oleh: doddy rusmana program studi sosiologi...
TRANSCRIPT
DAMPAK GADGET TERHADAP FUNGSI KELUARGA
DI PULAU BELAKANG PADANG
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
DODDY RUSMANA
NIM: 110569201009
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang disebut
di bawah ini :
Nama : Doddy Rusmana
NIM : 110569201009
Jurusan/Prodi : Sosiologi
Alamat : Jl. Hang Lekir Kp. Sumber Karya
Nomor Telp : 0896 9015 9592
Email : [email protected]
Judul Naskah : Dampak Gadget Terhadap Fungsi Keluarga
di Pulau Belakang Padang
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan untuk
dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 5 Agustus 2016 Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I
Sri Wahyuni, M.Si NIDN. 1016047701
Dosen Pembimbing II
Emmy Solina, M.Si NIDN. 1020118401
2
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Dampak Gadget Terhadap Fungsi Keluarga di Pulau Belakang
Padang”. Perubahan kebiasaan merupakan salah satu dari perubahan sosial yang memandang
penyimpangan cara hidup yang telah diterima, disebabkan oleh perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi atau terjadinya penemuan baru dalam pola
kehidupan manusia, yang termasuk di dalamnya perkembangan teknologi. Fungsi keluarga
adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh
keluarga. Fungsi tersebut meliputi: fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih,
fungsi melindungi, fungsi ekonomi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi
pembinaan lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan dan nilai-nilai baru yang
dihasilkan oleh penggunaan gadget dan untuk mengidentifikasi penggunaan gadget akan
menimbulkan kebiasaan-kebiasaan baru atau tidak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
dampak gadget terhadap remaja yang dilihat dari fungsi keluarga di pulau Belakang Padang.
Jenis penelitian ini adalah field research atau penelitian lapangan, dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil
wawancara dengan remaja dan orang tua di pulau Belakang Padang.
Data yang dihasilkan adalah bahwa remaja di Pulau Belakang Padang yang memiliki
gadget sangat berpengaruh terhadap pola pemikiran dan kebiasan sehari-hari. Kemajuan
teknologi menciptakan nilai-nilai, norma, kebudayaan, gaya hidup dan ideologi baru bagi
remaja tersebut. Mereka menjadi malas untuk bersosialisasi, lunturnya budaya membaca, timbul
sikap apatis, menjadi remaja yang manja, dan juga perubahan pola interaksi sehingga tidak ada
bedanya antara masyarakat di pulau Belakang Padang dan masyarakat di kota. Ini merupakan
akibat dari adanya alat-alat konsumsi baru salah satunya adalah gadget.
Kata Kunci: Dampak Gadget, Remaja, Fungsi Keluarga.
3
ABSTRACT
Research is called “Dampak Gadget Terhadap Fungsi Keluarga di Pulau Belakang
Padang”. A change of habits is one of the social changes which sees deviation way of life that
has been accepted, caused by a change of geographical, culture material, composition
population, ideology or the new invention in a pattern human life, belong is the development
technology. Function of families were a jobs or duties which should be done in or by the. These
functions include: function religious, social and cultural function, function love, function
protect, economic function, function reproduction, function socialization and education,
function guidance environment.
The purpose of this research is to know the habit and new values produced by the use of
gadgets and to identify the use of the gadget will inflict new habit or not. Research is aimed to
determine the impact of gadgets teenagers viewed from function family on Belakang Padang
island. Type of this research is field research or field research, with using a technique data
collection of interview, observation, and documentation. The results of interviews with youth
and parents on Belakang Padang island.
Data collected is that teenagers on Belakang Padang island that has gadgets would
influence the thinking patterns and daily habits. Technological progress created values, a norm,
culture, lifestyle, and new ideology for the teenagers. They are reluctant to socialize, their faded
the culture of reading, arising apathy, a teenager spoiled, and also change in the interaction
that it makes no difference between the community in Belakang Padang island and the people in
the city. This is a result of the new tools consumption, one of them is gadgets.
Keywords: The impact of Gadgets, Teenagers, Function Family.
4
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi informasi saat ini
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
masyarakat. Berbagai informasi yang
terjadi di berbagai belahan dunia kini telah
dapat langsung kita ketahui berkat
kemajuan teknologi. Kita mengenal kata
pepatah “dunia tak selebar daun kelor”,
sekarang pepatah itu selayaknya berganti
dunia saat ini selebar daun kelor, karena
cepatnya akses informasi di berbagai
belahan dunia membuat dunia ini seolah
semakin sempit dikarenakan kita dapat
melihat apa yang terjadi di Amerika
misalnya, meskipun kita berada di
Indonesia. Tentu kemajuan teknologi ini
menyebabkan perubahan yang begitu besar
pada kehidupan umat manusia dengan
segala peradaban dan kebudayaannya.
Perubahan ini juga memberikan dampak
yang begitu besar terhadap transformasi
nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Perkembangan teknologi kini semakin
pesat dan berdampak besar terhadap tata
cara hidup manusia dari segi negatif
maupun dari segi positif terutama anak-
anak remaja. Hampir seluruh remaja
kecanduan teknologi seperti handphone
yang memiliki berbagai fitur memiliki
desain menarik agar pengguna dapat
mengakses apapun lewat handphone,
misalnya facebook, twitter, dan jejaring
sosial lainnya. Salah satu dampak
teknologi, yaitu perubahan pola pikir
seseorang bahkan perubahan sikap dan
karakter manusia.
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka saya tertarik untuk lebih jauh
mengetahui tentang bagaimana dampak-
dampak yang dihasilkan perkembangan
teknologi tersebut dengan mengangkat
judul “DAMPAK GADGET
TERHADAP FUNGSI KELUARGA DI
PULAU BELAKANG PADANG”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini peneliti membuat
rumusan masalah dengan tujuan untuk
dapat membantu menjelaskan permasalahan
yang akan diteliti.
Adapun rumusan masalah yang
diambil adalah “Bagaimana dampak
perkembangan gadget terhadap fungsi
keluarga? .”
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN 1. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Memberikan informasi kepada
para remaja dan masyarakat,
tentang dampak gadget
terhadap fungsi keluarga di
Pulau Belakang Padang.
b. Mengetahui cara
penanggulangan dari masalah
krisis budaya.
c. Memberikan gambaran kepada
masyarakat tentang dampak
gadget terhadap fungsi
keluarga.
5
2. Adapun kegunaan penelitian, yaitu:
a. Secara Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat
menjadi referensi untuk
penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan dampak
gadget terhadap fungsi
keluarga.
b. Secara Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat
memberikan solusi pemecahan
masalah terhadap fenomena
dampak gadget terhadap fungsi
keluarga kepada masyarakat,
LSM, pemerintah dan keluarga.
D. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan peneliti
adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif
kualitatif adalah prosedur penelitian
berdasarkan data deskriptif, yaitu
berupa lisan atau kata tertulis dari
seseorang subjek yang telah diamati
dan memiliki karakteristik bahwa data
yang diberikan merupakan data asli
yang tidak diubah kebenarannya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan
memperoleh data dari informan
(masyarakat Pulau Belakang Padang)
langsung sebagai subjek penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat
dimana peneliti akan melakukan
penelitian adalah di Pulau Belakang
Padang. Alasan penelitian ini
mengambil objek disini karena selama
ini belum pernah ada yang melakukan
penelitian terhadap permasalahan yang
sama pada lokasi penelitian ini. Pulau
Belakang Padang secara geografis
letaknya berdekatan dengan negara
tetangga yaitu Singapura dan Malaysia
sehingga perkembangan gadget yang
ada di tengah-tengah masyarakat Pulau
Belakang Padang sangat pesat
walaupun pulau tersebut berada agak
jauh dari kota Batam.
3. Jenis data
3.1 Data Primer
Data primer adalah data dalam
kajian ilmiah yang diambil
langsung dari informan penelitian.
Dalam penelitian ini data awal atau
primer diperoleh dari informan di
Pulau Belakang Padang. Dalam hal
ini peneliti memperoleh langsung
dari informan yang telah ditentukan
berupa opini secara individual
ataupun kelompok. Informan dalam
penelitian ini adalah remaja yang
duduk di bangku Sekolah
Menengah Atas dengan usia 15
sampai 18 tahun dan orangtua para
remaja tersebut.
3.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang
diperoleh secara tidak langsung dari
narasumber atau objek penelitian.
Peneliti bertidak sebagai pemakai
data. Dalam penelitian ini peneliti
6
memperoleh data sekunder dari
media elektronik berupa berita atau
artikel di internet, foto, jurnal dan
instansi yang diperlukan untuk
mendapatkan data, misalnya
Kecamatan Pulau Belakang Padang,
Kelurahan Pulau Belakang Padang.
4. Informan
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan purposive sampling
dalam menentukan informan. Yang
berarti peneliti menentukan atau
memilih informan yang akan
diteliti berdasarkan tujuan
penelitian. Pemilihan informan
dilakukan berdasarkan penilaian
dan karakteristik yang diperoleh
data sesuai dengan maksud
penelitian. (Silalahi, 2010: 272).
5. Teknik dan Alat Pengumpulan data
Dalam melakukan penelitian, teknik
pengumpulan data merupakan bagian
yang paling penting untuk keberhasilan
sebuah penelitian. Hal ini dikarenakan
berkaitan bagaimana cara peneliti
mengumpulkan data baik primer
maupun sekunder, sumber informasi,
dan alat apa saja yang digunakan
peneliti untuk mengumpulkan data
yang diperlukan. Adapun
pelaksanaannya peneliti menggunakan
beberapa teknik sebagai berikut:
5.1 Observasi
Studi yang disengaja dan
dilakukan secara sistematis,
terencana, terarah, pada suatu
tujuan dengan mengamati dan
mencakup fenomena satu atau
sekelompok orang dalam kompleks
kehidupan sehari-hari. Misalnya
terkait dengan kebiasaan, sikap,
nilai-nilai, norma dan perilaku
subjek yang akan diteliti. Dengan
demikian hasil pengamatan dapat
dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
Seorang peneliti bisa
melakukan pengumpulan data tanpa
harus melibatkan diri langsung
kedalam situasi dimana peristiwa
itu berlangsung, melainkan dengan
menggunakan media tertentu,
seperti elektronik. Terkadang suatu
situasi sosial tidak memungkinkan
untuk semua partisipasi, tetapi
memungkinkan untuk dilakukan
penelitian (Ahmadi, Rulam. tt:
106).
5.2 Wawancara
Wawancara merupakan teknik
pengumpulan data dengan
dilakukan melalui tatap muka
langsung antara peneliti dengan
subjek informan yang telah
ditentukan sebelumnya. Teknik
wawancara dapat dilakukan dengan
melalui tatap muka dan melalui
telepon. Alat lainnya yang bisa
menjadi pendukung penelitian
7
adalah smartphone, recorder, dan
kamera.
5.3 Penelusuran Online
Dalam penelitian ini, peneliti
tidak hanya mengumpulkan data
dengan cara wawancara dan
observasi, akan tetapi peneliti juga
mengumpulkan data melalui media
elektronik berupa artikel-artikel di
internet yang berkaitan dengan
masalah penelitian yang dibutuhkan
oleh peneliti.
5.4 Dokumentasi
Dokumentasi adalah kumpulan
dari dokumen-dokumen yang dapat
memberikan keterangan atau bukti
yang berkaitan dengan proses
pengumpulan dan pengelolaan data
penelitian serta sebagai bukti bahwa
peneliti benar-benar melakukan
penelitian.
E. TEKNIK ANALISA DATA
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik analisa data kualitatif.
Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat
mengenali subjek dan dapat merasakan apa
yang mereka alami dalam kehidupan sehari-
hari, peneliti berinteraksi secara langsung
dengan informan, mengenal secara dekat
dunia kehidupan mereka, mengamati dan
mengikuti alur kehidupan informan secara
apa adanya sehingga menghasilkan data
deskriptif yang menggambarkan suatu
gejala sosial tertentu.
Menurut Miles, (Huberman dalam
Purwoko Tjuytjup:2013), model analisis
dibagi menjadi tiga prosedur. Untuk
meminimalisir kesalahan yang mungkin
terjadi berkaitan dengan pemilihan
informan, maka peneliti menggunakan
teknik:
1. Reduksi data: Proses pemilihan
data kasar dan mentah yang
berlangsung secara terus menerus
selama penelitian berlangsung
melalui tahap menelusuri tema
penelitian.
