oi tidak etis - ulmeprints.ulm.ac.id/3560/1/buku perilaku tidak etis.pdf · manusia sekarang...

140
Oi Tidak Etis ahmi Rizani International Research and Development for Human Beings IRDH

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Oi Tidak Etis

    ahmi Rizani

    International Researchand Development for Human Beings

    IRDH

  • PERILAKU TIDAK ETIS DAN KECURANGAN

    DALAM DUNIA EKONOMI

    Oleh:

    FAHMI RIZANI

    International Research and Development for Human Beings

    Malang

    2018

  • ii

    Penulis : Dr. Fahmi Rizani, MM., Ak., CA., CPA

    ISBN : 978-602-6672-57-5

    Editor : Mohammad Archi Maulyda, S.Pd.

    Penyunting : Cakti Indra Gunawan, SE., MM., Ph.D

    Layout & Cover : Bayu Febri Basudewo

    Cetakan Pertama, Januari 2018

    Diterbitkan oleh:

    CV. IRDH (Research & Publishing)

    Anggota IKAPI No. 159-JTE -2017

    Office: Jl. A. Yani Gg. Sokajaya 59 Purwokerto

    New Villa Bukit Sengkaling C9 No.1 Malang

    HP. 081 357 217 319 WA. 089 621 424 412

    www.irdhcenter.com

    email: [email protected]

    Sanksi Pelanggaran Pasal 27 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002

    Tentang Hak Cipta:

    1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1)

    dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling

    singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00

    (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun

    dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar

    rupiah).

    2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang

    hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

    tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus

    juta rupiah).

    http://www.irdhcenter.com/mailto:[email protected]

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

    rahmat, petunjuk, serta berkah kesehatan dan kemampuan sehingga kami dapat

    menyelesaikan penyusunan buku berjudul “Perilaku Tidak Etis dan

    Kecurangan dalam Dunia Ekonomi” yang merupaka hasil buah pikir penulis

    yang resah melihat situasi dan kondisi yang terjadi di dunia ekonomi

    khususnya di Indonesia.

    Masih maraknya oknum-oknum dalam dunia ekonomi yang melakukan

    kecurangan merupakan sebuah cerminan bagaimana wajah ekonomi Indonesia

    saat ini. Buku ini akan mengulas secara luas baik dalam skala nasional maupun

    global berkaitan dengan perilaku tidak etis dan kecurangan yang dilakukan

    dalam dunia ekonomi.

    Kami menyadari bahwa penyusunan buku ini masih belum sempurna.

    Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

    membangun dari pembaca demi menyempurnakan Buku ini. Akhir kata

    penulis berharap buku ini dapat memberikan sumbangsih terhadap dunia

    ekonomi khususnya pada perilaku tidak etis dan kecurangan yang masih marak

    terjadi.

    Banjarmasin, Januari 2018

    Penulis,

    Fahmi Rizani

  • iv

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

    1.2 Ruang Lingkup ............................................................................ 14

    BAB II DEFINISI PERILAKU TIDAK ETIS .............................................. 34

    2.1 Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan ........................................... 34

    2.2 Perilaku tidak Etis dan Kecurangan di Indonesia ....................... 51

    BAB III PERKEMBANGAN PERILAKU TIDAK ETIS DAN

    KECURANGAN .................................................................................. 58

    3.1 Perkembangan Moral .................................................................. 58

    3.2 Perkembangan Perilaku Tidak Etis secara Global ...................... 64

    3.3 Perkembangan Perilaku Tidak Etis di Indonesia ........................ 71

    BAB IV MEKANISME TERJADINYA PERILAKU TIDAK ETIS DAN

    KECURANGAN .................................................................................. 80

    4.1 Penyebab Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan .......................... 80

    4.2 Jenis-Jenis Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan ........................ 89

    BAB V CARA MENGATASI PERILAKU TIDAK ETIS ......................... 103

    5.1 Rambu-Rambu Perilaku Tidak Etis dalam Akutansi dan

    Manajemen ................................................................................ 103

    5.2 Contoh Kasus Etika dalam Dunia Akuntasi Keuangan dan

    Manajemen ................................................................................ 117

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 123

    GLOSARIUM .............................................................................................. 129

    INDEKS ....................................................................................................... 131

    TENTANG PENULIS ................................................................................. 133

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Manusia sekarang berpijak pada bumi yang semakin tua. Namun ibarat

    istilah yang familiar kita dengar, ”Tua-tua keladi, makin tua makin jadi” hal

    ini juga terjadi di dunia kita sekarang ini. Makin tua, dunia kita semakin maju

    perkembanganya. Perkembangan ini terjadi di berbagai sektor dan bidang baik

    yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan kehidupan manusia

    (Kumurur, 2008).

