Yang Maha Menunaikan. Pengertian ini merupakan
interpretasi dari kata ar-rabb dalam surah Al-Fatihah, dan yang merupakan
nama dan nama-nama Allah dalam Asmaul Husna.
Selanjutnya menurut Fahrurazzi bahwa ar-rabb merupakan fonem
yang seakar dengan al-tarbiyah yang mempunyai makna al-tanmiyah
(pertumbuhan dan perkembangan). Menurutnya, kata rabbayani tidak hanya
42
mencakup pengajaran yang bersifat ucapan, tetapi juga meliputi pengajaran
sikap dan tingkah laku. Sementara Sayyid Quthb menafsirkan kata
rabbayani sebagai pemelihara anak serta menumbuhkan kematangan sikap
mentalnya.
Selanjutnya, istilah rabbaniyyin disebut dalam Al-Qur’an.
47
Artinya: Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetapi mempelajarinya. (QS Ali
Imran [3]: 79).
Bahwasannya arti al-tarbiyaah (sebagai padanan dari rabbani),
adalah proses transformasi ilmu pengetahuan. Proses rabbani bermula dari
proses pengenalan, hapalan, dan ingatan yang belum menjangkau proses
pemahaman dan penalaran.
Selain konsep tarbiyah, sering pula digunakan konsep ta’lim untuk
pendidikan Islam. Secara etimologi ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu
semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini, ta’lim
cenderung dipahami sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada
aspek peningkatan intelektualitas anak didik. Kecenderungan semacam ini,
47 Al-Qur’an, 3: 79.
43
pada batas-batas tertentu telah menimbulkan keberatan pakar pendidikan
untuk memasukkan ta’lim ke dalam pengertian pendidikan.
Sesungguhnya, bila dicermati pemaknaan dari masing-masing
istilah, baik al-tarbiyah, al-ta’lim, maupun al-ta’dib, semuanya merujuk
kepada Allah. Tarbiyah yang ditengarai sebagai kata bentukan dari kata
rabb atau rabba mengacu kepada Allah sebagai Rabb al-alamin. Sementara
ta’lim yang berasal dari kata allama, juga merujuk kepada Allah sebagai
Dzat Yang Maha Alim. Selanjutnya, kata ta’dib seperti ta’dibi, memperjelas
bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Rasul sendiri menegaskan
bahwa beliau didikan oleh Allah sehingga pendidikan yang beliau peroleh
adalah sebaik-baik pendidikan. Oleh karenanya Rasulullah Saw merupakan
pendidik utama yang harus dijadikan teladan.
Berdasarkan atas pengertian al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib di
atas, para ahli pendidikan Islam juga mencoba memformulasikan hakikat
pendidikan Islam, dan seperti pemaknaan istilah pendidikan, formulasi
hakikat pendidikan Islam ini juga berbeda satu sama lain. Inilah beberapa
diantara formulasi tersebut.48
Hasan Langgulung berpendapat bahwa pendidikan dapat ditinjau dari
dua segi, yaitu dari segi masyarakat dan segi individu. Dari segi masyarakat,
pendidikan berarti pewaris kebudayaan dan generasi tua kepada generasi
muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan. Sementari dari segi
individu, pendidikan berarti pengembang potensi-potensi yang terpendam
48 Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), 29-32.
44
dan tersembunyi. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan dapat
diartikan sebagai pewarisan kebudayaan sekaligus pengembangan potensi-
potensi.
Omar Mohammad at-Toumy al-Syaibany memandang pendidikan
sebagai proses membentuk pengalaman dan perubahan yang dikehendaki
dalam individu dan kelompok melalui interaksi dengan alam dan lingkungan
kehidupan.49
Sementara itu, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan didefinisikan sebagai “usaha sadar
dan terancana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, negara.” 50
8. Dasar Pendidikan Islam
Dasar adalah tempat untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah
memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai
landasan untuk bersirinya sesuatu. Setiap negara mempunyai dasar
pendidikan masing-masing. Oleh karena itu sistem pendidikan setiap bangsa
ini berbeda karena mereka mempunyai falsafah hidup yang berbeda.
Dasar pendidikan Islam tentu saja didasarkan kepada falsafah hidup
umat Islam dan tidak didasarkan kepada falsafah hidup, suatu negara, sebab
49 Sutrisno dan Muhyidin Albarobis, 18. 50 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), 32.
45
sistem pendidikan Islam dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja
tanpa batas waktu tertentu.51
Dasar pendidikan Islam diantaranya:
d. Al-Qur’an
Al-Qur’an dijadikan sumber pertama dan utama dalam pendidikan
Islam, karena nilai absolut didalamnya yang datang dari Tuhan. Umat
Islam sebagai umat yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab Al-Qur’an
yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek
kehidupan dan yang bersifat universal. Diamati secara mendalam,
prosentase akan ajaran-ajaran yang berkenaan dengan keimanan tidak
banyak porsinya dibandingkan dengan prosentase akan ajaran tentang
amal perbuatan. Hal ini menunjukkan bahwa amal perbuatan itulah yang
banyak dilaksanakan, sebab semua amal perbuatan manusia hubungannya
dengan Tuhan, dirinya sendiri, sesama manusia, alam sekitarnya dengan
makhluk lainnya masuk dalam ligkungan amal saleh (syariah), namun
bukan berarti menafsirkan urgensi keimanan dalam Islam. Seperti firman
Allah, sebagai berikut52:
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan. Dan telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah,
51 Ibid., 187. 52 Al-Qur’an, 96:1-5.
46
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(QS. Al-Alaq 96:1-5)
Ayat di atas dapat dipaham bahwa (seolah-olah) Tuhan berkata,
hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan menciptakan manusia
(dari segumpal darah). Untuk memperkukuh keyakinan dan
memeliharanya agar tidak luntur, hendaklah melaksanakan pendidikan
dan pengajaran.53
e. As-Sunnah
As-Sunnah menurut bahasa adalah tradisi yang biasa dilakukan
atau jalan yang dilalui (al-Thoriqoh al-Masluhah) baik yang terpuji
maupun yang tercela. As-Sunnah adalah sesuatu yang dinukilkan kepada
nabi, berupa perkataan, perbuatan, taqrir. Amal yang dikerjakan oleh
Rasul dalam proses perubahan sikap sehari-hari menjadi sumber
pendidikan Islam, karena Allah telah menjadikan teladan bagi umatnya.
Sunnah juga berisi aqidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk untuk
kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina
umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Oleh
karena itu Rasul sebagai guru dan pendidik bagi kaum muslim.54
f. Ijtihad
Ijtihad adalah penggunaan akal pikiran oleh fuqaha’ Islam untuk
menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam al-Qur’an
53 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1990), 751. 54 Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 39.
47
dan as-Sunnah dengan syarat-syarat tertentu. Ijtihad dapat dilakukan
dengan ijma’, qiyas, istihsan, mashalih murshalah dan lain-lain.
Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran
Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, hanya berupa
prinsip-prinsip pokok saja. Sejak diturunkan ajaran Islam kepada Nabi
Muhammad SAW sampai sekarang, Islam telah tumbuh dan berkembang
melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial
yang tumbuh berkembang. Untuk melengkapi dan merealisir ajaran Islam
itu memang sangat dibutuhkan ijtihad, sebab globalisasi dari al-Qur’an
dan as-Sunnah saja belum menjamin tujuan pendidikan Islam akan
tercapai.55
9. Tujuan Pendidikan Islam
Membincangkan tujuan pendidikan Islam, sesungguhnya kita
tidak bisa lepas diskusi tentang tujuan hidup manusia. Sebab, tujuan
pendidikan yang paling ideal seharusnya bermuara pada pembentukan
manusia yang ideal. Sementara sosok manusia yang ideal tentulah manusia
yang tujuan hidupnya selaras dengan tujuan penciptanya.
Menurut Ahmad Janan Asifuddin, setidaknya ada empat tujuan hidup
manusia.
e. Tujuan pertama adalah untuk beribadah kepada Allah
f. Tujuan kedua, untuk menjadi khalifah Allah di Bumi
55 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 198-199.
48
g. Tujuan Hidup manusia muslim yang ketiga , untuk mendapatkan ridha
Allah
h. Tujuan keempat, untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.56
10. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Nilai-nilai dalam Islam mengandung dua kategori arti dilihat dari
segi normatif, yaitu baik dan buruk, benar dan salah, hak dan batil, diridai
dan dikutuk oleh Allah SWT. Pendidikan Islam bertujuan pokok pada
pembinan akhlak mulia, maka sistem moral islami yang ditumbuh
kembangkan dalam proses kependidikan adalah norma yang berorientasi
kepada nilai-nilai Islami. Ciri-ciri Islam yang sempurna:
d. Keridaan Allah merupakan tujuan hidup muslim.
e. Semua lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakkan.
f. Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan pada
dasarnya.57
Adapun nilai-nilai pendidikan Islam pada dasarnya berlandaskan
pada nilai-nilai Islam yang meliputi semua aspek kehidupan. Baik itu
mengatur tentang hubungan manusia, dan hubungan manusia dengan
lingkungannya. Dan pendidikan ini bertugas untuk mempertahankan,
menanamkan dan mengembangkan kelangsungan berfungsi nilai-nilai
Islam tersebut.
56 Ibid., 27. 57 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 127-128.
49
Adapun nilai-nilai Islam apabila ditinjau dari sumbernya, maka
dapat digolongkan dua macam, yaitu:
1). Nilai Ilahi
Nilai ilahi adalah nilai yang dititahkan Tuhan melalui para
Rasulnya, yang berbentuk taqwa, iman, adil, yang diabadikan dalam
wahyu ilahi. Nilai ini merupakan sumber yang pertama dan utama bagi
para penganutnya yang bersifat statis dan kebenarannya mutlak pada
ilahi, tugas manusia adalah menginterprestasikan nilai-nilai. Dengan
interpretasi manusia mampu menghadapi ajaran agama yang dianut.
2). Nilai Insani
Nilai insani ini adalah nilai yang tumbuh atas kesepakatan
manusia serta hidup dan berkembang dari peradapan manusia. Nilai ini
bersifat dinamis dan keberlakuan serta kebenarannya relative yang dapat
dibatasi oleh ruang dan waktu. Nilai-nilai insani kemudian melembaga
menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan mengikat
anggota masyarakat yang mendukungnya.58
Adapun beberapa nilai-nilai pendidikan Islam diantaranya:
a). Nilai Akhlak
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab (akhlaqun), jamak dan
(Kholaqo, yakhluqu, kholaqon), yang secara etimologi berasal dari
kata “budi pekerti, tabiat, perangai, adat kebiasaan, perilaku, dan
sopan santun.”
58 Sarisno, “Ilmu Pengetahuan dan Nilai,” Edukasi, 5 (Januari, 2018), 1.
50
Jadi akhlak bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong,
membangun peradaban manusia, dan mengobati penyakit sosial dari
jiwa dan mental, jadi tujuan akhlak yang baik untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Artinya adalah bahwa akhlak Islam
mengarahkan manusia pada jalan menuju fase kemanusiaan yang
tinggi untuk mencapai kematangan peradaban yang bersumber pada
ketentuan ilahi.59
Menurut Abdullah Dirros, bahwa akhlak adalah suatu kekuatan
dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi nembawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang
benar (dalam akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal
akhlak yang jahat).
Sedangkan menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan
manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila
dipenuhi dua syarat:
(1) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang-ulang kali dalam
bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
(3) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-
emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang
datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga
menimbulkan kekuatan, atau bujukan dengan harapan-harapan
yang indah-indah dan lain sebagainya.
59 Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)
125.
51
Ada istilah lain yang lazim digunakan di samping kata
akhlak ialah yang disebut etika. Perkataan itu berasal dari kata
Yunani “Ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam pelajaran
filsafat, etika adalah merupakan bagian dari padanya, dimana
para ahli memberikan takrif dalam redaksi yang berbeda-beda.60
b). Nilai syari’ah
Kata syari’ah adalah bentuk masdar dimana ia merupakan
bentuk asal kata kerja yang tidak mengandung pengertian waktu atau
zaman dan di dalam pengertian syari’at tersebut. Bentuk madi dari
syari’at adalah syara’.
Sedangkan pengertian syari’at dalam istilah ialah yang sering
dipakai dikalangan para ahli hukum islam ialah: “Hukum-hukum
yang yang diciptakan oleh Allah SWT untuk segala hamba-Nya agar
mereka itu mengamalkannya untuk kebahagiaan dunia akhirat, baik
hukum-hukum itu bertalian dengan perbuatan, aqidah dan akhlak.
Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan
bahwasannya syari’at itu adalah kumpulan ordonansi yang
diwajibkan Tuhan, berupa aturan-aturan , perintah-perintah dan
larangan-larangan-Nya.61
Tujuan Alah SWT mensyariatkan hukumnya adalah untuk
memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari
60Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2009)
182-183. 61 Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 43-44.
52
kerugian atau kerusakan, baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan
tersebut hendak dicapai melalui perintah dan larangan, yang
pelaksaannya tergantung kepada pemahaman sumber hukum yang
utama, Al-Qur’an dan Hadist.