2. Penyajian data: Dilakukan dengan
cara penyampaian informasi
berdasarkan data yang telah
dimiliki dan dihimpun melalui
informan sebagai subjek penelitian.
3. Verifikasi data: Peneliti ingin
melihat kebenaran hasil analisis
masalah penelitian untuk kemudian
dapat melahirkan kesimpulan.
II. KONSEP TEORI
A. Perubahan Sosial Menurut Himes dan Moore (dalam
Soelaiman, 1998), perubahan sosial
mempunyai tiga dimensi, yaitu: dimensi
struktural, kultural dan interaksional.
Pertama, dimensi struktural mengacu pada
perubahan-perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat, menyangkut perubahan dalam
peranan, munculnya peranan baru,
perubahan dalam struktur kelas bertambah
dan berkurangnya kadar peranan;
menyangkut aspek perilaku dan kekuasaan;
8
adanya peningkatan atau penurunan
sejumlah peranan atau pengategorian
peranan; terjadinya pergeseran dari wadah
atau kategori peranan; terjadinya modifikasi
saluran komunikasi antara peranan-peranan
atau kategori peranan; dan terjadinya
perubahan dari sejumlah tipe dan daya guna
fungsi sebagai akibat dari struktur.
B. Perkembangan Gadget
Pada awalnya gadget atau yang
dulunya dikenal dengan sebutan handphone
berfungsi untuk memudahkan setiap
individu melakukan komunikasi ke individu
lain tanpa harus bertatap muka secara
langsung. Namun seiring pesatnya
perkembangan teknologi, perkembangan
gadget terus pesat. Tepatnya pada tahun
2010 gadget mulai masuk di Indonesia yang
menawarkan segala fasilitas dan kelebihan
yang dimilikinya. Misalnya dari segi
komunikasi, kalau zaman dahulu manusia
biasa berkomunikasi lewat batin atau
kelebihan yang dikarunia oleh Tuhan
kepada orang yang dikehendaki. Seiring
dengan berkembangnya pengetahuan
manusia memilih berkomunikasi lewat
tulisan yang dikirimkan lewat pos dan di
era milenium ini, manusia pun memilih
berkomunikasi lewat handphone karena
cara ini dinilai lebih praktis daripada alat-
alat komunikasi yang ada sebelumnya. Kita
bisa berkomunikasi tanpa terikat tempat
karena kalau kita berkomunikasi lewat
Gadget kita lebih praktis dan efisien, baik
dari segi pemakaian ataupun dari segi cara
kita membawa alat komunikasi tersebut.
C. Remaja
Remaja berasal dari kata latin
adolensence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah
andolensence mempunyai arti yang lebih
luas lagi yang mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock,
1992). Remaja sebenarnya tidak
mempunyai tempat yang jelas karena tidak
termasuk golongan anak tetapi tidak juga
golongan dewasa atau tua. Seperti yang
dikemukakan oleh Calon (dalam Monks,
dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan sangat jelas sifat
transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi
memiliki status anak. Selain itu juga pada
masa ini seorang remaja masih sangat labil
dan mudah terpengaruh oleh siapapun.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004:
53) masa remaja adalah peralihan dari masa
anak dengan masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek fungsi untuk
memasuki masa dewasa. Masa remaja
berlangsung antara umur 12 tahun sampai
dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun
sampai dengan 22 tahun bagi pria.
D. Fungsi Keluarga Keluarga adalah merupakan
kelompok primer yang terpenting dalam
masyarakat. Secara historis keluarga
terbentuk paling tidak dari satuan yang
merupakan organisasi terbatas, dan
9
mempunyai ukuran yang minimum,
terutama pihak-pihak yang pada awalnya
mengadakan suatu ikatan. Pada dasarnya
keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok
yakni fungsi yang sulit dirubah dan
digantikan oleh orang lain.
III. GAMBARAN UMUM
A. Gambaran umum Pulau
Belakang Padang
Belakang Padang merupakan
kecamatan pertama dan tertua dalam jajaran
pemerintah Kota Batam, sekaligus sebagai
Ibu Kota Kecamatan Batam pada saat
pemerintahan Kabupaten Kepulauan Riau
pada tahun 1983, historis tersebut hampir
saja dilupakan akibat pesatnya
pembangunan Kota Batam dalam kesiapan
menghadapi era globalisasi. Belakang
Padang salah satu dari 12 (dua belas)
Kecamatan (Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 2 tahun 2005 tentang Pemekaran.
1. Perekonomian Rakyat/Pasar
Kecamatan Belakang Padang Dilihat dari pergerakan
perekonomian di wilayah Kecamatan
Belakang Padang, sebagian besar berada di
Pulau Belakang Padang (pusat
pasar/perekonomian), sehingga bagi
masyarakat yang berada di pulau-pulau di
luar Pulau Belakang Padang harus menuju
pasar yang berada di Pulau Belakang
Padang tersebut. Sementara itu pasokan
barang-barang secara keseluruhan berasal
dari Pulau Batam yang disalurkan melalui
transportasi laut berupa kapal dan boat
pancung.
B. Sosial Budaya
Dari segi sosial budaya, budaya
yang dianggap asli kebudayaan pulau
Belakang Padang adalah kebudayaan
Melayu Riau, seperti layaknya daerah di
provinsi Kepulauan Riau lainnya. Hanya
saat ini telah tergeser perkembangannya
oleh kebudayaan yang datang dari luar,
terutama adanya para pendatang dari luar
negeri. Untuk membendung pengaruh
kebudayaan luar yang semakin kuat, maka
kebudayaan sendiri khususnya kebudayaan
Melayu Kepulauan Riau akan terus
dikembangkan di pulau Belakang Padang
sehingga walaupun banyaknya masuk
kebudayaan dari luar namun budaya aslinya
tidak hilang.
1. Kependudukan Pulau Belakang Padang merupakan
salah satu kecamatan yang termasuk dalam
Kota Batam. Dimana Pulau Belakang
Padang ini memiliki penduduk yang cukup
padat. Pada masyarakat Pulau Belakang
Padang terdapat bermacam-macam suku
bangsa yang terdiri dari Suku Melayu, Suku
Jawa, Suku Batak, Suku Bugis, etnis
tionghoa dan Suku Flores.
2. Mata Pencaharian Adapun mata pencaharian
mayoritas penduduk di Pulau Belakang
Padang ini bermata pencaharian di sektor
transportasi laut, namun ada juga sebagian
masyarakat yang bekerja sebagai karyawan
10
perusahaan swasta, lalu ada juga sebagian
yang berwirausaha dan pegawai negeri sipil
baik itu berprofesi sebagai guru,
TNI/POLRI. Seperti yang kita ketahui
bahwa Pulau Belakang Padang ialah pulau
yang memiliki beberapa Perusahaan
Industri di sekitar pulau tersebut. Salah
satunya adalah perusahaan kilang minyak
yang terdapat di Pulau Sambu yang
posisinya tepat berada di seberang Pulau
Belakang Padang. Tidak dapat dipungkiri
bahwa di Pulau Belakang Padang banyak
juga terdapat pendatang dari luar kota yang
bertempat tinggal di Pulau Belakang
Padang dan bekerja sebagai karyawan
swasta di Perusahaan Swasta pada daerah
Pulau Belakang Padang tersebut.
3. Pendidikan Pada Kecamatan Belakang Padang
adapun sarana dan prasarana pendidikan
yang tercatat pada laporan bulan Desember
tahun 2013 yaitu jumlah Sekolah Dasar
(SD) sebanyak 16 sekolah dan jumlah
murid sebanyak 2.429 murid dengan guru
atau pengajar sebanyak 186 guru. Lalu
untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau Mts sebanyak 8 sekolah dan
jumlah murid sebanyak 942 murid dengan
guru atau pengajar sebanyak 93 guru.
Selain itu di Kecamatan Pulau Belakang
Padang juga terdapat Sekolah Menengah
Atas (SMA) sebanyak 4 dan jumlah murid
sebanyak 674 dengan guru atau pengajar
sebanyak 56 guru.
IV. DAMPAK GADGET
TERHADAP FUNGSI
KELUARGA DI PULAU
BELAKANG PADANG Pada bab ini, peneliti berusaha
menjelaskan dan menggambarkan sisi
kehidupan dan dampak gadget terhadap
fungsi keluarga di Pulau Belakang Padang.
Keluarga adalah merupakan kelompok
primer yang terpenting dalam masyarakat.
Secara historis keluarga terbentuk paling
tidak dari satuan yang merupakan
organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran
yang minimum, terutama pihak-pihak yang
pada awalnya mengadakan suatu ikatan.
Anak-anak atau remaja yang
menggunakan gadget yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah anak laki-laki
dan anak perempuan yang berumur 15
hingga umur 18 tahun sebagai batasannya,
berprofesi sebagai siswa atau siswi di
bangku pendidikan sekolah di Pulau
Belakang Padang.
A. Gambaran Umum Informan Pada gambaran umum informan
ini, peneliti memberikan informasi tentang
data-data identitas informan secara umum.
Adapun data identitas diri dari 10 anak dan
orangtua yang dijadikan informan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Informan Nicky Andriani
Nicky adalah remaja yang
berumur 17 tahun. Nicky dan
keluarganya beralamat tempat
tinggal di Kp. Bugis Batu Gajah,
11
Belakang Padang. Pada saat ini
Nicky masih berstatus pelajar di
SMAN 2 Batam.
2. Informan Habidi Setiawan
Habidi berusia 17 tahun. Dia
dan keluarganya beralamat tempat
tinggal di Kp. Tanjung (Pelantar 4).
Pada saat ini Habidi masih berstatus
pelajar di SMAN 2 Batam. Habidi
merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Ia mengaku mempunyai
gadget pada saat duduk di bangku
sekolah kelas 1 SMA.
3. Informan Destina Elfadila
Destina berusia 15 tahun, ia dan
keluarganya bertempat tinggal di
Kebun Tempang, Belakang Padang.
Pada saat ini destina masih
berstatus pelajar di bangku sekolah
menengah atas.
4. Informan Abdul Cartam
Abdul berusia 18 tahun, ia dan
keluarganya beralamat di Kp.
Tanjung, Belakang Padang.
5. Informan Rezki Nugraha
Rezki berusia 17 tahun, ia dan
keluarganya beralamat di Kp.
Tanjung, Belakang Padang. Saat ini
Rezki masih berstatus seorang
pelajar dan duduk di bangku
sekolah menengah atas.
6. Informan Delfira Dwi Sari
Delfira berusia 16 tahun, ia dan
keluarganya bertempat tingggal di
Kp. Jawa, Belakang Padang. Saat
ini Delfira masih berstatus pelajar
di bangku sekolah menengah atas.
7. Informan Taniya Astrioka
Taniya berusia 16 tahun, ia dan
keluarganya beralamat di Kp. Bugis
Batu Gajah, Belakang Padang. Saat
ini Taniya masih berstatus pelajar
di SMAN 2 Batam.
8. Informan Novia Sucianti
Novia berusia 17 tahun, ia dan
keluarganya bertempat tinggal di
Kp. Jawa, Belakang Padang. Saat
ini Novia masih berstatus seorang
pelajar di sekolah menengah atas.
9. Informan Luthna Adella Azmi
Adella adalah remaja yang
berumur 17 tahun, ia dan
keluarganya bertempat tinggal di
Kp. Jawa, Belakang Padang. Saat
ini ia masih berstatus pelajar di
bangku sekolah menengah atas.
10. Informan Andre M. Riyanto
Andre berusia 17 tahun, ia dan
keluarganya bertempat tinggal di
Kp. Jawa, Belakang Padang. Saat
ini ia masih berstatus pelajar di
SMAN 2 Batam. Andre merupakan
anak tunggal.
11. Informan Jumariah
Jumariah adalah orangtua dari
informan Nicky Andriani. Ia
berumur 46 tahun. Suaminya yang
bernama Anwar bin Ahmad bekerja
di perusahaan yang terletak di
negara Singapura.
12
12. Informan A Tjae
A Tjae adalah orangtua dari
informan Habidi Setiawan. Ia
berumur 59 tahun. A Tjae bekerja
sehari-hari di perusahaan galangan
kapal yang terletak di kota Batam.
