organisasi perusahaan dan kepailitan
TRANSCRIPT
ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN
WISHNU KURNIAWAN
SEPTEMBER 2007
LITERATUR
Kitab Undang – Undang Hukum Perusahaan ( Prof. Drs.
C.S.T. Kansil dan Christie S.T. Kansil, S.H., M.H.)
Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (I.G. Rai Widjaya,
S.H., MA)
Hukum Kepailitan (Hj. Rahayu Hartini, S.H., M.Si.)
Hukum Perusahaan Indonesia (Prof. Abdulkadir
Muhammad, S.H.)
Doktrin – doktrin Modern Dalam Corporate Law (Henry
R. Cheeseman)
Understanding Bankruptcy (Frank H. Dixon)
Peraturan perundang - undangan
PERTEMUAN
75 menit tutorial
50 menit pertanyaan
25 menit tanya jawab
Evaluasi Penilaian
Middle Test (UTS) 35%
Final Test (UAS) 40%
Tugas 20%
Partisipasi 5 %
Badan Usaha Milik Negara (Undang Undang Nomor 19 tahun 2003 / UU BUMN)
Pengertian BUMN
Adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya di miliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
Pasal 1 angka 1 UU BUMN
Poin Utama dari pengertian BUMN
adalah:
1. Berbentuk suatu Badan Usaha.
2. Sebagian besar atau keseluruhan modal adalah milik
negara.
3. Pemilikan modal melalui penyertaan secara langsung.
4. Berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
1. Berbentuk Badan Usaha
Bertujuan (tujuan BUMN) :
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan negara pada khususnya.
2. Mengejar keuntungan.
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
4. Menjadi perintis kegiatan – kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta & koperasi.
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi
lemah, koperasi, dan masyarakat.
Pasal 2 angka 1 UU BUMN
Batasan Dalam Pencapaian Tujuan
BUMN dalam mencapai maksud dan tujuannya tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang – undangan,
ketertiban umum, dan/atau kesusilaan
Pasal 2 angka 2 UU BUMN
2. Sebagian besar atau keseluruhan
modal adalah milik negara.
Modal secara keseluruhan adalah modal yang
dimiliki oleh perusahaan secara keseluruhan
adalah milik negara.
Modal yang sebagian besar milik negara adalah
modal perusahaan yang paling sedikit 51 %
adalah milik negara.
3. Pemilikan modal melalui penyertaan
secara langsung.
Penyertaan modal dalam rangka pendirian atau penyertaan
ke dalam BUMN dan/atau perseroan terbatas yang
sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 4 angka 3 UU BUMN
4. Berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan.
Modal Perusahaan yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan tersebut bersumber dari: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Kapitalisasi Cadangan.
Sumber lainnya.
Pasal 4 angka 2 UU BUMN
Macam – macam BUMN
Perusahaan Persero (disebut Persero).
Perusahaan Perseroan Terbuka
(disebut Persero Terbuka).
Perusahaan Umum (disebut Perum).
Pasal 1 angka 2 – 3 UU BUMN
Perusahaan Persero
adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam
saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Pasal 1 angka 2 UU BUMN
Pendirian Persero
Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar
pertimbangan yang terlebih dahulu menlalui kajian dari Menteri Teknis dan Menteri
Keuangan
Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh Menteri
dengan memperhatikan kaidah – kaidah yang
terdapat di dalam peraturan perundang – undangan,
yang dalam hal ini berlaku ketentuan UU No. 1 Thn
1995 sebagaimana yang telah dirubah dengan UU
No. 40 Thn 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Dalam hal pendirian Perseroan Terbatas terdapat di
dalam Pasal 7 s/d Pasal 14 UU No. 40 Thn 2007.
Pasal 11 UU BUMN
Perusahaan Persero Terbuka
adalah persero yang modal dan jumlah pemegang
sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang
melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan
perundang – undangan di bidang Pasar Modal. (Pasal 1
angka 3 UU BUMN)
Dalam hal ini adalah sesuai dengan ketentuan UU No. 8
Thn 1995 tentang Pasar Modal.
