oleh: rahardyan nugroho adi dan ogi...

10
291 ANALISIS KEKRITISAN HIDROLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS 1 Oleh: Rahardyan Nugroho Adi 2 dan Ogi Setiawan 3 2 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani, Pabelan, PO Box 295 Solo Tlp. 0271.716709; Fax 0271.716959; Email: [email protected] Email: [email protected] 3 Balai Penelitian Kehutanan Mataram. Jl. Dharma Bhakti No. 7, PO Box 1054 Lombok Barat, NTB, Email: [email protected] ABSTRAK Dewasa ini posisi sumberdaya air telah mengalami pergeseran nilai dan kegunaan. Semula penggunaannya dominan untuk kepentingan pertanian dan air minum, sekarang berubah untuk berbagai kepentingan, baik industri, tenaga listrik, dan perikanan. Implikasinya, kompetisi penggunaan air di antara berbagai kepentingan tersebut menjadi semakin meningkat. Hal tersebut terutama ketika ketersediaan air tidak cukup memadai dari sisi kuantitas. Alih fungsi lahan di daerah penyangga, makin meluasnya lahan kritis, dan makin luasnya penyebaran daerah aliran sungai (DAS) kritis, penebangan liar ( illegal logging) pada areal penyangga, dan penyebab- penyebab lain adalah awal dari hilangnya volume besar air melalui aliran permukaan (surface run-off) yang seharusnya dapat dikonservasi untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Faktanya adalah makin meningkatnya defisit air di wilayah kekurangan air atau menurunnya ketersediaan air di daerah surplus. Mengeringnya kantong-kantong air di daerah cekungan di kawasan DAS adalah indikasi nyata dari makin hilangnya fungsi hidrologi DAS. Berkaitan dengan beberapa hal tersebut di atas maka nampak bahwa identifikasi mengenai ketersediaan air hidrologis pada suatu DAS merupakan salah satu informasi yang penting yang harus diketahui dalam perencanaan pengelolaan DAS. Oleh karenanya perlu dilakukan analisis ketersediaan air pada suatu DAS. Berdasarkan fenomena kekeringan dan penyebabnya maka kekritisan DAS juga dapat dilihat dari aspek air. Kekritisan ini secara sederhana dapat ditentukan oleh variabel ketersediaan air dan kebutuhan air. Apabila suatu DAS memiliki ketersediaan yang lebih kecil dari kebutuhan maka DAS tersebut berada dalam kondisi kritis air secara hidrologis, begitu juga sebaliknya. Informasi ini sangat penting untuk menunjang perencanaan pengelolaan DAS yang lebih baik sehingga dapat ditentukan kegiatan- kegiatan yang dapat menyeimbangkan antara ketersediaan dan kebutuhan, bahkan diharapkan mampu meningkatkan cadangan air DAS tersebut. Kata kunci: Ketersediaan air, kebutuhan air, kekritisan hidrologis DAS, perencanaan pengelolaan DAS 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam Upaya Pengendalian Banjir dan Erosi-Sedimentasi, di Hotel Lor Inn, Solo, 15 Oktober 2009

Upload: dinhnhi

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

291

ANALISIS KEKRITISAN HIDROLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS1

Oleh: Rahardyan Nugroho Adi2 dan Ogi Setiawan3

2Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani, Pabelan, PO Box 295 Solo Tlp. 0271.716709; Fax 0271.716959; Email: [email protected]

Email: [email protected] 3Balai Penelitian Kehutanan Mataram. Jl. Dharma Bhakti No. 7, PO Box 1054

Lombok Barat, NTB, Email: [email protected]

