oma
DESCRIPTION
omaTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Otitis media akut merupakan penyakit yang cukup sering kita temukan di praktek
kedokteran sehari-hari. Otitis media akut merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius,antrum mastoid, dan sel-sel mastoid kurang dari 2 minggu. Otitis
media akut (OMA) dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti sumbatan tuba eustachius
(merupakan penyebab utama dari kejadian otitis media, sehingga menyebabkan pertahanan tubuh
pada silia mukosa tuba eustachius terganggu), ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) dan bakteri
( Streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis dll).1,2
Epidemiologi di seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak berusia 1 tahun sekitar
62 %, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Indonesia sendiri, belum ada data
akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian, insidensi, maupun prevalensi OMA.
Di RSUP H Adam Malik dilaporkan, dari 39 kasus yang memenuhi kriteria, 74,4% kejadian
OMA tercatat pada tahun 2009 dengan proporsi kejadian 0,22%, sedangkan 25,6 % kejadian
OMA tercatat pada tahun 2010 dengan proporsi kejadian 0,08%.1,3
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di
telinga, demam. Stadium otitis media akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri
dari stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis (presupurasi), stadium supurasi, stadium
perforasi dan stadium resolusi. Penatalaksanaan tergantung pada stadium penyakitnya.1,2,5
Otitis Media Akut 1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI TELINGA
Telinga dibagi menjadi 3 bagian : 1,2
Telinga Luar
Telinga Tengah
Telinga Dalam
Gambar 1. Anatomi Telinga
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari
1. daun telinga
2. liang telinga
TELINGA TENGAH
Telinga tengah berbentuk kubus dengan : 2
- Batas luar : Membran timpani
- Batas depan : Tuba eustachius
Otitis Media Akut 2
- Batas bawah : Vena Jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan
prosessus mastoideus . 1,2,5
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan
liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata
9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata
0,1 mm. Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa
dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu
permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat
di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars
flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars
tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka)
dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Gambar 2. Membran timpani
2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran
timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani
Otitis Media Akut 3
dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan
antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral,
terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding
posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan
tempat keluarnya korda timpani .
Gambar 2. Kavum timpani
Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring
melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran
timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan
bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani,
mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah
membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih
rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah
tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu
terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus
stapedius.
Otitis Media Akut 4
3. Tuba Eusthachius
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum timpani
dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang
terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang
terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Gambar 4. Tuba Eustachius
Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani.
4. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada
dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum
TELINGA DALAM1,5
Telinga dalam terdiri dari :
1. koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
2. vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. 1
Otitis Media Akut 5
2.2. FISIOLOGI PENDENGARAN1,4,5
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong
sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Geteran diteruskan melalui membrana
Raissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepasakan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulakan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke konteks pendengaran (area 39-40) di lobus tamporalis.
2.3. DEFINISI
Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi
secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 2 minggu) yang disertai dengan gejala
lokal dan sistemik.2,6,7,8,9
2.4. EPIDEMIOLOGI
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernafasan
atas. Epidemiologi di seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak berusia 1 tahun sekitar
62 %, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat , diperkirakan
75 % anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hamper
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Indonesia sendiri, belum ada data
akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian, insidensi, maupun prevalensi
OMA. Suheryanto menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit yang sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari, bahkan di poliklinik THT RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada
tahun 1995 dan tahun 1996, OMA menduduki peringkat enam dari sepuluh besar penyakit
Otitis Media Akut 6
terbanyak dan pada tahun 1997 menduduki peringkat lima, sedangkan di poliklinik THT
RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 1995 menduduki peringkat dua Di RSUP H Adam
Malik dilaporkan, dari 39 kasus yang memenuhi kriteria, 74,4% kejadian OMA tercatat pada
tahun 2009 dengan proporsi kejadian 0,22%, sedangkan 25,6 % kejadian OMA tercatat pada
tahun 2010 dengan proporsi kejadian 0,08%. Dilihat dari besar angka kejadian pada tiap
kelompok usia, Kasus Otitis Media Akut terbanyak ditemukan pada kelompok usia >19
tahun (46,2%), lalu diikuti kelompok usia >12 – 19 tahun (20,5%), lalu diikuti kelompok usia
0 – 2 tahun (15,4%) dan >2 – 7 tahun (15,4%), dan yang terakhir dengan kasus Otitis Media
Akut terendah dijumpai pada kelompok usia >7 – 12 tahun (2,6%). 1,3,5
2.5. ETIOLOGI
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering
ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme
lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan
Clamydia tracomatis.1,5,18 Broides et al menemukan prevalensi bakteri penyebab OMA
adalah H.influenza 48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A
4,3% pada pasien usia dibawah 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil.19 Sedangkan
Titisari menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan RSAB
Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 – Februari 2005 yaitu S.aureus 78,3%,
S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%.
Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan terdeteksi
pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang sering sebagai penyebab
OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan virus parainfluenza (tipe
1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab
yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus
sendiri atau kombinasi dengan bakteri lain.2,9,10,11
Otitis Media Akut 7
2.6. PATOFISIOLOGI
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan pada
tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan
terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam
telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba
Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang
menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA). Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1.
morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem
kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih besar
dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga
tengah. Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga
tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan kelainan sistem
imun.1,2,6
2.7. MANIFESTASI KLINIS DAN STADIUM
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Keluhan yang biasanya timbul adalah otalgia, otorea, pendengaran berkurang, rasa penuh di
telinga, demam. Pada anak-anak biasanya timbul keluhan demam, anak gelisah dan sulit
tidur, diare, kejang, kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Stadium otitis media
akut berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah terdiri dari:
1) Stadium Oklusi Tuba Eustachius1,2,6,7
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran
timpani akibat tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara.
Posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang, edema yang
terjadi pada tuba eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Kadang-kadang
membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah
terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
Otitis Media Akut 8
2) Stadium Hiperemis (presupurasi)1,2,6,7
Pada stadium ini tampak seluruh membrane timpani hiperemis serta edem. Sekret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat1. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya
invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi terjadi di telinga tengah dan
membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang
menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses
hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum
timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari .
Gambar 5. Stadium Hiperemis
3) Stadium Supurasi1,2,6,7
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya sekret eksudat yang purulen di cavum timpani
menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak
berkurang maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, kemudian timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil serta nekrosis pada mukosa dan submukosa.
Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna
kekuningan atau yellow spot. Di tempat ini akan terjadi rupture.
Otitis Media Akut 9
Gambar 6. Bulging pada stafium supurasi
4) Stadium Perforasi1,2,6,7
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke telinga luar, secret yang keluar terlihat seperti berdenyut.
Anak-anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak-
anak dapat tidur nyenyak1.
Gambar 7. Stadium perforasi
5) Stadium Resolusi1,2,6,7
Stadium terakhir dari OMA. Bila membrane timpani tetap utuh maka keadaan
membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali bila sudah terjadi perforasi,
kemudian secret akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Bila
daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. Otitis media akut dapat menimbulkan gejala sisa (sequele)
berupa otitis media serosa bila secret menetap di cavum timpani tanpa terjadinya
Otitis Media Akut 10
perforasi. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Gambar 8. Stadium resolusi
2.8. DIAGNOSIS BANDING9
1. Otitis eksterna
2. Otitis media efusi
3. Eksaserbasi akut otitis media kronik
4. Infeksi saluran napas atas
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.
Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis
media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran
dengan 0-50 decibels hearing loss.
Otitis Media Akut 11
2.9. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya :
1. Stadium oklusi1,2,12,13
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan negative
di telinga tengah hilang dengan diberikan :
Obat tetes hidung HCL efedrin 0.5% dalam larutan fisiologis (anak<12
tahun) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak di atas
12 tahun atau dewasa.
Mengobati sumber infeksi lokal dengan antibiotika bila penyebabnya
kuman.
2. Stadium hiperemis (presupurasi) 2,8,13
Otitis Media Akut 12
Antibiotic (golongan penisilin atau ampisilin) selama 7 hari dengan
pemberian IM pada awalnya agar tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan relaps.
Obat tetes hidung (decongestan)
Analgesic / antipiretic
3. Stadium supurasi 1,2
Diberikan dekongestan, antibiotika, analgetik/antipiretik.
Pasien harus dirujuk untuk dilakukan mirongotomi bila membrane
timpani masih utuh sehingga gejala-gejala klinis cepat hilang dan rupture
(perforasi) dapat dihindari.
4. Stadium perforasi 1,2,9
Diberikan obat cuci telinga perhidrol atau H2O3 3% selama 3-5 hari
Antibiotika yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya secret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-
10 hari.
5. Stadium resolusi
Antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila tidak ada perbaikan
membrane timpani, secret dan perforasi1.
Pengobatan pada anak-anak dengan kecenderungan mengalami otitis media akut
dapat bersifat medis atau pembedahan. Penatalaksanaan medis berupa pemberian
antibiotic dosis rendah dalam jangka waktu hingga 3 bulan. Alternative lain adalah
pemasangan tuba ventilasi untuk mengeluarkan secret terutama pada kasus-kasus yang
membandel. Keputusan untuk melakukan miringotomi umumnya berdasarkan kegagalan
profilaksis secara medis atau timbul reaksi alergi terhadap antimikroba yang lazim
dipakai.
B. Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis.
Otitis Media Akut 13
1) Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani
dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila
terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika
terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan
OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi
third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik
pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis
dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-
line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur . 1,2,8,9
Gambar 9. Miringotomi
Otitis Media Akut 14
2) Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan
pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk
tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan,
terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh
rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA
seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding
dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan. 1,2,7,8
2.10. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala membaik dalam
24 jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yang adekuat, tetapi jika tidak
diobati dengan benar, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi mulai dari
mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang
semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada OMSK. Jika perforasi menetap dan
sekret tetap keluar lebih dari 3 bulan maka keadaan ini disebut OMSK1,2
Otitis Media Akut 15
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. Soepardi E. A, dkk. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT. Edisi VI. Fakultas
kedokteran UI. Jakarta
2. Munilson, Jacky. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Bagian THT Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
3. Rudolf, Samuel. 2010. Hubungan Antara Faktor Usia dan Angka Kejadian Otitis Media
Akut di RSUP H.Adam Malik Medan periode 2009-2010. Available at
http://repository.usu.ac.id//
4. Adam, George L, Lawrence R.Boies, dan Peter A.Higler. Embriologi Anatomi
dan Fisiologi Telinga dan Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. BOIES Buku
Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC.1997
5. Swartz, Mark. 2008. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC
6. Otitis Media Akut. Available at http://taufandyntya.blogspot.com//
7. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta :
Media Aeculapius FKUI.
8. MedlinePlus. Ear Infection-acute. Available at http://nlm.nih.gov/medline
9. Donalson, John D. 2014. Acute Otitis Media. Available at http://emedicine.medscape//
10. Wikipedia. Radang Telinga Tengah . Available at http://id.wikipedia//
11. Ballenger, JJ.2000. Penyakit Telinga, Hidung. Tenggorok, Kepala dan Leher Jilid Dua.
Jakarta :Binarupa Aksara
12. International Child Health. Otitis Media Akut. Available at http://ichrc.org//
13. Acute Otitis Media. Available at http://rch.org.au//
Otitis Media Akut 16