Ketentuan terhadap Perseroan Terbuka secara prinsip
adalah sesuai dengan Perseroan Terbatas yang Go
Publik.(Pasal 34 UU BUMN)
Ketentuan tentang Perusahaan Publik terdapat dalam
pasal 70 s/d pasal 84 Undang Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal.
Perusahaan Umum
(PERUM)
adalah Badan Usaha Milik Negara yang seluruh
modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas
saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
(Pasal 35 s/d Pasal 62 UU BUMN)
Pendirian PERUM Diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai
dengan dasar pertimbangan setelah dikaji
bersama Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
Perum memperoleh status Badan Hukum sejak
diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang
pendiriannya.
Contoh PP Persero & Perum :
PP Nomor 58 Tahun 2003 tentang Perusahaan Gas Negara
(persero)
PP Nomor 60 Tahun 2003 tentang Penyertaan Modal Perum
Damri (pesero terbuka)
Kesimpulan : Pendirian / pembentukan Badan Usaha Milik Negara adalah tunduk / berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Namun pelaksanaan pengelolaan Perusahaan berdasar sesuai dengan prinsip
pengelolaan UU Perseroan Terbatas dan ketentuan yang berlaku dalam UU Pasar
Modal.
Pengertian Badan Usaha Milik Daerah
adalah berdirinya semua perusahaan yang modalnya
untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan
kekayaan Daerah yang dipisahkan, kecuali jika
ditentukan lain oleh UU.
Pasal 2 UU BUMD
Poin utama dalam pengertian BUMD
a. Berbentuk Badan Usaha.
b. Modal secara keseluruhan atau sebagian
adalah kekayaan daerah yang dipisahkan.
a. Berbentuk Badan Usaha.
adalah suatu kesatuan produksi yang bertujuan
untuk turut serta melaksanakan pembangunan
daerah untuk memenuhi kebutuhan rakyat
dengan mengutamakan industrialisasi menuju
masyarakat yang adil dan makmur.
Pasal 5 UU BUMD
b. Modal secara keseluruhan atau sebagian
adalah kekayaan daerah yang dipisahkan.
adalah modal yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah secara keseluruhan maupun
sebagian adalah merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pasal 7 ayat (1) UU BUMD
Klasifikasi bentuk kekayaan daerah yang
dipisahkan
Apabila secara keseluruhan modal Perusahaan Daerah dari kekayaan
satu daerah yang dipisahkan tidak terdiri atas saham.
Apabila modal Perusahaan Daerah secara keseluruhan terdiri atas
kekayaan beberapa daerah yang dipisahkan, maka modal perusahaan
tersebut terdiri atas saham – saham.
Apabila Perusahaan Daerah untuk sebagian terdiri dari kekayaan Daerah
yang dipisahkan maka modal perusahaan tersebut terdiri dari saham –
saham.
Pasal 7 ayat (2) a s/d b UU BUMD
Tujuan terbentuknya Perusahaan
Daerah
Turut serta menyelenggarakan pembangunan Daerah dalam
bidang ekonomi nasional.
Untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Menuju masyarakat yang adil dan makmur
Pasal 5 UU BUMD
Batasan pembentukan Perusahaan
Daerah
Untuk cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak di
Daerah yang bersangkutan diusahakan oleh Perusahaan Daerah yang
modalnya secara keseluruhan adalah kekayaan Daerah yang dipisahkan.
(Pasal 5 UU BUMD dan Penjelasan Pasal 5 UU BUMD)
Pola pelaksanaan kegiatan usaha Perusahaan Daerah didirikan adalah
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di dalam negara Indonesia
(yang dalam hal ini adalah UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan UU No. 8 Thn 1995 tentang Pasar Modal). (Pasal 2 dan
Pasal 3 UU BUMD)
BUMD sebagai Badan Usaha berbadan
hukum
Perusahaan Daerah (BUMD) didirikan berdasarkan
Peraturan Daerah dengan kuasa dari UU Perusahaan
Daerah (BUMD).