ABSTRAK

Dewasa ini posisi sumberdaya air telah mengalami pergeseran nilai dan kegunaan. Semula penggunaannya dominan untuk kepentingan pertanian dan air minum, sekarang berubah untuk berbagai kepentingan, baik industri, tenaga listrik, dan perikanan. Implikasinya, kompetisi penggunaan air di antara berbagai kepentingan tersebut menjadi semakin meningkat. Hal tersebut terutama ketika ketersediaan air tidak cukup memadai dari sisi kuantitas. Alih fungsi lahan di daerah penyangga, makin meluasnya lahan kritis, dan makin luasnya penyebaran daerah aliran sungai (DAS) kritis, penebangan liar (illegal logging) pada areal penyangga, dan penyebab-penyebab lain adalah awal dari hilangnya volume besar air melalui aliran permukaan (surface run-off) yang seharusnya dapat dikonservasi untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Faktanya adalah makin meningkatnya defisit air di wilayah kekurangan air atau menurunnya ketersediaan air di daerah surplus. Mengeringnya kantong-kantong air di daerah cekungan di kawasan DAS adalah indikasi nyata dari makin hilangnya fungsi hidrologi DAS. Berkaitan dengan beberapa hal tersebut di atas maka nampak bahwa identifikasi mengenai ketersediaan air hidrologis pada suatu DAS merupakan salah satu informasi yang penting yang harus diketahui dalam perencanaan pengelolaan DAS. Oleh karenanya perlu dilakukan analisis ketersediaan air pada suatu DAS. Berdasarkan fenomena kekeringan dan penyebabnya maka kekritisan DAS juga dapat dilihat dari aspek air. Kekritisan ini secara sederhana dapat ditentukan oleh variabel ketersediaan air dan kebutuhan air. Apabila suatu DAS memiliki ketersediaan yang lebih kecil dari kebutuhan maka DAS tersebut berada dalam kondisi kritis air secara hidrologis, begitu juga sebaliknya. Informasi ini sangat penting untuk menunjang perencanaan pengelolaan DAS yang lebih baik sehingga dapat ditentukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyeimbangkan antara ketersediaan dan kebutuhan, bahkan diharapkan mampu meningkatkan cadangan air DAS tersebut.

Kata kunci: Ketersediaan air, kebutuhan air, kekritisan hidrologis DAS, perencanaan pengelolaan DAS

1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam Upaya

Pengendalian Banjir dan Erosi-Sedimentasi, di Hotel Lor Inn, Solo, 15 Oktober 2009

Page 2: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

292

I. PENDAHULUAN Sebagian besar DAS di Indonesia saat ini dalam kondisi yang

mencemaskan. Banjir dan kekeringan yang melanda di berbagai wilayah Indonesia belakangan ini, nampaknya akan menjadi peristiwa rutin di masa datang. Dewasa ini posisi sumberdaya air telah mengalami pergeseran nilai dan kegunaan, yang semula penggunaannya dominan untuk kepentingan pertanian dan air minum (common property), sekarang berubah untuk berbagai kepentingan, baik industri, tenaga listrik, dan perikanan (private property). Implikasinya, kompetisi penggunaan air di antara berbagai kepentingan tersebut menjadi semakin meningkat. Hal tersebut terutama ketika ketersediaan air tidak cukup memadai dari sisi kuantitas. Neraca sumberdaya air Indonesia tercatat bahwa pada tahun 2000 defisit air sekitar 52.809 juta meter kubik dan diperkirakan mencapai 134.102 juta meter kubik pada tahun 2015. Situasi krisis air (kekeringan), banjir dan longsor yang berlangsung selama ini merupakan cerminan dari inefektivitas dari pengelolaan DAS (Amron, 1999).

Alih fungsi lahan, makin meluasnya lahan kritis, makin bertambahnya DAS kritis, penebangan liar (illegal logging), dan penyebab-penyebab lain yang menyebabkan berubahnya fungsi DAS adalah awal dari hilangnya volume besar air melalui aliran permukaan (surface run-off) yang seharusnya dapat dikonservasi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Faktanya adalah makin meningkatnya defisit air di wilayah kekurangan air atau menurunnya ketersediaan air di daerah surplus. Mengeringnya kantong-kantong air di daerah cekungan di kawasan DAS adalah indikasi nyata dari makin hilangnya fungsi hidrologi DAS (Adi, 2006).