    Perkembangan didunia terjadi hampir di semua bidang kehidupan

    manusia, mulai dari teknologi, pendidikan, ekonomi, bahkan senjata nuklir dan

    masih banyak aspek-aspek kehidupan manusia lain yang berkembang

    mengikuti arus global abad 21.

    Perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau sering kita

    sebut IPTEK, tidak bisa kita pungkiri banyak memberikan manfaat bagi

    manusia. Misalkan sebelumnya banyak pekerjaan-pekerjaan yang menguras

    kekuatan fisik cukup besar, kini kerja otot manusia ini dialihkan kepada mesin-

    mesin yang bekerja secara otomatis. Nugroho (2010) memaparkan bahwa

    sistem kerja robotik saat ini mulai menggeser posisi tenaga otot manusia dalam

    mengerjakan suatu tugas. Bahkan dengan mengginakan sistem kerja robotik

    semacam ini, tugas dapat terselesaikan lebih cepat, akurat dan tentu saja lebih

    terstruktur. Menurut Martono (2012) perkembangan IPTEK dapat memberikan

    dampak positif dan negatif dalam berbagai bidang kehidupan sebagai berikut:

    A. Bidang Informasi dan Komunikasi

    Bidang informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang sangat

    pesat seja awal muncul hingga abad 21 ini. Dampak dari berkembangnya

    teknologi tentu langsung berimbas pada perubahan perilkau manusia dalam

    berbagi informasi dan berkomunikasi. Siapa yang tidak menggunakan

  • 2

    Smartphone sekarang? Hampir semua orang memiliki alat ini. Alat yang

    awalnya hanya menjadi kebutuhan tersier, dan hanya dimiliki oleh kalangan

    dari menengah ke atas, sudah bergeser menjadi kebutuhan pokok yang wajib

    dimiliki oleh setiap orang. Semua akses informasi dan komunikasi

    menggunakan Smartphone sebagai perantaranya. Surat, koran, bahkan

    Televisi, tidak mampu menandingi kecepatan informasi lewat alat ini.

    Contoh kecilnya saja, seperti kasus maraknya penyedia ojek online yang

    bermunculan membuat kisruh antara penyedia layanan ojek online dan ojek

    konvensional. Hal ini merupakan bentuk nyata dari perkembangan teknologi

    dibidang informasi dan komnikasi. Seorang yang ingin menggunakan ojek,

    tidak perlu lagi berjalan menuju pangkalan ojek, dimanapun dia berada dia bisa

    menggunakan ojek untuk bepergian. Dari kemajuan tersebut dapat kita rasakan

    dampak positipnya antara lain:

    • Informasi-informasi akan lebih cepat kita terima, selain itu

    perkembangan teknologi khususnya internet akan membuat informasi

    yang kita dapatkan lebih akurat. Jankauan yang luas memungkinkan

    kitadapat mengakses informasi dari berbagai belahan dunia , apapun itu.

    Sehingga wawasan kita juga akan lebih luas.

    • Melalui handphone kita dapat berkomunikasi dengan saudara atau teman

    yang berada dimanapun. Dengan berkembangnya alat-alat komunkasi

    serupa, diikuti pula dengan berkembangnya situs-situs jejaring sosial

    yang dapat menjadi media komunikasi yang mudah dan cepat.

    • Selain informasi dan komunikasi, perkembangan teknologi juga

    berdampak pada kemudahan kita dalam berbagai macam hal yang terkait

    administrasi baik dengan instansi pemerintahan atau swasta. Misalnya

    dulu jika kita ingin mengirim uang ke keluarga kita, kita harus datang ke

    Bank. Namun saat ini hal tersebit tidak perlu dilakukan, kita hanya perlu

    duduk dan menggunakan Handphone kita untuk mengirimkan uang.