13. Informan Mas Dewi Efrida
Mas Dewi Efrida adalah
orangtua dari informan Destina
Elfadila. Ia berumur 36 tahun. Mas
Dewi Efrida berprofesi sebagai ibu
rumah tangga.
14. Informan Toni
Toni adalah orangtua dari
informan Abdul Cartam. Ia
berumur 44 tahun.
15. Informan Fauziah
Fauziah adalah orangtua dari
informan Rezki Nugraha. Ia
berumur 48 tahun. Fauziah
berprofesi sebagai ibu rumah
tangga.
16. Informan Bambang Sunaryo
Bambang Sunaryo adalah
orangtua dari informan Delfira Dwi
Sari. Ia berumur 54 tahun.
17. Informan Nilawaty
Nilawaty adalah orangtua dari
informan Taniya Astrioka. Ia
berumur 45 tahun.
18. Informan Suprapto
Suprapto adalah orangtua dari
informan Novia Sucianti. Ia
berumur 45 tahun.
19. Informan Gustina Chandra
Gustina Chandra adalah
orangtua dari informan Luthna
Adella Azmi. Ia berumur 42 tahun.
20. Informan Juli Riyanto
Juli Riyanto adalah orangtua
dari informan Andre M. Riyanto. Ia
berumur 42 tahun.
B. Dampak Gadget Terhadap
Fungsi Keluarga di Pulau
Belakang Padang
Dari hasil wawancara dan
pengumpulan data dengan melakukan
observasi terhadap 10 informan penelitian,
peneliti menemukan berbagai macam
jawaban dan alasan dari semua informan
yang dilihat dari perkembangan gadget, dan
fungsi-fungsi dalam keluarga khususnya
pada masyarakat Pulau Belakang Padang.
1. Perkembangan Gadget Perkembangan gadget dalam penelitian
ini adalah melihat bagaimana
perkembangan teknologi khususnya
handphone atau gadget yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat Pulau Belakang
Padang, yaitu berkaitan dengan apa, kapan,
siapa, mengapa dan bagaimana dan siapa
saja yang menggunakan teknologi tersebut.
Berdasarkan hasil pengolahan data dari 10
informan, peneliti memperoleh beberapa
jawaban dari setiap informan dalam
menggunakan maupun mendapatkan gadget
tersebut.
a. Alasan dan Tujuan Penggunaan
Gadget
13
Pertama, berkaitan dengan alasan dan
tujuan setiap informan. Dalam penelitian
ini, peneliti menemukan dua alasan kenapa
anak-anak tersebut menggunakan gadget.
Adapun alasannya adalah gadget dianggap
sebagai suatu kebutuhan, artinya gadget
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan para
remaja tersebut. Mereka mengaku dengan
adanya gadget tersebut, lebih memudahkan
mereka untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Lalu gadget juga memudahkan mereka
dalam hal pendidikan. Anak-anak tersebut
kerap menggunakan gadget mereka saat
mengerjakan tugas-tugas dari sekolah
dengan mencari sumber-sumber informasi
atau referensi dari internet. Artinya dengan
mereka menggunakan gadget, dalam proses
belajar dianggap oleh anak-anak tersebut
lebih efisian karena informasi yang bisa
mereka dapatkan tidak terbatas. Hal
tersebut didukung dengan pernyataan
informan sebagai berikut:
“Adek pakai iphone nih untuk belajar bang. Misalnya ada tugas-tugas sekolah gitu, kalau tak ada bukunya adek cari aja di google. Kalau ada pekerjaan rumah atau PR yang tak adek ngerti, adek sering belajar dari internet biar dapat mengerjakan PR nya bang.” (Wawancara: Nicky Andriani, 17th. 18 Mei 2015)
Hal senada juga diungkapkan oleh salah
satu informan lainnya sebagai berikut:
“Aku pakai gadget nih supaya gampang kalau ngerjain tugas dari sekolah bang. Apalagi kalau gak ada bukunya bang, ya aku cari aja dari internet. Lebih gampang dan mudah
sih kalau menurut aku bang.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015) Lalu begitu pula dengan informan
lainnya, mereka mengatakan hal yang
sama sebagai berikut:
“Untuk belajar bang, soalnya tugas di sekolah kan banyak terus buku yang tersedia gak semuanya ada bang. Jadi adek belajar atau cari materinya dari internet bang. Lebih gampang gitu bang, he..he...” (Wawancara: Destina Elfadila, 17th, 20 Mei 2015)
“Aku pakai untuk cari materi kalau lagi ada tugas-tugas dari sekolah bang. Soalnya kadang aku gak ada buku tugasnya bang, jadinya aku browsing dari internet aja biar lebih mudah bang.” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
Hal senada juga dikatakan oleh
informan lainnya sebagai berikut:
“Buat siapkan tugas dari sekolah bang. Lebih enak dan mudah kalo pake gadget. Materi apa aja ada di internet bang. Jadi kalo ada tugas-tugas yang gak ngerti, adek sama teman-teman nyarinya di internet bang. He..he..he.” (Wawancara: Rezki Nugraha, 17th, 24 Mei 2015)
Lalu serupa dengan pernyataan
diatas, orangtua dari beberapa informan
remaja mengatakan kepada peneliti
sebagai berikut:
“iya ibuk kasi die pakai gadget supaya belajarnya makin semangat, makin pinter juge terus biar gampang komunikasinya. Jadi lebih mudah dari sebelumnya.”
14
(Wawancara: Jumariah, 46th, 18 Mei 2015)
“ibuk izinkan dia pakai gadget biar semangat belajarnya bertambah, jadi ada motivasinya dalam belajar. Dan juga harapan ibuk, dengan dia menggunakan gadget tersebut, dia terbantu dan dimudahkan khususnya dalam pendidikan dan komunikasinya.” (Wawancara: Mas Dewi Efrida, 36th, 20 Mei 2015) “Alasannya saya izinkan dia pakai handphone atau gadget tersebut, supaya makin giat belajarnya, semakin termotivasi. Jadi dia bisa gunakan gadget itu untuk menambah wawasan dan ilmunya.” (Wawancara: Toni, 44th, 21 Mei 2015)
“Ibuk setuju aje die pakai gadget tuh, asalkan belajarnya makin rajin, nilainya juga tak boleh turun.” (Wawancara: Fauziah, 48th, 24 Mei 2015)
Dari keterangan informan diatas, dapat
dilihat bahwa anak-anak tersebut memilih
untuk mempunyai dan menggunakan gadget
karena semenjak adanya gadget mereka
merasa lebih dimudahkan dalam mencari
dan mendapatkan informasi-informasi
berkaitan dengan materi-materi tugas yang
diberikan oleh sekolahnya masing-masing.
Hal ini dikarenakan kurangnya buku yang
dimiliki oleh pihak sekolah ataupun anak-
anak tersebut.
Adapun media sosial yang
dimaksud yaitu, bbm, twitter, line,
path, instagram maupun whatsapp.
Anak-anak tersebut mengaku
banyak menghabiskan waktu
dengan berkomunikasi lewat sosial
media yang tadi disebutkan. Seperti
halnya yang diungkapkan oleh
salah satu informan sebagai berikut:
“Selain untuk belajar biasanya adek pakai gadget ini untuk medsos gitu bang. Hampir semua media sosial adek main bang, line, path, ig gitu bang. He..he.. biar jadi anak kekinian bang, hahahaha..” (Wawancara: Delfira Dwi Sari, 16th, 23 Mei 2015)
Hal senada juga diungkapkan oleh
salah satu informan lainnya sebagai berikut:
“Biasanya kalo di sekolah waktu lagi jam istirahat, adek pakai buat bbm, nge-line terus cek-cek ig gitu bang. Di rumah juga sama sih bang, banyakan di kamar ngautis gitu bang. Hahahahaha...” (Wawancara: Taniya Astrioka, 16th, 25 Mei 2015)
Begitu juga dengan informan lainnya,
ia mengatakan hal serupa dengan informan-
informan sebelumnya sebagai berikut:
“Selain buat belajar ya buat ngautis bang, misalnya bbm-an sama pacar, cek-cek instagram, atau path gitu bang. Di sekolah kalo jam istirahat ngautis. Pulang sekolah juga sama bang, langsung masuk kamar ngautis deh hahahaha..” (Wawancara: Novia Sucianti, 17th, 27 Mei 2015)
Dari keterangan beberapa informan
diatas, dapat dipahami bahwa selain gadget
digunakan untuk membantu anak-anak
tersebut dalam proses belajar, namun
gadget juga mereka gunakan untuk media
sosial juga. Ngautis yang dimaksudkan oleh
15
informan diatas adalah mereka manfaatkan
dan menghabiskan waktu untuk
berkomunikasi dengan teman-temannya
melalu media sosial blackberry messanger,
line, path, ataupun whatsapp. Tidak sedikit
pula dari mereka mengakui dengan
semenjak mereka menggunakan gadget
tersebut mereka sedikit menjadi individu
yang masa bodoh dan waktu mereka banyak
dihabiskan di depan layar gadget. Hal
tersebut seperti yang disampaikan oleh
salah seorang informan pada penelitian ini:
“Adek lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget bang, kadang di rumah pernah gak keluar seharian di kamar aja ngautis di medos bang. Kalo gak bbm-an, line atau main path bang.” (Wawancara: Delfira Dwi Sari, 16th, 23 Mei 2015)
Pendidikan merupakan kebutuhan
yang paling terpenting dalam kehidupan
manusia di dunia selain dari kebutuhan
sandang dan pangan. Sebagai salah satu
kebutuhan yang sangat mendasar bagi
manusia, maka bagaimanapun cara harus
tetap diusahakan agar dapat mendapatkan
pendidikan yang layak. Pendidikan
merupakan landasan utama guna
mewujudkan segala keinginan dan cita-cita
yang ingin dicapai. (Tjutjup Purwoko,
2013:20)
2. Fungsi-Fungsi Keluarga Menurut Bailon dan Maglaya (2008:63)
mendefinisikan keluarga adalah dua atau
individu yang hidup di dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah,
perkawinan atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lainnya,
mempunyai peran masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya.
Dalam hal ini fungsi-fungsi keluarga
yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah peneliti ingin mengetahui lebih jauh
bagaimana peran dan fungsi sebuah
keluarga dalam melindungi anggota
keluarganya dalam rangka refleksi dampak
dari dari pengaruh gadget tersebut. Pada
dasarnya keluarga mempunyai fungsi-
fungsi pokok yakni fungsi yang sulit
dirubah dan digantikan oleh orang lain.
Fungsi-fungsi pokok tersebut antara lain:
a. Fungsi Keagamaan
Menurut Emile Durkheim agama adalah
suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas
kepercayaan dan praktik yang berhubungan
dengan hal yang suci.
Dengan memperkenalkan dan mengajak
anak dan anggota keluarga yang lain dalam
kehidupan beragama. Ini bertujuan untuk
membangun insan yang agamis yang
bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Fungsi keagamaan yang dimaksudkan
peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti
ingin mengamati bagaimana keluarga
memperkenalkan dan menanamkan nilai-
nilai agama bahwasanya ada kekuatan lain
yang mengatur kehidupan ini dan ada
kehidupan setelah di dunia ini.
