kota: dari perspektif urbanisasi - unri.ac.id

13
Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005 833 Pengantar Penyelidikan tentang perkotaan khususnya di kawasan negara-negara yang baru mengatur keadaan ekonominya seperti di Indonesia sangatlah penting. Hal ini dikarenakan kota (kota) merupakan tempat utama bagi tenaga kerja baik yang terdidik dan terampil, setengah terampil dan tidak terdidik datang ke kota. Ramainya orang- orang yang datang ke kota jika disimak dengan sebenarnya berkait rapat dengan migrasi. Mereka berusaha untuk hidup dengan ragam cara beserta upaya yang dilakukannya. Perkotaan adalah proses semakin terpusatnya penduduk serta permukiman dan kumpulan orang-orang dengan keragaman etnik. Semenjak Wirth (dalam edisi Shogo, 1996, 3-8) menulis bahwa perkotaan diberi makna iaitu: cara hidup yang khas di kota , maka yang berkenaan dengan jumlah penduduk, kepadatan (density) dan pelbagai keragaman etnik boleh dijadikan sebagai indikator penyelidikan perkotaan. Seterusnya disebutkan bahwa penyelidikan tentang proses perkembangan kota perihal keragaman, pemusatan serta kisaran jumlah penduduk boleh dijadikan hal pokok untuk menyelidiki perubahan-perubahan yang tengah berlangsung dalam masyarakat. Evers dan Korff (2002, p. 2-4) menganalisis bahwa di negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia dan Thailand, kota-kota utama telah berubah. Perubahan ini disebabkan oleh kebijakan yang merujuk kepada globalisasi. Kegiatan ini didukung oleh perubahan- KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI Oleh: Ashaluddin Jalil*) Abstract:The growth of urban population in Riau province since last few decades has shown a trend of continuous increase. Although, there were some trends of constant and slightly declining percentage of population in some urban areas and newly formed districts, in overall the number of population was increasing. This phenomenon can be observed in the number of population growth since last few decades. During the years of 1971 to 1980, the average growth of urban population increased about 1.53 percent annually. The growth was continued to increase in the next decades which was during the years of 1981 to 1990 to an average of 2.67 percent annually. Furthermore, it was recorded in many literatures that since 1930 to 1990, despite of the fluctuation in the percentages, the increase of the percentages were significant. The increase is predicted to be continued to higher levels in the future years. Another important implication is the sharp change of population proportion since 1990 to 2000 which was caused by inter-regional development and expansion activities in the scope of economic development regulation.Further meaning of those implications is that there is an imbalance distribution of population in the district and urban areas. These efforts shall continuously be improved. On the other hand, if the actual development of urban areas is not organised or left as what is progressing now such as in Indonesia, the pseudo urbanization may occur in the area. Keywords: urban, urbanization, urban growth, pseudo urbanization *) Ketua PPS Program Urban Studies Universitas Riau.

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005833

PengantarPenyelidikan tentang perkotaan

khususnya di kawasan negara-negarayang baru mengatur keadaanekonominya seperti di Indonesiasangatlah penting. Hal ini dikarenakankota (kota) merupakan tempat utamabagi tenaga kerja baik yang terdidik danterampil, setengah terampil dan tidakterdidik datang ke kota. Ramainya orang-orang yang datang ke kota jika disimakdengan sebenarnya berkait rapat denganmigrasi. Mereka berusaha untuk hidupdengan ragam cara beserta upaya yangdilakukannya.

Perkotaan adalah proses semakinterpusatnya penduduk serta permukimandan kumpulan orang-orang dengankeragaman etnik. Semenjak Wirth (dalam

edisi Shogo, 1996, 3-8) menulis bahwaperkotaan diberi makna iaitu: cara hidupyang khas di kota, maka yangberkenaan dengan jumlah penduduk,kepadatan (density) dan pelbagaikeragaman etnik boleh dijadikan sebagaiindikator penyelidikan perkotaan.Seterusnya disebutkan bahwapenyelidikan tentang prosesperkembangan kota perihal keragaman,pemusatan serta kisaran jumlahpenduduk boleh dijadikan hal pokok untukmenyelidiki perubahan-perubahan yangtengah berlangsung dalam masyarakat.

Evers dan Korff (2002, p. 2-4)menganalisis bahwa di negara-negaraAsia Tenggara khususnya Indonesia danThailand, kota-kota utama telah berubah.Perubahan ini disebabkan oleh kebijakanyang merujuk kepada globalisasi.Kegiatan ini didukung oleh perubahan-

KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI

Oleh: Ashaluddin Jalil*)

Abstract:The growth of urban population in Riau province since last few decades has showna trend of continuous increase. Although, there were some trends of constant and slightlydeclining percentage of population in some urban areas and newly formed districts, in overallthe number of population was increasing. This phenomenon can be observed in the numberof population growth since last few decades. During the years of 1971 to 1980, the averagegrowth of urban population increased about 1.53 percent annually. The growth was continuedto increase in the next decades which was during the years of 1981 to 1990 to an average of2.67 percent annually. Furthermore, it was recorded in many literatures that since 1930 to 1990,despite of the fluctuation in the percentages, the increase of the percentages were significant.The increase is predicted to be continued to higher levels in the future years.

Another important implication is the sharp change of population proportion since 1990 to2000 which was caused by inter-regional development and expansion activities in the scopeof economic development regulation.Further meaning of those implications is that there is animbalance distribution of population in the district and urban areas. These efforts shallcontinuously be improved. On the other hand, if the actual development of urban areas is notorganised or left as what is progressing now such as in Indonesia, the pseudo urbanizationmay occur in the area.

Keywords: urban, urbanization, urban growth, pseudo urbanization

*) Ketua PPS Program Urban StudiesUniversitas Riau.

