osteomiellitiss

43
REFERAT OSTEOMYELITIS Disusun oleh : KRISLIANA JEANE (030.10.154) MARCELLA ANGELICA PUTRI Y. (030.11.173) Pembimbing : dr. DONNY, Sp.OT KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

Upload: krisliana-jeane

Post on 10-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: osteomiellitiss

REFERAT

OSTEOMYELITIS

Disusun oleh :

KRISLIANA JEANE (030.10.154)

MARCELLA ANGELICA PUTRI Y. (030.11.173)

Pembimbing :

dr. DONNY, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

JAKARTA 2010

Page 2: osteomiellitiss

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu

jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan

kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk

bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut

juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi;

dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang

menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa.

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur

disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik.Osteomielitis akut terutama

ditemukan pada anak-anak. Tulang yang sering terkena ialah femur bagian distal, tibia

bagian proksimal, humerus, radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra.

(Randall, 2011)

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan

bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh

bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Staphylococcus adalah organisme yang

bertanggung jawab untuk 90% kasus osteomyelitis akut. Organisme lainnya termasuk

Haemophilus influenzae dan salmonella. Pada masa anak-anak penyebab osteomyelitis

yang sering terjadi ialah Streptococcus, sedangkan pada orang dewasa ialah

Staphylococcus. (Robbins 2007)

Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau

menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada

tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat

langsung masuk melalui luka tersebut. (anonym, 2011).

Page 3: osteomiellitiss

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan

pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi

yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan

fibula.

Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah

sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah

sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000

penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis

adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari.

(Randall, 2011)

Diagnosis infeksi tulang dan sendi biasanya dapat dibuat dari tanda-tanda yang

tampak pada pemeriksaan fisik. Pada lokasi perifer seperti efusi sendi dan dan nyeri pada

metafisis yang terlokalisir, dengan atau tanpa pembengkakan, membuat diagnosis relatif

mudah. Namun pada panggul, pinggul, tulang belakang, tulang belikat dan bahu, penegakan

diagnosis terjadinya infeksi sulit untuk ditentukan. Sehingga, pemeriksaan penunjang,

dalam hal ini, pencitraan dapat memudahkan dan menegakkan diagnosis dari osteomielitis.

Pemeriksaan pencitraan radiaografi yang dapat dilakukan ialah foto polos, Computed

Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan radionuklir. Pemeriksaan

tersebut dapat memudahkan dokter dalam menegakkan diagnosis osteomielitis. (Randall,

2011)

Page 4: osteomiellitiss

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI

2.2. DEFINISI

Osteomielitis (osteo-berasal dari kata Yunani yaitu osteon, berarti tulang, myelo

artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan) secara sederhana berarti infeksi tulang atau

sumsum tulang. Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada

tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenic.(Randall, 2011).

Berdasarkan kamus kedokteran Dorland, osteomielitis ialah radang tulang yang disebabkan

oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya.

Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sum-sum,

korteks, dan periosteum.

2.3. ETIOLOGI

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan

bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh

bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman

Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada

periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat

patogen. (Robbins 2007).

Penyebab sekundernya adalah trauma,terutama pada compound fraktur yang tidak

dirawat. Selain itu dapat disebabkan oleh infeksi dari periostitis setelah ulcer gingiva,

lymphnodes, furunkel yangterinfeksi atau laserasi. Kondisi sistemik yang dapat mengubah

resistensi host dan mempengaruhi penyebaran penyakit seperti Diabetes Mellitus, gangguan

Page 5: osteomiellitiss

autoimun, agranulositosis, anemia terutama sicklecell,,leukimia, AIDS, syphilis, malnutrisi,

kemoterapi untuk penderitakanker,pengguna obat steroid.- Pecandu alkohol dan pengguna

tobacco biasanya mudah berhubungan denganosteomyelitis

Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi:

1. Osteomielitis hematogenus akut

Bayi baru lahir (kurang dari 4 bulan): S. Aureus, Enterobacter, dan

kelompok Streptococcus α dan β.

Anak-anak (usia 4 bulan sampai 4 tahun): Streptococcus α dan

β, Haemophilus influenzae, dan Enterobacter.

Remaja (usia 4 tahun sampai dewasa): S. aureus (80%), kelompok

Streptococcus α, H influenzae, dan Enterobacter

Dewasa: S. aureus dan kadang-kadang Enterobacter dan Streptococcus.

