orasi politik halsel.doc

11
PIDATO POLITIK “MENEMUKAN KEMBALI TRILOGI PERGERAKAN KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA MASA DEPAN” 1 Oleh : Inggar Saputra 2 Dari Gerakan Jalanan Menuju Parlemen “Sebuah peradaban akan ditakuti peradaban lainnya apabila peradaban lain tersebut tidak menguasai sistem pengetahuan lawan peradabannya. (Rijalul Imam, 2008)” Tidak terasa, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sudah memasuki usia lima belas tahun. Dalam periode panjang itu, KAMMI sudah melakukan banyak kerja besar untuk membumikan dan menginternalisasikan kehidupan Islam di Indonesia. Kondisi ini dapat dilihat dari semakin maraknya kehidupan Islam seperti penggunaan jilbab, pakaian muslim dan pelaksanaan syariat Islam di berbagai kampus Indonesia. Itu semua tidak terlepaskan dari peran strategis gerakan mahasiswa khususnya KAMMI dalam mengawal berbagai agenda perubahan seperti UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Pornografi dan Pornoaksi dan RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) melalui aksi demonstrasi, uji publik, workshop dan kegiatan lainnya. Rentang lima belas tahun, dalam sudut pandang psikologis merupakan proses kedewasaan seseorang dan upaya mencari jati diri. KAMMI juga berada dalam situasi tersebut, dimana kedewasaan bersikap, mentalitas pergerakan, militansi perjuangan dan elaborasi pemikiran terus teruji sehingga mampu menghasilkan eksistensi dalam kancah percaturan gerakan mahasiswa dan kebangsaan di Indonesia. Dalam konteks pemikiran, KAMMI terus membudayakan secara progresif tradisi membaca melalui mekanisme kaderisasi yakni Manhaj Tugas Baca. Sedangkan untuk membina militansi kadernya, kedewasaan bersikap dan memupuk mentalitas gerakan, KAMMI mengadakan berbagai agenda spiritual dan aksi 1 Disampaikan pada pertemuan kader dan alumni KAMMI Daerah Halmahera Selatan bertempat di Aula Dermaga Biru, Minggu, 28 April 2013 2 Ketua Departemen Humas Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) 2011 - 2013

Upload: langitb13

Post on 24-Apr-2015

26 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Orasi Politik Halsel.doc

PIDATO POLITIK

“MENEMUKAN KEMBALI TRILOGI PERGERAKAN KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA MASA DEPAN”1

Oleh : Inggar Saputra2

Dari Gerakan Jalanan Menuju Parlemen

“Sebuah peradaban akan ditakuti peradaban lainnya apabila peradaban lain tersebut tidak menguasai sistem pengetahuan lawan peradabannya. (Rijalul Imam, 2008)”

Tidak terasa, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sudah memasuki usia lima belas tahun. Dalam periode panjang itu, KAMMI sudah melakukan banyak kerja besar untuk membumikan dan menginternalisasikan kehidupan Islam di Indonesia. Kondisi ini dapat dilihat dari semakin maraknya kehidupan Islam seperti penggunaan jilbab, pakaian muslim dan pelaksanaan syariat Islam di berbagai kampus Indonesia. Itu semua tidak terlepaskan dari peran strategis gerakan mahasiswa khususnya KAMMI dalam mengawal berbagai agenda perubahan seperti UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Pornografi dan Pornoaksi dan RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) melalui aksi demonstrasi, uji publik, workshop dan kegiatan lainnya.

