osteomiellitiss
DESCRIPTION
kesehatanTRANSCRIPT
REFERAT
OSTEOMYELITIS
Disusun oleh :
KRISLIANA JEANE (030.10.154)
MARCELLA ANGELICA PUTRI Y. (030.11.173)
Pembimbing :
dr. DONNY, Sp.OT
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN BEDAH
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
JAKARTA 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu
jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan
kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk
bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut
juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi;
dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang
menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa.
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur
disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik.Osteomielitis akut terutama
ditemukan pada anak-anak. Tulang yang sering terkena ialah femur bagian distal, tibia
bagian proksimal, humerus, radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra.
(Randall, 2011)
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan
bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh
bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Staphylococcus adalah organisme yang
bertanggung jawab untuk 90% kasus osteomyelitis akut. Organisme lainnya termasuk
Haemophilus influenzae dan salmonella. Pada masa anak-anak penyebab osteomyelitis
yang sering terjadi ialah Streptococcus, sedangkan pada orang dewasa ialah
Staphylococcus. (Robbins 2007)
Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau
menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada
tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat
langsung masuk melalui luka tersebut. (anonym, 2011).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula.
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah
sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah
sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000
penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis
adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari.
(Randall, 2011)
Diagnosis infeksi tulang dan sendi biasanya dapat dibuat dari tanda-tanda yang
tampak pada pemeriksaan fisik. Pada lokasi perifer seperti efusi sendi dan dan nyeri pada
metafisis yang terlokalisir, dengan atau tanpa pembengkakan, membuat diagnosis relatif
mudah. Namun pada panggul, pinggul, tulang belakang, tulang belikat dan bahu, penegakan
diagnosis terjadinya infeksi sulit untuk ditentukan. Sehingga, pemeriksaan penunjang,
dalam hal ini, pencitraan dapat memudahkan dan menegakkan diagnosis dari osteomielitis.
Pemeriksaan pencitraan radiaografi yang dapat dilakukan ialah foto polos, Computed
Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan radionuklir. Pemeriksaan
tersebut dapat memudahkan dokter dalam menegakkan diagnosis osteomielitis. (Randall,
2011)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
2.2. DEFINISI
Osteomielitis (osteo-berasal dari kata Yunani yaitu osteon, berarti tulang, myelo
artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan) secara sederhana berarti infeksi tulang atau
sumsum tulang. Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada
tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenic.(Randall, 2011).
Berdasarkan kamus kedokteran Dorland, osteomielitis ialah radang tulang yang disebabkan
oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya.
Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sum-sum,
korteks, dan periosteum.
2.3. ETIOLOGI
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan
bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh
bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman
Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada
periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat
patogen. (Robbins 2007).
Penyebab sekundernya adalah trauma,terutama pada compound fraktur yang tidak
dirawat. Selain itu dapat disebabkan oleh infeksi dari periostitis setelah ulcer gingiva,
lymphnodes, furunkel yangterinfeksi atau laserasi. Kondisi sistemik yang dapat mengubah
resistensi host dan mempengaruhi penyebaran penyakit seperti Diabetes Mellitus, gangguan
autoimun, agranulositosis, anemia terutama sicklecell,,leukimia, AIDS, syphilis, malnutrisi,
kemoterapi untuk penderitakanker,pengguna obat steroid.- Pecandu alkohol dan pengguna
tobacco biasanya mudah berhubungan denganosteomyelitis
Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi:
1. Osteomielitis hematogenus akut
Bayi baru lahir (kurang dari 4 bulan): S. Aureus, Enterobacter, dan
kelompok Streptococcus α dan β.
Anak-anak (usia 4 bulan sampai 4 tahun): Streptococcus α dan
β, Haemophilus influenzae, dan Enterobacter.
Remaja (usia 4 tahun sampai dewasa): S. aureus (80%), kelompok
Streptococcus α, H influenzae, dan Enterobacter
Dewasa: S. aureus dan kadang-kadang Enterobacter dan Streptococcus.
