menguak tradisi masyarakat desa bali aga di …

50
1 Bidang Unggulan: Budaya dan Pariwisata Kode/Nama Bidang Ilmu: 426/Teknik Arsitektur LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI JUDUL PENELITIAN: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI KABUPATEN BANGLI: Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur Tahun ke 1 dari Rencana 1 Tahun PENELITI: NI KETUT AGUSINTADEWI NIDN 0023087104 I WAYAN YUDA MANIK NIDN 0019048203 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER 2016

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

1

Bidang Unggulan: Budaya dan Pariwisata

Kode/Nama Bidang Ilmu: 426/Teknik Arsitektur

LAPORAN AKHIR

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

JUDUL PENELITIAN:

MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI KABUPATEN BANGLI:

Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur

Tahun ke 1 dari Rencana 1 Tahun

PENELITI:

NI KETUT AGUSINTADEWI

NIDN 0023087104

I WAYAN YUDA MANIK

NIDN 0019048203

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

OKTOBER 2016

Page 2: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Menguak Tradisi Masyarakat Desa Bali Aga di Kabupaten Bangli: Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur

Ketua Peneliti/Pelaksana

Nama Lengkap : Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D

NIDN : 0023087104

Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

Program Studi : Arsitektur

Nomor Hp : 0812 3602 8860

Alamat surel (e-mail) : [email protected]; [email protected]

Anggota Peneliti (1)

Nama Lengkap : I Wayan Yuda Manik

NIDN : 0019048203

Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

Penanggung Jawab : Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D

Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Biaya Tahun Berjalan : Rp. 25.000.000,00

Biaya Keseluruhan : Rp. 25.000.000,00

Bukit Jimbaran, 25 Oktober 2016

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknik, Ketua Peneliti,

Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT., Ph.D Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D

NIP. 196409171989031002 NIP. 197108231997022001

Mengetahui,

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, MEng.

NIP. 196408071992031002

Page 3: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

iii

R I N G K A S A N

Skim penelitian Hibah Unggulan Program Studi (HUPS) merupakan skim terbaru yang dirancang

berdasarkan program terkini Rektor Universitas Udayana. Kebudayaan telah menjadi “warna

keilmuan” dalam Pola Ilmiah Pokok (PIP) Universitas Udayana (Unud) sejak tahun 2009.

Berdasarkan Road Map PIP Unud yang dirilis oleh Badan Penjaminan Mutu Universitas (BPMU)

Udayana ini, setiap sub institusi dibawah institusi induk Unud diarahkan untuk mengacu ke tema

kebudayaan dalam melakukan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Unud telah menentukan prioritas unggulan dalam

mengumpulkan database menyangkut kekhasan desa-desa Bali Aga. Keunikan produk budaya

yang selama ini disandang Pulau Bali melalui bidang arsitektur tradisional Bali (ATB) merupakan

salah satu isu utama yang sangat penting untuk diangkat menjadi penelitian. Jurusan akan

menyusun database desa-desa tersebut, sehingga bermanfaat bagi pihak internal Unud maupun

eksternal. Penelitian ini akan berkontribusi bagi keberlanjutan program penyusunan database

tersebut.

Upaya melestarikan arsitektur tradisional hingga saat ini masih mengalami tantangan yang cukup

berat. Secara kasat mata, cara pandang penduduk Bali terhadap huniannya sudah tidak seperti

beberapa dekade sebelumnya. Hal ini semakin dipicu oleh masuknya pengaruh luar, baik

nasionalisasi hingga globalisasi, sehingga berakibat pada penghuni yang melakukan perubahan

terhadap unit hunian di desa tradisional di Pulau Bali.

Desa Sekardadi di Kabupaten Bangli merupakan Desa Bali Aga yang terletak di dataran tinggi dan

yang memiliki banyak keunikan. Berdasarkan data sejarah, desa ini merupakan turunan dari Desa

Bayung Gede yang memiliki kekhasan pada pola permukiman dan tata huniannya. Namun

sayangnya, desa ini tidak cukup banyak memiliki rekaman fisik situasi desa. Penelitian ini

memiliki fokus pada menemukenali produk arsitektur pada rumah tradisional di Desa Sekardadi.

Pendokumentasian meliputi aspek historis desa hingga aspek fisik bangunan yang ada, secara

menyeluruh. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat menjadi dokumentasi yang inklusif

secara lengkap dan menyeluruh dalam penyusunan database Desa-desa Bali Aga oleh Jurusan

Arsitektur, Fakultas Teknik, Unud.

Sesuai dengan road map pelaksanaan Hibah Penelitian Unggulan Program Studi yang

diselenggarakan oleh LPPM di kalangan komunitas akademik Unud, maka kami melakukan

penelitian dengan judul: “Menguak Tradisi Masyarakat Desa Bali Aga di Kabupaten Bangli: Desa

Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur”.

Page 4: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

iv

P R A K A T A

Laporan Akhir ini merupakan laporan kegiatan penelitian yang dilakukan pada Tahun Anggaran

2016, yang dibiayai oleh Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Udayana (LPPM

Unud) dengan Nomor Kontrak: Surat Perjanjian Penugasan dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian

Dana PNBP Tahun Anggaran 2016 Nomor 2447/UN 14.1.31/LT/2016.

Pada kesempatan ini, Tim Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Universitas Udayana yang

telah memotivasi civitas akademika untuk mengalokasikan waktu untuk pelaksanaan salah satu

bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu dibidang penelitian. Dunia perguruan tinggi

hendaklah dapat berperan aktif dalam upaya mengembangkan keilmuan dalam bentuk kegiatan-

kegiatan ilmiah: penelitian, diseminasi gagasan, dan pertemuan-pertemuan ilmiah.

Pelaksanaan kegiatan ini telah membuka peluang bagi kami untuk melaksanakan penelitian pada

desa-desa tradisional Bali Aga, terutama yang belum terdokumentasi secara baik. Sesuai dengan

road map pelaksanaan Hibah Penelitian Unggulan Program Studi yang diselenggarakan oleh

LPPM di kalangan komunitas akademik Unud, maka kami melakukan penelitian dengan judul:

“Menguak Tradisi Masyarakat Desa Bali Aga di Kabupaten Bangli: Desa Sekardadi dalam Jelajah

Arsitektur”. Penelitian ini memiliki fokus pada menemukenali produk arsitektur, meliputi aspek

historis desa hingga aspek fisik bangunan yang ada, secara menyeluruh. Dengan demikian, hasil

penelitian ini dapat menjadi dokumentasi yang inklusif secara lengkap dan menyeluruh dalam

penyusunan database Desa-desa Bali Aga oleh Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Unud.

Akhir kata, kami berharap peluang untuk selalu mengembangkan keilmuan dapat terus diwadahi.

Kegiatan semacam ini secara berkelanjutan bisa diselenggarakan dimasa-masa yang akan datang

pada kelompok permukiman tradisional yang berbeda dengan sudut pandang dan kegiatan yang

lebih bervariasi.

Terima kasih.

Tim Peneliti

Page 5: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

v

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................................................. ii

RINGKASAN ............................................................................................................................................................ iii

PRAKATA ............................................................................................................................................................... iv

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................................. v

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................................................... 2

1.3. Urgensi ............................................................................................................................................................ 3

1.4. Potensi Hasil/Luaran ................................................................................................................................. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 4

2.1. Permukiman sebagai Produk Kebudayaan ...................................................................................... 4

2.2. Penelusuran Jejak Fisik pada Permukiman ..................................................................................... 4

2.3. Hunian: Produk Budaya yang Fenomenal ........................................................................................ 5

2.4. Implikasi Teori Pembentukan Pola Permukiman terhadap Desain Penelitian ................. 6

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN . ................................................................................... 7

3.1 Tujuan Penelitian ....................................................................................................................................... 7

3.2 Manfaat Penelitian ...................................................................................................................................... 8

BAB IV. METODE PENELITIAN .................................................................................................................... 9

4.1 Lokasi Penelitan ......................................................................................................................................... 9

4.2 Jenis Penelitian .......................................................................................................................................... 9

4.3 Prosedur Penelitian ................................................................................................................................. 9

4.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................................................................... 9

4.5 Bagan Alir Penelitian ................................................................................................................................. 10

4.6 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ......................................................................................................... 10

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................................. 15

5.1 Sejarah Desa .................................................................................................................................................. 15

5.2 Letak Geografis dan Demografis Desa ................................................................................................ 15

5.3 Kehidupan Sosial dan Budaya ............................................................................................................... 16

5.4 Sistem Pemerintahan ............................................................................................................................... 16

5.5 Sistem Kemasyarakatan ........................................................................................................................... 17

5.6 Pola Spasial Permukiman ........................................................................................................................ 17

5.7 Fasilitas Penunjang Hunian ..................................................................................................................... 21

5.8 Pola Tata Letak Hunian ............................................................................................................................ 24

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................................. 30

6.1. Simpulan .................................................................................................................................................... 30

6.2. Saran ............................................................................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................................. 31

Page 6: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jurusan Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Udayana telah menetapkan bahwa prioritas

penelitian unggulan untuk tahun 2015 adalah melakukan upaya identifikasi secara menyeluruh

kondisi fisik maupun non fisik desa-desa Bali Aga. Penetapan prioritas ini dilakukan karena desa-

desa tersebut telah lama menyimpan rahasia berkenaan dengan lahirnya pakem Arsitektur

Tradisional Bali (ATB) beberapa dekade terakhir yang terkenal hingga ke mancanegara. Road

map penelitian Jurusan Arsitektur ditentukan sebagai upaya untuk merekam jejak sejarah

arsitektur desa maupun hunian tradisional dalam suatu sistem database yang dapat

dimutakhirkan secara kontinu sebagai landasan dalam berpijak menuju ATB yang berkelanjutan

dimasa mendatang. Tentunya, database ini akan dapat diakses oleh para stakeholder yang ingin

bekerja sama dengan Unud untuk menentukan arah keberlanjutan ATB di masa mendatang.

Beragam pihak di Bali memiliki kekhawatiran bahwa ATB akan punah sehingga harus

direncanakan suatu langkah pencegahan dimana penelitian ini akan turut berkontribusi untuk

mempertahankan ATB.

Bali memiliki tatanan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal permukiman. Tidak

hanya bentuk bangunannnya saja yang khas, tetapi demikian pula halnya dengan pola desanya.

Desa Sekardadi adalah salah satu Desa Bali Aga (pegunungan) yang ada di Bali. Desa ini memiliki

pola ruang makro yang khas seperti desa-desa yang ada di Bali. Peruntukan lahan di Desa

Sekardadi sebagian besar digunakan sebagai lahan perkebunan, yang merupakan perkebunan

rakyat dengan hasil utama cengkeh dan kopi. Pola permukiman makro Desa Sekardadi dilandasi

oleh konsep Tri Hita Karana dan Tri Mandala, tata ruang makro dibagi menjadi tiga zona. Zona

Mandala Utama terletak pada sisi Selatan Desa yang dibatasi oleh batas Banjar Dauh Pura, Zona

Madya Mandala berada di tengah-tengah Desa dengan batas sisi utara dan selatan merupakan

batas Banjar Dauh Pura. Sedangkan yang terakhir adalah Zona Nista Mandala yang berada pada

sisi utara Desa Sekardadi.

Berdasarkan data sejarah, bersama-sama beberapa desa lainnya, Desa Sekardadi merupakan

salah satu turunan dari Desa Bayung Gede yang memiliki kekhasan pada pola permukiman dan

tata huniannya. Desa Bayung Gede merupakan desa bersejarah yang telah berkembang menjadi

banyak desa lain dengan tetap mempertahankan sebagian besar budaya bermukimnya. Namun,

dalam kurun waktu delapan dekade (sejak 1930an, dimana untuk pertama kalinya desa ini

berhasil diidentifikasi oleh Margaret Mead, dkk), terakhir mengalami perubahan bentuk fisik

utamanya yang berkenaan dengan unit hunian. Fenomena perubahan yang dilakukan oleh

penghuni hingga tahun 2007 telah terbukti secara ilmiah didorong oleh adanya perubahan gaya

hidup dan cara pandang penghuni terhadap huniannya serta perubahan demografi (Manik,

2007:V).

Kekhasan yang dimiliki Desa Bayung Gede pada masa identifikasi Margaret Mead (tahun 1936)

adalah terdapat tiga massa bangunan di dalam satu unit hunian (kavling). Ketiga massa bangunan

tersebut secara serentak berulang kembali di setiap unit hunian. Massa bangunan tersebut adalah

(secara berurutan dari pintu masuk utama pekarangan): (1) Jineng/lumbung, tempat menyimpan

hasil pertanian/perkebunan; (2) Bale Pegaman, tempat tidur anak-anak dan menyimpan

perlengkapan upacara; (3) Paon/Dapur, yang berfungsi untuk menyiapkan logistik keluarga

sekaligus ruang tidur orang tua. Beberapa aspek fisik unit lingkungan juga memiliki kekhasan

dan keseragaman yang menunjukkan dimasa lalu, pihak otoritas desa telah menyiapkan

Page 7: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

2

semacam regulasi tradisional yang mengatur keteraturan di dalam desa ini. Di masa kini, banyak

dari sekian kesepakatan untuk teratur itu dapat kita temui bentukannya di lingkungan desa.