Rentang lima belas tahun, dalam sudut pandang psikologis merupakan proses kedewasaan seseorang dan upaya mencari jati diri. KAMMI juga berada dalam situasi tersebut, dimana kedewasaan bersikap, mentalitas pergerakan, militansi perjuangan dan elaborasi pemikiran terus teruji sehingga mampu menghasilkan eksistensi dalam kancah percaturan gerakan mahasiswa dan kebangsaan di Indonesia. Dalam konteks pemikiran, KAMMI terus membudayakan secara progresif tradisi membaca melalui mekanisme kaderisasi yakni Manhaj Tugas Baca. Sedangkan untuk membina militansi kadernya, kedewasaan bersikap dan memupuk mentalitas gerakan, KAMMI mengadakan berbagai agenda spiritual dan aksi jalanan. Ini sekaligus sebagai jawaban proses advokasi secara kultural dalam memperjuangkan agenda strategis kepentingan rakyat Indonesia.

Secara proses selama lima belas tahun perjalanannya, KAMMI juga sudah melalui tiga fase penting dalam memformulasi gerakannya. Ketika tahun 1998, KAMMI bersama elemen pejuang demokrasi memperjuangkan secara gigih Enam Visi Reformasi melalui jargon “Oposisi Kebatilan” Saat itu, KAMMI menjadi salah satu gerakan mahasiswa yang cukup massif dengan mengadakan Rapat Akbar Mahasiswa dan Rakyat Indonesia yang dihadiri 20.000 massa tani, buruh, mahasiswa dan elemen rakyat lainnya.

Pasca menjatuhkan Soeharto, KAMMI berfokus mengonsolidasikan sistem kaderisasi, penguatan internal kepengurusan, ekspansi jaringan KAMMI dan pembenahan administrasi organisasi. Meski begitu, kondisi ini tak menyurutkan gerakan jalanan sebagai simbol

1 Disampaikan pada pertemuan kader dan alumni KAMMI Daerah Halmahera Selatan bertempat di Aula Dermaga Biru, Minggu, 28 April 2013

2 Ketua Departemen Humas Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) 2011 - 2013

Page 2: Orasi Politik Halsel.doc

perlawanan terhadap represifitas rezim penguasa. Secara gemilang, KAMMI mampu menempatkan diri sebagai kubu perlawanan atas kegagalan Habibie mempertahankan jalur reformasi, Abdurrahman Wahid yang terganjal kasus Buloggate dan Megawati yang terbukti “ringan tangan” melepas berbagai asset strategis negara.

Setelah melalui pergulatan pemikiran, KAMMI mengubah parlemen jalanan menjadi gerakan menuju kekuasaan. Dialektika kader dikedepankan dengan berbasiskan spiritualitas yang melangit dan keduniaan yang membumi. KAMMI yang merupakan harakah thulabiyah secara sistemik memodifikasi arah pergerakan dan memberikan titik tekan pada intelektualitas yang merupakan nalar akal. Dalam Muktamar IV Samarinda, KAMMI mengembangkan spirit meletakkan keimanan sebagai nalar wahyu dan penjelajahan pemikiran sebagai nalar akal, yang di kemudian hari dikenal dengan sebutan intelektual profetik. KAMMI menempatkan diri sebagai generasi muda pembelajar sepanjang hayat (long life education)

Kondisi itu, kembali mengalami turbulensi pada tahun 2006, dimana pada Lokakarya Departemen Kaderisasi di Sukabumi, menyepakati rumusan Muslim Negarawan yang merupakan interprestasi sosok “Pemimpin Masa Depan yang Tangguh”. Keputusan mengusung Muslim Negarawan disebabkan empat dimensi penting.