2. Osteomielitis langsung
Umumnya disebabkan oleh S. Aureus, spesies enterobacter, dan spesies
pseudomonas.
Tusukan melalui separtu atletik : s. aureus dan spesies pseudomonas.
Penyakit sel sabit : staphylococcus dan salmonella. (Randall, 2011)
2.4. PATOGENESIS
Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan
percobaan; pada studi ini ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap
infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau
adanya benda asing. (Daniel, 1997). Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara,
termasuk beberapa cara dibawah ini :
Melalui aliran darah.
Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi
saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah
di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang lebih
lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang pada
lengan dan kaki.
Dari infeksi di dekatnya.
Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka
terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.
Kontaminasi langsung
Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang
yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain
itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau memperbaiki
fraktur. (anonym, 2011).
Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan
mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk komponen tulang matriks (fibronektin,
laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen- binding adhesin
memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. Fibronektin-binding adhesin dari S.
Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan
dalam tulang, (Daniel, 1997).
S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup
secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang
merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka muncul sebagai apa yang disebut
varian koloni kecil) dapat menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika
mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali, mereka akan mengekspresikan fenotip
yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan
tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek. (Daniel, 1997).
Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik antara
osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang
dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan factor osteolitik
yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada remodeling tulang normal dan
fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba
menyerang sel yang mengandung mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan
radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan
sekitarnya. Beberapa komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan
sebagai factor-faktor yang memodulasi tulang (bone modulating factors). (Daniel,1997).
Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan
agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah tulang, menurunkan
jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi.
(Daniel,1997).
Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus dan
mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen yang
mengalami devaskularisasi, disebut sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan
congesti atau thrombosis pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam
osteomielitis akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis
adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak
adanya osteosit yang hidup. (Daniel, 1997).
Osteomielitis selalu dimulai dari daerah metafisis. Ada beberapa teori yang menjelaskan
terjadinya infeksi pada daerah metafisis antara lain:
1. Teori vaskular (Trueta)
Pada daerah metafisis terdapat banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan
membentuk sinus-sinus, sehingga aliran darah pada daerah ini menjadi lebih lambat.
Lambatnya aliran darah menyebabkan bakteri mudah berkembang biak.
2. Teori fagositosis (Rang)
Metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikulo-endotelial. Bila terjadi
infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur yang banyak terdapat di
daerah ini. Akan tetapi, pada daerah ini juga terdapat sel-sel fagosit imatur yang
tidak dapat memfagosit bakteri sehingga beberapa bakteri tidak difagosit dan dapat
berkembang biak.
3. Teori trauma
Dari percobaan pada binatang, bila dilakukan trauma artifisial maka akan terjadi
hematoma pada daerah lempeng epifisis. Bila setelah itu dilakukan penyuntikan
bakteri secara intravena, maka akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut.
2.5. INSIDENS
1. Morbiditas
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates adalah
sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit
adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-
40% pada pasien dengan DM). insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per
100.000 penduduk. (Randall, 2011).
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal
ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa
nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis.
Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan temuan
neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan
osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT).
Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi. (Randall,
2011).
Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai dengan Staphylococcus
Aureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat dari komunitas (Community-
Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya
diakui. (Randall, 2011).
2. Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau
keberadaan kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011).
3. Ras
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras. (Randall,
2011).
4. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa kanak-
kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang dewasa.
(Randall, 2011).
5. Usia
Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis akut
hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada anak. Trauma langsung dan fokus
osteomielitis berdekatan lebih sering terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada
anak. Osteomielitis vertebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun. (Randall, 2011).
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan
manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise
umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah
infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan
jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri
tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan
gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri,
dan nyeri tekan.
Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan
darah.
Perjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul dengan
cepat dan demam. Riwayat infeksi sebelumnya di dapat dalam sekitar 50% pasien.
Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol,
sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini
dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin
disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang
terkena, merupakan gejala osteomyelitis hematogen akut. Biakan darah harus didapatkan
dan akan positif dalam sekitar 50% pasien. Staphylococcus aureus merupakan organisme
penyerang paling sering. Dalam bayi dan neonatus, streptococcus bisa menghasilkan
gambaran klinis yang sama. Osteomyelitis eksogen sering mengikuti fraktur terbuka
terkontaminasi.
2.7. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa macam klasifikasi osteomielitis, antara lain klasifikasi menurut waktu
onset penyakit, klasifikasi Waldvogel, klasifikasi Cierny-Mader, klasifikasi Kelly:
1. Klasifikasi menurut waktu onset penyakit:
Osteomielitis akut (penyakit berkembang dalam waktu kurang dari 2 minggu
setelah onset)
Osteomielitis subakut (penyakit berkembang dalam beberapa minggu seelah
onset)
Osteomielitis kronis (penyakit berkembang dalam beberapa bulan setelah onset)
2. Klasifikasi Waldvogel:
Osteomielitis hematogen akut (osteomielitis primer)
Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi tulang oleh kuman yang
menyebar melalui sirkulasi. Osteomielitis jenis ini lebih banyak dijumpai pada
anak-anak (85% penderita berusia kurang dari 17 tahun), dan lebih sering
dialami oleh laki-laki. Pada anak-anak, osteomielitis jenis ini biasanya terjadi
pada tulang panjang, sedangkan pada dewasa biasanya terjadi pada vertebrae
thoracalis atau lumbalis.
Osteomielitis contiguous focus (osteomielitis sekunder)
Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi langsung pada tulang dari fokus
infeksi di dekatnya (misalnya infeksi pada trauma jaringan lunak, fraktur
terbuka, luka bekas operasi, ulkus dekubitus, dan lain-lain). Osteomielitis ini
memiliki puncak distribusi yang bifasik, yakni banyak dijumpai pada usia muda
sekunder akibat trauma dan luka bekas operasi serta pada usia tua sekunder
akibat ulkus dekubitus.
Osteomielitis dengan insufisiensi vaskular (osteomielitis sekunder)
Osteomielitis jenis ini biasanya dialami oleh para penderita diabetes mellitus.
Sebagian besar penderita berusia antara 40-70 tahun.
Klasifikasi Waldvogel hingga kini tetap dianggap sebagai klasifikasi utama
osteomielitis, tetapi klasifikasi ini lebih didasarkan atas etiologi penyakit sehingga kurang
dapat digunakan untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya berupa pemberian
antibiotika ataupun pembedahan. Oleh karena itu, berbagai sistem klasifikasi lain telah
dikembangkan dengan menekankan pada aspek-aspek klinis tertentu dari osteomielitis.
1. Osteomielitis hematogenik akut.
Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya terjadi pada
tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai osteomielitis primer karena
kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh secara langsung dari infeksi lokal di daerah
orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer,
infeksi osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan yang lebih superfisial
seperti ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka yang
mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi.
(Adam,2004)
Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang panjang.
Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan
peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya
jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai,
osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan
sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan
infeksi medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk
fistel. Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai
sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk dinding tulang
baru yang terus menguat untuk mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah
tulang ini disebut involukrum. (Hidiyaningsih, 2012).
Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering adalah di
daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Daerah
metafisis menjadi daerah sasaran infeksi diperkirakan karena : 1) daerah metafisis
merupakan daerah pertumbuhan sehingga sel-sel mudanya rawan terjangkit infeksi; 2) dan
metafisis kaya akan rongga darah sehingga risiko penyebaran infeksi secara hematogen
juga meningkat; 3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik dan aliran
darah di daerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi.
(Sjamsuhidajat, 2004).
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri
biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya.
Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus
dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan
bagian tubuh yang terkena infeksi.Etiologi tersering adalah kuman gram positif yaitu
Staphylococcus aureus. . (Sjamsuhidajat, 2004).