    Selain itu dalam membayar pajak, air, listrik dan transaksi lainya, kita

  • 3

    dapat melakukanya dengan mudah dan cepat lewat Handphone kita

    masing-masing.

    Namun disisi lain, perkembangan IPTEK yang pesat juga dapat

    memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia antara lain:

    • Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan teroris. Seperti kasus

    terorisme yang terjadi tahun lalu di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat dan

    Kampung Melayu, menurut informasi yang disampaikan Kapolda Tito

    Karnavian, teroris-teroris tersebut menggunakan telegram sebagai alat

    untuk berkomunikasi dan bekoordinasi. Mulai dari perencanaan sampai

    pada hari pemboman dilakukan, mereka berkomunkasi lewat telegram.

    Telegram dipilih karena memiliki jaringan enkripsi yang sulit dibobol

    sehingga percakapan mereka akan sulit untuk dideteksi oleh pihak

    kepolisian (Kompas, 2016).

    • Penggunaan informasi diinternet yang tidak terbatas, juga dapat

    memberikan dampak negatif bagi manusia. Informasi yang diinternet

    dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak semestinya, misalkan anak-

    anak dapat dengan mudah mengakses konten-konten yang tidak sesuai

    dengan usianya. Kemudian yang sering terjadi adalah menggunakan

    akun-akun media sosial palsuuntuk melakukan penipuan. Modus dan

    metodenya semakin lama semakin berkembang mengikuti

    perkembangan teknologi yang ada. Sebelum ada Whatsapp mereka

    meggunakan SMS. Setelah Whatsapp muncul dan banyak digunakan,

    para penipu ini menggunakan media Whatsapp dalam melancarkan

    aksinya.

    • Kerahasiaan alat tes semakin terancam Melalui internet kita dapat

    memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat

    memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet. Hal ini

    mungkin memberikan keuntungan bagi kita sebagai pengguna intenet.

    Namun dampaknya sangat fatal, karena semakin banyak beredar tes

  • 4

    psikologi di internet, maka orang-orang dapat melatih dirinya dalam

    menyelesaikan soal tes tersebut. Akibatnya tes psikologi ini menjadi

    berkurang kevalidanya karena tidak dapat benar-benar menggambarkan

    kondisi dari individu tersebut. Dengan demikian lebih ekstrim akan

    banyak orang-orang yang memiliki kepribadian ganda karena dapat

    memanipulasi dirinya sendiri. Dalam dunia kerja, semakin sulit juga

    untuk mencari orang-orang yang sesuai dengan kriteria karena mereka

    sudah dapat memanipulasi kemampuan psikologinya tersebut.

    • Perkembangan IPTEK juga berdampak pada perilaku manusia

    (Zamroni, 2008). Perubahan perilaku ini terjadi karena manusia menjadi

    jarang bersosialisasi dengan sesamanya. Jika hal ini berjalan terus

    menerus akan menyebabkan tumbuhnya sikap egois dan hanya

    mementingkan diri sendiri. Hal ini menyebabkan di era global ini banyak

    manusia yang saling menjatuhkan, saling membunuh karakter, berbuat

    curang, mengambil jalan pintas dan sebagainya. Sikap-sikap ini

    sebenarnya adalah sebuah potret dari perilaku manusia yang semakin

    egois.

    B. Bidang Ekonomi dan Industri

    Dalam bidang ekonomi teknologi berkembang sangat pesat. Dari

    kemajuan teknologi dapat kita rasakan manfaat positifnya antara lain:

    • Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, tidak dpat dipungkiri bahwa

    pertumbuhan IPTEK yang semakin maju berdampak pada pertumbuhan

    ekonomi. Dengan adanya teknologi, banyak transaksi-transaksi dapat

    terjadi dengan mudah. Hal ini menyebabkan roda perekonomian dapat

    berjalan lebih baik dan positif. Hal ini juga menyebabkan terjadinya

    industrialisasi diberbagai macam jenis produk.