Page 2: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005834

perubahan sosial politik yang berhubungkait kepada perubahan demokrasi.

Penyelidikan tentang perkembangankota dilakukan oleh berbagai ahlikhususnya di kota dan kota-kota besar(kota raya) yang terus tumbuh. DiIndonesia perkembangan kota dapatdikatakan merujuk kepada ibukotanegara dan pusat-pusat regional.Mencermati hal ini kebijakan yangdiberlakukan masih sangat beragamkarena masa-masa sebelum perubahanSistem Politik di Indonesia, semuakebijakan dipegang oleh pusat. Pihakpemerintah lokal dapat dikatakan tidakmemiliki kekuasaan (Authority) untukmengatur serta mengurus kota secaraketat.

Makna lain daripada berkembang-nya kota ialah adanya kegiatan besertakehidupan   komuniti kota. Ciri khas kota-kota yang ada ialah berkembangnyasektor informal.   Penjaja berkeliling,tukang ojek (hingga sekarang belummenjadi angkutan sah kota tetapi tetapberjalan), taksi gelap, pemulung(pengumpul barang bekas) dan kegiatanlainnya   tampak semakin wujud.Seterusnya ialah kawasan-kawasantertentu di kota semakin lama semakinberkembang. Perkembangan sepertiinilah yang terus berlangsung danwujudnya tidak saja ada di pusat-pusatkota tetapi juga merangkumi di pinggiranserta luar kawasan kota (di luar tapalbatas). Makna seperti inilah yangsemestinya disimak melalui penyelidikanyang dalam serta mengharuskan dikajidaripada pelbagai pandangan, konsepsiserta tioritik tentang kota.

Pengertian dan BatasanAda beberapa makna dan

pengertian yang mesti dijelaskan terlebihdahulu agar di dalam penulisan initerhindar daripada kesalah-fahaman baikdalam pemakaian kata maupun tafsiran.Arti serta pemahaman konsep tentang:daerah perkotaan (urban), danperkotaan (urbanization) semestinyadijelaskan beserta hubungannya denganbeberapa konsep yang lain.

Mula sekali penggunaan kata urbdipakai oleh Wirth (dalam edisi Shogo,1996) yang menjelaskan tentang corakkehidupan kota seperti yang telahdiuraikan di atas. Makna ini akhirnyamelahirkan urbanisme iaitu cara hidupyang khas di kota dengan merangkumiindikator daripada jumlah penduduk,kepadatan (density), serta etnik yangberaneka (heterogeneous). Semenjakitu pula ramai pengkaji perkotaanmenggunakan konsep tersebut. Ini dapatdisebutkan seperti Philip M. Houser(Houser, 1985) menguraikan bahwa:‘’...the definition of urban is,nevertheles, a complex matter.Population classified as urban variesgreatly country by country. Thedelineation of areas as urban or ruralis often related to administrative,political, historical or culturalconsiderations as well as demogra-phic criteria”.

United Nation (Seperti dikutip olehHouser, 1985) menerangkan bahwadefinisi urban merangkumi tiga hal utamaiaitu: ‘’1) Classification of minor civildivisions on chosen criterien whichmay include: (a) type of local

Page 3: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005835

government, (b) number ofinhabitants, (c) proportion ofpopulation engaged in agriculture; 2)classification of administrativecenters of minor rural division asrural; and 3) classification of certainsize localities (agglomerations)asurban, irrespective of administrativeboundaries”.

Negara Amerika Serikatmendefinisikan urban mengikutikeperluan yang beraneka, khususnyadefinisi yang dibuat sebelum banci padatahun 1950. Urban adalah suatu tempatatau kawasan yang ditempati olehseramai 25,000 orang atau lebih. Tetapikerana bilangan penduduk yang terusmeningkat dengan cepat khasnya padaakhir dekad 1950-1960 kesesakan(density) kawasan menjadi ukuran utamauntuk merujuk kepada urban ataupunnon urban.

Merujuk kepada Encyclopedia ofSociology (Borgatta et.al.eds, 1992),menguraikan: ‘’Urbanization is theprocess of expansion in the entiresystem of interrelationships by whicha population maintains itself in itshabitat”. And the most evidentconsequences of the process, and themost common measures of it, are anincrease in the number of people atpoints of population concentration, anincrease in the number of people atpoints of population concentration, anincrease in the number of points atwhich population is concentrated, orboth”.

Di Indonesia Milone (Milone, 1966,p.34) menjelaskan bahwa yang dimaksuddengan perkotaan (urban) semasapemerintah kolonial Belanda ialah:“…utamanya dihubungkan dengan

adanya konsentrasi orang Eropa dankegiatannya, dalam memberikanstatus administratip sebagai kotayaumumnya pada fungsi administratippemerintah pusat dan padakemampuan dari daerah yangbersangkutan untuk menguruskeuangan, sarana dan urusannyasendiri”.

Makna yang diberikan sebenarnyaadalah: ‘’perkotaan meliputi semuakota dan pusat pemerintahan seperti:Provinsi, Kabupaten dan Kotamadya(Undang-undang sebelumnya yaituU.U no. 5 Tahun 1974), beserta yangpaling bawah yaitu Kecamatan” .Masuknya batas (sempadan) dari suatukawasan juga dirangkumi oleh beberapapakar perkotaan. Kawasan lain yangdisamakan sebagai kawasan kota ialahpusat-pusat pemerintahan yang lebihrendah dengan jumlah penduduk di atas20,000 orang (kota kecil) dan kegiatanutama di bidang non-pertanian.