Gejala klinis osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri lokal hebat yang
terasa berdenyut. Pada anamnesis sering dikaitkan dengan riwayat jatuh sebelumnya
disertai gangguan gerak yang disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan muncul gejala
sistemik berupa seperti demam, malaise, cengeng, dan anoreksia. Nyeri terus menghebat
dan disertai pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari tulang dan
mencapai subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan.
Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai
osteomielitis sampai terbukti sebaliknya. (Hidiyaningsih, 2012)).
Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan predominasi
sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C (CRP). Aspirasi dengan jarum khusus
untuk membor dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus
infeksi di metafisis. Kelainan tulang baru tampak pada foto rongent akan tampak 2-3
minggu. Pada awalnya tampak reaksi periosteum yang diikuti dengan gambaran radiolusen
ini baru akan tampak setelah tulang kehilangan 40-50% masa tulang. MRI cukup efektif
dalam mendeteksi osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi tulang tiga fase
dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada osteomielitis akut, skintigrafi
tulang khusus juga dapat dibuat dengan menggunakan leukosit yang di beri label galium
dan indium.(Sjamsuhidajat, 2004).
Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak menjadi osteomielitis
kronik. Diberikan antibiotik parenteral berspektrum luas berdosis tinggi selama 4-6
minggu. Selain obat-obatan simtomatik untuk nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan
memperhatikan kelurusan tungkai yang sakit dengan mengenakan bidai atau traksi guna
mengurangi nyeri, mencegah kontraktur, serta penyebaran kuman lebih lanjut. Bila setelah
terapi intensif 24 jam tidak ada perbaikan, dilakukan pengeboran tulang yang sakit di
beberapa tempat untuk mengurangi tekanan intraoseus. Cairan yang keluar dapat dikultur
untuk menentukan antibiotik yang lebih tepat. (Sjamsuhidajat, 2004).
Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan selulitis biasa.
Setelah minggu pertama, terapi antibiotik dan analgetik sudah diberikan sehingga gejala
osteomielitis akut memudar. Gambaran rongent pada masa ini berupa daerah hipodens di
daerah metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal. Gambaran rongent dan
klinis yang menyerupai granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma.
Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu berupa abses, atritis septik, hingga sepsis,
sedangkan komplikasi lanjutnya yaitu osteomielitis kronik, kontraktur sendi, dan gangguan
pertumbuhan tulang. (Sjamsuhidajat, 2004)
2. Osteomielitis Subakut.
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya
disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala.
Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari
gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis
dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona
sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis
tulang panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’ atau
Ewing’s Sarcoma. (Hidiyaningsih, 2012)
Brodie Abses.
Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832, merupakan bentuk lokal
osteomielitis subakut, dan sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Insiden
tertinggi (sekitar 40%) pada dekade kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada
pasien laki-laki. Onset ini sering membahayakan, dan untuk manifestasi sistemik
pada umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya terlokalisasi di metaphysis
dari tibia atau tulang paha, dan dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak
terdapatnya sekuester, namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari lesi
ke lempeng epifisis. Abses tulang mungkin menyebrang ke lempeng epifisis namun
jarang terlokalisir.(Adam, 2004)
3. Osteomielitis Kronik.
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak
diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma
tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang
digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan
bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini,
pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi
lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya
drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue. Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan
nyeri lokal yang hilang timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu
luka pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent memperlihatkan gambaran
sekuester dan penulangan baru. (Hidiyaningsih, 2012)
Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan jaringan
nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran nanah. Pasien juga diberikan antibiotik
yang sesuai dengan hasil kultur. Involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang
asli yang telah hancur menjadi sekuester sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi
oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridement serta sekuesterektomi
ditunda sampai involukrum menjadi kuat. (Hidiyaningsih, 2012)
2.8. DIAGNOSTIK
LABORATORIUM
1. Pemeriksaan darah lengkap:
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke
kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-
reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna
daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada
permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik.
CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis kronis seringkali
didapatkan hasil yang normal.
2. Kultur :
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi
dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang
terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien
dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi
kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur tulang
dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi.
PENCITRAAN
1. Foto polos
Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh adanya
edema jaringan lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi. Perubahan tulang tidak
terlihat untuk 14-21 hari dan pada awalnya bermanifestasi sebagai elevasi periosteal diikuti
oleh lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari, 90% pasien menunjukkan
beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus tulang yang
menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.
2. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis. Penelitian telah
menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi polos, CT,
dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar
antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning memiliki akurasi yang mirip
dengan MRI.
3. Radionuklida Scanning Tulang
Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi
pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI.
Sebuah fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang
dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara dramatis menurun dalam
pengaturan operasi sebelumnya atau trauma tulang. Dalam keadaan khusus, informasi
tambahan dapat diperoleh dari pemindaian lebih lanjut dengan leukosit berlabel dengan 67
gallium dan / atau indium 111.
4. CT scan
CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan, dan
kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk
mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering menjadi pilihan pencitraan ketika MRI tidak
tersedia.
5. Ultrasonografi
Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak
dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari
setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan
dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi.
Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang.
2.9. TATALAKSANA
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus
merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki
spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi
subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk
tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila
demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam
24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan
intervensi bedah. (Skinner,2003)
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk
memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten
pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang
tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein
fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan
jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury .
Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama
proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat
dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian,
pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan
pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk
mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih,
2012)
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.
Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan
darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang
mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat
dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat
pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam )
dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi
pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu
penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang
cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya
menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan
sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. (Hidiyaningsih, 2012).
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat
Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan penting
untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah inflamasi)
Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan
sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai
dengan waktu paruhnya.
Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi
terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu
diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah.
Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat
mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan
kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang
permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya
tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah
dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas
penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas,
kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.
(Hidiyaningsih, 2012)
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1. Adanaya sequester.
2. Adanya abses.
3. Rasa sakit yang hebat.
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari.
Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dengan pemberian irigasi ini. (Canale, 2007)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan
transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan
sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan
meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan
penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara
bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang,
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk
melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah
terjadinya fraktur pasca pembedahan. (Canale, 2007)
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih, 2012):
1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostic
8. Pada pasien yang imunokempremaise
2.10. PROGNOSIS
Dari penelitian yang dilakukan Riise et al total insiden tahunan terjadinya
osteomyelitis pada anak adalah 13 dari 100.000 orang. Osteomyelitis paling sering terjadi
pada anak dibawah 3 tahun. Dengan diagnosis dan perawatan awal yang tepat, prognosis
untuk osteomyelitis adalah baik. Jika ada penundaan yang lama pada diagnosis atau
perawatan, dapat terjadi kerusakan yang parah pada tulang atau jaringan lunak
sekelilingnya yang dapat menjurus pada defisit-defisit yang permanen. Umumnya, pasien-
pasien dapat membuat kesembuhan sepenuhnya tanpa komplikasi-komplikasi yang
berkepanjangan.
2.11. KOMPLIKASI
Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak
terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab.
Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah
tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar
bahkan ke aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai
berikut:
a. Abses Tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur Patologis
d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic)
e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.
f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium.
DAFTAR PUSTAKA
King, Randall W. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview. Accessed on 20 September 2015.
Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007.
Canale ST. Chapter 16-Osteomyelitis. Camblel’s Operative orthopedic, 11 th ed.
Pennyslvania : Saunders Publishing. 2007
Hidyaningsih. Referat Osteomyelitis. Jakarta: 2012. 10-24.
Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedic. New Hampshire : Appleton &
Lange;2003.
Adam, Greenspan. Orthipedic Imaging: A Practical Approach, 4th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. USA 2004.
Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Penerbit EGC;
Jakarta.2004.