oma

24
BAB 1 PENDAHULUAN Otitis media akut merupakan penyakit yang cukup sering kita temukan di praktek kedokteran sehari-hari. Otitis media akut merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 2 minggu. Otitis media akut (OMA) dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti sumbatan tuba eustachius (merupakan penyebab utama dari kejadian otitis media, sehingga menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu), ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) dan bakteri ( Streptococcus pneumonia , Haemophylus influenza , Moraxella catarrhalis dll). 1,2 Epidemiologi di seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak berusia 1 tahun sekitar 62 %, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Indonesia sendiri, belum ada data akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian, insidensi, maupun prevalensi OMA. Di RSUP H Adam Malik dilaporkan, dari 39 kasus yang memenuhi kriteria, 74,4% kejadian OMA tercatat pada tahun 2009 dengan proporsi kejadian 0,22%, sedangkan 25,6 % kejadian OMA tercatat pada tahun 2010 dengan proporsi kejadian 0,08%. 1,3 Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di telinga, demam. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa Otitis Media Akut 1

Upload: dokteradtri

Post on 07-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

oma

TRANSCRIPT

Page 1: Oma

BAB 1

PENDAHULUAN

Otitis media akut merupakan penyakit yang cukup sering kita temukan di praktek

kedokteran sehari-hari. Otitis media akut merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 2 minggu. Otitis

media akut (OMA) dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti sumbatan tuba eustachius

(merupakan penyebab utama dari kejadian otitis media, sehingga menyebabkan pertahanan tubuh

pada silia mukosa tuba eustachius terganggu), ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) dan bakteri

( Streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis dll).1,2

Epidemiologi di seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak berusia 1 tahun sekitar

62 %, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Indonesia sendiri, belum ada data

akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian, insidensi, maupun prevalensi OMA.

Di RSUP H Adam Malik dilaporkan, dari 39 kasus yang memenuhi kriteria, 74,4% kejadian

OMA tercatat pada tahun 2009 dengan proporsi kejadian 0,22%, sedangkan 25,6 % kejadian

OMA tercatat pada tahun 2010 dengan proporsi kejadian 0,08%.1,3

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.

Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di

telinga, demam. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri

dari stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis (presupurasi), stadium supurasi, stadium

perforasi dan stadium resolusi. Penatalaksanaan tergantung pada stadium penyakitnya.1,2,5

Otitis Media Akut 1

Page 2: Oma

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI TELINGA

Telinga dibagi menjadi 3 bagian : 1,2

Telinga Luar

Telinga Tengah

Telinga Dalam

Gambar 1. Anatomi Telinga

TELINGA LUAR

Telinga luar terdiri dari

1. daun telinga

2. liang telinga

TELINGA TENGAH

Telinga tengah berbentuk kubus dengan : 2

- Batas luar : Membran timpani

- Batas depan : Tuba eustachius

Otitis Media Akut 2

Page 3: Oma

- Batas bawah : Vena Jugularis (bulbus jugularis)

- Batas belakang: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak)

- Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan

promontorium.

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan

prosessus mastoideus . 1,2,5

1. Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan

liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata

9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata

0,1 mm. Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa

dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu

permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat

di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars

flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars

tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka)

dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang).

Gambar 2. Membran timpani

2. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran

timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani

Otitis Media Akut 3

Page 4: Oma

dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap,

mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan

antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral,

terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding

posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan

tempat keluarnya korda timpani .

Gambar 2. Kavum timpani

Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring

melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran

timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan

bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani,

mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah

membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih

rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah

tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu

terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus

stapedius.

Otitis Media Akut 4

Page 5: Oma

3. Tuba Eusthachius

Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya

seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum timpani

dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang

terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang

terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Gambar 4. Tuba Eustachius

Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan

keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,

drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi

masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani.

4. Prosesus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap

mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii

posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada

dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum

TELINGA DALAM1,5

Telinga dalam terdiri dari :

1. koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

2. vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. 1

Otitis Media Akut 5

Page 6: Oma

2.2. FISIOLOGI PENDENGARAN1,4,5

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran

dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang

telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong

sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Geteran diteruskan melalui membrana

Raissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara

membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan

terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses

depolarisasi sel rambut, sehingga melepasakan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan

menimbulakan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius

sampai ke konteks pendengaran (area 39-40) di lobus tamporalis.