Perihal kriteria kota serta perkotaanboleh beragam dan sangat tergantungdaripada sesuatu negara. Nas (1984),menguraikan bahwa kisaran daripadajumlah penduduk kota antara lain:berpenduduk antara 20,000 hinggakurang dari 50,000 orang dikatakan kotakecil (Town), 50,000 sehingga kurangdaripada 100,000 orang disebut kota(City) dan jumlah penduduk lebihdaripada 100,000 orang dikatakansebagai kota raya (Metropolis).

Perkotaan dimaknakan sebagaiproses menjadi kota yang terkait denganmigrasi yang berimplikasi kepadapemusatan penduduk secara nyata.Dalam kaitan ini hijrahnya pendudukmengalami banyak hal, terutama adanyapelbagai perubahan baik perubahan dalam

Page 4: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005836

bidang ekonomi, sosial maupunkehidupan dalam masyarakat itu sendiri.Konsentrasi yang ditujukan kepadajumlah penduduk adalah kenaikanpersentase jumlah penduduk yangdihitung dari semua jumlah pendudukkota. Oleh karena itu, kenaikanpersentase penduduk kota dapat diartikandengan proses perkotaan.

Di dalam pengkajian tentangdistribusi penduduk dari sudut pandangGeografi, penduduk ditetapkan kedalamkumpulan mengikut kawasan yaituperkotaan (urban) dan perdesaan(rural). Dalam hal ini batas (sempadan)kawasan urban tetap, artinya jumlahpenduduk kota berubah melalui kelahiran,kematian dan migrasi. Oleh karena itu,didapati penggunaan konsep tingkaturbanisasi dan urbanisasi. Tingkaturbanisasi diartikan kepada persentasejumlah penduduk serta lamanyabermukim di kota pada masa tertentu.Sedangkan Urbanisasi dimaksudkannaiknya jumlah persentase pendudukyang bermukim di kota (Secha Alatas,1988).

Perkembangan Kota: PersepktifUrbanisasi

Eldridge (1956) mengatakan bahwaurbanisasi ialah suatu proses pemusatanpenduduk di kawasan kota. Sejak itupemakaian kata urban dipakai olehsemua pengkaji perkotaan. Hauser(1985) menjelaskan bahwa perkotaansebagai suatu proses yang dapatdijelaskan seperti yang dibentangkan olehEldrige dengan merangkumi dua halyaitu: a) peningkatan proseskonsentrasi b) Peningkatan skalakonsentrasi individual. Inimenghasilkan persentase permukiman

penduduk di kota meningkat.Konsep urbanisasi mempunyai

definisi yang berbeda dan berkait rapatdengan keadaan negara itu sendiri.Namun Hauser (1985) menjelaskanbahawa: ’... dengan urbanisasi untukkeperluan negara dari segi statistikdikatakan sebagai proporsipenduduk yang tinggal di perkotaan”.Oleh karena itu, konsep urbanisasi dapatdiartikan adanya proporsi permukimanpenduduk di perkotaan dan jumlahpenduduk tersebut semakin bertambah.

Kota berfungsi sebagai pusat(centre) aktivitas baik dalam bidangekonomi, sosial, politik dan budaya darikomunitas. Aktivitas ini tidak sajadilakukan oleh masyarakat kota itusendiri tetapi juga oleh komunitasataupun kawasan pinggiran(hinterland). Oleh karena itu didapatiadanya sistem daerah perkotaan yaituadanya struktur dan fungsi dari kota-kotayang ada dalam suatu negara yangmempengaruhi keadaan lingkungannya.

Definisi perkotaan boleh sajaberubah dari waktu ke waktu. Dalam halini, jumlah penduduk pada hakikatnyaboleh berubah melalui kelahiran,kematian, migrasi dan perluasankawasan kota itu sendiri (re-clasification). Misalan ini dapatdimaklumi seperti sebuah kawasanpingggiran serta di luar kota yangberkembang menjadi kawasan perkotaanatau telah ditetapkan menjadi daerahperkotaan (Secha Alatas, 1988).Perbedaan dalam hal memberi definisitentang kota, para sarjana lebih merujukkepada jumlah penduduk yang tinggal dikota. Perkotaan dapat dikatakan sebagaiproses perkembangan dan corakkehidupan dalam kota. Oleh karena itu,

Page 5: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005837

merujuk kepada Rahimah Abdul Aziz danMohd. Yusoff Ismail (2002, p. 38-67)bahwa kota wujud sebagai hasil prosesperkotaan. Proses ini dianggap sebagaisatu perubahan sosial yang penting dalammasyarakat yang menunjukkansebahagian penduduknya mengalamisatu kehidupan yang berbeda dari satubahagian dengan bahagian yang lain.

Daerah perkotaan (urban) dalamsuatu negara (daerah) meliputi seluruhkota-kota (individual cities) yang adadan merangkumi seluruh unit-unitsekawasan yang telah ditetapkan sebagaiwilayah perkotaan. Di Indonesia definisiperkotaan seperti yang dipakai olehMilone (1966), BPS (1997), Merten danAlatas (1988), Sigit dan Sutanto (1983)merujuk kepada adanya fasilitas umumyang telah ditentukan. Fasilitas tersebutmeliputi 8 sehingga 14 jenis iaitu: ‘’...adanya sekolah, jalan yang di aspal,listrik, air bersih, pusat pelayanankesehatan, klinik bersalin, kantorpos, bank, pasar tertutup, kawasanpertokoan, penginapan dan atauhotel, telekomunikasi, persewaanperalatan pesta, teater (studio) dantransportasi dari dan ke daerahtersebut”. Biro Pusat Statistik Indonesia(1996) menambah persyaratan tersebutdengan kriteria kepadatan pendudukyang tinggi dan umumnya kegiatanekonomi penduduknya di bidangpertanian tidak melebihi 25 persen.