Pertama, dimensi visi gerakan dimana Indonesia membutuhkan sosok tangguh yang mementingkan kepentingan bangsa dan generasi masa depannya. Kedua, dimensi normatif dimana ada enam kualitas ideal seorang muslim yakni tradisi pengetahuan yang kuat, mentalitas yang kuat, tubuh yang kuat, keunggulan spesialisasi, kepemimpinan yang kuat dan performance yang kuat. Ketiga, dimensi realitas sosial politik dimana Allah SWT akan memberikan kekuasaan kepada hambanya yang kuat dan saleh. Keempat, dimensi konstitusi dimana Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Semboyan Muslim Negarawan adalah transisi pemikiran untuk membuka pintu yang selama ini menutup rapat ruang aktualisasi pemuda khususnya kader KAMMI. Tampilnya Andi Rahmat, Fahri Hamzah dan Akbar Zulfakar menegaskan eksistensi KAMMI dalam kancah percaturan politik nasional. Ke depannya, diharapkan lebih banyak peran kader KAMMI dalam berkontribusi melahirkan kepemimpinan bangsa. Sebab Kepemimpinan Indonesia sekarang seperti perkataan Schiller “Kita berada di abad besar, tapi banyak dijumpai manusia kerdil. Indonesia sepantasnya dipimpin manusia besar, berjiwa besar, bertindak adil dan rasional, yang bertanggung jawab dari manusia yang lain (Alfan Alfian : 2010)

Masa Depan Gerakan KAMMI

Page 3: Orasi Politik Halsel.doc

“Sejak dulu sampai sekarang pemuda adalah pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuataannya. Dalam setiap fikroh, pemuda adalah pengibar panji-

panjinya. “ (Imam Syahid Hasan Al Banna)

Dalam setiap pergantian zaman, gerakan mahasiswa selalu menjadi primadona bagi banyak kalangan. Ini wajar mengingat dalam setiap periode penting kebangsaan, gerakan kaum muda (baca: gerakan mahasiswa) menorehkan banyak prestasi gemilang. Mereka dianggap sebagai unsur strategis pengusung isu kerakyatan, intelektual pencetus gagasan solutif dan benteng moralitas atas kondisi destruktif.

Mahasiswa juga dipandang strategis disebabkan memiliki kemampuan berpikir dan bertindak kritis. Catatan sejarah menegaskan tahun 1966, 1974, 1978, 1998 mahasiswa menorehkan periode emas dan prestasi penuh kegemilangan. Terlepas perdebatan akademik banyak kalangan, dari banyak periode emas agaknya gerakan reformasi dapat dikatakan paling fenomenal. Ketika itu, gerakan mahasiswa berhasil menjatuhkan sebuah rezim otoriter yang berkuasa selama 32 tahun.

Ironisnya, pasca reformasi gerakan mahasiswa mengalami degradasi dan polarisasi gerakan. Sehari setelah terjadi transisi kekuasaan dari Soeharto kepada B.J Habibie, mahasiswa yang menduduki MPR mengalami polarisasi. Ada mahasiswa yang masih bertahan menduduki DPR (hingga akhirnya dipaksa aparat keamanan untuk keluar dari DPR) dan mahasiswa yang keluar setelah Soeharto menyatakan berhenti. Sejak saat itu, gerakan mahasiswa juga terpecah sebagian bersikap radikal dan ada yang kompromistis. Ironisnya, pasca reformasi suara mahasiswa padam dan sering dianggap angin lalu akibat kebijakan pemerintah yang berusaha mengembalikan fragmatisme gerakan mahasiswa. Membanjirnya beasiswa, kebijakan akademik yang ketat, turunnya dukungan rakyat terhadap aksi mahasiswa dipandang sebagai faktor utama sepinya dinamisasi gerakan mahasiswa.

Dalam menjawab tuntutan itu, gerakan mahasiswa termasuk KAMMI dihadapkan kultur baru gerakan yang berbeda dengan zaman sebelumnya. Jika masa sebelum reformasi, demonstrasi dinilai sebagai tren gerakan yang marak terjadi, sekarang pergantian zaman mengubah segalanya. Hemat penulis tiga tren baru gerakan mahasiswa.

