urbanisasi dan ekonomi di kotadepok_compiled

36
1 URBANISASI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI KOTA DEPOK 1 C H O T I B 2 dan BETA Y. GITAHARIE 3 1. Perkembangan Kota dalam Konteks Global Kota adalah sebuah permukiman yang dihuni secara permanent, yang jelas batas-batas wilayahnya. Penduduk kota bukan hanya sebuah kelompok kerabat, klen atau marga, atau sebuah kelompok sukubangsa yang merupakan penduduk asli kota setempat. Penduduk kota terdiri atas keturunan dari penduduk asli setempat dan penduduk pendatang yang berasal dari berbagai sukubangsa. Penduduk kota ditandai oleh jumlahnya yang besar dan tingkat kepadatannya yang tinggi. Jumlah penduduk yang besar disebabkan oleh adanya arus migrasi dari perdesaan ke perkotaan dan pertumbuhan alamiah (selisih antara angka kelahiran dan angka kematian) penduduk kota itu sendiri. Ciri lain dari kota adalah kegiatan utama ekonomi penduduknya bertumpu pada sektor industri dan pelayanan jasa-jasa. Hal ini disebabkan perekonomian kota tidak tidak tergantung pada memungut atau mengolah hasil alam. Sebuah kota menjadi besar karena adanya pranata-pranata pelayanan, organisasi-organisasi industri, bisnis dan pasar. Karena itu, di daerah perkotaan uang menjadi amat penting dalam kehidupan masyarakatnya. Di perkotaan, uang tidak hanya sebagai alat tukar tetapi juga sebagai komoditi. Tanpa peredaran uang dalam rangka tukar menukar uang, jasa dan barang- barang, suatu kota tidak mungkin dapat berkembang. Perkembangan kota biasanya meluas ke daerah hinterland-nya sehingga secara administratif, kota makin meluas. Dalam konteks global, proyeksi yang dibuat oleh United Nations (UN) memperlihatkan bahwa penduduk dunia akan meningkat dari 6,1 miliar menjadi 7,8 miliar antara tahun tahun 2000 dan 2025. Pangsa peningkatan tersebut 90 persen diantaranya disumbang oleh penduduk perkotaan di negara-negara berkembang 1 Disampaikan pada acara Seminar “Depok 2007: Quo Vadis Depok?…Peluang dan Tantangan,” diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia, Depok 5 September 2007. 2 Staf Peneliti Lembaga Demografi FEUI dan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UI, Depok. Alamat Email: [email protected] ; [email protected] . 3 Staf Peneliti Lembaga Demografi FEUI dan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UI, Depok. Alamat Email: [email protected] .

Upload: chotib91

Post on 12-Jun-2015

1.019 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

1

URBANISASI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

DI KOTA DEPOK1

C H O T I B2 dan BETA Y. GITAHARIE3

1. Perkembangan Kota dalam Konteks Global

Kota adalah sebuah permukiman yang dihuni secara permanent, yang jelas batas-batas

wilayahnya. Penduduk kota bukan hanya sebuah kelompok kerabat, klen atau marga,

atau sebuah kelompok sukubangsa yang merupakan penduduk asli kota setempat.

Penduduk kota terdiri atas keturunan dari penduduk asli setempat dan penduduk

pendatang yang berasal dari berbagai sukubangsa. Penduduk kota ditandai oleh

jumlahnya yang besar dan tingkat kepadatannya yang tinggi. Jumlah penduduk yang

besar disebabkan oleh adanya arus migrasi dari perdesaan ke perkotaan dan pertumbuhan

alamiah (selisih antara angka kelahiran dan angka kematian) penduduk kota itu sendiri.

Ciri lain dari kota adalah kegiatan utama ekonomi penduduknya bertumpu pada

sektor industri dan pelayanan jasa-jasa. Hal ini disebabkan perekonomian kota tidak

tidak tergantung pada memungut atau mengolah hasil alam. Sebuah kota menjadi besar

karena adanya pranata-pranata pelayanan, organisasi-organisasi industri, bisnis dan

pasar. Karena itu, di daerah perkotaan uang menjadi amat penting dalam kehidupan

masyarakatnya. Di perkotaan, uang tidak hanya sebagai alat tukar tetapi juga sebagai

komoditi. Tanpa peredaran uang dalam rangka tukar menukar uang, jasa dan barang-

barang, suatu kota tidak mungkin dapat berkembang. Perkembangan kota biasanya

meluas ke daerah hinterland-nya sehingga secara administratif, kota makin meluas.

Dalam konteks global, proyeksi yang dibuat oleh United Nations (UN)

memperlihatkan bahwa penduduk dunia akan meningkat dari 6,1 miliar menjadi 7,8

miliar antara tahun tahun 2000 dan 2025. Pangsa peningkatan tersebut 90 persen

diantaranya disumbang oleh penduduk perkotaan di negara-negara berkembang 1 Disampaikan pada acara Seminar “Depok 2007: Quo Vadis Depok?…Peluang dan Tantangan,” diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia, Depok 5 September 2007. 2 Staf Peneliti Lembaga Demografi FEUI dan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UI, Depok. Alamat Email: [email protected]; [email protected]. 3 Staf Peneliti Lembaga Demografi FEUI dan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UI, Depok. Alamat Email: [email protected].

Page 2: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

2

(Brockerhoff, 2000). Bahkan menjelang tahun 2020, mayoritas penduduk negara-negara

berkembang akan tinggal di wilayah yang dikatakan sebagai wilayah perkotaan.

Sementara itu, UN (2001) memproyeksikan bahwa penduduk perkotaan di

negara-negara berkembang terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 2,4 persen per

tahun. Angka ini merupakan dua kali lipat angka pertumbuhan penduduk total negara-

negara berkembang pada umumnya, yakni sekitar 1,2 persen. Meski penduduk perkotaan

di negara-negara maju juga meningkat dengan angka pertumbuhan yang lebih besar

daripada angka pertumbuhan penduduk totalnya, dan juga angka urbanisasinya jauh

lebih besar daripada negara-negara berkembang, pertumbuhan perkotaan di negara-

negara berkembang tetap lebih cepat disertai dengan meningkatnya penduduk perkotaan

secara absolut.

Pada 30 tahun mendatang, penduduk perkotaan di negara-negara berkembang

diproyeksikan meningkat dua kali lipat, dari sekitar 2 miliar di tahun 2000 menjadi

sekitar 4 miliar menjelang tahun 2030. Sebaliknya penduduk perkotaan di negara-negara

maju diproyeksikan hanya bertambah dari 900 juta di tahun 2000 menjadi 1 miliar di

tahun 2030. Sementara itu angka urbanisasi di negara-negara maju saat ini sudah

mencapai 75 persen.

Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduknya, jumlah kota-kota besar di

negara-negara berkembang juga akan meningkat secara substansial. Di tahun 2000

terdapat 388 kota di dunia dengan 1 juta atau lebih penduduknya. Namun menjelang

tahun 2015 diperkirakan akan terdapat 554 kota, lebih dari dua per tiga di antaranya (426

kota) akan terdapat di negara-negara berkembang.

United Nations juga memperkenalkan istilah “megacities” untuk menjelaskan

kota-kota dengan jumlah penduduk 8 juta orang atau lebih. Institusi ini juga

memperkenalkan ambang batas (treshold) untuk status megacity sebesar 10 juta

penduduk. Saat ini, ada sekitar 17 megacity yang terdaftar di UN, dengan 4 di antaranya

terletak di negara-negara berkembang. Menjelang 2015, proyeksi yang dibuat oleh UN

tersebut memperkirakan akan terdapat 21 kota-kota yang memiliki paling sedikit 10 juta

penduduk yang tinggal di kota-kota tersebut. (Lihat Tabel 1).

Page 3: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

3

Tabel 1. Jumlah Megacity di Masa Lalu, Sekarang dan Masa Depan Kota-kota dengan 10 juta atau lebih penduduk: 1950, 1975, 2001, dan 2015 (Jumlah penduduk dalam jutaan)

1950 1975 2001 2015 Kota Pend. Kota Pend. Kota Pend. Kota Pend. 1 New York 12,3 Tokyo 19,8 Tokyo 26,5 Tokyo 27,2 2 New York 15,9 Sao Paulo 18,3 Dhaka 22,8 3 Shanghai 11,4 Mexico City 18,3 Mumbai 22,6 4 Mexico City 10,7 New York 16,8 Sao Paulo 21,2 5 Sao Paolo 10,3 Mumbai 16,5 Delhi 20,9 6 Los Angeles 13,3 Mexico

City 20,4

7 Kolkata 13,3 New York 17,9 8 Dhaka 13,2 Jakarta 17,3 9 Delhi 13,0 Kolkata 16,7 10 Shanghai 12,8 Karachi 16,2 11 Buenos

Aires 12,1 Lagos 16,0

12 Jakarta 11,4 Los Angeles

14,5

13 Osaka 11,0 Shanghai 13,6 14 Beijing 10,8 Buenos

Aires 13,2

15 Rio de Jeneiro

10,8 Metro Manila

12,6

16 Karachi 10,4 Beijing 11,7 17 Metro

Manila 10,1 Rio de

Jeneiro 11,5

18 Cairo 11,5 19 Istanbul 11,4 20 Osaka 11,0 21 Tianjin 10,3 Total 12,3 68,1 238,6 340,5

Sumber: Population Reports (2003)

2. Teori Perkembangan Kota

Urbanisasi bukanlah fenomena kependudukan semata, namun ia juga terkait dengan

berbagai dimensi sosio-ekonomi. Terlebih lagi urbanisasi terkait dengan perkembangan

perkotaan. Teori klasik menyatakan bahwa kota-kota berkembang karena peningkatan

efisiensi kegiatan pertanian yang mengakibatkan dislokasi tenaga kerja pertanian (Davis,

1969). Teori ini mengisyaratkan terdapatnya kaitan antara industrialisasi dan

perkembangan perkotaan. Perkembangan industri perkotaan akan memicu migrasi desa-

kota yang akhirnya mendorong lebih jauh ke arah urbanisasi.