Penelitian ini merupakan penelitian awal yang dilakukan oleh Penulis dalam menjelajahi

arsitektur tradisional Bali Aga di wilayah Kabupaten Bangli. Kabupaten ini memiliki beberapa

desa tua yang belum terdokumentasi dengan baik. Tidak seperti Desa Bayung Gede yang telah

sering diteliti oleh banyak ahli dari berbagai disiplin ilmu, penelitian tentang Desa Sekardadi

masih sangat terbatas. Sejumlah penelitian pendahulu telah dilakukan, namun masih dalam

perspektif antropologi, arkeologi, dan planologi. Sangat sedikit sekali ditemukan penelitian dari

perspektif arsitektur. Kalaupun ada, belum menyeluruh dan mendetail ke seluruh kawasan desa

tradisional.

Adanya pengaruh globalisasi pada dua dekade terakhir ini telah menyebabkan informasi begitu

cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia, bahkan ke desa-desa yang terpelosok sekalipun. Hal

ini tak terelakkan. Pengaruhnya pun begitu cepat terasakan, terutama pada life style.

Perkembangan teknologi pun secara tanpa disadari telah banyak mempengaruhi perikehidupan

masyarakat pada berbagai lapisan, baik masyarakat tradisional maupun modern.

Penelitian ini memiliki fokus pada menemukenali produk arsitektur pada rumah tradisional di

Desa Sekardadi. Pendokumentasian meliputi aspek historis desa hingga aspek fisik bangunan

yang ada, secara menyeluruh. Dengan adanya kegiatan ini, generasi mendatang diharapkan tetap

dapat memiliki kesempatan untuk mengetahui arsitektur rumah tradisional dan permukiman

Bali Aga di Desa Sekardadi. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi dokumentasi yang

inklusif secara lengkap dan menyeluruh, sehingga memudahkan bagi peneliti-peneliti selanjutnya

untuk mengungkap lebih banyak lagi ‘rahasia-rahasia’ yang tersimpan dari kekhasan desa ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dokumentasi secara komprehensif mengenai Desa Sekardadi belum dapat ditemukan dalam

literatur. Mengenai sejarah desa sudah tentu kita harus berupaya menggali fakta-fakta sejarah

tentang desa yang dimaksud. Fakta-fakta tersebut dapat berupa peninggalan tertulis/lontar,

prasasti maupun ceritera dan saksi sejarah. Dalam memaparkan sejarah Desa Sekardadi, Peneliti

lebih berpijak pada ceritera tetua sebagai saksi sejarah dan selain peninggalan yang disesuaikan

serta dikeramatkan. Berdasarkan fakta-fakta sejarah tersebut barulah dapat dipaparkan sejarah

desanya.

Berdasarkan paparan pada latar belakang, rumusan masalah yang perlu diselesaikan melalui

kegiatan penelitian ini adalah:

1. Kegiatan menemukenali desa tua ini secara komprehensif dalam bentuk dokumentasi

produk-produk arsitektural ini merupakan kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan di

desa ini. Maka, bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh kalangan akademisi

Universitas Udayana untuk mensukseskan kegiatan ini? Mengingat bahwa kegiatan ini

merupakan kegiatan rintisan dan langkah awal terhadap upaya-upaya pengungkapan tradisi

dan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat tradisional Bali Aga di Desa Sekardadi pada masa

yang akan datang dalam rangka menjaga kelestarian budayanya.

2. Bagaimanakah data fisik dan nirfisik Desa Sekardadi yang perlu didata? Meliputi apa saja?

Variabel-variabel pendukung apa sajakah dalam proses pembentukan pola permukiman

Page 8: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

3

(housing pattern) yang memperlihatkan pola kegiatan serta proses mewujudkan wadah

aktifitas, baik secara fisik maupun nirfisik?

1.3 Urgensi

Asal-usul Desa Sekardadi belum dapat diketahui, masih dalam penyelidikan, tetapi yang nyata

Desa Sekardadi adalah masuk Desa Kuno (Bali Aga) karena nilai kesejarahannya. Desa ini

merupakan salah satu turunan dari Desa Bayung Gede yang hingga kini masih dijaga

kelestariannya sebagai warisan budaya nenek moyang. Desa ini berada di ketinggian sekitar 900

meter di atas permukaan laut (dpl) dan berhawa sejuk. Warga desa yang ada disini kebanyakan

menggantungkan hidupnya kepada alam, dalam arti menjadi petani yang mengelola lahan

pertanian kering disesuaikan dengan iklim yang ada. Mengenai asal-usul nama Buyung Gede,

belum ada sumber pasti yang bisa menjelaskan alasan penamaan itu secara pasti. Namun

demikian, menurut Reuter (2005), Bayung Gede merupakan desa kuno yang menjadi induk dari

sejumlah desa-desa kuno lainnya di Kabupaten Bangli, seperti Penglipuran, Sekardadi, Bonyoh

dan beberapa desa lainnya. Dari penjelasan tersebut, dapatlah diperkirakan bahwa Desa

Sekardadi memiliki sistem kepercayaan, tradisi, sistem sosial kemasyarakatan, dan pola

permukiman yang tidak jauh berbeda dengan yang ada di Desa Bayung Gede.

Jadi, data-data yang tersedia mengenai Desa Sekardadi belum cukup lengkap dan menyeluruh

karena belum ada data yang terkini dan mutakhir. Di sisi lain, pihak Jurusan Arsitektur, Fakultas

Teknik Unud, meng-arus-utama-kan penelitian di tahun 2015 untuk bidang permukiman Bali

Aga, dimana desa ini merupakan salah satu di antara desa-desa yang perlu didokumentasikan

secara lengkap. Oleh karena itu, kegiatan tahun 2016 ini merupakan kegiatan lanjutan dari road

map penelitian yang telah ditetapkan oleh pihak Jurusan Arsitektur pada tahun 2015. Jurusan

akan menyiapkan database mengenai desa-desa Bali Aga dan untuk ke depannya, akan menjadi

pusat data yang dapat menyediakan sumber-sumber pengetahuan/informasi berkenaan dengan

arsitektur permukiman Bali Aga bagi pihak-pihak yang memiliki ketertarikan/kepentingan.

Untuk itu, penelitian ini akan dapat berkontribusi dengan baik dalam penyusunan database

Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unud demi perkembangan arah ATB yang tepat di masa

mendatang.

1.4 Potensi Hasil/Luaran

Hasil/luaran penelitian ini akan menjadi input bagi penyusunan database desa-desa Bali Aga

milik Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Unud. Pihak internal Unud dapat mengakses data ini

dengan relatif lebih mudah. Tidak menutup kemungkinan bahwa data ini akan dibutuhkan juga

oleh pihak eksternal Unud dalam merumuskan kebijakan terkait dengan Desa Bali Aga

khususnya, dan ATB pada umumnya. Database ini diharapkan akan dapat memperkuat

pariwisata budaya dan budaya pariwisata di Pulau Bali.

Luaran penelitian akan berpeluang menjadi makalah dalam jurnal nasional terakreditasi

mengingat kontribusinya yang bersifat cukup fundamental bagi perkembangan pariwisata

budaya di Bali. Selain itu, luaran penelitian akan berkontribusi dalam diseminasi seminar

nasional yang akan diadakan oleh pihak Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Unud.

Page 9: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Permukiman sebagai Produk Kebudayaan

Rapoport (1969:72) berpendapat bahwa vernacular architecture adalah hunian atau permukiman

sebagai wujud hasil karya antar beragam generasi masyarakat dalam suatu konteks wilayah dan

batas teritori tertentu. Lingkungan permukiman tradisional merupakan suatu aturan kehidupan

tertentu yang memiliki bagian berupa susunan ruang dan tatanan kelompok hunian yang

dibentuk secara konvensional serta dilandasi oleh tata cara masyarakat yang menjadi suatu

tradisi. Adapula faktor lain, seperti: (1) Kondisi fisik lingkungan; (2) Pemanfaatan teknologi; (3)

Penerapan bahan bangunan; serta (4) Adat istiadat yang bernafaskan kegiatan religius. Keempat

hal tersebut turut mempengaruhi terbentuknya suatu lingkungan permukiman tradisional.

Permukiman sebagai bentuk fisik dari kebudayaan dapat diterjemahkan sebagai lingkungan yang

merupakan wadah dari aktifitas manusia. Unsur utama pembentuk lingkungan disebut sebagai

setting. Setting ini memperlihatkan pola kegiatan serta proses mewujudkan wadah aktifitas, baik

secara fisik maupun nirfisik (Rapoport, 1977:3).

Habraken (1978:37) secara detail menguraikan bahwa tatanan fisik permukiman merupakan

suatu kesatuan sistem yang terdiri atas: (1) Sistem spasial; (2) Sistem fisik; (3) Sistem style.

Sistem spasial berkaitan dengan organisasi ruang yang termasuk hubungan antar ruang,

orientasi, pola hubungan antar ruang, dsb. Sistem fisik berkenaan dengan penggunaan sistem

konstruksi serta bahan bangunan. Sistem style menyangkut bentuk., fasade, bentuk pintu, bentuk

jendela, serta unsur-unsur ragam hias di dalam (interior) atau di luar bangunan (eksterior).

Sedikit berbeda dengan Habraken serta mencoba menjabarkan secara lebih luas, Turgut

(2001:19) menyatakan bahwa komponen dari budaya permukiman menyangkut empat hal, yaitu:

(1) Setting budaya; (2) Settingperilaku; (3) Setting spasial; (4) Settingsosial ekonomi. Turgut

menyatakan bahwa keempat setting ini membentuk suatu housing pattern alias pola perumahan.

Keempat setting menurut Turgut dan jabaran yang spesifik oleh Habraken akan menjadi “pisau

bedah” yang tepat untuk menentukan variabel-variabel di Desa Sekardadi, kemudian dapat

mengidentifikasi eksisting kawasan yang ada pada saat ini.

2.2. Penelusuran Jejak Fisik pada Permukiman

Rapoport (1983:261-262) kembali menegaskan bahwa perubahan yang terjadi pada lingkungan

permukiman tidak berlangsung secara spontan dan menyeluruh. Karakteristik perubahan

lingkungan sangat dipengaruhi oleh perubahan dalam sistem sosial budaya dalam

masyarakatnya. Dalam lingkungan permukiman, ada yang merupakan bagian inti yang cenderung

dapat bertahan dalam proses perubahan. Unsur yang bersifat fisik, cenderung akan lebih mudah

berubah dalam periode waktu yang singkat apabila dibandingkan dengan unsur nirfisik, seperti

kebiasaan atau keyakinan yang cenderung lebih bertahan.

Alexander (1987:14) lebih jauh menyampaikan bahwa proses perubahan fisik dapat berlangsung

tanpa atau dengan perencanaan yang tidak tertutup kemungkinan memiliki penyimpangan di

dalam pelaksanaannya. Secara umum kemudian Alexander menjabarkan beberapa tingkatan

perubahan lingkungan permukiman sebagai berikut: (1) Terjadi perubahan sedikit demi sedikit

Page 10: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

5

dalam kurun waktu yang lama dan berkelanjutan (evolusi); (2) Tidak terduga kapan dimulai dan

berakhirnya proses tersebut tergantung pada latar belakang; (3) Perubahan secara komprehensif

dan berkelanjutan; (4) Perubahan sistem nilai dalam masyarakat.

Zeizel (1981:89-105) menguraikan bahwa kajian fenomena perubahan bentuk dan tata ruang

permukiman merupakan penelusuran hubungan antara manusia dan lingkungan, dalam hal ini

adalah posisi dimana lingkungan dimanfaatkan oleh manusia. Untuk dapat mengetahui bahwa

suatu lingkungan permukiman telah mengalami perubahan, Zeizel menggunakan pendekatan

penelusuran jejak fisik. Unsur-unsur yang diamati antara lain: (1) Penggunaan suatu produk; (2)

Adaptasi terhadap fungsi; (3) Pengungkapan pesan-pesan pribadi atau secara kolektif.

Penggunaan suatu produk akan menghasilkan produk sampingan dari suatu aktifitas sehingga

dapat teramati bagaimana interaksi manusia dengan lingkungannya di masa lalu. Adaptasi

terhadap fungsi dapat berarti penambahan atau pengurangan bentuk dan ruang. Pesan-pesan

pribadi atau kelompok diungkapkan menggunakan elemen fisik.

2.3. Hunian: Produk Budaya yang Fenomenal

Menurut Rapoport (1969:46), salah satu produk dari budaya yang merupakan fenomena adalah

hunian. Bentukan fisik dan tata organisasinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya yang

dimilikinya. Rapoport meyakini bahwa bentukan hunian sangat dipengaruhi oleh salah satunya

karena faktor-faktor sosial budaya yang dijalankan oleh masyarakat penghuninya. Faktor lainnya

seperti faktor lingkungan dan teknologi merupakan kondisi ketersediaan (given) atau

diupayakan dengan kemampuan masyarakat dalam periode awal proses berhuni. Berikut

merupakan faktor-faktor yang menyebabkan bentukan hunian (Rapoport, 1969:18): (1) Faktor

lingkungan alam; (2) Faktor teknologi; (3) Faktor sosial budaya.

Unit hunian tradisional merupakan suatu respon atas kebutuhan yang bersifat praktis oleh

penghuni setempat akan tempat berhuni untuk mengantisipasi kendala lingkungan dan iklim.

Faktor lingkungan alam, meliputi: iklim, temperatur, bentang alam, potensi fisik kawasan, dll.

