openfraktur

Upload: hengki-permana-putra

Post on 14-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    1/15

    PENDAHULUAN

    Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat mencederai fisik maupun

    psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka), perdarahan,

    memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau robekan (avulsi atau

    rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf (Helmi, 2011).

    Cedera pada tulang menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi. Fraktur juga

    dapat terjadi di ujung tulang dan sendi (intra-artikuler) yang sekaligus menimbulkan dislokasi

    sendi. Fraktur ini juga disebut fraktur dislokasi (Bucholz, et al., 2006).

    Insiden fraktur secara keseluruhan adalah 11,3 dalam 1.000 per tahun. Insiden fraktur

    pada laki-laki adalah 11.67 dalam 1.000 per tahun, sedangkan pada perempuan 10,65 dalam

    1.000 per tahun.2 Insiden di beberapa belahan dunia akan berbeda. Hal ini mungkin

    disebabkan salah satunya karena adanya perbedaan status sosioekonomi dan metodologi yang

    digunakan di area penelitian (Bucholz, et al., 2006).

    Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali), reduksi

    (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi (Helmi, 2011).

    Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada

    jaringan lunaknya maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus diketahui, apakah akibat

    trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak langsung (Salter, 1999).

    Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula (reposisi).

    Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat berfungsi kembali

    dengan maksimal. Retaining adalah tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi

    (imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga

    terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat. Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan

    anggota gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali (Bucholz, et al., 2006)..

    Trauma Muskuloskeletal

    Cedera dari trauma muskuloskeletal biasanya memberikan disfungsi struktur

    disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan

    muskuloskeletal yang paling sering terjadi akibat suatu trauma adalah kontusio, strain, sprain,

    dislokasi dan subluksasi (Helmi, 2011).

    GAMBARAN UMUM FRAKTUR

    Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total

    maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    2/15

    tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan

    lunak di sekitar tulang (Helmi, 2011).

    Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai

    fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah

    fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak

    tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai

    hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari

    dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan

    komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang.

    Menurut Apley Solomon fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah tulang dan

    berdasarkan bentuk patah tulang. Berdasarkan garis patah tulangnya: greenstick, yaitu fraktur

    dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok, transversal, yaitu fraktur yang

    memotong lurus pada tulang, spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang,

    obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang.

    Berdasarkan bentuk patah tulangnya, komplet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong

    seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser, inkomplet, meliputi hanya sebagian

    retakan pada sebelah sisi tulang, fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke

    arah permukaan tulang lain avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligament, communited

    (segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. simple, fraktur dimana

    tulang patah dan kulit utuh, fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah

    berjauhan dari tempat yang patah, fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi

    pada tempatnya yang normal, fraktur komplikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan

    tulang terlihat (Sjamsuhidayat, 2005).

    Berdasarkan lokasinya fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau), diaphyseal

    (shaft), maupun distal. Berdasarkan proses osifikasinya, tulang panjang tediri dari diafisis

    (corpul/shaft) yang berasal dari pusat penulangan sekunder. Epifisis, terletak di ujung tulang

    panjang. Bagian dari diafisis yang terletak paling dekat dengan epifisis disebut metafisis,

    yaitu bagian dari korpus yang melebar. Fraktur dapat terjadi pada bagian-bagian tersebut

    (Salter, 1999).

    Definisi Fraktur Terbuka

    Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau

    tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang

    menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Dimana

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    3/15

    trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah

    tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari

    daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada

    klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh (Sjamsuhidajat, 2005).

    Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan

    luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa

    infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau

    dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (chairuddin

    rasjad,2008).

    Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang

    terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi

    penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk

    dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan

    segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit

    dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin

    rasjad,2008).

    Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang bersangkutan

    sedang atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008).

    Etiologi dan Patofisiologi Fraktur Terbuka

    Penyebab dari Fraktur terbuka adalah Trauma langsung: benturan pada tulang dan

    mengakibatkan fraktur pada tempat itu Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul

    benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Sedangkan Hubungan dengan dunia luar dapat

    terjadi karena (Sjamsuhidajat, 2005). :

    1. Penyebab rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.2. Fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

    Klasifikasi Fraktur Terbuka

    Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)

    TIPE 1

    Luka kecil kurang dr 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen

    tulang yang menembus kulit. terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda2

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    4/15

    trauma yang hebat pada jaringan lunak. fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple,

    transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.

    TIPE 2

    Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi

    kulit. terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.