Tujuan syariat Islam perlu diketahui oleh mujtahid dalam
rangka mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara
umum dan menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang
kasus-kasusnya tidak diatur secara eksplisit oleh Al-Qur’an dan
Hadist. Lebih dari itu, tujuan hukum perlu diketahui dalam rangka
mengetahui apakah suatu khasus masih dapat diterapkan berdasarkan
satu ketentuan hukum karena adanya perubahan struktur sosial
hukum tersebut dapat diterapkan. Untuk dapat menangkap tujuan
hukum yang terdapat dalam sumber hukum, maka diperlukan sebuah
ketrampilan yang dalam ilmu fikih disebut dengan Maqashid Asy-
Syari’ah. Dengan demikian, pengetahuan Maqashid Asy-syari’ah
menjadi kunci bagi keberhasilan mujtahid dalam ijtihadnya.62
Dari pernyataan di atas bahwasannya, masyarakat sekitar
Gunung Lima tidak sama sekali melenceng dari ajaran islam atau dari
aturan-aturan/ ketentuan-ketentuan yang telah diperintahkan oleh
Allah SWT. Masyarakat sekitar Gunung Lima tetap menjaga apa
yang telah di larang oleh Allah. Karena masyarakat Gunung Lima
sebagian banyak mengetahui ajaran-ajaran yang telah ditetatapkan
62 Erwin , Materi Pendidikan Agama Islam , 281.
53
Allah SWT. Walaupun dengan di adakan Upacara Adat Tetaken
namun masyarakat tidak melupakan syari’at sebagai orang Islam.
d) Nilai Ibadah
Yang dimaksud dengan “ibadah” dalam pembahasan ini adalah
ibadah secara universal atau ibadah dalam arti luas, bukan ibadah
dalam arti khusus yang merupakan bagian dari syariah.
Kata “ibadah” adalah bahasa Arab, artinya pengabdian,
penyembahan, ketaatan, merendahkan diri atau berdo’a. Secara
istilah ibadah berarti perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
sebagai usaha menghubungkan dan mendekatkan dirinya kepada
Allah sebagai Tuhan yang disembah. Orang yang melakukan ibadah
disebut ‘abid (subjek) dan yang disembah disebut ma’bud (objek).
Semua orang diharapkan Allah sebagai subjek, karena manusia
tersebut harus mengabdi kepada Allah SWT.63
d).Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial adalah minat atau keterkaitan kita untuk
membuat lingkungan kita yang berpengaruh besar dalam
menentukan tingkat kepedulian sosial kita. Hidup di dunia ini
diciptakan dua jalan. Pertama hidup senang tetapi tidak banyak
bernilai. Yang kedua hidup susah tetapi bernilai. Jalan hidup susah
mendaki lagi sukar itulah sebenarnya jalan yang harus ditempuh oleh
manusia, itulah jalan benar, itulah jalan yang bernilai.
63 Ibid., 257.
54
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri
tanpa orang lain. Maka sebagai wujud kepedulian sosial kepada
masyarakat, dia harus menampakkan pengabdian dirinya kepada
masyarakat. Bentuk pengabdian diri ini dapat berupa ikut
berpartisipasi dalam aktivitas di masyarakat. Dalam hal ini termasuk
juga menjaga nama baik suatu warga.
Kepedulian sosial merupakan suatu rangkaian ibadah, hal ini
telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, dalam sabdanya yang
diriwayatkan oleh tabroni dan Anas bin Malik yang artinya: “ Budi
pekerti yang luhur adalah termasuk amalan ahli surga”.
Selanjutnya kepedulian sosial yang menjadi ibadah itu tidak
lepas dari budi pekerti yang luhur atau baik sesuai dengan norma-
norma agama, adat istiadat serta norma-norma yang diatur oleh
peraturan pemerintah. Dalam konteks ini kita harus peka dan proaktif
untuk mewujudkan rasa solidaritas kita dengan membantu saudara-
saudara kita yang tertimpa musiba. Kepedulian kita terhadap
masyarakat dalam bidang pendidikan denan memberikan
pengajaran-pengajaran yang bisa bermanfaat bagi masyarakat luas
secara umum dan bagi anak atau keluarga kita pada khususnya.64
e). Rezeki
Rezeki merupakan karunia dan suatu jaminan yang Allah
janjikan bagi semua makhluk, sehingga hewan yang melata yang
64 Haris Rahma Ahmadi, Nilai-nilai Kepedulian Sosial Dalam Tradisi Bersih Desa Di Dusun
Ngrawan Desa Dolopo Kecamatan Dolopo (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2015), 20-21.
55
berada pada suatu lobang batu pun akan memperoleh bagian rezeki
sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan bagi makhluk tersebut.
Sehingga menjadi suatu hikmah bagi makhluk lainnya, khususnya
manusia yang dikaruniai akal, untuk dapat berfikir dan merasa yakin
dengan jaminan rezeki baginya.
Rezeki merupakan sesuatu yang menjadi rahasia Allah
terhadap makhluk-makhluknya. Sehingga antara satu makhluk
dengan makhluk lainnya akan memperoleh bagian atau kadar rezeki
yang berbeda-beda, sesuai dengan rahasia dan hikmah yang Allah
tetapkan bagi makhluknya. Sesuai yang Allah berikan dan sesuatu
yang tahan merupakan rezeki yang sesuai dan terbaik bagi setiap
makhluknya.
Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan rezeki
(penghasilan) sebagai penunjang kehidupannya. Untuk memperoleh
rezeki tersebut, manusia harus berusaha dengan bekerja sesuai
kemampuan yang dimiliki masing-masing, maka bekerja merupakan
suatu kewajiban dan merupakan sunnatullah (hukum yang berlaku di
alam) yang harus ditempuh oleh seluruh makhluk, khususnya bagi
manusia. Ketika manusia menghendaki menjadi orang berilmu, maka
tidak bisa hanya dengan duduk berpangku tangan tanpa mengikuti
hukum sebab akibat yang berlaku di alam dunia ini. Ketika manusia
menginginkan makanan dan minuman dengan tanpa berusaha, maka
hal tersebut merupakan sesuatu yang mustahil terjadi. Karena
56
manusia harus menunjukkan tangan untuk mengambil dan memakan
makanan tersebut, sehingga terpenuhi apa yang diinginkannya.65
f). Sedekah
Kata sedekah berasal dari bahasa Arab, ash-shadaqah. Secara
bahasa bermakna sesuatu yang dijadikan sedekah. Kata ini diambil
dari huruf sha-da-qa. Kata shadaqoh sendiri diambil dari asal kata
ash-shidq “benar”, karena ia menunjukkan kebenaran ibadah untuk
Allah. Menur Al-Jurjani, sedekah adalah pemberian yang diberikan
untuk mengharap pahala Allah. Sementara Ar-Raghib al-Insfahani
mengatakan, “ Sedekah adalah harta yang dikeluarkan manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah, seperti zakat. Bedanya sedekah
untuk mendekatkan diri kepada Aklah Swt, seperti zakat. Bedanya,
sedekah untuk kategori sunnah, zakat untuk yang wajib.”66 Menurut
terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan infak, termasuk
juga hukun dan ketentuan-ketentuannya.67
Secara umum, shadaqah memiliki pengertian memberikan
harta di jalan Allah Swt, baik harta tersebut diberikan kepada
keluarga yang miskin maupun kepada yang lainnya. Makna shadaqah
memang sering dikonotasikan dengan memberikan harta untuk
kepentingan tertentu di jalan Allah Swt. Begitu pun di dalam Al-
65 Achmad Kurniawan Pasmadi, Konsep Rezeki Dalam Pandangan Para Pedagang Pasar
(Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009), 1-2. 66 Hasan Hammam, Dahsyatnya Terapi Sedekah (Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007), 11. 67 M. Suhadi, Dahsyatnya Sedekah Tahajud Dhuha & Santuni Anak Yatim (Surakarta: Ziyad
Visi Media, 2012), 12
57
Qur’an, banyak yang menjelaskan mengenai shadaqah dengan harta.
Diantaranya dalah firman Allah Swt. Berikut:
...
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah
dan hari kemudian.”(Qs. Al-Baqarah:264)
Rasulullah Saw. menjelaskan di dalam haditsnya mengenai
shadaqah dalam arti yang sangat luas. Hadits yang telah disebutkan
sebelumnya merupakan sebuah jawaban yang diberikan oleh
Rasulullah Swt. kepada para sahabatnya yang tidak mampu secara
maksimal bershadaqah dengan harta. Berikut ini macam-macam
shadaqah yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw:
(1). Membaca Tasbih, Tahlil dan Tahmid: Rasulullah Saw
menjelaskan setiap tasbih, tahlil dan tahmid adalah shadaqah.
Oleh karena itu, para sahabat diminta oleh Rasululullah Saw,
untuk memperbanyak membaca tasbih, tahlil dan tahmid atau
dzikir lainnya sebagai bentuk lain dari shadaqah. Sebab,
perbuatan tersebut bernilai ibadah bagi Allah Swt.
(2). Amar Ma’ruf Nahi Munkar juga merupakan shadaqah, sebab
untuk mewujudkan diperlukan tenaga, pikiran, waktu, dan
perasaan. Dan, semua itu terhitung dalam shadaqah.
58
(3). Berlomba-lomba dalam Amalan Sehari-hari.68
6.Kebudayaan dan Tradisi
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan
soal kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin
tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap orang melihat,
mempergunakan dan bahkan kadang-kadang merusak kebudayaan.
Kata “Kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhi yang
merupakan jamak kata “buddhi” yang berarti budi yang artinya akal.
Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau
akal.69
Kebudayaan= cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris) =
tsaqafah (bahasa Arab) berasal dari perkataan latin “Colore” yang artinya
mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari segi arti
ini berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan aktivitas manusia
untuk mengolah dan mengubah alam.
Kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagama, hukum, adat
istiadat, serta lain-lain kenyataan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
manusia sebagai anggota masyarakat.70
Definisi kebudayaan menurut beberapa para ahli diantaranya sebagai
berikut:
68 Muhammad Habibillah, Raih Berkah Harta Dengan Sedekah & Silaturahmi: Cara Hidup
Kaya Harta & Kaya Hati (Jakarta: Sabil, 2013), 39-44. 69 Suryono, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), 187. 70 Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), 50.
59
c. E.B Tylor bahwa kebudayaan adalah kompleks nyang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan
oleh manusia sebagai anggota masyarakat
d. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merupakan kebudayaan
sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.71
Sedangkan tradisi menurut Parsudi Suparlan merupakan unsur sosial
budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah.
Secara garis besarnya tradisi sebagai kerangka acuan norma dalam
masyarakat disebut pranata. Pranata ini ada yang bercorak rasional, terbuka
dan umum, kompetitif dan konflik yang menekankan legalitas, seperti
pranata politik, pranata pemerintahan, ekonomi, dan pasar, berbagai pranata
hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.72
Nilai tradisi setiap masyarakat merupakan realitas yang
multikompleks dan dialektis. Nilai-nilai itu mencerminkan kekhasan
masyarakat sekaligus sebagai pengejawantahan nilai-nilai universal
manusia. Nilai-nilai tradisi dapat dipertahankan sejauh di dalam diri mereka
71 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012.)150-151 72 Jalaludin, Psikologi Agama, 224.
60
terdapat nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai tradisi yang tidak lagi
mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, maka manusia akan kehilangan
martabatnya. Tradisi dapat dijadikan dalam pelaksanaan pendidikan Islam.
Penerimaan tradisi ini memiliki beberapa syarat, yakni: tidak bertentangan
dengan ketentuan nash pokok, baik Al-Qur’an dan Sunnah, tradisi yang tidak
bertentangan dengan akal sehat dan tabiat yang sejahtera, serta tidak
mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan dan kemunduran.73
Dalam arti sempit tradisi adalah kumpulan benda material dan
gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu. Tradisi juga
mengalami peubahan. Tradisi lahir disaat tertentu ketika ketika orang-orang
menetapkan fragmen tertentu dari wawasan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi
berubah ketika orang memberikan perhatian khusus pada fragmen tradisi
tertentu dan mengabaikan fregmen yang lain.
Tradisi lahir melalui dua cara. Cara pertama, muncul dari bawah
melalui mekanisme kemunculan secara sepontan dan tak akan diharapkan
serta melibatkan rakyat banyak. Perubahan tradisi juga disebabkan banyak
tradisi dan bentrokan antara tradisi yang satu dengan saingannya.74
7.Upacara Adat Tetaken
Upacara adat merupakan salah satu bentuk realisasi wujud
kebudayaan yang berupa suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat atau sering disebut supaistem sosial. Sistem
73 Muhammad Muntahibun , Ilmu Pendidikan Islam , 44-45 74 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada Media, 2004), 72
61
sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi dari
waktu ke waktu berdasarkan adat tata kelakuan.75
Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain: upacara
kelahiran, upacara perkawinan, upacara religi, upacara kematian, upacara
sedekah bumi, upacara bersaji.76
Keyakinan masyarakat sekitar Gunung Lima yang masih menganggap
memiliki nilai magis diwujudkan dengan bentuk upacara atau ritual di daerah
tersebut. Namanya adalah upacara adat Tetaken. Upacara ini dilaksanakan
pada tanggal 15 Muharram/Suro di pelataran Gunung Lima.
Upacara berbentuk ritual ini sudah turun temurun dilaksanakan
masyarakat di lereng Gunung Lima, tempatnya berada di Desa Mantren,
Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan. Ritual upacara Tetaken ini
merupakan upacara bersih desa atau sedekah bumi. Model dari ritual ini
adalah ketika sang juru kunci Gunung Lima, Somo Naryo turun gunung.
