dalam organisasi atau perusahaan

32
Dalam organisasi atau perusahaan, komunikasi in memiliki peranan yang penting. Kenapa memiliki peranan yang penting? Sebab komunikasi ini adalah suatu interaksi antara anggota organisasi yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi Pemerintahan Komunikasi mempunyai peranan asasi dalam segala aspek kehidupan manusia, masyarakat, dan negara, karena komunikasi adalah wahana utama dari kegiatan dan kehidupan manusia sehari-hari. Manusia berkomunikasi dengan sesamanya karena mereka saling membutuhkan, dan juga karena manusia hanya bisa berkembang melalui komunikasi. Komunikasi telah menjadi kepentingan vital bagi manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Masyarakat tak dapat berkembang tanpa informasi dan komunikasi. ( F. Rachmadi dalam Riyono Pratikto, 1987 : 82). Pada mulanya komunikasi hanya terjadi pada masyarakat yang terbatas luasnya, yaitu kelompok-kelompok yang hidup berdampingan atau yang merupakan bagian dari unit politik yang sama. Selama berabad-abad, bahkan selama ribuan tahun tahun di beberapa tempat, mayoritas penduduk dunia hidup dalam batas-batas unit sosial kecil. Dengan demikian, komunikasi antarpribadi menjadi kajian utama. Kajian Ilmu Komunikasi pada perkembangan terakhir melintasi berbagai disiplin ilmu. Sekarang kita mengenal istilah Komunikasi politik, komunikasi organisasi, komunikasi pembangunan, sosiologi komunikasi, psikologi komunikasi, dan lain-lain. Dan para pengkaji ilmu komunikasi yang memiliki minat dalam ilmu pemerintahan juga tidak ketinggalan, mereka mulai memasuki

Upload: larasdwinugrahani

Post on 07-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

organisasi perusahaan

TRANSCRIPT

Page 1: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

Dalam organisasi atau perusahaan, komunikasi in memiliki peranan yang penting. Kenapa memiliki

peranan yang penting? Sebab komunikasi ini adalah suatu interaksi antara anggota organisasi yang

satu dengan yang lainnya.

Komunikasi Pemerintahan

Komunikasi mempunyai peranan asasi dalam segala aspek kehidupan manusia, masyarakat, dan

negara, karena komunikasi adalah wahana utama dari kegiatan dan kehidupan manusia sehari-

hari. Manusia berkomunikasi dengan sesamanya karena mereka saling membutuhkan, dan juga

karena manusia hanya bisa berkembang melalui komunikasi. Komunikasi telah menjadi

kepentingan vital bagi manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Masyarakat tak

dapat berkembang tanpa informasi dan komunikasi. ( F. Rachmadi dalam Riyono Pratikto, 1987 :

82).

Pada mulanya komunikasi hanya terjadi pada masyarakat yang terbatas luasnya, yaitu kelompok-

kelompok yang hidup berdampingan atau yang merupakan bagian dari unit politik yang sama.

Selama berabad-abad, bahkan selama ribuan tahun tahun di beberapa tempat, mayoritas

penduduk dunia hidup dalam batas-batas unit sosial kecil. Dengan demikian, komunikasi

antarpribadi menjadi kajian utama.

Kajian Ilmu Komunikasi pada perkembangan terakhir melintasi berbagai disiplin ilmu. Sekarang

kita mengenal istilah Komunikasi politik, komunikasi organisasi, komunikasi pembangunan,

sosiologi komunikasi, psikologi komunikasi, dan lain-lain. Dan para pengkaji ilmu komunikasi

yang memiliki minat dalam ilmu pemerintahan juga tidak ketinggalan, mereka mulai memasuki

wilayah ilmu pemerintahan. Dan kemudian muncul istilah Komunikasi Pemerintahan.

Belum begitu banyak referensi yang dapat diandalkan, sebagai bahan rujukan yang membahas

masalah komunikasi pemerintahan. Akan tetapi tampaknya, sebagai suatu kajian, komunikasi

pemerintahan erat kaitannya dengan Komunikasi organisasi dan Komunikasi Politik. Karena

memasuki wilayah organisasi dan politik, mau tidak mau dalam mengupas komunikasi

pemerintahan mesti menyentuh keduanya.

Organisasi sosial terdiri atas sekumpulan orang yang terdiri atas sekumpulan orang yang

memiliki hubungan yang relatif stabil di antara perseorangan dan sub kelompok. Organisasi-

organisasi bervariasi dalam kejelasan hubungan itu. Hubungan pribadi dalam organisasi informal

berkembang secara spontan dan berlangsung melalui pengertian bersama, aturan yang tidak

diucapkan, ritual, dan tradisi. Sebaliknya, organisasi formal memiliki aturan dan pengaturan

Page 2: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

yang tegas, kedudukan di dalam organisasi yang ditetapkan dengan teliti, dan hak serta

kewajiban yang ditunjukkan dengan jelas bagi para anggota. Pada umumnya, semakin rumit

organisasi itu, semakin besar struktur formalnya. Jadi, organisasi yang rumit memiliki prosedur

operasi standar ( SOPs, standard operation procedures) yang rinci bagi tugas-tugas spesialisasi

— manajer, administrasi, teknik, dsb.— dan kriteria prestasi yang mendominasi pengangkatan,

alokasi beban tugas, status, gaji dan sebagainya. ( Dan Nimmo, 1989 : 211).

Pada bagian lain Dan Nimmo menyatakan: “ Kelompok – kelompok yang lebih formal meliputi

partai politik dan berbagai organisasi kepentingan khusus seperti serikat buruh, asosiasi

perusahaan, pembela konsumen, organisasi hak sipil, dan koalisi kebebasan wanita. Akhirnya

pada ujung yang paling formal dari kontinum ini terdapat organisasi birokratik. Kebanyakan dari

apa yang harus kita katakana mengenai media organisasi menyangkut komunikasi di dalam

birokrasi.” Organisasi birokratik berusaha mencapai rasionalitas, efisiensi, dan keakhlian dalam

melaksanakan tugas tertentu.

Ciri-ciri organisasi formal berkaitan dengan suatu fenomena yang disebut komunikasi jabatan

(posisitional communication) ( Redfield, 1953). Hubungan dibentuk antara jabatan-jabatan,

bukan antara orang-orang. Keseluruhan organisasi terdiri dari jaringan jabatan. Mereka yang

menduduki jabatan diharuskan berkomunikasi dengan cara yang sesuai dengan jabatan mereka.