Teori klasik, seperti central-place theory yang dikemukakan oleh Christaller

mengilhami model perkembangan kota. Dari sudut pandang geografi, teori ini memiliki

dua konsep yaitu: threshold (jarak jangkauan minimal untuk dapat bertahan) dan range

Page 4: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

4

(jarak jangkauan sesungguhnya yang dapat dicapai). Jika dalam sebuah pasar treshold

lebih besar dibanding range, maka ia akan mati, dan sebaliknya jika range lebih besar

daripada threshold, maka pasar itu akan berkembang dan bahkan tumbuh menjadi daerah

perkotaan.

Teori klasik yang cukup banyak dianut di kalangan geografi ini sebenarnya belum

dapat memberikan gambaran yang memadai mengenai urbanisasi kontemporer. Teori

klasik umumnya hanya ‘melihat ke dalam’ ketika menjelaskan faktor-faktor penyebab

perkembangan perkotaan. Peran proses (ekonomi) global yang memunculkan fenomena

kota-kota global (global cities) tidak mendapat perhatian. Padahal, internasionalisasi

produksi, jasa dan kapital yang dimotori oleh perusahaan transnasional amat besar

peranannya dalam mempengaruhi perkembangan kota-kota yang terlibat dalam proses

tersebut.

Menurut McGee (1995) dan Douglass (1995), sebagaimana dikutip oleh Firman

(1996), proses urbanisasi yang terjadi di Asia dewasa ini pada dasarnya mencerminkan

integrasi kota-kota ke dalam sistem ekonomi global, yang digerakkan oleh akumulasi

kapital pada skala dunia. Proses ini disebut pula sebagai mega-urbanization, yang

tampaknya akan menjadi kecenderungan (trends) urbanissi di Asia, termasuk di

Indonesia.

Lebih jauh lagi Armstrong dan McGee (1985) mengajukan teori tentang

pembentukan kota-kota berdasarkan penelitiannya di Asia dan Amerika Latin. Mereka

mengemukakan bahwa kota-kota pada dasarnya merupakan “teater dari akumulasi

kapital” yang mengalami penetrasi ke negara-negara berkembang. Meskipun urbanisasi

yang terjadi di negara berkembang merupakan bagian integrasi dari akumulasi kapital di

negara maju, namun dalam proses perkembangannya terdapat banyak perbedaan.

Perbedaan itu bertitik tolak dari kenyataan demografi dan ekonomi yang terjadi di negara

berkembang. Itu sebabnya urbanisasi yang terjadi di negara berkembang dikatakan

sebagai “pseudo urbanization”, daripada “true urbanization” di negara maju.

Teori yang menekankan adanya interaksi antara sistem produksi dan regulasi pada

tingkat nasional, perspektif globalisai dan modernisasi dikembangkan dalam sebuah

model perkembangan perkotaan yang lebih komprehensif, yaitu teori regulasi

(Prabatmodjo, 2000). Model tersebut mencakup faktor-faktor struktural pada tingkat

Page 5: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

5

internasional maupun nasional/regional serta faktor sosial-demografi. Perkembangan

perkotaan dan urbanisasi merupakan resultante bekerjanya faktor-faktor tersebut (Gambar

1).

Internasional Nasional/regional Sistem Produksi Sistem Regulasi Perkembangan Perkotaan Faktor Sosial Demografi Urbanisasi Gambar 1. Model Komprehensif Perkembangan Perkotaan Sumber: Prabatmodjo, 2000 3. Pengukuran Urbanisasi di Indonesia

Pertumbuhan penduduk perkotaan yang sangat pesat secara substansial yang

terjadi di negara-negara berkembang pada hakekatnya mencerminkan tiga faktor

mendasar, yaitu: (1) migrasi dari daerah perdesaan ke perkotaan; (2) pertumbuhan

penduduk alamiah (selisih antara jumlah kelahiran dan jumlah kematian) di wilayah

perkotaan; dan (3) reklasifikasi wilayah yang semula daerah perdesaan menjadi daerah

perkotaan sebagai akibat dari pembangunan wilayah.

Proses Ekonomi Global

Page 6: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

6

Untuk perkembangan penduduk perkotaan dapat dilihat dari angka urbanisasi,

yaitu angka yang mencerminkan persentase penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan.

Di Indonesia, untuk melihat persentase penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan, BPS

(1988) melakukan scoring system dalam penentuan wilayah perkotaan. Ada tiga kriteria

suatu daerah (lokalitas) dijadikan sebagai daerah perkotaan yaitu:

1. Kepadatan penduduk 5000 orang atau lebih per km persegi.

2. Jumlah rumah tangga pertanian 25 persen atau lebih kecil.

3. Memiliki delapan atau lebih jenis fasilitas perkotaan.

Kriteria desa perkotaan di atas telah digunakan sejak Sensus Penduduk 1980

hingga 1999, yang merupakan penyempurnaan dari kriteria desa perkotaan 1971.

Namun demikian, BPS (2000) kini tengah melakukan penyempurnaan kriteria desa

perkotaan tahun 2000. Penyempurnaan tersebut meliputi aspek metodologi guna

memberikan landasan statistik yang lebih kuat dalam pemberian skor dan penentuan

batas skor. Beberapa aspek dalam metodologi 1980 yang memerlukan penyempurnaan

dan landasan statistik yang lebih kuat antara lain:

1. Klasifikasi variabel (indikator) dan sistem pemberian skornya.

2. Hanya memperhitungkan keberadaan fasilitas (belum memperhitungkan akses)

sehingga desa-desa yang secara praktis tidak memiliki masalah untuk mencapai akses

urban menjadi underscored.

3. Beberapa fasilitas yang digunakan perlu ditinjau kembali, karena tidak lagi sensitif

(sebagai contoh: bangunan SD).

Indikator utama dalam penentuan kriteria perkotaan 2000 pada dasarnya sama

dengan tahun 1980. Dua indikator utama 1980, yaitu kepadatan penduduk (KPD) dan

persentase rumah tangga pertanian (PRT) tetap digunakan meski dengan sistem

pemberian skor dan klasifikasi yang berbeda. Sedangkan indikator ketiga, jenis fasilitas

urban (JFU) dimodifikasi untuk mengakomodir akses ke fasilitas urban (AFU).

Berdasarkan kriteria 2000, sebagian desa perkotaan hasil kriteria 1980 ternyata

terkategori perdesaan (614 desa, atau sekitar 0,9% dari seluruh desa, atau 8,26% dari

seluruh desa perkotaan 1980). Sementara itu, muncul desa perkotaan baru sebanyak 7430

desa (10,87%), yang merupakan desa-desa yang karena perkembangannya sejak 1980,

Page 7: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

7

pada tahun 1999, berdasarkan kriteria 2000 sudah dapat dikategorikan sebagai daerah

perkotaan.

Beberapa desa perkotaan 1980 yang terkategori perdesaan pada kriteria 2000,

tetap dipertimbangkan sebagai daerah perkotaan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan di

samping jumlahnya yang relatif kecil, juga karena daerah-daerah tersebut memiliki

perkembangan wilayah yang cukup pesat, sehingga 2-3 tahun lagi, desa-desa tersebut

akan memiliki peluang yang besar untuk menjadi daerah perkotaan.

3.1. Kriteria Desa Perkotaan 1980

Kriteria desa perkotaan yang selama ini digunakna adalah kriteria 1980, yang merupakan

penyempurnaan kriteria desa perkotaan 1971. Indikator yang digunakan dalam criteria

1980 meliputi: Kepadatan Penduduk (KPD), persentase rumah tangga pertanian (PRT),

dan jumlah fasilitas urban (JFU). Masing-masing indicator tersebut diberi skor secara

linear dengan pedoman sebagai berikut: Tabel 2. Perhitungan Nilai Skor Desa Perkotaan Tahun 1980

KRITERIA KPD PRT JFU

NILAI SKOR

< 500 >95 - 1 500-999 91 – 95 0 2

1000 - 1499 86 – 90 1 3 1500 - 1999 76 – 85 2 4 2000 – 2499 66 – 75 3 5 2500 – 2999 56 – 65 4 6 3000 – 3499 46 – 55 5 7 3500 – 3999 36 – 45 6 8 4000 – 4999 26 – 35 7 9

≥5000 ≤25 8 10 Sumber: BPS (2000) Kriteria desa perkotaan tahun 1980 adalah:

1. Desa-desa dengan total skor 21 ke atas

2. Desa-desa dengan total skor 19-20 yang memenuhi syarat (1) atau (2):

(1). a. Jarak ke perkotaan terdekat kurang dari 5 km

b. Menurut pengamatan team klasifikasi adalah perkotaan

c. Prospek perkembangan desa adalah sedang

(2) a. Jarak ke daerah perkotaan terdekat kurang dari 5 km

b. Menurut team klasifikasi adalah mendekat perkotaan

Page 8: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

8

c. Prospek perkembangan desa adalah cepat

3.2. Kriteria Desa Perkotaan 2000 Secara rinci, indicator dan sistem pemberian skor disajikan pada table berikut. Terlihat dari table, bahwa sebuah desa dapat memiliki total skor (dari KPD, PRT, atau AFU) bervariasi dari 2 (minimum) sampai dengan 26 (maksimum). Hasil pengujian menunjukkan bahwa skor batas yang paling akurat adalah 10. Jadi kriteria perkotaan 2000 adalah sebagai berikut: Desa Perkotaan: Desa yang memiliki total skor 10 atau lebih. Ta bel 3. Variabel, Klasifikasi dan Skor Metode 1998 (Final)

Variabel/Klasifikasi Skor (1) (2)

Total Skor • Skor Minimum • Skro Maksimum

2

26

1. Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) • < 500 • 500 – 1 249 • 1 250 – 2 499 • 2 500 – 3 999 • 4 000 – 5 999 • 6 000 – 7 499 • 7 500 – 8 499 • 8 500 +

1 2 3 4 5 6 7 8

2. Persentase Rumah Tangga Pertanian • 70.00 + • 50.00 – 69.99 • 30.00 – 49.99 • 20.00 – 29.99 • 15.00 – 19.99 • 10.00 – 14.99 • 5.00 – 9.99 • < 5.00