Para ahli mengatakan bahwabertambahnya jumlah penduduk yangtinggal di kota-kota Dunia Ketiga terusberlanjut. Todaro dan Stilkind (1981)menyatakan bahwa pada tahun 1950terdapati 11 kota dari 15 kota-kotaterbesar di dunia ada di negara industri.Pada tahun 2000 hanya tiga kota besar

saja yang ada di negara industri,selebihnya kota raya itu berada dikawasan negara-negara Dunia Ketiga.Kota besar (Kota Raya) di Dunia Ketigaberkembang dengan cepat, berjuta-jutapenduduk pindah ke kota. Sementara itu,kota tidak mampu menerima migrankarena fasilitas sosial seperti: pendidikan,kesehatan, perumahan, listrik,pengangkutan dan air bersih sudahmelampaui kemampuan. Begitu jugadengan persoalan kekurangankesempatan kerja di kota.

Perkotaan adalah satu fenomenayang berkelanjutan dan dialami olehsemua negara di dunia. Hamzah Sendutseperti yang dikutip oleh Rahimah AbdulAziz menyatakan bahawa: ‘’...prosesperkotaan sebagai satu fenomenasosioekonomi yang meliputi duaunsur penting. Unsur pertama: ialahfasilitas umum dipusatkan di sebuahkawasan tertentu. Unsur kedua: ialahdikawasan tersebut terdapat jumlahpenduduk yang melebihi 10,000orang. Merujuk kepada pemikirantersebut, kajian perkotaan setiap pengkajiharus meneliti dan memeriksa beberapapersoalan yaitu: (1) konsep  perkotaanmasih memerlukan telaah yangberkesinambungan karena dalam halmenganalisis perkembangan kota selaludikaitkan dengan tingkat pertumbuhanpenduduk. (2) di Indonesia terdapatperbedaan pengertian baik aspek fisikmaupun fungsional. Perbedaan initerdapat ketika pelaksanaan SensusPenduduk tahun 1980 dan tahun 1990.(3) kadar pertambahan penduduk  diperkotaan ternyata jauh lebih cepat,khususnya di Indonesia dan kawasanAsia.   Pertambahan ini terkait denganperkembangan jumlah penduduk dan

Page 6: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005838

fasilitas umum. Fasilitas utama yang adadi kota-kota (baik besar apalagi kotakecil) dari hasil kajian dapat difahamibahwa yang ada merujuk kepadapersoalan yang beragam dan dapatdisebutkan belum memadai serta kurangdirasakan manfaatnya oleh lebih darisetengah jumlah penduduk yangbermukim di perkotaan. Fasilitas tersebutdiantaranya adalah: perumahan, airbersih, listrik, telekomunikasi,transportasi, pengurusan sampah,drainase serta tempat-tempat publik(WC, tempat terbuka dan rehat).

Tekanan terhadap kawasan kota,telah dan akan terus meningkat mengikutiwaktu dan ruang, terlebih lagi kepadamasa depan. Perkembangan kota yangkian pesat akan menyebabkanpengurusan pelbagai persoalan kota. Halini menumbuhkan problema dan menjadisangat kompleks sehingga memerlukanrancangan yang holistik. Hal inidibentangkan oleh Nilon (1999; 3-4),Schwab (2000, 23-25); Mountford andPesso (2000; 18-21). Dengan lain katakasus ini ada di negara-negara DuniaKetiga di mana industrinya tumbuh danberkembang dengan pesat. Lebih khususlagi ialah daerah perkotaan terkaitdengan pesatnya migrasi penduduk(Population Action International, 2000:89-95), sama pula halnya seperti yangdikatakan oleh Bennet (2000, 82) danUNEP(2000,3).

Pada tahun 1900, hanya 9 persenpenduduk dunia tinggal di kawasan kota.Jumlah penduduk kota bertambahmenjadi 40 persen pada tahun 1980, 50persen pada tahun 2000 dan dijangkaakan mencapai jumlah 66 persen padatahun 2025 (Mcintyre et.al, 200).Sebanyak 23 dari 25 kota-kota terbesar

di dunia berada di Afrika, Asia danAmerika Latin (Sukopp, 1998).Perkembangan ekonomi di perkotaanyang meningkat terutama di kawasanAsia dijangka mendekati 5 milyar orang[61 persen] dari 8.1 milyar populasipenduduk Dunia akan tinggal di kawasankota-kota Asia dan Afrika pada tahun2030. Tingkat urbanisasi di Asiaperkirakan mencapai angka 4 persen pertahun( UNEP, 2000). Pada tahun 2025,sejumlah 52 persen penduduk Asia akantinggal di perkotaan. Keadaan tersebutakan menimbulkan dampak yang sangatbesar terhadap kawasan kota (lihatgambar 1).

Di Indonesia sejak tahun 1980hingga ke tahun 1990 (BPS, 2001) jumlahpenduduk yang tinggal di perkotaanmeningkat yaitu 12.6 juta orang dan terusbertambah dengan perkiraan 9 persen.Pertambahan ini jika ditarik rata-rataselama tahun itu tumbuh dengan tingkat5.36 persen setiap tahun. NUDS(NUDS, 1995) juga berpendapat bahwapertumbuhan penduduk terutama di luarpulau Jawa adalah lebih besar jikadibandingkan dengan di pulau Jawa.