Sekalipun demikian, dalam praktik komunikasi jabatan ini membingungkan, karena tidak semua

jabatan dan interaksi secara seksama sesuai dengan diagram jabatan. Bagan organisasi yang

resmi tidak pernah secara lengkap menentukan perilaku dan hubungan sosial anggota organisasi.

Meskipun tidak mungkin untuk sepenuhnya memisahkan suatu jabatan dari kepribadian orang

yang menduduki jabatan tersebut, sering produktivitas organisasi bergantung kepada komunikasi

jabatan. Kenyataan ini tidak tidak pula mengecilkan pengaruh komunikasi informal yang juga

penting. Dalam setiap organisasi formal, biasanya tumbuh pula kelompok-kelompok informal.

Karena hubungan informal terbentuk sebagai respons terhada berbagai kesempatan yang

diciptakan lingkungan kelompok yang lebih nyata yang mempengaruhi jumlah dan pelaksanaan

hubungan informal dalam organisasi ( R. Wayne Pace & Don F. Faules, 1998 : 48).

TIPE KOMUNIKASI PEMERINTAHAN

Di dalam komunikasi pemerintahan, terdapat dua tipe umum saluran komunikasi. Yang satu

memudahkan komunikasi intern. Proses komunikasi birokratik internal ini memiliki tiga

aspek. Pertama, orang harus memiliki informasi sebagai dasar untuk membuat keputusan. Kedua,

Page 3: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

putusan dan dasar alasannya harus disebarkan agar anggota-anggota organisasi itu

melaksanakannya. Ketiga, ada saluran-saluran untuk “pembicaraan keorganisasian”, percakapan

sehari-hari yang biasa dalm menjalankan pekerjaan, dan pembicaraan yang dilakukan oleh

anggota-anggota dalam melaksanakan tugas setiap hari menciptakan keanggotaan yang

bermakna dalam tatanan sosial yang sedang berlangsung.

Selain saluran internal, ada juga media untuk berkomunikasi secara eksternal; dalam dinas

pemerintahan misalnya, misalnya, media ini mencakup saluran untuk berkomunikasi kepada

warga masyarakat pada umumnya, klien kepentingan khusus, legislative, dan instansi

pemerintahan yang lain. 

3 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada dasarnya adalah proses pengoperan lambing-lambang yang mengandung

arti dari satu pihak kepada pihak lain. Astrid S. Susanto (1982: 120) yang menyatakan bahwa

lambing-lambang yang digunakan harus dipahami oleh komunikator maupun komunikan. Colley

(dalam Effendy, 1992: 56-57) menyatakan bahwa:

Proses komunikasi adalah proses pengoperan lambing-lambang yang mengandung pengertian

tertentu oleh seseorang kepada orang lain. Oleh karena proses komunikasi setidaknya meliputi:

1. Komunikator (Communicator), yakni orang yang menyampaikan atau mengatakan atau

menyiarkan pesan. 

2. Pesan (Message) yaitu idea, informasi, opini dan sebagainya.

3. Saluran (chanel), media) ialah alat yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan

pesan.

4. Komunikan (Audience), yaitu orang yang menerima pesan

5. Efek, yakni pengaruh kegiatan komuniukasi yang dilakukan komunikator kepada komunikan.

Schramm (dalam Effendy, 1986: 28) mengemukakan bahwa “Proses komunikasi pada

hakekatnya adalah membuat sipenerima dan sipemberi sama-sama setala (tuned) untuk sesuatu

pesan (message)”. Untuk membuat pesan itu setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan

dilakukan melalui proses komunikasi. Sehubungan dengan proses komunikasi ini, oleh Fisher

(1986: 155) mengemukakan pendapatnya “Proses pentransformasian pesan dari satu bentuk

kebentuk yang lain pada saat penerimaan (dititik tujuan) disebut dengan decoding (pengalihan

Page 4: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

sendi).

Dalam proses komunikasi yang melakukan penyandian (encoding) adalah komunikator dan

kegiatan untuk pengalihan sendi (decoding) dilakukan komunikan. Dalam kaitan ini Schramm

(dalam Effendy, 1986: 29) mengemukakan pendapatnya mengenai proses penyandian bahwa:

Pertama-tama sumber meng-ecode pesannya, yaitu ia mengambil informasi yang ia berikan, lalu

ia tuangkan dalam bentukk yang dapat dikirimkan. Gambaran dalam otak kita (pictures in our

heads) tak mungkin dapat dioverkan atau disiarkan kecuali kalau sudah di-code. Jika gambaran

tadi di-code dalam kata-kata lisan, maka akan dapatlah dipindahkan dengan mudah dan efektif.

Berdasarkan uraian tadi dapat disimpulkan bahwa perumusan pesan baik dalam bentuk kata-kata

lisan maupun tertulis merupakan langkah awal yang penting dan menentukan berlangsungnya

komunikasi, karena dalam merumuskan pesan memerlukan kecermatan untuk memilih kata-kata

yang tepat dan dapat dipahami oleh mereka. Dalam hubungan dengan penyandian ini kita lihat

pendapat dari Fisher (1986: 155-156) yang menyatakan:

Satu unsur pokok dalam proses penyampaian dari model mekanistis komunikasi adalah

pengertian tentang tingkat kecermatan. Dalam pengertian komunikasi, tingkatan dimana pesan

itu sama pada titik salurannya (katakanlah pesan yang disandi oleh sumber pesan dan pesan yang

dialih sandi oleh penerima), merupakan tingkat kecermatan dari proses penyampaian itu.

Kecermatan dalam memilih kata-kata yang tepat dalam merumuskan pesan itu penting dan

menentukan agar ide-ide, gagasan-gagasan yang ada itu dapat dituangkan kedalam lambing-

lambang yang bisa dimengerti oleh penerima, sehingga tidak terjadi salah penafsiran. Informasi

yang disampaikan kepada komunikan harus secara jelas dan dapat dimengerti. Oleh sebab itu

lambang yang dipergunakan haruslah dapat dimengerti oleh mereka yang menjadi sasaran

komunikasi, ini berarti kalau menggunakan bahasa maka harus digunakan bahasa yang dapat

dimengerti. Disamping itu pesan yang disampaikan oleh komunikator hendaknya dapat

menimbulkan minat dan perhatian dari komunikannya.

Pesan pembangunan pada prinsipnya bersifat ideologis dan informative. Pesan ideologis adalah

menyampaikan ide-ide politik yang mengarah pada suatu tindakan yang konkrit, menjelaskan

ide-ide dengan tujuan untuk mengatur tindakan-tindakan bersama dan akhirnya dapat

menggalakan solidaritas sosial. Sedangkan pesan informatif bersifat mendidik, langsung

Page 5: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

meningkatkan kesadaran, perhatian pengetahuan dan kemampuan baik secara individu maupun

kelompok.