    • Produktifitas dunia industri semakin meningkat. Kemajuan teknologi

    akan meningkatkan kemampuan produktivitas dunia industri baik dari

    aspek teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi. Investasi dan

  • 5

    reinvestasi yang berlangsung secara besar-besaran yang akan semakin

    meningkatkan produktivitas dunia ekonomi. Di masa depan, dampak

    perkembangan teknologi di dunia industri akan semakin penting. Tanda-

    tanda telah menunjukkan bahwa akan segera muncul teknologi bisnis

    yang memungkinkan konsumen secara individual melakukan kontak

    langsung dengan pabrik sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara

    langsung dan selera individu dapat dipenuhi, dan yang lebih penting

    konsumen tidak perlu pergi ke toko.

    • Persaingan dalam dunia kerja sehingga menuntut pekerja untuk selalu

    menambah skill dan pengetahuan yang dimiliki. Kecenderungan

    perkembangan teknologi dan ekonomi, akan berdampak pada

    penyerapan tenaga kerja dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan.

    Kualifikasi tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan

    mengalami perubahan yang cepat. Akibatnya, pendidikan yang

    diperlukan adalah pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja yang

    mampu mentransformasikan pengetahuan dan skill sesuai dengan

    tuntutan kebutuhan tenaga kerja yang berubah tersebut.

    C. Bidang Sosial dan Budaya

    • Perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak pakar yang berpendapat

    bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai

    pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis.

    Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya

    merupakan pekerjaan pria semakin menonjol. Data yang tertulis dalam

    buku Megatrend for Women : From Liberation to Leadership yang ditulis

    oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa

    peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak

    wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen,

    senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya.

  • 6

    • Meningkatnya rasa percaya diri. Kemajuan ekonomi di negara-negara

    Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan kemajuan

    ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan suatu

    bangsa yang menjadi lebih kuat dan tidak goyah.

    • Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai

    konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun

    dan pekerja keras.

    Meskipun demikian kemajuan teknologi akan berpengaruh negatip pada

    aspek budaya:

    • Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di

    kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu

    menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah

    menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi

    tetapi miskin dalam rohani”.

    • Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin

    meningkat semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di

    masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah

    melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting

    dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama,

    kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar

    semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian,

    corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.

    • Pola interaksi antar manusia yang berubah. Kehadiran komputer pada

    kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah

    pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan telpon

    telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia

    luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah

    membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu

    tersedianya berbagai warung internet (warnet) telah memberi peluang

  • 7

    kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet

    sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini

    semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan

    komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa

    asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.

    D. Bidang Pendidikan

    Teknologi mempunyai peran yang sangat penting dalam bidang

    pendidikan antara lain:

    • Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber

    ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya

    satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.

    • Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan

    siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi

    terciptalah metode-metode baru yang membuat siswa mampu

    memahami materi-materi yang abstrak, karena materi tersebut dengan

    bantuan teknologi bisa dibuat abstrak.

    • Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka Dengan kemajuan

    teknologi proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa

    dengan guru, tetapi bisa juga menggunakan jasa pos internet dan lain-

    lain.

    Disamping itu juga muncul dampak negatif dalam proses pendidikan

    antara lain:

    • Kerahasiaan alat tes semakin terancam Program tes inteligensi seperti tes

    Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk.

    Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan

    mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu

    dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.

    • Penyalahgunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk

    melakukan tindak kriminal. Kita tahu bahwa kemajuan di badang

  • 8

    pendidikan juga mencetak generasi yang berepngetahuan tinggi tetapi

    mempunyai moral yang rendah. Contonya dengan ilmu komputer yang

    tingi maka orang akan berusaha menerobos sistem perbangkan dan lain-

    lain.

    E. Bidang politik

    Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan dalam bidang politik:

    • Timbulnya kelas menengah baru Pertumbuhan teknologi dan ekonomi di

    kawasan ini akan mendorong munculnya kelas menengah baru.