Keberadaan keempat elemen tersebut akan mempengaruhi bentukan dan pola

hunian.Ketersediaan sumber daya alam dan kemampuan teknologi yang dikuasai penghuni pada

suatu masa akan berkaitan erat dengan cara atau proses dalam mewujudkan bangunan. Keadaan

ini secara serentak akan merefleksikan wujud budaya fisik hunian.

Faktor sosial budaya terdiri atas: aspek religi, struktur keluarga, dan sistem kekerabatan serta

struktur sosial masyarakat. Religi memiliki aspek simbolik dan kosmologi serta dapat

mempengaruhi, bentuk, geometri denah, pengaturan ruang, orientasi hunian, dan barangkali

dapat juga mempengaruhi keadaan di sekitar hunian.

Secara horizontal, hunian berkenaan dengan pemisahan wilayah yang berkaitan erat dengan

simbolisasi keyakinan. Secara vertikal, hal tersebut berkenaan dengan hierarki atas-bawah, serta

hunian sebagai pusat dunia. Struktur keluarga dan sistem kekerabatan bersinggungan dengan

kekeluargaan yang merupakan suatu kesatuan sosial yang paling inti. Struktur keluarga

berkenaan dengan hubungan anak-orang tua/keluarga inti (nuclear family) yang tercermin dalam

pola tata ruang yang dapat membentuk hierarki hubungan anggota keluarga serta pemisahan

teritori untuk memenuhi kebutuhan akan privasi. Sistem kekerabatan menjelaskan hubungan

peran individu dalam keluarga yang lebih besar (extended family). Pola dan cara berhubungan

akan membentuk suatu interaksi tertentu yang dapat dikenali pada bentukan pola-pola hunian.

Page 11: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

6

Struktur sosial berkenaan dengan cara mengatur antara anggota masyarakat. Struktur ini dapat

bergeser dengan adanya perubahan pendidikan dan ekonomi.

2.4. Implikasi Teori Pembentukan Pola Permukiman terhadap Desain Penelitian

Desa Sekardadi di Kabupaten Bangli merupakan salah satu desa tradisional Bali yang secara

geografis berada di daerah pegunungan. Aspek yang menarik dari desa ini adalah pada kualitas

lingkungan fisiknya serta keunikan budaya yang pada beberapa konteks masih bertahan hingga

sekarang, tetapi masih juga tercermin dalam kehidupan keseharian. Aturan-aturan adat yang

mengatur kehidupan masyarakat ditaati dan dilaksanakan sebagai kewajiban turun temurun.

Pola desa mengikuti panjang jalan, sehingga rumah penduduk berjajar secara linier mengikuti

jalan desa sebagai sumbu utama desa.

Teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya menjadi acuan dalam penelitian ini. Teori yang

diacu berakibat pada kelompok-kelompok data yang akan ditelusuri di Desa Sekardadi. Dari

semua teori terkait tersebut, maka gabungan teori dari Habraken(1978) dan Turqut (2001)

menjadi panduan dalam survei data. Kedua teori ini merupakan penjelasan lebih lanjut dari teori

Rapoport (1977) mengenai setting sebagai unsur utama pembentuk lingkungan. Setting ini

memperlihatkan pola kegiatan serta proses mewujudkan wadah aktifitas, baik secara fisik

maupun nirfisik (Rapoport, 1977). Tabel berikut merupakan modifikasi dari kedua teori tersebut

sebagai variabel pendukung pembentukan pola permukiman (housing pattern).

Tabel 2.1 Variabel penelitian

Faktor Pembentukan Pola Permukiman (housing pattern)

Variabel Penelitian

Habraken (1978)

2. Setting spasial (organisasi ruang yang termasuk hubungan antar ruang, orientasi, pola hubungan antar ruang, bentuk, fasade, bentuk pintu, bentuk jendela, serta unsur-unsur ragam hias di dalam (interior) atau di luar bangunan (eksterior), pola permukiman dan lay out unit hunian)

3. Setting perilaku (tradisi/kebiasaan, hubungan sosial dan kekerabatan dalam keluarga, dll.)

4. Setting budaya (sistem kepercayaan, sistem sosial kemasyarakatan, dll.)

Sistem Spasial (organisasi ruang yang termasuk hubungan antar ruang, orientasi, pola hubungan antar ruang, dll.)

Sistem Fisik (penggunaan sistem konstruksi serta bahan bangunan)

Sistem Style (bentuk., fasade, bentuk pintu, bentuk jendela, serta unsur-unsur ragam hias di dalam (interior) atau di luar bangunan (eksterior)

Turgut (2001)

Setting Spasial (organisasi ruang yang termasuk hubungan antar ruang, orientasi, pola hubungan antar ruang, bentuk, fasade, bentuk pintu, bentuk jendela, serta unsur-unsur ragam hias di dalam (interior) atau di luar bangunan (eksterior), penggunaan sistem konstruksi serta bahan bangunan, dll.)

Setting Perilaku(tradisi/kebiasaan, hubungan sosial dan kekerabatan dalam keluarga, dll.)

Setting Budaya(sistem kepercayaan, sistem sosial kemasyarakatan, dll.)

Setting Sosial Ekonomi (mata pencaharian,sumber pendapatan desa, tingkat penghasilan, dll.)

Sumber: dikembangkan dari Habraken (1978) dan Turgut (2001)

Page 12: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

7

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Sebagai salah satu turunan Desa Bayung Gede, Desa Sekardadi memiliki kekhasan pada pola

permukiman dan tata huniannya. Seperti Desa Bayung Gede juga, desa ini menjadi desa

bersejarah yang tetap mempertahankan sebagian besar budaya bermukimnya. Namun, dalam

kurun waktu beberapa dekade terakhir, desa ini mengalami perubahan bentuk fisik utamanya

yang berkenaan dengan unit hunian. Namun demikian, rekaman fisik dan nirfisik desa tetap

dilakukan karena desa ini tersebut telah lama menyimpan rahasia berkenaan dengan lahirnya

pakem Arsitektur Tradisional Bali (ATB) beberapa dekade terakhir yang terkenal hingga ke

mancanegara. Upaya untuk merekam jejak sejarah arsitektur desa maupun hunian tradisional

dalam suatu sistem database yang dapat dimutakhirkan secara kontinu dapat digunakan sebagai

landasan dalam berpijak menuju ATB yang berkelanjutan dimasa mendatang. Adanya

kekhawatiran bahwa ATB akan punah, sehingga harus direncanakan suatu langkah pencegahan

dimana penelitian ini akan turut berkontribusi untuk mempertahankan ATB.

Maka tujuan khusus dari kegiatan penelitian ini adalah agar peneliti memperoleh gambaran fisik

dan non fisik desa yang terkini. Komponen aspek fisik dan non fisik yang akan diidentifikasi

sebagai berikut.

1. Aspek historis permukiman.

2. Posisi geografis permukiman (beserta koordinat dan ketinggiannya diatas permukaan air

laut).

3. Kondisi fisik permukiman.

4. Kondisi demografi permukiman.

5. Kondisi sosial budaya serta tatanan kemasyarakatan.

6. Posisiunit hunian dalam tatanan keruangan permukiman secara keseluruhan.

7. Lay out (tata letak) unit hunian(berikut ukurannya) dan elemen-elemen fisik rumah tinggal.

8. Fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit huniandi permukiman (isu ini dapat berkembang

dan berkaitan dengan aspek hubungan sosial, kekerabatan, tatanan keluarga, tata nilai ritual,

kepercayaan, kosmologi, dll)

9. Aspek fisik bangunan: (a) Bentuk; (b) Tata ukuran; (c) Bahan; (d)Warna; (e) Tekstur; (f)

Struktur/konstruksi; (g) Ragam hias; (h) Dll, yang secara spesifik dipandang perlu untuk

diteliti pada unit hunian permukiman.

Sedangkan tujuan umum dari kegiatan pengabdian ini adalah:

1. Sebagai bentuk tanggapan dari pihak akademisi terhadap adanya kekhawatiran bahwa ATB

akan punah, sehingga pihak perguruan tinggi perlu merencanakan suatu langkah

pencegahan dimana penelitian ini akan turut berkontribusi untuk mempertahankan ATB.

2. Melaksanakan tanggung jawab penelitian sebagai salah satu bagian dari Tri Dharma

Perguruan Tinggi. Dunia pendidikan tinggi haruslah mengambil peran secara aktif dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan ikut melestarikan budaya setempat sebagai aset

bangsa yang kaya akan nilai-nilai luhur.

3. Secara jangka panjang, kegiatan penelitian ini diharapkan juga dapat memberi sumbangan

pemikiran secara konstruktif tentang upaya pelestarian desa-desa tua Bali Aga dengan

memperhatikan potensi, kondisi, dan aspek kultur masyarakat Desa Sekardadi.

Page 13: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

8

3.2 Manfaat Kegiatan

Manfaat dari pelaksanaan kegiatan penelitian di Desa Sekardadi ini adalah:

1. Manfaat bagi kegiatan penelitian dalam upaya merekam jejak arsitektur dan hunian

tradisional di Desa Sekardadi adalah:

Penelitian ini memiliki fokus pada menemukenali produk arsitektur pada rumah

tradisional di Desa Sekardadi. Pendokumentasian meliputi aspek historis desa hingga

aspek fisik bangunan yang ada, secara menyeluruh. Hasil penelitian ini dapat menjadi

dokumentasi yang inklusif secara lengkap dan menyeluruh, sehingga memudahkan bagi

peneliti-peneliti selanjutnya untuk mengungkap lebih banyak lagi ‘rahasia-rahasia’ yang

tersimpan dari kekhasan desa ini.

Dengan adanya kegiatan ini, generasi mendatang diharapkan tetap dapat memiliki

kesempatan untuk mengetahui arsitektur rumah tradisional dan permukiman Bali Aga

di Desa Sekardadi.

2. Manfaat bagi Tim Peneliti JTA Unud adalah:

Mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan salah satu bagian dari Tri Dharma

Perguruan Tinggi. Bahwasanya seorang akademisi tidak hanya melulu melakukan

kegiatan pendidikan dan pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat, tetapi juga

diarahkan untuk melibatkan diri secara aktif pada kegiatan-kegiatan pengembangan

keilmuan dan pelestarian budaya.

Dapat menyebarluaskan ilmu yang dipelajari di perguruan tinggi, sehingga ilmu

tersebut menjadi lebih berdaya guna bagi masyarakat, terutama dalam menjaga

kelestarian arsitektur tradisional sebagai aset budaya bangsa.

Memberi peluang terhadap penciptaan sejumlah dialog yang komunikatif antara

kalangan akademis dengan pihak masyarakat mengenai penemukenali produk

arsitektur pada rumah tradisional di desa-desa Bali Aga.

Dapat memperpendek kesenjangan antara dunia pendidikan di perguruan tinggi

dengan masyarakat umum. Selama ini disinyalir perguruan tinggi hanyalah sebagai

menara gading keilmuan yang kurang tanggap terhadap isu-isu yang berkembang dalam

masyarakat. Pengumpulan database menyangkut kekhasan desa-desa Bali Aga dan

keunikan produk budaya yang selama ini disandang Pulau Bali melalui bidang

arsitektur tradisional Bali (ATB) merupakan salah satu isu utama yang sangat penting

untuk diangkat menjadi penelitian. Database desa-desa tersebut sangat bermanfaat bagi

pihak internal Unud maupun eksternal dalam upaya melestarikan arsitektur tradisional.

Page 14: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

9

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Desa Sekardadi terletak di wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Gambaran lokasi

penelitian seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Lokasi Desa Sekardadi

Page 15: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

10

4.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif secara kualitatif yang memaparkan data lapangan

secara menyeluruh atas kelompok data yang bersesuaian. Penelusuran pustaka akan

memperkuat hasil wawancara maupun observasi lapangan. Penelitian bertujuan untuk

mengidentifikasi kondisi terkini lingkungan desa (berikut unit huniannya), serta sistem

kepercayaan dan sosial kemasyarakatannya.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggabungkan pendapat Habraken (1978) dan Turgut

(2001) mengenai budaya permukiman, sehingga dapat ditentukan variabel-variabel penelitian

yang menjadi panduan dalam penelusuran data selama di lapangan. Variabel-variabel yang akan

digunakan untuk melakukan identifikasi adalah: (1) Setting spasial; (2) Setting perilaku; (3)

Setting budaya; yang kesemuanya membentuk housing pattern atau pola perumahan suatu

permukiman. Variabel (1) merupakan aspek fisik permukiman, sedangkan Variabel (2) dan (3)

merupakan aspek nirfisik desa.

4.3 Prosedur Penelitian

Secara umum, penelitian ini akan dilaksanakan dalam empat tahapan kerja, yaitu:

1. Kajian pustaka, yang terdiri atas review literatur, baik literatur mengenai kehidupan sosial

budaya masyarakat Desa Bali Aga, maupun dari penelitian-penelitian serupa yang terdahulu

mengenai unit hunian dan unit lingkungan di Desa Sekardadi.