Selanjutnya tahapan lain yang juga diperhatikan oleh komunikator adalah memilih saluran

komunikasi yang akan dipergunakan untuk menyebarkan pesannya. Sehubungan dengan saluran

komunikasi ini, Edward Depari dan Colin Mac Andrews (1985: 16) menyatakan sebagai berikut:

Saluran komunikasi adalah alat melalui mana sumber komunikasi menyampaikan pesan-pesan

(message) kepada penerima (reseiver). Saluran ini dapat dianggap sebagai penerus/penyampai

pesan yang berasal dari sumber informasi kepada tujuan informasi.

Jadi saluran komunikasi merupakan alat yang dipergunakan komunikator untuk

menyampaikan/meneruskan/menyebarkan pesannya kepada penerima atau komunikan.

Berkenaan dengan pentingnya saluran ini dalam komunikasi, B. Aubray Fisher (1986: 157)

mengemukakan pendapatnya bahwa:

Setiap komponen komunikasi terletak pada saluran. Para komunikator saling dihubungkan oleh

adanya saluran. Dalam kenyataannya yang memungkinkan adanya hubungan atau sambungan

tiap-tiap komponen komunikasi adalah saluran itu dan hanya saluran itulah yang dapat berbuat

demikian. Tanpa adanya saluran, maka komponen-komponen itu akan terkatung-katung secara

konseptual dalam ruang.

Dari uraian tadi jelaslah bahwa saluran komunikasi diperlukan dalam setiap kegiatan komuniasi,

karena berperan untuk menghubungkan fungsi dari penyandian dengan pengalihan sandi. Saluran

komunikasi ini sering juga disebut sebagai media atau sarana komunikasi. Media ini bentuknya

macam-macam, seperti telepon, telegram, radio, televisi, pers, kesenian dan yang dapat

menyampaikan informasi kepada pemirsanya. Dengan demikian maka komunikator dapat

menggunakan media yang cocok untuk penyebaran pesannya. Dalam keperluan ini ditentukan

dulu sifat dari komunikannya yaitu sebagi individu, kelompok atau berupa khalayak, setelah

mengetahui sifat dari komunikan tersebut, baru komunikator menyampaikan pesannya kepada

komunikan.

Pada saat prosews penyampaian pesan kepada komunikan sering mengalami gangguan, sehingga

informasi ketika sampai kepada komunikan tidak seutuhnya seperti saat meninggalkan

sumbernya, mengenai gangguan terhadap proses perjalanan dari pesan ini pendapat B. Aubray

Fisher (1986: 156) sebagai berikut: 

Page 6: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

Adapun yang mengintervensi proses penyampaian penerimaan pesan itu dan karena berperan

mengurangi tingkat kecermatan dari pesan tersebut dinamakan gangguan (noise), wajar untuk

beranggapan bahwa suatu pesan yang ditransformasikan ke dalam begitu banyak variasi yang

berbeda, sebagaimana yang terjadi dalam komunikasi manusia, tidak dapat dielakan lagi akan

menghasilkan tingkat kecermatan yang rendah, atau dengan perkataan lain, potensi gangguan

yang akan merongrong tingkat kecermatan pesan yang disampaikan itu amat tinggi, dan ada

sesuatu yang pasti hilang dalam proses penterjemahan yang bersangkutan.

Dari uraian tersebut jelas bahwa gangguan pesan (noise) dalam proses penyampaian dan

penerimaan pesan itu selalu ada dan tidak dapat dihindarkan, walaupun terkadang kurang nyata

dirasakan oleh pihak yang berkomunikasi. Gangguan tadi dapat berasal dari penyampaian pesan

atau penerima pesan atau dapat pula dari saluran komunikasi.

Salah satu dari unsur komunikasi adalah terjadinya apa yang disebut arus balik (feedback) yang

merupakan efek dari komunikasi. Jika proses komunikasi berlangsung cukup lama akan terjadi

arus balik dimaksud, mengenai arus balik atau yang disebut juga efek komunikasi dapat

dibedakan dalam empat macam, yaitu zero feed back, positive feddback, neutral feedback dan

negative feedback. Mengenai pembedaan tadi beserta maknanya oleh Raph Webb (1982: 17)

dikemukakan sebagai berikut: 

1. Zero feedback, yaitu feedback yang diterima komunikator dari komunikan, oleh komunikator

tidak dapat dimengerti tentang apa yang dimaksud oleh komunikan.

2. Positive feedback, yaitu pesan yang dikembalikan kepada komunikator dapat dimengerti dan

mendapat persetujuan, komunikan bersedia berpartisipasi memenuhi ajakan seperti yang termuat

dalam pesan yang diterimanya.

3. Neutral feedback, yaitu feedback yang tidak memihak, artinya pesan yang dikembalikan

kepada komunikator tidak relevan atau tidak ada hubungannya dengan masalah yang

disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.

4. Negative feedback, yaitu pesan yang dikembalikan kepadfa komunikator tidaklah mendukung

atau menentang, yang berarti terjadi kertikan atau kemarahan.

Jadi jelas arus balik yang dikembalikan kepada komunikator adalah berbeda-beda. Komunikator

yang berpengalaman biasanya akan memperhatikan efeknya. Dalam kaitan ini kita melihat

Page 7: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

pendapat Jalaludin Rakhmat (2000: 13) yang menguraikan bahwa komunikasi yang efektif

berpengaruh pada pengertian (persepsi), kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan sosial yang

baik dan tindakan. Sistem komunikasi interpersonal berpengaruh pada sensasi, persepsi, memori

dan berpikir, sedangkan dalam komunikasi massa, efek komunikasi berpengaruh pada kognitif,

afektif dan behavioral atau konatif.

Menurut Gonzales (dalam Amri Jahi, 1993: 17) “efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran,

belajar dan tambahan penetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan

attituide (sikap) sedangkan efek konatif berhubungan dengan prilaku dan niat untuk melakukan

sesuatu menurut cara tertentu. Sementara Astrid S. Susanto (1982: 121) menyatakan sikap

kegiatan komunikasi bertujuan untuk mengubah dan tindakan sikap komunikan atau sekurang-

kurangnya bermaksud untuk memperoleh persetujuan dan dukungan komunikan. Hanya apabila

komunikasi mampu memperoleh persetujuan atau maksud komunikator, maka komunikasi dapat

dikatakan berhasil. Didukung oleh pendapat dari Bintoro (1983: 34) yang menyatakan

“komunikasi adalah sebagai proses mengubah prilaku orang lain”.

