om topik 2.pdf
DESCRIPTION
oral medicineTRANSCRIPT
i
LAPORAN KEGIATAN
PEMBELAJARAN ORAL MEDICINE 2
TOPIK 2 : Lesi Mulut dengan Karateristik Perubahan Warna termasuk Lesi Prekanker
Mulut
ERITROPLAKIA
Oleh :
Kelompok 6
Tutor : drg. Hendri Susanto, M.Kes
Bagian Ilmu Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada
Yogiakarta
2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN PEMBELAJARAN ORAL MEDICINE 2
TOPIK 2 : Lesi Mulut dengan Karateristik Perubahan Warna termasuk Lesi Prekanker
Mulut
ERITROPLAKIA
Kelompok 6
Meilina Nur Sahar
Rizki Bayu Utomo Farisah Atsari
Annisa Nurul Fikri
Muhammad Eldo F. Hayu Qomaru Zala
Yuninda Lintang
Silvi Aninda R.A.
Nurlina Puspita Annis Syarifah
Intan Kumaladewi
Anugerah Pekerti A. Nur Rahmawati S.
Dhinintya H. N.
Pramita Dyah P.
10/
10/ 10/
10/
10/ 10/
10/
10/
10/ 10/
10/
10/ 10/
10/
10/
296281/KG/ 08573
296571/KG/ 08589 296898/KG/ 08605
297055/KG/ 08623
297476/KG/ 08641 299060/KG/ 08671
299413/KG/ 08701
300486/KG/ 08737
297413/KG/ 08630 296302/KG/ 08576
296641/KG/ 08592
296923/KG/ 08610 297143/KG/ 08630
298372/KG/ 08650
299069/KG/ 08672
Zaim Isyraqizh Zhafari 10/ 299457/KG/ 08704 Novita Ayu Rahayu
Koh Hui Yee
10/
10/
301536/KG/ 08742
304743/KG/ 08760
Menyetujui
Yogiakarta, Maret 2013
Tutor Koordinator Mata Kuliah
drg.Hendri Susanto, M.Kes drg. Sri Hadiati, S.U.
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi rongga mulut seseorang dapat menggambarkan kondisi sistemik
seseorang. Beberapa penyakit memiliki manifestasi dalam rongga mulut dan
memberikan gambaran yang khas pada rongga mulut. Lesi oral merupakan salah satu
perubahan dalam rongga mulut yang banyak ditemui diklinik. Lesi ini dapat berupa
lesi primer atau lesi sekunder.
Lesi oral memberikan pernampakan klinis yang berbeda-beda bergantung pada
etiologi dan pathogenesis penyakit yang bersangkutan. Pada umumnya lesi oral yang
dikeluhkan oleh pasien adalah lesi yang menimbulkan sakit walaupun sebenarnya
tingkat keparahan dari lesi tidak selalu ditentukan dari tingkat sakit yang ditimbulkan.
Salah satu faktor yang dapat dijadikan bahan pertimbangan mengenai etiologi dari
sebuah lesi selain dari morfologinya yaitu dari perubahan warna pada lesi. Berbagai
penyebab perubahan warna dari lesi tersebut juga bermacam-macam seperti alergi,
trauma, infeksi, jamur, kelainan metabolik, dan obat-obatan.
Tingkat prevalensi dan insidensi lesi dengan perubahan warna di rongga mulut
menjadi alasan perlunya topic ini dipahami serta dipelajari. Pengetahuan mengenai
berbagai kelainan dan penyakit dengan karakteristik yang disertai dengan perubahan
warna akan menjadi dasar acuan mengenai tindakan yang harus diambil untuk
menangani kondisi tersebut. Selain itu, tahapan diagnostic dasar dan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan untuk penegakan diagnose dan penentuan diagnosis
banding adalah tindakan yang harus dilakukan dengan cermat dan tepa tsebagai
dokter gigi yang memegang prinsip penanganan holistic atau penanganan pasien yang
menyeluruh yaitu tidak hanya melihat kondisi rongga mulut, tapi juga
mempertimbangkan hubungan kondisi sistemik pasien dan kondisi rongga mulut.
Oleh karena itu, mutlak diperlukan bagi dokter gigi untuk mempelajari dan
memahami mengenai kelainan dan penyakit dengan karakteristik lesi disertai
perubahan warna.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
4
1. Menjelaskan pengertian berbagai kelainan atau penyakit dengan karakter lesi
oral disertai perubahan warna.
2. Menjelaskan masing-masing tanda dan gejala, perangai klinis, etiologi,
patofisiologis maupun histopatogenesis lesi mulut dengan karakteristik
perubahan warna berdasar kausanya.
3. Menjelaskan tahap-tahap diagnostic serta penegakan diagnosis dan penentuan
diagnosis banding dengan karakter lesi dengan perubahan warna.
4. Memahami dan mengetahui konsep dasar penatalaksanaan kelainan atau
penyakit dengan karakter lesi disertai perubahan warna lesi.
5. Memahami dan mengetahui konsep rujukan pada pasien dengan kelainan atau
penyakit dengan karakteristik perubahan warna pada lesi.
C. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah :
1. Dapat memberikan pengertian berbagai kelainan atau penyakit dengan
karakter lesi dengan perubahan warna.
2. Dapat memberikan informasi masing-masing tanda dan gejala, penampakan
klinis, patofisiologis maupun histopatogenesis lesi mulut disertai perubahan
warna pada lesi berdasar kausanya.
3. Dapat menjelaskan prosedur pemeriksaan serta strategi penegakan diagnosis
dan penyusunan diagnosis banding penyakit serta kelainan dengan karakter
lesi disertai perubahan warna.
4. Dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan dasar penatalaksanaan
kelainan atau penyakit dengan lesi disertai perubahan warna.
5. Dapat memberikan pemahaman konsep rujukan pada kelainan atau penyakit
dengan karakteristik lesi disertai perubahan warna sesuai indikasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prekanker
5
Istilah Prekanker, atau disebut juga preneoplasia atau premaligna muncul pertama kali
pada tahun 1805, disarankan oleh European panel of physicians, yaitu penyakit lesi
benigna yang akan selalu berkembang menjadi keganasan dan bersifat invasif jika terjadi
cukup lama. Tampakan leukoplakia menunjukkan lebih dari 80% keadaan prekanker
rongga mulut (Baillie, 1806 sit. Bauquot et al, 2010) .
Saat kegiatan workshop terbaru di London 2005, direkomendasikan mengganti
istilah “prekanker” dengan istilah “potentially malignant lesion” untuk lesi yang
timbul pada rongga mulut (Napier & Speight, 2008). Saat ini istilah “leukoplakia”
disebut juga dengan “ patch putih atau plak yang tidak dapat dikategorikan secara
klinis atau patologis dengan penyakit lainnya” dan tidak berkaitan dengan agen
penyebab penyakit kecuali penggunaan tembakau. Definisi ini tidak berlaku untuk
lichen planus, frictional keratosis, smokeless tobacco keratosis, nicotine palatinus,
dan alveolar keratosis, yang seluruhnya merupakan diagnosis penyakit untuk
leukoplakia. Erytroplakia, ialah lesi merah yang dianggap lebih serius dan sebagai
tampakan mikroskopik dari leukoplakia.
Prekanker selalu diikuti oleh terjadinya displasia epitel. Secara keseluruhan,
hanya 5-25 % leukoplakia menunjukkan adanya displasia epitel saat dilakukan biopsi,
namun hampir 90 % eritroplakia akan ditemukan displasia. Maka, dapat disimpulkan
bahwa eritroplakia memiliki resiko lebih tinggi (Neville et al, 2008).
6
Istilah prekanker digunakan pada suatu kondisi yang memiliki resiko tinggi
untuk berkembang menjadi kanker (Cowley and Leonard, 2012). Adanya epithelial
displasia menandakan adanya kondisi prekanker (Riede and Werner, 2004). Kondisi
prekanker harus dirawat dengan baik untuk mencegah adanya perubahan menuju
malignansi, yang biasanya muncul pada banyak kasus tetapi tidak seluruhnya
(Cowley and Leonard, 2012). Lesi prekanker dapat secara klinis berupa perubahan
permukaan epitel dengan lesi putih, merah, atau kombinasi (Neville et al., 2009).
Telah diketahui bahwa banyak karsinoma yang berasal dari permukaan epitel
biasanya akan terlokalisasi pada lapisan epitel itu sendiri selama bertahun-tahun
sebelum adanya infiltrasi ke jaringan yang lebih dalam atau menyebar ke berbagai
lokasi lain.
Lesi prekanker pada rongga mulut terdiri dari:
a. Leukoplakia
Menurut WHO, leukoplakia merupakan patch putih atau plaque yang tidak dapat
di kategorikan secara klinis atau patologis sebagai penyakit lain (Kramer et al,
1978). Apabila patch putih dapat terdiagnosis sebagai kondisi seperti candidiasis,
linchen planus, leukodema, maka lesi tersebut termasuk sebagai leukoplakia.
Leukoplakia lebih sering ditemukan pada laki-laki dewasa dan tua, dengan
prevalensi semakin meningkat apabila umur semakin tua (Neville et al, 2002).
Lokasi yang paling sering ditemukan adalah mukosa bukal, mukosa
alveolar, bibir bawah, lateral lidah dan bibir bawah merupakan lokasi yang paling
sering menunjukkan displasia atau perubahan maligna (Waldron and Shafer,
1975).
b. Eritroplakia
Eritroplakia rongga mulut lebih sering terjadi pada laki-laki dewasa
dan tampil sebagai makula merah atau plaque dengan tekstur halus dan seperti
beludru. Lokasi yang sering terlibat adalah dasar mulut, lateral lidah,
retromolar pad, dan palatum lunak. Lesi biasanya memiliki batas yang tegas
tetapi beberapa ada yang membaur dengan mukosa sekitarnya. Eritroplakia
biasanya asymptomatic, walaupun beberapa pasien mengeluhkan perih dan
sensasi terbakar. Walaupun eritroplakia tidak seperti leukoplakia biasanya, lesi
ini menunjukkan displasia epitel atau karsinoma (Neville et al, 2002).
Karakteristik histologis eritroplakia yaitu produksi keratin yang sedikit dan
epitel atropi. Perubahan maligna pada lesi ini apabila terdapat displasia epitel
7
yang parah, atropi epitel dan kurangnya produksi keratin (Shafer’s Hine,
2006).
Lesi prekanker adalah perubahan jaringan yang dapat berubah menjadi
kanker, sedangkan karsinoma in situ adalah sel kanker hanya terdapat pada
lapisan epitelium, belum menyebar ke jaringan yang lebih dalam. Contoh-
contoh lesi prekanker yaitu leukoplakia, eritroplakia dan lain-lain.
B. Displasia epitel
Oral displasia yaitu suatu kelainan pada rongga mulut dimana terjadi
proliferasi yang tidak teratur pada epitel rongga mulut namun bersifat non neoplastik.
Displasia adalah hilangnya keseragaman dan orientasi arsitektural dari epitel rongga
mulut. Sebuah pustaka menyatakan terjadi perubahan ukuran dan bentuk sel. Inti sel
mengalami perubahan berwarna lebih gelap (hiperkromatik) dan berukuran lebih
besar daripada selnya sendiri. Oral displasia disebut juga Squamous Intraepithelial
Neoplasia (SIN) atau Squamous Intraepithelial Lesion (SIL).
Penyebab oral displasia belum jelas diketahui. Namun beberapa literatur
menyebutkan bahwa lesi oral displasia adalah sebagai pertumbuhan abnormal atau
perubahan abnormal dari sel epitel rongga mulut akibat hal berikut, seperti tembakau
dan alkohol. Greenspan et al (2004) menyatakan bahwa pada umumnya faktor
tembakau (pada rokok) sangat erat hubungannya dengan kejadian oral displasia,
termasuk perokok pasif.
Terjadinya proliferasi sel epitel rongga mulut dibagi ke dalam beberapa klasifikasi:
a. Epithelial hiperplasia
b. Mild displasia
c. Moderate displasia
d. Severe displasia
e. Karsinoma in situ
Tanda-tanda oral displasia dapat diidentifikasi melalui tanda klinis dan histopatologis.
Tanda klinis
Oral displasia pada rongga mulut ditandai dengan adanya lesi putih
(leukoplakia). Lesis ini bersifat pra ganas yaitu kondisi penyakit yang secarab klinis
belum menunjukan tanda mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah
terjadi perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya keganasan.
8
Leukoplakia merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut,
dan tidak termasuk jenis tumor. Lesi ini sering meluas sehingga menjadi lesi pra
kanker. Lesi sering nampak di daerah lidah, mukosa rahang bawah, dan daerah
mukosa pipi, kadang pada daerah langit-langit, garis rahang atas dan bibir bawah.
Pada beberapa leukoplakia nampak adanya zona yang kemerahan, yang pada
beberapa istilah disebut speckled leukoplakia (erythroleukoplakia).
Tanda histopatologis
Secara histopatologis ditandai dengan adanya perubahan arsitektural dan
seluler dari sel epitel. Perubahan histologis terlihat dari hiperkeratosis, displasia,
dan karsinoma in situ yang terjadi pada sel epitel rongga mulut.