16
1. Nilai Agama
Menurut pengakuan dari 10 informan
yang dijadikan sampel pada penelitian ini,
didapati bahwa sebagian besar informan
mengaku bahwa orangtuanya mengajarkan
mereka tentang hal-hal yang diajarkan oleh
agama dan melarang apa yg dilarang oleh
agama. Salah satunya adalah diajarkan
untuk sholat, mengaji, berpuasa dan
melakukan hal-hal baik yang dianjurkan
oleh agama. Senada dengan hal ini, salah
seorang informan mengatakan kepada
peneliti sebagai berikut:
“iya orangtua mengajarkan sholat, terus berpuasa, terus ngaji terus yang baik-baik lah pokoknya bang. Disuruh juga harus saling menghormati, tegur sapa gitu bang.” (Wawancara: Nicky Andriani, 17th, 18 Mei 2015)
Hal serupa juga diungkapkan oleh
beberapa informan lainnya kepada peneliti
sebagai berikut:
“ayah sama ibu adek suruh sholat jangan ditinggal bang, terus disuruh jangan melawan orangtua, puasanya jangan ditinggal, harus hormat sama yang lebih tua, gitu katanya bang.” (Wawancara: Rezki Nugraha, 17th, 24 Mei 2015)
“paling ya disuruh sholat bang, ngaji,
puasa terus gak boleh melawan sama orangtua bang. Yang baik semua bang diajarin sama orangtua.hehehe..” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
“semua yang baik pkoknya bang. Sholatnya diingetin terus jangan tinggal, buat hal-hal yang positif, hormat sama orangtua jangan melawan. Gak boleh ngomong
jorok.” (Wawancara: Novia Sucianti, 17th, 27 Mei 2015)
“orangtua selalu ingatin jangan
nakal-nakal bang. Kalau bisa sholatnya jangan tinggal terus jangan suka ditunda-tunda, hormat sama yang lebih tua bang.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
“iya diajarkan yang baik-baik bang misalnya jangan melawan sama orang tua, harus sopan santun kalau ngomong, terus sholat bang.” (Wawancara: Andre M. Riyanto, 17th, 21 Mei 2015)
Hal serupa juga dikatakan informan
lainnya kepada peneliti sebagai berikut:
“orangtua adek selalu ngajarkan yang baik-baik bang, misalnya sopan sama yang lebih tua, hormat sama orangtua, ibadahnya jangan tinggal, pokoknya gitu-gitulah bang.” (Wawancara: Destina Elfadila, 17th, 20 Mei 2015)
“kalo orangtua adek selalu ngajarin misalnya hormat sama orang yg lebih tua, tegur sapa, jangan melawan orangtua, ibadahnya harus rajin, gitu bang.” (Wawancara: Delfira Dwi Sari, 16th, 23 Mei 2015)
Senada dengan pernyataan diatas,
beberapa orangtua dari informan remaja
tersebut mengatakan kepada peneliti
sebagai berikut:
“saya selaku orangtuanya
menanamkan nilai-nilai agama, baik itu yang dianjurkan oleh agama maupun yang tidak diperbolehkan agama. Misalnya tentang sholat lima waktu, harus pandai membaca Alqur’an dan nilai-nilai yang
17
lainnya.” (Wawancara: Toni, 44th, 21 Mei 2015)
“ibuk selalu mengajarkan same anak ibuk apa saja yang dibolehkan dan tidak diperbolehkan oleh agame, misalnya sholat lima waktu itu wajib hukumnya, harus selalu patuh terhadap orangtua, teladani sifat-sifat nabi dan jauhi segala larangannye.” (Wawancara: Fauziah, 48th, 24 Mei 2015)
“ye kalau ibuk pasti selalu ngajarkan same anak-anak ibuk yang baik-baik, misalnye tak boleh melawan sama orangtue, rajin ibadah, terus hormat same yang lebih tue.” (Wawancara: Jumariah, 46th, 18 Mei 2015)
“yang pastinya saya selalu ajarkan kepada anak-anak saya tentang nilai-nilai kebaikan yang diajarkan agama.” (Wawancara: A Tjae, 59th, 18 Mei 2015)
“saya selalu tanamkan dari kecil ke anak-anak saya tentang nilai agama. Misalnya adab terhadap orangtua, teman dan guru. Terus tentang ibadahnya juga.” (Wawancara: Mas Dewi Efrida, 36th, 20 Mei 2015)
Serupa dengan pernyataan diatas,
beberapa orangtua dari para informan
mengatakan hal yang sama kepada peneliti
sebagai berikut:
“saya selalu mengajarkan kepada anak-anak saya apa yang diajarkan di agama itulah yang saya ajarkan ke anak-anak. Mulai dari bersikap, sopan santun sampai ibadahnya.” (Wawancara: Bambang Sunaryo, 54th, 23 Mei 2015)
“ibuk ajarkan nilai-nilai agama sama anak ibuk. Misalnya harus pandai mengaji, rajin sholatnya, terus
hormat sama orangtuanya dan jangan melawan.” (Wawancara: Nilawaty, 45th, 25 Mei 2015)
“iya pastinya setiap orangtua selalu mengajarkan nilai-nilai agama ke anak-anaknya, termasuk saya juga dari kecil anak-anak selalu saya ajarkan hal-hal yang baik. Misalnya sopan santun, hormat dengan orangtua.” (Wawancara: Suprapto, 40th, 27 Mei 2015)
“iya dari kecil ibuk udah ajarkan ke anak ibuk tentang hal positif dan baik, supaya anak ini saat dia tumbuh dewasa udah tertanam nilai-nilai positif di dalam dirinya. Misalnya tentang ibadahnya, sikapnya, dan sopan santun.” (Wawancara: Gustina Chandra, 42th, 29 Mei 2015)
“pastilah semua orangtua mengajarkan anaknya nilai-nilai agama dari kecil, saya pribadi juga tanamkan nilai agama sama anak saya sejak kecil. Menurut saya itu sangat perlu dan wajib hukumnya, misalnya cara dia bersikap, sopan santunnya, etikanya dan juga ibadahnya.” (Wawancara: Juli Riyanto, 42th, 21 Mei 2015)
Dari pernyataan informan diatas dapat
disimpulkan bahwa setiap orangtua dari
informan selalu mengajarkan nilai-nilai
agama kepada anaknya baik itu yang
berkaitan dengan yang dianjurkan oleh
agama maupun yang dilarang oleh agama.
18
2. Tergantinya Peran Orang tua Dalam
Proses Pembelajaran Nilai Agama
Berikut ini pengakuan dari informan
yang mengaku semenjak dirinya
menggunakan gadget, tidak jarang ia selalu
menggunakan gadget dalam memperoleh
informasi-informasi yang berkaitan dengan
nilai-nilai agama yang sudah ditanamkan
oleh orang tuanya. Yang pada awalnya ia
mengaji ataupun belajar tentang ilmu
agama melalui media cetak yaitu buku-
buku agama dan Al-Quran beralih menjadi
menggunakan media gadget. Hal ini
dikarenakan tersedianya fitur-fitur yang
terdapat pada gadget tersebut. Hasil
wawancaranya sebagai berikut:
“iya semenjak pakai gadget sekarang udah gak susah-susah lagi harus baca atau belajar dari buku agama bang. soalnya kan di gadget juga udah ada aplikasi agama dan lengkap juga. He..he” (Wawancara: Novia Sucianti, 17th, 27 Mei 2015)
Hal senada juga diungkapkan oleh
informan lainnya kepada peneliti sebagai
berikut:
“iya kalau dulu kan kalau mau ngaji ataupun baca-baca tentang ilmu agama gitu cuman dari buku aja bang, sekarang lumayan sering baca tentang ilmu agama dari aplikasi di gadget. Ngaji juga sama bang, bisa ngaji tapi dengan media alquran nya dari aplikasi di gadget.” (Wawancara: Rezki Nugraha, 17th, 24 Mei 2015)
“bedanya sih kalo kan bang ngaji tuh secara langsung gitu kan bang, kalau sekarang kan dimana aja kita bisa
ngaji asal ada aplikasinya bang, jadi tak harus bawa Al Quran kemana-mana.” (Wawancara: Nicky Andriani, 17th, 18 Mei 2015)
“sekarang jadi lebih enak dan gampang bang, gak perlu lagi susah-susah kayak dulu, sekarang aplikasi tentang agama banyak di gadget jadi lebih mudah kalo mau baca-baca gitu bang.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
Serupa dengan pernyataan diatas,
orangtua dari beberapa informan diatas
mengatakan kepada peneliti sebagai
berikut:
“iya semenjak anak saya menggunakan gadget, saya rasa cara dia mendapatkan informasi sudah lebih mudah. Contohnya saja sebelum menggunakan gadget, saya selalu memberikan pemahaman-pemahaman tentang agama melalui buku agama dan dilakukan secara lisan, namun sekarang dengan aplikasi yang ada di gadget anak tersebut mudah untuk mengakses informasi-informasi tentang agama tanpa harus dilakukan secara lisan.” (Wawancara: Suprapto, 40th, 27 Mei 2015)
“menurut ibuk ada perbedaan sebelum dan sesudah anak ibuk pakai gadget. Kalau dulu kan penyampaian khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai agame disampaikan secara langsung atau buku. Sekarang jauh lebih mudah lah. Anak ibuk tak perlu hanya dari buku saja atau dari orangtuanye saja dalam mendapatkan ilmu namun dengan gadget, mereka sudah lebih mudah dalam mendapatkan ilmu-ilmu tentang agama. Kan ada banyak aplikasi yang terdapat di gadget kan.” (Wawancara: Fauziah, 48 th, 24 Mei 2015)
19
“sejauh ini kalau saya liat semenjak adanya gadget itu, mereka jadi bisa lebih mudah belajar agamanya. Mereka juga bisa cari sendiri informasi-informasi di internet.” (Wawancara: A Tjae, 59th, 18 Mei 2015)
“menurut ibuk adelah beda die dulu same yang sekarang. Kalau dulu kan ape-ape mesti dari buku belajar agamanye. Sekarang kan lebih canggih, tak hanya dari buku aje, dari gadget tuh dia bise belajar tentang agame juge.” (Wawancara: Jumariah, 46th, 18 Mei 2015)
Dari keterangan semua informan diatas,
bila dikaitkan antara fungsi keagamaan
dengan pengaruh yang dihasilkan oleh
gadget, dapat dilihat bagaimana pergeseran
media dalam proses pembelajaran nilai-nilai
agama. Yang awalnya setiap remaja
menggunakan media buku sebagai sumber
memperoleh informasi namun dengan
kemajuan teknologi saat ini kemudian
tergantikan dengan media gadget yang
menawarkan semua fitur yang dibutuhkan
remaja tersebut. Di sisi lain, pengadopsian
nilai-nilai keagamaan dari media internet
tanpa pengawasan dari orang tuanya juga
bisa berdampak buruk terhadap remaja itu
sendiri. Karena belum tentu setiap
informasi yang diterima melalui media
internet sepenuhnya benar semua, untuk itu
diperlukan pengawasan dari orang tua.
b. Fungsi Sosial Budaya Emile Durkheim melihat perubahan
sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor
ekologis dan demografis. Yang berubah
kehidupan masyarakat dari kondisi
tradisional yang diikat solidaritas mekanik,
ke dalam kondisi masyarakat modern yang
diikat oleh solidaritas organik.
Di dalam sebuah keluarga, fungsi sosial
budaya dapat dilakukan dengan membina
sosialisasi pada anak, membentuk norma-
norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak, dan meneruskan nilai-
nilai budaya keluarga.