Berdasarkan kaidah ilmu hidrologi dan keseimbangan daerah aliran sungai (DAS), banjir dan kekeringan merupakan “saudara kembar” yang pemunculannya silih berganti. Faktor penyebab kekeringan sama persis seperti faktor penyebab banjir. Keduanya berperilaku linier-dependent, artinya semua faktor yang menyebabkan kekeringan akan bergulir mendorong terjadinya banjir (Maryono, 2005 dalam Suyono, 2006).

Berkaitan dengan beberapa hal tersebut di atas maka nampak bahwa identifikasi mengenai ketersediaan air hidrologis pada suatu DAS merupakan salah satu informasi yang penting diketahui dalam perencanaan pengelolaan DAS. Oleh karenanya perlu dilakukan analisis ketersediaan air pada suatu DAS.

Page 3: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

293

II. KEKRITISAN HIDROLOGIS DAN KEKRITISAN DAS Suatu DAS dikatakan kritis bila pada DAS tersebut: lahan

mengalami degradasi atau kerusakan lahan, sistem hidrologi mengalami kerusakan atau degradasi, ekosistem mengalami kerusakan, dan kesejahteraan masyarakat DAS menurun. Berdasarkan batasan tersebut DAS kritis bisa berupa kritis pada aspek lahan, aspek hidrologi, aspek ekosistem, dan sosial-ekonomi. Kekritisan DAS ini pada dasarnya adalah adanya keterbatasan sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun manusia di wilayah DAS dalam mendukung kehidupan yang ada di dalamnya, dan di sisi lain kebutuhan makhluk hidup khususnya manusia termasuk kebutuhan akan ruang semakin meningkat. Hal ini menyebabkan ketimpangan antara ketersediaan sumberdaya dan kebutuhan akan sumberdaya tersebut.

Degradasi dan kerusakan sistem hidrologi DAS sebagai salah satu aspek kekritisan DAS sangat berkaitan erat dengan masalah ketersediaan air. Salah satu fenomena degradasi sistem hidrologi DAS adalah terjadinya kekeringan, baik kekeringan meteorologis, pertanian maupun hidrologi. Penyebab dari kekeringan ini dapat berupa penyimpangan musim, tipe iklim suatu daerah, kemampuan daerah dalam menyimpan air terutama sangat erat dengan kondisi litologis, adanya sedimentasi di reservoir seperti waduk, danau maupun rawa serta adanya peningkatan kebutuhan air untuk berbagai keperluan.

Sejak tahun 1970-an degradasi DAS berupa lahan gundul, tanah kritis, erosi pada lereng-lereng curam, baik yang digunakan untuk pertanian maupun untuk penggunaan lain seperti permukiman dan pertambangan, sebenarnya telah memperoleh perhatian pemerintah Indonesia. Namun proses degradasi tersebut terus berlanjut karena tidak adanya keterpaduan tindakan dan upaya yang dilakukan dari sektor atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan DAS.

Dewasa ini paradigma pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi telah memacu pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan sehingga eksploitasi sumberdaya alam semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan manusia. Akibatnya, sumberdaya alam semakin langka dan semakin menurun kualitas dan kuantitasnya. Tanah dan air sebagai sumberdaya vital bagi kehidupan manusia dan pembangunan tidak luput pula dari degradasi tersebut, baik secara fisis maupun khemis. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti pencemaran, kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian ekosistem, dan berubahnya fungsi kantong-kantong air.

Page 4: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

294

Lebih jauh lagi, kegiatan pembangunan berdampak pada meningkatnya erosi. Proses erosi tersebut dapat menurunkan produktivitas lahan pada tempat terjadinya (onsite) dan juga meningkatkan sedimen pada daerah di hilirnya (offsite).