2. Pengumpulan data primer yang berhubungan langsung dengan fokus penelitian, mencakup

aspek fisik dan nirfisik

3. Pengolahan dan analisis data yang bertujuan untuk mendokumentasikan

4. Penarikan kesimpulan penelitian.

Pendokumentasian diketahui dengan metoda pengumpulan data primer melalui teknik

wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan (dilakukan pendataan, baik berupa tabel,

pemetaan, perekaman video, sketsa-sketsa, dan pemotretan). Wawancara dilakukan kepada

pihak-pihak yang relevan dengan penelitian ini, di antaranya tetua adat, kepala desa, dan

masyarakat tradisional Desa Sekardadi.

4.4 Metoda Pengumpulan Data

Perolehan data dan informasi yang diperlukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data

melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi lapangan dengan cara:

1. Observasi, yaitu memperoleh data fisik dengan pengamatan langsung ke kawasan Desa

Sekardadi dan kantor pemerintahan setempat untuk mendapatkan data primer maupun data

sekunder. Data fisik yang akan diidentifikasi antara lain:

Posisi geografis permukiman (beserta koordinat dan ketinggiannya diatas permukaan

air laut).

Kondisi fisik permukiman.

Kondisi demografi permukiman.

Kondisi sosial budaya serta tatanan kemasyarakatan.

Posisi unit hunian dalam tatanan keruangan permukiman secara keseluruhan.

Page 16: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

11

Lay out (tata letak) unit hunian (berikut ukurannya) dan elemen-elemen fisik rumah

tinggal.

Fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit hunian di permukiman (isu ini dapat

berkembang dan berkaitan dengan aspek hubungan sosial, kekerabatan, tatanan

keluarga, tata nilai ritual, kepercayaan, kosmologi, dll).

Aspek fisik bangunan: (a) Bentuk; (b) Tata ukuran; (c) Bahan; (d) Warna; (e) Tekstur;

(f) Struktur/konstruksi; (g) Ragam hias; (h) Dll, yang secara spesifik dipandang perlu

untuk diteliti pada unit hunian permukiman.

2. Survei untuk memperoleh data nirfisik tentang sejarah dan permukiman Desa Sekardadi:

Melakukan wawancara tidak terstruktur dengan beberapa masyarakat serta tokoh-

tokoh masyarakat. Tahapan ini bersifat eksploratif dan konfirmatif untuk dapat

menentukan materi wawancara (kuisioner) yang lebih terstruktur dan mendetail

terutama yang terkait dengan tata ruang di desa.

Melakukan pemetaan menyeluruh terhadap objek penelitian untuk mengetahui pola

permukiman desa secara menyeluruh.

Data-data nirfisik yang diidentifikasikan antara lain:

Aspek historis permukiman.

Kondisi sosial budaya serta tatanan kemasyarakatan.

Fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit hunian di permukiman (isu ini dapat

berkembang dan berkaitan dengan aspek hubungan sosial, kekerabatan, tatanan

keluarga, tata nilai ritual, kepercayaan, kosmologi, dll).

3. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara meninjau data-data pustaka yang terkait dengan

sejarah desa, penelitian sebelumnya yang relevan, dan perkembangan desa terkini, misalnya

data monografi desa.

4.5 Bagan Alir Penelitian

Penelitian ini mengikuti bagan alir seperti pada Gambar 4.2.

4.6 Pelaksanaan Kegiatan

Penelitian ini mulai dilaksanakan sejak bulan April 2016 dan akan berakhir pada bulan Oktober

2016. Tahap awal penelitian membutuhkan sejumlah literatur dan penelitian sebelumnya yang

relevan dengan aspek historis permukiman desa. Tahap kedua merupakan studi lapangan

melalui pengamatan langsung dan survei data. Pada tahap terakhir merupakan tahap analisis,

dari kompilasi dan tabulasi data hingga pengelompokannya berdasarkan kebutuhan data. Dengan

demikian, teknik ini akan memudahkan dalam membuat deskripsi dalam laporan akhir.

Langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

1. Penelusuran data pustaka terkait sebagai gambaran awal sebelum memulai survei

pendahuluan. Kegiatan ini juga meliputi penelusuran data terkait di internet untuk

memperkaya informasi.

Page 17: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

12

Gambar 4.1 Bagan alir penelitian

TUJUAN

Pendokumentasian Desa Sekardadi sebagai Desa Bali Kuno (Bali Aga) di Kabupaten Bangli

SURVEI

LAPANGAN

ANALISIS DATA

LUARAN PENELITIAN

Dokumentasi permukiman Desa Sekardadi mengenai:

Aspek historis desa;

Aspek geografis dan demografis permukiman;

Sistem kepercayaan dan kekerabatan

Kondisi sosial budaya dan tatanan kemasyarakatannya

Aspek hunian (lay out dan fisik bangunan)

Pemetaan pola permukiman dan tata letak hunian (housing pattern)

PENELUSURAN

KEPUSTAKAAN

Review literatur mengenai:

Kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Bali Aga;

Permukiman dan unit hunian desa;

Unit lingkungan desa;

Monografi desa.

Data Nirfisik Desa

Setting budaya Sosial budaya serta tatanan

kemasyarakatan Sistem kepercayaan

Setting perilaku

Hubungan sosial, kekerabatan, tatanan keluarga, tata nilai ritual

Data Fisik Desa

Setting spasial

Lay out hunian dan fungsi ruang

Aspek fisik bangunan: bentuk, tata ukuran, bahan, warna, tekstur, struktur dan konstruksi, ragam hias, dll.

Pola permukiman

Wawancara

Pengamatan langsung

dan physical mapping

Page 18: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

13

2. Melakukan survei pendahuluan untuk mengetahui kondisi eksisting keseluruhan secara

garis besar. Sebelum memulai survei pendahuluan, permohonan ijin memasuki kawasan

diajukan kepada tetua adat atau kepala pemerintahan desa setempat.

3. Menentukan pengelompokan data berdasarkan kebutuhan, baik data fisik maupun data

nirfisik. 1) Data fisik meliputi kondisi fisik permukiman, posisi unit hunian dalam tatanan

keruangan permukiman secara keseluruhan, lay out (tata letak) unit hunian (berikut

ukurannya) dan elemen-elemen fisik rumah tinggal, fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit

hunian di permukiman (isu ini dapat berkembang dan berkaitan dengan aspek hubungan

sosial, kekerabatan, tatanan keluarga, tata nilai ritual, kepercayaan, kosmologi, dll), dan

aspek fisik bangunan: (a) Bentuk; (b) Tata ukuran; (c) Bahan; (d) Warna; (e) Tekstur; (f)

Struktur/konstruksi; (g) Ragam hias, dll, yang secara spesifik dipandang perlu untuk diteliti

pada unit hunian permukiman. 2) Data nirfisik meliputi aspek historis permukiman, kondisi

demografi permukiman, posisi geografis, sistem kepercayaan, dan sistem sosial

kemasyarakatan, dan aspek lain yang kemungkinan berkembang dan diperlukan dalam

pengumpulan data.

4. Survei lapangan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara kepada pemerintahan

desa setempat untuk mencari data yang relevan dengan posisi geografis, kondisi demografi,

aspek historis permukiman, dan sejumlah data lain yang relevan dengan penelitian.

Wawancara juga dilakukan kepada tetua adat untuk menelusuri aspek kesejarahan, sistem

sosial kemasyarakatan, dan aspek lain yang terkait.

5. Pengamatan langsung di lapangan terhadap kondisi fisik permukiman dan tata letak unit

hunian. Physical mapping dan pemetaan kawasan mulai dilakukan untuk mendapatkan

informasi mengenai pola permukiman Desa Sekardadi. Data juga diperoleh dengan

mendokumentasikan kondisi eksisting dengan kamera digital dan kamera video.

6. Penelusuran fungsi-fungsi ruang yang ada dalam unit hunian, baik dilakukan dengan

pengamatan langsung, wawancara terhadap pemilik rumah, maupun pendokumentasian

secara digital. Physical mapping juga dibutuhkan dengan membuat sketsa-sketsa lapangan,

sehingga memudahkan untuk penggambaran ulang dengan komputer. Pengamatan fisik

bangunan juga dilakukan dengan pendokumentasian secara digital dan sketsa-sketsa tangan.

7. Data lapangan yang diperoleh dikompilasi dan dikelompokkan berdasarkan kebutuhan, baik

data fisik dan nirfisik kawasan. Pengelompokan data juga dilakukan berdasarkan tingkat

kebutuhannya, apakah termasuk data utama atau data penunjang.

8. Analisis dilakukan dengan membuat deskripsi secara kualitatif setiap data yang telah

dikelompokkan tersebut. Sintesa dilakukan pada data-data yang memiliki keterkaitan.

9. Melakukan penyimpulan atas penelitian yang telah dilakukan.

Jadual Kegiatan Penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Page 19: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

14

Tabel 4.1 Jadual kegiatan penelitian

No. Tahap Kegiatan Tahun 1 Thn

2 Thn

3 Bulan Mei Jun Jul Agst Sept Okt

I. Tahap Persiapan

1. Survei pendahuluan

2. Penyusunan proposal

3. Pendekatan pada tokoh masyarakat dan kepala desa setempat

4. Penelusuran literatur dan data yang relevan dari internet

5. Pengajuan proposal untuk pendanaan kepada institusi

II. Tahap Survei Lapangan

1. Penyusunan program survei

2. Wawancara tak terstruktur (key person)

3. Pemetaan dan pengukuran

4. Penelusuran data fisik dan nirfisik desa

III. Tahap Analisis Data

1. Kompilasi dan tabulasi data

2. Analisis data dengan deskriptif kualitatif

3. Penggambaran peta kawasan dengan komputer dan sketsa tangan

IV. Tahap Penarikan Kesimpulan

1. Simpulan dan saran

2. Peluang penelitian di masa depan

V. Penyusunan Laporan

1. Proposal Penelitian

2. Laporan Kemajuan

3. LaporanAkhir

VI. Publikasi Ilmiah

1. Penulisan paper

2. Publikasi dalam seminar nasional

Keterangan: Rencana

Realisasi

Page 20: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

15

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sejarah Desa

Studi-studi antropologi terdahulu (Bateson, 1970; Geertz, 1959; Mead dkk, 1942) menunjukkan

bahwa Bali dan budayanya telah menjadi bahan permenungan bagi penelitian etnografi dunia.

Sebagaimana diungkap secara lugas oleh Reuter (2005:9-10) wilayah-wilayah ritual di daratan

tinggi Bali itu dipersatukan oleh orientasi bersama dari asal-usul yang sama. Pengistilahan secara

topografis penduduk Pegunungan Bali mengacu pada jarak fisik yang memisahkan penduduk

dataran tinggi dengan penduduk di sekitar pusat-pusat politik dan perkotaan yang terletak di

wilayah Bali Selatan. Istilah Bali Aga didefinisikan secara harfiah sebagai bangsa yang jauh dan

terpinggirkan. Sebagian para ahli menyebutknya sebagai Bali Muna atau Bali Kuna yang

bermakna orang Bali asli atau kuno. Dengan demikian pemaknaan istilah Bali Aga kemudian

direpresentasikan sebagai penduduk asli yang masih mempertahankan suatu tradisi budaya yang

berasal dari sebelum munculnya kebudayaan Bali sebagaimana didefinisikan oleh orang Bali

Selatan (Reuter, 2005). Kemudian Reuter juga menegaskan bahwa terminologi Bali Aga

dipertahankan karena pegunungan merupakan tempat tinggal para dewa-dewi yang suci dalam

kosmologi orang Bali, selain juga sebagai sumber air.

Sejarah Desa Sekardadi tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Desa Bayung Gede sebagai desa

induk dan 28 desa turunan lainnya di Kabupaten Bangli. Dari 28 desa turunan tersebut, tiga di

antaranya memiliki pertalian darah penghuni yang cukup erat, antara lain Desa Sekardadi,

Penglipuran, dan Tiga Kawan. Sejarah perkembangan 28 desa tersebut, khususnya yang terletak

di Kecamatan Kintamani, memiliki kegiatan-kegiatan adat yang hampir serupa dengan yang

dimiliki Desa Bayung Gede. Dalam beberapa kegiatan adatnya, Desa Bayung Gede mengundang

perwakilan dari ke-28 desa tersebut, demikian pula sebaliknya. Biasanya dalam kegiatan-

kegiatan tersebut mereka menampilkan atraksi kesenian/tari-tarian khas desanya. Tabel

dibawah menunjukkan 28 desa yang memiliki kemiripan fisik dan non fisik dengan desa Bayung

Gede.

5.2. Letak Geografis dan Potensi Desa

Desa Sekardadi terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, pada ketinggian berkisar

800-1700 meter dengan tingkat kemiringan tanah 20 derajat. Letak Desa Sekardadi di dataran

tinggi memiliki zona iklim yang tidak memungkin melakukan persawahan intensif. Karenanya,

secara historis, kepadatan penduduk desa ini tidak tinggi. Dari data Monografi Desa Tahun 2014,

tidak terdapat sama sekali lahan untuk persawahan irigasi sebagai ciri-ciri ekonomi agraris.

Kondisi iklim seperti ini lebih memungkinkan untuk bercocok tanam varietas padi kering yang

kematangannya lambat, jeruk, jagung, ubi jalar, pisang, dan sayur-sayuran. Jenis ternak yang

cocok dikembangkan adalah sapi, ayam, dan babi. Tahun-tahun terakhir, selain ekspor ternak,

juga mulai dikembangkan ekspor hasil-hasil pertanian, seperti kopi, sitrus, dan cengkeh telah

dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya.