1 2 3 4 5 6 7 8

3. Akses Fasilitas Umum 0,1,2,….,10 A) Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK)

• Ada atau <= 2.5 Km • > 2.5 Km

1 0

B) Sekolah Menengah Pertama • Ada atau <= 2.5 Km • > 2.5 Km

1 0

C) Sekolah Menengah Umum • Ada atau <= 2.5 Km • > 2.5 Km

1 0

D) Pasar • Ada atau <= 2.5 Km

1

Page 9: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

9

• > 2 Km 0 E) Bioskop

• Ada atau <= 2.5 Km • > 5 Km

1 0

F) Pertokoan • Ada atau <= 2.5 Km • > 2.5 Km

1 0

G) Rumah Sakit • Ada atau <= 2.5 Km • > 5 Km

1 0

H) Hotel/Bilyar/Diskotek/Panti pijat/Salon • Ada • Tidak ada

1 0

I) Persentase Rumah Tangga Telepon • >= 8.00 • < 8.00

1 0

J) Persentase Rumah Tangga Listrik • >= 90.00 • <90.00

1 0

Sumber: BPS (2000) 4. Reklasifikasi di Kota Depok

Salah satu faktor yang mempengaruhi urbanisasi adalah adanya reklasifikasi desa

perdesaan menjadi desa perkotaan. Berdasarkan pengolahan data PODES (Potensi Desa)

tahun 1983, 1986, 1990, 1993, 1996, 2000, 2003 dan 2006, maka perkembangan jumlah

desa perkotaan di kota Depok dapat dibagi ke dalam tiga periode, yaitu: (1) Periode

sebelum adanya kampus UI Depok; (2) Periode setelah adanya kampus UI Depok; dan

(3) Periode setelah menjadi Kota Depok.

Pada periode pertama, sebelum pembangunan kampus UI Depok, jumlah desa

perkotaan di Depok hanya berjumlah 4 desa dari 20 desa yang tersebar di tiga kecamatan

(Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji). Keempat desa tersebut adalah Rangkapan Jaya

Baru, Rangkapan Jaya dan Mampang yang terletak di Kecamatan Pancoran Mas; dan

desa/kelurahan Kalimulia di Kecamatan Sukmajaya. Pada periode ini pada dasarnya

tidak perubahan atau penambahan jumlah desa perkotaan antara tahun 1983 dan 1986.

Selama periode ini, yang terjadi adalah munculnya desa/kelurahan baru di tahun 1986,

yaitu Cisalak dan Bakti Jaya di Kecamatan Sukmajaya; dan desa/kelurahan Tanah Baru

di Kecamatan Beji.

Yang menarik adalah desa-desa di Kecamatan Beji tidak memiliki satupun desa

yang berkategori perkotaan. Seperti diketahui desa-desa di kecamatan ini merupakan

Page 10: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

10

desa-desa yang terletak mengelilingi Kampus UI. Pada perkembangan lebih lanjut, desa-

desa tersebut berpotensi untuk menjadi desa perkotaan setelah adanya pembangunan

Kampus UI sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5.

Tabel 4. Tipe Desa Tahun 1983 dan 1986

(1) Periode Sebelum Ada Kampus UI Depok Kecamatan Desa/Kelurahan Tipe 1983 Tipe 1986 PANCORAN MAS: 3 Urban Desa dari 6 desa/kelurahan 020 RANGKAPAN JAYA BARU K K 020 RANGKAPAN JAYA K K 020 MAMPANG K K 020 PANCORAN MAS D D 020 DEPOK JAYA D D 020 DEPOK D D SUKMAJAYA: 1 Urban Desa dari 8 desa/kelurahan 030 KALIMULYA K K 030 KALIBARU D D 030 SUKAMAJU D D 030 SUKMAJAYA D D 030 MEKAR JAYA D D 030 ABADIJAYA D D 030 BAKTI JAYA - D 030 CISALAK - D BEJI: 0 Urban Desa dari 6 desa/kelurahan 050 BEJI D D 050 BEJI TIMUR D D 050 KEMIRIMUKA D D 050 PONDOK CINA D D 050 KUKUSAN D D 050 TANAH BARU - D

Keterangan: D = Desa Perdesaan; K=Desa Perkotaan - = Belum ada data

Sumber: Pengolahan data PODES 1983 dan 1986

Pada periode setelah adanya kampus UI, semua desa/kelurahan di Kecamatan Beji

berubah secara drastis, yang tadinya terkategori sebagai desa perdesaan semuanya

menjadi desa perkotaan. Dari sini jelas, pembangunan kampus UI memiliki pengaruh

Page 11: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

11

yang signifikan dalam proses perubahan klasifikasi desa perdesaan menjadi desa

perkotaan.

Di Kecamatan Pancoran Mas, terjadi perubahan jumlah desa perkotaan dari 3

menjadi 5 dari 6 desa yang ada. Dari keenam desa tersebut, hanya Rangkapan Jaya yang

berkategori desa perdesaan. Padahal sebelumnya sudah terkategori sebagai desa

perkotaan. Hal ini dapat dipahami karena penilaian kriteria desa perkotaan pada periode

ini menggunakan kriteria 2000 yang berbeda dengan periode sebelumnya dengan

menggunakan kriteria 1980. Hal yang sama juga terjadi di Kecamatan Sukmajaya, yaitu

desa Kalimulia merupakan satu-satunya desa yang berkategori perdesaan, padahal pada

periode sebelumnya sudah berkategori perkotaan.

Pada periode ini juga ditampilkan beberapa desa yang meski masih dalam wilayah

Kabupaten Bogor (Kecamatan Bojonggede), namun pada perkembangan berikutnya

menjadi wilayah Kota Depok, yaitu Cipayung Jaya, Bojong Pondok Terong, Pondok

Jaya, Ratu Jaya dan Cipayung. Terdapat 2 desa yang berkategori perdesaan dari lima

desa, yaitu Cipayung Jaya dan Pondok Jaya.

Tabel 5. Tipe Desa Tahun 1990, 1993 dan 1996

(2) Periode setelah ada Kampus UI

Kecamatan Desa/Kelurahan Tipe 1990

Tipe 1993

Tipe 1996

BOJONGGEDE (Kab. Bogor): 3 Urban Desa dari 5 desa/kelurahan

Bjg Gede CIPAYUNG JAYA D D D

Bjg Gede BOJONG PONDOK TERONG K K K

Bjg Gede PONDOK JAYA D D D Bjg Gede RATUJAYA K K K Bjg Gede CIPAYUNG K K K

PANCORAN MAS: 5 Urban Desa dari 6 desa/kelurahan

020 RANGKAPAN JAYA BARU K K K 020 RANGKAPAN JAYA D D D 020 MAMPANG K K K 020 PANCORAN MAS K K K 020 DEPOK JAYA K K K 020 DEPOK K K K

Page 12: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

12

SUKMAJAYA: 7 Urban Desa dari 8 desa/kelurahan 030 KALIMULYA D D D 030 KALIBARU K K K 030 SUKAMAJU K K K 030 SUKMAJAYA K K K 030 MEKAR JAYA K K K 030 ABADIJAYA K K K 030 BAKTI JAYA K K K 030 CISALAK K K K BEJI: 6 Urban Desa dari 6 desa/kelurahan 050 BEJI K K K 050 BEJI TIMUR K K K 050 KEMIRIMUKA K K K 050 PONDOK CINA K K K 050 KUKUSAN K K K 050 TANAH BARU K K K

Keterangan: D = Desa Perdesaan; K=Desa Perkotaan Sumber: Pengolahan data PODES 1990, 1993 dan 1996

Pada periode setelah Depok menjadi sebuah kota yang terpisah dari Kabupaten

Bogor, sub-wilayah kota Depok jauh lebih berkembang menjadi 6 kecamatan dan 63

kelurahan. Keenam kecamatan tersebut adalah Sawangan, Pancoran Mas, Sukmajaya,

Cimanggis, Beji dan Limo. Dari 63 kelurahan, hanya ada 2 kelurahan yang masih

terkategori sebagai perdesaan, yaitu Bedahan dan Pasir Putih di Kecamatan Sawangan.

Pola ini merupakan kelanjutan dari pola tahun 2003, karena tidak ada perubahan selama

periode 2003-2006.

Beberapa kelurahan yang mengalami perubahan klasifikasi dari perdesaan di

tahun 2000 menjadi perkotaan di tahun 2003 adalah Duren Seribu, Pengasinan,

Sawangan Lama, Curug, Serua dan Cinangka di Kecamatan Sawangan; Kelurahan

Bojong Pondok Terong, Pondok Jaya dan Rangkapan Jaya di Kecamatan Pancoran Mas;

Kelurahan Kalimulya di Kecamatan Sukmajaya; Kelurahan Leuwinanggung dan Jatijajar

di Kecamatan Cimanggis; serta Meruyung, Grogol dan Limo di Kecamatan Limo.

Sementara itu kelurahan-kelurahan di sekitar Kampus UI tetap tidak ada perubahan

sebagai desa perkotaan selama periode 2000-2006.