4 Jenis-Jenis Komunikasi

Jenis komunikasi yang diperlukan dalam proses manajemen pembangunan adalah komunikasi

dari atas ke bawah, dari bawah ke atas dan komunikasi searah (Bryant dan White, 198: 172) dan

Syed A Rahim (dalam Depary, 1979: 55) mengungkapkan pula bahwa jenis komunikasi dalam

pembangunan berjalan secara vertical dan horizontal. Secara vertical, arus komunikasi yang

berjalan dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas, yang berlaku relatif antar kelompok

kecil anggota masyarakat yang terlibat dalan perencanaan maupun pelaksanaan program

pembangunan. Sedangkan komunikasi horizontal yang terjadi umumnya banyak tergantung dari

proses komunikasi vertical, dan terjadi diantara kelompok pemuka (Leading group) semata-mata.

Sedangkan arus pesan (informasi) tersebut menurut Melvin De Fleur (Depari, 1978: 7) harus

melakukan dua tahap:

1. Informasi berkembang melalui media (channel) kepada individu-individu yang relatif “cukup

informasi” (well informed), yang pada umumnya memperoleh informasi langsung.

2. Informasi tersebut kemudian berkembang dari mereka yang cukup informasi melalui saluran

komunikasi antar pribadi kepada individu/masyarakat.

Page 8: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

Komunikasi semacam itu dikenal dengan komunikasi dua tahap, dimana individu/kelompok

yang mempunyai banyak hubungan dengan sumber informasi yang lazimnya disebut “pemuka

pendapat”, sebab ternyata peranan mereka besar sekali baik dalam meneruskan informasi

maupun dalam menafsirkan informasi kedalam masyarakat. Dalam hubungan ini pemuka

pendapat, bias dari organisasi pemerintah yang berhubungan langsung dengan masyarakat.

Kemudian masyarakat akan terlibat dalam komunikasi melalui keluarga, lembaga-lembaga sosial

maupun kegiatan organisasi massa lainnya.

5 Efektivitas Komunikasi

Komunikasi efektiv jika mereka yang lerlibat dalam komunikasi, selain mengerti bahasa yang

dipergunakan juga mengerti makna dari isi pesan yang dikomunikasikan. Pemahaman terhadap

isi pesan yang disampaikan itu penting untuk diwujudkan komunikasi yang efektif. Sedangkan

dengan itu Oemi Abdurrahman (1986: 30) yang menyatakan bahwa: “Pesan (massege) yang

disampaikan komunikator harus mempunyai pengertian yang sama dengan komunikan agar

dapat dimengerti, sehingga komunikator akan mengetahui bagaimana respon dari komunikan

terhadap komunikator”. Schramm (dalam Effendy, 1986: 18) menyatakan bahwa:

Komunikasi akan berhasil, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan kerangka

acuan (freme of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experience)

yang pernah diperoleh komunikan. Bidang pengalaman (field of experience) merupakan faktor

yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang

pengalaman komunikan, komunikasi akan berjalan lancar. Sebaliknya bila pengalaman

komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator akan timbul kesukaran untuk mengerti

satu sama lain.

Oleh karena itu pesan agar mendapat respon harus memenuhi syarat-syarat, menurut Effendy

(1986: 44), sebagai berikut:

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian

sasaran yang dimaksud.

2. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antar

sumber dan sasaran, sehingga sama-sama dapat dimengerti.

3. Pesan harus dapat membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan mengarahkan

Page 9: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tadi.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi

situasi kelompok dimana sasaran berbeda pada saat digerakan untuk memberikan tanggapan

yang dikehendaki.

Kemudian pesan itu disampaikan melalui sarana atau media yang tepat dan meminimalkan

gangguan (noise) serta memperhatikan tanggapan (respon) komunikan, sehingga mampu

merealisasikan misi komunikasi.

Dari beberapa bahasan tentang komunikasi terdahulu, dapat disimpulkan dalam proses

komunikasi pemerintahan, antara komunikator dengan komunikan agar berlangsung efektiv

maka harus memperhatikan unsur-unsur, yaitu: penyampaian pesan-pesan (message), saluran

atau media (channel), gangguan pesan (noise) dan efek komunikasi (respon). Sehingga

diharapkan melalui kegiatan komunikasi pemerintahan dapat mempengaruhi sikap dan tingkat

laku masyarakat atau dengan kata lain melalui upaya komunikasi dapat meningkatkan partisipasi

masyarakat.

(http://diar-cahdiar.blogspot.com/2009/04/komunikasi-organisasipemerintahan.html)

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK

DAN BERSIH

Oleh: Drs. H. Feisal Tamin

Good Governance

Sebagaimana dimaklumi pada pertengahan tahun 1980 berkembang konsep good governance,

yang dirumuskan oleh World Bank sebagai “… the manner in which power is exercised in the

management country’s economic and social resource for development…”. Sebenarnya konsep

good governance sendiri telah dikembangkan oleh banyak penulis dengan berbagai argumentasi

dan justifikasi, sehingga disebut sebagai a rather confusing variety of catchword, suatu konsep

yang ‘has come to mean too many different things’.

Page 10: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

Namun demikian, rumusan UNDP tentang GG agaknya banyak dipakai sebagai konsep rujukan

oleh berbagai lembaga; negara/pemerintah, masyarakat dan sektor swasta. Bahkan Bank Dunia

sebagai penggagas konsep GG juga mengalami tuntutan agar dilakukan perubahan dalam tingkat

tata kelola internal dan reformasi kelembagaan (Pincus & Winters, 2004:31). Ini menunjukkan

bahwa GG menjadi isu utama dalam tata kelola dan reformasi kelembagaan yang tidak saja

berdimensi lokal, namun juga internasional. Rumusan konsepsi UNDP tentang GG sebagai

hubungan sinergis dan konstruktif antara negara, sektor swasta, dan masyarakat, memiliki

sembilan dasar karakteristik, yaitu:

1. Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung

maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.

Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi

secara konstruktif.

2. Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

3. Transparency, dibangun atas dasar kebebasan mendapatkan akses informasi publik bagi

masyarakat.

4. Responsiveness, lembaga-lembaga publik tanggap dan cepat dalam melayani stakeholder.

5. Consensus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.

6. Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan

dan keadilan.

7. Effectiveness and efficiency, pengelolaan sumber daya publik secara berdaya guna (efisien)

dan berhasil guna (efektif).

8. Accountability, Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.

9. Strategic vision, penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke

depan. (Mardiasmo, 2004:24).