Di Riau pada tahun 1980 (BPS,1982) jumlah penduduk yang tinggal dikawasan perkotaan adalah 27.12 persendari semua penduduk yang ada.   Jumlahini meningkat menjadi 31.67 persen padatahun   1990(BPS, 1992), dan seterusnyamenjadi 34.36 persen pada tahun  1995(BPS, 1996) dan menurut Hasil SensusPenduduk tahun 2000 (BPS, 2002) telahmencapai 42 persen. Dalam masa limatahun terdapat perubahan jumlahpenduduk perkotaan. Pada tahun 1980,urbanisasi di Riau yang paling tinggi ialahdi kota Pekanbaru. Ini diikuti oleh PulauBatam dan kedudukan ketiga ialah

Page 7: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005839

Kepulauan Riau, khususnya Pulau Bintanyaitu Kota Tanjungpinang. Pada tahun1990 terjadi peningkatan yang tinggi dikota-kota yang sedang berkembangtermasuklah Pulau Batam,Tanjungpinang, Tanjung Uban (di PulauBintan), Tanjungbalai Karimun danTanjung Batu (Pulau Kundur) Dumaidan Duri (di sekitar kawasan operasionalP.T Caltex Pacific Indonesia).

Fenomena perkotaan di Riaumenunjukkan   bahwa kebijakanpembangunan di tingkat nasional dan lokamemaparkan perubahan demografis dimana terdapat peningkatan pertambahanpenduduk yang tinggi pada semua kota-kota di Indonesia.

Sebelumnya  perbincangan tentangtingkat pertumbuan penduduk kota yangberlanjut meliputi pelbagai maknakhususnya kepada trend dan tingkaturbanisasi di Riau. Dalam hal ini ia akanmempengaruhi struktur beserta distribusipenduduk mengikuti umur, jenis kelamin,tenaga kerja. Sensus penduduk tahun2000 telah menunjukkan bahwa jumlahpenduduk kota-kota di Riau telahmeningkat dengan cepat. Faktor utamaialah adanya perubahan sistem yaitu darisentralistik kepada sistem desentralisasiatau Otonomi. Implikasinya ialahpihak pemerintah lokal (Provinsi) danKabupaten/kota berpeluang untukmengatur dan membangun daerahnyasendiri tanpa campur tanganpemerintah pusat.

Lebih jauh ini bermakna,perkembangan perkotaan di Riautidaklah diikuti dengan perkembanganinfrastruktur dan fasilitas sosial, sehinggatidak dapat mengimbangi keperluanmasyarakat kota. Peluang pekerjaan bagipenduduk yang meningkat di kota-kota

adalah sesuatu yang penting dan dapatmenimbulkan aktivitas-aktivitas yangberkaitan dengan kasus-kasuskriminilatas. Todaro (1981, 1-3)menyebutkan bahwa adanya kebijakanmendasar pengembangan perkotaanyang dikuasai oleh pemerintah pusamenyebabkan terjadinya urban bias.Walaupun konsep urban bias ini banyakmendapat kritikan, namun menurutNasikun (1980) untuk kasus Indonesiasangat terkait dengan kualitas kehidupanpenduduk kota yang menyerap tenagakerja dalam sektor informal dibandingdengan jumlah tenaga kerja yang tidakbekerja di bidang pertanian. Jelas sekaliurban bias yang dimaksudkan di atasjuga telah menimbulkan fenomena sosialyaitu kemiskinan di perkotaan sepertiyang dibentangkan oleh DorodjatunKuntjoro Djakti (eds. 1981), ataupun olehChris Manning (eds. 1985) yangdisebutnya dengan Over Urbanizationdan selaras dengan konsep urbanisasisemu (Pseudo Urbanization) sepertiyang telah dikemukakan oleh McGee(dalam edisi Chrismanning, 1985).Perspektif Ekonomi

Mc. Gee menyatakan bahwa dalamkaitan pertambahan penduduk kota,ramai penduduk yang hidup kepadakeadaan sub-marginal, dengan keadaanfisik rumah yang sesak dan tidak selesa.Analisis Mc. Gee banyak bersandarkepada teori Geertz (1977: 28) tentangciri dan struktur ekonomi kota. PendapatMc.Gee adalah didasarkan atas aspeksuperiority kota dalam menyediakanpeluang pekerjaan serta pendapatan bagimigran yang berasal dari kampung,karena adanya ciri ekonomi dualistickota. Ini adalah berdasarkan kasusModjokuto yang di tulis Geertz dan di

Page 8: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005840

pakai oleh Mc. Gee untuk menganalisisstruktur ekonomi kota di negara-negaraDunia Ketiga khususnya di Indonesia.

Gambar1.Bilangan dan Pentarafan PendudukBandar Raya Dunia Tahun 1980

Dalam pemikiran McGee terdapatperbedaan nyata dalam aktivitas ekonomikota di atas yaitu kegiatan ekonomimoderen (firma) dan jenis bazaar(tradisional). Geertz menyatakan duabahagian ini saling terkait. Sektorekonomi pasar ialah jenis kegiatanmoderen dan merupakan suatu kegiatanperekonomian yang terpusat dengankawalan ketat dari pelakunya, sepertiaktivitas perdagangan dan industrialisasi.Selanjutnya melalui beberapa lembaga-lembaga sosial yang mengurus berbagaibidang pekerjaan, terutama dalam aspek-aspek pengagihan (distributif) atauproduktif barang tertentu di kuasai olehpara pelaku ini. Sedangkan aktivitaskedua ialah sektor ekonomi bazaar(tradisonal) iaitu kegiatan perdaganganyang keseluruhannya terpecah-pecahdan tidak terstruktur dengan transaksiantara perorangan yang jumlahnya

sangat besar dan tidak berkaitan satusama lain. Jenis ini berdasarkan kepadaaktivitas ekonomi kelompok-kelompok,keberhubungan antara satu sama lainberlangsung melalui aktivitas tukarmenukar sementara dalam jumlah yangrelatif besar.

Kedua-dua bentuk ekonomi kota diatas memperlihatkan perbedaan utamadari segi peluang pekerjaan yang dapatdisediakan. Pada jenis ekonomi moderen(sektor intensif modal) memaparkan out-put tinggi, tetapi kemungkinan terdapathubungan dari segi peluang pekerjaanterbatas, karena setiap pembaharuandalam sektor ini lazimnya berimplikasikepada keperluan buruh. Sebaliknya padajenis ekonomi bazaar, peluang pekerjaanlebih tersedia. Jenis perekonomianbazaar juga dapat menjadikan kotaberkemampuan untuk menyerap setiappendatang terutama di sektor informal.