1. Gerakan Mahasiswa Berbasis Riset

Semakin hari persoalan rakyat Indonesia semakin kompleks seperti kenaikan harga BBM, krisis ekonomi yang tak kunjung usai, minimnya perlindungan kesehatan dan sulitnya mengenyam pendidikan tinggi. Kondisi itu membuat rakyat Indonesia mengalami penderitaan berkepanjangan. Menjawab kegelisahan itu, sudah sepantasnya mahasiswa sebagai kaum intelektul mengambil tugas sejarah yakni memberikan solusi terhadap problematika masyarakat. Tantangan itu menjadi sebuah kesempatan mahasiswa untuk mulai menggalang gerakan berbasiskan riset.

Aktivitas riset/penelitian sendiri dianggap sebagai sebuah upaya ilmiah mahasiswa mengkritisi dan menghasilkan solusi efektif. Ini mengingat selama ini budaya penelitian Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara lain. Berdasarkan data, selama kurun waktu

Page 4: Orasi Politik Halsel.doc

1996–2010 Indonesia hanya memiliki 13.047 jurnal ilmiah. Tertinggal jauh dibandingkan negeri tetangga Malaysia (55.211) dan Thailand (58.931). Tidak jauh berbeda, kita bisa merujuk survei SCImago yang menyebutkan publikasi hasil peneilitian di Indonesia selama 1998-2008 hanya sekitar 9.194 tulisan dan menempati urutan ke-64 dari 234 negara yang disurvei. Kalah jauh dari Singapura (23), Thailand (43), dan Malaysia (48)

Riset juga diperlukan mengingat masyarakat membutuhkan keseimbangan (balance) antara protes mahasiswa dalam bentuk gerakan jalanan dan solusi konkret. Konteks ini mendorong mahasiswa harus mampu memainkan peranan sebagai problem solver melalui berbagai kajian akademis yang komperehensif atas berbagai isu yang berkembang di masyarakat. Melalui berbagai kajian dan penelitian, diharapkan lahir gagasan dan produk inovatif yang mampu bermanfaat untuk publik sebagai pertanggungjawaban kapasitas intelektual organik mahasiswa.

Pemerintah dan kampus sendiri terus mendorong budaya riset sebagai kultur akademik. Berbagai dana hibah, proyek penelitian dan kompetisi ilmiah membanjiri dunia kampus. Potensi ini harus dapat dimaksimalkan sebagai salah satu alternatif memposisikan misi besar agent of change. Jika itu mampu dilakukan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat terus dikembangkan. Lebih jauh, pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi mampu dijalankan sehingga mimpi menjadi manusia intelektual berjalan sempurna.

2. Gerakan Mahasiswa Berbasis Wirausaha

Data pengangguran di Indonesia masih meninggalkan keprihatinan mendalam. Bagaimana tidak, berdasarkan data BPS jumlah pengangguran di negeri ini mencapai delapan persen dari jumlah angkatan kerja. Sementara Indonesia hanya mampu menghasilkan 0,18 persen pengusaha. Masih jauh dari angka ideal jumlah pengusaha di negara berkembang yang minimal sebesar dua persen.

Masih tingginya pengangguran menandakan kemiskinan masih menjadi hantu menakutkan bagi Indonesia. Ancaman kemiskinan menjadi persoalan bersama semua elemen strategis bangsa Indonesia. Kondisi ini tentu mengancam kepemimpinan Indonesia di masa mendatang. Untuk itu diperlukan peran mahasiswa untuk membantu terciptanya kesejahteraan masyarakat.

Banyak cara mengatasi persoalan ini, misalnya menyuburkan tradisi wirausaha. Menggalakkan seminar, workshop, dan diskusi wirausaha dapat menjadi alternatif gerakan perekonomian. Sehingga membantu percepatan mengatasi masalah ekonomi dan kesenjangan sosial. Munculnya aktivitas mahasiswa berbasiskan wirausaha berpotensi membantu mengurangi angka pengangguran kaum intelektual. Sehingga pascakampus, tidak hanya dilahirkan mahasiswa pengangguran.