Bersamaan anak buahnya yang berjumlah 16 anak buahnya, yang sekaligus
sebagai muridnya dan akan kembali ke tengah-tengah masyarakat. Tetaken
adalah tradisi khas masyarakat sekitar Gunung Lima yang masih dipelihara
dengan baik hingga sekarang. Bagi masyarakat Pacitan, Gunung Lima
adalah simbol kekuatan dan nilai spiritual, sehingga ritual tetaken menjadi
budaya yang unik dam bernuansa spiritual juga.
75 Sri Endahwati,” Upacara Adat Jolenan di Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo,”
Eduksi, 5 (Januari, 2018), 65. 76 Koentjaranungrat, Sejarah Teori Antropologi I (Jakarta: UI-PRESS, 2014), 67.
62
Tetaken berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “teteki” atau
maknanya adalah pertapaan. Tidak heran dalam pelaksanaan upacara ini
suasananya sangat religius yang kental namun sederhana menandai ritual ini.
Sejarah diadakan upacara ini bermula dari kisah Kyai Tunggul Wulung dan
Mbah Brayut mengembara. Tujuannya adalah menyebarkan agama Islam di
Tanah Jawa. Namun, dalam perjalanan keduanya berpisah, Mbah Brayat
memilih tinggal di Sidomulyo, sedangkan Kyai Tunggul Wulung memilih
lokasi di puncak Gunung Lima yang tempatnya di Desa Mantren. Kyai
Tunggul Wulung merupakan orang yang pertama kali babat alas di kawasan
Gunung Lima dan di situlah Kyai Tunggul Wulung juga menyebarkan
agama Islam agar masyarakat Desa Mantren tidak ada yang menyembah
selain Allah Swt.
63
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif, karena
dalam proses penelitian, peneliti mengharapkan mampu memperoleh data dari
orang-orang yang diamati baik tertulis maupun lisan. Sehingga penelitian ini
mampu mengungkapkan informasi tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam
tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima di Desa Mantren, Kecamatan
Kebonagung, Kabupaten Pacitan.
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat gambaran atau
lukisan secara sistemati, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat antara
fenomena yang diselidiki. Karena memang penelitian ini juga meneliti
kondisi sosial di masyarakat sekitar, maka penelitian sosial dapat diterapkan
dalam penlitian ini.
Penelitian sosial merupakan proses yang terencana dan sistematik
untuk menganalisis fakta atau fenomena sosial dalam masyarakat baik
sebagian maupun secara keseluruhannya dan membantu memecahkan
masalah mereka dengan keahlian seorang ilmuwan.77
2. Kehadiran Peneliti
77 Bambang Rustanto, Penelitian Kualitatif Pekerjaan Sosial (Bandung: PT. Remaja
Rosdakaya, 2015), 2.
64
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini sangatlah penting. Kehadiran
peneliti disini merupakan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data,
analisi, penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitiannya.78
Penelitian ini berlangsung dengan kehadiran di lapangan, pertama
menemui ketua panitia atau pelaksana kegiatan Tradisi upacara adat Tetaken,
kemudian dengan dilanjutkan untuk melakukan observasi dan wawancara
dengan beberapa tokoh dan masyarakat yang faham mengenai pelaksanaan
upacara adat tersebut.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung,
Kabupaten Pacitan. Alasan peneliti melakukan penelitian ini di Desa Mantren
dikarenakan di Desa Mantren merupakan bagian dari Kota Pacitan yang sudah
sangat maju tetapi ternyata masih ada tradisi upacara adat Tetaken Gunung
Lima yang dilakukan setiap tanggal 15 Muharram/Suro atas wujud rasa
syukur masyarakat yang tinggal di sekitar lereng gunung.
4. Sumber Data
Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Dengan
demikian sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan
sebagai sumber utama, sedangkan sumber data tertulis, foto dan statistik
78 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003),
112.
65
adalah sumber tambahan.79 Pada penelitian ini yang nantinya menjadi sumber
data adalah informan yang jumlahnya tidak terbatas karena sifat penelitian ini
adalah kualitatif. Yang sekurang-kurangnya lima informan yaitu: kepala desa,
juru kunci, pelaksana, tokoh agama, dan pengunjung. Sedangkan sumber data
yang diperoleh dari hasil observasi lapangan, data tertulis, dan dokumentasi.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam pengumpulan data-data penelitian
ini melibatkan beberapa informan untuk memperoleh data tentang nilai-nilai
pendidikan Islam dalam tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima.
Peneliti dapat melaksanakan penelitian untuk mengumpulkan data
agar tidak terjadi kerancuan, maka tidak lepas dari metode di atas yaitu
penelitimenggunakan teknik:
a. Teknik Observasi
Observasi adalah sebagai aktifitas untuk memperhatikan sesuatu
dengan menggunakan alat indra, yaitu melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba, dan pengecap.80
Alasan digunakan teknik observasi ini salah satunya adalah
pengamatan didasarkan pada pengalaman secara langsung. Selain itu
teknik ini memungkinkan peneliti untuk melihat dan mengamati sendiri,
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada
keadaan yang sebenarnya.
79 Ibid., 112. 80 Sugiyono, Metode Penelitian uantitatif kualitatif dan R&D (Bandung:Alfabeta, 2007), 225.
66
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang berkaitan
dengan pelaksanaan dan nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi upacara
adat Tetaken Gunung Lima di Desa Mantren.
b. Teknik Wawancara
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau
responden.81
Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah
wawancara mendalam. Maksudnya adalah peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan secara mendalam sehingga data-data dapat terkumpul
semaksimal mungkin.
Dalam penelitian ini, orang-orang yang akan dijadikan informan
adalah;
1). Juru Kunci Gunung Lima, untuk memperoleh informan mengenai
tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima di Desa Mantren,
Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan.
2). Bapak Kepala Desa Mantren, untuk mengetahui kenapa diadakan
tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima.
3). Ketua Pelaksana, untuk mengetahui persiapan apa saja yang harus
dipersiapkan dalam proses pelaksanaan upacara adat Tetaken
Gunung Lima
81 Afifuddin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2009), 131.
67
3). Tokoh agama Desa Mantren, untuk mengetahui pandangan tradisi
menurut agama Islam.
4). Masyarakat Desa Mantren untuk memperoleh tanggapan mengenai
tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima.
c. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar maupun elektronik.82
Teknik dokumentasi yang akan dilakukan peneliti bertujuan untuk
mendapatkan data mengenai:
1). Latar belakang di adakannya tradisi upacara adat Tetaken Gunung
Lima.
2). Tujuan diadakannya tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima.
3). Manfaat diadakannya tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima.
11. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi.83
Teknik analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis deduktif,
keterangan-keterangan yang bersifat umum menjadi pengertian khusus yang
82 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013), 221.
83 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif, dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2015), 335.
68
terperinci, baik yang diperoleh dari lapangan maupun kepustakaan.
Sedangkan aktifitas dalam analisis data mengikuti konsep yang diberikan
Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Adapun dalam analisis data meliputi
data reduction, data display, dan conclusion.84 Ketiga tahap ini dijelaskan
sebagai berikut:
a. Data Reduction (reduksi data), berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
dan membuang yang tidak perlu.
b. Data Display (penyajian data), setelah data direduksi, maka langkah
selanjutnya adalah mendisplayka data., maka data akan terorganisasikan,
tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah difahami.
c. Conclusion/verivication, yakni penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan dalam penelitian mengungkap temuan berupa hasil deskripsi
yang sebelumnya masih kurang jelas kemudian diteliti menjadi lebih jelas
dan diambil kesimpulan.85
12. Pengecekan Keabsahan Temuan
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari
konsep kesahihan (validitas) dan keabsahan (reliabilitas).86 Derajat
kepercayaan keabsahan data (kredibilitas data) dapat dilakukan pengecekan
84 Ibid, 337. 85 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, 338. 86 Lexy Moelong, Metodologi Penenelitian Kualitatif, 171.
69
dengan teknik pengamatan yang tekun dan trianggulasi. Ketekunan
pengmatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan persoalan atau isi yang sedang dicari. Dari ketiga
teknik pengecekan keabsahan data tersebut peneliti menggunakan teknik
triangulasi sebagai berikut:
a. Triangulasi
Adalah teknik pemeriksa keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Triangulasi dibedakan menjadi empat,
yaitu: sumber, metode, penyidik, dan teori.
Peneliti ini menggunakan teknik triangulasi dengan pemanfaatan
sumber dan penyidik. Teknik triangulasi dengan sumber, berarti
membandingkan data dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai peneliti dengan jalan:
1).Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2). Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakan secara pribadi.
3). Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang penelitian
dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
Teknik triangulasi dengan penyidik, artinya dengan jalan
memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan
70
pengecekan kembali derajat kepercayaan. Pemanfaatan pengamatan
lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data.
13. Tahap-tahap Penelitian
Tahapan-tahapan penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan
ditambah dengan tahapan terakhir dari penelitian yaitu tahapan penulisan
laporan hasil penelitian. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tahap pra lapangan, yang meliputi penyusunan rancana penelitian,
memilih lapangan penelitian, pengurus perizinan, penjajakan awal di
lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan penelitian
dan yang menyangkut persoalan etika penelitian.
b. Tahap pekerja lapangan, yang meliputi; memahami latar belakang peneliti
dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil
mengumpulkan data.
c. Tahap analisis data, yang meliputi analisis lama dan setelah pengumpulan
data.
d. Tahapan penulisan laporan penelitian.
BAB IV
DESKRIPSI DATA
A. Deskripsi Data Umum
1. Asal Mula Desa Mantren
71
Menurut cerita dari nenek moyang Desa Mantren dihuni sejak zaman
Kerajaan Islam Demak Bintoro. Disitu belum ada Desa, masih hutan rimba
padat. Hutan rimba tersebut disebut SOKO LIMA dikenal dengan Gunung
Lima, dan Goa Pertapan Soko Panca (Gunung Lima). Disitulah yang
menduduki pertama pertapan Gunung Lima yang merupakan Putra Raja
Kerajaan Majapahit selama bertahun-tahun.87
Pada suatu waktu datanglah saudara sepupu anak Kerajaan Majapahit
yang diikuti lima teman para Mantri Kerajaan tersebut. Adapun maksud
kedatangan saudaranya tersebut adalah mengajak pulang untuk membantu
mendirikan Kerajaan Islam di Demak Bintoro. Namun gagal, singkatnya
kakak tidak mau pulang dia berdo’a membantu kebatinan dengan memohon
Mantri satu untuk tinggal di Gunung Lima untuk memperluaskan wilayah
kerajaan Islam. Seorang mantri tersebut diberi nama Ki Ageng Bacuk. Ki
Ageng Bacuk sebagai cikal bakal Desa. Karena Ki Ageng menjabat sebagai
Mantri lingkungan yang disebut kemantren. Kemudian desa itu dinamakan
Desa Mantren. Kemudian daerah yang ditempati pertama dinamakan dusun
Krajan karena penciptanya dari Kerajaan. Kemudian berdirilah sebuah Desa
dan sebuah Dusun. Ki Ageng Bacuk hanya nama samaran di situ hanya
menjabat Demang membawahi 3 kepala Desa Kemantren. Demang Bacuk
kisah Babat Turmecuk purbakala Desa. Ki Demang menyusun 5 kamituwan
dan 5 dusun. Nama wilayah lingkungan tersebut adalah: 1) Dusun Krajan
yang berasal dari nama Kerajaan, 2) Dusun Juwono berasal dari hijau dan
87 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018
72
wono, 3) Dusun Klagen disini tempat pohon kelapa dan air nira, 4) Dusun
Wates sebagai batasan dan 5) Dusun Kebak penuh penghasilan dan
kesadaran.88
2. Keadaan Geografis Desa Mantren
Desa Mantren terletak di Kecamatan Kebonagung, Kabupaten
Pacitan. Secara strategis Desa Mantren terletak di sebelah timur Kota
Pacitan jaraknya kurang lebih 15 km dari pusat kota Pacitan melewati Jalur
Lintas Selatan (JLS). Secara geografis merupakan dataran tinggi dengan
ketinggian ± 500 meter di atas permukaan laut dan sebagian besar
merupakan pegunungan.
Desa Mantren secara administratif berada di Kecamatan Kebonagung
dengan batas-batas wilayahnya adalah:89
a. Sebelah Barat : Desa Gawang
b. Sebelah Utara : Desa Gembuk
c. Sebelah Selatan : Desa Sidomulyo
d. Sebelah Timur : Desa Worawari
Pembagian wilayah desa secara administratif yaitu dari 5 dusun, 8
RT dan 20 RW. Kelima dusun tersebut adalah:
a. Dusun Krajan cetakan dari kerajaan
b. Dusun Juwono yang berasal dari Hijau dan wono (alias ijo, hutan)
c. Dusun Klagen disini tempat kelapa yang airnya legi (manis) dan
punya legen (nira)
88 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018 89 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018
73
d. Dusun Wates sebagai batas (kuat dan menetas akan penghasilan
alamnya)
e. Dusun Kebak yang artinya penuh penghasilan dan kesadaran
Untuk mengetahui keadaan cuaca di suatu daerah di tentukan atas
dasar rata-rata cuaca pada suatu tempat dalam jangka panjang. Untuk
mengetahui hal tersebut diperlukan data tentang faktor yang membentuk
iklim yaitu suhu, angin, dan hujan. Berdasarkan perhitungan maka daerah
di Desa Mantren Kecamatan Kebonagung termasuk daerah yang bersuhu
sedang dengan curah hujan kurang. Dengan demikian Desa Mantren
Kecamatan Kebonagung tergolong beriklim tropis.90
3. Keadaan Demografis Desa Mantren
Desa Mantren hanya terdiri dari 5 dusun dengan jumlah penduduk
2006 Jiwa atau 432 KK.
Jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki 1101, perempuan
905 dan kepala keluarga 432. Sedangkan jumlah penduduk di Desa Mantren
berdasarkan umur dengan perincian sebagai berikut: umur kurang 65
berjumlah 236, umur 61-65 berjumlah 92, 56-60 berjumlah 105, umur 51-
55 berjumlah 132, umur 46-50 berjumlah 129, 41-45 berjumlah 144, umur
36-40 berjumlah 148, umur 31-35 berjumlah 142, umur 26-30 berjumlah
156, umur 21-25 umur 146, umur 16-20 berjumlah 149, umur 11-15
berjumlah 154, umur 6-10 berjumlah 110 dan umur kurang 5 tahun
berjumlah 163 jadi jumlah semuanya 2006 jiwa.91
90 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 91 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018.