1. Nilai-Nilai Budaya di Rumah
Menurut pengakuan dari 10 informan
yang dijadikan sampel pada penelitian ini,
peneliti menemui bahwa sebagian besar
informan mengaku bahwa orangtuanya
menerapkan beberapa aturan-aturan yang
berlaku baik di dalam maupun di luar
rumah. Senada dengan hal ini, salah
seorang informan mengatakan kepada
peneliti sebagai berikut:
“iya bang, di rumah orangtua mengatur jam belajar misalnya dari jam 18.30 sampai jam 20.00 bang, terus pada saat malam minggu orangtua membuat aturan jam plg, makan bersama keluarga, terus mengucapkan salam sebelum keluar rumah dan mencium tangannya. Kaya gitu bang” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
Hal serupa juga diungkapkan
informan lainnya kepada peneliti, sebagai
berikut:
“iya bang di rumah ada aturan-aturan yang dibuat sama orangtua, misalnya jam belajarnya dari jam sekian sampai jam sekian terus jam main sama teman, malam minggu juga bang, terus makan sama
20
keluarga.” (Wawancara: Taniya Astrioka, 16th, 25 Mei 2015)
Senada dengan pernyatan diatas, salah
satu orangtua dari informan diatas
mengatakan kepada peneliti sebagai
berikut:
“kalau untuk di keluarga saya ya khususnya di rumah, itu biasanya kami melakukan makan bersama, terus harus sopan dengan yang lebih tua, tidak boleh melawan orangtua. Intinya semua yang sekiranya baik untuk dilakukan di rumah.” (Wawancara: Nilawaty, 45th, 25 Mei 2015)
“iya kalau di rumah ada aturan jam belajar anak-anak saya, terus jam malam minggunya. Dan juga di rumah kami juga ada kebiasaan makan bersama.” (Wawancara: Toni, 44th, 21 Mei 2015)
Lalu ada juga pengakuan dari beberapa
informan yang mengatakan bahwa
orangtuanya tidak membuat aturan yang
mengatur jam belajar maupun jam saat di
luar rumah. Berikut hasil wawancaranya:
“tidak bang, kita sendiri yang mengatur jam belajarnya. Orangtua tidak ada buat aturannya. Malam minggu juga tidak dibatasin pulang jam berapa bang.” (Wawancara: Destina Elfadila, 17th, 20 Mei 2015)
“tidak ada bang, orangtua cuma blg harus pandai bagi waktu antara belajar sama bermain bang. Kalau jam keluar dan pulang malam minggu juga tidak ada bang.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
Namun dari hasil wawancara dan
pengamatan di lapangan, peneliti
menemukan bahwa hampir seluruh
informan mengaku bahwa tidak ada aturan
di rumah yang dibuat oleh orangtuanya
dalam penggunaan gadget. Artinya bahwa
orangtua tidak membuat suatu aturan yang
mengatur penggunaan gadget kepada anak-
anaknya. Hasil wawancaranya sebagai
berikut:
“tidak ada bang, orangtua tak pernah buat aturan tentang pakai gadget harus gimana-gimana gitu bang.” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
Hal serupa juga diungkapkan oleh
informan lainnya, sebagai berikut:
“orangtua tak ada kasi buat aturan gitu bang, tak ada buat aturan misalnya jam belajar harus tak boleh pakai gadget gitu bang. Kata orang rumah selagi tak disalahgunakan ya boleh aja bang main terus.” (Wawancara: Nicky Andriani, 18 Mei 2015)
“tak ada bang, orangtua tak ada buat aturan atau batasan penggunaan gadget sama adek. Paling cuman diingetin aja biar tak disalahgunakan gadgetnya bang.” (Wawancara: Rezki Nugraha, 17th, 24 Mei 2015)
Hal senada juga diungkapkan oleh
orangtua dari informan di atas kepada
peneliti sebagai berikut:
21
“kalau untuk larangan penggunaan gadget pasti ada, misalnya gadget digunakan untuk hal-hal yang positif, jangan buka yang negatif-negatif. Tapi kalau untuk batasan penggunaan gadget misalnya pengaturan jam pemakaian gadget tak ade.” (Wawancara: Jumariah, 46th, 18 Mei 2015)
“saya selalu ingatkan sama anak saya supaya gadget digunakan sebaik mungkin dan untuk hal-hal positif. Kalau untuk batasan waktu penggunaan gadget sih tidak ada ya.” (Wawancara: Toni, 44th, 21 Mei 2015)
“ibuk pasti selalu ingatkan same anak ibuk biar pandai-pandai pakai gadget tuh, gunakan untuk yang baik-baik aje jangan yang tidak-tidak. Karna ibuk percayakan ke anak ibuk, makanye ibuk tak ade buat aturan jam pemakaian gadget tuh.” (Wawancara: Fauziah, 48th, 24 Mei 2015)
Sebagaimana dijelaskan oleh Singgih D.
Gunarsa bahwa “Hubungan antar pribadi
dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh
orangtua (ayah dan ibu) dalam pandangan
dan arah pendidikan yang akan
mewujudkan suasana keluarga. Masing-
masing pribadi diharapkan tahu peranannya
didalam keluarganya dan memerankan
dengan baik agar keluarga menjadi wadah yang
memungkinan perkembangan secara wajar”.
(Singgih, 1995: 83).
2. Tergantikannya Waktu Bersama
Keluarga
Fakta di lapangan membuktikan bahwa
sebagian besar orangtua dari informan
tersebut tidak membuat aturan yang
berkaitan dengan batasan dari remaja-
remaja tersebut dalam menggunakan
gadget. Artinya bahwa orangtua terkesan
tidak acuh. Anak-anaknya dibiarkan dengan
bebas kapapun mengoperasikan gadgetnya.
Hasilnya adalah sering kali para remaja
tersebut menunda pekerjaan atau kebiasaan
yang harusnya dilakukan bersama yang
pada akhirnya waktu bersama keluarga
tergantikan seiring penggunaan gadget oleh
remaja tersebut.
Hal serupa diungkapkan oleh informan
sebagai berikut:
“iya jadi jarang sekarang bang, masih tetap ada makan sama-sama gitu bang tapi udah tidak sesering dulu bang. Banyak nunda-nundanya adek. Ha..ha..ha.” (Wawancara: Taniya Astrioka, 16th, 25 Mei 2015)
“jarang bang, sekali-sekali aja sekarang kalau makan sama-sama keluarga bang.” (Wawancara: Rezki Nugraha, 17th, 24 Mei 2015) “sedikit berkurang sih bang sekarang. Kadang kalau disuruh makan gitu adek banyaknya bilang nanti-nanti gitu bang. Nanti kalau orang rumah udah selesai makan baru adek makan.” (Wawancara: Nicky Andriani, 18 Mei 2015)
“jarang juga bang, masih ada makan sama-sama gitu tapi tak terlalu seringlah bang. kadang-kadang aja bang itupun kalau sempat.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
“udah mulai berkurang sih bang kalau menurut adek ya, kalaupun makan sama-sama gitu bang, kadang
22
tak fokus makannya soalnya bawa gadget juga gitu, jadi sambil makan main gadget bang. sibuk sama dunia sendiri lebih tepatnya bang.” (Wawancara: Destina Elfadila, 17th, 20 Mei 2015)
Senada dengan hal tersebut, orangtua
dari informan diatas mengatakan kepada
peneliti sebagai berikut:
“menurut ibuk pribadi jadi berkurang waktu kebersamaan dengan anak, khususnya waktu makan bersame keluarge. Terus biasanya dia kalau lagi makan bersama gadgetnya selalu dibawa di samping atau diletakkan di samping piring makannya. Jadi lebih banyak sibuk dengan dunianya pas lagi makan same-same.” (Wawancara: Jumariah, 46th, 18 Mei 2015)
“kalau menurut ibuk berkuranglah, kadang die kalau dipanggil makan, jawabnye nanti tunggu sebentar. Jadi sering telat makan same-same.” (Wawancara: Nilawaty, 45th, 25 Mei 2015)
“jarang juge lah sekarang, kalau sempat aje baru makan same-same. Kadang kan tau sendiri, budak-budak nih kalau dah begantung ke gadget susah nak lepas. Kite panggil banyak nanti ke nanti aje.” (Wawancara: Fauziah, 48th, 24 Mei 2015)
“masih sering juga makan bersama gitu. Tapi kadang kalau lagi makan jadi kurang ngobrolnya, soalnya anak sibuk dengan gadget dia walaupun lagi makan sama-sama gitu.” (Wawancara: Mas Dewi Efrida, 36th, 20 Mei 2015)
“kalau untuk makan sama anak-anak masih lumayan sering, tapi memang tidak kayak dulu. Kadang anak
sekarang kalau dipanggil makan sama-sama dia bilang nanti terus. Nanti orang semuanya udah selesai makan baru dia makan sendiri.” (Wawancara: A Tjae, 59th, 18 Mei 2015)
Memang benar kita harus menyesuaikan
dengan perkembangan zaman. Apalagi
dengan sifat gadget yang mobile
memberikan pengaruh kepada para
pengguna untuk selalu membawa gadget
kemana saja namun itu semua harus
diimbangi dengan kontrol, apabila tidak
adanya kontrol dari orang terdekatnya
dalam hal ini adalah orangtuanya. Maka
remaja tersebut akan kebablasan dalam
menggunakan gadget.
c. Fungsi Cinta Kasih Kasih sayang adalah suatu sikap paling
menghormati dan mengasihi semua ciptaan
Tuhan baik makhluk hidup maupun benda
mati seperti menyayangi diri sendiri
berlandaskan hati nurani yang luhur. Kasih
sayang dalam keluarga adalah suatu kesatu
dan pergaulan paling awal. Sebagai satu
kesatuan merupakan gabungan dari
beberapa orang yang ditandai oleh
hubungan genelogis dan psikologis yang
saling ketegantungan dengan
karakteristiknya yang berbeda. Jadi
keluarga menggambarkan ikatan atau
hubungan di antara anggota keluarganya
yang diikat dengan berbagai sistem nilai.
1. Komunikasi Anak dan Orangtua Berdasarkan dari hasil wawancara yang
peneliti lakukan di lapangan, menurut
23
pengakuan dari 10 informan yang dijadikan
sampel pada penelitian ini, peneliti
menemui bahwa komunikasi antara
informan dengan orangrtuanya sangat
sering terjadi khususnya pada saat sebelum
mereka memiliki gadget tersebut. Berikut
pengakuan dari informan:
“sangat sering bang, di rumah biasanya plg sekolah gitu sambil makan ngobrol sama mama, cerita-cerita masalah sekolah bang. Curhat lah pokoknya bang. Hehehe..” (Wawancara: Luthna Adella Azmi, 17th, 29 Mei 2015)
Senada dengan hal tersebut, informan
lainnya mengungkapkan hal yang sama
dengan informan diatas. Berikut
pernyataanya:
“sering banget bang, apa-apa pasti ceritanya ke ibu. Kadang bisa berjam-jam ngobrol sama ibu bang. Kadang sambil nonton cerita-cerita sama ibu, sambil makan, gitu bang.” (Wawancara: Novia Sucianti, 17th, 27 Mei 2015)
“iya lumayan sering bang. Kadang pas makan pulang sekolah di rumah ngobrol-ngobrol sama mamak. Kalau mamak lagi tak ada kerja ya ngobrol gitu bang. Tapi tak semuanya dicerita ke mamak bang. Hehehe..” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
2. Tergantikannya Media Komunikasi
Anak dan Orangtua
Sejatinya komunikasi dilakukan dengan
cara tiap individu bertemu tatap muka dan
dilakukan secara langsung. Namun
kemajuan teknologi merubah konsep
tersebut, komunikasi tidaklah harus
dilakukan dengan tatap muka langsung.
Yakni dengan menggunakan gadget kita
bisa melakukan komunikasi tanpa batas
dimanapun dan kapanpun. Sesuai dengan
pengakuan dari beberapa informan sebagai
berikut:
“iya kalau dulu mau ngomong sama orangtua kan biasanya langsung aja gitu ngomong langsung bang. terus kalau curhat gitu sekarang kan udah enak bang, bisa lewat sms atau bbm gitu” (Wawancara: Novia Sucianti, 17th, 27 Mei 2015)
“sekarang lebih sering komunikasinya itu lewat gadget misalnya lagi di luar rumah bang, telat pulangnya pasti adek kabarin sama orang rumah lewat bbm atau telpon.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
“lumayan sering komunikasinya lewat bbm atau whatsapp bang. kalau lagi tidak di rumah atau lagi main di rumah teman. Curhat kadang-kadang sih bang lewat gadget.” (Wawancara: Nicky Andriani, 18 Mei 2015)
Berdasarkan dari pernyataan diatas
dapat kita lihat bahwa dengan
berkembangnya teknologi konsep
komunikasi menjadi lebih fleksibel dan
mobile. Kalau dahulu komunikasi
mengharuskan setiap individu bertemu dan
bertatap muka, namun saat ini komunikasi
bisa dilakukan tanpa harus bertatap muka.
Artinya seseorang dapat melakukan
24
komunikasi kapanpun dan dimanapun ia
berada dengan individu lain tanpa harus
bertemu secara langsung.