Ciri khas dari oral displasia antara lain:
Hilangnya garis atau lapisan sel epitel
Bertumpuknya sel basal
Lapisan menjadi tak teratur
Meningkatnya gambaran sel yang abnormal
Terjadinya keratinisasi yang cepat
Terjadinya hiperkromatis dan pelomorfis pada inti sel
Meningkatnya ratio inti sel sitoplasma
C. Eritroplakia
Eritroplakia telah didefinikan sebagai plak atau patch merah terang yang tidak
bisa ditandai secara klinis atau patologik sebagai akibat kondisi lain.
Etiologi
Walaupun etiologi eritroplakia tidak tentu, pada banyak kasus eritrooplakia
dihubungkan dengan perokok berat dengan atau tanpa alcohol (Greenberg, 2008).
Tampakan klinis
Beberapa variasi klinis eritroplakia telah didefinisikan namun tidak ada klasifikasi
yang berlaku umum. Kebanyakan lesi memiliki tepi tidak teratur dan beberapa
mengandung mukosa normal dalam area eritroplakia. Eritroplakia terjadi terutama
pada pria tua umur 60-70 tahun.
9
Eritroplakia lebih sering terjadi pada dasar mulut, ventral lidah, palatum lunak,
dan tonsil. Lesi multipel dapat terjadi. Lesi ini biasa dideskripsikan sebagai plak
eritamatus dengan tekstur halus seperti beludru. Hampir semua lesi asimtomatik
(Greenberg, 2008).
Gambar: kiri: homogen eritroplakia dengan patch merah terang berbatas tegas pada palatum.
Kanan: gabungan dari leukoplakia dan eritroplakia. Terlihat pada dasar mulut dan lateral
lidah
Tampakan histopatologis
Studi menunjukkan bahwa 80-90% kasus eritroplakia secara histopatologis terjadi
displasia epitel berat, karsinoma in situ, atau karsinoma invasive. Pada sebuah studi
tidak ada kasus eritroplakia secara histologis menggambarkan keratosis benigna
(Greenberg, 2008).
Perawatan
Perawatan definitive meliputi eksisi bedah walaupun cryosurgery dan ablasi laser
sering disukai karena presisi dan cepat sembuh. Eksisi total direkomendasikan jika terlihat
displasia berat atau sedang. Observasi 1-2 minggu diikuti dengan eliminasi iritan jika
ada namun biopsy segera wajib dilakukan bila lesi tetap ada (Greenberg, 2008).
10
Etiologi dan pathogenesis
Perkembangan eritroplakia sebagai lesi premaligna melibatkan tahapan genetic yang
berbeda, Eritroplakia adalah lesi premaligna dengan prevalensi berkisar pada 0,02 –
0,1 % dengan perbandingan yang seimbang antara pria dan wanita. (Burket, 2008)
Etiologi eritroplakia diklasifikasikan sebagai berikut.
- idiopatik eritroplakia
- Alkohol
- Kebiasaan merokok
- Infeksi sekunder atau superinfeksi dengan candidiasis yang berhubungan dengan
displasi sel mukosa oral. (Ghom,2007)
Penampakan klinis
Eritroplakia didefinisikan sebagai lesi merah pada mukosa oral yang tidak dapat
dikarakteristikan sebagai lesi yang terdefinisi. Secara klinis, eritroplakia berbeda
dengan eritematus oral linchen planus yang memiliki batas yang lebih difus dan
dikelilingi oleh reticular atau popular putih. Eritroplakia pada umumnya terjadi
asimtomatik, dan beberapa pasien mengaku mengalami burning sensation pada saat
makan. (Burket, 2008)
Diagnosis
Prosedur diagnostik untuk eritroplakia identik dengan prosedur diagnostik
leukoplakia. Diagnosis didasarkan pada penemuan klinis pada lesi dengan sebab yang tidak
diketahui seperti trauma. Apabila diduga trauma adalah penyebabnya, maka tonjol gigi
11
yang tajam atau restorasi harus dihilangkan. Apabila tidak tampak sembuh dalam 2
minggu, maka dibutuhkan tindakan biopsy untuk memeriksa malignansi. (Burket, 2008)
Diferensial Diagnosis
Diagnosis banding untuk eritroplakia adalah sebagai berikut.
- Candidiasis
- Denture stomatitis
- Tuberculosis
- Histoplasmosis
- Iritasi mekanis
- Macular hemangioma
- Telangiectasia
- Lesi Traumatik
(Ghom, 2007)
Patologi
Biopsi harus termasuk penampakan jaringan dengan pola klinis yang berbeda. Dapat
ditemukan displasia pada eritroplakia. Epitel displasia adalah tahap umum pada lesi
prekanker dari epitel pipih berlapis dengan karakter sel atipi dan kehilangan maturasi normal
dari karsinoma insitu. Prevalensi epitel displasia pada penderita eritroplakia yaitu mencapai
30% kasus. (Burket, 2008)
Penanganan
Penanganan eritroplakia identik dengan penanganan leukoplakia. Alkohol dan
kebiasaan merokok merupakan faktor resiko yang bertanggung jawab pada perkembangan
lesi premaligna ini menuju squamous cell carcinoma. Eksisi cold-knife, atau bedah laser,
banyak digunakan untuk menangani leukoplakia dan eritroplakia namun tidak akan mencegah
lesi premaligna menuju perkembangan malignansi. (Burket, 2008)
Sampai sekarang, belum ada konsesnsus yang dikembangkan mengarah pada
penanganan dan tindak lanjut dari oral eritroplakia. Rekomendasi umum yang banyak
digunakan adalah dengan eksisi setiap 3 bulan pada tahun pertama. Jika lesi tidak
12
menunjukan pola perubahan reaksi, maka interval berikutnya diperpanjang menjadi eksisi
setiap 6 bulan untuk melihat apakah lesi ini mengarah pada malignansi. (Burket, 2008)
D. Patofisiologi lesi akibat alergi atau benda asing
1. Jenis lesi pigmen akibat allergy/benda asing
jenis lesi pigmen akibat allergy antara lain : amalgam tato, smoker’s melanonsis, heavy
metal deposition, graphite
2. Etiologi dari lesi akibat allergy/benda asing
a) Amalgam tato
Tertanamnya amalgam di mukosa oral, bisa disebabkan adanya fragmen amalgam
yang terlepas saat kondensasi, ataupun trauma.
b) Grafit
Akibat trauma saat mengigit pensil.
c) Smoker’s melanosis
Akibat dari asap tembakau yang menstimulasi melanocytes
d) Heavy-Metal deposition
Kondisi oral akibat masuknya atau terpapar dengan bismuth, lead, silver, mercury dan
heavy metal yang lainnya.
3. Penampakan lesi akibat alergi atau benda asing
a) Amalgam tato
Tampak tidak teratur atau berbaur, dengan permukaan yang rata, dengan diskolorosisa
berwarna biru kehitaman dengan besar yang bervariasi. Tempat yang sering terkena
biasanya daerah gingiva, mukosa alveolar, dan mukosa buccal.
b) Grafit
Lesinya biasanya berupa makular dan fokal, yang berwarna hitam atau abu-abu
dengan tipikal ditemukan di daerah palatum.
c) Smoker’s melanosis
Lesi multipel yang berupa makula sebesar 0,5 – 1 cm. Lesi ini biasanya bilateral dan
biasanya juga berlokasi di anterior labial gingiva dari mandibular. Bila ditemukan
pigmentasi di mukosa buka dan palatum, sering di kaitkan dengan rokok
menggunakan pipa.
d) Heavy-Metal deposition
13
Pola penampakan yang sering terlihat (bismuth, lead) adalah garis kebiruan
disepanjang margin gingiva atau daerah lain yang terdapat papillae gingival. Sangat
jarang, lesi biru kehitaman yang menyebar bisa terlihat (silver).
Lesi pigmentasi yang disebabkan allergi atau masuknya benda asing bisa
disebabkan oleh antara lain amalgam, graphite, heavy-metal maupun asap tembakau.
Lesi ini terjadi karena masuknya komponen dari benda-benda tersebut, hingga
menimbulkan bercak yang kebanyakan berwarna abu-abu kehitaman ataupun biru
kehitaman.
Alergi Amalgam
Reaksi toksik akibat pengaruh zat-zat toksik kuat pada kulit dan mukosa.
Reaksi ini timbul karena efek sitotoksik langsung pada sel sel superficial. Amalgam
terimplan ke dalam mukosa akan terjadi amalgam tato. Secara klinis, tato amalgam
akan terlihat lesi datar berbatas jelas, berwarna kebiru-biruan atau abu-abu muda. Ini
terjadi akibat fraktur tambalan amalgam perak selama pencabutan gigi dan terbenam
fragmen-freagmen amalgam ke dalam luka (Bindslev,1999).
D. Patofisiologi lesi rongga mulut yang berkaitan dengan imun
Lesi merah karena auto-imun bisa disebabkan oleh :
1. Lichen Planus
Definisi :
Menurut Scully, adalah sebuah kelainan mucocutaneous yang biasa terjadi dengan
karakteristik penampakan lesi putih di oral dan terkadang bisa juga menjadi lesi genital
dan atau ruam yang terasa gatal pada umumnya di pergelangan tangan. Yang biasanya
terkena lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki dan terjadi pada rentang umur
pertengahan hingga tua.
14
Menurut Greenberg, Oral lichen planus adalah kelainan umum dari chronic immunologic
inflammatory mucocutanes yang memiliki variasi penampakannya dari keratotic
(reticular atau seperti plak) menuju erythematous dan ulserasi. Sekitar 28 % penderita
OLP juga mempunyai lesi di kulit. Tetapi tdak seperti lesi di oral, lesi di kulit pada
penyakit ini biasanya self-limiting, hanya bertahan sekita 1 tahun atau kurang.
Etiology disebabkan adanya intervensi dari limfosit T di epitel squamosa stratificatum.
Limfosit T-menjadi mediator lesi dengan terjadinya apoptosis dari keratinocyte,
dengerasi pencairan dari membrane dasar sel epithel and non-specific immune menjadi
tempat penyimpanan dari fibrin and immunoglobulins (Igs) in keratinocytes (colloid or
Russell bodies).
Tetapi pada kasus lain bisa disebabkan oleh karena :
Obat. Penampakan seperti lichen planus (lesi Lichenoid) bisa ditimbulkan dari obat anti-
hipertensi, anti-diabetes, gold salts, agen non-steroidal anti-inflamasi, anti-malaria dan
obat obat lainnya. Ada pendapat juga yang mengkaitkan OLP dengan penyakit sistemik
seperti diabetes meilitus dan hipertensi (Grinspan Syndrome).
Reaksi dengan amalgam atau emas dan bisa jadi dengan material lainnya
Graft versus host disease
Infeksi HIV
15
Hepatitis C
(Scully, 1999)
Penampakan Klinis
Oral Lichen Planus menurut Greenberg, dapat diklasifikasikan menjadi Reticular
(konfiguras keratotic mucosal yang berbentuk seperti renda), atrophic (perubahan
keratotic yang terkombinasi dengan erythema pada mukosa) atau erosive (ulserasi yang
tertutupi pseudomembrane terkombinasi dengan keratosis dan erythema) dan bullous
(adanya vesiculobullous terkombinasi dengan pertandaan dari reticular maupun
erosive). Berbeda dengan tipe erosive dan bullous, reticular OLP seringnya bersifat
lembam dan lesi yang tidak sakit, dan biasanya asymptomatic sebelum teridentifikasi
setelah pemeriksaan oral.
Reticular OLP
Bentuk retikuler
terdiri dari (a) garis
keputihan yang
sedikit lebih tinggi
(striae Wickham)
yang menghasilkan
baik pola seperti
renda atau pola
garis memancar
halus atau (b) lesi
yang berbentuk
gelang. Ini adalah bentuk paling umum dan paling mudah dikenali dari lichen planus.
Kebanyakan pasien dengan lichen planus pada beberapa waktu menunjukkan beberapa
daerah reticular. Situs yang paling umum termasuk mukosa bukal (paling sering
bilateral), diikuti oleh lidah; bibir, gingiva, dasar mulut, dan langit-langit adalah yang
paling jarang terkena lesi ini. Lesi keputihan yang meninggi, atau papula, biasanya
berukuran 0,5 sampai 1,0 mm diameter, dapatdilihat pada daerah mukosa mulut yang
16
terkeratinisasi dengan baik.Akan tetapi, biarpun lesi besar yang berbentuk seperti plak
dapat terjadi pada pipi, lidah, dan gingiva, dan lesi-lesi ini sulit dibedakan dengan
leukoplakia.
Bullous Lichen Planus merupakan penyakit yang langka dan terkadang dapat
menyerupai penampakan dari penyakit linear IgA. Atrophic Lichen planus,
menggambarkan area yang terinflamasi dari mukosa oral yang terlapisi oleh ephitelium
tipis yang berwarna kemerahan. Erosive lesion kemungkinan berkembang sebagai
sebuah komplikasi dari proses atrofi saat ephitelium yang tipis terkelupas atau
mengalami ulserasi.
B : atrophic OLP
C: erosive OLP
(Greenberg, 2003)
2. Lupus Erythematosus (systemic dan discoid)
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah contoh prototipikal dari kondisi inflamasi
imunologis yang termediasi yang menyebabkan kerusakan multi organ. Lesi oral lupus
sistemik umumnya mirip dengan lupus diskoid, dan prevalensi terbesar ada pada
mukosa bukal, diikuti oleh jaringan gingiva, perbatasan vermilion bibir, dan langit-langit,
dalam urutan penurunan frekuensi. Lesi sering menunjukkan gejala, terutama jika pasien
memakan makanan panas atau pedas, dan sering terdiri dari satu atau lebih dari
komponen-komponen berikut: eritema, ulserasi permukaan, plak keratotik, dan striae
putih atau papula. Seperti pada gambar berikut ini :
17
Lesi ini sering tampak seperti lichenoid meskipun mereka mungkin nonspesifik dan
menyerupai leukoplakia, penyakit vesiculobullous, atau bahkan lesi granulomatosa.