74
4. Kondisi Pemerintahan Desa Mantren
Penjelasan kondisi Pemerintahan Desa Mantren diberikan, untuk
melihat gambaran ruang lingkup kerja yang mengemban tugas pelayanan
masyarakat. Desa Mantren Menganut sistem kelembagaan pemerintah Desa
dengan pola minimal, selengkapnya sebagai berikut:
Susunan Organisasi Tata Kerja Pemerintah Desa Mantren
Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan
Kepala Desa
Ismail
Sekretaris Desa
-
Ketua BPD
Aris Sunarso
Kaur Pemerintahan
Bambang H
Kaur Keuangan
Dwi Haryani
Kaur Pembangunan
Kaur Kesra
Pelaksana Teknis
-
Pelaksana Teknis
Pelaksana Teknis
Ketua LPMD
Sunaryo
75
5. Keagamaan Desa Mantren
Agama yang dianut oleh masyarakat Desa Mantren Kecamatan
Kebonagung Kabupaten Pacitan yakni Islam dengan prosentasi 100%.
B. Deskripsi Data Khusus
1. Latar Belakang Upacara Adat Tetaken Gunung Lima Di Desa Mantren
76
Salah satu kebudayaan yang ada di Pacitan adalah upacara adat
Tetaken Gunung Lima di Desa Mantren. Masyarakat di Desa Mantren tidak
akan melakukan suatu adat apabila tidak ada yang melatar belakangi atau
keyakinan yang ada di sekitar kehidupan mereka. Upacara adat Tetaken
dilaksanakan karena berhubungan dengan keberadaan Gunung Lima di
Desa Mantren dan sejarah leluhur mereka yang babat alas untuk membuat
lahan sehingga jadilah Desa Mantren dan disinilah disebarkannya Agama
Islam di Pacitan.92
Gunung Lima adalah gunung yang mengayomi kota Pacitan. Banyak
masyarakat yang menganggap Gunung Lima adalah gunung yang berjejer
lima yaitu Gunung Gembuk, Gunung Pakis Cakar, Gunung Lanang,
Gunung Kukusan dan Gunung Lima di Desa Mantren. Padahal pada
kenyataannya Gunung Lima hanya terdapat satu puncak Gunung saja.
Namun Gunung Lima hanya sebagai isyarat bahwa “Lima” itu berarti
perintah Allah SWT dalam menjalankan ibadah shalat fardhu lima waktu.
Sejarahnya menurut Bapal Ismail dalam wawancara:
Zaman biyen iku, Sultan Agung Tindak Mekkah lan kundur mbeta
kundur bendera 2. Ingkang setunggal ditancapke wonten Mataram,
ingkang setunggal ditancepke wonten Pacitan, tempate ing Puncak
Gunung Lima. Benderane iku warnane ijo, ukurane 2,5 meter
ingkang tulisanipun ing tengahe bendera “inna a’toina kalkautsar”
ingkang artosipun “Sesunggunya kami telah berikan kepadamu
nikmat yang banyak maka maka dirikanlah shalat lima waktu”. Lan
ing pinggir e tulisane “Lhailahailallahmuhammadanrasulluloh.93
92 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 93 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
77
Dari hasil wawancara dengan kepala Desa Mantren Bapak Ismail
menceritakan bahwa sejarah keberadaan Gunung Lima diawali dengan
perjalanan Sultan Agung ke Mekkah yang kemudian kembali ke Jawa
dengan membawa dua bendera yang bertulisan “inna a’toina kalkautsar”
yang artinya “Sesunggunya kami telah berikan kepadamu nikmat yang
banyak maka dirikanlah shalat lima waktu”. Dimana satu bendera
ditancapkan di Mataram dan yang satunya di tancapkan di Pacitan yaitu di
Desa Mantren tempatnya di pucak Gunung Lima.94
Cerita dimulai saat kerajaan Majapahit mengalami kemunduran dan
yang menjadi Raja Majapahit adalah Brawijaya V, dimana Putra Brawijaya
V menikah dengan seorang putri Cina dan menurut kepercayaan
masyarakat Jawa, bila orang Jawa menikah dengan orang Cina maka orang
Jawa tersebut akan kalah dalam segala hal. Brawijaya V menyadari hal
tersebut, beliau kemudian menyiapkan seseorang untuk berjaga-jaga bila
hara-huru benar-benar terjadi. Seseorang yang dipersiapkan tersebut ialah
Ki Tunggul Wulung. Brawijaya V menyuruh Ki Tunggul Wulung untuk
bersemedi di Gunung Lima. Ki Tunggul Wulung berangkat ke Gunung
Lima setelah menerima arahan Brawijaya V, sesampai di Gunung Lima Ki
Tunggul Wulung bertemu dengan seseorang yang sakti.95
Disaat itulah Agama Islam masuk ke tanah Jawa lewat daerah pesisir
utara pulau Jawa, karena tidak ingin masuk Islam ketiga saudara Ki
Tunggul Wulung yaitu Ki Brayut, Ki Buwono Keling, dan Ki Tiyoso.
94 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 95 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018.
78
Namun, mereka berempat bukan saudara kandung melainkan saudara
seperguruan. Ki Brayut, Ki Buwana Keling, dan Ki Tiyoso melarikan diri
ke daerah selatan sesuai dengan petunjuk gurunya.96
Berjalanlah selama 40 hari dan setelah mencapai tempat yang tinggi
lihatlah kearah bawah bila kalian melihat tempat yang datar, tempat itulah
yang dinamakan “ Alas Wengker Kidul”. Setelah sesampainya di Wengker
Kidul perjalanan mereka dibagi tiga yakni Ki Buwana Keling Lewat
sebelah utara, Ki Tiyoso lewat pesisir selatan dan Ki Brayut lewat tengah
hutan.97
Saat kemudian Majapahit benar-benar mengalami hara-huru besar
dan Ki Tunggul Wulung turun Gunung, namun beliau tidak bisa
memadamkan hara-huru tersebut kemudian Ki Tunggul Wulung
memutuskaan untuk mencari ketiga saudaranya dengan meminta petunjuk
dari sang guru namun sang guru dalam keadaan kritis dan dalam hembusan
nafas terakhirnya ia berpesan untuk me nggali makam dengan
tongkatnya.98
Setelah peristiwa tersebut Ki Tunggul Wulung mencari ketiga
saudaranya dan sampailah di tempat yang dinamakan Astono Genthong,
dari situ ia melihat gunung yang berjejer empat (tidak lima bila dilihat dari
Astono Genthong). Kemudian mempunyai firasat bila saudaranya berada
di gugusan gunung tersebut, namun sesampainya di gunung ia tidak
96 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 97 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 98 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018.
79
menemukan saudaranya. Dari gugusan gunung yang berjumlah lima salah
satunya adalah tempat untuk bertapa.99
Ki Tunggul Wulung adalah orang pertama yang membuka lahan atau
babat alas di sekitar Gunung Lima.100Untuk mencapai pertapan harus
banyak melewati rintangan seperti tangga selain itu itu harus menembus
hutan lebat, tebing yang terjal dan batu belah (selo matangkep). Batu belah
tersebut dipercaya apabila pengunjung memiliki niatan yang jahat maka
tidak akan bisa melewatinya, sementara itu bagi yang berniatan baik untuk
berkunjung ke pertapaan walaupun berbadan besar maupun kecil bisa
melewatinya.101
2. Proses Pelaksanaan Tradisi Upacara Adat Tetaken Gunung Lima
a. Waktu
Pada zaman dahulu 40 hari 40 malam sebelum diadakan proses
pelaksanaan upacara adat Tetaken para murid harus melakukan semedi
di puncak Gunung Lima, demi untuk mendapatkan ilmu kesaktian.
Namun seiring dengan pekerkembangan zaman sejak tahun 2004 tidak
ada semedi selama 40 hari 40 malam karena orang pada zaman dahulu
dengan yang sekarang kekuatan daya tubuhnya sudah berbeda.
Sehingga juru kunci hanya menyarankan untuk bertapa selama 2 sampai
3 hari saja karena melihat dari pengalaman yang sebelumnya yakni ada
seorang pemuda yang ingin bertapa di puncak Gunung Lima selama 30
hari. Namun seseorang tersebut meninggal dunia karena diduga tidak
99 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 100 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 101 Lihat Transkrip Observasi nomor: 02/O/10-X/2018.
80
kuat untuk melakukan puasa selama semedi berlangsung. Hal tersebut
senada dengan pernyataan Bapak Sunaryo, selaku juru kunci Gunung
Lima adalah sebagai berikut:
zaman dahulu sebelum diadakan proses pelaksanaan upacara
adat Tetaken, para murid harus bertapa selama 40 hari 40 malam.
Namun ada kejadian pertapa meninggal saat bersemedi karena
saat semedi harus tirakat yaitu puasa, tanpa makan dan minum
demi mendapatkan kesaktian. Sehingga mulai tahun 2004 saya
hanya membatasi seseorang yang ingin bertapa di puncak
Gunung Lima selama 2-3 hari saja, saya juga tidak memaksa,
kalau tidak kuat tidak meneruskan bertapa juga tidak apa-apa.
Demi keselamatan mereka.102
Setelah para murid selesai bertapa, para murid turun dari puncak
Gunung Lima yang di sambut oleh juru kunci, pejabat dan para
masyarakat yang melihat pelaksanaan upacara adat Tetaken di Desa
Mantren. Tepatnya pada bulan Muharram (Suro) yaitu tanggal 15
Muharram. Upacara adat Tetaken ini dilaksanakan pada bakda luhur
sekitar jam 13.00 WIB. Pada saat proses pelaksaan upacara tersebut para
peserta paraga iring-iringan menggunakan pakaian adat Jawa sedangkan
para murid dan Juru Kuncu berpakaian putih dan bersorban. Hal
tersebut senada dengan pernyataan Bapak Sunaryo, selaku Juru Kunci
Gunung Lima adalah sebagai berikut:
Upacara adat Tetaken dilaksanakan setiap tahun sekali. Upacara ini
dilaksanakan untuk menyambut sang murid setelah bertapa dan kembali ke
tengah-tengah masyarakat.Tepatnya tanggal 15 Muharram atau Suro
pelaksanaannya habis luhur jam satu. Para peserta upacara yang mendapat
bagian iring-iringan memakai pakaian adat Jawa, dan murid dengan juru
kunci memakai pakaian putih dengan menggunakan sorban.103
102 Lihat Transkrip Wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 103 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
81
Hal ini senada dengan hasil wawancara dari Bapak Bambang
Hardiyanto selaku pelaksana upacara adat Tetaken yakni “Upacara adat
Tetaken dilaksanakan pada bulan Muharram/Suro tepatnya tanggal 15
Muharram/Suro yang bertempat di Lapangan Parkir Gunung lima Desa
Mantren Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan”.104
Hal ini senada dengan hasil wawancara Bapak Suyanto selaku
pengunjung yakni “ Setiap tanggal 15 Muharram di desa Mantren selalu
mengadakan upacara adat Tetaken yang sudah menjadi budaya di desa”.105
Pada zaman dahulu sebelum proses pelaksanaan upacara adat
Tetaken para murid melakukan semedi selama 40 hari 40 malam, mereka
harus tirakat yakni selama bertapa tidak diperbolehkan makan ataupu
minum. Namun ada kejadian seseorang meninggal yang bertapa di Gunung
Lima, sehingga sejak tahun 2004 juru kunci membatasi seseorang yang
ingin bertapa selama 2 sampai tiga hari. Setelah pertapa selesai, para murid
turun ke tengah-tengah masyarakat dengan disambut oleh juru kunci dan
para masyarakat sekitar yang melihat proses pelaksanaan pada tanggal 15
Muharram/sura, yang dilaksanakan pada bakda luhur sekitar jam 13.00
WIB.
b. Perencanaan
Pertama, membutuhkan murid yang akan melakukan semedi di
puncak Gunung Lima, pada zaman dahulu yang dibutuhkan 16 murid
pertapa. Namun sejak tahun 2004 hanya membutuhkan 6 murid, karena
104 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 105 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
82
di zaman sekarang sangat sulit mencari anak muda yang mau dijadikan
sebagai murid untuk bertapa, karena kebanyakan masih anak sekolah.