Kita tidak sedang membahas satu persatu, sembilan karakteristik tentang GG yang dirumuskan

oleh UNDP, sebab isu tersebut dalam kurun waktu satu dasawarsa ini menjadi sedemikian

populer dan menjadi kajian banyak pihak. Sebagai rujukan yang harus diemban oleh pemangku

mandat dalam melakukan fungsi-fungsi pelayanan publik, pemerintah melalui Lembaga

Administrasi Negara (LAN) memberikan rumusan dan pengistilahan GG sebagai “…

Page 11: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

kepemerintahan yang baik dan mendefinisikannya sebagai penyelenggaraan negara yang solid

dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang

konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat”. (Riant Nugroho,

2004: 221).

Oleh karena itu untuk mempermudah konsepsi GG yang telah mengalami banyak pemaknaan,

tidak berlebihan jika ditarik kesimpulan guna membatasi operasionalisasi konsep tersebut

melalui pertanyaan; apakah pemerintah tahu apa yang harus dikerjakannya dan apakah pekerjaan

tersebut dilaksanakan secara efisien? Jadi sebenarnya GG adalah masalah kepercayaan dan hal

itu berkenaan dengan kontrol dan pengendalian atas segala sumber daya melalui kewenangan

yang dimiliki, baik untuk mengalokasikan maupun mendistribusikannya.

Pertanyaan berikutnya bagaimana peran komunikasi sebagai kekuatan yang signifikan guna

mewujudkan Good Governance. Untuk melihat itu semua, maka komunikasi yang bagaimana

dapat secara efektif menjadi stimulus bagi perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik dan

bersih? Siapa saja aktor atau pelaku komunikasi dalam perwujudan pemerintahan yang baik dan

bersih tersebut?

Efektivitas Komunikasi

Gelombang perubahan yang menandai kemajuan peradaban, dicerminkan oleh keadaan yang

sarat dengan persaingan dan liberalisasi arus informasi; investasi, modal, tenaga kerja, dan

budaya. Pada sisi internal, pemerintahan juga akan menghadapi masyarakat yang semakin cerdas

(knowledge based society), yang juga berarti masyarakat yang banyak tuntutan (demanding

community). Hal ini menjadi suatu konsekuensi atas pemenuhan yang memuaskan terhadap

public services pemerintah, sebagai imbalan atas pajak yang telah mereka bayarkan.

(Mardiasmo, 2004: 11).

Tuntutan berbagai pihak atas perbaikan serta peningkatan pelayanan publik dan penyingkapan

informasi publik oleh demanding community, menjadi tema sentral dalam salah satu isu GG.

Transparansi, akuntabilitas kelembagaan menjadi rujukan utama dalam rangka menjawab

tuntutan yang saat ini sedang berkembang. Oleh sebab itu, efektivitas komunikasi saya angkat

Page 12: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

sebagai titik tekan dalam merespon tema ini.

Negara sebagai pengelola sumber daya diyakini memiliki potensi untuk melakukan

penyimpangan kekuasaan (abuse), baik terhadap informasi-informasi publik ataupun terhadap

sumber daya. Hal ini dapat dibuktikan, tidak saja pada negara-negara yang berada dalam struktur

tertutup (otoritarian), bahkan meluas juga pada negara-negara maju. Tuntutan keterbukaan oleh

masyarakat diyakini dapat menjaga perilaku negara untuk tidak sewenang-wenang. Namun,

meskipun negara memiliki potensi seperti yang telah disebutkan diatas, melalui birokrasinya

negara tetap dianggap organ utama untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya.

Sebagai catatan : Beberapa harian terbitan ibukota bulan Mei 1979 menurunkan berita (Berita

Buana, headline) mengenai pernyataan Feisal Tamin, juru bicara Departemen Dalam Negeri

antara lain : ”bahwa pejabat-pejabat pemerintah khususnya Pejabat PR harus terbuka dan harus

mampu berkomunikasi dengan masyarakat. Pejabat yang tertutup berarti mereka adalah pejabat

yang picik, pejabat yang takut diketahui kesalahannya”. Atas berita tersebut

Mensekneg/Mendagri a.d. interim waktu itu menegur saya/mempertanyakannya. Demikian,

seperti itulah kondisi/sistim pada era yang tidak sepenuhnya terbuka.

Panggung global membutuhkan naskah baru. Naskah baru ini menuntut para pemain utamanya

untuk mengubah cara berpikir dan bertindak mereka. Ini berlaku bagi individu dan juga institusi,

baik itu korporasi, serikat pekerja, kelompok-kelompok kampanye, investor, pemerintah daerah,

maupun pemerintah pusat. (Ohmae, 2005: 253).

Adagium diam berarti emas atau banyak kerja sedikit bicara, sepertinya tidak lagi menjadi

relevan dalam masyarakat yang semakin cerdas dan semakin menuntut. Karena, pemerintahan

yang efektif dalam era sekarang adalah suatu pemerintahan yang harus banyak bekerja sekaligus

komunikatif. Tentu harus disadari bahwa kondisi saat ini, informasi tidak lagi menjadi monopoli

negara. Masyarakat dapat memiliki akses informasi dari berbagai sumber yang sedemikian

melimpah. Namun, dalam suatu keberlimpahan informasi, terdapat potensi kebisingan (noise),

sebagai akibat banyaknya informasi yang lalu lalang hampir tanpa kendali.

Kebisingan tersebut justru dapat menjadi kontraproduktif bagi efektivitas bekerjanya suatu

Page 13: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

pemerintahan. Sebab secara potensial dapat memicu kebingungan, oleh karena sukar

diidentifikasi mana informasi yang benar dan tidak. Untuk itu efektivitas komunikasi perlu

menjadi perhatian baik pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Sebab tiga komponen tersebut

dalam sistem merupakan aktor-aktor yang seharusnya aktif dalam meraih informasi dan kreatif

mengkomunikasikannya. Ini penting tidak saja dalam rangka penyebaran perkembangan dan

kemajuan pekerjaan yang sedang terjadi, namun yang lebih utama lagi dalam rangka

meminimalisir potensi dis-informasi/mis-informasi, sebagai konsekuensi atas keberlimpahan

informasi yang seringkali crowded.