Page 13: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

13

Tabel 6. Tipe Desa Tahun 2000, 2003 dan 2006

(3) Periode Setelah jadi Kota Depok

Kecamatan Desa/Kelurahan Tipe 2000

Tipe 2003

Tipe 2006

1 SAWANGAN: dari 6 menjadi 12 Urban Desa dari 14 desa/kelurahan 010 DUREN MEKAR K K K 010 DUREN SERIBU D K K 010 PENGASINAN D K K 010 BEDAHAN D D D 010 PASIR PUTIH D D D 010 SAWANGAN BARU K K K 010 SAWANGAN LAMA D K K 010 BOJONGSARI LAMA K K K 010 BOJONGSARI BARU K K K 010 CURUG D K K 010 PONDOK PETIR K K K 010 SERUA D K K 010 KEDAUNG K K K 010 CINANGKA D K K

2 PANCORAN MAS: dari 8 menjadi 11 Urban Desa dari 11 desa/kelurahan

020 CIPAYUNG JAYA K K K 020 BOJONG PONDOK TERONG D K K 020 PONDOK JAYA D K K 020 RATUJAYA K K K 020 CIPAYUNG K K K 020 RANGKAPAN JAYA BARU K K K 020 RANGKAPAN JAYA D K K 020 MAMPANG K K K 020 PANCORAN MAS K K K 020 DEPOK JAYA K K K 020 DEPOK K K K 3 SUKMAJAYA: dari 10 menjadi 11 Urban Desa dari 11 desa/kelurahan 030 KALIMULYA D K K 030 JATIMULYA K K K 030 KALIBARU K K K 030 CILODONG K K K 030 SUKAMAJU K K K 030 SUKMAJAYA K K K 030 TIRTAJAYA K K K 030 MEKAR JAYA K K K 030 ABADIJAYA K K K 030 BAKTI JAYA K K K 030 CISALAK K K K

Page 14: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

14

4 CIMANGGIS: dari 11 menjadi 13 Urban Desa dari 13 desa/kelurahan 040 CILANGKAP K K K 040 CIMPAEUN K K K 040 TAPOS K K K 040 LEUWINAGGUNG D K K 040 JATIJAJAR D K K 040 SUKAMAJU BARU K K K 040 CURUG K K K 040 SUKATANI K K K 040 HARJAMUKTI K K K 040 CISALAK PASAR K K K 040 MEKARSARI K K K 040 TUGU K K K 040 PASIR GUNUNG SELATAN K K K 5 BEJI: 6 Urban Desa dari 6 desa/kelurahan 050 BEJI K K K 050 BEJI TIMUR K K K 050 KEMIRIMUKA K K K 050 PONDOK CINA K K K 050 KUKUSAN K K K 050 TANAH BARU K K K 6 LIMO: dari 5 menjadi 8 Urban Desa dari 8 desa/kelurahan 060 MERUYUNG D K K 060 GROGOL D K K 060 KRUKUT K K K 060 LIMO D K K 060 CINERE K K K 060 GANDUL K K K 060 PANGKALANJATI BARU K K K 060 PANGKALANJATI K K K

Keterangan: D = Desa Perdesaan; K=Desa Perkotaan Sumber: Pengolahan data PODES 2000, 2003 dan 2006

5. Migrasi Masuk ke Kota Depok

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya urbanisasi adalah migrasi. Sumber data migrasi

yang dapat diolah secara nasional adalah Sensus Penduduk dan Survei Penduduk antar

Sensus (SUPAS). Makalah ini menggunakan data SUPAS 1995 dan SUPAS 2005

sebagai sumber data yang dapat diperbandingkan. Data SUPAS 1995 merepresentasikan

keadaan Depok sebelum menjadi Kota dan data SUPAS 2005 merepresentasikan keadaan

Depok pada perkembangan terakhir ini setelah menjadi sebuah Kota.

Page 15: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

15

Data migrasi yang dieksplorasi dari kedua sumber tersebut adalah migrasi risen 5

tahun yang lalu. Yaitu jenis migrasi yang memperlihatkan perbedaan tempat tinggal 5

tahun sebelum survei dan tempat tinggal pada saat survei. Jika tempat tinggal berbeda,

maka responden terkategori sebagai migran; jika tempat tinggal sama, maka responden

terkategori sebagai non migran.

Menurut data SUPAS 1995, jumlah migran masuk ke kota Depok adalah 75.639

orang . atau sekitar 13 persen dari 578.572 orang penduduk kota Depok berusia 5 tahun

ke atas . Jumlah migran tahun 1995 ini kebanyakan berasal dari DKI Jakarta (54,4

persen) dan Jawa Barat (28 persen). Daerah-daerah lain yang menjadi daerah asal migran

di Kota Depok tahun 1995 adalah, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Kalimantan

Barat.

Tabel 7. Persentase Daerah Asal Migran Masuk ke Kota Depok: 1995

Provinsi Asal Jumlah Migran PersentaseLampung 1327 1.75DKI Jakarta 41137 54.39Jawa Barat 21232 28.07Jawa Tengah 5308 7.02Jawa Timur 5308 7.02Kalimantan Barat 1327 1.75Total 75639 100.00

Sumber: Pengolahan Data SUPAS 2005

Data SUPAS 2005 memperlihatkan sekitar 14 persen penduduk kota Depok yang

berusia 5 tahun ke atas adalah migran. Jumlah migran di Kota Depok adalah 168.509

jiwa dari 1.233.490 jiwa penduduk berusia 5 tahun ke atas. Daerah asal migran relatif

lebih beragam dibanding migran tahun 1995, walaupun DKI Jakarta dan Jawa Barat

masih tetap mendominasi sebagai daerah asal migran, yaitu masing-masing 56,6 persen

dan 19 persen. Daerah lain yang cukup mendominasi adalah Jawa Tengah (10,5 persen).

Tabel 8. Daerah Asal Migran Risen: Depok, 2005

Provinsi Asal Jumlah Persen Nanggroe Aceh Darussalam 598 0.35Sumatera Utara 3004 1.78

Page 16: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

16

Sumatera Barat 598 0.35Sumatera Selatan 486 0.29Lampung 1127 0.67Kepulauan Riau 493 0.29DKI Jakarta 95358 56.59Jawa Barat 32172 19.09Jawa Tengah 17654 10.48DI Yogyakarta 1262 0.75Jawa Timur 2497 1.48Banten 8989 5.33Bali 493 0.29Nusa Tenggara Timur 972 0.58Kalimantan Tengah 980 0.58Sulawesi Utara 303 0.18Sulawesi Selatan 1030 0.61Maluku 493 0.29Total 168509 100.00

Sumber: Pengolahan Data Supas 2005

Jika migran yang berasal dari Jawa Barat dipilah kembali menurut kabupaten/kota

asal, maka akan tampak bahwa beberapa kabupaten/kota merupakan pengirim utama

migran ke kota Depok, yaitu Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota

Bekasi dan Kabupaten Bandung. Dari sini tampak bahwa faktor kedekatan lokasi dengan

Kota Depok menjadi penentu dalam besar-kecilnya volume migrasi.

Tabel 9. Kabupaten Daerah Asal Migran Dari Jawa Barat: Depok, 2005 Kabupaten Asal Jumlah PersenBogor 4256 13.23Sukabumi 507 1.58Bandung 3384 10.52Garut 310 0.96Tasikmalaya 992 3.08Ciamis 1066 3.31Kuningan 1196 3.72Cirebon 1501 4.67Majalengka 493 1.53Sumedang 1879 5.84Indramayu 682 2.12Bekasi 1518 4.72Kota Bogor 4332 13.47Kota Sukabumi 5109 15.88Kota Bandung 575 1.79Kota Bekasi 3463 10.76

Page 17: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

17

Kota Tasikmalaya 909 2.83Total 32172 100.00

Sumber: Pengolahan Data Supas 2005

Jika dilihat menurut alasan pindahnya, maka umumnya para migran adalah karena

alasan keluarga, yaitu ikut sumia/istri/anak/orang tua. Hal ini terutama tampak pada

migran yang berasal dari DKI Jakarta. Alasan lainnya adalah karena pindah pekerjaan,

dan terutama pada migran yang berasal dari non DKI Jakarta. Alasan lain yang cukup

mendominasi adalah karena mencari pekerjaan, terutama pada migran dari non DKI

Jakarta. Alasan lain yang cukup menonjol adalah karena perumahan, terutama pada

migran dari DKI Jakarta.

Tabel 10. Alasan Pindah para Migran menurut Daerah Asal: Depok, 2005

Total Alasan Pindah

Dari non DKI Dari DKI Jumlah Persen

Pekerjaan 22.23 7.45 23724 13.95 Mencari pekerjaan 19.03 2.15 16273 9.57 Pendidikan 3.80 2838 1.67 Perubahan status kawin 4.25 8.27 11066 6.51 Ikut suami/istri/orang tua/anak 41.91 55.35 84099 49.44 Ikut saudara kandung/famili lain 4.25 4.83 7785 4.58 Perumahan 3.35 14.65 16477 9.69 Keamanan 5.05 4820 2.83 Lainnya 1.18 2.24 3021 1.78 100.00 100.00 170103 100.00

6. Urbanisasi dan Pembangunan Ekonomi

Tidak dapat dipungkiri bahwa urbanisasi sangat terkait erat dengan tingkat kemajuan

ekonomi suatu negara atau wilayah. Negara-negara yang telah berkembang, seperti

Australia, Jepang, New Zealand, dan negara-negara industri baru seperti Korea Selatan,

mempunyai proporsi penduduk urban yang tinggi. Sebaliknya, negara-negara yang

sedang berkembang memiliki proporsi jumlah penduduk perkotaan yang relatif rendah

(lihat Tabel 10).

Page 18: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

18

Tabel 10. Indikator Urbanisasi di Berbagai Negara di Asia dan Pasifik, 1970-1999

1970 1980 1990 1999*) Negara Jumlah

Penduduk (jutaan)

Persentase Urban

Jumlah Penduduk

(jutaan

Persentase Urban

Jumlah Penduduk (jutaan)

Persentase Urban

Jumlah Penduduk (jutaan)

Persentase Urban

ASEAN Brunei Darussalam

0.1 61.7 0.2 59.9 0.3 57.7 0.3 67

Indonesia 120.3 17.1 146.8 23.4 179.3 30.9 211.8 38 Malaysia 10.9 27.0 13.8 34.6 17.6 43.0 22.7 57 Filipina 37.5 33.0 48.3 37.4 62.4 42.6 74.7 47 Thailand 35.7 13.3 46.7 17.3 55.7 22.6 61.8 31 Negara Lain di Asia Tenggara

Myanmar 27.1 22.8 33.8 24.0 41.7 24.8 48.1 26 Kamboja 6.9 11.7 6.4 10.3 8.2 11.6 11.9 16 Laos 2.7 9.6 3.2 13.4 4.1 18.6 5.0 17 Vietnam 42.7 18.3 53.7 19.3 66.7 21.9 79.5 20 ASIA Cina 830.7 17.4 996.1 19.6 1,139.1 33.4 1,254.1 30 India 554.9 19.8 688.9 23.1 853.1 27.0 986.6 28 Afghanistan 13.6 11.0 16.1 15.6 16.6 18.2 25.8 20 Bangladesh 66.7 7.6 88.2 11.3 115.6 16.4 125.7 20 Pakistan 65.7 24.9 85.3 28.1 122.6 31.0 146.5 32 Korea Selatan 31.5 50.1 37.4 68.8 43.4 79.8 46.9 79 Negara Maju Australia 12.5 85.2 14.7 85.8 16.9 85.5 19.0 85 Jepang 104.3 71.2 116.9 76.2 123.5 77.0 126.7 79 Selandia Baru 2.8 81.1 3.1 83.3 3.4 84.0 3.8 85

Sumber: Firman (1996) *) World Population Data Sheet (1999)

Demikian juga seperti yang disajikan oleh Perlman (1993) berdasarkan temuan

dari USAID (1989) yang memperlihatkan korelasi yang positif antara tingkat urbanisasi

dan tingkat pembangunan ekonomi yang diukur dengan GNP per kapita.