Dalam konteks KAMMI sebagai gerakan mahasiswa, wirausaha menandakan adanya kemandirian finansial gerakan. Kondisi ini penting, agar KAMMI mampu keluar dari pola tangan di bawah sehingga mampu mendorong kelahiran pengusaha KAMMI. Anis Matta menjelaskan uang akan mampu menghasilkan kebaikan ketika dikelola orang kuat dan saleh. Uang juga

Page 5: Orasi Politik Halsel.doc

menandakan indikator kebaikan di suatu daerah, sehingga sudah selayaknya kader KAMMI mampu memenangkan perebutan sumber daya finansial dengan memperbanyak wirausahan KAMMI.

3. Gerakan Mahasiswa Berbasis Sosial Kerakyatan

Munculnya kemiskinan berujung tumbuh berkembang masalah sosial lainnya. Akar kemiskinan menghasilkan kebodohan, kriminalitas, busung lapar dan berbagai masalah sosial lain. Kondisi ini diperparah gelombang bencana alam yang melanda Indonesia sepanjang perjalanan bangsa ini. Kita melihat, adanya gempa bumi, tsunami (Aceh, Jogjakarta dan lainnya), banjir (Jakarta, Bekasi dan lainnya) terdengar akrab di telinga masyarakat Indonesia.

Kondisi ini sudah sepantasnya membuat kepekaan sosial mahasiswa terketuk dan terbentuk. Untuk itu, mahasiswa diharapkan mampu menghasilkan gerakan alternatif seperti penggalangan dana, memassifkan comdev (community development), sekolah murah dan berkualitas serta pembentukan lembaga sosial. Adanya berbagai kebijakan itu diharapkan mampu memutuskan sebuah lingkaran setan terhadap berbagai kasus sosial yang marak berkembang.

Perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah jalur kehidupan. Sekarang pergantian periodesasi harus mampu ditangkap jika gerakan mahasiswa ingin mempertahankan esksistensinya. Pilihan pada pelaku sejarah itu sendiri, apakah mereka sadar konstelasi yang sudah berubah atau masih terlelap dalam tidur panjangnya.

Transformasi Intelektual Mahasiswa

Dalam pertarungan memperebutkan masa depan, KAMMI harus mampu sejak sekarang memprediksi dan menciptakan masa depan. Kondisi itu, dapat dilakukan dengan kejernihan membaca tanda zaman, memperluas pengetahuan dan memperkuat jaringan. Untuk mampu membaca tanda zaman, KAMMI membutuhkan hidupnya budaya pengetahuan yang tertanam kuat dalam kepribadian kadernya. Proses itu dapat dimulai dengan memposisikan kultur gerakan pembelajar dan tradisi berguru melalui sadar membaca, sadar menulis dan sadar diskusi. Ketiga kesadaran itu harus mampu dilakukan sejak dini sehingga pembangunan kompetensi kritis dapat berjalan baik dalam sistem pengkaderan KAMMI.

1. Sadar Membaca

“Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (taurat) ini dengan kekuataan (sungguh-sungguh), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah

orang yang kuat lagi dapat dipercaya

(QS. Al Qashash (28): 26)

Dalam sehari, berapa banyak kader KAMMI membaca buku, majalah, media massa (elektronik maupun cetak)? Pertanyaan gugatan itu layak diajukan, mengingat budaya membaca belum mengakar kuat pada dominan kader KAMMI. Kondisi ini sangat mengerikan, sebab membuat kader KAMMI lemah wawasan, terjebak kebodohan dan menjadi generasi nol

Page 6: Orasi Politik Halsel.doc

buku. Jika terus dibiarkan, kader KAMMI akan menyumbangkan peran besar dalam merendahkan minat baca masyarakat Indonesia.