Peraturan Daerah dapat secara sah berlakunya setelah
mendapat pengesahan oleh Instansi tingkat atasnya
(Presiden untuk DKI Jakarta, Menteri Dalam Negeri untuk
Pemerintahan tingkat Propinsi (Daerah tingkat I), dan
Kepala Daerah tingkat satu untuk Pemerintah Daerah
tingkat Kota/Kabupaten (tingkat II)).
Pasal 1 UU BUMD
Pembubaran BUMD Pembubaran BUMD beserta penunjukan likuiditurnya ditetapkan dengan Peraturan
Daerah oleh Daerah yang membentuk Perusahaan Daerah tersebut dengan melalui
pengesahan instansi atasan Daerah yang bersangkutan.
Pengertian
Penggabungan (merger) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan
yang lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan
diri menjadi bubar.
Peleburan (konsolidasi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
dua atau lebih Perseroan untuk meleburkan diri dengan cara membentuk
satu perseroan baru dan masing – masing perseroan yang meleburkan diri
menjadi bubar.
Pengambilalihan (akuisisi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik
seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan
beralihnya pengendaluian terhadap perseroan tersebut.
Pasal 122 – pasal 125 UUPT
Ketentuan yang berlaku
bagi penggabungan
Perseroan Terbatas
secara mutatis mutandis
juga berlaku bagi
peleburan Perseroan
Terbatas
Pasal 124 UU PT
Akibat hukum terjadinya
Penggabungan & Peleburan:
Aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan
atau Perseroan hasil Peleburan.
Pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri
karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima
Penggabungan atau Perseroan hasil peleburan.
Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena
hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai
berlaku.
Kesimpulan:
Pada dasarnya penggabungan & peleburan satu atau lebih
Perseroan Terbatas ke dalam suatu Peseroan akan mengakibatkan
peralihan secara hukum dari segala hak – hak dan kewajiban
yang dimiliki oleh Perseroan Terbatas.
Rencana penggabungan atau
peleburan Perseroan Terbatas
ke dalam Perseroan yang lain
tertuang dalam Rancangan
Penggabungan atau Rancangan
Peleburan yang disusun secara
bersama oleh Direksi Perseroan
yang menggabungkan diri
dengan Direksi dari Perseroan
yang menerima Penggabungan
atau Peleburan
Rancangan penggabungan atau peleburan
sekurang kurangnya harus memuat :
1. Nama dan tempat kedudukan Perseroan yang akan melakukan
penggabungan;
2. Alasan serta penjelasan masing – masing Direksi Perseroan yang akan
melakukan penggabungan dan persyaratan penggabungan;
3. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil penggabungan;
4. Neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari semua perseroan yang akan melakukan penggabungan;
5. Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan
yang akan melakukan penggabungan;
Rancangan Penggabungan:
6.Neraca proforma Perseroan yang menerima;
7.Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
8.Cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri
terhadap pihak ketiga;
9.Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap penggabungan
Perseroan;
10.Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta gaji, honorarium dan tunjangan
bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima penggabungan;
11.Perkiraan jangka waktu penggabungan;
12.Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap
perseroan yang akan melakukan penggabungan;
Rancangan Penggabungan:
13. Kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan
penggabungan dan perubahan yang terjadi selama
tahun buku yang sedang berjalan; dan
14. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku
yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan
Perseroan yang akan melakukan penggabungan.
Ringkasan Rancangan Penggabungan
wajib diumumkan secara bersama oleh
Direksi Perseroan, baik yang menerima
penggabungan maupun yang
menggabungkan diri, dalam 1 (satu) atau
lebih surat kabar harian dan
mengumumkan secara tertulis kepada
seluruh karyawan yang akan melakukan
penggabungan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 127 ayat (2) UU PT
Pengambilalihan
Adalah pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan
oleh Perseroan melalui Direksi Peseroan atau langsung dari pemegang saham dengan
tidak mengindahkan dari ketentuan dan syarat berdirinya suatu Perseroan Terbatas.
Pasal 125 dan Penjelasan Pasal 125 UU PT
Setiap pengambilalihan
Perseroan wajib memperoleh
persetujuan dari seluruh
pemegang saham perseroan.