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Bapak Sunaryo selaku
juru kunci” Pada zaman dulu murid yang dibutuhkan untuk bertapa ada
16 namun sejak tahun 2004 hanya membutuhkan 6 murid karena banyak
yang tidak minat mengikuti dan kebanyakan masih anak sekolah”.106
Kedua, persiapakan yang dibutuhkan oleh para pertapa yakni: a)
sebo berarti menghadap, dalam hal ini yang dilakukan oleh seorang
yang ingin mendaftar sebagai murid untuk menuntut ilmu. Dan juru
kunci memberikan pengarahan kepada calon murid memberikan urutan
dalam memberikan ilmu kanoragan yakni harus semedi di puncak
gunung dan juga harus berpuasa. b) Cantrik yakni apabila sudah
memenuhi pengarahan dari juru kunci, dan sudah mendapatkan ilmu
yang didapatkan melalui semedi harus digunakan untuk kebaikan, maka
sang murid ketika bersemedi tidak boleh memiliki niatan yang jelek. Itu
akan membahayakan dirinya sendiri. c) semedi dilakukan di pertapan
puncak Gunung Lima yaitu semacam goa. Disekitar pertapan Gunung
Lima banyak terdapat tanaman dan pepohonan yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. d) Thontongan adalah alat
komunikasi tradisional yang terbuat dari bambu yang dilubangi bagian
depan. Cara menyembunyikannya dengan cara memukul yang tidak
106 Lihat Transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
83
berongga. Ketika kentongan ini dibunyikan, maka pertanda upacara
adat Tetaken akan dimulai.107
Dalam mempersiapkan proses pelaksanaan upacara adat
Tetaken Gunung Lima membutuhkan banyak persiapan, yakni panitia
harus merapatkan dengan pemerintah desa atau lembaga Desa agar
dalam pelaksanaannya berjalan lancar dan sukses. Selain itu diperlukan
latihan-latihan yang ekstra. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Bambang Hardiyanto selaku pelaksana tradisi upacara adat Tetaken
sebagai berikut:
Untuk persiapan segala sesuatu tentang upacara adat Tetaken
diperlukan rapat koordinasi pemerintah desa dengan lembaga Desa
beserta masyarakat demi kelancaran dan kesuksesan Upacara Adat.
Selain itu diperlukan latihan-latihan seperti pada seni karawitan, seni
gamelan, seni suara, seni tari. Terkait dengan hal diatas diperlukan
penyelarasan antara gamelan dengan tarian dan suara penyanyi
(sinden). Selain itu para personil Upacara Adat Tetaken (paraga)
langkah kaki harus selarasa dengan gamelan. Kesimpulannya
dibutuhkan sekitar satu bulan untuk mempersiapkan segala sesuatu
untuk pelaksanaan Upacara Adat Tetaken.108
Sebelum hari inti proses pelaksanaan tradisi upacara adat
Tetaken, terlebih dahulu membersihkan lingkungan sekitar agar tamu-
tamu yang hadir untuk melihat upacara adat merasa nyaman. Ada
beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh para pegawai dan orang-
orang penting di Desa Mantren, diantaranya: mempersiapkan peralatan-
peralatan yang akan digunakan pada saat proses pelaksanaan upacara
adat berlangsung, penataan tempat, menata dekor, dan yang tidak lupa
107 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 108 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
84
yakni mempersiapkan makanan-makanan, dan satu hari sebelum
diadakan proses pelaksanaan tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima
semua orang yang terlibat untuk mengikuti ritual ini harus mengikuti
gladi bersih terlebih dahulu, agar bisa diketahui apa kekurangan yang
dibutuhkan dan mengetahui kesalahan supaya pada saat pelaksanaan
tidak ada yang melakukan kesalahan. Orang-orang yang terlibat dalam
upacara adat Tetaken ini diantaranya: anak pertapa, juru kunci, bapak
kepala desa, perangkat desa, dhomas, dan barisan warga. Hal ini sesuai
dengan wawancara kepada Bapak Bambang Hardiyanto selaku
pelaksana upacara adat Tetaken Gunung Lima sebagai berikut:
Sebelum hari pelaksanaan terlebih dahulu dilakukan kerja bakti
membersihkan lingkungan dan tempat yang akan dipergunakan untuk
kegiatan upacara adat Tetaken. Selain itu juga mempersiapkan
peralatan-peralatan yang akan digunakan dalam upacara adat Tetaken
(dekorasi tempat, penataan tempat, penataan peralatan untuk upacara ,
dll.) dan mempersiapkan segala sesuatu kebutuhan yang digunakan
pada waktu upacara seperti pembuatan makanan-makanan. Satu hari
sebelum pelaksanaan akan diadakan Gladhi Bersih kepada para
personil Upacara Adat Tetaken (paraga) yang akan bertugas
melakukan rangkaian upacara adat Tetaken.109
Hal ini senada dengan hasil wawancara dari Bapak Ismail selaku
Kepala Desa Mantren sebagai berikut:
Juru Kunci, pertapa, kepala desa Mantren, perangkat desa, masyarakat.
Mempersiapkan diri untuk gladi bersih, agar pelaksanaan upacara adat
Tetaken berjalan dengan baik. Sehingga tidak membuat malu Desa
Mantren, semua peserta juga harus bergotong royong untuk
mempersiapkan yang dibutuhkan ketika dilaksanakan ritual.110
109 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
110 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
85
Dalam mempersiapkan proses pelaksanaan upacara adat Tetaken
ini, tentu saja ada kendala-kendala yang dialami oleh panitia-panitia
pelaksana upacara adat Tetaken. Hal ini senada dengan hasil wawancara
dengan Bapak Bambang Hardiyanto selaku pelaksana upacara adat
Tetaken sebagai berikut:
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan upacara adat tetaken yaitu
masalah pendanaan yang terlalu minim dan peran serta pemerintah
daerah Kabupaten Pacitan masih pasif mengingat Gunung Lima
adalah ikon/lambang Kabupaten Pacitan. Selain itu medan/Jalan
menuju Gunung Lima masih sulit di lalui, badan jalan terlalu sempit.
Koordinasi antara masyarakat sekitar masih sedang sehingga tingkat
kerja sama masih terlalu darendah.111
Persiapan yang dibutuhkan oleh para pertapa yakni: sebo dimana
murid harus mendaftarkan diri kepada juru kunci, cantrik atau calon
murid siap menerima pengarahan dari juru kunci, semedi yakni yang
harus dilakukan murid untuk bertapa di puncak gunung lima,
thontongan adalah alat komunikasi yang terbuat dari bambu. Ketika
kentongan ini dibunyikan, maka proses pelaksanaan upacara akan
segera dimulai. Namun pelaksanaan upacara adat Tetaken juga harus
mempersiapkan segala sesuatu. Salah satunya adalah membersihkan
lapangan, mempersiapkan peralatan, menata dekorasi dan gladi bersih
yang dilakukan oleh peserta upacara adat.
c. Proses Pelaksanaan
1). Pelaksanaan awal
111 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
86
Syarat yang harus dipersiapkan yakni hasil bumi dan peserta
upacara yang berjalan menuju pelataran Gunung Lima. Rutan barisan
pengiring upacara adat Tetaken Gunung Lima sebagai berikut:
a). Barisan paling depan pembawa panji atau pusaka Tunggul Wulung
yaitu keris satu tombak dan Kantong Ontosukmo. Terdiri dari 4
orang peraga yang menggunakan pakaian adat Jawa.
b). Juru Kunci Gunung Lima yang menggunakan baju putih dan sorban.
c). Lurah dan istrinya memakai pakaian adat Jawa
d). Barisan kaur atau perangkat desa dan ketua RT Desa Mantren
e). Iring-iringan yang membawa sesajen untuk upacara
f). Barisan dhomas atau grup tari
g). Pembawa legen yaitu air nira kelapa yang diikuti dengan pembawa
hasil bumi Desa Mantren
h). Paraga Tayup. 112
2). Pelaksanaan Inti
Pelaksanaan inti merupakan prosesi dari upacara adat Tetaken,
yang mempunyai urutan sebagai berikut:
a). Mandhap
Mandhap dalam bahasa Indonesia berarti “turun”, prosesi ini adalah
turunnya orang-orang yang bertapa dari Gunung Lima setelah semedi
112 Hasil Transkrip Wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
87
selesai selama 40 hari 40 malam.113 Banyak murid pertapa yakni 6
orang. Dimana selama bersemedi Juru Kunci memberikan pengarahan
untuk berpuasa, supaya mereka mendapatkan ilmu yang bermanfaat dari
Allah Swt. setelah semedi selesai para murid turun dari puncak gunung,
mereka disambut oleh Juru Kunci dan kepala Desa Mantren serta
masyarakat di sekitar Gunung Lima.114
b). Siraman
Siraman merupakan kegiatan yang dilakukan oleh juru kunci untuk
menyucikan para murid yang telah selesai melakukan pertapaan.
Meyucikan para murid dengan menggunakan air yang sudah ditaruh
diwadah dan juga sudah diberi do’a oleh sang Juru Kunci.115 Do’a
tersebut berisi tentang rasa syukur atas kelancaran kegiatan yang
dilakukan para murid dan semoga murid-murid menggunakan ilmunya
untuk kebaikan, bukan untuk digunakan sebagai kejahataan.116
c). Pendhadaran
Proses ini merupakan ujian bagi sang murid untuk membuktikan
kemampuannya setelah menempuh puasa selama 2 sampai 3 hari. Sang
murid meminum air yang diberikan oleh juru kunci. Dalam ujian ini
sang murid harus hafal ilmu yang telah didapatkan selama bertapa.117
113 Hasil Transkrip Wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 114 Hasil Transkrip Observasi nomor: 02/O/10-X/2018. 115 Hasil Transkrip Observasi nomor: 02/O/10-X/2018. 116 Hasil Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 117 Hasil Transkrip Observasi nomor: 02/O/10-X/2018.
88
d). Kirab
Kirab adalah proses pembawaan sesaji oleh masyarakat ke tengah-
tengah pelataran Gunung Lima.118 Yang membawa sesaji biasanya para
gadis Desa Mantren. Sesaji di bawa ke juru kunci, juru kunci dari
Gunung Lima sekarang adalah Bapak Sunaryo. Sesaji dimasukkan ke
dalam gerabah isinya terdiri dari Gunung Lima, tumpeng, satu ekor
ayam panggang, satu ekor ayam bumbu ingkung,. Berbagai macam
jenang tolak sebagai tolak balak, hasil bumi Desa Mantren.119
e). Srah-srahan
Kepala desa dan perangkat desa serta masyarakat Mantren berkumpul
untuk menyerahkan hasil bumi sebagai ungkapan rasa bersyukur kepada
Allah Swt. yang telah memberikan hasil bumi yang melimpah kepada
masyarakat sekitar.120
f). Ujuban
Ujuban adalah pembacaan doa yang dilakukan oleh juru kunci, sebagai
bagian dari perayaan hasil-hasil bumi sebagai wujud shodakoh dalam
rangkaian upacara penyambutan para murid setelah semedi.
g). Doa
118 Hasil Transkrip Observasi nomor: 02/O/10-X/2018. 119 Hasil Transkrip Wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 120 Hasil Transkrip Observasi nomor: 02/O/10-X/2018.
89
Memohon kepada Allah Swt. untuk kelancaran upacara adat Tetaken.
Rasa syukur atas kelimpahan rejeki yang diberikan kepada Desa
Mantren dan untuk itu masyarakat sekitar menjaga kelestarian
lingkungan. Dan juga meminta keselamatan agar seluruh masyarakat
Desa Mantren dan yang mengikuti proses pelaksanaan tradisi upacara
adat Tetaken Gunung Lima. Do’a yang dipanjatkan hanya kepada Allah
Swt. bukan diarahkan ke batu yang ada di gunung, walaupun
pelaksanaannya di pelataran Gunung Lima.121
h). Legen
Legen adalah air nira kelapa, dalam upacara ini legen disajikan untuk
para tamu dan undangan oleh masyarakat sekitar sebagai tanda
penghormatan kepada para undangan. Karena di sekitar Gunung Lima
terdapat banyak pohon kelapa.122
3). Tahap Penutupan
Setelah prosesi inti dari upacara adat Tetaken, acara selanjutnya
adalah hiburan rakyat. Hiburan rakyat yang dipertunjukkan adalah tari-
tarian khas Gunung Lima yang dinamakan Langen bekso Gunung Lima
dan tarian Kethek Ogleng. Tari-tarian tersebut dibawakan oleh beberapa
Ledek atau penari perempuan dan diiringi oleh alat musik tradisional
Jawa, yaitu gamelan slendro yang dimainkan oleh pengrawit. Selain alat
musik tradisional, penyanyi khas lagu-lagu Jawa (gendhing Jowo) juga
turut dalam acara ini yaitu Sinden. Lagu yang dibawakan oleh para
121 Hasil Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 122 Hasil Transkrip Observasi nomor: 02/O/10-X/2018.
90
sinden yakni pepiling dimana dalam lagu tersebut mengingatkan bahwa
sudah memasuki waktu salat. Hiburan rakyat ini menandakan bahwa
upacara adat Tetaken selesai dilaksanakan.123
Proses pelaksanaan dapat dibagi menjadi tiga yakni yang pertama:
pelaksanaan awal dimana harus mempersiapkan hasil bumi dan juga
para peserta upacara yang akan berjalan menuju pelataran Gunung
Lima. Kedua: pelaksanaan inti dimana harus mengikuti runtutan yakni:
mandhap proses turunnya peserta pertapa, siraman merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk menyucikan para murid, pedhaharan merupakan
proses ujian untuk membuktikan kemampuannya, kirab merupakan
proses pembawaan sesaji yang di bawa ke tengah-tengah pelataran
Gunung Lima, srah-srahan dimana bapak kepala Desa beserta
perangkat desa Mantren menyerahkan sesaji dari hasil bumi masyarakat
desa Mantren, ujuban merupakan proses mengucapkan jenis-jenis sesaji
yang dibacakan oleh juru kunci, doa ini dibacakan oleh sesepuh desa
setempat setelah juru kunci selesai membacakan niat untuk sesajen yang
dipersembahkan sebagai simbolis acara ritual, dan yang terakhir legen
atau nira merupakan salah satu hasil bumi di Desa Mantren. Ketiga:
pelaksanaan penutup dimana itu puncak hiburan yang menandakan
proses pelaksanaan upacara telah selesai.