    Kemampuan, keterampilan serta gaya hidup mereka sudah tidak banyak

    berbeda dengan kelas menengah di negara-negera Barat. Dapat

    diramalkan, kelas menengah baru ini akan menjadi pelopor untuk

    menuntut kebebasan politik dan kebebasan berpendapat yang lebih

    besar.

    • Proses regenerasi kepemimpinan. Sudah barang tentu peralihan generasi

    kepemimpinan ini akan berdampak dalam gaya dan substansi politik

    yang diterapkan. Nafas kebebasan dan persamaan semakin kental.

    • Di bidang politik internasional, juga terdapat kecenderungan tumbuh

    berkembangnya regionalisme. Kemajuan di bidang teknologi

    komunikasi telah menghasilkan kesadaran regionalisme. Ditambah

    dengan kemajuan di bidang teknologi transportasi telah menyebabkan

    meningkatnya kesadaran tersebut. Kesadaran itu akan terwujud dalam

    bidang kerjasama ekonomi, sehingga regionalisme akan melahirkan

    kekuatan ekonomi baru.

    Sehingga, dari uraian diatas kita bisa menyimpulkan bahwa kemajuan

    teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini,

    karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu

    pengetahuan. Teknologi yang sebenarnya merupakan alat bentu/ekstensi

    kemampuan diri manusia. Dewasa ini, telah menjadi sebuah kekuatan otonom

    yang justru ‘membelenggu’ perilaku dan gaya hidup kita sendiri. Dengan daya

  • 9

    pengaruhnya yang sangat besar, karena ditopang pula oleh system-sistem

    sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang makin tinggi, teknologi telah

    menjadi pengarah hidup manusia. Masyarakat yang rendah kemampuan

    teknologinya cenderung tergantung dan hanya mampu bereaksi terhadap

    dampak yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi.

    Perkembangan teknologi memang sangat diperlukan. Setiap inovasi

    diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia.

    Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan

    aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah

    menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah

    dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun manusia tiudak bisa menipu diri

    sendiri akan kenyataan bahwa teknologi mendatangkan berbagai efek negatif

    bagi manusia.

    Dalam setiap kebudayaan selalu terdapat ilmu pengetahuan atau sains

    dan teknologi, yang digunakan sebagai acuan untuk menginterpretasikan dan

    memahami lingkungan beserta isinya, serta digunakan sebagai alat untuk

    mengeksploitasi, mengolah dan memanfaatkannya untuk pemenuhan

    kebutuhan-kebutuhan manusia. Sains dan tekhnologi dapat berkembang

    melalui kreativitas penemuan (discovery), penciptaan (invention), melalui

    berbagai bentuk inovasi dan rekayasa. Kegunaan nyata IPTEK bagi manusia

    sangat tergantung dari nilai, moral, norma dan hukum yang mendasarinya.

    IPTEK tanpa nilai sangat berbahaya dan manusia tanpa IPTEK mencermikan

    keterbelakangan.

    Perkembangan globalisasi tidak hanya membawa dampak positif, namun

    juga membawa dampak negatif bagi kehidupan sosial masyarakat.

    Perkembangan tersebut tidak selamanya merubah kehidupan seseorang

    menuju arah yang lebih baik, dan hal itu tergantung bagaimana sikap seseorang

    dalam menerima perubahan tersebut. Mila (2010) menyatakan bahwa beberapa

    penelitian menunjukkan adanya perkembangan teknologi, komunikasi dan

  • 10

    perubahan sosial ekonomi telah merubah pola kehidupan generasi kita menjadi

    pribadi yang individual, materialis dan cenderung kapitalis.

    Karakteristik pribadi yang individual, materialis dan kapitalis

    mendorong orang untuk melakukan hal yang negatif tanpa memikirkan

    dampak atas perbuatan tersebut, salah satunya adalah melakukan kecurangan

    (fraud) atau perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis pada bidang profesi terutama

    pada profesi akuntansi sudah menjadi isu terhangat di kalangan masyarakat

    luas, kasus-kasus yang berkenaan dengan skandal keuangan yang selama ini

    terjadi pada perusahaan-perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahan

    tidak bisa lepas dari campur tangan para profesi akuntan. Hal tersebut

    menjadikan profesionalisme dan perilaku etis akuntan dipertanyakan oleh

    masyarakat.

