omar ojut urbanisasi an lebaran -...

1
I(OMPAS OSenin o Minggu o Se/asa o Rabu o Kamis o Jumat Sabtu 23 17 18 19 4 5 20 67 21 22 8 9 10 11 2324@26 12 13 27 28 14 15 29 30 31 OJan OPeb ONov ODes o Mar OApr OMei Urbanisasi an Lebaran W acana tentang arus mudik dan arus balik pen- duduk kota pada peristiwa Lebaran terkait erat de- ngan fenomena gerak penduduk. Mudik berarti kembalinya se- bagian penduduk dari kota-kota besar ke kota-kota kecil atau de- sa-desa, tempat mereka dilahir- kan atau hidup pada masa kecil. Ritus tersebut dilakukan dalam rangka merayakan Lebaran atau Idul Fitri dengan berkurnpul ber- sama sanak saudara dan handai tolan untuk bersilaturahim, sa- ling memaafkan, sekaligus ber- libur. Sementara balik adalah kembalinya mereka ke kota tem- pat mencari nafkah, bersekolah, atau berkarya dalam sektor so- sial-budaya. Namun, tampaknya ada ke- cenderungan orang-orang yang balik ke kota jumlahnya menjadi lebih besar ketimbang yang mu- dik. Hal ini karena sebagian pe- mudik-terutama yang berasal dari penduduk lapisan menengah ke bawah-waktu balik ke kota membawa kerabat, teman, atau tetangga yangjuga hendak meng- adu nasib di kota, Dalam konteks inilah arus ba- lik pada waktu Lebaran sekaligus menunjuk pada gerak penduduk (population mobility), perpindah- an penduduk dari desa ke kota dan bertambahnya jumlah pen- duduk kota. Inilah bagian dari fenomena urbanisasi. Metodis-komprehensif Wilayah perkotaan di Eropa dan Amerika, terutama mulai abad ke-19, menjadi jauh lebih dinamis daripada wilayah pede- saan. Para pengambil keputusan pada pemerintahan yang bekerja dan tinggal di kota terus men- dorong wilayah sekitar dan ter- dekat mereka untuk lebih ber- kembang dalam hal perekono- mian, pendidikan formal, dan sektor sosial-budayanya. Lantaran dorongan itulah ke- mudian kota tak lagi melulu se- bagai pusat pemerintahan. Lalu, berbondong-bondonglah pendu- duk pedesaan mendatanginya OJun o Jut eAgs OSep OOkt Oleh BUDI RAJAB untuk mencari : peluang usaha';' dan kesempatan :; kerja, menerus- kan sekolah, dan mengembang- kan kreativitas budaya. Taiwan pada akhir 1950-an dan Korea Selatan pada awal 1960-an juga melakukan hal yang sama. Bahkan, untuk wilayah pedesaannya di- lakukan reforma agraria, penataan pada penguasa- an dan pemilikan tanah supaya distribusinya -s» lebih merata, cara ~ produksi pertanian- nya menjadi lebih efi- sien, dan tenaga kerjanya dapat berkontribusi secara optimal. Pembangunan kota dan reforma agraria tersebut langsung me- nambah gerak penduduk dari de- sa ke kota. Namun, dalam rangka pem- bangunan ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan di sana, negara- negara tersebut melakukan pe- rencanaan yang metodis-kom- prehensif. Juga membuat ber- bagai aturan yang diterapkan se- . cara konsisten. Tidak dilakukan pembatasan penduduk yang da- tang ke kota, tetapi pendatang mesti menaati aturan yang sudah ditetapkan, dan bila melanggar diberi sanksi keras. Karena itu, kota-kota menjadi lebih teratur dan tertib, di antaranya dalam penggunaan tata ruang dan pe- rilaku penduduknya di ruang-ru- ang publik. Terlebih dengan berlangsung- nya dinamika ekonomi, pendi- dikan, dan kebudayaan di kota serta reforma agraria di desa, urbanisasi jadi tidak terelakkan. Bahkan, kian membesar. Akan tetapi, pemerintah pun memper- oleh pendapatan yang besar dari hasil pungutan pajak, retribusi, dan pungutan legal lainnya dari penduduk kota yang bertambah tersebut. Hasil pengutan itu se- bagian dialokasikan untuk mem- bangun infrastruktur serta sa- rana ekonomi, pendidikan, dan ruang-ruang publik untuk