“Komunikasi adalah salah satu aktivitas manusia yang diakui setiap orang, namun hanya sedikit

yang bisa mendefinisikannya secara memuaskan”. (Fiske, 1990:7). Sinyalemen tersebut saya kira

bukanlah mengada-ada, sebab meskipun kita sadar bahwa komunikasi itu penting, namun banyak

pihak baik individu maupun institusi yang tidak mampu melakukan definisi atas fungsi

komunikasinya. Pemerintah Indonesia sebagai suatu sistem kelembagaan bisa juga dikatakan

mengalami hal yang sama. Seperti yang dapat dilihat melalui model komunikasi iklan layanan

masyarakat, baik yang dilakukan oleh Presiden dan Wakilnya, jajaran Menteri hingga Eselon

dibawahnya. Kita dapat melihat ataupun merasakan, apakah iklan tersebut dapat berjalan secara

efektif. Artinya, apakah besaran biaya negara yang dikeluarkan melalui iklan tersebut dapat

mencapai hasil seperti yang diinginkan atau tidak. Sedangkan pada sisi lain terdapat aspek

pertanggungjawaban yang juga harus dipertanyakan; bagaimana dengan iklan layanan yang

bersifat menjanjikan sesuatu kemudian tidak dipenuhi oleh yang bersangkutan. Apakah itu dapat

dikatakan sebagai satu kebohongan publik, dan bagaimana pertanggungjawabannya.

Praktik Komunikasi Politik; Beberapa Kasus

Beberapa model komunikasi yang pernah dilakukan oleh pemerintah dan mendapatkan banyak

kritik dari berbagai kalangan. Misalnya, pesan melalui SMS yang dilakukan oleh

DEPKOMINFO dan pemasangan iklan media oleh salah satu lembaga masyarakat menyertakan

banyak individu untuk mendukung kenaikan BBM. Alih-alih dapat memperoleh dukungan,

justru strategi ini mendapatkan kritik keras dari berbagai pihak. Bukan pada berapa biaya SMS

untuk sekian juta pelanggan handphone ataupun berapa harga iklan di media massa, namun

Page 14: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

materi yang disebarluaskannya.

Ini memperlihatkan bahwa upaya komunikasi dan transformasi informasi membutuhkan tidak

sekedar penghitungan atas komponen biaya yang harus dikeluarkan. Sebab yang lebih penting

adalah, menyangkut materi apa yang akan disebarluaskan dan siapa sasarannya. Memilah

peruntukan informasi, kedalaman informasi yang akan disebarkan, dan apa media yang akan

dipakai sebagai transmiternya merupakan bagian penting dari suatu strategi komunikasi.

Termasuk didalamnya menghitung seberapa besar akurasi dari pesan yang akan disampaikan.

Klasifikasi, apakah informasi tersebut bersifat teknis atau substansi, dan yang terutama adalah

resepsi ataupun resistensi semacam apa yang akan muncul dari pihak-pihak penerima pesan.

Bahasan ini seharusnya menjadi fokus utama sebelum keputusan komunikasi dilaksanakan.

(Fiske, 1990:16).

Tidak semua komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah selalu berhasil, dan tidak semua

inisiatif masyarakat dalam melakukan komunikasi dikatakan gagal. Acara dialog Republik BBM

yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi nasional, dapat menjadi contoh tentang

bagaimana pesan kebijakan dari pemerintah direspon oleh masyarakat. Dengan format yang

didesain secara ringan dan segar, acara tersebut memuat berbagai sindiran baik terhadap

kebijakan pemerintah yang didukung maupun yang dikritik. Melalui gaya parodi bahkan

terkadang sinis, tidak saja substansi kebijakan direspon dan ditransformasi ulang kepada

khalayak umum melalui perdebatan-perdebatan yang penuh dengan banyolan. Sinisme ini juga

dicerminkan melalui personalisasi karakter yang dibuat seolah-olah bahwa, individu yang

bersangkutan adalah sekelompok orang yang memerankan fungsi-fungsi seperti dalam suatu

pemerintahan. Tak urung, sindiran serta kemasan isu dan format acara tersebut sempat menjadi

polemik yang memunculkan rumor bahwa pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla

meminta agar acara tersebut dirubah formatnya.

Terlepas apakah kita sepakat atas format acara semacam itu atau tidak, termasuk memaknai

pesan yang disampaikannya. Harus kita akui adanya kejelasan pesan bahwa dalam suatu

pemerintahan, tidak saja dukungan yang dapat diperoleh bagi berjalannya suatu kebijakan.

Namun didalamnya termasuk juga adanya tuntutan, yang dalam hal ini direpresentasikan oleh

Page 15: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

kelompok-kelompok masyarakat baik kelompok penekan, kelompok kepentingan maupun partai

politik. Hal ini saya anggap penting karena dalam suatu sistem pemerintahan, input bagi bahan

pembuatan suatu kebijakan terdiri dari dua hal, yaitu dukungan dan tuntutan. Sehingga berupaya

keras untuk meraih dukungan dari berbagai pihak seringkali menjadi target utama pemerintah,

sedangkan tuntutan sering diabaikan. Secara kritis sekali lagi saya sampaikan bahwa efektivitas

dari suatu komunikasi adalah ketika mampu menjaring semua dukungan dan tuntutan yang

masuk untuk kemudian dikonversi menjadi suatu kebijakan, disamping bagaimana kebijakan

tersebut akan disebarluaskan.

Menyeimbangkan Posisi Masyarakat dengan Negara Melalui Komunikasi Publik

Tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, menjadi rumusan universal bagi banyak negara

di dunia karena dipercaya dapat mewujudkan suatu negara yang berorientasi pada pelayanan

publik. Secara historis, posisi publik dengan negara berada pada posisi yang senjang. Hal ini

dikarenakan sedari awalnya, negara/pemerintah memiliki sumber daya dan kewenangan yang

tidak dimiliki oleh publik/masyarakat, dengan kata lain negara/pemerintah lebih kuat daripada

publik. Oleh karena itu GG, melalui berbagai instrumennya (partisipasi, transparansi, kebebasan

informasi, akuntabilitas dsb) menyeimbangkan posisi publik ketika berhadapan dengan negara.

(Kartawidjaya, watchin @snafu.de).

Jika kelompok-kelompok masyarakat mulai aktif dalam upayanya untuk menyeimbangkan posisi

publik dengan negara, via tuntutan partisipasi, lantas bagaimana negara beserta aparaturnya

merespon gagasan-gagasan tersebut? Oleh karena itu saya berusaha mengajukan gagasan tentang

komunikasi dua arah yang harus menjadi inisiatif dari pemerintah/negara. Sebagai pemegang

kewenangan dalam pengelolaan sumber daya, negara melalui aparaturnya memiliki peran

signifikan dalam meningkatkan fungsi dan pelayanannya.