Berdasarkan survei UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia terendah di ASEAN. Dari 39 negara di dunia, Indonesia menempati posisi ke-38. Tidak kalah memprihatinkan, data UNDP menunjukkan posisi minat baca Indonesia berada di peringkat 96, sejajar dengan Bahrain, Malta, dan Suriname. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, hanya ada dua negara dengan peringkat di bawah Indonesia, yakni Kamboja dan Laos yang masing-masing berada di urutan angka seratus.

Padahal jika merujuk kepada Islam, kegiatan membaca adalan tradisi yang diwariskan ulama Islam seperti Imam Ghazali, Ibnu Katsir, Ibnu Sina dan ulama Islam lainnya. Dalam dunia pemikiran Indonesia, membaca juga menjadi tradisi tokoh intelektual kritis Indonesia seperti Soekarno, Hatta, M. Natsir, Nurcholish Madjid, Amien Raisa sejak duduk di bangku sekolah sampai menjadi elit politik Indonesia. Dari tulisan mereka, kita dapat melihat bagaimana keluasan wawasan dan kekayaan referensi mereka sehingga mampu menghasilkan tulisan yang enak dibaca dan dirasakan manfaatnya secara luas.

Untuk itu, kader KAMMI harus sadar dan membiasakan tradisi membaca serta mendorong hasrat membaca kepada lingkungan sekitarnya. Jika ingin maju, kader KAMMI harus menerapkan prinsip “tiada hari tanpa membaca”

2. Sadar Menulis

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

(Pramoedya Ananta Toer)

Dalam kehidupan pemuda Indonesia, salah satu aspek strategis adalah pemberdayaan yang dilakukan secara terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk meningkatkan potensi dan kualitas jasmani, sehat spiritual, pengetahuan serta keterampilan dan organisasi menuju kemandirian pemuda (Pasal 24 ayat 1 UU No 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan) Pemahaman ini, sudah selayaknya mengajak kader KAMMI hidup dalam ruang tradisi pengetahuan yang kuat sebagai bahan bakar dan pijakan kokoh dalam melebarkan pengaruh dakwahnya. Salah satu sarana difusi nilai dakwah Islam yang diusung KAMMI adalah menulis.

Jika membaca adalah konstruksi pengetahuan, menulis adalah sarana penyebaran pemikiran secara meluas sehingga dapat dirasakan masyarakat. Menulis menjadi sarana kontribusi optimal mencerdaskan dan berdialog dengan masyarakat sehingga menimbulkan ketersadaran pemikiran atas berbagai realitas sosial politik di sekitarnya. Menulis juga jadi sarana penajaman rasionalitas, penanaman budaya akademik, pewarisan nilai luhur dan sumber spirit kebangkitan Islam dan Indonesia.

Untuk itu, dalam menulis, seorang kader KAMMI harus mampu memberikan pencerahan batin dan intelektual kepada pembacanya. Dalam bahasa pers, tulisan harus mampu membangun semacam opini publik sebagai penggerak utama perubahan sosial budaya.

Page 7: Orasi Politik Halsel.doc

Kita dapat mengambil pelajaran kepada Ibnu Sina (orang Barat menyebutnya Avicenna-red) yang karyanya mendunia dan jadi bacaan wajib mahasiswa kedokteran di seluruh dunia, Max Havelaar (Multatuli-red) yang menginspirasi manusia di sekitarnya melakukan perubahan sosial dan Chairil Anwar yang sajak patriotiknya mampu memupuk rasa kebangsaan, mempelopori Sumpah Pemuda dan menyemangati generasi 1940-an untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari Belanda. Kontribusi serupa ditunjukkan Kuntowijoyo, Hatta, Taufiq Ismail dan Rahmat Abdullah.