Secara keseluruhan ketersediaan air di Indonesia masih berlebihan, baik saat ini maupun di tahun-tahun yang akan datang (2020). Tabel 1 menunjukkan potensi aliran andal di sungai dan penggunaan aliran andal tersebut serta proyeksi ke depan penggunaan aliran andal di tiap-tiap pulau di Indonesia (Suyanto, 1999).

Tabel 1. Aliran yang diandalkan dan penggunaanya di Indonesia

No. Pulau Aliran andal Penggunaan air tahunan (juta m3)

Juta m3 % 1998 2020 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sumatera Jawa Bali + Nusra Kalimantan Sulawesi Maluku + Irian

482,173 122,699 45,909

556,700 143,343 496,422

26 7 2 30 8 27

19,793 63,868

8,487 5,146

15,051 286

22,766 72,775

8,861 6,014

16,162 697

1.847, 246 100 112,637 127,275 Sumber: FIDP (1993) [9] dalam Suyanto (1999)

Permasalahan yang ada adalah bahwa ketersediaan air tersebut tidak merata dan pada beberapa wilayah sungai tidak tersedia saat dibutuhkan (terutama di musim kemarau). Pada wilayah sungai tertentu yang kondisinya sudah kritis, diperlukan beberapa upaya untuk menghemat penggunaan air dan kalau perlu menerapkan konsep bahwa di samping fungsi sosialnya, air harus dipandang sebagai sumberdaya ekonomi.

Menurut Suyanto (1999), permasalahan dalam pengelolaan air antara lain adalah karena adanya keterbatasan hidrologis di mana pada beberapa wilayah sungai sumber air yang ada sudah hampir digunakan semuanya sehingga ketersediaan air mendekati batas optimum; dampak lingkungan yang dalam hal ini beberapa proyek pengairan, pemakaian air rumah tangga, industri dan pertanian memberikan dampak negatif yang semakin besar terhadap lingkungan; dan keterbatasan pembiayaan yang mana dengan semakin terbatasnya dana maka pengelola sumberdaya air semakin tidak mampu menanggung meningkatnya biaya pembangunan serta biaya operasi dan pemeliharaan bangunan-bangunan pengairan

Page 5: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

295

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air yang semakin meningkat tersebut.

Sementara itu Pawitan (1999) menyebutkan bahwa keterbatasan alam dalam menyediakan air tawar semakin berkurang memasuki abad 21 ini. Jumlah pasokan air relatif tetap, yaitu curah hujan, mulai tidak dapat mengimbangi tingkat kebutuhan air tawar dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup yang semakin maju. Kelimpahan sumberdaya air yang ada tidak menjamin melimpahnya ketersediaan air wilayah di sembarang tempat dan waktu. Variasi iklim dengan musim kering dan penghujan serta kerentanan sistem sumberdaya air terhadap perubahan iklim diperkirakan akan memperparah status krisis air nasional, yaitu dengan meningkatnya frekuensi banjir dan kekeringan dan menurunnya ketersediaan air yang semakin tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan air untuk berbagai penggunaan. Oleh karenanya perlu diidentifikasi wilayah-wilayah yang akan mengalami krisis air yang kemudian disusun langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air yang efektif dan efisien bagi pengurangan dampak krisis air tersebut.

Pemanfaatan sumberdaya tanah dan air dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Namun demikian, kadangkala kita lupa untuk terus menjaganya agar tidak rusak. Bencana banjir, kekeringan, dan tanah longsor yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia menunjukkan indikasi adanya pemanfaatan sumberdaya tanah dan air yang kurang bijaksana. Eksploitasi tanah dengan menanam jenis-jenis tanaman tertentu yang tidak sesuai, kegiatan penambangan, kurangnya kesadaran untuk konservasi, dan faktor-faktor lainnya mendorong tanah semakin terdegradasi. Tanah yang terdegradasi ini akan berdampak pada kuantitas, kualitas, dan kontinuitas air.

III. ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA SUATU DAS Ketersediaan air dalam suatu DAS dapat berupa aliran

permukaan (run-off), air tanah, dan air danau. Untuk analisis ketersediaan air suatu DAS, dapat didekati dengan menggunakan pendekatan neraca air hidrometeorologis. Salah satu model yang banyak digunakan adalah model Thornthwaite-Mather. Data yang diperlukan dalam analisis ketersediaan air model Thornthwaite-Mather adalah elevasi stasiun klimatologi, elevasi stasiun hujan, suhu, dan curah hujan. Langkah-langkah perhitungan ketersediaan

Page 6: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

296

air secara hidrometeorologi adalah perhitungan hujan rerata DAS, perhitungan evapotranspirasi, perhitungan neraca air DAS, dan pehitungan ketersediaan air mantap DAS. Ketersediaan air pada dasarnya merupakan surplus air di mana diperoleh dari nilai selisih antara curah hujan dan evapotranspirasi. Ketersediaan air ini merupakan ketersediaan total, baik di permukaan maupun air tanah. Oleh sebab itu dalam perhitungannya dapat juga didekati dengan menghitung keterersediaan air sungai dan air tanah (Suyono, 2007).

Ketersediaan air sungai dihitung dari data debit aliran atau bila tidak ada data aliran, dapat diestimasi dengan berbagai model yang telah ada. Ketersediaan air tanah pada dasarnya didekati dengan menghitung volume air tanah. Adapun data yang diperlukan adalah peta akuifer, tebal akuifer, luas akuifer, material akuifer, permeabilitas batuan, dan fluktuasi muka air tanah.

Untuk analisis ketersediaan air model Thornthwaite-Mather, bahan dan alat yang digunakan adalah peta RBI, peta penggunaan lahan, peta stasiun hujan, data iklim stasiun klimatologi, data surplus dan koefisien aliran (C), perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView 3.3. dan perangkat lunak pengolah data Microsoft Excel. Satuan analisis yang digunakan untuk menganalisis ketersediaan air DAS menggunakan satuan analisis kewilayahan, dalam hal ini satuan wilayah administratif dalam suatu DAS (kelurahan atau kecamatan). Hasil akhir dari analisis kekritisan hidrologis DAS ini adalah berupa peta tingkat kekritisan hidrologis DAS. Adapun tahapan untuk menganalisis ketersediaan air suatu DAS disajikan pada Gambar 1.

A. Perhitungan Potensi Air

Pendekatan yang dilakukan untuk perhitungan ketersediaan air, dilakukan dengan menggunakan pendekatan data surplus dan koefisien aliran pada stasiun hujan di daerah sekitar lokasi yang akan dikaji. Data surplus diperoleh dari perhitungan neraca air dengan menggunakan model Thornthwaite-Mather. Dari nilai koefisien aliran (C) yang dihasilkan, diasumsikan bahwa besarnya persentase nilai koefisien aliran (C) adalah merupakan aliran permukaannya, sedangkan sisanya merupakan ketersediaan air tanah. Sebagai contoh jika besarnya koefisien aliran (C) adalah 55% maka sebanyak 55% dari surplus menjadi aliran permukaan dan 45% sisanya menjadi air tanah. Untuk menghitung ketersedia-an air masing-masing stasiun hujan dilakukan dengan persamaan: Ketersediaan (mm) = Surplus total (mm) x (100 – Nilai C)%

Page 7: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

297

Langkah selanjutnya adalah pembuatan peta iso surplus yakni peta yang menggambarkan sebaran lokasi yang mempunyai nilai surplus yang sama dalam suatu DAS. Perhitungan surplus air dan pembuatan peta iso surplus dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak ArcView 3.3. Setelah peta iso surplus