Seperti gambar berikut ini :
Discoid lupus erythematosus (DLE) adalah penyakit yang relatif umum dan terjadi
terutama pada wanita pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. DLE dapat hadir
dalam bentuk baik lokal dan tersebarluaskan dan juga disebut cutaneous lupus kronis
(CCL). DLE hanya terbatas pada kulit dan selaput lendir mulut dan memiliki prognosis
yang lebih baik daripada lesi kulit SLE. Tipikal lesi kutan muncul sebagai bercak merah
dan agak bersisik yang terutama daerah yang terkena sinar matahari seperti wajah,
18
dada, punggung, dan kaki. Lesi ini berkarakteristik berkembang dengan ekstensi perifer
dan biasanya berbentuk cakram. Lesi oral dapat terjadi tanpa adanya lesi kulit, tetapi
ada hubungan yang kuat antara keduanya. Sebagai perkembangan lesi perifer, ada atrofi
sentral, pembentukan bekas luka, dan kehilangan sesekali pigmentasi permukaan. Lesi
sering sembuh dalam satu area hanya terjadi di wilayah yang berbeda nantinya. Lesi
mukosa oral DLE sering menyerupai retikuler atau erosif lichen planus. Lokasi utama
untuk lesi ini termasuk mukosa bukal, palatum, lidah, dan perbatasan vermilion dari
bibir. Tidak seperti lichen planus, distribusi lesi DLE biasanya asimetris, dan perifer striae
jauh lebih halus
(Greeenberg, 2003)
3. Pemphigus
Pemfigus adalah penyakit kronis parah bullous autoimmune mucocutaneous disease.
Desmoglein 1 dan 3 merupakan antigen yang menjadi antigen dari penyakit ini. Empat
varietas klasik pemphigus yang dikenal adalah: vulgaris, vegetans, foliaceus, dan
eritematosus. Baru-baru ini, dua bentuk tambahan penyakit telah dijelaskan: drug-
induced pemfigus dan paraneoplastic pemfigus, yang biasanya mempengaruhi pasien
dengan keganasan lymphoreticular. Pemphigus vulgaris adalah varian yang paling
umum, mewakili 90-95% kasus. Lebih dari 70% kasus pemphigus vulgaris dimulai dengan
keterlibatan oral. Lesi oral ditandai dengan pembentukan bula, yang dengan cepat
pecah, meninggalkan erosi yang menyakitkan dengan kecenderungan untuk
memperpanjang perifer (Figs.113, 114). Mukosa bukal, mukosa labial, palatum, lidah,
dasar mulut, dan gingiva sering terlibat. Lesi kulit hadir sebagai bula lembek yang pecah
dengan cepat, meninggalkan daerah terkikis persisten (Fig.115). Tanda Nikolsky adalah
positif. Setiap daerah kulit yang mungkin terlibat, meskipun daerah intertriginosa,
umbilicus, batang, dan kulit kepala adalah situs yang paling umum terpengaruh. lesi
dapat mengembangkan pada mukos yang lain (conjunctivae, hidung, laring, faring, alat
kelamin, anus) (Fig.116).
19
Lichen Planus
Lichen planus adalah gangguan inflamasi idiopatik melibatkan kulit dan selaput
lendir. Usia penderita adalah sekitar 40 tahun pada pria, dan 46 tahun pada wanita.
Hal ini jarang ditemukan di bawah usia 5 tahun. Ada riwayat keluarga positif dalam
10% dari pasien, dan peningkatan frekuensi HLA-B7 telah dikaitkan. Mungkin ada
hubungan dengan virus hepatitis C. Patogenesis lichen planus tampaknya sel T yang
diperantarai respon imun terhadap penyebab yang tidak diketahui. deposit dari IgG,
IgM, IgA, dan kompelmen sekaligus fibrin dan fibrinogen yang ditemukan di zona
membran basal.
20
Bulosa pemfigoid
Bulosa pemfigoid (BP) adalah penyakit langka bulosa autoimun subepidermal
terutama mempengaruhi populasi lansia setelah 60 tahun. Perbandingan penderita pria
sama dengan wanita . Dalam banyak kasus, penyebab BP diduga diakibatkan obat. BP
dimediasi oleh pembentukan autoantibodi yang mengikat antigen pemfigoid bulosa
230 dan 180, sitoplasma dan bagian transmembran hemidesmosom sel basal di
epidermis. Autoantibodi IgG ditemukan dalam sirkulasi dan terikat pada lapisan
lamina lucida dari membran basal. Antigen-antibodi kompelks memicu pelepasan dan
aktivasi kompelmen dengan chemotaxis leukosit dan degranulasi berikutnya.
Pelepasan enzim proteolitik mengakibatkan degradasi BMZ dengan pemisahan
epidermis dari dermis
Mucous membrane pemphigoid
Mucous Membrane Pemphigoid (MMP) atau pemfigoid cicatricial, adalah penyakit
kronis yang dimediasi imun yang ditandai dengan terik, bisul, dan jaringan parut.
Penyakit ini biasanya mempengaruhi orang dewasa dari usia 40 sampai 60 dan ada
yang ditemukan dalam dua kali lebih sering pada wanita daripada pria. Ini hasil dari
produksi autoantibodi terhadap antigen dalam zona membran basal lamina lucida.
Antigen Theses adalah protein yang terlibat dalam adhesi keratinosit manusia untuk
matriks extracellar. Antigen pemfigoid bulosa 1 dan 2 (BPAG1, BPAG2), laminen 5, β4
subunit integrin, dan antigen pemfigoid bulosa hemidesmosomal 180 telah terlibat dalam
proses ini. Selain itu, pasien dengan MMP telah ditemukan memiliki HLA-DQB1 * 0301
alel
Pemfigus Vulgaris
Pemfigus Vulgaris (PV) adalah suatu bentuk penyakit auntoimun yang jarang yang
melibatkan kulit dan membran mukosa. Hal ini terkait dengan pemfigus foliaceus,
tetapi berbeda pada tingkat acantholysis di epitel. Selain itu, paraneoplastic pemfigus
dapat terjadi pada pasien dengan keganasan dan obat-induced pemfigus adalah karena
beberapa agen, paling sering penicillamine. Pemfigus pada umumnya adalah
diagnosis langka, dengan 0,1-0,5 kasus per 100.000 / tahun
Linear IgA
21
Linear IgA adalah gangguan pelepuhan tanpa penyebab yang pasti. Ada dua jenis
klinis: dermatosis kronis pada masa kanak-kanak terjadi dalam sepuluh tahun
pertama, dewasa linier IgA terjadi kemudian dengan puncak antara 60 sampai 65
tahun. Kedua jenis ini memiliki bentuk histologis ,immunologi , dan dapat berbagi
antigen target yang sama. HLA-B8 telah dikaitkan dengan penyakit masa kanak-
kanak IgA linear. Ada perempuan dua kali lebih banyak terkena penyakit ini
dibandingkan laki-laki, dan dapat mempengaruhi setiap situs kulit. Lesi dapat
menyakitkan dan gatal. Eritrosit tingkat sedimentasi tinggi dan beredar IgA dapat
hadir.
Menurut Murtaza (2006 ), bahwa ada 5 lesi rongga mulut yang dimediasi oleh imun
seperti lichen planus, pemfigoid bulosa,pemfigoid vulgaris,MMP, linear IgA. Kelima
penyakit ini tidak mempunyai kesamaan dengan kasus yang memiliki lesi berpigmen
kecoklatan dan terdapat halo disekelilingnya.
E. Patofisiologi lesi oral dengan etiologi hormone
Hormon adalah mediator molekul yang dihasilkan oleh salah satu bagian tubuh
namun aktivitasnya memberikan efek pada bagian lain dari tubuh.Umumnya hormon
masuk ke cairan interstitial dan kemudian kealiran darah. Aliran darah yang akan
membawa hormon ke seluruh tubuh.
Addison’s Disease
a. Definisi dan etiologi
Ketika makula melanotik ditemukan berlebihan di rongga mulut dan area perioral,
maka kecurigaan salah satunya menuju Addison’s disease. Keterlibatan kelenjar
adrenal memicu penurunan hormon adrenal, yang menyebabkan berbagai gejala dan
tanda seperti mual, nyeri di perut, anoreksia, kehilangan berat badan, fatigue, dan
hipotensi. Kegagalan kelenjar memicu aktivasi kelenjar pituitary yang memicu
peningkatan hormon adrenocorticotropin (ACTH) dan melanocyte-stimulating
hormone (MSH) sebagai bagian dari mekanis merespon negatif. Hipersekresi ACTH
dan pro-opiomelanocortin derivat peptida menstimulus melanosit di kulit dan mukosa
melalui reseptor -MSH memicu pigmentasi pada kulit dan mukosa oral (Lanza,
2009).
22
b. Pemeriksaan klinis
Salah satu tanda penting dari Addison’s disease adalah hiperpigmentasi kutan dan
mukosa yang berhubungan dengan aksi melanogenesis ACTH. Gejala ini dapat
tampak di daerah kulit, rongga mulut, konjungtiva, dan genitalia serta area yang
terkena paparan sinar matahari lebih beresiko (Lanza, 2009).
Area patch cokelatdi gingival, vermillion border, mukosa bukal, palatum, dan lidah
adalah tanda pertama Addison’s disease. Pada pemeriksaan akan tampak pigmentasi
multipel dan tersebar (Lanza,2009).
c. Penanganan
Salah satu penanganan untuk Addison’s disease adalah dengan replacement therapy.
Terapi glucocorticoid meliputi 15-25 mg hidrokortison atau 25-37,7 ml cortisone
acetate 2-3 kali sehari. Pemberian fludrocortisones degan dosis 0,05-0,2 mg 1 kali
sehari (Lanza, 2009).
Chloasma
a. Definisi dan etiologi
Selama masa akhir kehamilan, perubahan fisiologis menyebabkan perubahan
karakteristik pigmentasi di kulit fasial yang disebut chloasma gravidarum. Kondisi ini
disebabkan oleh stimulus melanosit oleh corticotropin maternal, placental
corticotropin-releasing hormone, dan -endorphine release. Pada beberapa kasus,
terdapat keterlibatan intraoral terutama pada gingival. Kondisi ini tidak membutuhkan
penanganan khusus (Lawson, 2012).
F. Patofisiologi lesi akibat herediter
1. Peutz-Jehger Syndrome
- DEFINISI : Merupakan kelainan genetic yang ditandai dengan pigmentasi mucocutaneus
dan hamartoma usus
- ETIOLOGI: Diturunkan sebagai autosom dominan
- Jarang terjadi
- LOKALISASI : Terjadi pada bibir (area vermilion), area perioral, gingival, mukosa bukal,
lidah, palatum, kulit wajah terutama di sekitar hidung dan mata, jarang terjadi pada tangan
dan kaki. Usus kecil adalah bagian traktus intestinal yang paling sering terkena
23
- CIRI KLINIS: beberapa karakteristik penanda pada kulit dan mukosa oral adalah adanya
macula berpigmen, oval irregular, kecil, datar dan asimptomatik, diameter biasanya 1-10 mm.
Biasanya terjadi pada masa kanak- kanak
Polip intestinal , yang dapat menyebabkan nyeri abdomen, hemorrhage, konstipasi dan
intususepsi. Polip tidak muncul sebagai premalignansi
- PEMERIKSAAN LABORATORIUM: Pemeriksaan histopatologi macula mukokutan
menunjukkan paningkatan pigmentasi melanin, pemeriksaan endoskopi
- DIFERENTIAL DIAGNOSE: Gardner’s Syndrome, Albright’s Syndrome, Cronkhite-
Canada Syndrome, Addison’s Dissease
- TREATMENT : Intervensi bedah ketika polip menyebabkan symptom parah, lesi kulit dan
oral tidak memerlukan treatment
Laskaris, George. 2000. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. Stutgard:
Thieme
2. Neurofibromatosis
-DEFINISI: Merupakan sekumpulan kondisi termasuk paling tidak 9 bentuk- bentuk
herediter. Bentuk yang paling sering terjadi adalah neurofibromatosis klasik, tipe I, atau von
Recklinghausen’s disease, yang ditemukan pada 90% kasus
- ETIOLOGI: Genetik. Kelainan genetic yang diturunkan sebagai sifat dominan autosom.
Namun mutasi baru sering terjadi dan ditemukan pada 50% kasus
- OCCURRENCE: Relatif sering terjadi. Bentuk klasik sering terjadi kira- kira satu kasus
pada setiap 3000 kelahiran
- LOKALISASI: Mukosa oral, kulit, sistem saraf pusat, mata, sistem skeletal, sistem
endokrin
- PENAMPAKAN KLINIS: Lesi oral terjadi pada 60-70% kasus, dan ditandai dengan
neurofibromatosa multiple atau isolated nodular, dengan ukuran yang bervariasi. Tumor
24
melibatkan lidah, meskipun area mukosa oral yang lain juga bisa terkena. Pembesaran papilla
fungiformis sering terjadi dan makroglosia lebih jarang terjadi. Lesi pada maksila dan
mandibula relative jarang terjadi.