Kemiskinan merupakan masalah yang sangat umum di desa-desa pegunungan. Terutama

disebabkan oleh kurangnya lahan pertanian produktif dengan pendapatan yang cukup

menjanjikan. Para generasi muda tidak cukup banyak memperoleh lahan pertanian, sehingga

mencari sumber-sumber pendapatan lain di tempat lain. Kesempatan ekonomi yang terbatas ini

tidak hanya karena faktor alam, tetapi juga karena keterbatasan akses menuju peluang-peluang

Page 21: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

16

sektor perekonomian modern. Pada industri pariwisata budaya, kaum Bali Aga diposisikan

secara kurang menguntungkan sebagai masyarakat kurang berbudaya dibandingkan dengan

masyarakat Bali Selatan (Picard, 1990). Desa Sekardadi juga tidak memiliki objek wisata yang

potensial dan bervariasi, seperti danau, gunung, hutan, air terjun, ataupun cagar budaya. Namun

tahun-tahun terakhir ini, mulai dikembangkan agrowisata sebagai upaya untuk meningkatkan

potensi ekonomi desa.

Jumlah kepala keluarga (KK) yang terdata di Desa Sekardadi pada tahun 2015 sebanyak 287 KK,

dimana jumlah antara laki-laki dan perempuan hampir berimbang, yaitu 488 orang laki-laki dan

463 perempuan, atau memiliki sex ratio 1:1. Sementara itu, dari data tingkat pendidikan, hampir

50% penduduk desa ini menamatkan sekolah hanya sampai tingkat pendidikan menengah

pertama (SMP). Dari data ini dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Sekardadi sebagian besar

sudah melek huruf dan angka, walaupun ada juga penduduk yang buta huruf, terutama para

lanjut usia yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal.

5.3. Kehidupan Sosial dan Budaya

Sebagai salah satu desa tua di Kabupaten Bangli, keberadaan Desa Sekardadi dapat terjaga hingga

kini dikarenakan dalam setiap kehidupan masyarakat selalu berpegang pada awig–awig desa.

Begitu juga halnya dengan pemanfaatan wilayah desa yang telah diatur dalam ketentuan desa

adat. Jika ada masyarakat yang melanggar maka akan mendapatkan sanksi, mulai dari

pamindanda (denda) hingga dikeluarkan dari keanggotaan krama desa adat. Hukum adat (awig–

awig) adalah aturan yang dibuat oleh warga (krama) desa adatyang dipakai pedoman dalam

pelaksanaan kegiatan sehari-hari masyarakat Desa Sekardadi, baik dalam pelaksaan tara ruang

desa maupun dalam pekarangan.

Terdapat empat bentuk persekutuan dasar yang terkait dengan secara fungsional struktural yang

terdapat dalam kehidupan personal masyarakat Desa Sekardadi, yaitu keluarga inti, dadia, banjar

dan pakraman desa atau warga. Keempat persekutuan tersebut sangat erat kaitanya dengan hak

dan kewajiban sebagai warga desa. Semakin terbukanya desa terhadap lingkungan luar

menyebabkan semakin tingginya minat terhadap pendidikan, terutama generasi mudanya. Arus

globalisasi juga telah masuk ke dalam desa ini, namun demikian Desa Sekardadi masih memiliki

banyak keunikan dan kearifan tradisional. Di antara keunikan unikan tersebut teletak pada

bahasa keseharian antar penduduk desa, sistem kepercayaan, ritual keagamaan, sistem

kemasyarakatan, dan pandangan hidup.

5.4. Sistem Pemerintahan

Secara umum, sistem pemerintahan desa yang dikenal oleh masyarakat Bali adalah sistem

pemerintahan desa dinas dan sistem pemerintahan desa adat. Keduanya memiliki perbedaan

secara substansial, struktur dan fungsi. Keterikatan masyarakat maupun respon yang diberikan

pada dua lembaga pemerintahan tersebut berbeda pula. Sistem pemerintahan adat di pimpin

oleh ulu apad yaitu sesepuh desa yang terdiri dari delapan orang yaitu, 1 pasang kebaan, 1 pasang

pasek, 1 pasang takin dan 1 pasang pamurakan.

Secara turun–temurun kehidupan masyarakat Desa Sekardadi tidak pernah terlepas dari adat.

Begitu juga sistem organisasi sosial yang ada selalu mengacu pada sistem adat dan awig–awig.

Hal ini lah yang mendasari sistem organisasi sosial yang kuat dan bertahan hingga kini. Jenis-

Page 22: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

17

jenis lembaga tradisional dalam masyarakat Bali adalah desa, banjar, subak, dan sekehe. Konsep

desa memiliki dua pengertian, yaitu desa adat dan desa dinas.

5.5. Sistem Kemasyarakatan

Sebagai desa yang masih tradisional dan selalu menjunjung tinggi awig–awig desa, kehidupan

masyarakat Desa Sekardadi selalu mengedepankan prinsip persatuan, kesatuan dan

kebersamaan. Hal ini dikarenakan setiap warga memiliki tanggung jawab untuk menjaga

kelestarian dan kesucian desa. Sebagai salah satu dari desa Bali Aga, desa ini memiliki budaya,

dialek bahasa, dan ritual yang berbeda dari desa-desa lain di Bali. Dalam sistem sosialnya, desa

ini menganut sistem ulunan atau prajuru. Sistem ulunan berarti mengedepankan kedudukan

dalam keluarga berdasarkan perkawinan. Begitu seseorang menikah, maka namanya dimasukkan

dalam karma adat. Selain krama desa adat tersebut terdapat pula warda desa yang disebut

dengan istilah pancer (panca datu), yaitu: 1) Warga pasek bertugas untuk tetap melestarikan

adat; 2) Juru gemblung yang bertugas untuk memegang gamelan sakral ketika ada upacara di

pura; 3) Juru gambuh bertugas sebagai penari tari-tarian sakral; 4) Juru lawan bertugas sebagai

penari saat upacara Galungan dan Kuningan; dan 5) Juru Sudamala bertugas untuk melaksanakan

upacara pembersihan pada saat terjadi kematian atau upacara ngaben.

5.6. Pola Spasial Permukiman

Konsep Hulu-Teben di Desa Bali Aga

Konsep Hulu-Teben merupakan arsitektur tradisional Bali karena memiliki latar belakang atau

dilatari oleh konsep keluhuran, artinya menghormati para leluhur dalam bentuk proses

penanaman mayat, kemudian pengabenan (ritual pembakaran jenazah) dan memukur atau

nyekah (ritual peningkatan status sang rohmenjadi roh suci/sang pitara) dan terakhir dengan

upacara ngelinggihang Dewa Hyang atau dewapitara atau meningkatkan sang pitara menjadi

leluhur dan ditempatkan di sanggah kemulan/tempat suci di karang umah/rumah tinggal

(Ardana, 1982:15).

Kepercayaan pada konsep Hulu-Teben (atas-bawah) yang ditampilkan dalam wujud meletakkan

arah kepala mayat ke arah bukit atau gunung, kepercayaan ini merupakan keyakinan masyarakat

Bali pada masa itu bahwa roh leluhur mereka berada di tempat ketinggian atau gunung. Konsep

ini (hulu-teben) sampai sekarang masih berlaku dalam setiap perencanaan lingkungan

perumahan/perkampungan/desa di Bali. Penataan desa-desa adat di Bali masih menerapkan

konsep Hulu-Teben ini. Parwata (2015:216) menegaskan bahwa apresiasi pada para leluhur saat

ini banyak ditemukan dalam bentuk Sanggah/Pemerajan atau tempat suci keluarga untuk setiap

rumah tinggal, kemudian berkembang ke Pura Genealogi seperti Pura Dadia, Pura Paibon serta

Merajan Alit, dan pada akhirnya menyebar ke Pura Kahyangan Tiga (tiga buah tempat suci

sebagai indikator religius keberadaan sebuah desa adat di Bali).

Pada tataran pola desa adat, Gelebet (1982:12) menyatakan bahwa desa adat di daerah Bali

pegunungan, menempatkan zona sakral dengan tata nilai utama pada arah gunung sebagai kaja

dan Hulu desa serta arah laut atau lawan dari gunung sebagai kelod/Teben bernilai rendah.

Dengan konsep ini, desa-desa pegunungan cenderung berpola linear dengan core desa sebagai

penghubung zona Hulu dan Teben Desa. Sementara itu, di desa dataran di samping berpedoman

pada konsep Hulu-Teben atau berdasarkan arah gunung-laut (kaja-kelod), juga menempatkan

zona Hulu pada arah matahari terbit sebagai kangin bernilai utama dan matahari tenggelam

Page 23: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

18

sebagai zona Tebe sebagai Kauh yang bernilai nista/rendah. Dengan kedua kiblat ini, Gelebet

(1982:13) menambahkan bahwa pola desa dataran umumnya berpola perempatan agung atau

nyatur desa berupa dua jalan desa utama menyilang desa Timur-Barat (kangin-kauh) dan Utara-

Selatan (kaja-kauh) membentuk persilangan. Titik persilangan merupakan pusat desa.

Prinsip-prinsip dalam penghormatan terhadap para leluhur di atas yang menjadi pedoman disain

dalam arsitektur tradisional Bali yang diwarisi hingga kini, dimulai dari arsitektur tradisional Bali

pegunungan yang lebih tua berupa Hulu/kaja (arah gunung/ketinggian bernilai utama)-

Teben/kelod (arah laut bernilai nista. Ini termasuk arsitektur Bali dataran dengan ditambahkan-

nya arah Hulu/kangin (arah matahari terbit bernilai utama)-Teben/kauh (arah matahari

tengelam bernilai nista).

Pura Kahyangan Tiga merupakan indikator religius atas keberadaan sebuah desa adat di Bali,

terdiri dari : (i) Pura Desa, terletak di Hulu desa, didedikasikan untuk Dewa Brahma manifestasi

Tuhan sebagai Pencipta Dunia. Sementara itu, Pardiman (1986:18) menambahkan bahwa Pura

Desa lebih dikenal dengan sebutan Pura Bale Agung: “Pura Bale Agung is the sacred meeting place,

the place where villager meet their ancestors during the village festival days”, sebuah tempat suci

dimana para warga desa melakukan pertemuan dengan para leluhurnya saat-saat upacara, (ii)

Pura Puseh ditempatkan di Hulu desa/kaja, didedikasikan untuk Sri Wisnu, Tuhan sendiri sebagai

Sang Pemelihara Dunia. Kom (1936:85) menambahkan bahwa Pura ini sebagai “temple of arigin,

temple for the lord of the ground and finnaly the villager will later also worship the deified

forefather or clan and villager founder”. Unsur Pura Kahyangan Tiga terakhir adalah Pura Dalem

(Pura ini didedikasikan untuk Dewa Siwa, manifestasi Tuhan sebagai Pelebut Dunia). Keberadaan

Pura Dalem selalu dilengkapi dengan satu setra desa adat. Semua upacara kematian berhubungan

dengan Setra/Sema dan Pura Dalem, seperti : (i) upacara Metanem adalah menguburkan jenazah,

(ii) upacara ngaben/pelebon adalah pembakaran jenazah, (iii) upacara ngeroras/ngasti/meligia

adalah upacara peningkatan status sang roh menjadi pitara/roh yang disucikan dan (iv) upacara

ngelinggihan dewahyang adalah menempatkan pitara di sanggah/ pemerajan menjadi leluhur.

Alasan Pura Dalem sebagai Srana/kedudukan sang pelebur dunia dan kematian adalah sebuah

peleburan kematian, maka Pura Dalem dan Setra ditempatkan pada satu lokasi di Teben

desa/kelod.

Perwujudan Konsep Hulu-Teben pada Pola Spasial Permukiman

Sebagai konsep tata nilai dalam pembentukan pola permukiman Bali Aga di pegunungan yang

sampai saat ini masih diaplikasikan secara turun-menurun dari generasi ke generasi, maka arah

gunung merupakan hulu atau kaja sebagai zona sakral dengan hierarki tertinggi (utama).

Sementara itu, arah laut merupakan teben atau kelod dengan nilai paling profan dan lebih rendah

(Rahayu, 2012; Pardiman, 1986; Gelebet, 1982). Dengan demikian, pada zona hulu dipergunakan

untuk menempatkan Pura Desa dan Pura Puseh, dua bagian dari Pura Kahyangan Tiga yang

merupakan penanda religiusitas dari keberadaan sebuah desa adat (Ngoerah Gde, 1981). Pada

sisi yang berlawanan, Kertiyasa (1984) menyatakan bahwa zona teben dimanfaatkan oleh desa

adat sebagai tempat untuk Pura Dalem atau satu bagian dari Pura Kahyangan Tiga, dan kuburan

desa adat (setra). Berdasarkan paparan tersebut, maka konsep hulu-teben merupakan

pengetahuan dasar di dalam dialog pembentukan pola Desa Sekardadi.

Sebagaimana umumnya desa-desa Bali Aga, Desa Sekardadi merupakan bagian dari jaman

kehidupan Bali Kuno. Pusat-pusat permukiman desa-desa tersebut terletak pada daerah

pedalaman atau pegunungan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk sebagai petani dan

Page 24: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

19

peternak yang memanfaatkan kesuburan pegunungan Gunung Batur. Dengan demikian, maka

Gunung Batur yang terletak di kaja (utara) menjadi orientasi desa. Konsep hulu-teben

membedakan ruang desa menjadi tiga zona: 1) zona hulu sebagai lokasi pura; 2) zona tengah

untuk kawasan perumahan; dan 3) teben merupakan zona kuburan desa adat.