Setiap persetujuan pemegang
saham harus diambil sesuai
dengan kuorum kehadiran.
RUPS disetujui oleh paling
sedikit ¾ (tiga per empat) dari
jumlah RUPS yang hadir.
Pasal 125 ayat (4) UU PT
Poin dalam Pengambilalihan
Pengambilalihan dilakukan oleh suatu badan – badan hukum maupun
perseorangan.
Pengambilalihan dilakukan melalui pengambilalihan dari seluruh maupun
sebagian besar saham.
Dalam hal pengambilalihan melalui Direksi, pihak yang akan mengambilalih
menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi
Perseroan yang akan mengambilalih.
Dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, maka Direksi Perseroan
yang akan diambilalih dengan persetujuan Komisaris wajib membuat rancangan
pengambilalihan.
Dalam hal pengambilalihan dilakukan langsung dari pemegang saham maka
penyampaian maksud pengambilalihan dan pembuatan rancangan
pengambilalihan tidak perlu dilakukan.
Rancangan pengambilalihan sekurang –
kurangnya memuat:
1. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan
yang akan diambil alih.
2. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan
Direksi Perseroan yang akan mengambil alih.
3. Neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari
semua perseroan yang akan melakukan pengambialihan.
4. Tata cara pengambialihan dan konversi saham dari Perseroan yang akan
diambilalih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran
pengambilalihan dilakukan dengan saham
Rancangan pengambilalihan sekurang –
kurangnya memuat:
5. Jumlah saham yang akan diambilalih
6. Kesiapan pendanaan.
7. Neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambialih setelah
pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
di Indonesia.
8. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
pengambilalihan.
9. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan
Komisaris, dan karyawan dari perseroan yang akan diambilalih.
Rancangan pengambilalihan sekurang –
kurangnya memuat:
10. Perkiraan jangka panjang pelaksanaan
pengambillihan , termasuk jangka waktu pemberian
kuasa pengalihan saham dari pemegang saham
kepada Direksi Perseroan.
11. Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan
hasil Pengambilalihan apabila ada.
Hal yang perlu diperhatikan dalam
Penggabungan, Peleburan, & Pengambialihan
adalah:
Perseroan,pemegang saham minoritas, dan karyawan.
Kreditor dan mitra usaha lainnya.
Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan
usaha.
KEPAILITAN
PARA PIHAK DALAM
HUKUM KEPAILITAN Debitor
Kreditor
Hakim Pengawas
Kurator dan Balai Harta Peninggalan
Debitor Orang yang mempunyai utang karena
perjanjian atau Undang Undang yang
pelunasannya dapat di tagih di muka
Pengadilan
Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 37
Tahun 2004 (UUK)
Kreditor
Orang yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau Undang Undang yang
dapat ditagih di muka Pengadilan
Pasal 1 angka 2 UUK
Hakim Pengawas
Hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam
putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang
Pasal 1 angka 8 UUK
Tugas utama dari Hakim Pengawas adalah untuk
mengawasi pengurusan dan pemberesan harta
kepailitan.
Pasal 65 UUK
Kurator
adalah Balai Harta Peninggalan (BHP) atau
orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan
harta Debitor Pailit di bawah perusahaan
pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan
Undang Undang ini.
Pasal 1 angka 5 UUK
Kurator Tugas utama Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan
harta pailit.
Pasal 68 ayat (1) UUK
Kurator
Dahulu UU No. 4 Thn ’98
Kurator Balai Harta Peninggalan.
Berdasarkan Pasal 70 UUK
Ayat (1)a
Kurator Balai Harta Peninggalan (BHP)
Ayat (1)b
Kurator Kurator lainnya
Kurator Yang dimaksud Kurator lainnya pasal 70 ayat (2) UUK
a. Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang
memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam
rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit
b. Terdaftar pada kementrian yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan
perundang – undangan.
Syarat – syarat Pernyataan Pailit
&
Akibat Hukum Putusan Pernyataan
Pailit
Syarat – syarat Pernyataan Pailit
Seorang Debitor yang memiliki dua atau lebih Kreditor.