Page 19: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

19

Gambar 3. Hubungan antara Urbanisasi dan GNP per Kapita; Sumber: Perlman (1993)

Di samping itu, negara-negara yang sedang berkembang juga menghadapi

masalah distribusi urbanisasi, dalam arti bahwa perkembangan jumlah penduduk

perkotaan sangat terkonsentrasi pada beberapa kota-kota tertentu, khususnya pada kota-

kota besar atau kota-kota utama saja. Tingginya konsentrasi penduduk di suatu daerah

perkotaan ternyata juga diikuti oleh tingginya pangsa ekonomi daerah tersebut terhadap

output nasionalnya (Tabel 7). Tabel 7. Urbanisasi dan Output Ekonomi di Daerah Perkotaan Terpilih Daerah Perkotaan Pangsa Penduduk Ukuran Output (dalam %) Brazil: Greater Sao Paulo (1970) 8,6 36,0 dari NDP Cina: Shanghai (1980) 1,2 12,5 dari GIP Haiti: Semua perkotaan (1976) 24,2 57,6 dari NI India: Semua perkotaan (1970/71) 19,9 38,9 dari NDP Kenya: Semua perkotaan (1976) 11,9 30,3 dari NI Meksiko: Semua perkotaan (1976) 60,0 79,7 dari PI Pakistan: Karachi (1974/75) 6,1 16,1 dari GDP Peru: Lima (1980) 28,0 43,0 dari GDP Filipina: Metro-Manila (1970) 12,0 25,0 dari GNP Thailand: Metro-Bangkok (1972) 10,9 37,4 dari GDP Turki: Semua perkotaan (1981) 47,0 70,0 dari GNP Sumber: AID (1989:13) dalam Perlman (1993: 28) Keterangan: NDP = Net Domestic Product GIP = Gross Industrial Product NI = National Income PI = Personal Income GDP = Gross Domestic Product GNP = Gross National Product

Page 20: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

20

7. Perkembangan Ekonomi Kota Depok

Urbanisasi tentunya berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi, tak terkecuali

dengan kota Depok. Uraian berikut mencoba menelaah perkembangan ekonomi kota

Depok selama periode 2000-2005. Berbagai indikator dapat digunakan untuk melihat

perkembangan ekonomi kota Depok, mulai dari struktur perekonomian, potensi daerah,

dan posisi relatif yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor strategis. Tulisan

ini juga mencoba secara deskriptif melihat apakah terjadi pergeseran sektor strategis di

Kota Depok selama kurun waktu 5 tahun terakhir (2000-2005). Perkembangan ekonomi

juga dapat dilihat dari perkembangan keuangan daerah, yang dalam hal ini dilihat dari sisi

penerimaannya. Perkembangan ekonomi bersama unsur-unsur lain seperti faktor

kelembagaan; keamanan, politik, dan sosbud; tenaga kerja; dan infrastruktur fisik

mempengaruhi daya tarik investasi daerah yang pada akhirnya mempengaruhi dinamika

kehidupan masyarakat.

7.1 Struktur Perekonomian

Salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan

ekonomu suatu daerah dengan mengetahui struktur perekonomian daerah tersebut.

Struktur perekonomian dapat dilihat melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

daerah tersebut yang biasanya dikelompokan atas sektor lapangan usaha. Untuk

mengetahui struktur perkonomian, lapangan usaha yang terdapat dalam pembentukan

PDRB dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sektor primer, sekunder, dan tersier.

Sektor primer adalah sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau bahan baku

melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam seperti tanah dan deposit di

dalamnya. Yang termasuk kelompok ini adalah sektor pertanian serta sektor

pertambangan dan penggalian.

Sektor sekunder adalah sektor yang mengolah bahan mentah atau bahan baku baik

berasal dari sektor primer maupun dari sektor sekunder menjadi barang yang lebih tinggi

nilainya. Sektor ini mencakup sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air

minum, dan sektor konstruksi.

Page 21: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

21

Sektor tersier, atau dikenal sebagai sektor jasa, merupakan sektor yang tidak

memproduksi dalam bentuk fisik malainkan dalam bentuk jasa. Sektor yang tercakup

adalah perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, bank dan

lembaga keuangan lainnya.

Dengan melihat perkembangan sektor tersebut dalam kurun waktu tertentu dan

memperhatikan peranan sektor tersebut dalam PDRB secara keseluruhan kita dapat

mengetahui struktur perekonomian suatu daerah. Struktur perekonomian kota Depok

berdasarkan lapangan usahanya didominasi oleh sektor industri pengolahan dan

sektor perdagangan terutama perdagangan besar dan eceran.

Peran sektor primer selama kurun waktu 2004-2005 mengalami penurunan, dari

3,24% menjadi hanya 3%, dan dengan laju penurunan sebesar 7.41 persen. Penurunan

kontribusi sektor ini karena beralih ke sektor sekunder dan tersier. Peralihan sektor ini

diduga kuat karena faktor urbanisasi. Urbanisasi mengakibatkan terjadinya peralihan

lahan pertanian menjadi permukiman penduduk, sehingga dari tahun ke tahun sektor

pertanian semakin menurun. Sebaliknya, peran sektor sekunder dan tersier mengalami

peningkatan meskipun tidak berarti.

Bila dilihat dari Tabel 8 di bawah, sektor sekunder mengalami perubahan yang

tidak terlalu signifikan dalam kurun waktu 2004-2005, dari 48,73% menjadi 48,70%,

dengan laju penurunan hanya sebesar 0.06 persen. Keadaan ini dipengaruhi oleh

penurunan sektor industri pengolahan dari 38,63 persen menjadi 38,59 persen dan

penurunan peranan sektor konstruksi dari 6,00 persen menjadi 5,29 persen. Sedangkan

sektor listrik, gas dan air minum (LGAM) mengalami peningkatan dari 4,10 persen

menjadi 4,82 persen dengan perubahan sebesar 17,56 persen.

Pada kelompok tersier terjadi peningkatan peranan yaitu 48,03 persen menjadi

48,30 persen dengan perubahan 0,56 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran

peranannya menurun dari 30,68 persen menjadi 30,15 persen, sektor pengangukutan dan

komunikasi meningkat dari 5,66 persen menjadi 6,83 persen. Sektor bank dan lembaga

keuangan lainnya turun sedikit dari 3,67 persen menjadi 3,59 persen dan sektor jasa-jasa

menurun dari 8,02 persen menjadi 7,73 persen.

Page 22: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

22

Tingginya peran sektor sekunder dan tersier di kota Depok selain disebabkan oleh

terjadinya urbanisasi, yang menyebabkan sektor pertanian semakin tergeser oleh sektor

industri dan jasa, juga disebabkan oleh keberadaan kota Depok sebagai daerah satelit,

yaitu daerah pinggir kota yang menjadi penyangga perekonomian di pusat kota dan

sehingga banyak industri didirikan di pinggir kota. Fenomena bermunculannya sektor

industri di daerah pinggir kota juga disebabkan oleh femomena pergerakan sektor

perekonomian yang mendekati permukiman penduduk.

Tabel 8 Distribusi Sektoral Kota Depok, 2000-2005 (dalam %)

LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005**A. Primer 4.02 3.84 3.92 3.59 3.24 3.00 1. PERTANIAN 4.02 3.84 3.92 3.59 3.24 3.00 a. Tanaman Bahan Makanan 0.66 0.64 0.65 0.60 0.55 0.51 b. Tanaman Perkebunan 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2.92 2.75 2.79 2.55 2.28 2.12 d. Kehutanan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 e. Perikanan 0.44 0.44 0.48 0.44 0.40 0.37 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

B. Sekunder 48.52 47.93 48.15 48.60 48.73 48.70 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 38.45 38.24 38.38 38.37 38.63 38.59 a. Industri Migas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b. Industri Tanpa Migas 38.45 38.24 38.38 38.37 38.63 38.59 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 3.47 3.37 3.97 4.35 4.10 4.82 a. Listrik 3.31 3.21 3.82 4.20 3.95 4.64 b. Gas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 c. Air Bersih 0.16 0.16 0.14 0.15 0.15 0.19 5. BANGUNAN 6.60 6.33 5.81 5.88 6.00 5.29C. Tersier 47.45 48.23 47.93 47.81 48.03 48.30 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 30.49 30.61 30.54 30.50 30.68 30.15 a. Perdagangan Besar & Eceran 24.90 24.99 24.95 24.88 24.98 24.75 b. Hotel 0.14 0.14 0.13 0.12 0.11 0.10 c. Restoran 5.45 5.48 5.45 5.50 5.58 5.30 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 5.04 5.48 5.72 5.67 5.66 6.83

a. Pengangkutan 4.74 5.13 5.34 5.27 5.22 6.39 1. Angkutan Rel 0.22 0.24 0.23 0.22 0.21 0.20 2. Angkutan Jalan Raya 3.72 4.04 4.27 4.26 4.28 5.49 3. Angkutan Laut 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Page 23: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

23

5. Angkutan Udara 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6. Jasa Penunjang Angkutan 0.80 0.85 0.84 0.79 0.74 0.70 b. Komunikasi 0.30 0.35 0.38 0.40 0.43 0.43 1. Pos dan Telekomunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN 3.80 3.82 3.65 3.65 3.67 3.59

a. Bank 0.09 0.10 0.11 0.10 0.09 0.10 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 c. Jasa Penunjang Keuangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 d. Sewa Bangunan 3.19 3.20 3.04 3.07 3.12 3.06 e. Jasa Perusahaan 0.51 0.51 0.49 0.47 0.46 0.42 9. JASA-JASA 8.12 8.32 8.02 7.99 8.02 7.73 a. Pemerintahan Umum 3.87 4.15 3.91 3.97 4.07 4.03 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 3.87 4.15 3.91 3.97 4.07 4.03 2. Jasa Pemerintah lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b. Swasta 4.24 4.16 4.12 4.02 3.96 3.70 1. Sosial Kemasyarakatan 1.28 1.27 1.32 1.33 1.35 1.33 2. Hiburan & Rekreasi 0.07 0.08 0.08 0.08 0.07 0.06 3. Perorangan & Rumahtangga 2.88 2.82 2.71 2.62 2.54 2.30

PDRB TANPA MIGAS 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00Sumber: Data diolah

7.2 Potensi Daerah

Potensi daerah antara lain dapat dilihat dari perkembangan pertumbuhan ekonomi dan

PDRB per kapitanya.