    TIPE 3

    Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur

    neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena

    trauma dengan kecepatan tinggi.

    tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe:

    TIPE 3 a

    Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang

    hebat ataupun adanya flap. fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat

    TIPE 3 b

    Fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan

    jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur

    komunitif yang hebat.

    TIPE 3 c

    Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan

    tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

    Gejala

    Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian

    tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi

    muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler.

    Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun

    jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan (Sjamsuhidayat, 2005) .

    Diagnosis Fraktur Terbuka

    Anamnesis

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    5/15

    Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)

    dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur

    sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok,

    riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain (Helmi, 2011).

    Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat

    maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota

    gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di

    daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain (Brinker, 2001).

    Pemeriksaan fisik

    Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya (Mansjoer dkk., 2000):

    1. Syok, anemia atau perdarahan

    2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-

    organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen

    3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

    Pemeriksaan lokal

    1. Inspeksi (Look)

    Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur

    tertutup atau fraktur terbuka

    Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi (Mansjoer dkk., 2000)

    2. Palpasi (Feel)

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    6/15

    Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat

    nyeri. Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial

    biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

    Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati. Pemeriksaan

    vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri

    tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada

    kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit

    Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan

    panjang tungkai (Mansjoer dkk., 2000).

    3. Pergerakan (Move)

    Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan

    pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan

    fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh

    dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan

    lunak seperti pembuluh darah dan saraf (Mansjoer dkk., 2000).

    4. Pemeriksaan neurologis

    Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta

    gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelaianan

    saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi

    dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya

    (Mansjoer dkk., 2000).

    5. Pemeriksaan radiologis

    Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi

    fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka

    sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara

    sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis (Mansjoer dkk., 2000).

    Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua gambaran,

    anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur, memuat

    gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera

    (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan (Salter, 1999).

    6. Pemeriksaan Penunjang Lain

    Pemenriksaan lain yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi darah rutin,

    faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa (Helmi, 2011).

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    7/15

    Penyembuhan Fraktur

    Pada kasus fraktur untuk mengembalikan struktur dan fungsi tulang secara cepat

    maka perlu tindakan operasi dengan imobilisasi.4 Imobilisasi yang sering digunakan yaitu

    plate and screw. Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti proses penyambungan. Proses

    penyambungan tulang menurut Apley dibagi dalam 5 fase. Fase hematoma terjadi selama 1- 3

    hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang

    pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat pesediaan darah akan mati sepanjang satu atau

    dua milimeter. Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam setelah

    fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah periosteum dan didalam

    saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel yang menghubungkan

    tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang

    halus berkembang dalam daerah fraktur. Fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu.

    Pada sel yang berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik

    jika diberikan tindakan yang tepat selain itu akan membentuk tulang kartilago dan osteoklas

    (Sjamsuhidayat, 2005).

    Massa tulang akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga osteoklas

    yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum dan endosteom.

    Terjadi selama 4 minggu, tulang mati akan dibersihkan. Fase konsolidasi terjadi dalam waktu

    3 minggu 6 bulan. Tulang fibrosa atau anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas

    osteoklas dan osteoblastik masih berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang

    lamelar. Pada saat ini osteoblast tidak memungkinkan untuk menerobos melalui reruntuhan

    garis fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan tulang baru

    akan diisi oleh osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat

    badan normal. Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah

    dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan diresorbsi dan

    pembentukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi lebih tebal, dinding-dinding

    yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan memperoleh

    bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa

    tahun (Sjamsuhidayat, 2005).

    Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain: usia pasien,

    banyaknya displacement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan darah pada fraktur, dan

    kondisi medis yang menyertainya (Bucholz, et al., 2006)..

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    8/15

    Prinsip Penanganan Fraktur

    Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada

    umumnya, yaitu jangan mencederai pasien, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat,

    pemilihan pengobatan dengan tujuan tertentu, mengikuti law of nature, pengobatan yang

    realistis dan praktis, dan memperhatikan setiap pasien secara individu (Salter, 1999).

    Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi

    semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang

    (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan

    sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling (Brunicardi, et.

    al, 2004).

    Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri, Menghasilkan dan

    mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar terjadi penyatuan tulang kembali, Untuk

    mengembalikan fungsi seperti semula (Hilmi 2011).

    Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi, (tidak menggerakkan

    daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri. Teknik imobilisasi dapat

    dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak dapat pempertahankan posisi

    dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu,

    fiksasi eksteral, atau fiksasi internal (Salter, 1999).

    Berapa lama patah tulang diperlukan untuk bersatu dan sampai terjadi konsolidasi?