3. Intensitas Komunikasi Semakin
Berkurang
Berdasarkan fakta di lapangan yang
dijumpai oleh peneliti, semenjak anak-anak
tersebut telah memiliki gadget, intensitas
komunikasi dengan orangtuanya semakin
berkurang. Meskipun kemajuan teknologi
memudahkan seseorang berkomunikasi
jarak jauh antara individu satu dengan
individu yang lainnya. Namun kemajuan
teknologi tersebut nyatanya mempengaruhi
tingkat komunikasi antara anak terhadap
orangtua yang semakin hari semakin jarang
dilakukan khususnya melalui tatap muka
secara langsung. Senada dengan hal
tersebut, salah satu informan mengatakan
kepada peneliti sebagai berikut:
“iya jadi berkurang sih bang. Soalnya kebanyakan di kamar bang mainin gadget. Ya paling kalau mau makan atau mandi baru adek keluar kamar bang kalau sekarang.” (Wawancara: Delfira Dwi Sari, 16th, 23 Mei 2015)
Hal serupa juga diakui oleh
informan lainnya kepada peneliti, berikut
pengakuan mereka:
“iya jadi jarang sekarang bang, dulukan tak ada gadget tak sibuk sana sini di sosmed bang, kalau sekarang kan sibuk ngautis. Curhat pun udah tak kayak dulu bang. Udah jarang sekarang.” (Wawancara: Luthna Adella Azmi, 17th, 29 Mei 2015)
“menurut aku jadi lumayan berkurang juga bang. Soalnya sibuk dengan dunia sendiri bang, main game di gadget bang sama sosmed.” (Wawancara: Andre M. Riyanto, 17th, 21 Mei 2015)
Senada dengan hal tersebut, orangtua
dari beberapa informan diatas mengatakan
kepada peneliti sebagai berikut:
“kalau untuk komunikasi kasi ya jadi berkurang, mungkin karena dia (anak saya) terlalu asik di dalam kamarnya mainin gadget.” (Wawancara: Gustina Chandra, 42th, 29 Mei 2015)
“jadi berkurang iya semenjak menggunakan gadget itu. Dia jadi lebih sering menghabiskan waktu di kamarnya. Jadi jarang keluar kamar dia. Kalaupun di luar kamar dia lebih sering baring sambil mainin gadgetnya.” (Wawancara: Juli Riyanto, 42th, 21 Mei 2015)
Berdasarkan dari hasil wawancara di
atas dengan informan, maka peneliti dapat
menggambarkan bahwa tidak ada yang
salah dengan kemajuan teknologi tersebut
apabila orangtua dapat mencermati dan
memberikan aturan-aturan dalam
penggunaan gadget tersebut. intensitas
penggunaan gadget meningkat seiring
dengan berkurangnya interaksi dan
komunikasi yang terjadi di dalam keluarga.
Hal ini dapat kita lihat dari hasil wawancara
diatas sebelum dan sesudah anak-anak
tesebut memiliki gadget. Kebiasaan-
kebiasaan yang dulunya sangat dijunjung
25
tinggi di dalam keluarga, semakin kesini
semakin terkikis. Hasilnya adalah timbul
nilai-nilai dan kebiasaan baru terhadap para
remaja tersebut.
d. Fungsi Melindungi
Fungsi melindungi di dalam keluarga
adalah bertujuan untuk melindungi anak
dari tindakan-tindakan yang tidak baik,
sehingga keluarga merasa terlindungi dan
merasa aman. Dalam penelitian ini yang
dimaksudkan fungsi melindungi oleh
peneliti adalah peneliti ingin mengamati
bagaimana bentuk-bentuk perlindungan
yang dilakukan oleh orangtua terhadap
anak-anaknya baik itu untuk melindungi
anak dari tindakan-tindakan yang tidak
baik, maupun perlindungan yang dilakukan
oleh keluarga dalam memproteksi
bahayanya dampak modernisasi yang
ditandai dengan kemajuan IPTEK
khususnya terhadap anak-anak.
1. Aturan-aturan di Keluarga Menurut pengakuan dari 10 informan
yang dijadikan sampel pada penelitian ini,
peneliti menemui bahwa sebagian besar
informan mengaku bahwa orangtuanya
menerapkan beberapa aturan-aturan dan
terdapat sanksi bila melanggarnya. Berikut
pengakuan dari beberapa informan kepada
peneliti:
“iya ada bang, misalnya hari minggu pagi harus gotong-royong di rumah, ngemas rumah, nyapu rumah dan lain-lain bang. Lalu selalu diingatkan agar mengenal waktu
kalau main gadget bang.” (Wawancara: Destina Elfadila, 17th, 20 Mei 2015)
Senada dengan pernyataan dari informan
diatas, informan lainnya juga mengatakan
hal yang sama sebagai berikut:
“banyak bang aturan di rumah, tidak bisa adek sebutin semuanya. Salah satu contohnya jam main di luar rumah bang. Kalau adek langgar dimarahin atau diusir dari rumah bang. Hahaha..” (Wawancara: Novia Sucianti, 17th, 27 Mei 2015)
“tidak boleh tidur terlalu malam, tidak melawan orang tua bang.” (Wawancara: Taniya Astrioka, 16th, 25 Mei 2015)
“salah satunya cara menghargai dan menghormati orang tua, tidak boleh ngomong kotor. Gitu aja bang.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat
kita lihat bahwasanya setiap keluarga
memiliki nilai-nilai dan aturannya di dalam
keluarga atau di rumah. Walaupun ada
perbedaan nilai dan aturan di dalam setiap
keluarga, namun semua aturan tersebut
bersifat positif dan konstruktif.
2. Kesepakatan Bersama Berdasarkan dari hasil wawancara yang
peneliti lakukan di lapangan, peneliti
menjumpai bahwa setiap aturan yang dibuat
merupakan kesepakatan bersama. Artinya
setiap aturan yang ada di dalam keluarga
sudah diketahui dan disetujui oleh anggota-
anggota keluarga lainnya. Hal ini
26
diungkapkan oleh salah satu informan
kepada peneliti sebagai berikut:
“iya bang. Semua orang rumah udah tau aturannya dan setuju semua bang.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
Begitu juga halnya dengan informan
lainnya, mereka juga mengatakan hal
serupa dengan peneliti sebagai berikut:
“iya bang semua aturan di rumah udah disetujuin sama semua anggota keluarga bang. Jadi kalau ada yang melanggar dapat hukuman atau sanksi.” (Wawancara: Andre M. Riyanto, 17th, 21 Mei 2015)
“iya bang atas kesepakatan bersama di keluarga adek. Kalau ada yang bandel langgar ya dihukum bang.” (Wawancara: Luthna Adella Azmi, 17th, 29 Mei 2015)
“iya atas persetujuan bersama bang, biasanya kalau ada yang melanggar aturan di rumah, dipanggil sama orangtua terus ditanya baik-baik dulu gitu baru dinasehatin bang.” (Wawancara: Taniya Astrioka, 16th, 25 Mei 2015)
Senada dengan pernyataan beberapa
informan diatas, orang tua dari informan
juga mengatakan hal yang sama kepada
peneliti sebagai berikut:
“aturan yang dibuat di rumah itu dari kesepakatan bersama. Jadi anggota keluarga yang ada di rumah wajib mengikuti aturan-aturan yang sudah disetujui bersama.” (Wawancara: A Tjae, 59th, 18 Mei 2015)
“iya aturan yang berlaku di rumah dibuat secara bersama-sama dan atas kesepakatan bersama. Jadi tidak ada alasan lagi nanti kalau ada yang tidak mematuhi aturan yang sudah dibuat bersama.” (Wawancara: Juli Riyanto, 42th, 21 Mei 2015)
“iya atas kesepakatan bersama aturan yang dibuat untuk anak-anak.” (Wawancara: Gustina Chandra, 42th, 29 Mei 2015)
“iye atas kesepakatan bersame. Ayah die dan ibuk buat aturan di rumah pasti atas persetujuan bersame. Jadi aturan yang dah dibuat tuh harus diikuti anak-anak.” (Wawancara: Nilawaty, 45th, 25 Mei 2015)
3. Gadget dijadikan Media Kontrol
Terhadap Remaja
Berdasarkan dari hasil wawancara yang
peneliti lakukan, peneliti menemukan
bahwa semenjak berkembangnya teknologi,
orangtua mereka lebih mudah dan fleksibel
dalam mengontrol kegiatan-kegiatan
khususnya yang berada di luar rumah.
Berikut pengakuan dari informan kepada
peneliti:
“dulu sebelumnya pakai gadget kalau lagi mau main keluar rumah terus pulangnya telat paling cuman disms atau di telpon aja bang, kalau sekarang lebih seringnya diingatin lewat bbm atau whatsapp bang.” (Wawancara: Nicky Andriani, 18 Mei 2015)
“biasanya sih sekarang orang rumah ngontrolnya lewat sosmed bang, kalau adek tak balas atau lama balasnya baru orang rumah telfon bang. misalnya chat lewat bbm gitu
27
bang.” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
“kalau sekarang seringnya lewat sosmed bang, misalnya bbm. Jadi kalau adek di luar rumah, orang rumah suka nanyain lagi dimana, terus sama siapa, terus ingetin jangan pulang telat.” (Wawancara: Novia Sucianti, 17th, 27 Mei 2015)
“iya lebih gampang sih bang orang tua ngontrolnya, soalnya tiap saat kalau lagi di luar mereka kadang telpon atau chat bbm. Kadang kalau pulang telat mereka nanyain gitu bang.” (Wawancara: Delfira Dwi Sari, 16th, 23 Mei 2015)
Begitu juga halnya dengan informan
lainnya, juga mengatakan hal serupa dengan
peneliti sebagai berikut:
“semenjak pakai gadget orangtua ngontrolnya sering lewat gadget bang, misalnya kalau lagi malam minggu di luar itu hampir tiap detik chat nasehatin yang baik-baik. Terus diingetin kalau pulangnya agak telat.” (Wawancara: Taniya Astrioka, 16th, 25 Mei 2015)
Senada dengan hal tersebut, orangtua
dari informan diatas mengatakan kepada
peneliti sebagai berikut:
“iya sekarang ibu lebih gampang ngontrol si nicky, sebelumnya ibu kontrol dia cuman lewat sms atau telpon tapi sekarang bisa lewat bbm atau whatsapp. Sering juga ibu sama orangtua teman-teman anak ibu tuh saling tanya atau cerita gitu. Untuk memastikan aja betul apa tidak yang dia bilang ke ibu. Jadi mudah juga ibu ngontrolnya kalau dia pulang telat atau ada izin kemana gitu.”
(Wawancara: Jumariah, 46th, 18 Mei 2015)
“kalau dulu ya seringnya ngontrol dia misalnya sebelum pergi kemana-kemana dinasehatin dulu, kalau pulangnya telat saya telp. Sekarang ya lebih seringnya ngontrol lewat media sosial, jadi tiap saat saya bisa tanyakan sama dia misalnya lagi dimana, terus sama siapa aja. Sering juga tanya-tanya sama orangtua teman anak ibuk, cari tau betul apa tidak apa yang anak ibuk bilang ke ibuk. Gitu.” (Wawancara: Nilawaty, 45th, 25 Mei 2015)
“iya semenjak ada bbm ini, saya ngontrol anak saya jadi lebih mudah, kalau dulu waktu dia belum pakai gadget kan cuman ingatin dia dari rumah, kalau sekarang tiap saat saya bisa kontrol dia, entah itu telfon ataupun bbm.” (Wawancara: Toni, 44th, 21 Mei 2015)
“alhamdulillah lah sekarang jauh lebih mudah saya ngontrolnya terus komunikasinya juga.” (Wawancara: Suprapto, 40th, 27 Mei 2015)
“lebih gampang lah sekarang ngontrol dia. Contohnya kalau dia pulangnya telat atau main tapi belum pulang-pulang ke rumah, pasti saya komunikasikan lewat bbm, kalau tak ada respon langsung saya telpon anak saya.” (Wawancara: Bambang Sunaryo, 54th, 23 Mei 2015)
Berdasarkan dari penjelasan dari
beberapa informan diatas, dapat dilihat
pergeseran-pergeseran kebiasaan dalam
mengontrol kegiatan para remaja tersebut
oleh orangtuanya. Yang pada awalnya
hanya dengan nasehat secara langsung,
menggunakan telp, lalu kemudian kontrol
28
dilakukan melalui gadget dengan
menggunakan aplikasi-aplikasi sosial media
yang terdapat di gadget tersebut.
e. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa
sosialisasi adalah suatu proses yang
menempatkan anggota masyarakat yang
baru mempelajari norma-norma dan nilai-
nilai masyarakat di tempat dia menjadi
anggota masyarakat.
Fungsi sosialisasi dan pendidikan dalam
keluarga adalah merupakan fungsi dalam
keluarga yang dilakukan dengan cara
mendidik anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya, menyekolahkan anak.
Sosialisasi dalam keluarga juga dilakukan
untuk mempersiapkan anak menjadi
anggota masyarakat yang baik. Dalam
penelitian ini yang dimaksudkan fungsi
sosialisasi dan pendidikan oleh peneliti
adalah peneliti ingin mengamati dan
mengetahui bagaimana orang tua sebagai
lingkungan terdekat anak mempersiapkan
anak untuk menjadi anggota masyarakat
yang baik, misalnya berkaitan dengan
norma-norma sosial di lingkungan keluarga.
