orang gila menurut islam
DESCRIPTION
Orang Gila Menurut IslamTRANSCRIPT
Banyak faktor dan kondisi yang dapat membuat seseorang menjadi gila yang diantaranya; ada orang
yang gila lantaran angan-angan atau cita-citanya tidak kesampaian. Ada pula yang disebabkan
oleh kehilangan sesuatu yang sangat dicintainya semisal kekasih hati; jabatan; harta benda dan juga
oleh sebab-sebab yang lain-lainnya.
Akan tetapi berbeda dengan anggapan kita, maka dalam pandangan agama sebagaimana yang
diterangkan oleh Rasulullah SAW, bahwa orang-orang yang terganggu jiwanya oleh berbagai faktor
atau keadaan sebagaimana yang diterangkan di atas tidaklah disebut sebagai orang gila. Orang-
orang semacam itu hanya disebutkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang sakit atau yang
mendapat musibah dari Allah SWT. Dan secara hukum mereka termasuk dalam kelompok yang
dibebaskan dari melaksanakan kewajiban syariat seperti sholat; puasa; zakat; haji dan lain
sebagainya, kecuali pada suatu ketika mereka telah sembuh dari kondisi gila tersebut. Atau dengan
kata lain; tidak ada dosa atas diri mereka jika melanggar perintah dan ketentuan Allah SWT, sampai
mereka sembuh dari penyakitnya.
Lalu kalau sudah begitu keadaannya, siapakah sebenarnya orang gila yang dimaksudkan oleh
Rasulullah SAW. Atau dengan kata lain; orang gila menurut pandangan agama ?
Syaikh Abdullah Al-Ghazali dalam Risalah Tafsir menyampaikan sebuah riwayat (hadis) sebagai
berikut:
“Pada suatu hari Rasulullah SAW ber-jalan melewati sekelompok sahabat yang sedang ber-kumpul.
Lalu beliau bertanya kepada mereka: “Mengapa kalian berkumpul disini” Para sahabat tersebut lalu
menjawab: “Ya Rasulullah, ada orang gila yang sedang mengamuk. Oleh sebab itulah kami ber-
kumpul disini.” MenanggapI hal itu Rasulullah SAW lalu
bersabda: “Sesungguhnya orang ini tidaklah gila (al-majnun), tapi orang ini hanya sedang
mendapat musibah. Tahukah kalian, siapakah orang gila yang sebenar-benarnya disebut gila (al-
majnuun haqqul majnuun) “. Para sahabat lalu menjawab: Tidak ya Rasulullah. Hanya Allah dan
rasul-Nya jualah yang mengetahuinya.” Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan: “Orang gila yang
sesungguhnya gila (al-majnun haqqul majnun) adalah orang yang berjalan dengan penuh
kesombongan; yang membusungkan dadanya; yang memandang orang dengan pandangan yang
merendah-kan; lalu berharap Tuhan akan memberinya surga; padahal ia selalu berbuat maksiat
kepada-Nya. Selain itu orang-orang yang ada di sekitarnya, tidak pernah merasa aman dari kelakuan
buruknya. Dan di sisi yang lain, orang juga tak pernah mengharapkan perbuatan baiknya. Nah, orang
semacam inilah yang disebut sebagai orang gila yang sebenar-benarnya gila (al-majnuun haqqul
majnuun). Adapun orang yang kalian tonton ini hanyalah sedang mendapat musibah dari Allah.”
Menyimak apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW tersebut, maka dapatlah kita simpulkan;
Bahwa orang gila yang sesungguhnya gila atau (al-majnuun haqqul majnuun) adalah orang-orang
yang sehat jasmani dan ruhani-nya; yang tetap memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan hukum
agama yang dibebankan kepadanya. Akan tetapi di dalam masyarakatnya, yang memiliki beberapa
penyakit yang antara lain dijelaskan oleh Rasulullah SAW; Orang yang sombong; yang apabila
berjalan ia melangkahkan kakinya dengan pongah; dan selalu ingin dihormati; serta selalu
memandang rendah kepada orang lain. Dan di balik kesombongannya itu, selalu berharap agar Allah
memberinya pahala atas perbuatannya, dan apabila sudah mati ingin pula masuk ke dalam
surganya Allah SWT.
Hukum Sholat Orang Yang Hilang Akal/Gila
Allah Subhanallohu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisaa’: 43)
Allah Subhanallohu wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang sedang mabuk untuk mengerjakan
sholat hingga mereka mengetahui apa yang mereka ucapkan.
Para ulama sepakat bahwa ayat ini turun sebelum pengharaman khamar (yakni yang tersebut di
dalam surat Al-Maidah ayat 90). Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sebab turunnya ayat
tersebut berkenaan dengan sebagian shahabat yang mengimami sholat setelah meminum khamar
(saat itu khamar belum diharamkan) lalu ia serampangan membaca ayat. Lalu Allah Subhanallohu wa
Ta’ala menurunkan firman-Nya ini (surat An-Nisaa’ ayat 43)
Dari larangan mengerjakan sholat dalam keadaan mabuk karena minuman yang padahal belum
diharamkan sebelum sadar dan mengetahui apa yang diucapkan, dapatlah diketahui bahwa
seseorang dilarang mengerjakan sholat hingga ia mengerti apa yang diucapkannya.