2.3. DEFINISI

Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi

secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 2 minggu) yang disertai dengan gejala

lokal dan sistemik.2,6,7,8,9

2.4. EPIDEMIOLOGI

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernafasan

atas. Epidemiologi di seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak berusia 1 tahun sekitar

62 %, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat , diperkirakan

75 % anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hamper

setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Indonesia sendiri, belum ada data

akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian, insidensi, maupun prevalensi

OMA. Suheryanto menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang sering dijumpai

dalam praktek sehari-hari, bahkan di poliklinik THT RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada

tahun 1995 dan tahun 1996, OMA menduduki peringkat enam dari sepuluh besar penyakit

Otitis Media Akut 6

Page 7: Oma

terbanyak dan pada tahun 1997 menduduki peringkat lima, sedangkan di poliklinik THT

RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 1995 menduduki peringkat dua Di RSUP H Adam

Malik dilaporkan, dari 39 kasus yang memenuhi kriteria, 74,4% kejadian OMA tercatat pada

tahun 2009 dengan proporsi kejadian 0,22%, sedangkan 25,6 % kejadian OMA tercatat pada

tahun 2010 dengan proporsi kejadian 0,08%. Dilihat dari besar angka kejadian pada tiap

kelompok usia, Kasus Otitis Media Akut terbanyak ditemukan pada kelompok usia >19

tahun (46,2%), lalu diikuti kelompok usia >12 – 19 tahun (20,5%), lalu diikuti kelompok usia

0 – 2 tahun (15,4%) dan >2 – 7 tahun (15,4%), dan yang terakhir dengan kasus Otitis Media

Akut terendah dijumpai pada kelompok usia >7 – 12 tahun (2,6%). 1,3,5

2.5. ETIOLOGI

Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering

ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella

catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme

lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan

Clamydia tracomatis.1,5,18 Broides et al menemukan prevalensi bakteri penyebab OMA

adalah H.influenza 48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A

4,3% pada pasien usia dibawah 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil.19 Sedangkan

Titisari menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan RSAB

Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 – Februari 2005 yaitu S.aureus 78,3%,

S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%.

Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan terdeteksi

pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang sering sebagai penyebab

OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan virus parainfluenza (tipe

1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab

yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus

sendiri atau kombinasi dengan bakteri lain.2,9,10,11

Otitis Media Akut 7

Page 8: Oma

2.6. PATOFISIOLOGI

Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan pada

tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan

terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam

telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba

Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang

menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi

saluran pernafasan atas (ISPA). Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar

kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1.

morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem

kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih besar

dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga

tengah. Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga

tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan kelainan sistem

imun.1,2,6

2.7. MANIFESTASI KLINIS DAN STADIUM

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.

Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di

telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak gelisah dan sulit

tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Stadium otitis media

akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri dari:

1) Stadium Oklusi Tuba Eustachius1,2,6,7

Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran

timpani akibat tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara.

Posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang, edema yang

terjadi pada tuba eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Kadang-kadang

membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah

terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media

serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

Otitis Media Akut 8

Page 9: Oma

2) Stadium Hiperemis (presupurasi)1,2,6,7

Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta edem. Sekret

yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar

terlihat1. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya

invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi terjadi di telinga tengah dan

membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang

menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran

mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses

hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum

timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari .

Gambar 5. Stadium Hiperemis

3) Stadium Supurasi1,2,6,7

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel

superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum timpani

menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa

nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak

berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, kemudian timbul

tromboflebitis pada vena-vena kecil serta nekrosis pada mukosa dan submukosa.

Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna

kekuningan atau yellow spot. Di tempat ini akan terjadi rupture.

Otitis Media Akut 9

Page 10: Oma

Gambar 6. Bulging pada stafium supurasi

4) Stadium Perforasi1,2,6,7

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi

kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar

mengalir dari telinga tengah ke telinga luar, secret yang keluar terlihat seperti berdenyut.

Anak-anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak-

anak dapat tidur nyenyak1.