Lesi pada kulit merupakan tanda cardinal penyakit ini, dan ditandai dengan meurofibroma
multiple (bervariasi dari sedikit hingga ratusan bahkan ribuan tumor) dan café-au-lait spot.
Bila ditemukan 4 atau lebih café-au-lait spot berdiameter lebih dari 1,5 cm dianggap sebagai
kriteria diagnostic yang kuat untuk neurofibromatosis. Bintik- bintik pada axilla merupakan
tanda diagnostic tambahan yang penting, terjadi pada sekitar 50% kasus.
Abnormalitas yang lain yang jarang terjadi termasuk tumor CNS, defisiensi mental, skoliosis,
kiphosis, makrosefali, dan kelainan mata dan endokrin. Transformasi maligna dari
neurofibroma menjadi neurofibrosarcoma terjadi pada 3-12% kasus.
- TES LAB: Pemeriksaan histopatologi, CT, panoramic
- DIFFERENTIAL DIAGNOSA: Sindrom multiple endokrin neoplasia tipe III, Klippel-
Trenaunay- Weber Syndrome, LEOPARD syndrome
- TREATMENT: Tidak ada terapi spesifik, terapi bersifat suportif, bedah eksisi tumor.
Laskaris, George. 2000. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. Stutgard:
Thiem
25
3. McCune albright syndrome
Dikenal juga sebagai polyostotic fibrous dysplasia, merupakan penyakit genetic yang
berpengaruh ke tulang dan pigmentasi kulit. Terjadi pada 5% kasus anak perempuan yang
terlalu cepat mencapai masa pubertas. Pasien memiliki kista folikel ovarian penghasil
estrogen yang berkembang tanpa stimulasi hormone gonadotropin, yang sering disebut
kondisi autonomous follicle development. Periode menstruasi dimulai pada masa kanak-
kanak awal, jauh sebelum munculnya putting payudara atau sebelum berkembangnya rambut
pubis.
Anak- anak dengan kelainan yang jarang ini juga terkena dysplasia fibrosa pada tulangnya,
yang memicu terjadinya fraktur, deformitas dan X-ray abnormalities. Deformitas tulang fasial
menimpulkan permasalahan kosmetik, ditemukan juga café- au- lait spots yang merupakan
tanda lahir. Biasanya sindrom ini dihubungkan dengan beberapa endokrinopathy, termasuk
hipertiroidisme, acromegali, adenoma pituitary dan hiperplasi adrenal.
McCune albright syndrome disebabkan karena mutasi gen GNAS-1 yang lebih bersifat
sporadic daripada diturunkan.
Treatmen untuk McCune albright syndrome adalah dengan membantu menghambat produksi
estradiol perifer dengan inhibitor aromatase atau blok efek pada tingkat reseptor dengan
SERM (Selective Estrogen Receptor Modulators).
G. Lesi pigmentasi akibat mucoclele, kista duktus salivarius, ranula dan tumor duktus
salivarius
Mucocele
Mucocele adalah lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan oleh
pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di sekitarnya.
Gambaran klinis dari mucocele berupa lesi yang berisi cairan yang dilapisi oleh jaringan ikat
atau jaringan granulasi. Pembengkakan yang terjadi berbentuk kubah dengan diameter 1-2
mm hingga lebih. Permukaan mukosa dapat terlihat kebiruan dan translusen. Sebagian besar
mucocele tidak terasa sakit, namun cukup menganggu terutama pada saat makan dan
berbicara. Mucocele yang dangkal bisa pecah sendiri dan mengeluarkan cairan berwarna
kekuning-kuningan.
Mucocele diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe extravasasi dan tipe retensi.
1. Mucocele extravasasi disebabkan oleh adanya trauma pada duktus ekskretoris
kelenjar saliva minor sehingga terjadi ruptur pada duktus kelenjar saliva minor
sehingga terjadi ekstravasasi/pengeluaran mukous dan akumulasi saliva ke jaringan
submukous di sekitarnya dan terjadi reaksi inflamasi yang kemudian menimbulkan
26
pembengkakan. Trauma yang terjadi biasanya pada bibir bawah. Mucocele tipe
ektravasasi lebih banyak dijumpai daripada tipe retensi.
2. Mucocele retensi (kista ductus salivarius), biasanya disebabkan oleh sumbatan saluran
kelenjar saliva minor dan tumor invasif. Penyumbatan saluran kelenjar saliva
menyebabkan aliran saliva menjadi rendah sehingga dalam waktu lama terjadi
akumulasi saliva dan pelebaran duktus sehingga menimbulkan pembengkakan.
Mucocele umumnya disebabkan oleh trauma lokal, misalnya bibir yang sering tergigit pada
saat sedang makan, atau pukulan di wajah. Dapat juga disebabkan karena adanya
penyumbatan pada duktus (saluran) kelenjar liur minor. Mucocele Juga dapat disebabkan
oleh obat-obatan yang mempunyai efek mengentalkan ludah.
(Pedersen, 1988)
Perawatan untuk mucocele ini dapat dilakukan dengan pembedahan eksisi. Pada saatb
dieksisi, dokter gigi sebaiknya mengangkat semua kelenjar saliva minor yang terlibat dan
yangberdekatan untuk mencegah rekurensi dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk
menegakkan diagnosa dan menentukkan apakah ada kemungkinan tumor kelenjar saliva.
Tindakan pembedahan eksisi memiliki kelemahan karena dapat memberikan trauma baru
pada duktus kelenjar saliva minor sehingga memungkinan terjadi mucocele yang baru,
jaringan parut dan menimbulkan ketidaknyamanan. Selain dengan tindakan pembedahan,
mucocele juga dapat diangkat dengan laser, electrosurgery, cryosurgery, medication.
Perawatan dengan alat laser lebih memuaskan karena kerusakan jaringan yang minimal
terutama pada lapisan otot dibawahnya, tidak menimbulkan perdarahan maupun jaringan
parut. (Pedersen, 1988)
Ranula
Ranula mrupakan bentuk kista akibat obstruksi glandula saliva mayor yang terdapat pada
dasar mulut yang berakibat pembengkakan di bawah lidah berwarna kebiru-biruan.
Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar
saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. (Pedersen, 1988)
27
Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula sublingual atau submandibula yang
menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan
berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana duktus saliva tidak
terbuka.
Gambaran klinis ranula:
Adanya benjolan simple pada dasar mulut, mendorong lidah ke atas
Umumnya unilateral, jarang bilateral
Benjolan berdinding tipis transparan, berwarna biru kemerah-merahan
Benjolan tumbuh lambat
Pembengkakan dapat terjadi intra oral dan ekstra oral
Tidak ada rasa sakit kecuali meradang atau infeksi
Bila benjolan membesar dapt menganggu bicara, makan maupun menelan
Perawatan ranula umumnya dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan
fungsi mulut yang dirasakan pasien akibat ukuran dan keberadaan massa.
Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan pembedahan massa.
Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya rekurensi.
Biasanya ranula yang etiologinya trauma akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal atau
mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurensi ranula. Karena
apabila kebiasaan buruk atau hal yang menyebabkan terjadinya trauma tidak segera
dihilangkan, maka ranula akan dengan mudah muncul kembali walaupun sebelumnya sudah
dilakukan perawatan pembedahan. (Witt, 2005)
Tumor glandula salivarius
Kebanyakan tumor pada glandula salivarius terjadi pada glandula parotidea dimana beberapa
diantaranya hanya terjadi pada glandula tersebut. Penyebab pasti tumor kelenjar liur belum
diketahui secara pasti, dicurigai adanya keterlibatan factor lingkungan dan factor genetic.
Paparan radiasi dikaitkan dengan tumor jinak warthin dan tumor ganas karsinoma
28
mukoepidermoid. Epstein-Barr virus mungkin merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya
tumor limfoepitelial kelenar liur. kelainan genetik, misalnya monosomi dan polisomi sedang
diteliti sebagai faktor timbulnya tumor kelenjar liur. (Pedersen, 1988)
Tumor-tumor kelenjar liur:
1. Tumor jinak
a. Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):
Merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi pada kelenjar parotis.
Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel epitel dan jaringan ikat. Pertumbuhan
tumor ini lambat, berbentuk bulat, dan konsistensinya lunak. Secara histologi dikarakteristik
dengan struktur yang beraneka ragam. Biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian
atau seperti pulau-pulau dari spindel atau stellata. Penatalaksanaanya yaitu eksisi bedah dari
kelenjar yang terkena
b. Warthin’s tumor (contoh kistadenoma limfomatosum papiler, adenoma kistik papiler)
Tumor ini tampak rata, lunak pada daerah parotis, memiliki kapsul apabila terletak pada
kelenjar parotis dan terdiri atas kista multipel. Histologi Warthin’s tumor yaitu memiliki
stroma limfoid dan sel epitelial asini. Perubahan menjadi ganas tidak pernah dilaporkan.
Lebih sering ditemukan pada kelenjar mayor.
c. Papiloma intraduktal
Berbentuk kecil, lunak dan biasanya ditemukan pada lapisan submukosa. Gambaran
mikroskopiknya tampak dilatasi kistik duktus parsial dengan epitel kuboid. Sangat jarang
terjadi pada kelenjar minor.
d. Oxyphil adenoma (oncosistoma)
Sangat jarang ditemukan, lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan ratio 2:1.
Diameternya kecil (< 5 cm), pertumbuhannya lambat dan berbentuk sferis. Dapat terjadi
rekurens jika eksisi tumor tidak komplit.
2. Tumor Jinak Nonepitelial
a. Hemangioma
Kebanyakan terajadi pada anak-anak biasnya pada kelenjar parotis. Biasanya asimptomatik,
unilateral dan massa yang kompresibel. Berwarna merah gelap, berlobus-lobus dan tidak
berkapsul. Penanganan dengan pemberian steroid 2-4 mg/kgBB/hari. 40-60% hemengioma
tidak berespon terhdap steroid.
b. limfangioma (higroma kistik)
29
Merupakan tumor bagian kepala dan leher yang paling sering pada anak-anak, eksisi
merupakan penanganan piliha bila tumor terletak pada struktur yang vital. Limfangioma
jarang menimbulkan gejala-gejala obstruksi jalan napas dan eksisi biasanya untuk alasan
kosmetik.
c. Lipoma
Jarang terjadi pada kelenjar liur mayor. Tumor terdiri dari sel-sel adiposa dengan inti yang
uniform. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 10:1. Pertumbuhan tumor lambat dengan
diameter rata-rata 3 cm. Penenganan adalah eksisi.
3. Tumor Ganas Kelenjar Liur
a. Mukoepidermoid karsinoma kebanyakan berasal dari kelenjar parotis dan biasanya
memiliki gradasi yang rendah
b. Kista Adenoma karsinoma merupakan karsinoma yang paling banyak pada kelenjar minor.
Pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang rendah. Dapat berulang
setelah dilakukan pembedahan, kadang-kadang beberapa bulan setelah operasi.
(Sabiston, 1987)
H. Nevus
Etiopatofisiologi
Sebuah nevus (mol) adalah lesi kulit jinak yang terdiri dari sel-sel nevus (melanosit).
Nevi (jamak) adalah sangat umum pada kulit tetapi jarang pada mukosa mulut. Warna
khas nevi sebenarnya polos dan bintik-bintik coklat, namun bisa datang dalam
berbagai warna, bentuk dan ukuran. Mereka dapat menjadi terang ke gelap coklat,
coklat kemerahan, biru, berwarna daging dan memiliki bentuk bervariasi, dapat
berbentuk seperti oval ke putaran. Nevus juga dikenal sebagai nevus berpigmen,
nevus melanocytic, dan nevus nevomelanocytic. Nevi dapat diperoleh dari waktu ke
waktu atau bisa bawaan. Nevi Acquired dianggap neoplasma jinak sedangkan Nevi
kongenital dianggap hamartoma (malformasi) dan mungkin pada risiko tinggi untuk
melanoma. Nevi dapat pertumbuhan subdermal atau berpigmen pada kulit. Melanin
bertanggung jawab atas warna gelap. Nevi bisa sangat kecil atau cukup besar untuk
menutupi seluruh anggota badan. Kebanyakan orang memiliki antara 10 dan 40 mol
dan jumlah ini dapat bervariasi sepanjang hidup. New Nevi dapat muncul di masa
dewasa dan mungkin hilang selama proses penuaan.
Pembentukan nevus bisa turun temurun atau karena paparan sinar matahari.
Ada beberapa bentuk nevus. Ini termasuk: Junctional Nevus, Compound Nevus dan
Intradermal Nevus. Nevi dari rongga mulut biasanya disebut Mucosa Melanocytic
30
Nevi atau Intramucosal Nevi. Berdasarkan lokasi histologis sel nevus, nevi kulit dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kategori. Kategori pertama, Junctional Nevus, adalah
ketika sel-sel nevus terbatas pada lapisan sel basal epitel. Kategori kedua, Compound
Nevus, digunakan jika sel berada di epidermis dan dermis. Kategori ketiga, nevus
intradermal, adalah ketika sarang sel nevus sepenuhnya dalam dermis. Oral nevi
klasifikasinya sama, namun istilah intradermal digantikan oleh intramucosal. Lesi
berkembang asimtomatik, mungkin hadir pada saat lahir, atau mungkin muncul
beberapa tahun kemudian. Junctional Nevi yang terkenal pada bayi, anak-anak, dan
orang dewasa muda cenderung tumbuh menjadi Compound Nevi dan dapat terus
tumbuh menjadi Intramucosal Nevi saat dewasa nanti.