7.2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2000-05

Laju pertumbuhan PDRB suatu daerah merupakan indikator untuk mengukur

perkembangan ekonomi suatu daerah. Indikator ini menunjukkan naik tidaknya produk

ataupun output yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi suatu daerah tersebut.

Dilihat dari kelompok sektor, dalam kurun waktu 2000-05 semua sektor kegiatan

mengalami peningkatan. Sektor yang mengalami peningkatan terbesar adalah sektor

pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 8,10 persen diikuti oleh sektor industri

pengolahan sebesar 7,82 persen dan sektor keuangan, persewaan, jasa dan perusahaan

sebesar 6,69 persen.

Page 24: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

24

Ketiga sektor tersebut menjadi potensi utama kota Depok sebagai dampak dari

keberadaan Kota Depok sebagai daerah sub-urban (daerah pinggir kota yang sebagian

besar penduduknya bekerja di pusat kota).

Tabel 9 Pertumbuhan Sektoral Kota Depok, 2000-2005 (dalam %) Pertumbuhan

LAPANGAN USAHA 00-01 01-02 02-03 03-04 04-05 00-05

1. PERTANIAN 3.04 3.58 2.23 4.24 4.70 3.55 a. Tanaman Bahan Makanan 7.70 9.52 2.79 0.76 2.00 4.50 b. Tanaman Perkebunan 4.37 4.19 6.03 3.32 1.00 3.77 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.58 1.82 2.19 5.57 5.63 3.34 d. Kehutanan na na na na na na e. Perikanan 5.78 5.70 1.55 1.56 3.00 3.50 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN na na na na na na 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 7.04 8.57 7.21 7.27 9.00 7.82 a. Industri Migas na na na na na na b. Industri Tanpa Migas 7.04 8.57 7.21 7.27 9.00 7.82 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 4.20 3.87 5.62 5.66 7.86 5.43 a. Listrik 3.82 3.49 5.59 5.63 6.00 4.90 b. Gas na na na na na na c. Air Bersih 12.15 11.35 6.17 6.22 40.90 14.69 5. BANGUNAN 6.64 3.84 5.54 5.58 2.00 4.71 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 5.59 2.67 5.87 5.91 6.07 5.21 a. Perdagangan Besar & Eceran 5.36 2.43 5.90 5.95 7.00 5.32 b. Hotel 10.45 6.17 0.58 0.59 2.00 3.89 c. Restoran 6.51 3.69 5.87 5.92 2.00 4.78 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 3.73 15.38 6.95 6.83 7.95 8.10 a. Pengangkutan 2.03 15.51 6.49 6.32 7.94 7.57 1. Angkutan Rel 7.80 9.92 8.21 3.58 3.00 6.47 2. Angkutan Jalan Raya 1.19 17.61 6.74 6.79 8.80 8.10 3. Angkutan Laut na na na na na na 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. na na na na na na 5. Angkutan Udara na na na na na na 6. Jasa Penunjang Angkutan 4.36 7.64 4.76 4.80 5.00 5.30 b. Komunikasi 30.31 13.75 12.61 12.70 8.00 15.23 1. Pos dan Telekomunikasi na na na na na na 2. Jasa Penunjang Komunikasi na na na na na na 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN 5.04 6.69 7.99 8.07 5.69 6.69

a. Bank 27.54 17.56 6.18 6.23 8.00 12.80

Page 25: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

25

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 11.40 4.78 6.21 6.26 5.00 6.70 c. Jasa Penunjang Keuangan na na na na na na d. Sewa Bangunan 4.65 6.59 8.64 8.71 6.00 6.91 e. Jasa Perusahaan 3.20 4.97 4.33 4.37 3.00 3.97 9. JASA-JASA 4.77 5.21 4.78 4.83 3.94 4.71 a. Pemerintahan Umum 5.33 7.79 4.68 4.72 5.00 5.50 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 5.33 7.79 4.68 4.72 5.00 5.50 2. Jasa Pemerintah lainnya na na na na na na b. Swasta 4.26 2.82 4.89 4.94 2.91 3.96 1. Sosial Kemasyarakatan 1.26 2.82 6.75 6.80 5.00 4.50 2. Hiburan & Rekreasi 19.20 18.45 3.80 3.83 2.00 9.19 3. Perorangan & Rumahtangga 5.22 2.36 4.12 4.15 2.00 3.56

PDRB TANPA MIGAS 5.89 6.10 6.29 6.41 6.93 6.32Sumber: Data diolah

7.2.2 PDRB Per Kapita

Nilai PDRB per kapita diperoleh dari nilai PDRB dibagi jumlah penduduk

pertengahan tahun. Dengan penduduk pada tahun 2000 sebanyak 1.143.403 jiwa dan

pada tahun 2005 sebanyak 1.374.900 jiwa, maka PDRB per kapita kota Depok atas dasar

harga konstan 2000 masing-masing adalah sebesar Rp. 3,051,691.68 dan Rp.

3,448,155.25. Dari kalkulasi tersebut, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB per

kapita dalam kurun waktu 2000-05 sebesar 2,47 persen.

7.3 Posisi Relatif Kota Depok

7.3.1 Posisi Relatif Kota Depok Terhadap Propinsi Jawa Barat

Peran perekonomian Kota Depok terhadap keseluruhan Jawa Barat cukup kecil—

hanya sekitar 2%. Meskipun demikian peran tersebut cenderung meningkat sejak tahun

2000 hingga 2004 dan mengalami penurunan pada tahun 2005. Dari peran yang tidak

besar ini, sektor bangunan merupakan sektor yang berkontribusi terbesar dalam

pembentukan PDRB kota Depok terhadap PDRB Jawa Barat. Sektor pertanian kota

Depok mengindikasikan peran yang cenderung menurun terhadap Jawa Barat.

Sebaliknya sektor perdagangan, hotel dan restoran menunjukkan kecenderungan yang

meningkat, kecuali pada tahun 2005. Sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi;

Page 26: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

26

sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa menunjukkan

kecenderungan yang konstan selama periode 2000-2005.

Tabel 10 Posisi Relatif Kota Depok terhadap Propinsi Jawa Barat (%)

LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005** 1. PERTANIAN 0.45 0.48 0.53 0.53 0.50 0.49 a. Tanaman Bahan Makanan 0.10 0.10 0.12 0.12 0.12 0.12 b. Tanaman Perkebunan 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2.55 2.96 3.00 2.87 2.49 2.59 d. Kehutanan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 e. Perikanan 1.06 1.19 1.05 0.89 0.77 0.74 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.62 1.67 1.83 1.79 1.87 1.68 a. Industri Migas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b. Industri Tanpa Migas 1.67 1.72 1.90 1.85 1.94 1.75 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 2.86 2.54 2.98 2.85 2.67 3.22 a. Listrik 3.17 2.81 3.38 3.11 2.91 3.47 b. Gas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 c. Air Bersih 2.05 1.98 1.47 1.99 2.07 3.04 5. BANGUNAN 4.38 4.43 4.32 4.58 4.47 3.47 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 2.76 3.06 3.12 3.36 3.67 3.05 a. Perdagangan Besar & Eceran 2.69 3.01 3.02 3.30 3.68 2.96 b. Hotel 0.76 0.67 0.75 0.67 0.62 0.48 c. Restoran 3.42 3.64 4.01 4.09 3.97 4.06 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 2.41 2.59 2.61 2.34 2.24 2.49 a. Pengangkutan 2.91 3.17 3.17 2.81 2.72 2.80 1. Angkutan Rel 6.31 7.22 5.65 5.53 5.69 5.32 2. Angkutan Jalan Raya 2.79 3.03 3.09 2.73 2.66 2.78 3. Angkutan Laut 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5. Angkutan Udara 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6. Jasa Penunjang Angkutan 6.87 7.85 8.13 7.73 6.25 5.29 b. Komunikasi 0.65 0.71 0.75 0.74 0.72 0.96 1. Pos dan Telekomunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2. Jasa Penunjang Komunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN 2.48 2.49 2.50 2.55 2.55 2.61 a. Bank 0.34 0.32 0.35 0.37 0.31 0.36 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0.11 0.11 0.11 0.10 0.10 0.08 c. Jasa Penunjang Keuangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 d. Sewa Bangunan 3.94 4.22 4.17 4.16 4.36 4.23

Page 27: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

27

e. Jasa Perusahaan 1.58 1.58 1.64 1.62 1.44 1.83 9. JASA-JASA 2.34 2.13 2.13 2.09 2.04 2.05 a. Pemerintahan Umum 1.92 1.63 1.60 1.67 1.59 1.61 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 3.10 2.63 2.58 2.69 2.57 2.59 2. Jasa Pemerintah lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b. Swasta 2.92 3.07 3.11 2.78 2.89 2.94 1. Sosial Kemasyarakatan 5.36 5.69 5.26 5.20 5.81 5.80 2. Hiburan & Rekreasi 2.29 2.56 2.58 2.45 2.19 2.13 3. Perorangan & Rumahtangga 2.44 2.55 2.61 2.25 2.30 2.31