    The National Commission on Fraudulent Financial Reporting (1987)

    mengungkapkan bahwa berbagai kasus kecurangan mengenai laporan

    keuangan berawal dari pelanggaran-pelanggran kecil. Oleh karena itu, etika

    akuntan khususnya mengenai profesionalisme telah menjadi isu yang menarik

    untuk didiskusikan. Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan norma,

    aturan dan hukum yang ditetapkan. Oleh karena itu, tidak hanya kemampuan

    dan keahlian khusus (skill) yang dibutuhkan dalam bidang profesi, perilaku

    etis pun dibutuhkan. teori etika menyediakan kerangka yang memungkinkan

    kita memastikan benar tidaknya keputusan moral kita (Bertens 2000: 66).

    Larkin (2000) menjelaskan bahwa tiap profesi termasuk akuntan dan auditor

    harus mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi perilaku etis. Namun,

    menurut Wyatt (2004) akuntan memiliki kelemahan dalam profesinya, yaitu

    keserakahan individu dan korporasi, pelanggaran independensi saat pemberian

    jasa, sikap terlalu lunak pada klien dan peran serta dalam menghindari aturan

    akuntansi yang ada. Dewasa ini bermunculan skandal etis pada profesi akuntan

    yang melibatkan auditor atas tindakan penyelewengan pelaporan keuangan

    oleh perusahaan-perusahan besar. Salah satunya Enron dengan KAP Arthur

    Andersen yang telah menghebohkan percaturan bisnis global.

  • 11

    Fortune 500 yang dilansir Comunale et al (2006) mengungkapkan bahwa

    Enron adalah satu dari tujuh perusahaan besar di Amerika yang memiliki

    permasalahan mengenai krisis etis profesi dalam bidang akuntansi. Enron

    merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri energi. Pada tahun

    2001 Enron mengalami kerugian yang menghebohkan percaturan bisnis

    global.

    Kebangkrutan yang dialami oleh Enron disebabkan oleh beberapa faktor

    yang menyangkut skandal etis dalam entitas bisnis tersebut dengan melakukan

    manipulasi angka-angka pada pengungkapan laporan keuangan. Hal ini

    dilakukan semata untuk menarik para investor agar laporan keuangan nampak

    menarik, serta tampak memiliki kinerja yang baik. Lebih lanjut, Enron telah

    melakukan penggelembungan (mark up) atas pendapatan sebesar US$ 600 juta

    dan menyembunyikan utangnya sebesar US$ 1,2 miliar yang dilakukan oleh

    manajemen Enron. Dalam hal ini Arthur Andersen sebagai auditor independen

    yang memberikan jasa audit atas laporan keuangan perusahaan Enron, telah

    melakukan pelanggaran atas kode etik profesional akuntan dengan

    merekayasa laporan keuangan Enron dan lebih parahnya lagi Arthur Andersen

    menghancurkan dokumen-dokumen penting terkait dengan bukti audit Enron.

    Dalam praktek manipulasi ini dapat dikatakan telah terjadi sebuah kolusi

    tingkat tinggi antara manajemen Enron, analisis keuangan, para penasihat

    hukum dan Lebih lanjut, dijelaskan bahwa kontroversi lainnya dalam kasus

    Enron adalah terbongkarnya juga kisah pemusnahan ribuan surat elektronik

    dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di

    firma audit Arthur. Comunale et al (2006) menjelaskan bahwa enam bulan

    berikutnya, Andersen dijatuhi hukuman atas pelanggaran hukum (walaupun

    pada tahun 2005 mengajukan banding, hanya saja terlambat menyelamatkan

    Andersen), sehingga Andersen menjadi Kantor Akuntan Publik yang pertama

    kalinya dijadikan tersangka, dan akhirnya Big 5 menjadi Big 4. Selain kasus

    yang terjadi pada Enron dengan KAP Athur Andersen, ternyata KAP yang

    telah terdaftar menjadi KAP big 4 telah terlibat beberapa kasus yang

  • 12

    melibatkan beberapa perusahaan besar atas skandal akuntansi meliputi, Tyco,

    WorldCom, dan Adelphia.