    Tidak ada jawaban yang tepat mungkin karena faktor usia, konstitusi, suplai darah, jenis

    fraktur dan faktor lain mempengaruhi sepanjang waktu diambil.5 Prediksi yang mungkin

    adalah timetable Perkins yang sederhana. Fraktur spiral pada ekstremitas atas menyatu dalam

    3 minggu, untuk konsolidasi kalikan dengan 2; untuk ekstremitas bawah kalikan dengan 2

    lagi; untuk fraktur transversal kalikan lagi oleh 2. Sebuah formula yang lebih sophisticated

    adalah sebagai berikut. Sebuah fraktur spiral pada ekstremitas atas memakan waktu 6-8

    minggu untuk terjadinya konsolidasi. Ekstremitas bawah membutuhkan dua kali lebih lama.

    Tambahkan 25% jika bukan fraktur spiral atau jika melibatkan tulang paha. Patah tulang

    anak-anak, tentu saja, menyatu lebih cepat. 5 Angka-angka ini hanya panduan kasar, harus

    ada bukti klinis dan radiologis terkait konsolidasi sebelum tekanan penuh diperbolehkan

    tanpa splintage (Sjamsuhidayat, 2005).

    Imobilisasi yang lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Oleh

    karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin (Salter, 1999).

    Beberapa penatalaksanaan fraktur secara ortopedi meliputi proteksi tanpa reposisi dan

    imobilisasi, Imobilisasi dengan fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    9/15

    imobilisasi, Reposisi dengan traksi, Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar,

    Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara

    operatif. Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan

    fiksasi interna, Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis (Bucholsz, et al,

    2006)

    Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur dengan

    dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan

    kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak-

    anak, fraktur vertebrae dengan kompresi minimal (Helmi, 2011).

    Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap

    memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah

    pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting ((Bucholsz, et al, 2006)

    Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi dilakukan pada

    fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal. Reposisi

    dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu,

    kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi

    secara manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur

    dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur (Sjamsuhidayat, 2005).

    Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar dilakukan untuk fiksasi

    fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang,

    kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit luar.

    Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan rusaknya jaringan lunak

    yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko

    untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi

    yang cocok untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang

    aman, asien dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan perdarahan

    hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala fraktur dengan infeksi (Bucholsz, et al, 2006).

    Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang

    secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur. Fragmen direposisi

    secara non-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan prosthesis

    secara operatif pada kolum femur (Salter, 1999).

    Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan

    fiksasi interna dilakukan, misalnya pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah.

    Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    10/15

    dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai

    reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak

    diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan

    fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak

    stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan

    yang buruk dan perlahan (fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana

    dengan reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan

    yang sulit (paraplegia, pasien geriatri) (Sjamsuhidayat, 2005).

    Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan pada fraktur

    kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti dengan prosthesis. Tindakan

    ini diakukan pada orang tua yang patahan pada kolum femur tidak dapat menyambung

    kembali (Salter, 1999).

    Penatalaksanaan Fraktur Terbuka

    Penanggulangan fraktur terbuka, beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka

    (Newton, 2005):

    1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat

    menyebabkan kematian.

    Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik, ulangi debrideman 24-72 jam

    berikutnya

    Stabilisasi fraktur. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari Lakukan bone graft autogenous secepatnya Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

    TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA

    1. Pembersihan lukaPembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara

    mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat (Mansjoer dkk., 2000)

    2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    11/15

    Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat

    pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan

    subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen-fragmen yang lepas (Mansjoer dkk.,

    2000)

    3. Pengobatan fraktur itu sendiriFraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka

    dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan

    fiksasi eksterna (Sjamsuhidajat, 2005) .

    4. Penutupan kulitApabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari

    terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila

    penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft

    serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada

    luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih

    dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu

    mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan

    sehingga kulit menjadi tegang (Sjamsuhidajat, 2005).

    5. Pemberian antibioticPemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam

    dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi (Rasjad, 2008)

    6. Pencegahan tetanusSemua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada

    penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi

    bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia) (Rasjad,

    2008).

    Komplikasi Fraktur Terbuka

    1. Perdarahan, syok septik sampai kematian2. Septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik3. Tetanus4. Gangrene5. Perdarahan sekunder6. Osteomielitis kronik

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    12/15

    7. Delayed union8. Non union dan malunion9. Kekakuan sendi10.Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama (chairuddin rasjad,2008).

    Prognosis Fraktur Terbuka

    Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya barier

    jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi. Seperti kita

    ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka yang terjadi masih dalam

    stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah waktu tersebut, luka berubah menjadi luka

    infeksi (Brinker, 2001) .

    Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden

    periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai walaupun

    ditinjau dari segi prioritas penanganannya, tulang secara primer menempati urutan prioritas

    ke 6 (Brinker, 2001).

    Perawatan lanjut dan rehabilitasi patah tulang terbuka

    1. Hilangkan nyeri2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dan flagmen patah tulang3. Mengusahakan terjadinya union4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi otot dan sendi

    dan pencegahan komplikasi.

    5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi.Prinsip Operasi

    Prinsip debridement adalah untuk membersihkan kontaminasi yang terdapat di sekitar

    fraktur dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan yang non viabel dan materialasing, seperti pasir yang melekat pada jaringan lunak. Dilakukan penilaian pada sekitar

    jaringan sekitar tulang, cedera pembuluh darah, tendon, otot, saraf. Debridement jaringan otot

    dipertimbangkan jika otot terkontaminasi berat dan kehilangan kontraktilitas. Debridement

    pada tendon mempertimbangkan kontraktilitas tendon, sedangkan debridement pada kulit

    dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc dilakukan serial

    debridement yang diulang dalarn selang waktu 24-72 jam untuk tercapainya debridement

    definitif.

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    13/15

    Tehnik Operasi

    Sebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang dilakukan di

    ruangan emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya dipakai

    sefalosforin golongan pertama. Pada fraktur terbuka Gustilo tape III, diberikan tambahan

    berupa golongan aminoglikosida, seperti tobramicin atau gentamicin. Golongan sefalosforin

    golongan ketiga dipertimbangkan di sini. Sedangkan pada fraktur yang dicurigai

    terkontaminasi kuman clostridia, diberikan penicillin.

    Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot dan sarung

    tangan tambahan. Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine,

    lalu drapping area operasi. Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan melakukanpengamatan terhadap perdarahan jaringan. Debridement dilakukan pertama kali pada daerah

    kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan koagulasi. Buka fascia untuk

    menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan 4C, Color, Contractility, Circulation

    and Consistency. Lakukan pengangkatan kontaminasi canal medullary dengan saw atau

    rongeur. Curettage canal medulary dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah

    proksimal. Irigasi dilakukan dengan normal saline. Penggunaan normal saline adalah 6-10

    liter untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi. Bisa

    digunakan ekternal fiksasi pada fraktur grade III4.

    Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Pada fraktur tipe III yang tidak bisa

    dilakukan penutupan luka, dilakukan rawat luka terbuka, hingga luka dapat ditutup sempurna.

    Komplikasi Operasi

    Komplikasi debridement hampir tidak ada. Komplikasi terjadi berupa infeksi pada

    jaringan lunak dan tulang hingga sepsis pasca operasi.

    Mortalitas

    Berhubungan dengan syok hemoragik dan adanya fat embolism.

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    14/15

    Perawatan Pasca Bedah

    Antibiotika post operasi dilanjutkan hingga 2-3 hari pasca debridement. Kultur pus, jika

    ada pus, lakukan kultur pus. Pada fraktur terbuka grade yang memerlukan debridement

    ulangan, maka akan dilakukan debridement ulangan hingga jaringan cukup sehat dan terapi

    definitive terhadap tulang bisa dimulai. Pada penutupan luka yang tertunda, dilakukan

    pemasangan split thickness skin flap, vascularized pedicle flaps (seperti gastrocnemeus flap)

    dan free flaps seperti fasciocutaneus flaps atau myocutaneus flaps.

    Follow-Up

    Dilakukan penilaian terhadap kondisi jaringan setiap hari dan pemberian antibiotika,

    hingga jaringan sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa dimulai.

  • 7/30/2019 OpenFraktur

    15/15

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta: YarsifWatampone, 2008. 332-334.

    2. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005. 840-841.

    3. Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture. http://www.ivis.org[diakses 14 Mei 2011].

    4. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius,2000.346-370

    5. Brinker. Review Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.127-135.

    6. Helmi ZN. Buku Ajar GANGGUAN MUSKULOSKELETAL. Jakarta: SalembaMedika. 2011. p411-55

    7. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's Fractures inAdults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331

    8. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System ThirdEdition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417-498

    9. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR Dunn DL, Huter JG, Pollock RE.Orthopaedics. Dalam: Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR Dunn DL, Huter JG,

    Pollock RE. Schwartz's Principle of Surgery. The McGraw-Hill Companies: USA.

    2004.

    10.Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers, TA, Melby SJ. Dalam:Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers, TA, Melby SJ. Washington Manual

    of Surgery, The 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2008. p578-597