Gambar 1. Diagram alir penentuan tingkat kekritisan hidrologis DAS

MULAI

OVERLAY

PERHITUNGAN INDEKS

KEKRITISAN HIDROLOGIS

KLASIFIKASI KEKRITISAN HIDROLOGIS

LAYOUT PETA KEKRITISAN HIDROLOGIS

ANALISIS PETA KEKRITISAN HIDROLOGIS

ALTERNATIF PENANGANAN

SELESAI

PERHITUNGAN KEBUTUHAN

AIR PERHITUNGAN

POTENSI AIR

Page 8: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

298

dibuat, kemudian dihitung nilai surplus tiap luasan tertentu dalam DAS, dalam hal ini untuk memudahkan perhitungan, satuan areal perhitungannya menggunakan satuan wilayah administrasi sehingga dalam perhitungan diperlukan input luasan masing-masing kecamatan yang masuk dalam DAS tersebut. Besarnya surplus per kecamatan dihitung secara tertimbang dengan menggunakan persamaan:

)atan(mLuas_kecam)areal(m/th)xLuas_lus((mNilai_surp

/th)rtimbang(mSurplus_te 2

233

B. Perhitungan Pemanfaatan Air (Kebutuhan Air) Perhitungan kebutuhan air dibatasi pada kebutuhan domestik

dan pertanian berupa padi sawah. Hal ini dilakukan karena pada dua kebutuhan tersebut memerlukan jumlah air/volume air yang cukup besar. Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan pada kriteria kota dan desa yang dalam hal ini masing-masing mempunyai baku kebutuhan air yang berbeda. Baku kebutuhan air domestik untuk kota adala 0,1 m3/kapita/hari dan desa 0,06 m3/kapita/hari. Untuk menghitung kebutuhan air domestik digunakan persamaan:

Kebutuhan air m3/tahun = Jumlah penduduk

x Baku kebutuhan (m3/kapita/hari) x 365

Selanjutnya perhitungan kebutuhan air untuk padi dihitung berdasarkan data kebutuhan air padi per tahun dan luas sawah. Kebutuhan air untuk padi selama setahun dihitung dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Cropwat. Masukan data yang diperlukan untuk perhitungan kebutuhan air dengan perangkat lunak Cropwat antara lain adalah data letak lintang dan elevasi, suhu, curah hujan, data tanaman dan pola tanamnya, dan data tanah. Berdasarkan data masukan tersebut akan diperoleh data CWR (crop water requirement/kebutuhan air tanaman) dan nilai CWR selama satu tahun diperoleh dengan membagi total CWR dengan periode panen dan hasilnya dikalikan 12 bulan.

Setelah nilai kebutuhan air tanaman padi diperoleh, selanjutnya adalah menghitung kebutuhan air tanaman padi per satuan analisis yaitu kecamatan. Dalam hal ini hanya kecamatan yang mempunyai penggunaan lahan sawah yang diperhitungkan, persamaan yang digunakan adalah:

Kebutuhan air untuk padi m3/tahun = Luas sawah (m2) X CWR (m/tahun)

Page 9: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

299

Selanjutnya kebutuhan total air dalam suatu DAS adalah merupakan penjumlahan antara kebutuhan air domestik dan kebutuhan air tanaman padi. Untuk menggambarkan sebaran kebutuhan total air per wilayah dalam DAS (kecamatan atau kelurahan), dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak ArcView 3.3 sehingga akan diperoleh peta sebaran kebutuhan air per wilayah dalam suatu DAS.