pe- ngembangan kreativitas kebuda- yaan dengan tetap menegakkan aturan secara konsisten. Dengan demikian, secara his- toris urbanisasi merupakan ge- jala yang taken for granted. Be- gitulah yang akan terjadi dalam konteks dinamika kota. Dalam sejarah memang terjadi juga perpindahan penduduk dari kota ke desa atau ruralisasi. Na- mun, itu berlangsung dalam si- tuasi "abnormal". Umpamanya karena terjadinya kerusuhan atau konflik terbuka yang dah- syat di perkotaan. Akan tetapi, gerak penduduk dari kota ke desa itu bersifat temporer: jika situasi di kota su- dah pulih, mereka akan kembali. Atau ruralisasi itu dilakukan le- wat tindakan represif dan koersif, seperti yang terjadi di China pada masa Revolusi Kebudayaan, yak- ni ketika Mao Zedong memegang tampuk kekuasaan pada periode 1960-an. Juga di Kamboja pada masa rezim Pol Pot periode 1970-an. Namun, ruralisasi yang memakai, kekerasan dan paksaan itu telah menimbulkan korban jiwa yang tak terkira jumlahnya. Jutaan orang mati dan mende- rita, dan terjadi kemandekan ekonomi, baik di desa maupun di kota. Wajar dan niscaya Dari waktu ke waktu, kota-ko- ta di Indonesia pun menghadapi kasus urbanisasi ini. Dan, itu se- suatu yang wajar, yang dirnung- kinkan karena terjadinya per- tumbuhan ekonomi di kota, se- mentara di desa malah terjadi Kllplng Humas Unpad 2012 kemandekan ekonomi. m mana ada gula, di situ ada sem,ut! Le- baran hanyalah satu momentmp dalam proses urbanisasi itQ., mungkin beberapa hari setelah Lebaran penduduk yang datang ke kota sedikit lebih besar k~- timbang di waktu-waktu biasa, Hanya di Indonesia urbanisasi ini menjadi masalah. Umumnya tingkat pendidikan pendatang rendah, kurang punya keahlian dan keterampilan, serta tentunya juga tidak memiliki kapital. Pada akhirnya sebagian besar dari me- reka "terjebak" ke dalam eko- nomi informal dan kerja sera- butan. Di antaranya menjadi pe- dagang kaki lima yang menem- pati trotoar, taman-taman, bah- kan sampai menduduki sebagian badan jalan. Dalam hal kebutuhan permu- kiman, banyak di antara mereka yang kemudian tinggal di ko- long-kolongjembatan, sempadan sungai, taman-taman, atau tem- pat-tempat kosong lain. Di sana mereka mendirikan gubuk-gu- buk liar yang dihuni banyak orang sehingga memperlihatkan permukiman padat dan kurnuh. Memang, bagi kota-kota di In- donesia urbanisasi menjadi per- soalan besar. Akan tetapi, itujuga karena pemerintah tidak banyak melakukan persiapan untuk mengakomodasi dan mengelola- nya, seperti yang dilakukan ne- gara-negara yang disebut di atas. Oleh karena itu, tak usah he- ran-bahkan dapat dipastikan- bila mobilitas penduduk dari pe- desaan ini (apakah di waktu Le- baran atau di waktu biasa) mem- buat kota-kota kian padat dan pengap. Kota menjadi tak teratur, dipenuhi perrhukiman kumuh, dijejali para pekerja serabutan di sektor informal dan ilegal, serta ruang-ruang publik yang tidak tertib alias semrawut. Fenomena urbanisasi, perge- rakan penduduk dari desa ke kota, pada masa lalu, masa kini, dan juga pada masa yang akan datang-apakah pada saat Leba- ran atau pada hari-hari biasa- pasti terjadi. Jadi, pemerintah kota harus siap mengelolanya, BUDlRAJAB Pengajar pada Jurusan Antropologi FISIP Unpad

Upload: danghuong

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I(OMPASOSenin o Mingguo Se/asa o Rabu o Kamis o Jumat • Sabtu2 3

17 18 194 520

6 721 22

8 9 10 112324@26

12 1327 28

14 1529 30 31

OJan OPeb ONov ODesoMar OApr OMei

Urbanisasi an Lebaran

W acana tentangarus mudik danarus balik pen-

duduk kota pada peristiwaLebaran terkait erat de-ngan fenomena gerakpenduduk.

