p12.1_e34130050_mfmafruchi_p1

3
Mata Kuliah Sosiologi Umum Hari, Tanggal : Senin, 10 Februari 2014 Praktikum ke-1 Asisten : Indy Harist Sandy (G24100020) Praktikan : M F Mafruchi (E34130050) Realita Sosial Relokasi PKL Jensoed Resume Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Jalan Jenderal Soedirman (Jensoed) oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas dengan melakukan relokasi ke Lantai 2 Pasar Wage mendapat perlawanan hebat dari para PKL yang tergabung dalam Paguyuban PKL Jensoed. Para PKL menolak kebijakan yang dituangkan ke dalam Perda dan disahkan DPRD pada 22 Maret 2011. Menurut Affandi dan kelompoknya, relokasi ke Lantai 2 Pasar Wage dinilai tidak menghiraukan aspirasi PKL yang mengajukan negosiasi agar Pemkab mempertimbangkan kemungkinan lokasi baru di selatan pintu Pasar Wage atau membuat ruas jalan utama kota Purwokerto ini bisa menjadi kawasan niaga model Malioboro di Jogja. Pendekatan Kekuasaan, Pendekatan Dialogis Teknik meredam aspirasi PKL Jensoed dilakukan Pemkab dengan cara lama, yaitu pendekatan kekuasaan. Pemkab memecah kesolidan anggota paguyuban dengan menyebarkan undangan pengundian untuk menempati 48 lapak baru kepada masing masing anggota paguyuban secara langsung bukan melalui organisasi. Petugas keamanan Pasar Wage menyebarkan undangan pada hari Sabtu (PKL libur), sehinga hanya terjaring 23 pedagang dari 98 pedagang. Menurut Affandi, banyak anggota paguyuban yang berjanji tidak bakal datang. Menurut Tony Simamora yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pasar dan PKL Dinas Perdagangan Perindustrian dan Koperasi (Disperindakop) Kabupaten Banyumas, ketidakdatangan para PKL Jensoed dalam pengundian tersebut tidak akan menyurutkan langkah Disperindakop untuk menertibkan PKL menuju ke lantai II Pasar Wage.

Upload: muhamad-fahmi-mafruchi

Post on 26-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SOSIOLOGI UMUM PRAKTIKUM 1 (TPB IPB)

TRANSCRIPT

Mata Kuliah Sosiologi UmumHari, Tanggal: Senin, 10 Februari 2014Praktikum ke-1Asisten: Indy Harist Sandy (G24100020)Praktikan: M F Mafruchi (E34130050)Realita Sosial Relokasi PKL Jensoed

ResumePenataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Jalan Jenderal Soedirman (Jensoed) oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas dengan melakukan relokasi ke Lantai 2 Pasar Wage mendapat perlawanan hebat dari para PKL yang tergabung dalam Paguyuban PKL Jensoed. Para PKL menolak kebijakan yang dituangkan ke dalam Perda dan disahkan DPRD pada 22 Maret 2011.Menurut Affandi dan kelompoknya, relokasi ke Lantai 2 Pasar Wage dinilai tidak menghiraukan aspirasi PKL yang mengajukan negosiasi agar Pemkab mempertimbangkan kemungkinan lokasi baru di selatan pintu Pasar Wage atau membuat ruas jalan utama kota Purwokerto ini bisa menjadi kawasan niaga model Malioboro di Jogja.Pendekatan Kekuasaan, Pendekatan DialogisTeknik meredam aspirasi PKL Jensoed dilakukan Pemkab dengan cara lama, yaitu pendekatan kekuasaan. Pemkab memecah kesolidan anggota paguyuban dengan menyebarkan undangan pengundian untuk menempati 48 lapak baru kepada masing masing anggota paguyuban secara langsung bukan melalui organisasi. Petugas keamanan Pasar Wage menyebarkan undangan pada hari Sabtu (PKL libur), sehinga hanya terjaring 23 pedagang dari 98 pedagang. Menurut Affandi, banyak anggota paguyuban yang berjanji tidak bakal datang.Menurut Tony Simamora yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pasar dan PKL Dinas Perdagangan Perindustrian dan Koperasi (Disperindakop) Kabupaten Banyumas, ketidakdatangan para PKL Jensoed dalam pengundian tersebut tidak akan menyurutkan langkah Disperindakop untuk menertibkan PKL menuju ke lantai II Pasar Wage. Tony mengatakan, "Menjadikan kawasan Jenderal Soedirman sebagai Maliboronya Puwokerto secara pemikiran menarik, tetapi dana yang dibutuhkan terlalu besar dan diluar kemampuan Pemkab."Relokasi menjadi momok bagi para PKL, berbagai kasus di banyak tempat hanya sedikit kisah sukses relokasi yang ditanggapi hangat oleh PKL. Kekhawitaran sepi pembeli dibanding tempat berjualan semula menghantui PKL. Adanya proses dialogis pengambil kebijakan dengan para PKL yang akan direlokasi sangat diperlukan. Relokasi PKL yang sukses dilakukan Pemerintah Kota (pemkot) Solo mengindikasikan pendekatan dialogis itu merupakan kunci kerberhasilan. Pendekatan itu layak ditiru Pemkab atau Pemkot di daerah lain. Dialogis, karena semula upaya relokasi juga menemui kendala resistens karena sebagian pedagang yang ramai pembeli enggan dipindahkan. Di lain pihak, pedagang yang masih sepi pembeli antusias menyambut kebijakan Pemkot. Diskusi intensif antara pihak Pemkot dan Sriyanto membuahkan hasil. Penertiban ataupun relokasi PKL di Solo ini berlangsung unik, damai, dan mendapat apreasiasi yang luas dari masyarakat. Pendekatan dialogis itu tidak sekadar melakukan sosialiasi kepada PKL yang akan direlokasi. Pendekatan dialogis yang ditempuh Pemkot Solo salah satu format konkretnya adalah promosi. Dari pendekatan dialogis relokasi PKL ala Solo itu, setidaknya ada empat hal yang layak digarisbawahi, misalnya oleh Pemkab Banyumas yang juga telah merencanakan beberapa upaya relokasi selain kasus relokasi PKL Jensoed. Pertama, memposisikan PKL tidak sekadar objek penataan kota. Kedua, memperhatikan segmentasi konsumen PKL berdasarkan jenis barang yang dijual. Ketiga, promosi yang dilakukan oleh Pemkab. Keempat, sedapatnya relokasi bagian dari jawaban terhadap upaya revitalisasi pasar tradisional yang faktanya makin digerus maraknya pembagunan mal-mal.Disfungsi Kebijakan EkonomiPKL adalah potret ketidakberdayaan masyarakat yang terpaksa menghadapi realita kegagalan pemerintah dalam membangun perekonomian rakyat. Kita harus kritis mempertimbangkan perihal relokasi PKL. Sebab per definisi lokus yang menjadi basis PKL melakukan kegiatan ekonomi adalah di tempat terlarang atau tidak. Jadi PKL memang melekat ciri-ciri kesementaraan (tidak menetap pada los pasar), tidak permanen (tenda), atau juga terkadang senantiasa bergerak (gerobak). Karenanya, upaya relokasi bisa jika tidak cermat betul sangat mungkin merupakan sebuah anomali.Alasan klise penataan PKL adalah agar tidak merusak keindahan kota. Sebenarnya kesemrawutan kota bisa saja disebabkan pertumbuhannya tanpa mengacu pada rancangan matang. Kalau pun misalnya kita masih sepakat bahwa PKL merusak keindahan kota karena menempati areal badan jalan, bahu jalan, atau trotoar, sebetulnya dari hulunya (pembuat kebijakan) memang sudah keliru menggariskannya seperti itu.Perda yang ditandatangani Bupati Banyumas Nomor 14 Tahun 2011 tentang Lokasi, Waktu, Ukuran, Bentuk Sarana dan Tatacara Permohonan Surat Penempatan Pedagang Kaki Lima secara eksplisit dapat dijadikan bukti. Pada peraturan ini secara jelas dan bederang disebutkan bentuk atau sarana PKL adalah: tenda, meja, gerobak dorong, kendaraan roda dua-tiga-empat. Relokasi bisa jadi sekadar memindahkan PKL yang tumbuh saat ini, tetapi lokasi yang lama sangat mungkin akan tumbuh PKL yang baru karena aktivitas ekonomi selalu bergantung pada hukum penawaran dan permintaan.Daftar PustakaAnonim. 2011. Jadikan Jensoed Malioboronya Purwokerto. Purbalanjar [Internet]. [diunduh 2014 Feb 14]. Tersedia pada: http://purbalanjar.forumotion.com/t606-jadikan-jensoed-malioboronya-purwokertoFortuna, Salesta S. 2012. Relokasi PKL, Belajar pada Kasus Solo. Kompas [Internet]. [diunduh 2014 Feb 14]. Tersedia pada: http://birokrasi.kompasiana.com/2012/06/14/relokasi-pkl-belajar-pada- kasus-solo/