Konsep pola desa hulu-teben memungkinkan pola linier (linear pattern) menjadi pola Desa

Sekardadi. Jalan utama desa yang membentang dari utara ke selatan merupakan pusat yang tidak

hanya berfungsi sebagai sirkulasi umum, tetapi juga berfungsi sebagai ruang terbuka yang

menghubungkan pintu masuk pekarangan setiap rumah. Posisi jalan lebih rendah dari unit

hunian yang mengapit jalan desa. Selain itu, pusat juga memiliki makna sebagai orientasi ruang

publik saat melaksanakan upacara adat (Manik, 2007). Pintu-pintu pekarangan dari setiap unit

hunian mengarah atau beriorientasi ke jalan utama desa. Pekarangan hanya berfungsi sebagai

tempat tinggal untuk mengadakan upacara dan berhubungan dengan keluarga. Untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, penduduk mengusahakan kebun/ladang (pategalan) di luar desa atau di

luar kawasan perumahan. Keterbatasan lahan dan keinginan untuk berinteraksi dengan jalan

utama menyebabkan terjadi pengembangan perumahan ke arah luanan/hulu, tetapi tetap

mempertahankan untuk tidak membangun di luanan Pura.

Dialog antara karateristik religius desa secara umum di Bali (ditandai oleh keberadaan Pura

Kahyangan Tiga + Setra/kuburan desa adat) dengan sistem spasial Desa Sekardadi, menunjukkan

bahwa desa ini telah mengadaptasi unsur-unsur Pura Kahyangan Tiga sebagai bentuk

implementasi sebuah desa adat. Pola spasial Desa Sekardadi dapat dilihat pada Gambar 1.

Pola spasial yang mengikuti jalan utama desa sebagai sumbu orientasi menyebabkan perumahan

penduduk berada di sepanjang jalan utama desa. Jalan utama desa merupakan sumbu utama desa

yang menjadi sumbu orientasi sesuai konsep hulu-teben. Permukiman tersebut dikelilingi oleh

kawasan perkebunan dan tegalan dan perkembangannya yang menyebar pada lokasi pertanian

yang berada pada luar desa. Kawasan perkebunan dan tegalan tersebut disebut dengan istilah

kubu. Kubu merupakan rumah tinggal di luar pusat permukiman di ladang, di perkebunan atau

tempat tempat kehidupan lainya. Lokasi kubu tersebar tanpa dipolakan sebagai suatu lingkungan

permukiman, menempati unit-unit perkebunan atau ladang-ladang yang berjauhan tanpa

penyediaan sarana utilitas. Pola ruang kubu sebagai rumah tempat tinggal serupa pola dengan

rumah/umah (Gelebet, et al. 1985:39).

Page 25: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

20

Gambar 5.1 Pola linier desa merupakan perwujudan dari konsep hulu-teben

(Sumber: Hasil survei, Agustus 2016, hak cipta ada pada Penulis)

TEBEN (Palemahan)

HULU (Parahyangan)

Permukiman Penduduk

(Pawongan)

Pura Dalem

Pura Puseh

Pura Bale Agung

Page 26: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

21

Gambar 5.2 Situasi Desa Adat Sekardadi, Kecamatan Kintamani, Bangli (searah jarum jam)

(1) dan (2) Jalan utama desa sebagai sumbu utama dari pola spasial pemukiman desa (3) Gerbang desa sebagai penanda kawasan (4) Deretan rumah di sepanjang jalan utama membentuk pola linier.

(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)

5.7. Fasilitas Penunjang Hunian

Fasilitas penunjang pelayanan lingkungan yang ada di Desa Sekardadi digunakan untuk

menunjang aktivitas desa yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial antar warga.

Kebutuhan akan peningkatan kualitas maupun kuantitas fasilitas ini terjadi akibat pertambahan

penduduk, perubahan pola hidup, peningkatan ekonomi dan perubahan status sosial.

a. Tempat Ibadah/Pura

Pura adalah bangunan suci yang berfungsi sebagi tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa/Ida

Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya sebagi Brahma, Wisnu, Siwa. Dalam tingkatan yang

lebih kecil, yaitu pura dadia juga berfungsi sebagai tempat pemujaan roh leluhur yang telah

disucikan. Segala bentuk upacara, pemeliharaan dan perbaikan pura yang bersifat umum

dikerjakan oleh masyarakat dalam krama arep, sedangkan untuk pura dadia dikerjakan oleh

masyarakat yang termasuk dalam pemilik/pengemong dadia masing-masing. Pelaksanaan

piodalan di masing-masing Pura jatuh pada hari yang tidak bersamaan sehingga sehingga ruang-

ruang publik yang tersedia cukup untuk menampung kegiatan tersebut. Untuk hari-hari tertentu

seperti: Purnama (bulan penuh), Tilem (bulan mati), Anggara Kasih di masing-masing pura ini

juga dilaksanakan pemujaan, seperti umumnya di daerah lainnya.

Pura Puseh terletak di sebelah utara desa hanya para daha-truna (pemudi-pemuda) dan laki-laki

yang diijinkan sembahyang disini, sementara bagi perempuan yang sudah mendapat upacara

khusus dan menyelesaikan upacara dalam rangkaian Hulu Apad baru diperbolehkan untuk

Page 27: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

22

mengadakan pemujaan disini. Selain Pura Puseh, juga terdapat Pura Bale Agung yang terletak di

seberang Pura Puseh dan masih dalam kawasan hulu/utara sebagai kawasan yang memiliki

hierarki paling sakral (parahyangan). Pada sisi teben/selatan desa, terdapat Pura Dalem sebagai

kawasan yang memiliki nilai paling rendah (nista) dan ditandai dengan keberadaan setra

(kuburan desa).

Gambar 5.3 Pura Puseh yang terletak pada hulu desa dengan hierarki tertinggi sebagai kawasan paling sakral (parahyangan)

(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)

b. Balai Pertemuan (Balai Banjar)

Balai pertemuan atau bale banjar merupakan sarana untuk mempertemukan warga dalam suatu

musyawarah/paruman untuk membicarakan permasalahan maupun kesepakatan yang terkait

dengan kepentingan desa baik masalah adat maupun non adat. Selain itu juga difungsikan sebagai

tempat menyelenggarakan hiburan, seperti pementasan drama tradisional Bali, pertunjukan tari-

tarian, dll.

Gambar 5.4 Balai pertemuan (balai banjar)

(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)

c. Kantor Kepala Desa

Desa Sekardadi terdiri atas satu pemerintahan administratif desa, yang melayani kebutuhan

administratif masyarakat dan bukan merupakan kepentingan adat. Kepala desa/perbekel yang

secara administratif membawahi pengurus desa/prajuru desa. Sebagai bentuk pengembangan

fungsi akhirnya juga dipakai sebagai tempat untuk menyelesaikan administrasi adat. Sebelum

Page 28: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

23

ada kantor kepala desa, penyelesaian kepentingan yang terkait dengan adat dilakukan di rumah

Jro Bayan selaku pimpinan tertinggi di tingkat adat.

Gambar 5.5 Kantor Kepala Desa Sekardadi

(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)

d. Sekolah

Desa Sekardadi hanya memiliki satu sekolah dasar (SD) dan satu taman kanak-kanak (TK) yang

terletak bersebelahan dengan kantor desa. Keberadaan SD dan TK ini sangat membantu para

anak-anak untuk memperoleh pendidikan pada tingkat awal. Kedua sekolah ini terletak di dalam

lingkungan permukiman dengan jalur pencapaian yang mudah, sehingga memudahkan anak-

anak di desa ini untuk memperoleh pendidikan. Untuk pendidikan tingkat menengah (SMP) dan

atas (SMA) belum tersedia, sehingga setelah tamat SD, mereka melanjutkan sekolah ke selatan

desa, di sekitar Kintamani dengan jarak yang cukup jauh dari desanya.

e. Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

Desa Sekardadi memiliki sebuah LPD yang berfungsi sebagai tempat bagi penduduk untuk

menyimpan atau menyimpan dana yang terletak di tengah-tengah pemukiman, Arus dana yang

terjadi di LPD cukup lancar, terutama dari hasil perkebunan jeruk.

f. Warung/Kios

Beberapa orang masyarakat (terutama yang berdekatan dengan jalan utama) memanfaatkan

areal pekarangannya untuk mendirikan warung/kios sebagai usaha untuk berjualan kebutuhan

masyarakat sehari-hari. Karena areal pekarangan lebih tinggi dari jalan raya, maka

pembangunan warung/kios berada pada area telajakan, sehingga tidak banyak mengurangi areal

pekarangan pemiliknya. Pada saat-saat tertentu, seperti pada saat odalan (upacara) di Pura Bale

Agung, terdapat pedagang tumbuh yang menggelar dagangannya di areal pura/jaba pura.

Warung-warung ini hanya didirikan selama upacara berlangsung (bersifat temporer). Setelah

upacara selesai, warung-warung tersebut dibongkara karena ditempat tersebut tidak diizinkan

untuk mendirikan warung atau bangunan baru yang permanen.

Page 29: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

24

Gambar 5.5 Warung yang dibangun di areal telajakan

(Sumber: Hasil observasi, Agustus 2016, hak cipta pada penulis)

g. Kuburan (Setra)

Kuburan ini diperuntukan bagi mereka yang meninggal secara wajar, tidak cacat fisik maupun

mental dan meninggalnya tidak bersamaan dengan pelaksanaan upacara/wali di pura yang ada di

desa. Kuburan ini terletak di sebelah selatan desa. Pengusungan mayat menggunakan bale

kecil/asagan yang diusung oleh empat orang. Mayat diletakkan di atas bale setelah mendapat

upacara mebersih, kemudian ditutup kain kafan/kasa dan di atasnya ditutupi kembali dengan

tikar. Posisi kepala mayat menghadap ke selatan (teben) berbeda dengan posisi tidur yang

menghadap ke utara/timur (hulu).

5.8. Pola Tata Letak Hunian

Pola rumah tinggal orang Bali dapat dibedakan berdasarkan letak atau posisi suatu daerah

dimana berada. Secara geografis, rumah tradisional Bali terletak di daerah pegunungan dan

daratan. Khususnya rumah-rumah tradisional Bali Aga lebih banyak terdapat di daerah

pegunungan atau berada di bagian Bali Utara dan Timur, Sementara itu, rumah-rumah tradisional

Bali Selatan cenderung berada di daerah dataran, dan hal ini juga terkait dengan pengaruh dinasti

Majapahit. Pola rumah tinggal desa-desa tradisional lebih dominan cenderung mengarah pada

pola linear meski ada beberapa desa yang memiliki pola menyebar seperti yang terdapat di

daerah dataran. Rumah seperti di Desa Tenganan, Kabupaten Karangasem, dan Desa Penglipuran,

Kabupaten Bangli, memiliki pola rumah yang memusat ke tengah atau compound dengan pola

natah, namun pola natah ini tidak terdapat pada rumah-rumah di desa-desa Bali Aga yang

terletak di pegunungan. Hal ini juga diungkap oleh Runa (2004) dalam penelitiannya tentang

spatial pattern dari desa-desa tradisional. Demikian juga Dwijendra (2009) menegaskan bahwa

pola rumah tinggal di desa-desa tradisional adalah pola linear dengan kekhususan pada tiang

yang berjumlah 12 yang disebut sakaroras atau tampul roras. Sementara orientasi rumah tidak

hanya berorientasi pada arah gunung-laut, namun juga tinggi rendah tanah, dan juga berorientasi

pada jalan utama.

Tipologi hunian menunjukkan bahwa pola asli dari hunian Desa Sekardadi mengikuti filosofi yang

hulu-teben. Daerah hulu menunjukkan daerah paling bersih/disucikan dan daerah teben adalah

daerah nista dan merupakan daerah publik. Hunian dibangun dengan menggunakan sikut atau

ukuran yang menyesuaikan dengan ukuran badan dari pemilik hunian. Atap pelana dengan

kemiringan yang tinggi bahannya dari bambu setempat, dinding dari anyaman bambu (gedeg),

tiang dari balok kayu atau bambu, dengan alat untuk menyambung konstruksi memakai tali yang

Page 30: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

25

dibuat dari bambu. Saat ini, hampir semua hunian di Desa Sekardadi telah mengalami perubahan,

baik perubahan penggunaan material, tampilan, dan juga penambahan jumlah massa bangunan

dalam satu pekarangan. Secara umum, perubahan pada bangunan lebih banyak terjadi pada

bentuk, mencakup transformasi pada sosok/proporsi, struktur dan bahan serta ornamen. Namun

secara umum, perubahan-perubahan tersebut tdak banyak mengubah atmosfer desa karena tidak

banyak penduduk desa ini yang merantau ke luar, sehingga para perantau tersebut tidak banyak

membawa budaya baru dari perantauannya.