Gambar 7. Stadium perforasi

5) Stadium Resolusi1,2,6,7

Stadium terakhir dari OMA. Bila membrane timpani tetap utuh maka keadaan

membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali bila sudah terjadi perforasi,

kemudian secret akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Bila

daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi

walaupun tanpa pengobatan. Otitis media akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele)

berupa otitis media serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa terjadinya

Otitis Media Akut 10

Page 11: Oma

perforasi. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis

media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani

menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.

Gambar 8. Stadium resolusi

2.8. DIAGNOSIS BANDING9

1. Otitis eksterna

2. Otitis media efusi

3. Eksaserbasi akut otitis media kronik

4. Infeksi saluran napas atas

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.

Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis

media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran

dengan 0-50 decibels hearing loss.

Otitis Media Akut 11

Page 12: Oma

2.9. PENATALAKSANAAN

A. Medikamentosa

Terapi tergantung pada stadium penyakitnya :

1. Stadium oklusi1,2,12,13

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan negative

di telinga tengah hilang dengan diberikan :

Obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% dalam larutan fisiologis (anak<12

tahun) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak di atas

12 tahun atau dewasa.

Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya

kuman.

2. Stadium hiperemis (presupurasi) 2,8,13

Otitis Media Akut 12

Page 13: Oma

Antibiotic (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7 hari dengan

pemberian IM pada awalnya agar tidak terjadi mastoiditis terselubung,

gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan relaps.

Obat tetes hidung (decongestan)

Analgesic / antipiretic

3. Stadium supurasi 1,2

Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.

Pasien harus dirujuk untuk dilakukan mirongotomi bila membrane

timpani masih utuh sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan rupture

(perforasi) dapat dihindari.

4. Stadium perforasi 1,2,9

Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O3 3% selama 3-5 hari

Antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu.

Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-

10 hari.

5. Stadium resolusi

Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan

membrane timpani, secret dan perforasi1.

Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalami otitis media akut

dapat bersifat medis atau pembedahan. Penatalaksanaan medis berupa pemberian

antibiotic dosis rendah dalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternative lain adalah

pemasangan tuba ventilasi untuk mengeluarkan secret terutama pada kasus-kasus yang

membandel. Keputusan untuk melakukan miringotomi umumnya berdasarkan kegagalan

profilaksis secara medis atau timbul reaksi alergi terhadap antimikroba yang lazim

dipakai.

B. Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti

miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis.

Otitis Media Akut 13

Page 14: Oma

1) Miringotomi

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya

terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus

dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani

dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila

terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika

terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan

OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,

mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi

third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik

pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis

dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-

line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur . 1,2,8,9

Gambar 9. Miringotomi

Otitis Media Akut 14

Page 15: Oma

2) Timpanosintesis

Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan

pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk

tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan,

terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh

rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA

seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding

dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan. 1,2,7,8

2.10. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala membaik dalam

24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yang adekuat, tetapi jika tidak

diobati dengan benar, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari

mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang

semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan

sekret tetap keluar lebih dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK1,2

Otitis Media Akut 15

Page 16: Oma

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi VI. Fakultas

kedokteran UI. Jakarta

2. Munilson, Jacky. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Bagian THT Kepala Leher

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

3. Rudolf, Samuel. 2010. Hubungan Antara Faktor Usia dan Angka Kejadian Otitis Media

Akut di RSUP H.Adam Malik Medan periode 2009-2010. Available at

http://repository.usu.ac.id//

4. Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler. Embriologi Anatomi

dan Fisiologi Telinga dan Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. BOIES Buku

Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC.1997

5. Swartz, Mark. 2008. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC

6. Otitis Media Akut. Available at http://taufandyntya.blogspot.com//

7. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta :

Media Aeculapius FKUI.

8. MedlinePlus. Ear Infection-acute. Available at http://nlm.nih.gov/medline

9. Donalson, John D. 2014. Acute Otitis Media. Available at http://emedicine.medscape//

10. Wikipedia. Radang Telinga Tengah . Available at http://id.wikipedia//

11. Ballenger, JJ.2000. Penyakit Telinga, Hidung. Tenggorok, Kepala dan Leher Jilid Dua.

Jakarta :Binarupa Aksara

12. International Child Health. Otitis Media Akut. Available at http://ichrc.org//

13. Acute Otitis Media. Available at http://rch.org.au//

Otitis Media Akut 16