Tujuan dari peningkatan kapasitas komunikasi publik yang dilakukan oleh negara, tentu akan

berdampak positif dan sinergis ketika bertemu dengan gagasan yang diusung oleh kelompok-

kelompok masyarakat sipil. Pada akhirnya akan diterima titik keseimbangan baru, sebagai akibat

pertemuan tuntutan masyarakat tentang keterbukaan, dengan kemampuan negara beserta

aparaturnya melalui komunikasi aktif dua arah. Pada akhirnya kita bisa meyakini bahwa, pola

Page 16: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

kemitraan konstruktif antara negara-masyarakat seperti yang dicita-citakan dalam prinsip GG

niscaya akan terbangun.

Komunikasi aktif dari pihak negara dapat dimulai melalui pengembangan secara terus-menerus

baik dalam kualitas, format, teknik, dan daya guna teknologi. Komunikasi publik secara aktif

bermanfaat sebagai pemecah kebekuan ataupun kesenjangan posisi negara versus masyarakat.

Tidak saja dalam menyebarluaskan informasi secara teratur tentang kebijaksanaan, perencanaan,

tetapi juga dalam rangka diseminasi atas hasil dan kinerja yang telah dicapai oleh

Negara/pemerintah selama ini. ( Himpunan Orasi Ilmiah Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara, 2001-2003: 57).

Komunikasi aktif dapat juga dalam format konsultasi publik secara aktif baik yang bersifat

reguler ataupun insidental. Konsultasi publik dapat secara efektif berfungsi sebagai ruang

konfirmasi dan klarifikasi publik secara cepat terhadap berbagai perkembangan informasi yang

pada era ini mengalami kemajuan pesat. Termasuk di dalam strategi komunikasi ini adalah

hubungan dengan pers/media massa, penggunaan teknologi informasi; teleconference, video

conference, internet/situs-situs pemerintahan (E Government), video streaming dan seterusnya

yang semuanya memberikan banyak kemajuan bagi dukungan maupun tuntutan masyarakat atas

kebijakan suatu pemerintahan/negara.

Khusus hubungan dengan media massa, saya anggap memiliki peranan sangat penting karena ia

merupakan jalur yang sangat potensial dalam menjangkau masyarakat luas secara cepat.

Kegiatan komunikasi apapun akan lebih berhasil bila diliput pers. Untuk itulah hubungan baik

perlu dikembangkan, guna menciptakan kesadaran dan pengertian antara organisasi dengan pers

sekaligus membawa manfaat dalam pembentukan citra dan publik opini. Tujuannya bukan

sekedar publisitas dan penyebaran informasi sebanyak-banyaknya tetapi bagaimana pers dapat

menyebarluaskan informasi secara optimal. Yang diperlukan adalah kualitas dan bukan pada

kuantitas informasinya.

Sementara itu harus diingat bahwa potensi perbenturan dengan pers tetap besar apabila pihak

luar tidak dapat sepenuhnya memahami fungsi, peranan dan kerja pers itu sendiri. Sering terjadi

Page 17: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

pihak luar pers termasuk pemerintah mempunyai harapan (expectations) yang tidak dapat

dipenuhi dalam hubungan dengan pers. Pemuatan suatu berita tidak dapat dipaksakan atau diatur

semau pihak luar, sebab sepenuhnya menjadi wewenang redaksi media. Apalagi untuk

memenuhi keinginan mendapatkan headline dan sebagainya (di masa sebelum masa reformasi,

hal ini masih mungkin terjadi, namun sekarang tidak lagi). Karena itu hubungan dengan pers

harus bertitik tolak dari: pertama, penghargaan terhadap institusi pers dan peran sertanya. Kedua,

pemahaman mengenai seluk beluk organisasi atau cara kerja mereka.

Kepemimpinan

Kepemimpinan yang kuat, tegas, dan berani menjadi satu kebutuhan mutlak dalam era ini.

Pemimpin harus benar-benar tidak punya rasa takut. Tak boleh berpura-pura tidak takut, karena

ketakutan itu menular. (Ohmae, 2004:312)

Persoalan tata kelola pemerintahan dewasa ini membutuhkan berbagai kombinasi agar dapat

mencapai tujuan. Tidak saja komunikasi yang efektif, termasuk juga siapa yang tampil untuk

memimpin sebagai pelaku komunikasi yang utama. Dalam suatu situasi yang mengenal

ketidakpastian seperti sekarang ini, pemimpin harus mampu mengubahnya menjadi suatu

kepastian yang dapat dikalkulasi. Salah satu jalan untuk itu adalah dengan mendapatkan

informasi lebih banyak. Pemimpin yang baik harus mendapatkan informasi sebaik mungkin dan

akurat mengenai dunia sekitarnya.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki cinta dan gairah terhadap inovasi, sebab

kecintaan dan kegairahan tersebut akan mendukung peningkatan kreativitasnya. Tidak saja

terhadap berbagai inovasi atas kebijakan-kebijakan baru yang dibuatnya, namun juga bagaimana

secara kreatif dan cerdas mengkomunikasikan kreasinya kepada khalayak. Sehingga pesan yang

ingin disampaikan dapat secara jelas tertangkap dan menimbulkan respon positif.

Keberanian seorang pemimpin bukanlah memiliki makna ’sembrono’, sebab dunia seperti yang

dikatakan oleh Gidden dalam third wave nya adalah suatu keadaan yang penuh resiko. Dimana

resiko dapat dikalkulasi, dan itu menjadi pembeda terhadap sesuatu yang dinamakan sebagai

bencana (catastrophe). Keberanian ini harus digunakan sebagai penegas, guna menepis berbagai

Page 18: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

kekuatiran atas hilangnya kekuasaan pemerintahan masa lalu yang absolut, sebagai konsekuensi

dari penerapan pemerintahan yang baik dan bersih secara konsisten dengan berbagai prinsip-

prinsipnya. Cara pandang ini harus dibalik menjadi suatu insentif bagi efektivitas kepemimpin

dalam melaksanakan fungsinya, sebab tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dapat

memberikan basis legitimasi baik politis maupun legal bagi berjalannya suatu pemerintahan.

Pelaksanaan secara konsisten good governance juga memberikan insentif bagi pemimpin untuk

tidak sendirian. Sebab jejaring kemitraan antara pemimpin pemerintahan, masyarakat dan dunia

usaha merupakan suatu keniscayaan. Tidak saja dari aspek bersatunya ketiga sumber daya

melalui kerjasama, namun memperkuat integritas, legitimasi, dan akuntabilitas suatu kebijakan.