Mudik berarti kembalinya se-bagian penduduk dari kota-kotabesar ke kota-kota kecil atau de-sa-desa, tempat mereka dilahir-kan atau hidup pada masa kecil.Ritus tersebut dilakukan dalamrangka merayakan Lebaran atauIdul Fitri dengan berkurnpul ber-sama sanak saudara dan handaitolan untuk bersilaturahim, sa-ling memaafkan, sekaligus ber-libur. Sementara balik adalahkembalinya mereka ke kota tem-pat mencari nafkah, bersekolah,atau berkarya dalam sektor so-sial-budaya.

Namun, tampaknya ada ke-cenderungan orang-orang yangbalik ke kota jumlahnya menjadilebih besar ketimbang yang mu-dik. Hal ini karena sebagian pe-mudik-terutama yang berasaldari penduduk lapisan menengahke bawah-waktu balik ke kotamembawa kerabat, teman, atautetangga yangjuga hendak meng-adu nasib di kota,Dalam konteks inilah arus ba-

lik pada waktu Lebaran sekaligusmenunjuk pada gerak penduduk(population mobility), perpindah-an penduduk dari desa ke kotadan bertambahnya jumlah pen-duduk kota. Inilah bagian darifenomena urbanisasi.

Metodis-komprehensifWilayah perkotaan di Eropa

dan Amerika, terutama mulaiabad ke-19, menjadi jauh lebihdinamis daripada wilayah pede-saan. Para pengambil keputusanpada pemerintahan yang bekerjadan tinggal di kota terus men-dorong wilayah sekitar dan ter-dekat mereka untuk lebih ber-kembang dalam hal perekono-mian, pendidikan formal, dansektor sosial-budayanya.Lantaran dorongan itulah ke-

mudian kota tak lagi melulu se-bagai pusat pemerintahan. Lalu,berbondong-bondonglah pendu-duk pedesaan mendatanginya

OJun o Jut eAgs OSep OOkt

Oleh BUDI RAJAB

untuk mencari :peluang usaha';'dan kesempatan :;kerja, menerus-kan sekolah, danmengembang-kan kreativitasbudaya.

Taiwan padaakhir 1950-an danKorea Selatan padaawal 1960-an jugamelakukan hal yangsama. Bahkan, untukwilayah pedesaannya di-lakukan reforma agraria,penataan pada penguasa-an dan pemilikan tanahsupaya distribusinya -s»lebih merata, cara ~produksi pertanian-nya menjadi lebih efi-sien, dan tenaga kerjanya dapatberkontribusi secara optimal.Pembangunan kota dan reformaagraria tersebut langsung me-nambah gerak penduduk dari de-sa ke kota.Namun, dalam rangka pem-

bangunan ekonomi, pendidikan,dan kebudayaan di sana, negara-negara tersebut melakukan pe-rencanaan yang metodis-kom-prehensif. Juga membuat ber-bagai aturan yang diterapkan se- .cara konsisten. Tidak dilakukanpembatasan penduduk yang da-tang ke kota, tetapi pendatangmesti menaati aturan yang sudahditetapkan, dan bila melanggardiberi sanksi keras. Karena itu,kota-kota menjadi lebih teraturdan tertib, di antaranya dalampenggunaan tata ruang dan pe-rilaku penduduknya di ruang-ru-ang publik.