Gambar 2.Jumlah Penduduk kota-kota di dunia 10

juta keatas tahun 2000

Suatu hal yang perlu digaris bawahkanialah penggunaan konsep Geertz yang digunakan Mc. Gee menyatakan bahwasistem pasar tradisional (bazaar)

Page 9: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005841

merupakan satu lembaga perekonomiandan gaya hidup (life style). Lebih jauhlagi ia merupakan suatu cara di manaaktivitas perdagangan dapat dimasukioleh semua lapisan dan segenap segikehidupan masyarakat. Selain daripadakehidupan sosiokultural yang hampirlengkap, sistem bazaar juga mempunyaiperanan dalam kehidupan sosial sertakultural penduduknya. Pasar mempunyaikedudukan yang penting dalammasyarakat yang memberi asasorganisasi sosial dan struktural yangutama secara keseluruhan. Initermasuklah satu segregasi khas dalamaktivitas ekonomi yang sangat jelasdaripada pelbagai ikatan sosial non-ekonomi yang ada. Dengan demikiantidak mengherankan bila sistem iniberlanjut sejalan dengan peradaban yangmasih ada dalam satu masyarakat secaraluas. Dalam konteks ini penampungantenaga kerja yang terus meningkat dapatberlangsung dan akan tetap berlangsung.Keadaan seperti ini wujud di kota-kotabesar dan sedang di Indonesia termasukdi Riau.

Jika tingkat pertumbuhan pendudukkota pada akhir tahun 1980, dandibandingkan dengan tahun 1961,terdapat peningkatan 2,3 kali dari jumlahpenduduk antara tahun 1961-1980(Pamudjo Rahardjo, 1986), maka prosesperkembangan kota berlangsung pesat.Hal ini dapat diperhatikan selama dekade1970-1980 menunjukkan bahwa antaratahun 1960-1970 merupakan perbaikansistem ekonomi Indonesia sehinggadampaknya dirasakan pada tahun 1970-1980. Oleh karena berlakunya jurang(kesenjangan) hasil-hasil pembangunanantara kawasan kota dan di luar kota.Perbedaan ini disebabkan oleh proses dan

perkembangan daerah perkotaan itusendiri. Kesan tersebut dapat disebutkanbahwa itu disebabkan oleh kebijakanpembangunan yang bersifat urban bias.

Sehubungan dengan uraian di atas,Evers (1982), Evers dan Koorf (2002)telah menjelaskan bahwa urbanisasi lebihmemfokuskan kepada dua aspekperkotaan yaitu merujuk kepada keadaanpersentase penduduk yang tinggal dikawasan kota dan merujuk kepada suatuproses yaitu peningkatan jumlahpenduduk kota. Raharjo (1996)menyatakan bahwa perkotaan ialahsuatu proses perubahan persenpenduduk yang bermastautin di kawasankota. Batasan yang telah diberikan olehEvers dan Rahardjo mewujudkan secarajelas bahawa didapati pertumbuhanpenduduk kawasan kota. Dengan begituapa yang dialami dan ditimbulkan olehperkotaan menimbulkan persoalan besar,bukan sahaja terhad kepada penyediaankeperluan asas, tetapi kewujudankemiskinan di kota dan pengangguran.Hauser (1985) menguraikan bahwaperubahan persentase penduduk kotasebagai akibat adanya urbanisasi.

Para ahli yang telah menyelidikiurbanisasi di Dunia Ketiga, khususnya dikawasan Asia Tenggara, seperti Todaro(1985) telah menyatakan bahwa migrasiyang berlangsung ke kota bertujuan untukmemperoleh pendapatan yang lebih baik.Dasar pemikiran Todaro yaitu adanyakelemahan utama dalam sistem ekonomiyang sangat mementingkan serta terlalumenekankan kepada kemajuan sektormoderen (industry) di kota. Schoorl(1982) pula menyebut: urbanisasi sebagaisuatu proses yang membawa semakinramainya penduduk suatu negara untuktinggal di pusat-pusat kota. Golscheider

Page 10: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005842

(1985) pula berhujah bahwa perubahanpenduduk kota berkait rapat denganfaktor migrasi.

Pelbagai pendapat di atas merujukkepada terjadinya perubahan dari segijumlah penduduk di kota, yaitu denganadanya migrasi sebagai akibat perbedaankebijakan dalam sistem ekonomi yangurban bias. Perkara lain ialah adanyapengharapan untuk memperolehpendapatan yang lebih baik di kota sepertiyang dikemukakan oleh Todaro(expected income). Perkara ini pulalahmenjadikan kota sebagai ajang perburuanekonomi yang sangat kuat untukpenduduk desa. Faktor penarik ini sejalanpula dengan adanya faktor pendorong(push). Proses migrasi bagi Bogue(1973) melihat faktor-faktor penolakdan penarik yang saling kaitmengkait.