Sel nevus mampu membentuk sarang dan kelompok sel dan memiliki
kemampuan untuk bermigrasi dari lapisan sel basal ke lapisan submucosa.
Pembentukan sel nevus mungkin dimulai dengan proliferasi melanosit sepanjang
lapisan sel basal. Saat sel nevus menembus ke lapisan submucosa tersebut, pigmentasi
mereka berkurang.
Walaupun ada sedikit keraguan bahwa sel-sel nevus timbul dari puncak saraf,
apakah sel-sel melanosit mewakili benar atau jenis sel erat kaitannya tetapi berbeda
masih bisa diperdebatkan. Melanosit dari epitel oral terutama diterjemahkan ke ujung
pegunungan rete. Mereka memiliki inti, kecil teratur sepanjang lapisan sel basal dan
sitoplasma dendritik yang berisi melanosomes. Melanosit transfer melanosomes ke
keratinosit tetangga.
Pendukung perbedaan mereka dari melanosit, sel-sel nevus memiliki
sitoplasma bulat dan kurangnya proses melanosit dendritik khas. sel Nevus memiliki
fitur yang sama morfologis nuklir, tetapi sitoplasmanya mereka bulat telur, bulat, atau
berbentuk gelendong. Selain itu, sel-sel nevus tidak memiliki inhibisi kontak dan
mampu membentuk sarang dan kelompok sel. Biasanya, melanosomes yang
dipertahankan oleh sel-sel nevus dan tidak dipindahkan ke keratinosit yang
berdekatan. sel Nevus juga memiliki kemampuan untuk bermigrasi dari lapisan sel
basal ke submucosa mendasarinya.
Sel melanocytic berasal dari puncak saraf bermigrasi ke kulit dan selaput
lendir oral selama embriogenesis, dan kedua lokasi yang ditandai dengan produksi
melanin dalam komponen epitel. pembentukan sel Nevus mungkin dimulai dengan
proliferasi melanosit sepanjang lapisan sel basal, dan itu mungkin terkait dengan
elongasi dari pegunungan rete. sel Nevus baik hambatan kurangnya kontak atau
31
hilang segera setelah proses proliferasi dimulai. Mereka mempertahankan pigmen
melanin dan membentuk sarang atau thèque. Pada kulit, proses ini biasanya hasil
dalam pembentukan suatu nevus datar junctional tan-ke-coklat berukuran kurang dari
0,5 mm.
Sel nevus mungkin terus berkembang biak di lapisan sel basal dan kemudian
menonjol ke submucosa tersebut. Akhirnya, mereka terpisah dari epidermis. sarang
junctional hilang kemudian, dan sel-sel nevus menjadi terbatas submucosa tersebut.
Sebagai sel nevus menembus ke submucosa itu, pigmentasi mereka berkurang, sekitar
15% dari Nevi intramucosal adalah nonpigmented. Nevi Melanocytic bisa hadir saat
kelahiran, mereka dapat muncul segera setelah lahir, atau mereka dapat
mengembangkan selama masa kanak-kanak dan awal masa dewasa. Nevi kulit
Kebanyakan berkembang pada pasien lebih muda dari 35 tahun. Dalam studi Nevi
oral, 85% dari lesi yang ditemukan pada pasien lebih muda dari 40 tahun.
Penatalaksanaan dan Treatment
Intraoral Nevi harus dibiopsi dan pembedahan karena akan mustahil untuk
membedakan secara klinis nevus berpigmen dari melanoma. Melanoma sangat ganas
dan harus diperlakukan dengan cepat dan benar-benar dihapus.
I. Drug induced pigmentation
Patogenesis dari pigmentasi drug induced bervariasi, tergantung pada obat
penyebabnya. Dapat melibatkan akumulasi melanin, deposit obat atau salah satu dari
metabolismenya, sintesis pigmen di bawah pengaruh obat atau pengendapan zat besi
setelah kerusakan pada pembuluh dermal.
Klorokuin dan turunannya kina lainnya yang digunakan dalam pengobatan
malaria, aritmia jantung dan berbagai penyakit imunologi sistemik dan diskoid lupus
eritematosus dan artritis reumatoid. Diskolorisasi mukosa terkait dengan kelompok
obat ini dideskripsikan sebagai biru-abu-abu atau biru-hitam, dan dalam banyak kasus
hanya langit-langit keras yang terlibat. Studi laboratorium telah menunjukkan bahwa
obat ini dapat menghasilkan efek stimulasi langsung pada melanosit. Namun, alasan
mengapa efek ini terbatas pada mukosa palatal belum dipahami.
Minocycline adalah tetrasiklin sintetis yang digunakan dalam pengobatan
jangka panjang akne vulgaris refraktori. Hal ini dapat menyebabkan pigmentasi dari
tulang alveolar, yang dapat dilihat melalui mukosa oral tipis diatasnya (terutama
32
mukosa tulang alveolar anterior maksila) sebagai perubahan warna abu-abu.
Minocycline juga telah dilaporkan dapat menyebabkan pigmentasi pada mukosa lidah.
J. Melanoma maligna
Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit
dengan gambaran berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit atau mukosa. Melanoma
sebagian besar ditemukan di kulit, namun kemungkinan juga dapat terjadi pada
tempat lain, dimana melanosit ditemukan. Melanoma pada rongga mulut ditemukan
pada pasien dengan umur rata-rata 56 tahun, dan lebih sering didapatkan pada laki-
laki. Kelainan ini sering dijumpai pada palatum durum, gingival rahang atas, lidah,
mukosa bukal, dan pada bibir.
Etiologi melanoma maligna :
a) Sinar Matahari
b) Jenis dan Tipe Kulit
c) Nevi
d) Anak-anak, Keluarga, dan Kehamilan
e) Faktor Biologis
f) Faktor Genotip
Patofisiologi
Informasi untuk memahami patofisiologi melanoma adalah konsep pertumbuhan
radial dan vertikal. Secara sederhana, pertumbuhan radial menunjukkan kecenderungan awal
dari suatu melanoma untuk tumbuh horizontal di dalam epidermis (in situ) dan lapisan dermal
yang dangkal, seringkali ini terjadi untuk waktu yang lama. Selama tahap pertumbuhan ini,
sel-sel melanoma tidak memiliki kemampuan untuk bermetastasis, dan tidak ada bukti
angiogenesis. Dengan berjalannya waktu, pola pertumbuhan menjadi vertikal, tumbuh ke
bawah ke lapisan dermal yang lebih dalam sebagai massa yang meluas dan kurang
pematangan selular.
Gambaran Klinis Melanoma Maligna Rongga Mulut
Melanoma pada rongga mulut secara klinis biasanya sering didiagnosa dalam kondisi
nodul, dan biasanya datar pada awal lesi. Terjadi pada dekade ke-6 atau ke-7 dari usia
33
seseorang. Dua dari tiga pasien terjadi pada laki-laki. Empat dari lima melanoma pada rongga
mulut ditemukan pada palatum durum atau alveolus pada maksila.
Lesi awal biasanya berupa makula berwarna kecoklatan hingga kehitaman dengan tepi
tidak teratur. Dapat terjadi ulserasi pada lesi, tetapi pada banyak lesi ditemukan warna hitam,
berlobul, masa yang eksofitik dan tanpa ulserasi pada saat didiagnosa. Pasien dapat
mengeluhkan rasa gatal, dan rasa sakit jika terjadi ulser. Sebagian besar lesi terasa lunak
waktu dipalpasi. Pada pemeriksaan radiografis terdapat gambaran kerusakan yang irregular
atau “moth-eaten”.
Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada pasien melanoma adalah tindakan bedah segera
setelah dilalakukan pemeriksaan klinik dan juga pemeriksaan laboratorium berupa biopsi.
Setelahnya berdasarkan pemeriksaan histopatologis, pada melanoma maligna tersebut
dilakukan terapi berupa:
Eksisi Bedah
Elective Lymph Node Dessectio (ELND)
Interferon a 2b
Kemoterapi
Kemoterapi perfusi
Terapi Radiasi
ABCD RULES UNTUK MELANOMA
A-Asimetri:Lesi-lesi jinak cendurung simetris dengan sumbu yang mudah terlihat,sedangkan
melanoma tidak simetris.
B-Batas:Tepi yang tidak teratur menimbulkan kecurigaan dari pada yang halus.Tepi yang
berlekuk-lekuk,bertakik,berkaki palsu atau focus ‘satelit’ pigmen yang tidak bersatu dengan
suatu lesi merupakan yang dikhawatirkan.
C-Color(warna):Lesi dengan pigmentasi yang sangat gelap yaitu hitam,adalah yang dicurigai.
Bahkan lesi yang dicurigai adalah dengan pigmentasi yang sangat bervariasi,baik dalam lesi
atau sekitarnya.Kombinasi merah,putih dan biru memerlukan diagnosis definif,yaitu evaluasi
histoloogik.
D-Diameter:Lesi dengan diameter yanglebih dari 6mm,seukuran dengan penghapus
pensil,adalah lebih mungkin melanoma dari pada lesi yang kecil.
(Willms,2005)
34
K. Drug induce melanosis
Etiologi dan pathogenesis
Obat-obat utama yang menyebabkannya adalah quinoline, hidroksiquinoline,
dan amodiaquine antimalarials. Minosiklin juga dapat menyebabkan pigmentasi oral.
Obat ini digunakan untuk perawatan jerawat. Kontrasepsi oral dan kehamilan kadang-
kadang juga dikaitkan dengan hiperpigmentasi kulit wajah terutama daerah periorbital
dan perioral.
Gambar: melanosis perioral pada wanita yang
mengkonsumsi pil kontrasepsi.
Selain itu, obat yang dapat menginduksi melanosis adalah phenothiazines seperti
chlorpromazine dan medikasi sitotoksik seperti cyclophosphamide dan busulfan
Penatalaksanaan
Pada banyak kasus, diskolorisasi cenderung pudar dalam waktu beberapa bulan
setelah penghentian obat. Pigmentasi yang terkait dengan terapi hormon cenderung
bertahan dalam waktu yang lebih lama walaupun obat sudah dihentikan.
L. Oral melanotik melanoma
Istilah melanotik makula telah digunakan untuk menggambarkan suatu lesi
berpigmen yang bersifat jinak pada rongga mulut ditandai adanya peningkatan
pigmentasi melanin di sepanjang lapisan sel epitel basal dan lamina propria.
Melanotik makula biasanya berupa area datar berbatas tegas yang mempunyai warna
coklat, coklat tua, ataupun hitam. Sebagian besar lesi mempunyai diameter kurang
dari 1 cm, meskipun pada kasus yang terjadi,diameter dapat lebih besar dari 1cm.
melanotik oral makula sering terjadi pada orang dewasa pada usia pertengahan.
Insidensi terjadinya oral melanotik makula lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Oral melanotik makula ini paling sering berlokasi pada vermillion
border pada bibir dan disebut sebagai labial melanotik makula. Pada intra oral, biasa
ditemukan pada gingival, mukosa bukal, atau palatum. Treatment yang dibutuhkan
35
adalah eksisi pembedahan, dan biopsy untuk mengetahui adanya kemungkinan
menuju melanoma maligna. Evaluasi secara periodic dibutuhkan untuk mengetahui
apabila adanya perubahan klinis.
George et al, melakukan review pada 353 kasus terjadinya melanotik makula.
Mereka menyimpulkan bahwa oral melanotik makula rata-rata terjadi pada 43 tahun,
dengan predileksi signifikan pada wanita. Oral melanotik makula paling sering
berlokasi pada bibir bawah, berwarna coklat, dan berukuran rata-rata sekitar 6.8 mm.
Dilihat dari etiologi, melanotik makula tidak disebabkan karena paparan sinar
matahari, melainkan dapat terjadi akibat dari pigmentasi rasial, gangguan endokrin,
terapi malaria, sindrom Peutz- Jeghers, trauma, hemochromatosis, penyakit paru
kronik, ataupun idiopatik. Dibutuhkan korelasi klinik patologis, untuk didapatkan
diagnosis definitif.
Dilihat dari histopathologi, warna gelap dari lesi dikarenakan adanya
peningkatan pigmen melanin pada lapisan sel basal, tetapi bukan dari peningkatan
jumlah melanosit. Melanin juga dapat ditemukan di lamina propria. Criteria
histologist yang lebih lanjut adalah tidak adanya tepi rete yang memanjang dan
kurangnya aktivitas dari melanocytic. Jika terdapat adanya perpanjangan dari tepi
rete, lapisan sel basal yang sangat terpigmentasi, dan peningkatan dari jumlah
penampakan normal melanosit lapisan basal, terjadinya junctional nevus harus
dipertimbangkan. Melanotik makula tidak berbahaya dan bukan merupakan
predisposisi terhadap melanoma. Oral Melanotik makula tidak ditandai dengan
adanya proliferasi dari melanocyt. Apabila melanosit menunjukan adanya proliferasi,
atypia, dan beberapa ketidakteraturan dalam susunan mereka, secara histopathologist
ini merupakan tanda dari terjadinya hiperplasi dari melanosit, yang mana akan
menjadi tanda awal terjadinya melanoma maligna (melanoma in situ).