Seorang Debitor tersebut setidaknya berhenti membayar
satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih di
muka Pengadilan.
(penjelasan pasal 2 ayat 2 UUK)
Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit
a. Bagi Debitor Pailit dan harta kekayaannya.
b. Bagi tuntutan tertentu.
c. Pengaruh terhadap pelaksanaan hukum
(eksekusi).
d. Pengaruh terhadap perjanjian timbal – balik.
e. Terhadap harta perkawinan.
f. Terhadap Hipotik, Gadai, dan Hak Retensi.
Sejak di bacakan putusan Pailit maka si Debitor kehilangan hak untuk melakukan
pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya.
Pasal 24 ayat (1) UUK
Bagi Debitor Pailit dan Harta
Kekayaannya
Bagi Tuntutan Tertentu Sejak Debitor diputus pailit maka segala putusan hakim yang menyangkut harta
kekayaan debitor pailit harus dihentikan. Putusan tersebut dibatalkan demi
hukum.
Pasal 29 UUK
Pengaruh terhadap Pelaksanaan
Hukum (eksekusi)
Apabila terdapat seorang Debitor yang telah ditahan (eksekusi tahanan) harus
dilepaskan demi hukum, tanpa mengurangi berlakunya ketentuan seperti yang
dimaksud pasal 93 UUK.
Pasal 31 ayat (3)
Pengaruh Terhadap Perjanjian Timbal
Balik Putusan pernyataan pailit tidak mengikat perjanjian timbal balik yang
diadakan debitor pailit sebelum kepailitan/putusan pailit diambil.
Pasal 36 ayat (1) UUK
Terhadap Harta Perkawinan Putusan pailit akan berpengaruh terhadap harta Debitor juga yang meliputi
persatuan harta perkawinan.
Pasal 23 UUK
Terhadap Hipotik, Gadai, dan Hak
Retensi
Putusan Pailit atas Debitor tidak berpengaruh
pada harta Hipoik, gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hak agunan.
Kreditor pemegang jaminan dapat langsung
mengeksekusi boedel pailit secara langsung
seolah – olah tidak terjadi kepailitan
Pasal 55 ayat (1) UUK
Renvooi
Adalah istilah yang berasal dari kata
“renvoa” yang berarti “penunjukan
kembali”
Renvooi Dalam pengertian di hukum Kepailitan adalah
penyelesaian bantahan atas piutang – piutang
oleh kantor Kurator atau Balai Harta
Peninggalan (BHP) maupun debitor pailit
dalam rapat verifikasi boedel pailit.
Ps. 127 – Ps. 130 UUK
Renvooi
Diajukan ke Pengadilan selama
Hakim Pengawas harta pailit tidak
mampu mendamaikan kedua
pihak dan dilakukan oleh sorang
advokat.
BERAKHIRNYA
KEPAILITAN
Perdamaian (Accord) Ps.144 – Ps. 177 UUK
Insolvensi dan pemberesan harta kepailitan
(
Rehabilitasi
Perdamaian (Accord) Adalah perjanjian antara debitor pailit dan kreditor dimana Debitor
pailit menawarkan pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada
kreditor konkuren.
Ps. 144 UUK
Upaya Hukum Putusan Pailit
Kasasi (Ps. 11 – Ps. 13 UUK)
Peninjaun Kembali (Ps.14 dan Ps. 295 – Ps 298 UUK)
KASASI
Diajukan oleh Kreditor, Debitor, ataupun Kreditor yang
bukan merupakan merupakan pihak pada persidangan
tingkat pertama, diajukan paling lambat 8 hari setelah
tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan.
Ps. 11 ayat (2) dan ayat (3) UUK
KASASI
Waktu permohonan kasasi dihitung sejak, pemohon kasasi
mengajukan kepada Panitera yang telah memutus
permohonan pernyataan pailit dan memberikan tanda
terima tertulis dan ditanda tangani oleh Paniteradisertai
tanggal yang sesuai dengan tanggal penerimaan
pendaftaran.
Ps. 11 ayat (4) UUK
KASASI Pendaftaran permohonan kasasi atas putusan
pernyataan pailit dilampiri dengan memori kasasi
oleh pemohon kasasi.