Gilbert dan Gugler (1996)mengemukakan bahwa urbanisasidisebabkan adanya konsentrasipembangunan melalui investasi dalamsatu ataupun dua kota besar. Hal inibermakna munculnya kesenjanganwilayah karena pelbagai potensi terusmengalir ke kawasan kota tersebut dankawasan lain yang lebih produktifmenjadi tidak produktif. Secara beransur-angsur struktur spasial akan terarahkepada bentuk dualistik yang terdiridaripada pusat yang pembangunannyacepat dan intensif, manakala pingggirantertinggal dengan ekonomi yang samasekali tidak terkait dengan pusat, bersifatstagnan dan menurun. Kepada semuahal tersebut dapat disimpulkan bahwadari pelbagai kajian dan penyelidikanmengacu kepada kasus demi kasus diIndonesia, yang wujud adalahpertumbuhan, tetapi tidak sejalan dengan

perkembangan. Khususnya perkem-bangan kepada kesiapan mewujudkankesempatan kerja, keperluan enerji danair bersih, pengangkutan, perumahanyang manusiawi dan sehat, mengemassampah secara cermat sertaperencanaan untuk penataan kota yangcemerlang. Selain daripada itu adalahinfrastruktur yang buruk dan selalutertinggal ketika pertumbuhan ekonomidan penduduk terus melejit namunsubstansi kota pada hakekatnya hanyafisik yang berkembang sebaliknya (nonfisik) semakin tidak menentu . Inilah yangdisebut dengan pseudo urbanization.

Rumusan1. Konseptual kota dan perkotaan

memerlukan perbincangan yanglebih spesifik. Maknanya ialahadanya perbedaan konsep perihalkota, kota besar serta fasilitas yangmengiringi arti konseptualisasitersebut. Kasus di Indonesiawalaupun makna daripada konsepperkotaan merujuk dan mengikutkepada tingkat persentase jumlahpenduduk, jika dibandingkan dengannegara-negara lain khususnyanegara-negara maju, didapatiperbedaan yang signifikan. Namunurbanisasi yang terus berlangsungmenempatkan kota-kota diIndonesia sebagai pusatperkembangan.

2. Urbanisasi di Indonesia tidak diikutioleh pertumbuhan kesempatankerja. Hal ini menyebabkanurbanisasi memberikan coraktersendiri yaitu menumbuhkankesesakan (density) yang polutif,perumahan penduduk yang tidakterkendali (terkontrol) dan minimnya

Page 11: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005843

fasilitas umum seperti: air bersih,enerji listrik, pengangkutan, drainaseyang buruk, sampah yang tidakterkemas serta pelayanan kesehatanyang buruk.

3. Berkaitan dengan hal di atas,urbanisasi berhubung kait dengankebijakan pembangunan. Keadaanini sejalan dengan kebijakan yangdisebut dengan pro-growthsehingga apa yang selama ini terjadidi Indonesia adalah urban bias.Sebab urbanisasi yang terjadihanyalah merujuk kepada perubahanpersentase jumlah penduduk kota itusendiri.

4. Kepada semua hal di atas, daripadapelbagai kajian dan penyelidikanmenurut kasus di Indonesia, yangwujud adalah pertumbuhan, tetapitidak sejalan dengan perkembangan.Khususnya perkembangan kepadakesiapan mewujudkan kesempatankerja, keperluan enerji dan air bersih,pengangkutan, perumahan yangmanusiawi dan sehat, mengemassampah secara cermat sertaperencanaan untuk penataan kotayang cemerlang.

Daftar Kepustakaan

L.Wirth dalam edisi Shogo Koyano (editor)1996. Pengkajian Tentang Urbanisasidi Asia Tenggara, Yogyakarta, GadjahMada Univerity Press, p.3-8. Mengulaspelbagai penyelidikan Urbanisasi diDua Negara iaitu: Thailand danIndonesia. Urbanisasi di kedua negaraini dihubungkaitkannya denganindustrialisasi khususnya perubahandari sektor pertanian kepadaindustrialisasi.

Evers and Korff, 2002. Urbanisme di AsiaTenggara, Jakarta, Yayasan Obor. P.2-4. Menjelaskan bahawa perkotaan jikadilihat daripada ke-ruang-an, makaBandar-bandar utama (primat-cities)berubah menjadi metropolis yangmemiliki keberkaitan dankeberhubungan sama besarnya dengannegara itu sendiri.

Hauser, M. Philip, et.al., 1985, Penduduk danMasa Depan Perkotaan, dengan katapengantar Sri Pamudjo Rahardjo,Jakarta. Yayasan Obor.

Edgar, F. Borgatta and Marie L.Borgatta(eds), 1992. Encyclopedia of Sociology,Volume IV, Macmillan Library ReferenceUSA, Simon & Schuster MacmillanNewyork, USA.

P.D.Milone,. Urban Areas in Indonesia:Administrative and Census Concepts,Institute of Advanced Studies,University of California, Berkeley, 1966:34. Pindaan daripada Milone ini berlakumanakala Indonesia membuat kajianuntuk pengembangan Bandar-bandarUtama di Indonesia, sehingga lahirlahapa yang dipanggil dengan NUDS iaitu:National Urban DevelopmentStrategies, berlaku sebagai consultantmembangun serta mengemas Bandar-bandar raya Indonesia.

Nas, PJM, 1984. Kota di Dunia Ketiga.Pengantar Sosiologi Perkotaan, jilid1 dan 2. Jakarta, Bhratara Karya AksaraPress, pp (1) 3-12, (2) 9-16.

Secha Alatas, 1988. Urbanisasi,Pertumbuhan Kota-kota Besar danSekitar Permasalahannya. MajalahDemografi Indonesia (IndonesiaanJournal Demography), nombor 30,Tahun ke XV Desember, pp VI 83-101.

Page 12: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005844

Jakarta, Lembaga Demografi FakultasEkonomi Universitas Indonesia

Hope Testile Eldridge, 1956. The Processesof Urbanization. Dalam J.J. Spenglerand O.D.Duncan (eds). DemographicsAnalysis. Glencoe, Free Press.