(tampak melanotik makula pada mukosa bukal)
36
(tampakan histopatologis oral melanotik makula)
M. Lesi vaskular mulut
Terdapat beberapa jenis lesi vascular,antaranya adalah:
Vaskular malformation.
Vaskular malformation tidak seperti hemangioma, mempunyai kecepatan pengantian sel
endothelial yang normal. Lesi aliran tinggi akibat kelainan menyolo yang berhubungan
dengan system arterial danvenosa dan dapat menyebabkan masalah yang sangat berbahaya
dari adanya perdarahan masif, gagal jantung kognetid curah tinggi, anemia hemolitik
(Schwartz,2000).
Hemangioma
Hemangioma adalah penyakit sejenis tumor jinak yang terdiri dari banyak pembuluh
darah yang baru dibentuk. Tumor ini merupakan perbanyakan pembuluh darah yang tidak
normal. Hal ini dapat terjadi pada semua jaringan yang mempunyai pembuluh darah dan pada
jaringan lunak. Ia lebih sering terjadi pada anak-anak Angka kejadian tertinggi terjadi pada
ras kulit putih dan terendah pada ras Asia. Hemangioma lebih sering terjadi pada perempuan
bila dibandingkan dengan laki-laki. Penyebab penyakit ini belum sepenuhnya diketahui, dan
penanganan atau terapi yang tepat pada hemangioma masih diperdebatkan. Hemangioma
dapat terletak pada kulit bagian atas yang disebut hemangioma kapiler dan yang terletak pada
37
kulit bagian dalam atau hemangioma kavernosa, dan campuran keduanya. Hemangioma
biasanya muncul saat lahir, dapat hilang sendiri beberapa bulan sesudahnya. Ia dapat muncul
pada setiap bagian tubuh. Bila hemangioma terdapat pada muka atau kepala bayi, maka
keadaaan ini akan menimbulkan masalah tersendiri bagi para orang tua. Hemangioma tidak
digolongkan sebagai penyakit yang dapat diturunkan (Greenberg,2008).
Limfagioma
Seperti yang di Vaskular malformation. Terjadi karena abnormalitas pada poliferasi vessel
Lympatic. Tidak terjadi rasa sakit dan perkembangannya lama (Greenberg,2008).
Pyogenic Granuloma
Etiologi
Pyogenic granuloma merupakan suatu proliferasi jaringan ikat akibat stimulus atau injuri.
Terlihat sebagai massa merah karena umumnya terdiri dari jaringan granulasi yang hiperplasi
dimana pembuluh kapiler sangat menonjol. Istilah pyogenic granuloma keliru karena lesi ini
tidak memproduksi pus dan bukan merupakan inflamasi granuloma. Lesi ini dipengaruhi oleh
hormone dan obat-obatan.
38
Tampakan Klinis
Massa merah asimtomatik yang
berisi jaringan granulasi. Lesi ini
umumnya terjadi pada gingiva yang
mungkin disebkan karena adanya
kalkulus atau benda asing pada
serviks namun dapat terjadi juga
pada kulit dan mukosa yang terpapar
oleh trauma. Perubahan hormone
akibat pubertas atau kehamilan dapat
memperngaruhi respon gingiva terhadap injuri dan memproduksi “pregnancy tumor”. Pada
keadaan ini, lesi multiple gingiva atau gingiva hyperplasia dapat terjadi. Pyogenic granuloma
jarang terlihat di tempata lain selain mulut namun dapat terjadi akibat trauma berulang seperti
pada bibir bawah, mukosa bukal, dan lidah. Dapat timbul selama kehamilan. Dapat menjadi
ulserasi.
Penyebab
Lesi ini dapat disebabkan karena
trauma atau iritasi kronis.
Ukurannya berubah-ubah akibat
perubahan hormone.
Pyogenic granuloma khas lesi
merah. Lesi ini sering menjadi
ulserasi akibat trauma sekunder.
Lesi ulseratif kemudian dapat
tertutupi oleh membrane fibrin kekuningan. Lesi ini dapat terjadi pada semua umur dan lebih
sering terjadi pada wanita daripada pria.
Histopatologis
Secara mikroskopis, pyogenic granuloma terdiri dari masa lobular jaringan granulasi
hiperplasi. Beberapa jaringan parut dapat terlihat di beberapa lesi ini yang menunjukkan
bahwa kadang terjadi maturasi pada proses perbaikan jaringan ikat. Terlihat adanya sel
39
inflamasi kronis. Neutrophil terdapat pada zona superfisial pyogenic granuloma yang
ulseratif.
Perawatan
Perawatannya adalah eksisi sampai periosteum atau membrane periodontal.Lesi dapat
kambuh apabila eksisi tidak sempurna dan akan mengecil jika penyebabnya di hilangkan atau
setelah kehamilan. Biasanya lesi ini tidak menyebabkan resorpsi tulang dan tidak berpotensi
pada keganasan.
Peteki, purpura, dan ekimosis
Peteki kecil, macula berbatas tegas yang merupakan perdarahan belang-belang pada dermis.
Kondisi yang memungkinkan peteki muncel termasuk gonococcemua, meningococcemia,
amyloidosis, dan berbagai leukocytoclastic vasculitid. Peteki hilang seletalah proses penyakit
yang mendasarinya berhenti.
Purpura adalah deposit perdarahan pada intradermal yang berdiameter 0,1-5 cm. purpura
dapat menyertai kelainan trombosit, Rocky Mountain spotted fever, kudis, atau trauma.
Ekimosis atau memar berukuran besar dan merupakan perdarahan dermal yang sering muncul
setelah terjadi trauma benda tumpul namun dapat juga disebabkan karena disfungsi trombosit
atau amyloidosis. Ekomosis berwarna merah sampai ungu pada awalnya dan pada waktunya
berwarna merah, kuning, dan hijau karena darah extravasated terdegradasi.
Etiologi
Perdarahan jaringan lunak dalam bentuk peteki (pin-point) atau ekimosis (lebih besar dari
ukuran pin point) muncul di intraoral, umumnya karena penyakit darah (diskrasia). Traumatic
injuri dapat menyebabkan kebocoran ke jaringan sekitar dan memproduksi lesi merah atau
ungu. Jenis-jenis injuri terkait menggigit pipi, batuk, fellatio, trauma karena protesa,
kesalahan pembersihan mulut, dan cedera dental iatrogenic.
Pada pasien dengan diskrasia darah dapat juga menjadi peteki atau ekimosis oral berwarna
merah atau ungu. Dokter gigi berperan penting dalam menyadari adanya abnormalitas.
Setelah menghilangkan etiologi trauma, klinisi harus merujuk pasien ke dokter penyakit
dalam atau hematologis.
40
Tampakan klinis
Warna lesi ini bervariasi dari merah, biru, sampai ungu, tergantung pada umur lesi dan
derajat degradasi dari extravasated darah. Lesi perdarahan jaringan lunak biasanya muncul di
area yang mudah terkena trauma seperti mukosa bukal, permukaan latereal lidah, bibir, dan
batasan antara palatum keras dan palatum lunak.
Diagnosis
Kesulitan dalam mendiagnosis penampakan tanda klinis maka klinisi harus dapat menduga
bahwa ada salah satu dari diskrasia darah. Gingivitis yang sulit disembuhkan dengan terapi
standar dapat berpotensi diskrasia. Munculnya limfadenopati, penurunan berat badan,
kelemahan, demam, sakit pada sendi, dan pusing dapat dicurigai penyakit sistemik yang
serius. Klinisi dalam situasi seperti ini harus merujuk pasien ke spesialis penyakit dalam atau
hematologis.
Gambar: Ekimosis
41
Gambar: peteki
N. “Carcinoma in situ” di mulut
Merupakan displasia pada tingkat ini sudah terjadi perubahan pada
keseluruhan lapisan sel epitel. Perubahan sel terjadi keseluruhan. Lapisan sel epitel
sudah tidak nampak atau hilang dari atas sampai lapisan terbawah, terjadi perubahan
arsitektural sel. Istilah carcinoma in situ (in-site carcinoma) digunakan untuk kondisi
seperti tipe neoplasma seperti contohnya noninfiltrating tumor. Carsinoma in situ
dapat disembuhkan dengan operasi eksisi atau dengan perawatan lain yang
mengeradikasi epitel yang abnormal dan tahap ini merupakan tahap yang memiliki
kesuksesan yang bagus (Cowley and Leonard, 2012).
Efek sistemik kanker dan faktor resiko untuk kanker mulut
Efek sistemik dari kanker dikenal dengan nama sindrom paraneoplastik. Sindrom
paraneoplastik disebabkan oleh beberapa hormon, antigen, atau enzim. Sindrom
paraneoplastik dibagi menjadi tipe endokrin dan non endokrin. Berikut adalah contoh tipe
endokrin :
42
Sedangkan untuk tipe non endokrin adalah sebagai berikut :
Dalam Jurnal “Risk Factors For Oral Cancer In Brazil: A case control study” karya
Franco dkk, 2006 dijelaskan mengenai sebuah penelitian Case Control terhadap kanker lidah,
gusi, dan dasar mulut. Penelitian tersebut membahas bahwa faktor resiko untuk kanker mulut
atara lain adalah:
Merokok
Alkohol
demografi
Sejarah Pekerjaan
Paparan Lingkungan
Faktor resiko terkuat adalah merokok dan alkohol. Faktor resiko menurun pada perokok
yang telah berhenti merokok selama 10 tahun. Sedangkan Efek Protektif yang signifikan
ditemui saat pasien mengkonsumsi sayuran yang kaya akan Karoten dan buah yang sitrat.
Tapi tidak berlaku untuk sayuran hijau secara general.
Faktor Resiko Merokok dan Alkohol dikuatkan dengan jurnal dari Llewellyn,2004.
Dalam jurnal tersebut dilaporkan bahwa mayoritas pasien kanker terpapar oleh faktor resiko
mayor, yaitu tobako dan alkohol, bahkan saat usia muda. Disebutkan juga bahwa konsumsi
43
buah segar dan sayur dalam jangka panjang dapat memproteksi tubuh dari faktor resiko
kanker mulut.
Pencegahan kanker mulut
1. Gaya hidup yang sehat.
Sering olahraga dan diet yang sehat untuk miningkatkan system imn badan. Kerusakan
sistem imun berperan pada karsinoma sel sjuamosa rongga mulut terutama yang terletak
pada bibir.
2. Hindari panjanan sinar matahari.
Sinar matahari merupakan factor predisposisi kanker mulut.
3. Hindari alcohol.
Alkohol merupakan factor resiko terkena kanker rongga mulut. Pengguna alcohol terbukti
mengalami peningkatan risiko terkena karsinoma sell skuamosa karena alcohol
mengandung karsinogen atau prokarinogen,termasuk kontaminan dari nitrosamine dan
uretan selain etanol.Etanol dimetabolisme oleh sitikrom P450 menjadi asetaldehid yang
karsinogen.
4. Tidak merokok.
Aktivitas Glutation S-Transferase(GST) menjadi rusak sehingga mengurangi kapasitas
detoksikasi marsinogen tembakau.Ini merupakan factor predisposisi kanker mulut.
selain itu,meroko mengiritasi mukosa mulut.Mengunyah atau menghisap tembakau
kontak langsung bahkan mengiritasi.(Lutfi,2004)
5. Diet
Diet tinggi buah dan sayuran yang mengandung antioksidan yang mengikat molekul
berbahaya penyebab mutasi gen sehingga dapat mencegah kanker di rongga mulut.
6. Tidak terlalu sering memakai obat kumur.
Efek obat kumur sama dengan efek penggunaan alcohol tetapi dengan kontribusi yang
lebih rendah.
7. Mejaga Kesehatan gigi mulut.
Keadaan gigi-geligi yang rusak atau hilang dpat merupakan factor resiko yang sudah
dikenal dapat menyebabkan kanker. Pemakain gigitiruan dari logam,iritasi kronis juga
berkontribusi (Sudiono,2008).
Cara deteksi dini kanker mulut adalah
Sering terjadi radang mukosa mulut yang menimbulkan gejala seperti mulut kering
44
Terjadi Xerostomia,yaitu mulut kering karena penurunan sekresi saliva atau tidak ada dan
ditandai oleh saliva yang pekat
Terjadi iritasi gusi atau gingivitis
Mukosa mulut bercak-cak putih
Mukosa mulut bercak-cak merah
Timbul luka-luka kecil
Karies pada gigi
Gangguan pendengaran
Kesukaran membuka mulut
(Brooker,2005)
Actinic Cheilitis
Etiologi
Paparan sinar matahari yang lama dapat menyebabkan perubahan actinic pada bibir
bawah yang disebut actinic cheilitis. Actinic cheilitis adalah lesipremaligna yang terjadi pada
bibir bawah. (Werning, 2007)
Actinic cheilitis dapat terjadi sebagai proses akut maupun kronis. (Laskaris, 2003)
Penampakan klinis
Secara klinis Nampak bibir menjadi kering dan berfisura. Kanker pada bibir pada
umumnya dapat didiagnosa lebih awal dibandingkan kanker lain karena lokasinya yang
45
spesifik. Tampak terjadi atipi pada vermilion border dan tampak fisura, krusta, dan eritema
pada bibir. (Werning, 2007)
Selama tahap awal, tampak edema dan eritema pada bibir bawah, diikuti dengan
kekeringan. Secara progresif, epitelium akan menipis, atrofi dengan area kecil putih keabuan
mengelilingi area merah. Selanjutnya bibir akan menjadi sangat kering, terkadang terdapat
nodul atau erosi. Lesi ini dapat meningkatkan resiko menuju leukoplakia atau squamous cell
carcinoma. ( Laskaris, 2003)
Diagnosis banding
Diagnosis banding dari acnitic cheilitis adalah sebagai berikut.