Ps. 12 ayat (1)
KASASI Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi
dan memori kasasi kepada termohon kasasi paling
lambat 2 hari setelah permohonan kasasi
didaftarkan.
Ps. 12 ayat (2) UUK
KASASI Termohon kasasi dapat mengajukan kontra
memori kasasi paling lambat 7 hari, setelah
termohon mendapatkan memori kasasi dari
Penitera.
Panitera wajib menyampaikan kontra memori
kasasi kepada pemohon kasasi paling lambat 2
hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh
Pengadilan.
Ps. 12 ayat (3) UUK
Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi,
memori kasasi, dan kontra memori kasasi beserta
berkas perkara paling lambat 14 hari setelah tanggal
permohonan kasasi didaftarkan.
Ps. 12 ayat (4)
KASASI
KASASI Mahkamah Agung wajib mempelajari
permohonan kasasi dan menetapkan hari sidang
paling lambat 2 hari setelah permohonan kasasi
diterima oleh Mahkamah Agung dan paling
lambat 20 hari sejak Mahkamah Agung
menerima permohonan kasasi pernyataan pailit
harus sudah melaksanakan pemeriksaan atas
permohonan kasasi.
KASASI Putusan permohonan kasasi harus diucapkan
paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan
kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
Ps. 13 ayat (3)
KASASI Panitera lingkup Mahkamah Agung wajib
menyampaikan salinan putusan kasasi kepada
Panitera pada Pengadilan Niaga paling lambat 3
hari setelah tanggal putusan dan jurusita
Pengadilan yang terkait wajib menyampaikan
salinan kasasi kepada pemohon kasasi, termohon
kasasi, Kurator, dan Hakim Pengawas paling
lambat 2 hari setelah putusan kasasi diterima dari
Mahkamah Agung.
Ps. 13 ayat (7)
Permohonan Penijauan
Kembali Ketentuan atas seluruh proses Kasasi berlaku
secara mutatis mutandis bagi Peninjauan Kembali.
Ps. 14. ayat (2) UUK
Permohonan Penijauan Kembali
Setelah perkara diputus namun ditemukan bukti baru dan
bersifat menentukan yang pada waktu diperiksa di
Pengadilan sudah ada, namun belum ditemukan.
Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat
kekelirian yang nyata.
Ps. 295 ayat (2) UUK
Permohonan Penijauan Kembali
Terhadap peninjauan kembali atas bukti baru yang ditemukan dapat dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 180 hari setelah tanggal putusan yang yang
diajukan dalam peninjauan kembali mempunyai kekuatan hukum yang tetap
Ps. 296 ayat (1) UUK
Permohonan Penijauan Kembali
Peninjauan kembali atas putusan Hakim yang terdapat kekeliruan yang nyata
dapat diajukan paling lambat 30 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.
Ps. 296 ayat (2) UUK
Permohonan Penijauan Kembali
Pemohon menyerahkan salinan bukti pendukung kepada Panitera Pengadilan
yang memutus permohonan pernyataan pailit tingkat pertama.
Ps. 297 ayat (1) UUK
Permohonan Penijauan Kembali
Salinan bukti pendukung dan salinan permohonan peninjauan kembali diserahkan kepada termohon paling lambat 2 hari setelah tanggal didaftarkan.
Ps. 297 ayat (2) UUK
Permohonan Penijauan Kembali
Pihak termohon peninjauan kembali dapat mengajukan jawaban dengan
jangka waktu paling lambat 10 hari setelah tanggal permohonan
peninjauan kembali didaftarkan
Ps. 297 ayat (3) UUK
Permohonan Penijauan Kembali Panitera Pengadilan wajib menyampaikan jawaban dan
permohonan peninjauan kembali kepada Panitera
Mahkamah Agung dengan jangka waktu paling lambat
12 hari setelah permohonan didaftarkan.
Ps. 297 ayat (4) UUK
Permohonan Penijauan Kembali
Mahkamah Agung segera memeriksa dan memberikan putusan atas
permohonan peninjauan kembali dalam jangka waktu paling lambat 30 hari.