3. Nilai-nilai Religius Dalam Tradisi Upacara Adat Tetaken Gunung
Lima
123 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018.
91
Pelaksanaan tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima
diselenggarakan bentuk sedekah atas rasa syukur terhadapa Tuhan Yang
Maha Esa atas kelimpahan rejeki di Desa Mantren merupakan wujud
pelestarian budaya dari lereng Gunung Lima. Yang bermula dari yang babat
alas atau leluhur mereka yaitu Ki Tunggul Wulung.
Sesuai dengan pernyataan Bapak Bambang Hardiyanto selaku
pelaksana upacara adat Tetaken Gunung Lima adalah sebagai berikut:
Tujuan upacara adat Tetaken salah satunya mengembangkan dan
meningkatkan produk budaya lokal/kearifan lokal. Dan juga untuk
mensyukuri segala sesuatu yang telah di berikan oleh Allah SWT karena
dalam upacara adat Tetaken terdapat sedekah hasil bumi, pertanian,
peternakan.124
Seperti yang dipaparkan bapak Ismail selaku kepala Desa Mantren
yakni “Ya itu hidup di bawah Gunung Lima, Gunung Lima itu mbrekahi
sehingga harus tetap dilestarikan. Hasil ya dari Gunung Lima. Tetaken itu ya
bentuk rasa syukur karena Gusti Allah memberikan kelimpahan rejeki melalui
Gunung Lima, dan terimakasih kepada Ki Tunggul Wulung.125
Sementara Bapak Sunaryo selaku juru kunci Gunung Lima
mengutarakan pendapatnya “Tetaken itu bentuk rasa syukur kepada Gusti
Allah atas kelimpahan rejeki. Yang diberikan kepada masyarakat sekitar
Gunung Lima. Karena itu warga masyarakat terimakasih banyak kepada
Gusti Allah” .126
124 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 125 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 126 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
92
Tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima bertujuan untuk
mengenalkan tradisi yang ada di Desa Mantren kepada masyarakat luar
daerah dan juga atas karunia Allah SWT yang telah memberikan rezeki
masyarakat sekitar Gunung Lima dan untuk melestarikan budaya yang telah
diwariskan secara turun temurun. Di dalam pelaksanaan tradisi upacara adat
Tetaken Gunung Lima terselipkan manfaat yang dapat dirasakan oleh
pengunjung sekaligus masyarakat Desa Mantren seperti pemaparan Bapak
Suyanto, selaku pengunjung dalam pelaksanaan upacara adat berdasarkan
hasil wawancara “Manfaatnya bahwa desa mempunyai salah satu budaya
yang tidak dimiliki oleh desa lain dan masyarakat dapat menikmati suatu
budaya dan sekaligus sebagai hiburan karena dikemas dalam berbagai seni-
seni tradisional yang dimiliki oleh desa yang berupa julen”.127
Dengan berbagai hal-hal yang dapat dirasakan dan diperoleh dari
kegiatan dalam tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima, maka perlu terus
dilestarikan tradisi ini dan tetap menjadi aset milik Desa Mantren. Karena
menurut pengamatan yang dilakukan tradisi ini mempunyai tingkat antusias
yang tinggi dari para masyarakat untuk saling bergotong royong untuk
mempersiapkan segala sesuatu supaya pengunjung semakin meningkat dari
tahun ke tahun. Hal ini berdasarkan pemaparan Bapak Bambang
Hardiyanto, selaku pelaksana upacara adat Tetaken Gunung Lima
memaparkan pernyataan sebagai berikut:
Respon masyarakat dalam upacara adat Tetaken sangat tinggi, terbukti
sebelum pelaksanaan masyarakat desa Mantren bersatu padu
memberishkan lingkungan dan tempat yang akan digunakan untuk
127 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
93
Upacara Adat Tetaken. Pada hari pelaksanaan, masyarakat desa mantren
juga hadir untuk menyaksikan dan mengoreksi segala kekurangan yang
nanti menjadi aspirasi, kritik dan saran masyarakat. Dari hal diatas
menunjukkan bahwa tingkat kegotong royongan dan SDM masyarakat
sudah berkembang dan mampu untuk berfikit kritis.128
Dan juga respon dari masyarakat sendiri yang mengungkapkan:
Seperti hasi paparan bapak Suyanto, selaku masyarakat Desa
Mantren yakni “Sangat mendukung karena kalau dilihat secara makro
wujud persatuan semua warga sangat tinggi.”129
Adanya tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima, membuat
masyarakat Desa Mantren merasa senang karena dengan diadakannya
kegiatan tersebut, banyak orang yang akan berkunjung untuk
menyaksikan proses pelaksanaan tradisi upacara adat Tetaken Gunung
Lima. Sehingga dengan adanya upacara adat Tetaken ini dapat
mempersatukan warga masyarakat sekitar.
Selanjutnya berbicara mengenai adanya proses srah-srahan,
ujuban dan doa dalam pelaksanaan upacara adat Tetaken. Bahwasannya
sebagai manusia harus senantiasa bersyukur atas apa yang telah Allah
berikan kepada umatnya. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Ismail,
selaku kepala Desa Mantren yakni “Kepala Desa lan perangkat Desa lan
poro masyarakat Desa Mantren kumpul kanggo nyerahke hasil bumi seng
ono Desa mantren ugo wujud syukur marang Gusti Allah sing uwes
nglimpahake penghasilan masyarakat sekitar Gunung Lima.”130
128 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 129 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 130 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
94
Sraha-srahan ini menandakan pemberian hasil bumi atas rasa
syukur telah selesainya murid yang bertapa di Gunung Lima. Selain srah-
srahan juga terdapat ujuban dimana pembacaan doa yang dipimpin oleh
Juru Kunci, sebagian penyerahan hasil bumi sebagai sedekah tanpa
memandang apakah dia mampu atau tidak karena akhir dari tradisi ini
adalah makan bersama hasil bumi masyarakat Desa Mantren. Hal ini
berdasarkan pemaparan Bapak Ismail selaku Kepala Desa Mantren
sebagai berikut:
Ujuban iku pembacaan doa seng dipimpin juru kunci, sebagai simbol
nyerahake hasil bumi masyarakat“ sak derengipun nyuwun
pangapunten kulo aminangkani angaturaken punopo ingkang dados
hajat atau keniatanipun poro wargo Desa Mantren mriki. Nyuwun sewu
dumateng poro pinisepuh lan sesepuh dalah poro rawuh sami ingkang
satuhu kulo bekteni, awit punoponipun panjenenganipun Bopo Lurah
ngawontenaken sekul tumpeng ageng sekul ambeng ageng balak tulak,
soho ayam panggang sang panyuwunipun anyenyuwun dumateng Gusti
Ingkang Maha Agung, Gusti Ingkang Maha Mirah, inggih puniako
Allah Swt. Bilih ing wekdal dinten punika desa Mantren ngawontenaken
adat Tetaken kanthi alalentara sesajen kolo wau mugi-mugi Gusti Allah
Swt dumateng poro pinisepuh dalah poro rawuh sami kulo suwun
pangestunupun nggih...... awit punopo angedalaken memule ingkang
dipun syukur pikule Kyai Tunggul Wulung ingkang kawulo mudo taruno
sageto nglestarekno budoyo sageto lestari widodo saget kondang kaloko
sak indenge bawono mugi-mugi Gusti Allah Swt paring kabul dumateng
poro panisepuh dalah poro rawuh sami kakung sumawono putri kulo
angaturi andongaaken paring pinuju nggih........ Awit punopo
ngawontenaken sesaji tumpeng songo memule memetri ugo sakego
rampenipun wontenipun semoyo ontenipun woh-wohan, wontenipun
semoyo, wontenipun polo gumandul mboten sanes anjangkepi sesajen
wonten pengetan Tetaken ing Gunung Lima mugi-mugio dadoso sarono
Deso Mantren sageto nglestarekno Budoyo Agung puniko ngantos
kondang kaloko sandenge bawono mugo-mugp poro pinisepuh dalah
poro rawuh dipun ssuwun pandongonipun dumateng ingkang pinuju
nggih..... Bab punopo angedalaken jenang abang, jenang tulak, jenang
sengkolo, sakugo rampenipun mboten sanes nyengkalani poro wargo
anggepanipun ngolah Tetaken, anggepanipun deres sageto lestari,
widodo pinuju wiwit dinten puniko ngantos sak lami-laminipun, Mugi
Gusti Allah paring terkabul. Awit punopo angadelaken sesajen rupi-
rupi sesajen amengeti Tetaken ing tahun ngkang manggen wonten
dinten Seloso Legi, 13 Januari mugio paring barokah, wilujeng sak
laminipun kulo suwun pando’aaken paring pinuju nggih yang artinya “
95
sebelumnya mohon maaf saya selaku wakil bapak kepada desa yang
punya hajat beserta warga Desa Mantren. Mohon maaf kepada para
sesepuh dan penonton semua yang saya hormati, kenapa bapak kepala
desa mengeluarkan nasi tumpeng dan ayam panggang untuk memohon
kepada Tuhan yang Maha Besar, maha Pemurah yaitu Allah Swt. di hari
ini di Desa Mantren mengadakan upacara adat Tetaken dengan sesajen
itu tadi, semoga Allah Swt. mengabulkan apa yang sudah menjadi niat
para warga dan mohon doa restunya. Dengan mengeluarkan sesajen
yang untuk ucapan terimakasih Ki Tunggul Wulung yang sudah
membangun pertapan dan semoga mampu menjadi contoh bagi bagi
generasi muda dan melestarikan budaya semoga tetap lestari dan
terkenal diseluruh dunia. Semoga Allah Swt. mengabulkan. Keada
sesepuh dan penonton baik laki-laki maupun perempuan saya meminta
untuk berdo’a kepada yang Maha Kuasa. Dengan mengeluarkan sesaji
tumpeng sembilan dan lain-lainnya berupa buah-buahan dan lain-lain
untuk melengkapi sesaji ini. Semoga menjadi sarana desa Mantren
untuk melestarikan budaya yang besar ini dan semoga para sesepuh dan
para tamu ikut mendo’akan kepada yang maha Kuasa. Dengan
mengeluarkan kue merah, kue tolak balak dan lain-lainnya tidak lain
untuk menolak gangguan para warga untuk melestarikan Tetaken dan
saat mengambil air nira kelapa dapat terus berlangsung hari ini untuk
memperingati Tetaken di tahun ini yang jatuh pada tanggal 13 Januari
semoga berkah selama-lamanya saya mohon doa kepada Allah Swt.
demikian dari saya”.131
Melihat cuplikan wawancara diatas, ritual keagamaan seperti
tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima yang ada di dalam masyarakat
Desa Mantren semua didasari ajaran agama Islam. Ritual keagamaan
pasti dan akan dilakukan oleh masyarakat karena mereka beranggapan
ritual agama tesebut merupakan bentuk rasa syukur dan doa yang
dipanjatkan kepada Allah Swt. atas semua yang terjadi pada kehidupan
masyarakat Desa Mantren.
Dari hasil pengamatan lapangan dan penjelasan di atas dapat kita
lihat bahwa nilai agama pada masyarakat Desa Mantren dan khususnya
pada upacara adat Tetaken semua didasari atas kepercayaan bahwa
131 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
96
sesuatu itu benar dan suci, yaitu mengenai keberadaan sumber daya alam
yang melimpah mereka hidup dibawah lereng Gunung Lima dan segala
yang bersangkutan mengenai sejarah leluhur Kyai Tunggul Wulung yang
membangun Desa Mantren.
BAB V
ANALISIS DATA
A. Analisis Latar Belakang Tradisi Upacara Adat Tetaken Gunung Lima di
Desa Mantren
Pada dasarnya upacara merupakan permohonan dalam pemujaan atau
pengabdian yang ditunjukkan kepada kekuasaan leluhur yang menguasai
97
kehidupan manusia, sehingga keselamatan serta kesengsaraan manusia
tergantung pada pada kekuasaan itu. Upacara merupakan suatu adat atau
kebiasaan yang diadakan secara tepat menurut waktu dan tempat, pariwisata
atau keperluan tertentu. Sementara itu Koentjaraningrat memformulasikan
bahwa sistem upacara mengandung empat komponen, yaitu tempat upacara,
saat upacara, benda-benda dan alat-alat upacara, serta orang yang melakukan
dan memimpin upacara. Semua yang berperan dari upacara tersebut sifatnya
sakral sehingga tidak boleh dihadapi dengan sembarangan, karena dapat
menimbulkan bahaya. Demikian dengan orang yang berhadapan dengan hal-hal
yang keramat harus mengindahkan berbagi macam larangan.132
Berbagai upacara yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan
mengadakan kontak langsung dengan para leluhur, roh-roh, dewa-dewa dan
juga kepada Allah Swt. para penganut agama asli Indonesia percaya ada aturan
tetap, yang mengatasi segala kejadian di dunia yang dilakukan manusia. Salah
satunya tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima di Desa Mantren,
Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan.