1. Sosialisasi Dalam Keluarga Berdasarkan dari hasil wawancara yang
peneliti lakukan, peneliti menemukan
bahwa semenjak berkembangnya teknologi
proses sosialisasi di dalam keluarga para
remaja tidaklah hanya sebatas interaksi
antar anggota keluarga secara langsung,
namun seiring majunya teknologi
sosialisasi di dalam keluarga para remaja
tersebut terkadang dilakukan melalui gadget
mereka. Misalnya para remaja tersebut
berkomunikasi dengan saudara kandungnya
yang berada satu atap rumah namun beda
kamar, terkadang mereka selalu
menggunakan bbm sebagai media
komunikasinya. Berikut pengakuan
beberapa informan kepada peneliti:
“lumayan sering juga misalnya kalau lagi di rumah gitu komunikasinya lewat bbm atau sosmed lainnya dengan saudara kandung. Abisnya malas juga keluar kamar bang, kalau dari bbm kan enak gak harus keluar kamar gitu tapi bisa komunikasi.” (Wawancara: Nicky Andriani, 18 Mei 2015)
Begitu juga halnya dengan informan
lainnya, juga mengatakan hal serupa dengan
peneliti sebagai berikut:
“kalau lagi malas keluar kamar sering bang chat gitu walaupun satu rumah. Kadang minta tolong ambilkan sesuatu gitu lewat chat bbm aja.” (Wawancara: Destina Elfadila, 17th, 20 Mei 2015)
“jadi keseringan sekarang apa-apa gitu pasti lewat chat bang.” (Wawancara: Novia Sucianti, 17th, 27 Mei 2015)
“jadi sering di kamar juga sih bang, berkurang jadinya kalau untuk interaksi secara langsung gitu bang.” (Wawancara: Luthna Adella Azmi, 17th, 29 Mei 2015)
Dari pernyataan beberapa informan
diatas dapat kita lihat bahwa dengan gadget
29
para remaja tersebut melakukan interaksi
tidak lagi secara tatap muka akan tetapi
walaupun mereka berada satu rumah yang
sama namun interaksi terjadi melalui media
komunikasi elektronik. Memang di satu sisi
lebih efisien dan sangat membantu para
remaja tersebut, namun di sisi lain para
remaja tersebut cenderung jarang
bersosialisasi di rumahnya. Hal inilah yang
harus diperhatikan oleh setiap remaja agar
mereka tidak terbuai dengan kemudahan-
kemudahan yang diberikan oleh gadget
tersebut.
2. Remaja Cenderung Jarang
Bersosialisasi di Rumah Dari 10 informan yang dijadikan sampel
pada penelitian ini, sebagian besar mengaku
di lingkungan keluarganya ditanamkan
nilai-nilai yang baik untuk perkembangan
kepribadian anak tersebut. Namun
penggunaan gadget tanpa adanya batasan
mengakibatkan para remaja tersebut jarang
bersosialisasi dikarenakan banyak
menghabiskan waktu di depan layar
gadgetnya. Berikut pengakuan beberapa
informan kepada peneliti:
“iya suka ngurung diri di kamar seharian. Biasanya sih sibuk dengan sosial media yang adek mainin, terus sibuk ngegame online juga di gadget bang. jadinya jarang keluar kamar, paling keluar kamar cuman untuk makan terus mandi.” (Wawancara: Nicky Andriani, 18 Mei 2015)
Hal senada juga diucapkan oleh
informan lainnya kepada peneliti. Berikut
pengakuannya:
“jadi jarang juga ngobrol-ngobrol sama orang rumah bang, banyak habisin waktu di kamar atau di rumah dengan nge-game atau gak mainin sosial media bang.” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
“lumayan jarang sih sekarang kalau untuk ngobrol atau cerita-cerita gitu sama orang rumah bang soalnya sibuk dengan gadget di kamar seharian. Jadi agak jarang keluar kamar kalau di rumah.” (Wawancara: Rezki Nugraha, 17th, 24 Mei 2015)
Serupa dengan pernyataan dari informan
diatas, orangtua para informan tersebut
mengatakan kepada peneliti sebagai
berikut:
“iya jadi jarang keluar kamar die, asik bekurung terus di kamar. Keluar kamar pun kalau nak mandi, atau makan atau main ke rumah kawan die.” (Wawancara: Jumariah, 46th, 18 Mei 2015)
“menrut saya sih jadi sedikit agak pemalas, kebanyakan menghabiskan waktu di kamar juga. Keluar kamar kalau mau nonton tv, makan atau mandi.” (Wawancara: Toni, 44th, 21 Mei 2015)
“kalau ibuk liat lebih banyak di kamar die sekarang. Asik ngurung diri terus. Sibuk dengan gadget dia lah tuh.” (Wawancara: Fauziah, 24 Mei 2015)
30
Dari pernyataan beberapa informan
diatas dapat digambarkan bahwa
penggunaan gadget yang terlalu berlebihan
tanpa adanya batasan-batasan
mengakibatkan remaja tersebut menjadi
individu yang cenderung jarang
bersosialisasi. Pada akhirnya terbentuk
sikap apatis terhadap lingkungan sekitar.
3. Tergantikannya Buku Bacaan
dengan Gadget dan Prilaku
Konsumtif Berkaitan dengan penggunaan gadget
khususnya dalam proses belajar di rumah,
beberapa informan mengaku bahwa tidak
jarang dari mereka selalu menggunakan
gadget dalam mendapatkan informasi yang
mereka perlukan ketimbang mencari buku-
buku yang dibutuhkan para remaja tersebut
dalam proses belajar di rumah. Berikut
pengakuan dari informan tersebut kepada
peneliti:
“iya lumayan jarang beli buku-buku pelajaran sekolah. Selain terbatas bukunya terus lebih enak carinya di internet bang. lebih cepat dan mudah dapatnya daripada dari buku kan harus dibaca dulu isi bukunya bang” (Wawancara: Destina Elfadila, 17th, 20 Mei 2015)
“jarang juga sih bang baca-baca buku gitu di perpustakaan sekolah. Ribet soalnya bang mesti dibaca dulu semuanya baru dapat jawabannya. Kadang juga di perpustakaan bukunya tak lengkap bang.” (Wawancara: Nicky Andriani, 17th, 18 Mei 2015)
“biasanya cari materi-materi pelajaran di internet bang, tapi
kadang beli buku juga buat pegangan bang. kalau ke perpustakaan jarang juga sih bang soalnya bukunya kurang lengkap. Lebih gampang nyari materinya di internet bang.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
“kalau belajar seringnya sih nyari bahannya dari internet bang, buat tugas juga gitu bang. buku sih ada bang. cuman seringnya lewat internet nyari bahannya. Lebih mudah gitu bang, tak ribet kayak harus dibaca buku dulu baru dapat jawabannya.” (Wawancara: Taniya Astrioka, 16th, 25 Mei 2015)
Serupa dengan pernyataan diatas, salah
satu informan mengatakan hal yang sama
kepada peneliti sebagai berikut:
“kalau buku pelajaran jarang juga dibaca soalnya ribet harus dibaca semua kalau ada tugas-tugas sekolah bang. seringnya cari bahan pelajaran dari internet atau aplikasi edukasi gitu di gadget.” (Wawancara: Rezki Nugraha, 17th, 24 Mei 2015)
Senada dengan hal tersebut, beberapa
orangtua dari informan diatas mengatakan
kepada peneliti sebagai berikut:
“kalau sekarang ya dia kalau tidak ada buku pelajaran belajarnya ya dari gadget itu. Cari bahan belajar atau tugas dari sekolah misalnya.” (Wawancara: Mas Dewi Efrida, 36th, 20 Mei 2015)
“dia lebih banyak cari materi dan bahannya lewat internet dalam gadgetnya. Tiap buat PR selalu dibantu gadgetnya itu untuk cari jawaban atau materinya. Dari buku juga dia gunakan, tapi lebih banyak belajar dari internet katanya lengkap
31
materinya dan mudah juga untuk didapatkan materinya.” (Wawancara: Fauziah, 48th, 24 Mei 2015)
Dari pernyataan diatas dari beberpa
informan, peneliti berkesimpulan bahwa
dengan adanya gadget anak-anak tersebut
sadar atau tidak sadar menjadi individu
yang sangat manja. Karena mereka selalu
mendapatkan informasi dengan cara mudah
dan sangat instan. Remaja tersebut sudah
terbiasa dengan kemudahan-kemudahan
yang diberikan oleh gadget sehingga
mereka tidak terbiasa untuk bersusah-susah
dahulu. Ditambah lagi dengan lunturnya
budaya membaca oleh remaja itu sendiri.
f. Fungsi Pembinaan Lingkungan Fungsi pembinaan lingkungan adalah
menciptakan kehidupan yang harmonis
dengan lingkungan masyarakat sekitar dan
alam. Sebagai sentral dan sekaligus anggota
masyarakat, keluarga mempunyai inter-
relasi dengan masyarakat di luarnya.
Sehingga setiap individu dalam suatu
keluarga berusaha untuk membawa citra
keluarga di dalam masyarakat. Hubungan
antar keluarga yang baik berarti merupakan
hubungan masyarakat yang baik pula. Dan
keluarga sebagai suatu unit, setiap
anggotanya, dapat merupakan wakil dari
keluarga tersebut dalam kehidupan sosial.
1. Kegiatan di Lingkungan Sekitar Dari 10 informan yang peneliti temui di
lapangan, peneliti menemukan informasi
dari informan mayoritas dari mereka
mengaku bahwa mereka lumayan sering
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
atau di masyarakat. Hal ini dibuktikan
dengan pengakuan dari informan yang
mengatakan bahwa mereka sering
mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di
masyarakat misalnya gotong-royong dan
berbaur dengan teman sebaya maupun
dengan yang lebih tua. Berikut penuturan
dari informan kepada peneliti:
“iya sering bang, misalnya tiap hari minggu gotong royong sama warga-warga disini. Bersihkan halaman sekitar bang.” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
“sering bang. kayak gotong-royong gitu dan lain-lain bang.” (Wawancara: Taniya Astrioka, 16th, 25 Mei 2015)
“iya bang sering, disini biasanya setiap hari minggu gitu gotong-royong warganya bang. Terus berbaur sama warga disini bang, tua muda ngumpul bang.” (Wawancara: Rezki Nugraha, 17th, 24 Mei 2015)
Hal senada juga diungkapkan oleh
informan lainnya kepada peneliti sebagai
berikut:
“iya bang kadang-kadang, gotong royong terus main volly sama warga disini bang kalau sore-sore gitu bang.” (Wawancara: Delfira Dwi Sari, 16th, 23 Mei 2015)
“iya sering. Biasanya ikut gotong royong sama warga disini bang, hari minggu pagi biasanya bang. Terus main bola sama warga disini kalau sorenya bang.” (Wawancara: Habidi Setiawan, 17th, 18 Mei 2015)
32
Dari penjelasan diatas dari informan
kepada peneliti, dapat disimpulkan
bahwasanya mayoritas informan adalah
individu yang aktif di dalam lingkungan
sekitarnya. Hal tersebut dibuktikan dengan
intensitas mereka dalam mengikuti
kegiatan-kegiatan yang rutin dilaksanakan
di masyarakat setempat, misalnya gotong-
royong, bermain volly ataupun aktivitas
olahraga lainnya.
2. Berkurangnya Partisipasi di
Lingkungan Sekitar Informan mengaku bahwa mereka
beberapa waktu terakhir ini mengalami
penurunan intesitas khususnya berkaitan
dengan partisipasi di dalam masyarakat.