C. Penentuan Tingkat Kekritisan Hidrologis DAS

Untuk menentukan tingkat kekritisan hidrologis DAS yaitu dengan berdasarkan pada variabel indeks kekritisan. Persamaan variable indeks kekritisan yang digunakan adalah:

/tahun)(mair an Ketersedia100% x /tahun)(mair Kebutuhan kekritisan Indeks 3

3

Untuk menentukan kelas tingkat kekritisan hidologisnya dilakukan berdasarkan nilai indeks kekritisan hidrologis yang dikelompokkan menjadi empat kelas seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria pengkelasan tingkat kekrit isan hidrologis

No. Kelas Indeks kekrit isan hidrologis 1. Tidak krit is < 50% 2. Mendekati krit is 50-75% 3. Keadaan kritis 75-100% 4. Telah kritis > 100%

Selanjutnya untuk perhitungan indeks kekritisan hidrologis dan

pengkelasan tingkat kekritisannya dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak ArcView 3.3, sehingga hasil akhirnya adalah berupa peta tingkat kekritisan hidrologis DAS. Dari peta tersebut kemudian dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif terhadap peta kekritisan hidrologis DAS yang telah dibuat.

Untuk analisis lebih lanjut, peta tingkat kekritisan hidrologis DAS tersebut ditumpangsusunkan dengan peta penggunaan lahan yang ada sehingga dapat diketahui secara lebih rinci lagi kaitannya dengan kelas kekritisan hidrologis tertentu yang terjadi pada jenis penggunaan lahan tertentu dalam suatu DAS. Dari hasil analisis keseluruhan selanjutnya dapat dijadikan masukan dalam perencanaan pengelolaan suatu DAS.

Page 10: Oleh: Rahardyan Nugroho Adi dan Ogi Setiawandatabase.forda-mof.org/uploads/Analisis_Kekritisan_Hidrologis... · 1 Makalah pada Ekspose Hasil Litbang Teknologi Pengelolaan DAS dalam

300

IV. PENUTUP Berdasarkan fenomena kekeringan dan penyebabnya maka

kekritisan DAS juga dapat dilihat dari aspek air. Kekritisan ini secara sederhana dapat ditentukan oleh variabel ketersediaan air dan kebutuhan air. Apabila suatu DAS memiliki ketersediaan yang lebih kecil dari kebutuhan maka DAS tersebut berada dalam kondisi kritis air secara hidrologis, begitu juga sebaliknya. Informasi ini sangat penting untuk menunjang perencanaan pengelolaan DAS yang lebih baik sehingga dapat ditentukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyeimbangkan antara ketersediaan dan kebutuhan, bahkan diharapkan mampu meningkatkan cadangan air DAS tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Adi, R.N. 2006. Laporan Praktikum Analisis Kekritisan

Hidrolologis DAS. Program Studi Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Amron, M. 1999. Kebijakan Nasional Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air dan Lingkungan. Prosiding Seminar Sehari ”Kebutuhan Air Bersih dan Hak Azasi Manusia”, Kerjasama Masyarakat Hodrologi Indonesia dengan Panitia Nasional Program Hidrologi dan Himpunan Ahli Teknik Hidraulika Indonesia Cabang Jakarta. Bogor, 25 Pebruari 1999.

Pawitan, H. 1999. Mengantisipasi Krisis Air Nasional memasuki Abad 21. Prosiding Seminar Sehari ”Kebutuhan Air Bersih dan Hak Azasi Manusia”, Kerjasama Masyarakat Hodrologi Indonesia dengan Panitia Nasional Program Hidrologi dan Himpunan Ahli Teknik Hidraulika Indonesia Cabang Jakarta. Bogor, 25 Pebruari 1999.

Suyanto, A. 1999. Menyongsong Paradigma Air Sebagai Sumberdaya Ekonomi. Prosiding Seminar Sehari ”Kebutuhan Air Bersih dan Hak Azasi Manusia”, Kerjasama Masyarakat Hidrologi Indonesia dengan Panitia Nasional Program Hidrologi dan Himpunan Ahli Teknik Hidraulika Indonesia Cabang Jakarta. Bogor, 25 Pebruari 1999.

Suyono. 2006. Bahan Kuliah Pengelolaan DAS. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Suyono. 2007. Bahan Kuliah Studio I : Sistem hidrologi DAS. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.