Pola tata letak hunian di Desa Sekardadi lebih mengikuti pola desa induknya, yaitu Desa Bayung

Gede. Pola ini sangat berbeda dengan pola hunian di desa Bali dataran yang sangat kompleks

dengan ruang-ruangnya. Pola pekarangannya sangat sederhana dengan memakai konsep hulu-

teben pekarangan dibagi atas 3 bagian, yaitu :

Zone Hulu : untuk Sanggah/Tempat Suci

Zone Tengah : untuk bangunan Paon/Dapur dan Bale Pengaman

Zone Teben : untuk Lumbung/Gelebeg/Jineng dan Angkul-angkul

Fungsi dari masing-masing bangunan adalah sebagaai berikut:

1. Tempat Suci/Sanggah sebagai tempat memuja leluhur dan Ida Sang Hyang Widhi, dalam

sanggah terdapat dua bangunan/pelinggih pokok yang harus dimiliki masing-masing KK,

yaitu: Kemulan dan Bhatara Guru. Pelinggih ini memakai tiang penyangga (saka) berupa

carang dadap (sejenis tanaman tertentu) dan bagian atasnya terbuat dari bambu yang

dianyam, sering disebut sangggah turus lumbung.

2. Dapur/Paon, berfungsi sebagai tempat memasak, menyiapkan makanan, mempersiapkan

alat-alat upacara, tempat upacara pernikahan, tempat tidur orang tua. Selain itu, dapur juga

berfungsi sebagai bale kematian, segala bentuk prosesi upacara untuk mayat sebelum

dibawa ke kuburan dilakukan di dapur. Ruang tidur diletakkan dalam satu ruangan pada

bangunan ini dengan maksud supaya pada malam hari yang dingin, penghuni bisa

menyalakan api dari tungku untuk mengurangi rasa kedinginan. Anak yang telah mencapai

usia 3 tahun tidur terpisah dengan orang tua.

3. Bale Pegaman, berfungsi sebagai tempat tidur. Dan pada waktu tertentu difungsi sebagi

tempat upacara Ngarorasin, urutan upacara setelah upacara Mianin.

4. Jineng/Gelebeg/Lumbung, berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil bumi seperti padi.

5. Angkul-angkul berfungsi sebagai pintu masuk dan merupakan ruang peralihan dari jalan

menuju hunian.

Keberadaan Sanggah Kemulan dan Bhatara Guru menunjukkan adanya kedekatan dengan

leluhur. Ketika kedua orang tua sudah meninggal, maka kedua pelinggih ini dibongkar bersamaan

dengan upacara penguburan mayat dan selanjutnya digantikan dengan sanggah baru sampai

akhirnya para orang tua yang membuat ini meninggal, kemudian diganti dengan yang baru oleh

keturunannya. Demikian terus berlangsung sebagai sebuah siklus yang pasti. Pola sirkulasi dan

pencapaian ke setiap bangunan dalam pekarangan sangat sederhana, yaitu mulai dari pintu

masuk melewati lumbung menuju ke halaman hunian dan dari area ini mulai masuk ke

dapur/Paon kemudian Bale Pegaman, dan Sanggah/Merajan berakhir sebagai tempat pemujaan.

Pembagian lahan diatur sedemikian rupa sehingga ada yang berbentuk memanjang dan persegi.

Sementara itu, hunian yang ada di Desa Sekardadi merupakan hunian dengan masa dan bentuk

umumnya persegi sederhana dengan pekarangan yang memanjang ke belakang (panjang ± 20 m).

Page 31: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

26

Page 32: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

27

Page 33: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

28

Page 34: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

29

Page 35: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

30

Page 36: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

30

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Pembentukan pola spasial permukiman Desa Sekardadi mengikuti Konsepsi Tri Kita Karana

(parahyangan, palemahan, dan pawongan), Tri Mandala (Utama, Madya, dan Nista), konsepsi

hulu-teben (atas-bawah) sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Gunung Batur yang

terletak di sebelah utara/kaja merupakan pusat orientasi desa. Kemudian konsepsi tata nilai

tersebut diterjemahkan secara fisik ke dalam pola spasial permukiman dengan jalan utama desa

sebagai ruang terbuka yang memanjang (linier) dari arah utara menuju selatan (kaja-kelod), yang

membagi desa menjadi tiga zona: 1) Zona hulu/kaja sebagai lokasi pura (zona parahyangan).

Zona ini memiliki kondisi topografi lebih tinggi, sehingga memiliki hierarki tertinggi dan paling

sakral (Zona Utama Mandala) yang ditandai dengan penempatan Pura Puseh (tempat pemujaan

untuk Dewa Brahma, yaitu Dewa Penciptaan; 2) Zona tengah untuk kawasan permukiman dan

fasilitas huniannya (zona pawongan) dengan kondisi topografi lebih landai sebagai Zona Madya

Mandala untuk meletakkan Pura Bale Agung (tempat pemujaan untuk Dewa Wisnu sebagai Dewa

Pemelihara); dan 3) Zona Teben pada ujung selatan (kelod) yang memiliki kondisi topografi lebih

rendah untuk menempatkan Pura Dalem (tempat pemujaan untuk Dewa Siwa sebagai Dewa

Pelebur) dan setra atau kuburan desa adat (zona palemahan). Zona ini memiliki nilai hierarki

paling rendah dibandingkan dua zona lainnya (Zona Nista Mandala).

6.2 Saran

Terkait dengan hasil studi perlu ada studi lebih lanjut mengenai bagaimana melestarikan

permukiman tradisonal Bali Aga di Desa Sekardadi, mengingat permukiman tersebut mempunyai

makna sejarah dan merupakan warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya

Page 37: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

31

DAFTAR PUSTAKA

ADIPUTRA, I G.N.T. dkk. 2016. Konsep Hulu-Teben pada Permukiman Tradisional Bali Pegunungan/Bali Aga di Desa Adat Bayung Gede Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, Bali, dalam Forum Teknik Vol. 37, No. 1, Januari 2016, hal. 14-31.

ALEXANDER, C. 1987. A New Theory of Urban Design. New York.

ARDANA, I G.N.G., dkk. 1982. Sejarah Perkembangan Hinduisme di Bali. Denpasar: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Bali, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Dati I Bali.

DEPDAGRI. 2016. Profil Desa Sekardadi Tahun 2015. Denpasar: Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.

BATESON, G. 1970. ‘An Old Temple and a New Myth’ dalam J. Belo (Ed.) Traditional Balinese Culture. New York: Columbia University Press.

GANESHA, W; ANTARIKSA, WARDHANI, D.K. 2012. Pola Ruang Permukiman dan Rumah Tradisional Bali Aga Banjar Dauh Pura Tigawasa dalam arsitektur e-Journal, Volume 5 Nomor 2, November 2012, hal. 60-73.

GEERTZ, C. 1959. ‘Form and Variation in Balinese Village Structure’ dalam American Anthropologist Vol. 61 No. 6, hal. 991-1012

GELEBET, I.N. dkk. 1985. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

HABRAKEN, N. J. 1978. Variations: The Systematic Design of Supports. MIT Cambridge; Massachusetts.

KERTIYASA, I M. 1984. Rumusan Arsitektur Bali: Hasil Sabha Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Pemda Tingkat I Bali.

MANIK, I W. Y. 2007. Pengaruh Demografi, Gaya Hidup, dan Aktifitas terhadap Transformasi Tipo-Morfologi Hunian Tradisional di Desa Bayung Gede, Bali. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana Magister Arsitektur, ITBBandung.

MEAD, M. Dkk. 1942. Balinese Character: A Photographic Analysis. New York: Academy of Sciences.

NGOERAH, I G.N.G. 1981. Laporan Penelitian Inventarisasi Pola-Pola Dasar Arsitektur Traditional Bali. Ujung Pandang: Dirjen Pembinaan dan P3M Dirjen Dikti, Depdikbud, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.

PARDIMAN, A. 1986, Fundamental Study on Spatial Formation of Island Village: Environmental Study Hierarchy of Sacred-Profane Concept in Bali, PhD Thesis. Kyoto: Kyoto University.

PARWATA, I. W. 2004. Dinamika Permukiman Perdesaan Pada Masyarakat Bali. Denpasar: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

RAHAYU, N.M.S. 2012. Konsep Hirarkhi Ruang pada Rumah Tinggal Tradisional di Desa Adat Sembiran, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali, Tesis. Denpasar: Program Studi Magister Arsitektur Universitas Udayana.

RAPOPORT, A. 1969. House Form and Culture. University of Winconsin, Milwaukee.

RAPOPORT, A. 1977. Human Aspects of Urban Form: Towards a Man-Environment Approach to Urban Form and Design. University of Winconsin, Milwaukee.

RAPOPORT, A. 1983. Development, Culture Change, and Supportive Design. University of Winconsin, Milwaukee.

Page 38: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

32

REUTER, T. A. 2005. Custodians of the Sacred Mountains: Budaya dan Masyarakat di Pegunungan Bali. I Nyoman Dharma Putra (Penyunting). A. Rahman Zainuddin (Alih Bahasa). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

TURGUT, H. 2001. ‘Culture, Continuity and Change: Structural Analysis of Housing Pattern in Squatter Settlement’ dalam GBER Vol. No. 1.

ZEIZEL, J. 1981. Inquiry by Design. California.

Page 39: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

33

L A M P I R A N

Page 40: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

34

Lampiran 1. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA PENELITIAN

Ruang Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Unud, baik di Kampus Bukit Jimbaran dan Kampus

Denpasar memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan penelitian

pada tahap persiapan, pengumpulan data off site, pengolahan data, modeling 3D, serta tahap

penyusunan laporan.

Prasarana laboratorium perumahan dan permukiman dilengkapi dengan koleksi literatur yang

berkaitan dengan kegiatan penelitian ini. Selain itu, ketersediaan sarana meja kerja berikut kursi

akan memudahkan dalam melakukan proses data input, data processing, serta diskusi dengan tim

peneliti serta merencanakan proses penelitian. Proses pengumpulan data secaraoff site yang

meliputi kegiatan transfer data dapat dilakukan secara bersama dengan Tim Peneliti.

Page 41: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

35

Lampiran 2. SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS

No. Nama/NIDN Instansi

Asal Bidang

Ilmu Alokasi Waktu Uraian Tugas

1. Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D NIDN 0023087104

Jurusan Arsitektur FT Unud

Arsitektur 6 bulan Perancang desain penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, penyusunan laporan

2. I Wayan Yuda Manik, ST., MT. NIDN 0019048203

Jurusan Arsitektur FT Unud

Arsitektur 5 bulan Pengumpulan dan pengolahan data, penyusunan laporan

3. Bramana Ajas Putra NIM 1404205002

Jurusan Arsitektur FT Unud

Arsitektur 17 jam Pengumpul data hasil observasi dan pemetaan, modelling 3D objek penelitian

4. Deni Yusrizal NIM 1404205012

Jurusan Arsitektur FT Unud

Arsitektur 17 jam Pengumpul data hasilsurvei wawancara.

Page 42: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

36

Lampiran 3. BIODATA TIM PENELITI

1. Ketua Peneliti

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D L /P

2. Jabatan Fungsional Lektor Kepala

3. Jabatan Struktural Pembina IVa

4. NIP/NIK/No. Identitaslainnya 19710823 199702 2 001

5. NIDN 0023087104

6. Tempat dan Tanggal Lahir Raba Bima, 23 Agustus 1971

7. Alamat Rumah Perumahan Puri Dawas Asri nomor 35, Banjar Dawas, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung 80361, Bali

8. Nomor Telepon/Faks/HP 081236028860

9. Alamat Kantor Jurusan Arsitektur, FT Unud, Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Badung 80361, Bali

10. Nomor Telepon/Faks 0361-703384

11. Alamat e-mail [email protected]; [email protected]

12. Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 80 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang

13. Mata Kuliah yg Diampu 1. Arsitektur Dunia 2 (S-1) 2. Real Estate (S-1) 3. Manajemen Proyek (S-1) 2. Teori dan Metode Perancangan Arsitektur 1 (S-1) 3. Teori dan Metode Perancangan Arsitektur 2 (S-1) 4. Studio Perancangan Arsitektur 1 (S-1) 5. Studio Perancangan Arsitektur 2 (S-1) 7. Infrastruktur Perkotaan dan Perdesaan (S-2) 8. Publikasi Ilmiah Jurnal Artikel 2-2 (S-2) 9. Ruang dalam Arsitektur Etnik (S-2) 10. Seminar Proposal (S-2) 11. Resort and Hospitality (Tropical Living Study

Abroad)

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3 Non Degree

Nama Perguruan Tinggi

Universitas Udayana, Bali

Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat

University of Newcastle upon Tyne, United Kingdom

Unesco-IHE, Delft, the Netherlands

Bidang Ilmu Arsitektur Arsitektur Arsitektur Urban Planning

Tahun Masuk

1990 1998 2010 2007

Tahun Lulus 1996 2000 2015 2007

Judul Skripsi/ Tesis/ Disertasi

Rumah Sakit Ortopedi di Denpasar

Kajian Ambang Tingkat Kebisingan Lingkungan pada Kompleks Pura di Perkotaan

Transforming Domes-tic Architecture: a Spatio-temporal Analysis of Urban Dwellings in Bali

-----

Nama Pem-bimbing/ Promotor

1. Ir. I GLB Utawa

2. Ir. I Ketut Latra

1. Ir. Aswito Asmaningprodjo, MSA.

2. Dr. IB Ardana

1. Dr. Peter Kellett

2. Dr. Graham Tipple

-----

Page 43: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

37

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp)

1. 2016 Menguak Tradisi Masyarakat Tradisional Bali Aga di Kabupaten Bangli: Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur

PNBP Unud 2016

25.000.000,00

2. 2016 Adaptasi Hunian di Desa Tradisional Tiga Kawan, Bangli

PNBP Unud 2016

25.000.000,00

*) Tuliskan sumber pendanaan: PDM, SKW, Pemula, Fundamental, Hibah Bersaing, Hibah Pekerti, Hibah Pascasarjana, Hikom, Stranas, Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional, RAPID, Unggulan Stranas atau sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian kepada Masyarakat Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp)

1. 2016 Penataan Jaba Sisi dan Pelataran Parkir pada Pura Dalem Banglingkang, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Juni-Oktober 2016

Jurusan Arsitektur FT Unud

10.000.000,00

2. 2016 Pembinaan Kawasan Permukiman Terisolasi-Dusun Gulinten-Bunutan-Karangasem-Bali

Program Studi Magister Arsi-tektur Unud

5.000.000,00

3. 2016 Akslerasi Mendukung Terwujudnya Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup dan Kemitraan dalam Pembangunan Daerah

Program Pascasarjana Unud

---

4. 2016 Cinta Lingkungan Penanaman Pohon Bakau di Pantai Merta Sari, Sanur Kauh, Denpasar, 21 Januari 2016

Jurusan Arsitektur FT Unud

---

5. 2016 Peningkatan Image Kawasan-Penghilangan Produk Buangan di Kawasan Pesisir, Pantai Merta Sari, Sanur Kauh, Denpasar, 21 Januari 2016

Program Studi Magister Arsitektur Unud

---

6. 2015 Penyerahan Master Plan dan Penghijauan di Pura Uluwatu serta Pelepasan Tukik, BKFT 28 September 2015

FT Unud ---

*) Tuliskan sumber pendanaan: Penerapan Ipteks-Sosbud, Vucer, Vucer Multitahun, UJI, Sibermas, atau sumber

dana lainnya.