Ps. 298 ayat (1) UUK
Permohonan Penijauan Kembali
Salinan putusan peninjauan kembali harus disampaikan kepada para pihak
dalam jangka waktu paling lambat 32 hari setelah salinan tersebut diterima
oleh Panitera Mahkamah Agung
Ps 298 ayat (3) UUK
PENUNDAAN
KEWAJIBAN
PEMBAYARAN
UTANG
(PKPU)
PKPU Maksud:
Suatu masa yang diberikan oleh Undang Undang melalui
putusan hakim niaga.
Tujuan:
Agar Debitor dan Kreditir dapat melakukan musyawarah
untuk membicarakan utang dapat ditagih pada jatuh tempo
agar dapat dibayar secara keseluruhan atau sebagian serta
berikut dengan cara – cara pembayarannya.
Pasal 222 UUK
Bilamana PKPU dapat diajukan
Permohonan PKPU tetap berikut perpanjangannya
ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:
- Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang
haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan
mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan
yang diakui atau yang sementara diakui dari Kreditor
Konkuren atau yang dikuasakan.
- Persetujuan lebih dari ½ jumlah Kreditor yang piutangnya
dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hak hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan
mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan
Kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang PKPU.
PKPU
PKPU = Permohonan Pernyataan Pailit.
Perbedaan Dalam hal Kedudukan
Pernyataan Pailit: orang yang dinyatakan pailit akan kehilangan kecakapan
untuk berbuat terhadap harta bendanya sendiri.
PKPU: Kecakapan untuk berbuat atas bendanya dapat dilakukan dan
pembayaran atas piutang yang telah dilakukan mendapatkan penundaan
pembayaran.
Dalam Hal Lembaga Pemeliharaan
Pernyataan Pailit: Tidak dapat menentukan nasib harta benda yang dimiliki.
PKPU:Dapat menentukan nasib harta yang dimiliki, meskipun harus seijin
“pemelihara” (sebagai pengganti BHP)
Kurator atau BHP
PKPU: Kurator tidak dapat turut campur tangan dalam persoalan
penundaan kewajiban pembayaran utang
Pernyataan Pailit: Segala sesuatu yang menyangkut atas penyelesaian utang
dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan atau Kurator.
Syarat PKPU
Diajukan oleh Debitor maupun Kreditor dan telah ditanda tangani
oleh Debitor maupun Kreditor itu sendiri serta tanda tangan
penasihat hukum.
Dalam hal pemohon adalah Debitor, maka permohonan harus
disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, serta utang
Debitor dengan disertai surat bukti secukupnya.
Dalam hal pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil
Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7
hari sebelum sidang.
Pada sidang yang dimaksud Debitor wajib menyertakan daftar
besertasurat bukti yang cukup dan apabila ada diajukan juga rencana
perdamaian.
Ketentuan dan syarat yang berlaku di dalam permohonan pengajuan
pernyataan pailit berlaku secara mutatis dan mutandis di dalam hal
PKPU.
Pasal 225 UUK
PKPU Diajukan oleh Kreditor, Debitor, ataupun Kreditor – kreditor tertentu yang
diamanatkan pada pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Ps. 222 ayat (2) dan ayat (3) serta Ps. 223 UUK
Subyek – subyek PKPU
Kreditor
Debitor
Kreditor – kreditor tertentu yang diamanatkan pada
pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Pengurus penyelesaian PKPU.
Hakim Pengawas
Pemelihara atau Pengurus penyelesaian PKPU.
Panitia Kreditor
Pengurus Adalah seorang yang Independen (tidak memiliki benturan kepentingan
antara debitor maupun Kreditor) untuk membantu debitor dalam mengurusi
hartanya.
Hakim Pengawas Bersama Pengurus dan Debitor mengurus harta Debitor
Panitia Kreditor
Terbagi dalam 2 hal, yaitu:
Atas permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang meliputi uang dalam jumlah
besar atau yang bersfat rumit.
Atas pengangkatan yang dikhendaki oleh
Kreditor Konkuren yang mewakili sedikitnya
½ bagian dari seluruh tagihan yang diakui.