Orang yang tidak menyadari apa yang diucapkannya tidak dibolehkan mengerjakan sholat. Meskipun
akalnya hilang bukan karena perkara yang terlarang atau haram. Oleh sebab itu para ulama sepakat
bahwasanya tidak sah sholat orang yang hilang akalnya, apapun penyebab akalnya hilang. Terlebih
lagi orang gila! Wallhu ‘Alam. (Ibnu Yunus Al Andalasy)
Masa-masa orang menjadi gila
1. Gila dari kecil terus sampai meninggalnya
Orang gila ini dapat dimasukkan bagian anak-anak, sedang anak-anak itu ditentukan masuk surga,
sebagaimana sabda Rasul dalam HR. Ahmad :”Nabi di dalam surga, orang yang mati sahid di dalam
surga dan anak-anak di dalam surga.”
2. Gila sebelum baligh sampai mati
Orang ini karena belum baligh, boleh di masukkan ke dalam golongan anak-anak seperti tersebut
diatas, dan boleh dimasukkan ke dalam bagian orang yang belum mukallaf (belum diberati
kewajiban)
Sabda Nabi dalam HR. Turmudzi : “Diangkat qalam dari tiga orang; dari orang yang tidur sehingga
bangun, dari ia anak-anak hingga ia berihtilam (baligh), dan dari orang gila hingga ia berakal.”
Kalimat diangkat qalam itu maksudnya tidak ditulis dosanya. Jadi orang yang menjadi gila sebelum
balih sampai matinya berada dalam keadaan bersih. Karena bersih tentu tempatnya di surga.
3. Gila dari kecil kemudian sembuh sesudah baligh.
Orang ini nanti ada perhitungan amal baik dan amal buruknya sesudah ia sembuh dari gila dan
baligh.
4. Gila sesudah baligh sampai mati
Kalau ia gila sesudah baligh, maka dari waktu baligh sampai ia gila itu ada perhitungan amalnya.
5. Gila yang putus-putus
Menurut hadits diatas dalam masa gila perbuatannya tidak dihitung. Di dalam masa sehatnya yang
putus-putus itu akan akan dihitung amal baik-buruknya.
Bagaimana pandangan ajaran Islam tentang orang gila? tentu saja mereka di bebasakan dari segala
kewajiban perintah Allah.SWT seperti larangan menjalankan Hukum. Seperti salah satu contoh kisah
pada jaman Nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a berkata :
"Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. saat itu beliau berada di masjid. Laki-laki itu
memanggil beliau, 'Wahai Rasulullah, aku telah berzina!' Namun Rasulullah saw. berpaling darinya,
sehingga ia mengulangi pengakuannya sampai empat kali. Setelah ia bersaksi atas dirinya sebanyak
empat kali persaksian Rasulullah memanggilnya dan bertanya, 'Apakah engkau gila?' Ia menjawab, '
Tidak!' 'Apakah engkau sudah menikah?'tanya beliau. 'Sudah!' katanya. Maka Nabi saw.
berkata, 'Bawa dia dan rajamlah'," (HR Bukhari [V/68]).
Maka :
1. Apabila orang gila laki-laki ataupun perempuan terkena hukum hudud maka hukuman tidak
dijalankan atasnya. Karena pena telah diangkat atasnya hingga ia sembuh. Oleh karena itulah
Rasulullah saw. bertanya kepada laki-laki tersebut, "Apakah engkau gila?"
2. Di antara para sahabat yang memutuskan hukum ini ialah Ali bin Abi Thalib r.a dan disetujui oleh
Umar r.a.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata,
"Dihadapkan kepada Umar seorang wanita gila yang berzina. Beliau bermusyawarah dengan
beberapa orang untuk memutuskan hukumnya. Umar memerintahkan agar wanita itu dirajam. Lalu
wanita itu dibawa dan kebetulan melintas di hadapan ALi bin Abi Thalib r.a. Beliau bertanya, 'Ada
apa dengan perempuan ini?' Mereka menjawab, 'Ia adalah perempuan gila dari bani Fulan telah
berzina. Umar memerintahkan agar ia dirajam.' Ali berkata, 'Lepaskanlah ia.' Kemudian Ali
mendatangi Umar dan berkata, 'Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau ketahui bahwa pena telah
diangkat atas tiga macam orang: atas orang gila hingga ia sembuh, atas orang tidur hingga bangun,
atas anak kecil hingga ia baligh.' Umar menjawab, 'Tentu saja.' Ali berkata, 'Kalau begitu bebaskan
ia.' Umar berkata, 'Ya, bebaskan ia.' Maka Ali pun bertakbir'."Dalam riwayat lain disebutkan bahwa
Ali berkata, "Tidakkah engkau ingat bahwa Rasulullah saw. bersabda,'Diangkat pena atas tiga orang.
orang gila yang tidak beres akalnya hingga ia sembuh, orang tidur hingga ia bangun, anak kecil
hingga ia baligh'." Umar menjawab, "Benar!" Ali berkata, "Kalau begitu bebaskanlah!" (Shahih, HR
Abu Dawud [4399]).
Maka sangat tidaklah pantas apabila kita mengejek atau memperlakukan orang Gila, seandainya kita
tidak suka janganlah kita menghinanya. Mereka seperti itu bukan karena keinginannya. Lebih karena
kondisi atau memang sudah menjadi jalan hidupnya “qodar“.