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/ Nomor

Nama Jurnal

1. 2016 Peran dan Makna Kosmologi pada Pembentukan Pola Perkampungan Tradisional Sasak

Vol. 3 No. 2

(p. 17-26)

Jurnal Lingkungan Binaan: Ruang-Space

Page 44: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

38

F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/Seminar Ilmiah

dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1. Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek III) Universitas Udayana Tahun 2016

Perwujudan Konsep Hulu-Teben pada Pola Ruang Desa Sekardadi, Kintamani

Patra Jasa Resort and Villa's Tuban, Bali, 15-16 Desember 2016 (on progress)

2. Seminar Nasional Semesta Arsitektur Nusantara 4 Kebanggaan Arsitektur Nusantara

Pola Spasial Permukiman Tradisional Bali Aga di Desa Sekardadi, Kintamani

Universitas Brawijaya, Malang, 17-18 Nopember 2016 (on progress)

3. Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun

Memaknai Kembali Kearifan Lokal dalam Konteks Kekinian

Aula Pascasarjana Universitas Udayana, 3 Nopember 2016

4. International Conference and Architecture Exhibition: Architecture and Urbanism

Changing the House Lives: an Ethnographic Approach of Urban Dwellings in Denpasar

Auditorium Wiswakarma, FT Unud, 18 Mei 2016

5. Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Binaan, Program Studi Magister Arsitektur, Universitas Udayana

Tradisi Meruang Masyarakat Tradisional Sasak Sade di Lombok Tengah

Aula Pascasarjana Universitas Udayana, 22 Desember 2015

6. The International Conference of the Euroseas Panel 60 Southeast Asian Cities: Expressions of modernity in their relation to local heritages

Continuity and change in expressive space of the traditional Balinese house in

Denpasar

The School of Social and Political Sciences, the Technical University of Lisboa, Lisbon, Portugal, 2-5 Juli 2013.

7. The International Conference of the Southeast Asian Cities: How do architectural and urban expressions of modernity relate to heritage

Housing transformation: a reflection of cultural investment. Lessons from Bali, Indonesia

The Architecture School of Paris-Belleville, Paris, France, 12-14 Juni 2013

8. The Postgraduate Poster Conference: Knowledge Crossroads

Tracing the changes over time: a Spatio-temporal Order of Low-cost Housing in Bali

The Great North Museum: Hancock, Newcastle upon Tyne, United Kingdom, 16 May 2013,

9. The Culture, Community, and Architecture Workshop (CCAW): Architecture and Community

Housing adjustment: change domestic spaces in low-cost housing in Denpasar, Bali

The School of Law, University of Southampton, United Kingdom, 6 September 2012.

10. The Mini-Conference of Postgraduate Research

Housing transformation phenomenon: a spatio-temporal perspective in Bali

School of Archicteture, Planning, and Landscape, University of Newcastle upon Tyne, 16 June 2011

11. The Annual Postgraduate Conference: the Rabbit Holes of Your Knowledges

Compromise the limited spaces: change domestic spaces in low-cost housing in Denpasar, Bali

Faculty of Humanities and Social Sciences, University of Newcastle upon Tyne, 19 Mei 2011

Page 45: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

39

G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

1. Home-Making: the Process of Inhabiting Some Observations in Urban Balinese Houses (reviewed book chapter, on progress)

2016

---

Udayana

University

Press

H. Pengalaman Perolehan HKI dalam 5-10 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

1. --- --- --- ---

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya

yang telah Diterapkan Tahun

Tempat Penerapan

Respon Masyarakat

1. --- --- --- ---

J. Penghargaan yang Pernah Diraih dalam 10 Tahun Terakhir (dari Pemerintah, Asosiasi, atau Institusi Lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

1. --- --- ---

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Hibah Unggulan Program Studi Tahun 2016.

Bukit Jimbaran, 9 Nopember 2016

Ketua Peneliti,

Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., Ph.D

Page 46: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

40

2. Anggota Peneliti

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengangelar) I Wayan Yuda Manik, ST., MT. L /P

2. Jabatan Fungsional Asisten Ahli

3. Jabatan Struktural Penata Muda Tingkat I

4. NIP/NIK/No. Identitas lainnya 19820419 200812 1 002

5. NIDN 0019048203

6. Tempat danTanggal Lahir Denpasar, 19 April 1982

7. Alamat Rumah Jl. Hang Tuah III No. 5A, Denpasar

8. Nomor Telepon/Faks/HP 081236441907

9. Alamat Kantor Jurusan Arsitektur, FT Unud, Kampus Bukit Jimbaran

10. Nomor Telepon/Faks 0361-703384

11. Alamat e-mail [email protected]; [email protected]

12. Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 75 orang; S-2 = - orang; S-3 = - orang

13. Mata Kuliah yg Diampu 1. Komputer Arsitektur

2. Teknologi Bahan

3. Sains dan Utilitas Bangunan 1

4. Sains dan Utilitas Bangunan 2

5. Studio Estetika Bentuk

6. Studio Perancangan Arsitektur 5

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Tinggi

Universitas Udayana InstitutTeknologi Bandung ---

Bidang Ilmu Arsitektur Arsitektur ---

Tahun Masuk 2000 2005 ---

Tahun Lulus 2004 2007 ---

Judul Skripsi/Tesis/ Disertasi

Perumahan Graha Pesona Panahan di Sanggulan-Tabanan

Pengaruh Demografi dan Gaya Hidup berdasarkan Aktifitas Penghuni terhadap Transformasi Hunian Tradisional di Desa Bayung Gede-Bali

---

Nama Pembimbing/ Promotor

3. Ir. I Made Adhika, MSP.

4. Ir. Ida Bagus Gede Wirawibawa Mantra, M.T.

3. Ir. Wiwik Dwi Pratiwi, MES, PhD.

4. Ir. Budi Rijanto, DEA., PhD.

---

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp)

1. 2010 Transformasi Unit Hunian di Desa Penglipuran

Hibah Dosen Muda

7.500.000,00

Page 47: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

41

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp)

2. 2011 Transformasi Unit Hunian di Desa

Sekardadi

Hibah Dosen

Muda

7.500.000,00

3. 2011 Merancang Guidelines Tata Ruang dan Bangunan Beridentitas Lokal yang Berwawasan Global: Rasionalisasi Aturan Tradisional “Asta Kosala Kosali”

Hibah Bersaing

50.000.000,00

*) Tuliskan sumber pendanaan: PDM, SKW, Pemula, Fundamental, Hibah Bersaing, Hibah Pekerti, Hibah Pascasarjana, Hikom, Stranas, Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional, RAPID, Unggulan Stranas atau sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian kepada Masyarakat Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp)

1 2013 Pengukuran Pura Agung Wira Loka Natha di Cimahi-Bandung

Jurusan Arsitektur FT Unud

---

2 2013 Rencana Pembangunan Gedung Kantor Jurusan Arsitektur FT-UNUD di Kampus Bukit Jimbaran

Jurusan Arsitektur FT Unud

---

3 2013 Rencana Pembangunan Selasar di Kampus Bukit Jimbaran

Jurusan Arsitektur FT Unud

---

4 2013 Bimbingan Teknis Pengembangan Rumah Sehat untuk Kegiatan Pariwisata di Desa Jatiluwih, Tabanan

Jurusan Arsitektur FT Unud

---

5 2013 Bantuan Teknis Perencanaan dan Pengawasan Renovasi Gedung Perpustakaan dan Lab. Komputer SD 6 Bunutan, Abang, Karangasem

Jurusan Arsitektur FT Unud ---

*) Tuliskan sumber pendanaan: Penerapan Ipteks-Sosbud, Vucer, VucerMultitahun, UJI, Sibermas, atau sumber

dana lainnya.

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/

Nomor Nama Jurnal

1. --- --- --- ---

Page 48: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

42

F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/Seminar Ilmiah

dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1. Seminar Nasional Green City Contribution

Isu Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Kota PT. Freeport Indonesia Papua

Denpasar, 11 September 2009

2. Seminar International yang diselenggarakan oleh of Civil Engineering and Planning, Islamic University of Indonesia

The Local Wisdom Evocation as an Effort of Disaster Mitigation through Structural Reliability of Jineng Traditional Building in Bali

Jogjakarta, 27 Mei 2010

3. Seminar Nasional Pariwisata dan Pembangunan Keruangan di Kabupaten Badung

Antisipasi Pembangunan Keruangan dan Pariwisata di Kawasan Badung Utara

Denpasar, 6 Oktober 2009

4. Seminar Nasional Metode Riset dalam Arsitektur

Analisis Tipo-Morfologi melalui Peta Digital, Kasus Studi: Transformasi Kawasan Koridor Jalan Cisitu-Bandung

Denpasar, 3 Juni 2010

5. Seminar Nasional Metode Riset dalam Arsitektur

Evaluasi dalam Skenario Penelitian untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Arsitektur

Denpasar, 3 Juni 2010

6. International Conference of Sustainability Development

Is Balinese Architecture Vernacular Enough?

Denpasar, 7 Oktober 2010

7. Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara

Penelusuran Identitas Arsitektur Nusantara melalui Sebuah Proses Berkarya

Denpasar, 10 Oktober 2013

G. Pengalaman Penulisan Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah

Halaman Penerbit

1. --- --- --- ---

H. PengalamanPerolehan HKI dalam 5-10 TahunTerakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

1. --- --- --- ---

II. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya

yang telah Diterapkan Tahun

Tempat Penerapan

Respon Masyarakat

1. --- --- --- ---

Page 49: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

43

J. Penghargaanyang PernahDiraihdalam 10 TahunTerakhir (dariPemerintah, Asosiasi, atauInstitusiLainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

1. --- --- ---

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian HibahUnggulanProgram Studi Tahun 2016.

Bukit Jimbaran, 9 Nopember 2016

Anggota Peneliti,

I Wayan Yuda Manik, ST., MT.

Page 50: MENGUAK TRADISI MASYARAKAT DESA BALI AGA DI …

44

Lampiran 5.

SURAT PERNYATAAN PERSONALIA PENELITIAN

Yang bertandatangan di bawahini kami:

1. Nama lengkap : Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., PhD.

NIP/NIDN : 197108231997022001/0023087104

Fakultas/Program Studi : Teknik/Arsitektur

Status dalam Penelitian/Pengabdian*) : Ketua/Anggota *)

2. Nama lengkap : I Wayan Yuda Manik, ST., MT.

NIP/NIDN : 198204192008121002/0019048203

Fakultas/Program Studi : Teknik/Arsitektur

Status dalam Penelitian/Pengabdian*) : Ketua/Anggota *)

Menyatakanbahwa kami telah menyusun proposal penelitian/pengabdianHibahUnggulan

Program Studi yang berjudul “Menguak Tradisi Masyarakat Desa Bali Aga di Kabupaten Bangli:

Desa Sekardadi dalam Jelajah Arsitektur” denganjumlahusulandanasebesarRp 25.000.000,00.

Apabila proposal inidisetujui, maka kami

akanbertanggungjawabterhadappelaksanaanpenelitianinisampaituntassesuaidenganpersyaratan

yang dituangkandalamSuratPerjanjianPelaksanaanPenelitian/Pengabdian.

DemikianSuratPernyataanini kami buatdanditandatanganibersama,

sehinggadapatdigunakansebagaimanamestinya.

Bukit Jimbaran, 14 Maret 2016

Ketua Peneliti Anggota Peneliti,

Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., PhD. I WayanYudaManik, S.T, M.T.

NB: *) Coret yang tidakperlu