Upacara adat Tetaken berawal dari cerita saat kerajaan Majapahit
mengalami kemunduran dan yang menjadi Raja Majapahit adalah Brawijaya V,
dimana Putra Brawijaya V menikah dengan seorang putri Cina dan menurut
kepercayaan masyarakat Jawa, bila orang Jawa menikah dengan orang Cina
maka orang Jawa tersebut akan kalah dalam segala hal. Brawijaya V menyadari
hal tersebut, beliau kemudian menyiapkan seseorang untuk berjaga-jaga bila
132 Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Jakarta: Dian Rakyat, 1981), 56.
98
hara-huru benar-benar terjadi. Seseorang yang dipersiapkan tersebut ialah Ki
Tunggul Wulung. Brawijaya V menyuruh Ki Tunggul Wulung untuk bersemedi
di Gunung Lima. Ki Tunggul Wulung berangkat ke Gunung Lima setelah
menerima arahan Brawijaya V, sesampai di Gunung Lima Ki Tunggul Wulung
bertemu dengan seseorang yang sakti.133
Disaat itulah Agama Islam masuk ke tanah Jawa lewat daerah pesisir
utara pulau Jawa, karena tidak ingin masuk Islam ketiga saudara Ki Tunggul
Wulung yaitu Ki Brayut, Ki Buwono Keling, dan Ki Tiyoso. Namun, mereka
berempat bukan saudara kandung melainkan saudara seperguruan. Ki Brayut,
Ki Buwana Keling, dan Ki Tiyoso melarikan diri ke daerah selatan sesuai
dengan petunjuk gurunya.134
Upacara adat Tetaken dilakukan masyarakat Desa Mantren untuk
mengenang Kyai Tunggul Wulang sebagai orang pertama membuka lahan di
Desa Mantren dan sekaligus menyebarkan agama Islam di wilayah Pacitan
dengan bentuk upacara menggunakan tokoh (pemeran) sebagai murid yang
bertapa di puncak Gunung. Upacara ini dilaksanakan setiap tahun dan juga
dalam bentuk rasa syukur kepada Allah Swt. yang telah memberikan hasil bumi
yang melimpah kepada masyarakat sekitar.
B. Analisis Proses Pelaksanaan Tradisi Upacara Adat Tetaken Gunung Lima
1. Waktu
Pada zaman dahulu peserta pertapa harus bertapa selama 40 hari
empat puluh malam. Namun dengan adanya kejadian seorang pertapan
133 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018. 134 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018.
99
meninggal, sejak tahun 2004 peserta diperbolehkan bertapa selama 2
sampai 3 hari. Setelah para murid menyelesaikan pertapaannya. Mereka
turun dari puncak gunung untuk kembali lagi ke tengah-tengah masyarakat
dengan di sambut oleh juru kunci dan masyarakat sekitar yang mengikuti
proses pelaksanaan upacara adat Tetaken.135
Tradisi Upacara adat Tetaken di Desa Mantren dilaksanakan secara
rutin setiap tahun sekali perayaan. Tepatnya pada bulan Muharram (Suro)
yaitu tanggal 15 Muharram. Upacara adat Tetaken ini dilaksanakan pada
bakda luhur sekitar jam 13.00 WIB. Pada saat pelaksaan upacara tersebut
para peserta paraga iring-iringan menggunakan pakaian adat Jawa
sedangkan para murid dan Juru Kuncu berpakaian putih dan bersorban.136
2. Perencanaan
Pertama, Pada zaman dulu murid yang dibutuhkan untuk bertapa ada
16 namun sejak tahun 2004 hanya membutuhkan 6 murid karena banyak
yang tidak minat mengikuti dan kebanyakan masih anak sekolah.137
Kedua, persiapakan yang dibutuhkan oleh para pertapa yakni: a) sebo
berarti menghadap, dalam hal ini yang dilakukan oleh seorang yang ingin
135 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 136 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018. 137 Lihat Transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018.
100
mendaftar sebagai murid untuk menuntut ilmu. Dan juru kunci memberikan
pengarahan kepada calon murid memberikan urutan dalam memberikan
ilmu kanoragan yakni harus semedi di puncak gunung dan juga harus
berpuasa. b) Cantrik yakni apabila sudah memenuhi pengarahan dari juru
kunci, dan sudah mendapatkan ilmu yang didapatkan melalui semedi harus
digunakan untuk kebaikan, maka sang murid ketika bersemedi tidak boleh
memiliki niatan yang jelek. Itu akan membahayakan dirinya sendiri. c)
semedi dilakukan di pertapan puncak Gunung Lima yaitu semacam goa.
Disekitar pertapan Gunung Lima banyak terdapat tanaman dan pepohonan
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. d) Thontongan adalah
alat komunikasi tradisional yang terbuat dari bambu yang dilubangi bagian
depan. Cara menyembunyikannya dengan cara memukul yang tidak
berongga. Ketika kentongan ini dibunyikan, maka pertanda upacara adat
Tetaken akan dimulai.138
3. Proses Pelaksanaan
a). Pelaksanaan Awal
Syarat yang harus dipersiapkan yakni hasil bumi dan peserta upacara
yang berjalan menuju pelataran Gunung Lima yakni hasil bumi dan peserta.
Urutan barisan pengiring upacara adat Tetaken Gunung Lima sebagai
berikut:
138 Lihat Transkrip Dokumentasi nomor: 03/D/10-X/2018.
101
Barisan paling depan pembawa panji atau pusaka Tunggul Wulung
yaitu keris satu tombak dan Kontong Ontosukmo. Terdiri dari 4 orang peraga
yang menggunakan pakaian adat Jawa,Juru Kunci Gunung Lima yang
menggunakan baju putih dan sorban, Lurah dan istrinya memakai pakaian
adat Jawa, Barisan kaur atau perangkat desa dan ketua RT Desa Mantren,
Iring-iringan yang membawa sesajen untuk upacara, Barisan dhomas atau
grup tari, Pembawa legen yaitu air nira kelapa yang diikuti dengan pembawa
hasil bumi Desa Mantren dan Paraga Tayup.
Dimana pakaian yang digunakan pada proses pelaksanaan upacara
adat Tetaken yakni menggunakan pakaian adat Jawa. Karena budaya
moderen terus menggerus budaya tradisi, maka masyarakat Jawa mulai tidak
memperhatikan busana adat yang merupakan warisan leluhurnya, sehingga
masyarakat Jawa semakin lama semakin tidak mengenakan busana adat saat
acara resepsi pengantin, kenduri, atau jagongan. Busana adat Jawa hanya
sering digunakan oleh para pelaku upacara tradisi, seperti upacara adat
Tetaken.
Meskipun busana adat masih sering dikenakan dalam upacara tradisi,
namun sebagian besar masyarakat Jawa tidak lagi mengenal makna
filosofisnya. Hal ini menunjukkan bahwa orang Jawa sudah mulai
kehilangan Jawanya, di mana memahami busana adat hanya sebatas
permukaannya saja, bukan melihat makna filosofis yang tersirat di
dalamnya.139
139 Sri Wantala Achmad, Eika Jawa, 163-164.
102
Pada saat iring-iringan membawa sesaji untuk upacara. Masyarakat
Jawa yang masih setia dengan ajaran leluhurnya senantiasa melestarikan
adat atau tradisi. Melestarikan, artinya masyarakat Jawa tidak mengurangi
dan tidak menambahi adat yang semula dilakukan oleh leluhurnya.
Ketika serangkaian upacara berlangsung, terlihat pula serangkaian
sesaji (sesajen) yang disajikan di tengah-tengah pelaksanaan upacara.
Serangkaian sesaji tersebut terdiri dari tumpeng dan gudhangan yang diatur
sedemikian rupa, minuman, dan juga berbagai macam jenang. Pemahaman
di dalam lingkup masyarakat Jawa, bahwa sesaji bukan makanan setan,
namun sebagai ajaran filosofis yang disampaikan melalau simbol (lambang).
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa di dalam memberikan ajaran
filosofis pada generasinya tidak suka menggunakan kata-kata dengan
maksud yang jelas, melainkan simbol-simbol agar generasinya suka berpikir
dan mencari esensinya maknanya. Karena makna simbolis dari setiap macam
sesaji tidak dijelaskan oleh para leluhur atau orang tua kepada generasinya,
akibatnya generasi mengatakan bahwa sesaji sebagai makanan setan.140
b). Pelaksanaan Inti
Pertama, yakni mandhap dalam Bahasa Indonesia bearati turun,
prosesi ini adalah dimana turunnya orang-orang yang bertapa dari Gunung
Lima setelah semedi selesai selama 40 hari 40 malam. Mereka disambut oleh
Juru kunci, Kepala Desa seta masyarakat sekitar Gunung Lima.
140 Ibid, 133-135.
103
Kedua, siraman merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Juru Kunci
untuk meyucikan para murid yang telah selesai melakukan semedi agar
membersihkan jiwa dan raganya. Cara menyucikan di dalam acara ini yakni
sang Juru Kunci menyiramkan air yang sudah di sediakan disebuah kendi,
dimana di dalamnya sudah dicampur dengan bunga. Dan sudah diberi do’a.
Do’a tersebut rasa terimakasih juru kunci Kepada Allah Swt. karena sudah
memberikan selamatan murid-murid yang bertapa, sehingga dapat kembali
ke tengah-tengah masyarakat.
Ketiga, pendhaharan atau dapat disebut sebagai ujian bagi sang
murid dengan membuktikan kemampuannya setelah menempuh puasa
selama 40 hari 40 malam. Sang murid diberi air oleh Juru Kunci. Dan
selanjutnya murid siap untuk menggunakan ilmunya dengan baik.
Keempat, kirab merupakan proses pembawaan sesaji oleh
masyarakat ke tengah-tengah pelataran Gunung Lima. Yang membawa
sesaji biasanya para gadis dan kemudian sesaji tersebut di bawa ke Juru
Kunci. Dalam kirab ini yang perlu di bawa oleh peserta upacara yakni
tumpeng, ayam panggang, satu ekor ayam bumbu ingkung, berbagai macam
jenang atau kue sebagai tolak bala, yang dimaksud tolak bala disini yakni
dipercaya dapat mencegah mara bahaya.
Kelima, srah-srahan yakni Kepala Desa serta masyarakat
menyerahkan hasil bumi sebagai ungkapan rasa bersyukur kepada Allah
Swt. terhadap semua yang dilimpahkan kepada masyarakat Desa Mantren.
104
Syukur, yakni sikap penuh rasa terimakasih atas nikmat dan karu nia
yang dianugerahkan Allah Swt. Syukur dapat terjadi dengan lisan, perbuatan
dan dengan hati. Bersyukur dengan hati adalah keinginan untuk selalu
berbuat kebaikan, bersyukur dengan lisan adalah melahirkan rasa terima
kasih melalui ucapan melalui pujian. Dan bersyukur dengan perbuatan
adalah mempergunakan nikmat Allah menurut aturan Allah Swt.141
Rasa syukur kepada Allah Swt, terhadapat apa yang yang
dilimpahkan kepada masyarakat Desa Mantren khususnya dalam pemberian
kecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan diberikan kesuburan
tanah pertanian di Desa Mantren. Nikmat tersebut merupakan anugerah dari
Yang Maha Kuasa dikarenakan makanan merupakan modal yang utama
untuk kehidupan.
Keenam, ujuban adalah pembacaan doa yang dilakukan atau dipandu
oleh Juru Kunci sebagian dari penyerahan hasil bumi sebagai bentuk sedekah
dalam rangka upacara penyambutan para murid setelah melakukan semedi
selama 40 hari 40 malam. Hasil bumi yang di serahkan diantaranya: ayam,
kelapa, padi, empon-empon.
Ketujuh, yakni do’a ini dilakukan setelah makanan dibagikan kepada
para tamu dan para pengunjung. Do’a ini dilakukan bentuk memohon kepada
Allah Swt. untuk kelancaran pelaksanaan upacara adat Tetaken. Dan juga
atas kelimpahan rezeki yang diberikan kepada masyarakat sekitar Gunung
Lima.
141 Selviana Muktining Sukma, Tradisi Grebeg Maulid Nabi Muhammad SAW Dalam
Persepektif Pendidikan Islam (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2015), 154.
105
Kedelapan, legen atau nira merupakan hasil bumi yang sangat khas
di Desa mantren. Nira ini banyak dicari oleh orang-orang luar Pacitan. Legen
atau nira ini disajikan untuk para tamu undangan oleh masyarakat sekitar
sebagai tanda penghormatan.
c). Pelaksanaan Penutup
Setelah proses pelaksanaan inti dari upacara adat Tetaken, acara
selanjutnya adalah hiburan rakyat. Hiburan rakyat yang dipertunjukkan yakni
tari-tarian Gunung Lima yang dinamakan Langen Bekso Gunung Lima dan
kethek ogleng. Tarian tersebut merupakan ciri khas yang ada di Desa Mantren
dan masih terjaga hingga saat ini. Hiburan rakyat ini menandakan bahwa
proses pelaksanaan upacara adat Tetaken Gunung Lima selesai dilaksanakan.