Saran dan Rekomendasi

Mengakhiri paparan ini, saya ingin menyampaikan saran dan rekomendasi sebagai berikut;

- Konsistensi penerapan good governance dan terjaganya keseimbangan posisi hubungan publik

dengan negara melalui proses komunikasi yang efektif, menjadi faktor signifikan dalam

mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih.

- Efektivitas komunikasi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, memerlukan

pemilihan strategi yang cerdas dan bijak dalam penerapannya.

- Bagaimana peran masyarakat dan organisasi-organisasi seperti KOMWAS PBB dan lembaga-

lembaga lainnya termasuk akademisi dan mahasiswa, untuk berkomitmen dalam menjaga dan

merawat peningkatan kualitas fungsi pengawasannya secara kritis dan konstruktif. Sehingga

dapat berfungsi tidak saja tempat kajian strategis dalam pengembangan pemerintahan yang baik

dan bersih, namun dapat juga mengambil inisiatif dalam rekomendasi kebijakan publik.

- Sebagai aktor-aktor utama dalam sebuah sistem, pemerintah dan masyarakat harus menyadari

fungsi kepemimpinannya. Sebab pemerintahan yang baik dan bersih dapat terwujud apabila

terdapat kepemimpinan yang baik yang menjadi panutan dan mampu mengemas komunikasinya

secara efektif.

Semoga bermanfaat bagi forum seminar dan bagi kemajuan bangsa negara tercinta.

Jakarta, 22 April 2006

Page 19: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

Ketidakmampuan Indonesia dalam memanajemen komunikasi massa lebih diakibatkan kurang

dipahaminya efek dari sebuah isu, termasuk investasi dan industri.

Grunig berpendapat, akses informasi yang begitu terbuka belum mampu difungsikan secara baik

dan benar dalam membentuk sebuah opini publik. Sehingga, memaksa pemerintah perlu

memberikan regulasi dan kebijakan baru 

(Ahli strategi komunikasi dan public relations global James Grunig menilai strategi dan

manajemen komunikasi pemerintah  belum mampu diandalkan)

POLA KOMUNIKASI

1. Top-down (linier)

Komunikasi linier didefinisikan sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran (penyaring).  Komponen utama dari model ini adalah pesan, sumber (advocacy roles), Gatekeepers (Channel roles), Penerima (behaviour user system), dan umpan balik (feedback).  Pakar-pakar komunikasi yang membidani model ini antara lain Westley dan Malcom (1957), Newcomb (1958), Berlo (1960), dan Roger dan Kincaid (1981).           Menurut model ini, komunikasi dikatakan efektif apabila penerima yang dalam proses difusi dan adopsi inovasi lebih sering disebut sebagai sasaran mampu menerima pesan (informasi/misi) sesuai dengan yang dikehendaki oleh sumber.            Rogers dan Shoemaker (1984) mengemukakan bahwa dalam proses perubahan sosial pesan-pesan (massage = M) dioperasikan dari sumber (source = S) kepada penerima (receiver = R) melalui saluran (channel = C).  

Model komunikasi ini pada kenyataannya banyak dicerca, karena kurang demokratis.  Meskipun ada feedback, namun tetap timpang karena ada kesan pemaksaan (diatur) atau arus peluru (jarum hipodermik), lebih mengutamakan kepentingan sumber, dan tidak interaktif sehingga tidak tercapai pemahaman bersama antara sumber (subyek) dengan penerima (obyek).  Dikatakan demikian karena akses (bargaining position) penerima terhadap pesan dan saluran atau media yang digunakan oleh sumber tidak ada, feedback berjalan setelah komunikasi berakhir.  Di kehidupan sehari-hari ini bisa terjadi antara pemerintah dengan masyarakat, antara guru dengan murid, antara penyuluh dengan petani, dan sebagainya.            Apabila model komunikasi ini diimplementasikan dalam pembangunan maka tendensinya akan mengarah ke rekayasa sosial (social enginering) yang menempatkan yang kuat (sumber) sebagai subyek dan yang lemah (penerima) sebagai obyek,

Page 20: Dalam Organisasi Atau Perusahaan

akibatnya terjadi berbagai bias dalam operasionalnya seperti bias elit, biar gender, bias lokasi,  bias stratifikasi dan sebagainya.            Jadi, meskipun di beberapa negara atau institusi, atau konteks tertentu model komunikasi ini masih dianggap relevan, namun pada kenyataannya selalu berujung dengan masalah yang sangat besar yang berakar dari ketidakpuasan dan kesenjangan.            Model ini tidak selalu dikatakan sangat naif atau diharamkan dalam proses pembangunan atau kehidupan sehari-hari karena ada momen-momen tertentu yang masih relevan menggunakan model ini, termasuk dalam pemberdayaan sosial (petani dan kelembagaannya).

Di era Suharto, DPR sering dijuluki Tiga-D: Duduk, Dengar, Duit. Komunikasi yang berlaku di masa itu adalah komunikasi searah, yaitu komunikasi dari atas ke bawah (top-down). Presiden memberikan petunjuk dan pengarahan, langsung disetujui oleh DPR (yang selalu didominasi oleh Golkar) dan para menteri serta gubernur. Kemudian Gubernur memberi petunjuk dan pengarahan kepada DPRD tingkat I dan para Bupati, dan Bupati ke DPRD tingkat II dan para camat, dan begitu seterusnya sampai pada tingkat desa.

Untuk mengelola negara sebesar Indonesia, dengan jumlah penduduk yang meningkat terus dari hampir 200 juta, sampai sekarang sudah mencapai 210 juta, dan heterogenitas penduduk yang sangat luar biasa, sistem komunikasi politik searah ini sudah terbukti sangat efektif selama 32 tahun. Tetapi sistem komunikasi ini terbukti tidak bisa bertahan selamanya. Bersamaan dengan Krisis Moneter yang berkembang juga menjadi Krisis Politik, rezim Suharto pun tumbang, dan pola komunikasi langsung berubah arah: dari bawah ke atas (bottom-up).

Namun pola komunikasi bawah-atas ini, langsung terbukti sama tidak efektifnya. Bahkan lebih tidak efektif, karena jika semasa Suharto yang terasa adalah keluhan pihak-pihak yang frustrasi karena aspirasinya tidak tersalur (misalnya: kelompok PDI Mega, Petisi 50, mahasiswa dsb.), pada era pasca-Suharto, yang terjadi adalah anarkhi yang tidak habis-habisnya, sehingga dalam tempo singkat presiden RI berganti 4 kali. Masalahnya, dalam pola atas-bawah, maupun bawah-atas, sama-sama tidak terjadi dialog (komunikasi dua arah), yang terjadi hanya monolog (komunikasi searah).