2. Osteomielitis langsung

Umumnya disebabkan oleh S. Aureus, spesies enterobacter, dan spesies

pseudomonas.

Tusukan melalui separtu atletik : s. aureus dan spesies pseudomonas.

Penyakit sel sabit : staphylococcus dan salmonella. (Randall, 2011)

Page 6: osteomiellitiss

2.4. PATOGENESIS

Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan

percobaan; pada studi ini  ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap

infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau

adanya benda  asing. (Daniel, 1997). Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara,

termasuk beberapa cara dibawah ini :

Melalui aliran darah.

Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi

saluran kemih  dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah

Page 7: osteomiellitiss

di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang lebih

lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang pada

lengan dan kaki.

Dari infeksi di dekatnya.

Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka

terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.

Kontaminasi langsung

Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang

yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain

itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau memperbaiki

fraktur.  (anonym, 2011).

Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan

mengekspresikan reseptor  (adhesins) untuk komponen tulang matriks (fibronektin,

laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen- binding  adhesin

memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. Fibronektin-binding  adhesin dari S.

Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan

dalam tulang,  (Daniel, 1997).

S. Aureus   yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup

secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang

merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka  muncul sebagai apa yang disebut

varian koloni kecil) dapat  menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika

mikroorganisme  melekat pada tulang pertama kali, mereka  akan mengekspresikan fenotip

yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan

tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek. (Daniel, 1997).

Page 8: osteomiellitiss

Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik antara

osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang

dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan factor osteolitik

yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada  remodeling tulang normal dan

fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba

menyerang sel yang mengandung mikroorganisme  dan, dalam proses pembentukan

radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan

sekitarnya. Beberapa komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan

sebagai factor-faktor yang memodulasi tulang (bone modulating factors). (Daniel,1997).

Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan

agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap  patah tulang, menurunkan

jumlah          dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi.

(Daniel,1997).

Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus dan

mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen yang

mengalami devaskularisasi, disebut sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan

congesti atau thrombosis pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam

osteomielitis akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis

adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak

adanya osteosit yang hidup. (Daniel, 1997).

Osteomielitis selalu dimulai dari daerah metafisis. Ada beberapa teori yang menjelaskan

terjadinya infeksi pada daerah metafisis antara lain:

1. Teori vaskular (Trueta)

Pada daerah metafisis terdapat banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan

membentuk sinus-sinus, sehingga aliran darah pada daerah ini menjadi lebih lambat.

Lambatnya aliran darah menyebabkan bakteri mudah berkembang biak.

2. Teori fagositosis (Rang)

Metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikulo-endotelial. Bila terjadi

infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur yang banyak terdapat di

Page 9: osteomiellitiss

daerah ini. Akan tetapi, pada daerah ini juga terdapat sel-sel fagosit imatur yang

tidak dapat memfagosit bakteri sehingga beberapa bakteri tidak difagosit dan dapat

berkembang biak.

3. Teori trauma

Dari percobaan pada binatang, bila dilakukan trauma artifisial maka akan terjadi

hematoma pada daerah lempeng epifisis. Bila setelah itu dilakukan penyuntikan

bakteri secara intravena, maka akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut.

2.5. INSIDENS

1. Morbiditas

Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates adalah

sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit

adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-

40% pada pasien dengan DM). insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per

100.000 penduduk. (Randall, 2011).

Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal

ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa

nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis.

Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan temuan

neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan

osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT).

Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi. (Randall,

2011).

Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai dengan Staphylococcus

Aureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat dari komunitas (Community-

Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya

diakui. (Randall, 2011).

Page 10: osteomiellitiss

2. Mortalitas

Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis  atau

keberadaan kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011).

3. Ras

Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras. (Randall,

2011).

4. Jenis kelamin

Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa kanak-

kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang dewasa.

(Randall, 2011).

5. Usia

Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis akut

hematogenous  merupakan suatu penyakit primer pada anak. Trauma langsung dan fokus

osteomielitis  berdekatan lebih sering terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada

anak. Osteomielitis vertebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun. (Randall, 2011).

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan

manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise

umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah

infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan

jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri

tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan

gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.

Page 11: osteomiellitiss

Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi

langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri,

dan nyeri tekan.

Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir

keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan

pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan

darah.

Perjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul dengan

cepat dan demam. Riwayat infeksi sebelumnya di dapat dalam sekitar 50% pasien.

Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol,

sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini

dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin

disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang

terkena, merupakan gejala osteomyelitis hematogen akut. Biakan darah harus didapatkan

dan akan positif dalam sekitar 50% pasien. Staphylococcus aureus merupakan organisme

penyerang paling sering. Dalam bayi dan neonatus, streptococcus bisa menghasilkan

gambaran klinis yang sama. Osteomyelitis eksogen sering mengikuti fraktur terbuka

terkontaminasi.

2.7. KLASIFIKASI

Terdapat beberapa macam klasifikasi osteomielitis, antara lain klasifikasi menurut waktu

onset penyakit, klasifikasi Waldvogel, klasifikasi Cierny-Mader, klasifikasi Kelly:

1. Klasifikasi menurut waktu onset penyakit:

Osteomielitis akut (penyakit berkembang dalam waktu kurang dari 2 minggu

setelah onset)

Osteomielitis subakut (penyakit berkembang dalam beberapa minggu seelah

onset)

Osteomielitis kronis (penyakit berkembang dalam beberapa bulan setelah onset)

Page 12: osteomiellitiss

2. Klasifikasi Waldvogel:

Osteomielitis hematogen akut (osteomielitis primer)

Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi tulang oleh kuman yang

menyebar melalui sirkulasi. Osteomielitis jenis ini lebih banyak dijumpai pada

anak-anak (85% penderita berusia kurang dari 17 tahun), dan lebih sering

dialami oleh laki-laki. Pada anak-anak, osteomielitis jenis ini biasanya terjadi

pada tulang panjang, sedangkan pada dewasa biasanya terjadi pada vertebrae

thoracalis atau lumbalis.

Osteomielitis contiguous focus (osteomielitis sekunder)

Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi langsung pada tulang dari fokus

infeksi di dekatnya (misalnya infeksi pada trauma jaringan lunak, fraktur

terbuka, luka bekas operasi, ulkus dekubitus, dan lain-lain). Osteomielitis ini

memiliki puncak distribusi yang bifasik, yakni banyak dijumpai pada usia muda

sekunder akibat trauma dan luka bekas operasi serta pada usia tua sekunder

akibat ulkus dekubitus.

Osteomielitis dengan insufisiensi vaskular (osteomielitis sekunder)

Osteomielitis jenis ini biasanya dialami oleh para penderita diabetes mellitus.

Sebagian besar penderita berusia antara 40-70 tahun.

Klasifikasi Waldvogel hingga kini tetap dianggap sebagai klasifikasi utama

osteomielitis, tetapi klasifikasi ini lebih didasarkan atas etiologi penyakit sehingga kurang

dapat digunakan untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya berupa pemberian

antibiotika ataupun pembedahan. Oleh karena itu, berbagai sistem klasifikasi lain telah

dikembangkan dengan menekankan pada aspek-aspek klinis tertentu dari osteomielitis.

1. Osteomielitis hematogenik akut.

Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya terjadi pada

tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai osteomielitis primer karena

kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh secara langsung dari infeksi lokal di daerah

Page 13: osteomiellitiss

orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer,

infeksi osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan yang lebih superfisial

seperti ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka yang

mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi.

(Adam,2004)

Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang panjang.

Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan

peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya

jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai,

osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan

sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan

infeksi medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk

fistel. Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai

sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk dinding tulang

baru yang terus menguat untuk mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah

tulang ini disebut involukrum. (Hidiyaningsih, 2012).

Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering adalah di

daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Daerah

metafisis menjadi daerah sasaran infeksi diperkirakan karena : 1) daerah metafisis

merupakan daerah pertumbuhan sehingga sel-sel mudanya rawan terjangkit infeksi; 2) dan

metafisis kaya akan rongga darah sehingga risiko penyebaran infeksi secara hematogen

juga meningkat; 3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik dan aliran

darah di daerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi.

(Sjamsuhidajat, 2004).

Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri

biasanya terlokalisasi  meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya.

Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus

dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan

Page 14: osteomiellitiss

bagian tubuh yang terkena infeksi.Etiologi tersering adalah kuman gram positif yaitu

Staphylococcus aureus. . (Sjamsuhidajat, 2004).

Gejala klinis osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri lokal hebat yang

terasa berdenyut. Pada anamnesis sering dikaitkan dengan riwayat jatuh sebelumnya

disertai gangguan gerak yang disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan muncul gejala

sistemik berupa seperti demam, malaise, cengeng, dan anoreksia. Nyeri terus menghebat

dan disertai pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari tulang dan

mencapai subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan.

Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai

osteomielitis sampai terbukti sebaliknya. (Hidiyaningsih, 2012)).

Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan predominasi

sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C (CRP). Aspirasi dengan jarum khusus

untuk membor dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus

infeksi di metafisis. Kelainan tulang baru tampak pada foto rongent akan tampak 2-3

minggu. Pada awalnya tampak reaksi periosteum yang diikuti dengan gambaran radiolusen

ini baru akan tampak setelah tulang kehilangan 40-50% masa tulang. MRI cukup efektif

dalam mendeteksi osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi tulang tiga fase

dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada osteomielitis akut, skintigrafi

tulang khusus juga dapat dibuat dengan menggunakan leukosit yang di beri label galium

dan indium.(Sjamsuhidajat, 2004).

Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak menjadi osteomielitis

kronik. Diberikan antibiotik parenteral berspektrum luas berdosis tinggi selama 4-6

minggu. Selain obat-obatan simtomatik untuk nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan

memperhatikan kelurusan tungkai yang sakit dengan mengenakan bidai atau traksi guna

mengurangi nyeri, mencegah kontraktur, serta penyebaran kuman lebih lanjut. Bila setelah

terapi intensif 24 jam tidak ada perbaikan, dilakukan pengeboran tulang yang sakit di

beberapa tempat untuk mengurangi tekanan intraoseus. Cairan yang keluar dapat dikultur

untuk menentukan antibiotik yang lebih tepat. (Sjamsuhidajat, 2004).

Page 15: osteomiellitiss

Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan selulitis biasa.

Setelah minggu pertama, terapi antibiotik dan analgetik sudah diberikan sehingga gejala

osteomielitis akut memudar. Gambaran rongent pada masa ini berupa daerah hipodens di

daerah metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal.  Gambaran rongent dan

klinis yang menyerupai granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma.

Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu berupa abses, atritis septik, hingga sepsis,

sedangkan komplikasi lanjutnya yaitu osteomielitis kronik, kontraktur sendi, dan gangguan

pertumbuhan tulang. (Sjamsuhidajat, 2004)

2. Osteomielitis Subakut.

Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya

disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala.

Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari

gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis

dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona

sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis

tulang panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’ atau

Ewing’s Sarcoma. (Hidiyaningsih, 2012)

Brodie Abses.

Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832, merupakan bentuk lokal

osteomielitis subakut, dan sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Insiden

tertinggi (sekitar 40%) pada dekade kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada

pasien laki-laki. Onset ini sering membahayakan, dan untuk manifestasi sistemik

pada umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya terlokalisasi di metaphysis

dari tibia atau tulang paha, dan dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak

terdapatnya sekuester, namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari lesi

ke lempeng epifisis. Abses tulang mungkin menyebrang ke lempeng epifisis namun

jarang terlokalisir.(Adam, 2004)

Page 16: osteomiellitiss

3. Osteomielitis Kronik.

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak

diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma

tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang

digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan

hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan

bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini,

pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi

lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya

drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue. Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan

nyeri lokal yang hilang timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu

luka pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent memperlihatkan gambaran

sekuester dan penulangan baru. (Hidiyaningsih, 2012)

Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan jaringan

nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran nanah. Pasien juga diberikan antibiotik

yang sesuai dengan hasil kultur. Involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang

asli yang telah hancur menjadi sekuester sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi

oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridement serta sekuesterektomi

ditunda sampai involukrum menjadi kuat. (Hidiyaningsih, 2012)

Page 17: osteomiellitiss
Page 18: osteomiellitiss

2.8. DIAGNOSTIK

LABORATORIUM

1. Pemeriksaan darah lengkap:

Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke

kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-

reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna

daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada

permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik.

CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis  kronis seringkali

didapatkan hasil yang normal.

2. Kultur :

Kultur dari luka superficial  atau saluran sinus sering tidak berkorelasi

dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang

terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien

dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi

kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur tulang

dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi.

PENCITRAAN

1. Foto polos

Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh adanya

edema jaringan lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi. Perubahan tulang tidak

terlihat untuk 14-21 hari dan pada awalnya bermanifestasi sebagai elevasi periosteal diikuti

oleh lucencies kortikal atau meduler.  Dengan 28 hari, 90% pasien menunjukkan

beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus tulang yang

menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.