Rahimah Abdul Aziz dan Mohd Yusoff Ismail,2002. Masyarakat Budaya danPerubahan, Kuala Lumpur, PenerbitUniversiti Kebangsaan Malaysia. Pp.38-67

Sigit dan Astrid Soesanto, 1983. SosiologiPembangunan, Jakarta,Binacipta, p.132

Biro Pusat Statistik Indonesia, 1996.Penduduk Riau Hasil SurvaiPenduduk Antar Sensus tahun 1995,Jakarta. Biro Pusat Statistik Indonesia,p. xix

Todaro M.P. dan J. Stilkind, 1981. City andRural Neglect: The Dilemma of UrbanDevelopment. New York: A PublicIssues Paper of The Population Courcil.

M.P. Todaro, 1985, Dilema Urbanisasi,dalam Chris Manning dan TadjudinNoer Effendi (penyunting), Urbanisasi,Pengangguran dan sektor Informal diKota, Jakarta, Gramedia, p.7

Scoorl, JW, 1982, Modernisasi, PengantarSosiologi Pembangunan NegaraSedang Berkembang, di Indonesiakanoleh RG. Soekadijo, Jakarta: Gramedia,p.263

Golscheider, Calvin, 1985, Populasi,Modernisasi dan Struktur Sosial.Jakarta. Rajawali Press, p.297

Nilon C H, Berkowitz A R and Hollweg K S.1999. Understanding UrbanEcosystems: A new frontier for science

and educations. Urban Ecosystems 3,3-4.

Nasikun, 1980. Urbanisasi Berlebih, InvolusiPerbandaran dan Radikalisme Politikdi Negeri-negeri Berkembang .Majalah Prisma no.6, Juni, II: 9-22.Jakarta, LP3ES.

Gilbert Alan & Gugler Josef , 1996. Urbanisasidan Kemiskinan di Dunia Ketiga.Pengantar: Dr. Nasikun. Yogyakarta,PT. Tiara Wacana Yogya, pp. 5-7

Bogue, DJ, 1973, Principle of Demography,New York: John Willey and Sons, Inc,p.753

Schwab J C. 2000. Using Planning to enhancethe Urban Environment. Industries andEnvironment 23 (1-2), 22-25.

Mountford D and Pesso C. AchievingSustainable Urban Development: frombrownfields to environmentalmanagement. Industri and Environment23 (1-2). Halaman 18-21.

Population Action International. 2000. WhyPopulation Matters to NaturalResources. Fact Sheet 13. 1-2

Bennet A J. 2000. Environmentalconsequences of increasingproduction: some current perspectives.Agriculture, Ecosystems andEnvironment. Halaman 82, 89-95.

UNEP, 2000. Urbanization: meetingenvironmental challenges. Industry andEnvironment 23 (1-2), 3.

Mcintyre, N E, Knowles-Yánez K, and Hope D.2000. Urban Ecology as aninterdisciplinary field: differences in the useof “urban” between the social and naturalsciences.Urban Ecosystems 4, 5-24.

Page 13: KOTA: DARI PERSPEKTIF URBANISASI - unri.ac.id

Jurnal Industri dan Perkotaan Volume IX Nomor 15/Februari 2005845

Sukopp H. 1998. Urban Ecology-Scientificand Practical Aspects. In Breuste J,Felmann H and Uhlmann O (Eds.).Urban Ecology. Germany. Springer-Verlaag, Germany, pp. 3-16.

Badan Pusat Statistik Indonesia, 2001,Analisis Perkembangan EkonomiIndonesia, Jakarta, BPS

National Urban Development StrategyProject (NUDS), 1995, United NationCentre for Human Settlements andMinistry of Public Works: Jakarta. Ialahconsultant yang dipakai oleh Indonesiauntuk membina Bandar-bandar rayayang ada di Indonesia.

Biro Pusat Statistik Indonesia, 1982.Penduduk Riau Hasil SensusPenduduk Tahun 1980. Jakarta Seri S.2.BPS.

Biro Pusat Statistik Indonesia, 1992.Penduduk Riau Hasil SensusPenduduk Tahun 1990. Jakarta. SeriS.2.04, BPS.

Biro Pusat Statistik Indonesia, 1996.Penduduk Riau Hasil SurvaiPenduduk Antar Sensus 1995. Jakarta.Seri Supas, BPS.

Biro Pusat Statistik Indonesia, 1002.Penduduk Riau Hasil SensusPenduduk Tahun 2000. Pekanbaru. SeriSensus Lengkap, BPS.

M.P. Todaro dan J. Stilkind, 1981. City andRural Neglect: the Dilemma of UrbanDevelopment. New York: A PublicIssues Paper of The Population Courcil.P.1

DorodjatunKoentjoro-djakti dan Solaiman Soemardi

(eds), 1981. Kemiskinan di Perkotaan,Jakarta, LP3ES

Chris Manning & Tadjuddin Noer Effendi(eds), 1985. Urbanisasi, Penganggurandan Sektor Informal di Kota, Jakarta,Yayasan Obor, pp.ix-xv

Geertz, Clifford, 1977. Penjaja dan Raja,Perubahan sosial dan ModernisasiEkonomi di Dua Kota Indonesia.Diterjemahkan oleh S. Supomo, Edisipertama. Jakarta: Gramedia, p.28

Sri Pamudjo Rahardjo, 1986, Pola Urbanisasidan Implikasi Kebijaksanaan Perkotaandi Indonesia, dalam KartomoWirosuhardjo, dkk, KebijaksanaanKependudukan dan Ketenagakerjaandi Indonesia, Jakarta. Lembaga PenerbitFE.UI, p. 235

Evers, Hans-Dieter & Rudiger Korff, 2002.Urbanisme di Asia Tenggara. Maknadan Kekuasaan dalam Ruang-ruangSosial. Jakarta, Yayasan Obor Evers,Hans-Dieter, 1982, SosiologiPerkotaan, Urbanisasi dan SengketaTanah di Indonesia dan Malay-sia,Jakarta. LP3ES.