Penumbuhan kebiasaan menulis berperan strategis, pasalnya budaya mendokumentasikan gagasan kader KAMMI masih rendah. Padahal ulama Islam, Al Ghazali menegaskan darah seorang penulis lebih mulia dari tetesan daerah seorang syuhada. Menulis juga strategis, sebab indikator terpelajarnya masyarakat suatu bangsa dapat dilihat dari berkembangnya budaya baca tulis masyarakatnya. Bagaimanapun dakwah bil lisan dan dakwah bil hal harus berdampingan dengan dakwah bil qolam. Ketika seorang kader KAMMI melalui artikelnya mengkritik korupsi di kalangan penguasa, sesungguhnya dia sedang mempengaruhi pikiran pembaca untuk bersama-sama berjihad melawan korupsi.

3. Sadar Diskusi

Dalam kacamata gerakan mahasiswa, gerakan dialektis ideologis harus mampu ditumbuhkan gerakan mahasiswa seperti KAMMI. Ini disebabkan, gerakan mahasiswa seperti KAMMI harus mampu menjadi gerakan mahasiswa yang inklusif, mendapatkan dukungan serta kepercayaan publik, mampu berdialog secara cerdas dan berkonflik secara dewasa. Dengan berdiskusi, kader KAMMI mampu membentuk nalar kritis sehingga mampu menghasilkan gerakan ilmiah yang dibangun di atas basis rasionalitas yang tangguh. Sebab KAMMI bukan gerakan mahasiswa yang emosional yang dibangun romaniisme masa lalu.

Diskusi juga merupakan penjabaran al fahmu, dimana gerakan aksi harus melalui diskursus isu sebelum memutuskan kebijakan demonstrasi jalanan. Merupakan fakta memprihatinkan ketika membela masyarakat tanpa penguasaan wacana yang mendalam. Gerakannya tidak dibangun berdasarkan kesadaran logika, miskin wacana, kurang melek, kurang sensitif dan kurang tanggap akibat malas berdiskusi secara periodik. Jika terus dibiarkan, KAMMI tak ubahnya gerakan reaksioner, bergerak tanpa landasan berfikir dan rumusan data yang lengkap serta tak melakukan tindakan preventif atas kezaliman yang mungkin terjadi.

Untuk itu, sudah waktunya kader KAMMI melakukan pendidikan politik secara utuh, bermentalitas kritis dan mengedepankan dialog konstruktif. Diskusi dalam tubuh KAMMI harus menjadi tradisi rutin baik internal maupun eksternal bersama kelompok mahasiswa lainnya. Sehiungga pandangan yang komprehensif, wawasan kritis dan tanggung jawab dapat diwujudkan.

Daftar Pustaka

Imam, Rijalul. 2008. Menyiapkan Momentum: Refleksi Paradigmatis Pemikiran Gerakan Pemuda Untuk Membangun Bangsa. Bandung: Muda Cendekia

Page 8: Orasi Politik Halsel.doc

Sudarsono, Amin. 2010. Ijtihad Membangun Basis Gerakan. Jakarta: Muda Cendekia.

Kusumah, Indra. 2007. Risalah Pergerakan Mahasiswa. Bandung: Indydec Press

Matta, Anis. 2007. Integrasi Politik dan Dakwah. Jakarta: Sekretariat Jenderal Bidang Arsip dan Sejarah DPP Partai Keadilan Sejahtera.

Badrun, Ubedillah. 2006. Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO. Jakarta: Media Rausanfekr.

Al Banna, Hasan. 1999. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslim. Solo: Era Intermedia.

Herfanda, Ahmadun Yossi. 2008. Yang Muda Yang Membaca. Jakarta: Asisten Deputi Pemberdayaan Lembaga Kepemudaan Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.

http://kampus.okezone.com/read/2011/05/30/367/462581/mahasiswa-dan-alternatif-gerakan-perubahan diunduh pada 24 Maret 2013

http://kampus.okezone.com/read/2011/07/08/367/477442/mereformasi-ruang-ngumpul-buku diunduh pada 24 Maret 2013

http://kampus.okezone.com/read/2012/03/06/367/587817/andai-menulis-ilmiah-selezat-cokelat diunduh pada 24 Maret 2013