PDRB TANPA MIGAS 1.78 1.88 2.01 2.03 2.10 1.94Sumber: Data diolah

7.3.2 Sektor Basis dan Non-Basis

Untuk mengetahui perbandingan peran suatu sektor di Kota Depok dengan peran

sektor tersebut di tingkat propinsi, estimasi LQ (location quotient) dapat dilakukan. Bila

koefisien LQi > 1 berarti proporsi nilai tambah sektor ke i di Kota Depok lebih besar

daripada nilai tambah sector yang sama di tingkat propinsi. Ini mengimplikasikan bahwa

sektor ke i mempunyai surplus, sehingga sektor ke i tersebut dapat meng”ekspor” produk

dari sektor ke i ke daerah lain. Dengan demikian, sector ke i dapat dinyatakan sebagai

sektor basis. Bila koefisien LQi =1 berarti proporsi nilai tambah sector ke i di Kota

Depok sama dengan nilai tambah sector yang sama di tingkat propinsi. Ini mempunyai

implikasi bahwa sektor ke i adalah self suffiencient—tidak harus meng”impor” dari atau

meng”ekspor” ke daerah lain. Bila koefisien LQi < 1 berarti proporsi nilai tambah sektor

ke i lebih kecil daripada nilai tambah sektor yang sama di tingkat propinsi. Ini

mengimplikasikan bahwa sector ke i mengalami defisit sehingga sector ke i tersebut

harus meng”impor” produk sector ke i dari daerah lain. Dengan demikian sector ke i

dapat dinyatakan sebagai sector non basis.

Berdasarkan hasil perhitungan LQ, di sektor pertanian Kota Depok hanya unggul

pada peternakan dan hasil olahannya. Untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran,

hanya unggul pada sektor perdagangan kecil dan besar dan restoran. Sektor

pengangkutan dan komunikasi unggul pada sektor pengangkutan rel dan jalan raya.

Sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan unggul terutama disektor sewa

bangunan dan swasta. Selain itu, sektor banguanan juga menjadi salah satu sektor

Page 28: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

28

unggulan Kota Depok. Jika diamati lebih mendalam, hampir semua dari sektor unggulan

Kota Depok dipengaruhi oleh keberadaan kota ini sebagai daerah sub-urban.

Tabel 11 LQ Kota Depok

LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005** 1. PERTANIAN 0.24 0.24 0.25 0.25 0.23 0.24 a. Tanaman Bahan Makanan 0.05 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 b. Tanaman Perkebunan 0.01 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.35 1.50 1.43 1.35 1.13 1.27 d. Kehutanan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 e. Perikanan 0.56 0.60 0.50 0.42 0.35 0.36 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 0.86 0.85 0.87 0.84 0.85 0.82 a. Industri Migas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1. Pengilangan Minyak Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2. Gas Alam Cair na na na Na Na na b. Industri Tanpa Migas 0.88 0.87 0.91 0.87 0.89 0.86 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 1.51 1.29 1.41 1.34 1.22 1.58 a. Listrik 1.68 1.43 1.61 1.46 1.33 1.70 b. Gas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 c. Air Bersih 1.08 1.00 0.70 0.94 0.94 1.49 5. BANGUNAN 2.32 2.25 2.05 2.16 2.03 1.70 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 1.46 1.55 1.48 1.58 1.67 1.50 a. Perdagangan Besar & Eceran 1.43 1.53 1.43 1.55 1.68 1.45 b. Hotel 0.40 0.34 0.36 0.32 0.28 0.24 c. Restoran 1.81 1.85 1.91 1.93 1.81 1.99 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1.27 1.31 1.24 1.10 1.02 1.22 a. Pengangkutan 1.54 1.61 1.50 1.32 1.24 1.37 1. Angkutan Rel 3.34 3.66 2.69 2.61 2.59 2.61 2. Angkutan Jalan Raya 1.48 1.53 1.47 1.29 1.21 1.36 3. Angkutan Laut 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5. Angkutan Udara 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6. Jasa Penunjang Angkutan 3.64 3.98 3.86 3.64 2.85 2.59 b. Komunikasi 0.34 0.36 0.36 0.35 0.33 0.47 1. Pos dan Telekomunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2. Jasa Penunjang Komunikasi na na na Na na na 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN 1.31 1.26 1.19 1.20 1.16 1.28 a. Bank 0.18 0.16 0.16 0.17 0.14 0.18 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 0.06 0.06 0.05 0.05 0.04 0.04 c. Jasa Penunjang Keuangan na na na Na na na

Page 29: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

29

d. Sewa Bangunan 2.09 2.14 1.98 1.96 1.99 2.08 e. Jasa Perusahaan 0.84 0.80 0.78 0.76 0.66 0.90 9. JASA-JASA 1.24 1.08 1.01 0.98 0.93 1.01 a. Pemerintahan Umum 1.02 0.83 0.76 0.79 0.72 0.79 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 1.64 1.33 1.23 1.27 1.17 1.27 2. Jasa Pemerintah lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b. Swasta 1.55 1.55 1.48 1.31 1.32 1.44 1. Sosial Kemasyarakatan 2.84 2.88 2.50 2.45 2.65 2.85 2. Hiburan & Rekreasi 1.21 1.30 1.23 1.15 1.00 1.04 3. Perorangan & Rumahtangga 1.29 1.29 1.24 1.06 1.05 1.13

7.4 Sektor Strategis

Dengan menggunakan indikator-indikator di atas, identifikasi sektor strategis

dapat dilakukan. Salah satu indikator adalah membandingkan pertumbuhan sektoral di

daerah dengan pertumbuhan PDRBnya—apakah lebih kecil atau lebih besar. Apabila

pertumbuhan sektoral di daerah lebih besar daripada pertumbuhan PDRB daerah secara

keseluruhan, maka sektor tersebut mempunyai peluang untuk menjadi sektor strategis.

Indikator kedua adalah perbandingan pertumbuhan sektor i di daerah terhadap

pertumbuhan sektor i di propinsi. Apabila angka pertumbuhan sektor i di daerah relatif

lebih besar daripada angka pertumbuhan sektor i di propinsi, maka sektor i tersebut

berpeluang untuk menjadi sektor strategis.

Indikator ketiga adalah kontribusi sektoral. Apabila kontribusi sektor i lebih besar

daripada 10%, maka sektor i kemungkinan dapat menjadi sektor strategis.

Indikator keempat adalah koefisien LQ, apabila sektor i merupakan sektor basis

maka sektor tersebut berpeluang untuk menjadi sektor strategis. Indikator kelima adalah

koefisien proportional shift (PS) dan dfferential shift (DS). Proportional shift (PS)

menunjukkan perubahan aktivitas ekonomi daerah pada sektor i dibandingkan dengan

total perubahan aktivitas ekonomi propinsi. Angka ini juga dapat mengindikasikan

pertumbuhan relatif ekonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi propinsi. Jika PS

bernilai positif maka pertumbuhan ekonomi lebih cepat daripada rata-rata pertumbuhan

aktivitas ekonomi propinsi. Sedangkan differential shift (DS) menunjukkan kinerja

kompetitif ekonomi di suatu daerah dengan ekonomi propinsi untuk sektor yang sama.

Jika koefisien DS positif, maka angka tersebut menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi

wilayah pada suatu sektor lebih kompetitif daripada di tingkat propinsi. Indikator

Page 30: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

30

keenam adalah multiplier effect, yang merupakan rasio antara aktivitas sektor non basis

terhadap aktivitas sektor basis. Tabel 12 di bawah menunjukkan keenam indikator

tersebut.

Tabel 12 Sektor Strategis Kota Depok

LAPANGAN USAHA Gir>Gr Gir>Gip KS>10% LQ>1 PS&DS>0 ME>0 Jumlah 2000-20005 <2000

1. PERTANIAN 0 1 0 0 0 0 1.00 KS S

a. Tanaman Bahan Makanan 0 1 0 0 0 0 1.00

b. Tanaman Perkebunan 0 0 0 0 0 0 0.00

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 0 0 0 1 0 1 2.00

d. Kehutanan Na na na na na na Na na

e. Perikanan 0 0 0 0 0 0 0.00

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN na na na na na na Na na na

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1 1 1 0 0 0 3.00 S KS

a. Industri Migas na na na na na na Na na

b. Industri Tanpa Migas 1 1 1 0 0 0 3.00

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0 0 0 1 1 1 3.00 S KS

a. Listrik 0 0 0 1 1 1 3.00 S

b. Gas na na na na na na Na na

c. Air Bersih 1 1 0 1 0 1 4.00

5. BANGUNAN 0 0 0 1 0 1 2.00 KS KS

6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 0 1 1 1 0 1 4.00 S KS

a. Perdagangan Besar & Eceran 0 1 1 1 0 1 4.00

b. Hotel 0 0 0 0 0 0 0.00

c. Restoran 0 1 0 1 0 1 3.00

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1 1 0 1 1 1 5.00 SS KS

a. Pengangkutan 1 1 0 1 0 1 4.00

1. Angkutan Rel 1 1 0 1 0 1 4.00

2. Angkutan Jalan Raya 1 1 0 1 0 1 4.00

6. Jasa Penunjang Angkutan 0 1 0 1 0 1 3.00

b. Komunikasi 1 1 0 0 0 0 2.00

8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN 1 0 0 1 0 1 3.00 S SS

a. Bank 1 0 0 0 0 0 1.00

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 1 0 0 0 0 0 1.00

c. Jasa Penunjang Keuangan na na na na na na Na na

d. Sewa Bangunan 1 1 0 1 0 1 4.00

e. Jasa Perusahaan 0 1 0 0 0 0 1.00

9. JASA-JASA 0 0 0 1 0 1 2.00 KS S

a. Pemerintahan Umum 0 0 0 0 0 1 1.00

Page 31: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

31

1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 0 0 0 1 0 1 2.00

2. Jasa Pemerintah lainnya na na na na na na Na na

b. Swasta 0 0 0 1 0 1 2.00

1. Sosial Kemasyarakatan 0 0 0 1 0 1 2.00

2. Hiburan & Rekreasi 1 0 0 1 0 0 2.00

3. Perorangan & Rumahtangga 0 0 0 1 0 1 2.00

Sumber: RTRW Kota Depok dan Hasil Olahan

Jika dibandingkan dengan kondisi sebelum tahun 2000 dan periode 2000-2005

terlihat bahwa terjadi pergeseran sektor strategis di Kota Depok. Sektor pertanian

sebelum tahun 2000 merupakan sektor strategis, tetapi selama periode 2000-05 sektor

tersebut telah bergeser menjadi sektor yang kurang strategis. Ini diduga terkait dengan

terjadinya perubahan peruntukan tanah—dari tanah pertanian menjadi permukiman atau

perdagangan. Demikian pula yang dialami sektor jasa, khususnya pemerintahan umum.