C. Analisis Nilai-nilai Religius Dalam Tradisi Upacara Adat Tetaken Gunung
Lima
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu digunakan, dicita-citakan dan
dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Karena
itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai
kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai
agama).142
142 Elly M. Setiadi, et al, Ilmu Sosial & Budaya Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), 31.
106
Nilai sendiri tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia karena nilai
terbentuk dan dimiliki setelah malalui proses yang lama, yaitu sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungannya. Atas dasar itulah manusia bertingkah
laku dan berbuat yang diarahkan untuk mencapai tujuan hidup sesuai dengan
keyakinan yang ada pada dirinya. Nilai akan muncul apabila manusia ini
mengadakan hubungan siosial atau dengan kata lain bermusyawarah. Nilai ini
yang melingkupi dalam tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima di Desa
Mantren pada dasarnya tidak lepas dari nilai-nilai pendidikan Islam dengan
tujuan untuk bentuk rasa syukur atas selesainya murid-murid bertapa di
pertapan Gunung Lima dan juga menyedekahkan sesuatu apabila mendapat
rezeki yang berlimpah.
Dari hasil penelitian di lapangan muncul nilai religius yang berkaitan
dengan nilai ibadah, kepedulian sosial, rezeki, sedekah diantaranya sebagai
berikut:
1. Nilai Ibadah
Yang dilatar belakangi oleh perjalanan Sultan Agung ke Mekkah
yang kemudian kembali ke Jawa dengan membawa dua bendera yang
bertulisan “ Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak maka dirikanlah shalat lima waktu”. Satu di tancapkan Di mataram
dan yang satunya lagi di Pacitan di Desa Mantren tempatnya di Puncak
107
Gunung Lima.143 Maka dari itulah kita dianjurkan untuk melaksanakan salat
lima waktu.
Artinya:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (QS. Al-Ankabuut 29:45).144
Ayat di atas dapat dijelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan
membaca dan mempelajari dan juga melaksanakan ajaran-ajaran al-Qur’an,
maka Allah SWT memerintahkan pula agar kaum Muslimin mengerjakan
salat wajib, yaitu salat yang lima waktu. Salat itu hendaknya dikerjakan
dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya dan dikerjakan penuh dengan
kekhusyukan. Jika, salat itu dikerjakan sedemikian rupa, maka salat itu
dapat menghalangi dan mencegah orang yang mengerjakannya dari
perbuatan-perbuatan keji dan munkar.
Mengerjakan salat adalah sebagian perwujudan dari keyakinan yang
telah tertanam di dalam hati orang yang mengerjakannya dan menjadi bukti
bahwa ia telah merasakan bahwa dirinya sangat tergantung pada nikmat
Allah. Karena itu ia berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah-
143 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian. 144 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian.
108
perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya, sesuai dengan
do’anya kepada Allah dalam salatnya. Salat merupakan ibadat yang paling
utama dibandingkan dengan ibadat-ibadat yang lain.145
Jadi dapat disimpulkan bahwa kita sebagai umat Islam wajib
mendirikan shalat lima waktu untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang
mungkar dan keji. Karena salat juga sebagai bekal untuk menuju ke akhirat.
2. Kepedulian Sosial
Salah satu kepedulian sosial di dalam tradisi upacara adat Tetaken ini
yakni gotong royong, masyarakat sekitar Gunung Lima kerja bakti
membersihkan tempat yang akan di pergunakan untuk proses pelaksanaan
upacara, selain itu mempersiapkan peralatan-peralatan yang akan
digunakan dan gladi bersih satu hari sebelum prosesi upacara.146 Dalam
kehidupan sosial ini manusia hendaknya memegang nilai dari gotong
royong. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2.
...
Artinya:
“ Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah:2).147
145 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid VII Juz 19-20-21,
285. 146 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian. 147 Al-Qur’an, 5:2.
109
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah mewajibkan kepada orang-
orang mukmin tolong-menolong sesama mereka dalam berbuat kebaikan
dan bertakwa. Untuk kepentingan dan kebahagiaan mereka dilarang toling-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran serta memerintahkan
supaya tetap bertakwa kepada Allah agar dapat terhindar dari siksa-Nya
yang sangat berat.148
Gotong royong yang dilakukan masyarakat Desa Mantren
merupakan kegiatan yang sangat baik dan perlu dilaksanakan sebagai
kegiatan rutin. Gotong royong yang dilakukan merupakan contoh yang baik
bagi generasi muda Desa Mantren, dengan gotong royong suatu pekerjaan
akan cepat terselesaikan, karena dikerjakan bersama-sama. Dengan
kegiatan gotong royong, semua warga akan melakukan pekerjaannya
masing-masing sesuai tugas yang telah diberikan. Dengan kegiatan ini pula
masyarakat akan saling berinteraksi yang pada akhirnya menghilangkan
sikap keacuhan terhadap sesama dan lingkungan.
3. Rezeki
Hidup di sekitar Gunung Lima dapat memberikan berkah yang sangat
besar kepada masyarakat sekitar. Yang mana di Desa Mantren
mendapatkan hasil alam yang sangat baik karena Allah Swt telah
memberikan rezeki yang berlimpah kepada masyarakat sekitar melalui
148 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6, 385.
110
Gunung Lima.149 Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan rezeki
(penghasilan) sebagai penunjang kehidupannya. Untuk memperoleh rezeki
tersebut, manusia harus berusaha dengan bekerja sesuai kemampuan yang
dimiliki masing-masing, maka bekerja merupakan suatu kewajiban dan
merupakan sunnatullah (hukum yang berlaku di alam) yang harus
ditempuh oleh seluruh makhluk, khususnya bagi manusia. Ketika manusia
menghendaki menjadi orang berilmu, maka tidak bisa hanya dengan duduk
berpangku tangan tanpa mengikuti hukum sebab akibat yang berlaku di
alam dunia ini. Ketika manusia menginginkan makanan dan minuman
dengan tanpa berusaha, maka hal tersebut merupakan sesuatu yang
mustahil terjadi. Karena manusia harus menunjukkan tangan untuk
mengambil dan memakan makanan tersebut, sehingga terpenuhi apa yang
diinginkannya.150
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka wajib bagi manusia untuk
berusaha, bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam usaha
tersebut, manusia hanya berkewajiban untuk berusaha serta menyerahkan
hasil usaha tersebut kepada Allah yang telah menetapkan qadar, bagian
rezeki bagi makhluk-Nya. Dengan itu manusia akan bersyukur menerima
bagian rezeki yang Allah tetapkan baginya.
4. Shadaqah
149 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian. 150 Achmad Kurniawan Pasmadi, Konsep Rezeki Dalam Pandangan Para Pedagang Pasar ,
1-2.
111
Kegiatan shadaqah ini dilakukan Juru Kunci dengan bentuk rasa
syukur dalam rangka penyambutan para murid selesai semedi di puncak
Gunung Lima.151 Rasulullah Saw. menjelaskan di dalam haditsnya
mengenai shadaqah dalam arti yang sangat luas. Hadits yang telah
disebutkan sebelumnya merupakan sebuah jawaban yang diberikan oleh
Rasulullah Swt. kepada para sahabatnya yang tidak mampu secara
maksimal bershadaqah dengan harta. Berikut ini macam-macam shadaqah
yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw:
a. Membaca Tasbih, Tahlil dan Tahmid: Rasulullah Saw menjelaskan
setiap tasbih, tahlil dan tahmid adalah shadaqah. Oleh karena itu, para
sahabat diminta oleh Rasululullah Saw, untuk memperbanyak membaca
tasbih, tahlil dan tahmid atau dzikir lainnya sebagai bentuk lain dari
shadaqah. Sebab, perbuatan tersebut bernilai ibadah bagi Allah Swt.
b. Amar Ma’ruf Nahi Munkar juga merupakan shadaqah, sebab untuk
mewujudkan diperlukan tenaga, pikiran, waktu, dan perasaan. Dan,
semua itu terhitung dalam shadaqah.
c. Berlomba-lomba dalam Amalan Sehari-hari.152
151 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/W/10-2/2018 dalam lampiran laporan hasil
penelitian. 152 Muhammad Habibillah, Raih Berkah Harta Dengan Sedekah & Silaturahmi: Cara Hidup
Kaya Harta & Kaya Hati (Jakarta: Sabil, 2013), 39-44.
112
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
1. Latar belakang tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima yakni berawal
dari cerita yang berkembang di Desa Mantren cerita bermula ketika Kyai
113
Tunggul Wulung bersama Mbah Brayut mengembara yang diperkirakan
mereka berasal dari Majapahit. Mereka melakukan pengabdian dan
penyebaran agama Islam di Pacitan setelah bertapa di Gunung Lima. Dan
juga sebagai orang pertama babat alas di sekitar Gunung Lima.
2. Proses pelaksanaan tradisi upacara adat Tetaken Gunung Lima dibagi
menjadi dua yaitu a) proses awal dengan tahapan: sebo, cantrik, semedi dan
thontongan. b) proses pelaksanaan yakni: pelaksanaan awal: hasil bumi dan
peserta, pelaksanaan inti: mandhap, siraman, padhadaran, kirab, srah-
srahan, ujuban, doa, legen. Pelaksanaan Penutup: hiburan menandakan
berakhirnya acara.
3. Nilai-nilai religius dalam upacara adat Tetaken Gunung Lima, yaitu sedekah
bumi atas bentuk rasa syukur kepada Allah Swt. karena telah memberikan
rezeki yang melimpah kepada masyarakat sekitar Gunung Lima dan juga
hubungan kepada alam dalam bentuk melestarikan dan menjaga keadaan
alam, agar selalu terjaga. Sehingga penghasilan bumi semakin melimbah di
Desa Mantren.
B. Saran
1. Bagi pemerintah Kota Pacitan, perlu memperhatikan upacara adat sebagai
warisan budaya, sehingga dapat mengembangkan menjadi situs budaya dan
wisata budaya sehingga dapat mempromosikan Desa Mantren menjadi
114
wisata budaya yang dapat mengangkat perekonomian masyarakat Desa
Mantren.
2. Bagi masyarakat, penanaman nilai religius harus dipertahankan dan
diajarkan kepada generasi muda untuk ikut melestarikan warisan budaya
atau warisan leluhur.
3. Bagi Peneliti Berikutnya
Kepada peneliti berikutnya diharapkan agar lebih meneliti proses
pelaksanaan tradisi upacara Adat Tetaken ini tidak hanya untuk meneliti
nilai-nilai religius namun juga untuk lebih mengetahui nilai-nilai lain yang
terkandung dalam adat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. Sosiologi Skematik, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Abu Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997.
115
Ach. Nadif dan M.Fadlun. Tradisi Keislaman . Surabaya: Al-Miftah, 2010.
Achmad, Sri Wintala. Etika Jawa: Pedoman Luhur dan Prinsip Hidup Orang Jawa .
Yogyakarta: Araska, 2018.
Afifuddin. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung:CV. Pustaka Setia, 2009.
Ahmad, Haris Rahma. Nilai-nilai Kepedulian Sosial Dalam Tradisi Bersih Desa Di
Dusun Ngrawan Desa Dolopo Kecamatan Dolopo. Ponorogo: STAIN Ponorogo,
2015.
Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Dan Tafsirnya . Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Wakaf, 1990.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid X Juz 28-29-
30.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid VII Juz 19-20-
2.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid II Juz 4-5-6.
Endahwati, Sri. Upacara Adat Jolenan di Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo.
Jurnal Eduksi 5. Januari, 2018.
Habibillah, Muhammad. Raih Berkah Harta Dengan Sedekah & Silaturahmi: Cara
Hidup Kaya Harta & Kaya Hati. Jakarta: Sabil, 2013.
Hammam, Hasan. Dahsyatnya Terapi Sedekah. Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2007.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Khozin. Khazanah Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Koentjaranungrat. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI-PRESS, 2014.
M. Suhadi. Dahsyatnya Sedekah Tahajud Dhuha & Santuni Anak Yatim. Surakarta:
Ziyad Visi Media, 2012.
Mahmud. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003.
116
Nafis, Muhammad Muntahibun. Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta: Teras, 2011.
Pasmadi, Achmad Kurniawan. Konsep Rezeki Dalam Pandangan Para Pedagang
Pasar. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009).
Prahara, Erwin Yudi. Materi Pendidikan Agama Islam. Ponorogo: STAIN Po PRESS,
2009.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2015.
Ramon, Sumardi. Sosiologi dan Antropologi . Surabaya: Sinar Wijaya, 1985.
Rustanto, Bambang. Penelitian Kualitatif Pekerjaan Sosial . Bandung: PT. Remaja
Rosdakaya, 2015.
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Sarisno. Ilmu Pengetahuan dan Nilai. Jurnal Edukasi, 5. Januari, 2018.
Setiadi, Elly M, et al. Ilmu Sosial & Budaya Dasar . Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006.
Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Pers, 2012.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif, dan R&D
. Bandung: Alfabeta, 2015.
Sugiyono. Metode Penelitian uantitatif kualitatif dan R&D . Bandung:Alfabeta, 2007),
225.
Sukma, Selviana Muktining . Tradisi Grebeg Maulid Nabi Muhammad SAW Dalam
Persepektif Pendidikan Islam . Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2015.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013.
Suryono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Sutrisno dan Muhyidin Albarobis. Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Wintala, Sri. Filsafat Jawa: Menguak Filosofi, Ajaran, dan Laku Hidup Leluhur Jawa
. Yogyakarta: Araska, 2017.
117
Zuhairi. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.