- Lupus eritematous
- Linchen planus
- Contact cheilitis
- Leukoplakia
- Squamous cell carcinoma (Laskaris, 2003)
Penanganan
Penanganan lesi actinic cheilitis meliputi perlindungan terhadap paparan sinar
matahari. Dengan aplikasi local 5-fluororacil, dan pada kasus yang lebih parah dapat
ditangani dengan pembedahan pada area bibir. (Laskaris, 2003)
Erythema migrans, atau disebut juga Erythema chronicum migrans, merujuk pada
ruam kulit yang sering (namun tidak selalu tampak pada tahap awal penyakit Lyme. Ruam
tersebut dapat muncul dimanapun dari hari pertama hingga 1 bulan setelah gigitan kutu.
Ruam ini bukan menunjukkan adanya reaksi alergi terhadap gigitan serangga, namun lebih
pada infeksi kulit karena bakteria Lyme yaitu Borrelia burgdorferi sensulato. Erythema
migrans menjadi manifestasi utama untuk mendiagnosa terjadinya penyakit Lyme sebagai
tanda klinis saat pemeriksaan, jika memang tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang
dapat menunjang (Wormser GP, et al., 2006).
Secara umum, Erythema migrans berdiameter 5–6,8 cm. Muncul sebagai eritema
homogen (59%), central erythema (30%), central clearing (9%), atau central purpura (2%)
(Feder HM, et al., 2006). Erythema migrans adalah gejala kulit penyakit Lyme, yang
disebabkan oleh spiroket Borrelia burgdorferi. Pada stadium dini (3 sampai 0 hari setelah
46
gigitan kutu), lesi anuler tunggal biasanya terlihat, yang dapat meluas sampai berdiameter ≥
10 cm (Graber MA, et al., 2006).
Erythema migrans ialah berupa makula merah yang membesar secara sentrifugal
sampai diameternya berukuran > 5cm. Tampakan klinisnya berupa daerah tengah jernih pada
<40% jika lamanya ruam <2 minggu, dan > 70% jika ruam > 3 minggu. Sekitar 50%
menderita lesi anular multipel. Diagnosis banding: selulitis, reaksi hipersensitivitas terhadap
gigitan arthropoda, dermatitis tumbuhan, tinea, granuloma anulare (Sonsalves WC, et al.,
2007).
Erythema migrans: karakteristik ruam kulit yang tampak segera setelah infeksi Borrelia
burgdorferi
Oral Erythema migrans
47
Oral Erythema migrans, atau disebut juga migratory stomatitis jika areanya meluas
hingga mucosa rongga mulut, atau dikenal dengan geographic tongue saat batasnya mencapai
regio dorsal dan lateral mukosa lidah. Etiologi dan pathogenesis dari Oral Erythema migrans
belum diketahui secara pasti (Zadik Y., et al., 2011). Geographic tongue atau Oral Erythema
migrans ialah kondisi keganasan benigna yang sering terjadi pada lidah. Keadaan ini sering
terdeteksi pada pemeriksaan rutin mukosa oral. Karakteristik lesi Oral Erythema migrans
terlihat pada regio dua per tiga anterior dorsal mukosa lidah, berbatas tegas dengan zona
eritema, terkonsentrasi di ujung dan perbatasan lateral eritema lidah. Hal ini disebabkan
papila filiformis yang mengalami atrofi, dan biasanya dikelilingi sebagian sedikit lebih tinggi,
berwarna putih kekuningan, serpentin atau batas scalop. Lesi muncul dengan cepat pada satu
area, yang akan menyembuh dalam hitungan hari hingga minggu, dan kemudian lesi
berkembang pada area yang sangat berbeda. Lesi Oral Erythema migrans bersifat
asimptomatik dan tidak memerlukan pengobatan. Beberapa pasien mungkin mengeluh rasa
sakit atau terbakar, terutama bila makan makanan pedas. Namun ada juga yang bersifat
simtomatik dan boleh diobati dengan pemberian kortikosteroid topikal, suplemen zink, atau
olesan anastesi topikal. Oral Erythema migrans sering terjadi pada lingua dan sangat jarang
muncul pada mukosal oral (Assimakopoulos D, et al., 2002).
48
Diferential diagnosis: recurrent apthous stomatitis, oral candidiasia, lichen planus, lupus
erythema, dan gangguan glossitis (Zadik Y., et al., 2011).
50
BAB IV
PEMBAHASAN
A. KASUS
Wanita usia 42-tahun dengan bercak gelap pada mukosa pipi yang telah diketahui
selama beberapa tahun yang lalu, dirasakan berubah bentuk dan ukurannya, namun akhir-
akhir ini kadang terasa pedih kalau untuk makan. Tidak ada riwayat trauma di daerah
tersebut. Pada akhir-akhir ini timbul bercak-bercak gelap kecoklatan pada daerah muka
terutama di daerah pipi dan bibir atas. Walaupun tidak sakit atau ada gejala yang lain,
kelainan tersebut dirasakan berkembang tambah banyak dan menganggu. Vital signs: nadi,
respirasi, suhu, tekanan darah dan respon nyeri dalam batas normal. Pada pemeriksaan ekstra
oral: konjungtiva tampak normal; pada kulit muka terutama di pipi dan bibir atas dijumpai
makula dan patch berpigmen, bentuk tidak teratur. Pemeriksaan intraoral; pada mukosa pipi
kiri terdapat lesi berbentuk kubah, berbatas tegas, permukaannya halus, berukuran 8 mm.
Warna lesi coklat gelap dikelilingi halo tidak berpigmen. Setempat yang lain di gingiva regio
17 dan 18 terlihat lesi merah yang telah melibatkan mukosa alveolar. Batas lesi tidak teratur
dan terasa pedih saat dibersihkan, tetapi tidak mudah berdarah. Kondisi gigi geligi posterior
kiri atas dan bawah baik dan oklusinya normal; gigi 17 tambalan amalgam Klas II. Tidak ada
lesi berpigmen di bagian tubuh yang lain. Kesehatan umum dan kebersihan mulut baik. Pada
usia 40 tahun mendapat perawatan histerektomi dan replacement therapy. Riwayat keluarga
tidak menunjukkan relevansi yang nyata. Hasil pemeriksaan biopsi insisi dengan pengecatan
hematoksilin eosin menunjukkan mukosa gingiva dengan atropi epitel dan setempat setempat
mengalami displasia.
Pemeriksaan Klinis
a. Subyektif
CC : Terdapat bercak gelap pada mukosa pipi diketahui selama beberapa tahun yang
lalu.
PI : Bercak tersebut dirasakan berubah bentuk dan ukurannya. Akhir-akhir ini bercak-
bercak tersebut kadang menyebabkan rasa pedih kalau untuk makan. Tidak ada
51
riwayat trauma di daerah tersebut. Pada akhir-akhir ini timbul bercak-bercak gelap
kecoklatan pada daerah muka terutama di daerah pipi dan bibir atas. Walaupun
tidak sakit atau ada gejala yang lain, kelainan tersebut dirasakan berkembang
tambah banyak dan menganggu.
PDH : Gigi 17 terdapat tambalan amalgam Klas II
PMH : Pada usia 40 tahun mendapat perawatan histerektomi dan hormone replacement
therapy.
FH : Tidak menunjukkan relevansi yang nyata
SH : Tidak dicantumkan
b. Obyektif
Ekstra Oral
• Konjungtiva normal
• Kulit muka terutama pipi dan bibir atas terdapat makula dan patch berpigmen, bentuk
tidak teratur tidak sakit
• Tidak ada lesi berpigmen di bagian tubuh lain
Intra Oral
• Mukosa pipi kiri terdapat lesi berbentuk kubah, berbatas tegas, permukaan halus,
ukuran 8 mm. Warna lesi coklat gelap dikelilingi halo tidak berpigmen
• Gingiva regio 17 dan 18 terdapat lesi merah melibatkan mukosa alveolar. Batas lesi
tidak teratur dan terasa pedih saat dibersihkan, tidak mudah berdarah
• Kondisi gigi geligi posterior kiri atas dan bawah baik, oklusi normal
• Gigi 17 ada tambalan amalgam Klas II
B. PENENTUAN DIAGNOSIS
1. Evaluasi dan Klasifikasi Abnormalitas
A. Evaluasi Status Kesehatan
Evaluasi status kesehatan pasien dijelaskan dalam rumusan Review of System
(ROS) seperti ini:
Kulit dan mukosa
52
Ekstraoral
- Terdapat bercak gelap pada mukosa pipi yang telah diketahui sejak
beberapa tahun yang lalu, dirasakan berubah bentuk dan ukurannya, namun
akhir- akhir ini kadang terasa pedih untuk makan, tidak ada riwayat trauma.
- Akhir- akhir ini timbul bercak- bercak gelap kecoklatan pada daerah muka
terutama di daerah pipi dan bibir atas dirasakan berkembang tambah banyak
dan mengganggu, berbentuk macula dan patch berpigmen dengan bentuk
tidak teratur.
- Tidak ada lesi berpigmen di bagian tubuh yang lain
Intraoral
- Lesi berbentuk kubah, batas tegas, permukaan halus, ukuran 8mm,
berwarna coklat gelap dikelilingi halo tidak berpigmen.
- Gingiva region 17 dan 18 terdapat lesi merah yang telah melibatkan mukosa
alveolar, batas lesi tidak teratur dan terasa pedih saat dibersihkan tapi tidak
mudah berdarah, hasil biopsy insisi dengan pengecatan Hematoksilin eosin
menunjukkan atropi epithel dan mengalami dysplasia.
Sistem kardiovaskular
Nadi dan tekanan darah dalam batas normal.
Sistem respiratoria
Respirasi normal.
Sistem saraf
Respon nyeri dalam batas normal.
Sistem endokrin dan renal
2 tahun lalu mendapat perawatan hysterectomy dan replacement therapy.
Sistem gastrointestinal
Berdasarkan American Society of Anesthesiology (ASA), status kesehatan pasien
dilihat melalui klasifikasi status fisik,
53
Klasifikasi ASA pada kasus ini adalah ASA I yang berarti tidak ada gangguan kondisi
sistemik sehingga tidak perlu modifikasi perawatan. Pada pasien ini berlaku ORA V
dimana perawatan termasuk prosedur dental yang memiliki efek samping beresiko,
seperti perawatan infeksi orofasial parah, procedure deep sedation, prosedur operasi
yang ekstensif, dan prosedur yang memerlukan anestesi general.
B. Abnormalitas Dental
- Kondisi gigi geligi posterior kiri atas dan bawah baik dan oklusinya
normal.
- Gigi 17 tambal amalgam klas II
C. Abnormalitas Non Dental
54
Pasien mengeluhkan terdapat bercak gelap pada mukosa pipi yang telah
diketahui selama beberapa tahun yang lalu, dirasakan berubah bentuk dan
ukurannya. Abnormalitas ini merupakan keluhan utama pasien (CC), sebagai
penyebab datang ke dokter gigi. Maka manifestasi priner pada kasus ini adalah
rasa pedih pada mulut ketika makan. Tidak ada riwayat trauma di daerah tersebut.
Pada akhir-akhir ini timbul bercak-bercak gelap kecoklatan pada daerah muka
terutama di daerah pipi dan bibir atas. Walaupun tidak sakit atau ada gejala yang
lain, kelainan tersebut dirasakan berkembang tambah banyak dan menganggu.
Pada pemeriksaan ekstra oral, konjungtiva tampak normal; pada kulit muka
terutama di pipi dan bibir atas dijumpai makula dan patch berpigmen, bentuk tidak
teratur.
Sedangkan pada pemeriksaan intraoral; pada mukosa pipi kiri terdapat lesi
berbentuk kubah, berbatas tegas, permukaannya halus, berukuran 8 mm. Warna
lesi coklat gelap dikelilingi halo tidak berpigmen. Setempat yang lain di gingiva
regio 17 dan 18 terlihat lesi merah yang telah melibatkan mukosa alveolar. Batas
lesi tidak teratur dan terasa pedih saat dibersihkan, tetapi tidak mudah berdarah.