Untuk pemerintahan umum, indikator yang berperan adalah indikator multiplier effect.

Sektor industri pengolahan; LGAM; dan perdagangan, hotel, dan restoran

bergeser dari yang semula merupakan sektor yang kurang strategis menjadi sektor yang

strategis dalam periode 2000-20005. Sektor pengangkutan dan komunikasi bahkan

terlihat bergeser dari kurang strategis menjadi sangat strategis. Hal ini diduga tidak

terlepas dari proses urbanisasi yang terjadi di Kota Depok dan semakin banyaknya

penduduk Kota Depok, sehingga permintaan dan penawaran akan barang/jasa dari sektor-

sektor tersebut meningkat.

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dapat dikatakan masih

merupakan sektor strategis, meskipun terlihat terjadi pergeseran dari kategori sangat

strategis menjadi strategis saja. Sedangkan sektor bangunan tetap merupakan sektor yang

kurang strategis. Peran dan pertumbuhan sektor bangunan dalam perekonomian Kota

Depok tidak terlalu besar.

7.5 PAD

Salah satu komponen pendapatan daerah adalah pendapatan asli daerah (PAD).

Jenis-jenis pendapatan asli daerah dapat dilihat melalui tabel 13 di bawah. Pada periode

2001-2003 PAD Kota Depok mengalami rata-rata penurunan sebesar 19,2 persen. Hal ini

disebabkan oleh terjadinya penurunan di beberapa pos, yaitu: pos pajak daerah, retribusi

Page 32: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

32

daerah, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, retribusi perijinan tertentu, bagi hasil

pajak, dana alokasi umum dan penerimaan lainnya.

Tabel 13 Pendapatan Asli Daerah Periode 2001-2003 (Rp)

Pendapatan Asli Daerah 2001 2002 2003

Pajak Daerah 28.295.000 18.989.798 11.468.125

Retribusi Daerah 11.297.300 1.1843.536 8.111.033

Retribusi Jasa Umum 4.984.800 3.981.160 2.794.311

Retribusi Jasa Usaha 1.180.500 1.452.518 1.116.871

Retribusi Perijinan Tertentu 5.132.000 6.409.858 4.199.851

Bagian Laba Usaha Daerah 9.894 252.610 66.724

Penerimaan PAD Lainnya 747.615 2.047.673 1.518.940

Dana Perimbangan 150.090.996 217.787.529 154.772.881

Bagi Hasil Pajak 34.672.289 41.610.998 29.066.714

Bagi Hasil Bukan Pajak 7.250.682 8.936.531 3.468.877

Dana Alokasi Umum 108.168.025 167.240.000 122.237.290

Dana Alokasi Khusus - - -

Penerimaan Lainnya 46.684.203 1.368.022 14.434.232

Pinjaman Pemerintah Daerah - 9.500.000 -

Total 40.349.809 33.133.617 21.164.822

7.6 Iklim Investasi

Era otonomi daerah mengakibatkan iklim usaha bukan hanya dipengaruhi oleh

kebijakan pemerintah pusat namun pemerintah daerah turut memberikan kontribusi

dalam penciptaan iklim invesatasi yang baik. Dalam era tersebut persaingan antar daerah

untuk menarik investor terjadi. Namun, tidak setiap daerah akan didatangi oleh investor,

hanya daerah yang mempunyai daya saing yang baik dan kompetitif yang memiliki

peluang lebih besar untuk didatangi investor.

Page 33: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

33

Terdapat beberapa faktor yang diyakini sebagai faktor pembentuk daya saing

investasi suatu negara atau daerah, yaitu faktor ekonomi, infrastruktur, politik,

kelembagaan, sosial, dan budaya (KPPOD 2005).

Di bawah ini disajikan diagram faktor-faktor pembentuk daya tarik investasi

daerah, di antaranya terdapat: faktor kelembagaan yang mencakup kepastian hukum,

aparatur dan pelayanan lembaga di daerah, kebijakan daerah dan performa kepempinan

lokal; faktor keamanan, politik dan budaya; faktor ekonomi daerah yang terdiri dari

potensi ekonomi daerah dan struktur ekonominya; faktor tenaga kerja yang meliputi

berapa banyak ketersediaan tenaga kerja, kualitas dan biaya dari tenaga kerja di daerah;

dan terakhir adalah faktor infrastruktur fisik yang meliputi ketersediaan dan kualitas dari

infrastruktur tersebut.

Diagram 1 Faktor-faktor Penentu Daya Tarik Investasi Daerah

KPPOD telah melakukan pemeringkatan faktor-faktor di atas di setiap daerah

untuk menilai seberapa besar daya tarik daerah. Hasil pemeringkatan untuk kota Depok

dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Info 1 Profil Kota Depok Menurut KPPOD

Page 34: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

34

Tahun 2005 kota Depok memiliki peringkat kelembagaan C. Untuk faktor

kepastian hukum dan kepemimpinan lokal berada di peringkat C. Pemimpin lokal perlu

melakukan hubungan baik dengan para pengusaha. Aparatur daerah dan pelayanannya

berada pada di peringkat B dan peraturan daerah di peringkat A.

Keamanan, politik dan sosial budaya memiliki peringkat B. Namun, faktor politik

masih berada di peringkat D. Untuk meningkatkan daya tarik investasi, pemerintah Kota

Depok perlu melakukan perbaikan di bidang politik baik perbaikan hubungan legislatif-

eksekutif maupun hubungan antar partai politik. Perselisihan di antara partai politik

seringkali menciptakan kondisi yang tidak kondusif dan tidak aman untuk berinvestasi.

Faktor ekonomi daerah Kota Depok cukup memprihatinkan. Faktor ini

menduduki peringkat D. Potensi ekonomi, yang mencakup unsur PDRB per kapita,

pertumbuhan ekonomi, dan indeks kemahalan konstruksi berada di peringkat B; namun

struktur ekonomi yang dilihat dari pertumbuhan sektor primer, sekunder, dan tersier

masih berada di peringkat D. Ini mengindikasikan bahwa Kota Depok perlu bekerja

keras untuk meningkatkan pertumbuhan sektoralnya.

Faktor tenaga kerja terlihat cukup baik dalam menarik investasi daerah. Faktor

ini menduduki peringkat B. Namun faktor biaya tenaga masih sangat memprihatinkan

dengan menduduki peringkat E.

Faktor infrastruktur, yang mencakup ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik,

telah menunjukkan kinerja yang baik dengan menduduki peringkat A. Meskipun

demikian, Kota Depok tetap perlu memperhatikan terjadinya kemacetan lalu lintas dan

kondisi jalan yang rusak karena hal ini berpotensi untuk menurunkan daya saing investasi

daerah.

Page 35: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

35

Dengan demikian ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan

pemerintah kota Depok untuk meningkatkan daya saing daerahnya, yaitu: Perlunya

kepastiaan hukum dengan adanya konsistensi peraturan, penegakan keputusan peradilan,

kecepatan aparat keamanan dan masalah pungutan liar di luar birokrasi dan peningkatan

performa pemimpin daerah yang tercermin dalam inisiatif Kepala Daerah dan hubungan

Kepala Daerah dengan pengusaha. Untuk menjaga kestabilan politik dapat dilakukan

dengan menjaga hubungan eksekutif dan legislatif serta hubungan antar partai politik.

Perbaikan struktur ekonomi dengan meningkatkan pertumbuhan ditiap sektor yaitu:

sektor primer, sekunder dan tersier. Dan penentuan biaya tenaga kerja yang dapat

menarik para pelaku usaha.

Page 36: Urbanisasi Dan Ekonomi Di Kotadepok_compiled

36

DAFTAR PUSTAKA

Ananta, Aris and Evi Nurvidya Anwar, 1995. Projection of Indonesian Population and

Labor Force: 1995-2025. Population Projection Series no. 5. Jakarta: Demographic Institute Faculty of Economics University of Indonesia.

Badan Pusat Statistik. 1988. Klasifikasi Urban-Rural Berdasarkan PODES-SE 1986.

Jakarta. ------. 2000. Kriteria Desa Perkotaan 2000: Penjelasan Ringkas. (Draft Sangat

Sementara). Jakarta. Brockerhoff, Martin P. 2000. “An Urbanizing World”. Population Bulletin. Vol. 55, no.

3. Washington DC: Population Reference Bureau. Firman, Tommy. 1996. “Pola Urbanisasi di Indonesia: Kajian Data Sensus Penduduk

1980 dan 1990”. Dalam Aris Ananta dan Chotib (ed.). Mobilitas Penduduk di Indonesia. Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN.

KPPOD, Daya Saing Investasi 228 Kabupaten/Kota di Indonesia, Tahun 2005. McGee, Terry G. 1981. “Southeast Asian Urbanization: Three Decades of Change”.

Prisma, 51: 3-16. Perlman, Janice E. 1993. “Mega-Cities: Global Urbanization and Innovation”. In G.

Shabbir Cheema. (ed.). Urban Management: Policies and Innovations in Developing Countries. Westport: Praeger Publisher.

Prabatmodjo, Hastu. 2000. “Perkotaan Indonesia Pada Abad ke-21: Menuju Urbanisasi

Menyebar?”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol. 11. No. 1. Maret. Population Reports. 2003. Meeting the Urban Challenge. Series M, No. 16. United Nation. 2001. World Urbanization Prospects: The 2001 revision. New York. Population Reference Bureau. 1999. World Population Data Sheet 1999.