Page 19: osteomiellitiss

2. MRI

MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis. Penelitian telah

menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi polos, CT,

dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar

antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning memiliki akurasi yang mirip

dengan MRI.

Page 20: osteomiellitiss

3. Radionuklida Scanning Tulang

Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi

pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI.

Sebuah fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang

dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara dramatis menurun dalam

pengaturan operasi sebelumnya atau trauma tulang. Dalam keadaan khusus, informasi

Page 21: osteomiellitiss

tambahan dapat diperoleh dari pemindaian lebih lanjut dengan leukosit berlabel dengan 67

gallium dan / atau indium 111.

4. CT scan

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan, dan

kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk

mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering menjadi pilihan pencitraan ketika MRI tidak

tersedia.

5. Ultrasonografi

Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak

dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari

setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan

dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi. 

Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang.

2.9. TATALAKSANA

Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian

antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus

merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki

spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi

subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk

tirah  baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila

demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam

24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan

intervensi bedah. (Skinner,2003)

Page 22: osteomiellitiss

Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan

osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk

memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten

pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang

tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein

fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan

jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury .

Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama

proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat

dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian,

pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan

pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk

mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih,

2012)

Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.

Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan

darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang

mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat

dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat

pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam )

dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi

pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu

penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai

perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang

cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya

menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan

sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. (Hidiyaningsih, 2012).

Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:

Page 23: osteomiellitiss

Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat

Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan penting

untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah inflamasi)

Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan

sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai

dengan waktu paruhnya.

Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi

terapi antibiotika.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang

terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu

diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah.

Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat

mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan

rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan

kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang

permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya

tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah

dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas

penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas,

kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.

(Hidiyaningsih, 2012)

 

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah  :

1.      Adanaya sequester.

Page 24: osteomiellitiss

2.      Adanya abses.

3.      Rasa sakit yang hebat.

4.      Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang

tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari.

Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris.

Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi

samping dengan pemberian irigasi ini. (Canale, 2007)

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk

merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan

transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan

sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan

meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan

penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara

bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang,

kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat

penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk

melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah

terjadinya fraktur pasca pembedahan. (Canale, 2007)

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih, 2012):

1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya

2. Dosis yang tidak adekuat

3. Lama pemberian tidak cukup

4. Timbulnya resistensi

5. Kesalahan hasil biakan

6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk

Page 25: osteomiellitiss

7. Kesalahan diagnostic

8. Pada pasien yang imunokempremaise

Page 26: osteomiellitiss
Page 27: osteomiellitiss
Page 28: osteomiellitiss

2.10. PROGNOSIS

Dari penelitian yang dilakukan Riise et al total insiden tahunan terjadinya

osteomyelitis pada anak adalah 13 dari 100.000 orang. Osteomyelitis paling sering terjadi

pada anak dibawah 3 tahun. Dengan diagnosis dan perawatan awal yang tepat, prognosis

untuk osteomyelitis adalah baik. Jika ada penundaan yang lama pada diagnosis atau

perawatan, dapat terjadi kerusakan yang parah pada tulang atau jaringan lunak

sekelilingnya yang dapat menjurus pada defisit-defisit yang permanen. Umumnya, pasien-

pasien dapat membuat kesembuhan sepenuhnya tanpa komplikasi-komplikasi yang

berkepanjangan.

2.11. KOMPLIKASI

Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak

terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab.

Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah

tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar

bahkan ke aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai

berikut:

a. Abses Tulang

b. Bakteremia

c. Fraktur Patologis

d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic)

e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.

f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium.

Page 29: osteomiellitiss

DAFTAR PUSTAKA

King, Randall W. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview. Accessed on 20 September 2015.

Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007.

Canale ST. Chapter 16-Osteomyelitis. Camblel’s Operative orthopedic, 11 th ed.

Pennyslvania : Saunders Publishing. 2007

Hidyaningsih. Referat Osteomyelitis. Jakarta: 2012. 10-24.

Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedic. New Hampshire : Appleton &

Lange;2003.

Adam, Greenspan. Orthipedic Imaging: A Practical Approach, 4th Edition. Lippincott

Williams & Wilkins. USA 2004.

Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Penerbit EGC;

Jakarta.2004.