2. Menentukan ciri-ciri sekunder
Onset : Kronis
Durasi : Protracted
Jumlah : Multiple
Ciri Sekunder Lokasi Ukuran Morfologi Permukaan
Ekstra Oral
Makula dan
patch
berpigmen
Pada kulit
muka
terutama di
pipi dan
- Bentuk tidak
teratur
-
55
bibir atas
Intra Oral
Lesi coklat
gelap
dikelilingi halo
tidak
berpigmen
Mukosa pipi
kiri
8 mm Bentuk
kubah dan
batas tegas
Halus
Lesi merah
yang telah
melibatkan
mukosa
alveolar
Gingiva
regio 17 dan
18
- Tidak teratur
dan
symptomatik:
pedih, tidak
mudah
berdarah
-
3. Membuat daftar berbagai kondisi penyebab manifestasi primer
Berdasarkan kasus, beberapa kemungkinan etiologi dari nyeri mulut dan sakit saat membuka
mulut ialah
A. Lokal
Inflamasi: Candidosis,
Mikosis lain
Lichen planus
Reiter’s disease
Graft versus host disease
Obat-obatan
Epitheloid angiomatosis
Lesi reakrif: Granuloma pyogenic
Ganuloma sel raksasa perifer
56
Atrofi: Geographic tongue
Lichen Planus
Lupus erythematosus,
Eritroplakia
Burns
Avitaminosis B12
Purpura
Vascular: Teleangiektase
Angiokeratoma
Angioma
Neoplasma: Tumor sel raksasa
Karsinoma sel squamous
Kaposi’s sarcoma
Wegener’s granulomatosis
B. General
Candidosis
Avitaminosis B complex
Mukositis irradiation or chemotheraphy induced
Polisitemia
4. Mengeliminasi berbagai kondisi yang tidak mungkin sebagai penyebab
Berdasarkan kasus di atas lesi bersifat lokal, maka penyebab lesi general tereliminasi dari
etiologi kasus ini. Lesi ini bersifat kronis maka etiologi inflamasi dan lesi reaktif juga tidak
lagi berlaku pada kasus ini. Selain itu kasus pada pasien ini tidak menunjukkan etiologi
purpura dan vascular.
57
Dari penjelasan di atas dapat dieliminasi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
........sehingga menyisakan daftar penyakit-penyakit sebagai berikut:
5. Menyusun berbagai kemungkinan penyakit
Etiologi yang mungkin beserta urutan probabilitasnya adalah sebagai berikut:
a. Neoplasma. Lesi yang membesar menunjukkan adanya potensi keganasan.
b. Atropi. Etiologi ini juga terlihat dari hasil biopsy pada lesi.
6. Menetapkan diagnosis kerja
Dari etiologi diatas di dapatkan differential diagnosisnya adalah:
a) Erythroplakia
Menurut WHO (1978) mendefinisikan oral erythroplakia adalah “lesi
yang terdapat pada mukosa rongga mulut berwarna merah terang berupa
plaque dengan tekstur lembut yang tidak dapat dikategorikan secara klinis atau
patologis sebagai kondisi yang dapat diketahui”.
Lesi prekanker dan kondisi abnormal pada mukosa memiliki
keterkaitan dengan karsinogenesis pada rongga mulut. Erythroplakia
merupakan lesi prekanker yang dapat terjadi di mukosa rongga mulut.
Perubahan gen telah menjadi salah satu penyebab lesi prekanker, dan berperan
dalam transformasi malignansi. Erythroplakia biasanya memiliki karakter
displasia epitel, yang berat dan berkembang menjadi mikroinvasif karsinoma
(Shafer and Waldron, 1975).
Penampakan klinis
Pinborg et al. menjelaskan (1997), “Beberapa erythroplakia dapat
berpenampakan halus ataupun granular atau nodular. Biasanya terdapat batas
yang jelas terhadap mukosa yang normal”. Oral erythroplakia biasanya terkait
dengan oral leukoplakia dan squamous cell carcinoma, dan dapat terkait juga
dengan penyakit mukosa seperti contohnya oral linchen planus (Reichart and
58
Philipsen, 2005). Erythroplakia biasanya asymptomatic, walaupun beberapa
pasien mengeluhkan perih dan sensasi terbakar (Neville, 2002).
Terkait jenis kelamin
Saat ini oral erythroplakia lebih sering muncul pada pasien laki-laki (Scully,
2004). Tetapi beberapa penelitian menyebutkan bahwa lesi ini tidak terkait
dengan spesifisitas jenis kelamin.
Umur
Oral erythroplakia biasanya muncul pada pasien sekitar umur 50 tahun atau
lebih tua (Scully, 2004).
Lokasi
Erythroplakia lebih sering terdapat pada palatum lunak, dasar mulut dan
mukosa bukal (Scully, 2004). Namun, Shafer and Waldron (1975) mengamati
beberapa perbedaan lokasi oral erythroplakia antara laki-laki dan wanita.
Lokasi yang paling sering ditemukannya oral erythroplakia pada laki-laki
adalah dasar mulut sedangkan wanita pada mukosa alveolar mandibula,
gingiva mandibula dan daerah sulcus mandibula. Lidah jarang sekali terdapat
oral erythroplakia (Pinborg et al, 1997).
Histopatologis
Erythroplakia biasanya menunjukkan tingkatan derajat displasia epitel. Hal ini
mugnkin terjadi pada sebagian atrofi atau hilangnya lapisan keratinisasi.
Infiltrasi sel inflamasi dan aktifnya vasodilatasi pada lamina propia di mukosa.
Lesi mukosa yang menunjukkan displasia epitel berat memiliki kemungkinan
59
yang sangat tinggi untuk berkembang dari carcinoma in situ menjadi invasive
carcinoma (Hamao et al, 2002).
b) Atrophic Oral Linchen Plamus
Untuk dapat menegakkan diagnosis kerja atau final, maka diperlukan uji tambahan untuk
membuktikan kebenarannya. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen waktu
dan terapi, maupun dengan instrumen data klinik tambahan. Pada kasus ini, digunakan
instrumen data klinik tambahan.
Hasil pemeriksaan biopsi insisi dengan pengecatan hematoksilin eosin menunjukkan
mukosa gingiva dengan atropi epitel dan setempat setempat mengalami displasia.
Dari ciri-ciri yang ditunjukkan lesi pasien, diagnosis kerja pada kasus ini adalah Eritroplakia.
Pada kasus ini, pasien wanita berusia 42 tahun dengan riwayat histerektomi dan replacement
therapy pada usia 40 tahun, mengalami erythroplakia pada mukosa ginggivanya. Menurut
(Laskaris, 2005), etiologi dari erythroplakia tidak diketahui. Faktor predisposisi utamanya
yaitu merokok, alkohol, dan Human Papillomavirus (HPV) (Laskaris, 2005).
Berdasarkan teori tersebut faktor predisposisi merokok dan alkohol pada pasien ini
dapat dikesampingkan. Sehingga faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya
eritroplakia pada pasien yang mungkin yaitu akibat Human Papillomavirus (HPV). Hal ini
berkaitan dengan riwayat histerektomi pasien yang dilakukan pada usia 40 tahun.
Histerektomi salah satu indikasinya yaitu dilakukan pada kanker servik dimana Human
Papillomavirus (HPV) berperan sebagai etiologinya. Sesuai dengan teori yang menyebutkan
bahwa histerektomi merupakan pembedahan pengangkatan rahim, tergantung pada alasan
untuk operasi, terdapat sejumlah prosedur yang melibatkan penghilangan organ dan jaringan
lain. Indikasi histerektomi diantaranya perdarahan abnormal pada rahim, endometriosis yang
parah, kanker servik atau rahim, fibroid uterin, leiomyoma, dan uterin prolaps (Canobbio,
2006).
Epidemiologi dan data klinis menunjukkan bahwa Human Papillomavirus (HPV),
terutama HPV-16 dan HPV-18, setidaknya berperan besar dalam etiologi pada kanker servik
(Haverkos, 2005). BLABLA menyebutkan bahwa HPV merupakan kofaktor etiologi dari lesi
60
prekanker rongga mulut karena 100% pasien yang memiliki perkembangan kanker mulut
selama 4-12 tahun memiliki hasil tes positif HPV dengan salah satunya adalah HPV 16
(Reichart and Philipsen, 2005).Usia tua pada pasien juga berpengaruh terhadap terjadinya
eritroplakia. Oral eritroplakia terutama terjadi pada umur pertengahan dan umur tua (Reichart
and Philipsen, 2005).
C. TREATMENT PLANNING
Erythroplakia merupakan lesi epitel yang memiliki resiko tertinggi menunjukkan
dysplasia berat atau microinvasive carcinoma (Hamao et al, 2002). Jika terdeteksi secara dini
dapat diamati untuk setiap perubahan perkembangan menjadi ganas. Kebiasaan seperti
alkohol, merokok harus dihentikan dan harus didorong untuk diet sehat (Bouquot and
Ephros, 1995).
Gold standard treatment erythroplakia berupa eksisi total untuk mendapatkan
diagnosis histopatologis sempurna. Biasanya hal ini dilakukan dengan iluminasi lesi
menggunakan cahaya putih, dan reseksi dengan batas yang memadai. Kesulitan pada eksisi
erythroplakia adalah batas nya yang sulit digambarkan secara tepat, dan bahkan dysplasia
yang berat hanya terlihat sebagai perubahan yang halus pada permukaan mukosa. Narrow
band imaging merupakan teknik terbaru yang dapat meningkatkan potensi diagnostik dari
endoskopi. Narrow band imaging menyorot abnormalitas pada vaskularisasi superfisial, agar
lesi rongga mulut seperti contohnya erythroplakia dapat diidentifikasi dengan mudah (Tan et
al., 2011).
Operasi eksisi, dapat dilakukan dengan scalpel atau laser CO2, hal ini merupakan
pilihan perawatan untuk displasia epitel rongga mulut. Laser dapat melakukan operasi tanpa
mengeluarkan darah dan pada suatu laporan mengatakan bahwa hal ini dapat mengurangi
rekurensi (Silverman et al, 1984).
Namun bahkan setelah operasi kekambuhan dan perkembangan kanker mulut sangat
tinggi sehingga wajib untuk jangka panjang secara teratur diberikan tindak lanjut. Sekitar 51
persen kasus berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa invasif (Bouquot and Ephros,
1995).
Perawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi harus dilakukan sebelum pengobatan
61
2. Mengeliminasi faktor predisposisi yang dianggap terlibat dalam proses patogenesis
3. Menjaga kebersihan mulut
4. Tindak lanjut jangka panjang dari pasien sangat penting setelah perawatan seperti
kekambuhan yang umum terjadi
(Laskaris, 2005)
Chemoprevention
Apabila ukuran lesi dan lokasi atau status kesehatan pasien dapat menyebabkan
kesulitan terhadap operasi eksisi, maka penggunaan suplemen antioksidan dapat
dipertimbangkan sebagai “chemoprevention” yaitu usaha untuk mencegah progresi lesi
menjadi karsinoma. Beta karoten dan retinoid merupakan suplemen antioksidan yang paling
sering digunakan untuk chemoprevention kanker rongga mulut (Lippman et al, 1993).
Walaupun suplemen antioksidan dapat menunjukkan hasil yang menjanjikan, hal ini tidak
memiliki tingkat hasil kesuksesan yang pasti dalam penggunaan nya yang jangka panjang.
Namun begitu, suplemen antioksidan mungkin cocok digunakan apabila terdapat rekurensi
setelah operasi eksisi dilakukan untuk mencegah adanya rekurensi tersebut. Beta karoten
merupakan carotenoid yang ditemukan pada sayuran hijau, orange ataupun kuning. Tidak
terdapat efek samping terhadap pasien yang menerima suplemen beta karoten ini, tetapi
terdapat sedikit informasi tentang rekurensi setelah berhenti dalam pemakaian suplemen ini.
Retinoid terdiri dari bahan-bahan alami atau sintetik dari retinol (Cunliffe and Miller, 1984).
62
DAFTAR PUSTAKA
Assimakopoulos D, Patrikakos G, Fotika C, Elisaf M. Benign migratory glossitis or
geographic tongue: an enigmatic oral lesion. Am J Med 2002;113(9):751-5.
Burket, L.W.2008. Burkett’s Oral Medicine, 11th edition. United States : BC Decker Inc
Falcone, T., Hurd, W.W. 2007. Clinical Reproductive Medicine and Surgery.
Philadelphia: Mosby Elsevier.
Feder HM, Abeles M, Bernstein M, Whitaker-Worth D, Grant-Kels JM .
2006. "Diagnosis, treatment, and prognosis of erythema migrans and Lyme
arthritis". Clin. Dermatol. 24(6): 509–20.
Ghom,A.G. 2007. Textbook of Oral Medicine. New Delhi : Jaypee
Gonsalves WC, et al. 2007. Lesi Oral yang Umum pada Lesi Mukosa yang Superfisial.
Am Fam Physician. 15;75(4): 501-506
Graber MA, et al. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga: University of Lowa. Jakarta: EGC
Regezy JA, et al. 2008. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 5th ed.
Saunders: St. Louis.
Laskaris, G. 2003. Color Atlas of Oral Disease. Germany : Thieme
Sabiston. 1987. Essentials of Surgery.. Philadelphi: W.B. Saunders Company
Pedersen. 1988. Oral Surgery. Philadelphia : W.B. Saunders Company
Werning, J.W. 2007. Oral Cancer, Diagnosis, Management, and Rehabilitation. New
York : Thieme.
Witt, Robert L. 2005. Salivary Gland Disease, Surgical Medical Management. New
York:Thieme Medical Publisher Inc.
Wormser GP, Dattwyler RJ, Shapiro ED, et al. 2006. "The clinical assessment,
treatment, and prevention of Lyme disease, Human Granulocytic
Anaplasmosis, and Babesiosis: Clinical Practice Guidelines by the Infectious
Diseases Society of America". Clin. Infect. Dis. 43(9): 1089–134.
63
Zadik Y, Drucker S, Pallmon S. 2011. "Migratory stomatitis (ectopic geographic tongue)
on the floor of the mouth". J Am Acad Dermatol 65 (2): 459–60.