Senada dengan pernyataan ini, salah satu
informan mengatakan kepada peneliti
sebagai berikut:
“iya jadi agak malas gitu sih bang sekarang, paling ya hari minggu gitu tetap bersih-bersih di rumah tapi Cuma sebentar terus lanjut tidur lagi bang soalnya tidur telat malamnya bang.” (Wawancara: Luthna Adella Azmi, 17th, 29 Mei 2015)
Hal senada juga diakui oleh informan
lainnya kepada peneliti:
“iya bang sekarang jarang, malah kadang tidak pernah bang. malamnya itu aku begadang bang, main ngautis game online sampai telat tidurnya bang. jadi mau bangun pagi berat rasanya.” (Wawancara: Abdul Cartam, 18th, 21 Mei 2015)
Senada dengan hal tersebut, orangtua
dari beberapa informan mengatakan kepada
peneliti sebagai berikut:
“iya jadi malas-malasan sekarang, hari minggu bangunnya sering telat, kadang susah dibangunin pagi.” (Wawancara: Gustina Chandra, 42th, 29 Mei 2015)
“dia sering telat bangun pas hari minggu, begadang terus jadi tidurnya telat. Jadi malas-malasan juga. Kalaupun lagi gotong royong gitu, itu gadget tidak lepas dari tangannya, dibawa terus kemana-mana. Makanya jadi kurang interaksi sama warga sekitar dan berkurang partisipasinya kalau ada kegiatan warga disini.” (Wawancara: Toni, 44th, 21 Mei 2015)
Dari pernyataan diatas peneliti dapat
menyimpulkan bahwa keberadaan gadget di
tengah-tengah kehidupan remaja tersebut
telah membawa perubahan terhadap
kebiasaan-kebiasaan dari remaja tersebut.
Perlahan-lahan remaja tersebut menjadi
malas berpartisipasi dengan lingkungan
sekitar dan memprioritaskan dunia maya
yang ada di gadget mereka. Kebiasaan tidur
malam yang telat sudah menjadi bagian dari
kehidupan para remaja tersebut semenjak
memiliki barang teknologi canggih tersebut.
Hasilnya adalah mereka menjadi individu
yang memiliki waktu beristirahat yang
kurang dan menjadi individu yang pemalas.
Perkembangan globalisasi pada akhirnya
akan membawa dua wacana besar, yaitu
adanya delokalisasi dan lokalisasi, inovasi
dan teknologi informasi (Lie, 2004).
33
Pertama, delokalisasi dan lokalisasi.
Transformasi budaya lokal dalam segala
aspek sebagai interaksi dengan budaya
asing dan adopsi unsur-unsur bidaya asing
menjadi bagian budaya lokal. Proses ini
nantinya akan menyebabkan apa yang
diseut ecumene culture, terjadinya
penyebaran budaya secara sepihak. Kedua,
perkembangan inovasi dan teknologi
informasi. Wujudnya dapat dilihat dengan
semakin cepatnya perkembangan teknologi
informasi yang hampir dirasakan di semua
tempat. Hal inilah yang sebenarnya
berkontribusi pada cepatnya arus
penyebaran budaya (terutama budaya barat)
dalam setiap aspek kehidupan manusia di
dunia.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan Pada dasarnya manusia sebagai
pengguna teknologi haruslah mampu
memanfaatkan teknologi yang ada saat ini,
maupun perkembangan tersebut
selanjutnya. Adaptasi manusia dengan
teknologi baru yang telah berkembang
wajib untuk dilakukan melalui pendidikan.
Hal ini dilakukan agar generasi penerus
tidak tertinggal dalam hal teknologi baru.
Dengan begitu, teknologi dan pendidikan
mampu berkembang bersama seiring
dengan adanya generasi baru sebagai
penerus generasi lama. Beberapa cara
adaptasi tersebut dapat diwujudkan dalam
bentuk pelatihan maupun pendidikan, baik
itu di sekolah, lingkungan masyarakat
maupun di lingkungan keluarga. Pendidikan
merupakan kebutuhan yang paling
terpenting dalam kehidupan manusia di
dunia selain dari kebutuhan sandang dan
pangan. Sebagai salah satu kebutuhan yang
sangat mendasar bagi manusia, maka
bagaimanapun cara harus tetap diusahakan
agar dapat mendapatkan pendidikan yang
layak. Pendidikan merupakan landasan
utama guna mewujudkan segala keinginan
dan cita-cita yang ingin dicapai. (Tjutjup
Purwoko, 2013:20)
Perubahan perilaku yang bersifat
negatif dari masyarakat termasuk di
dalamnya adalah remaja sebagai dampak
dari pembangunan dapat dilihat antara lain
dengan gaya hidup glamour, pergaulan
bebas, hedonistik, penggunaan gadget
semuanya diekspresikan sesuai dengan
tingkat intelektualitas dan kelas sosialnya
masing-masing. Remaja misalnya, yang
merupakan bagian dari masyarakat adalah
komunitas yang paling rentan dalam
menerima perubahan-perubahan tersebut.
karena pada masa itu adalah masa
memasuki fase pencarian jati diri. Dalam
pencarian jati dirinya mereka
mengekspresikannya dengan berbagai cara
dan gaya, selalu ingin tampil beda dan
menarik demi perhatian orang lain. Dalam
fase ini jika tidak diimbangi dengan
kokohnya benteng moral, termasuk di
dalamnya nilai-nilai yang sudah ditanamkan
oleh keluarganya, sudah pasti bisa diduga
arah jalan kehidupannya. Akibatnya para
34
remaja tersebut tumbuh dan berkembang
menjadi remaja yang sangat manja,
menjadi remaja yang memiliki sifat
pemalas, lunturnya budaya membaca
buku, menjadi individu yang apatis atau
masa bodoh dan menjadi remaja
konsumtif.
Demikian halnya, bahwa peran dan
tanggungjawab semua komponen bangsa
dibutuhkan sebagai perwujudan kepedulian
dan tidakan pencegahan terhadap semua ini.
Keluarga sebagai lingkungan masyarakat
terkecil merupakan modal dasar bagi
orangtua untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan moral termasuk dalam
melakukan pengawasan terhadap anak-
anaknya dalam hal ini yang berkaitan
dengan penggunaan teknologi dalam
menghadapi masa (perkembangan dan
pertumbuhan) remaja dan perubahan-
perubahan yang terjadi di lingkungannya
dengan harapan anak-anak tersebut tumbuh
menjadi individu yang memegang teguh
nilai-nilai yang sudah ditanamkan sejak
kecil dari lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat yang kelak berguna bagi dirinya
sendiri maupun orang lain.
B. Saran Teknologi informasi dan komunikasi
berbasis internet menjadi alat untuk
memenuhi kebutuhan psikologis manusia
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Agar penggunaan gadget lebih optimal dan
dijalankan dengan baik dan benar, dalam
hal ini peneliti memberikan saran dan
masukan kepada remaja itu sendiri, orang
tua, guru dan pemerintah agar dampak
negatif dari gadget tersebut dapat
diminimalisir sebagai berikut:
1. Orang tua sebagai lingkungan
terdekat dari remaja tersebut
hendaklah mempertimbangkan
terlebih dahulu pemakaian gadget
dalam pendidikan, khususnya
untuk anak-anak tersebut yang
masih harus dalam pengawasan
ketika sedang melakukan
pembelajaran dengan gadget.
Analisis untung dan rugi
pemakaian dari teknologi tersebut.
2. Tidak menjadikan gadget sebagai
media atau sarana satu-satunya
dalam pembelajaran, tetapi masih
tetap membeli buku buku cetak,
sehingga budaya membaca tidak
memudar di dalam diri remaja
tersebut.
3. Pihak-pihak pengajar baik orang
tua maupun guru, memberikan
pengajaran-pengajaran etika dalam
menggunakan gadget khususnya
media sosial yang sekarang ini
sedang nge-trend di kalangan
remaja agar dapat dipergunakan
secara optimal tanpa
menghilangkan etika.
4. Untuk mencegah kecanduan orang
tua perlu membuat kesepakatan
dengan anak soal waktu
penggunaan gadget. Sehingga pada
35
usia yang lebih besar, diharapkan
anak sudah dapat lebih mampu
mengatur waktu dengan baik.
5. Pemerintah sebagai pengendali
sistem-sistem informasi
seharusnya lebih peka dan
menyaring apa-apa saja yang dapat
diakses oleh pelajar dan seluruh
rakyat indonesia di dunia maya.
Selebihnya, kementrian yang
berkompeten dalam hal ini juga
bisa menyebarkan filter berupa
program software untuk menekan
dampak buruk teknologi yang
dihasilkan gadget tersebut. Perlu
adanya dukungan dari orang tua,
tokoh budaya hingga kalangan
agamawan, untuk
mensosialisasikan tentang saran,
manfaat dan sisi positif negatif dari
gadget tersebut. Hal yang harus
diingat bersama bahwa dengan
teknologi yang sederhana asal
dimanfaatkan dengan maksimal,
maka teknologi itu akan
menghasilkan kualitas yang
optimal pula. Juga tidak lupa
jangan terlalu berlebihan dalam
penggunaan gadget agar kita tidak
kecanduan dengan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA Abercrombie, Nicholas, dkk., 2010, Kamus
Sosiologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Komunikasi Efektif Buku Bantu Bidan Siaga. Jakarta: Depkes RI.
Gunarsa, Singgih, D. 1995. Psikologi
Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Khairudin, H. 2008. Sosiologi Keluarga.
Yogyakarta: LIBERTY YOGYAKARTA.
Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode
Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Martono, Nanang. 2012. SOSIOLOGI
PERUBAHAN SOSIAL Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers..
Rianse, Usman., M.S. Abdi. 2012.
METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL DAN EKONOMI (Teori dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.
Ritzer, George. 2002. Sosiologi Ilmu
Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Rajawali Pers.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2004.
Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Setiadi, 2006. Konsep dan Proses
Keperawatan Keluarga Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sulaeman, M.Munandar. 2012. Ilmu
Budaya Dasar Pengantar Ke Arah Ilmu Sosial Budaya Dasar/ISBD/Social Culture. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sunanto, Kamanto. 2004. Pengantar
Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
36
Soekanto Soejono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Soelaiman, Munandar. 1998. Dinamika
Masyarakat Transisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sztompka, Piotr. 2008. Sosiologi
Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.
Universitas Maritim Raja Ali Haji, 2011, Pedoman Teknik Penulisan Usulan Penelitian dan Skripsi Serta Ujian Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Wulansari, C.Dewi. 2009. Sosiologi Konsep
dan Teori. Bandung: PT Refika Aditama.
JURNAL DAN SKRIPSI ANAK PUTUS SEKOLAH DI DESA
SUNGAI DANAI, (Studi Tentang Makna Pendidikan Bagi Masyarakat Desa Sungai Danai), Kasmawati, Skripsi, 2014-Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
ANALISIS SOSIOLOGI TERHADAP
INOVASI TEKNOLOGI, Chairil N. Siregar, Jurnal Sosioteknologi, 2006-Institut Teknologi Bandung.
DAMPAK SOSIAL-EKONOMI
MASUKNYA PENGARUH INTERNET DALAM KEHIDUPAN REMAJA DI PEDESAAN, Putri Ekasari, Jurnal Sosiologi Pedesaan, 2012-IPB.
Hubungan Kenakalan Remaja Dengan
Fungsi Sosial Keluarga, (Studi Kasus di Kauman Yogyakarta), Saripuddin M, Skripsi, 2009-Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Pengaruh Penggunaan Handphone
Terhadap Pola Pemikiran Remaja di Era Globalisasi, (Studi Kasus Terhadap 15 Remaja Pedukuhan II
Dukuh Kilung, Desa Kranggan, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo), Fajrin Nesy Aryani, Skripsi, 2013-Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Peran Ganda Wanita Pedagang (Studi
Kasus Pedagang Pakaian Dipasar Sentral Kec. Wajo Kota Makasar), Jalil, ST. Fatimah, Skripsi, 2012-Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin.
Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak, (Studi Kasus Masyarakat Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan), Susilawati Mely, Skripsi, 2012-Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Persepsi Remaja dan Orang tua Terhadap
Penggunaan Facebook, Nirmala Diina, Jurnal Fakultas Psikologi, 2013-Universitas Surabaya.
TINDAKAN SOSIAL ANAK PENJUAL
KORAN PADA MALAM HARI DI TANJUNGPINANG, Dedi Anggriawan, Skripsi, 2015-Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
REFERENSI ONLINE https://golddluffy.wordpress.com/2009/10/2
5/rumusan-masalah-menurut-para-pakar/
https://visitbelakangpadang.wordpress.com/ http://enimasrokhatin.student.unej.ac.id/?p=
25 http://digilib.uin-suka.ac.id http://ormitamedia.com/perkembangan-
gadget-di-indonesia.html maharanidhea21.wordpress.com tinifeehily.wordpress.com www.digilib.uin-suka.ac.id www.id.m.wikipedia.org/wiki/agama www.id.wikipedia.org/wiki/umur www.repository.unhas.ac.id