Terlebih dengan berlangsung-nya dinamika ekonomi, pendi-dikan, dan kebudayaan di kotaserta reforma agraria di desa,urbanisasi jadi tidak terelakkan.Bahkan, kian membesar. Akantetapi, pemerintah pun memper-oleh pendapatan yang besar darihasil pungutan pajak, retribusi,dan pungutan legal lainnya daripenduduk kota yang bertambahtersebut. Hasil pengutan itu se-bagian dialokasikan untuk mem-bangun infrastruktur serta sa-rana ekonomi, pendidikan, danruang-ruang publik untuk pe-ngembangan kreativitas kebuda-

yaan dengan tetap menegakkanaturan secara konsisten.

Dengan demikian, secara his-toris urbanisasi merupakan ge-jala yang taken for granted. Be-gitulah yang akan terjadi dalamkonteks dinamika kota.

Dalam sejarah memang terjadijuga perpindahan penduduk darikota ke desa atau ruralisasi. Na-mun, itu berlangsung dalam si-tuasi "abnormal". Umpamanyakarena terjadinya kerusuhanatau konflik terbuka yang dah-syat di perkotaan.Akan tetapi, gerak penduduk

dari kota ke desa itu bersifattemporer: jika situasi di kota su-dah pulih, mereka akan kembali.Atau ruralisasi itu dilakukan le-wat tindakan represif dan koersif,seperti yang terjadi di China padamasa Revolusi Kebudayaan, yak-ni ketika Mao Zedong memegangtampuk kekuasaan pada periode1960-an. Juga di Kamboja padamasa rezim Pol Pot periode1970-an. Namun, ruralisasi yangmemakai, kekerasan dan paksaanitu telah menimbulkan korbanjiwa yang tak terkira jumlahnya.Jutaan orang mati dan mende-rita, dan terjadi kemandekanekonomi, baik di desa maupun dikota.

Wajar dan niscayaDari waktu ke waktu, kota-ko-

ta di Indonesia pun menghadapikasus urbanisasi ini. Dan, itu se-suatu yang wajar, yang dirnung-kinkan karena terjadinya per-tumbuhan ekonomi di kota, se-mentara di desa malah terjadi

Kllplng Humas Unpad 2012

kemandekan ekonomi. m manaada gula, di situ ada sem,ut! Le-baran hanyalah satu momentmpdalam proses urbanisasi itQ.,mungkin beberapa hari setelahLebaran penduduk yang datangke kota sedikit lebih besar k~-timbang di waktu-waktu biasa,Hanya di Indonesia urbanisasi

ini menjadi masalah. Umumnyatingkat pendidikan pendatangrendah, kurang punya keahliandan keterampilan, serta tentunyajuga tidak memiliki kapital. Padaakhirnya sebagian besar dari me-reka "terjebak" ke dalam eko-nomi informal dan kerja sera-butan. Di antaranya menjadi pe-dagang kaki lima yang menem-pati trotoar, taman-taman, bah-kan sampai menduduki sebagianbadan jalan.

Dalam hal kebutuhan permu-kiman, banyak di antara merekayang kemudian tinggal di ko-long-kolongjembatan, sempadansungai, taman-taman, atau tem-pat-tempat kosong lain. Di sanamereka mendirikan gubuk-gu-buk liar yang dihuni banyakorang sehingga memperlihatkanpermukiman padat dan kurnuh.

Memang, bagi kota-kota di In-donesia urbanisasi menjadi per-soalan besar. Akan tetapi, itujugakarena pemerintah tidak banyakmelakukan persiapan untukmengakomodasi dan mengelola-nya, seperti yang dilakukan ne-gara-negara yang disebut di atas.

Oleh karena itu, tak usah he-ran-bahkan dapat dipastikan-bila mobilitas penduduk dari pe-desaan ini (apakah di waktu Le-baran atau di waktu biasa) mem-buat kota-kota kian padat danpengap. Kota menjadi tak teratur,dipenuhi perrhukiman kumuh,dijejali para pekerja serabutan disektor informal dan ilegal, sertaruang-ruang publik yang tidaktertib alias semrawut.

Fenomena urbanisasi, perge-rakan penduduk dari desa kekota, pada masa lalu, masa kini,dan juga pada masa yang akandatang-apakah pada saat Leba-ran atau pada hari-hari biasa-pasti terjadi. Jadi, pemerintahkota harus siap mengelolanya,

BUDlRAJABPengajar pada Jurusan

Antropologi FISIP Unpad