    Di Indonesia sendiri telah banyak bermunculan skandal etis profesi

    akuntan yang merugikan banyak pihak, baik yang dilakukan oleh auditor,

    manajer perusahaan, bahkan akuntan pemerintahan. Sebagai contoh,

    keterlibatan 10 KAP yang terbukti telah melakukan praktik kecurangan

    akuntansi dengan mengeluarkan laporan audit palsu yang mengungkapkan

    bahwa laporan keuangan 37 bank dalam keadaan sehat. Selain itu, skandal etis

    juga melibatkan beberapa perusahaan di Indonesia, seperti PT. Kimia Farma

    dengan KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HT & M), PT. TELKOM dengan

    KAP Eddy Pianto, PT. KAI, KAP Johan Malonda & Rekan dengan PT. Great

    River International Tbk (Great River) tahun 2003, KAP Biasa Sitepu dengan

    perusahaan Raden Motor tahun 2009, serta kasus mafia pajak yang dilakukan

    oleh Gayus Tambunan sebagai akuntan internal pemerintahan tahun 2010.

    Berbagai fenomena atas skandal etis profesi menggambarkan masih banyak

    para profesi akuntan yang melanggar prinsip dasar etika profesi. Dalam hal ini

    seharusnya etika menjadi perhatian utama sebelum individu terjun ke dunia

    profesi akuntan.

    Selain itu, para akuntan harus mempunyai komitmen yang tinggi

    terhadap profesi mereka dalam dan menginvestigasi (audit) pelaporan keuang-

    an terutama ketika ditemukan kecurangan (fraud) atas pelaporan keuangan

    suatu organisasi. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntan

    mempunyai peranan dalam membuat dan menyajikan laporan keuangan.

    Larkin (2000) mengatakan bahwa auditor internal memiliki kewajiban

    untuk melakukan penilaian etis yang sehat untuk kepentingan organisasi

    atau perusahaan dan masyarakat, oleh karena itu mereka sering dihadapkan

    dengan dilema etis atau situasi yang menantang etika mereka dalam

    memberikan keputusan etis. Sedangkan akuntan publik atau auditor eksternal

    mempunyai peran dalam mengungkapkan laporan keuangan (disclosure) dan

    memastikan bahwa laporan keuangan yang telah disajikan sesuai dengan

  • 13

    standar akuntansi keuangan tanpa mengandung unsur rekayasa pelaporan

    keuangan atau kecurangan (fraud). Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak

    terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan

    kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam

    pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999).

    Sehingga kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum

    akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi

    akuntansi (Mastracchio 2005). Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

    individu yang akan terjun ke dunia profesi akuntan atau mahasiwa akuntansi

    hendaknya dibekali pengenalan permasalahan yang berkaitan dengan etika

    sebagai pengembangan kurikulum. Sehingga dengan adanya pengembangan

    kurikulum tersebut diharapkan dapat mengetahui pertimbangan etis dan

    keberanian dalam mengambil keputusan etis ketika melihat konflikkonflik

    yang berhubungan dengan perilaku yang mengarah pada tindakan kecurangan

    (fraud).

    Novius (2008) menjelaskan kerasnya isu dalam hal pembuatan

    keputusan moral terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat

    dan kehormatan profesi akuntan yang sedang dilanda krisis kepercayaan dari

    masyarakat luas. Skandal etis yang selama ini terjadi khususnya di dunia

    profesi akuntan dan corporate manager mencerminkan bahwa krisis etis telah

    melanda dunia etika bisnis dan profesi akuntan. Mengingat mahasiswa

    akuntansi sebagai akuntan masa depan, maka peneliti merasa bahwa

    pentingnya melakukan penelitian berkenaan dengan persepsi atau

    pertimbangan etis mereka terhadap isu-isu skandal etika yang terjadi di dunia

    profesi akuntan.

    Persepsi menurut Gibson (1996) dalam Dewi (2010) adalah proses

    seseorang untuk memahami lingkungan yang meliputi orang, objek, simbol,

    dan sebagainya yang melibatkan proses kognitif. Kognitif merupakan proses-

    proses mental atau aktivitas pikiran dalam mencari, menemukan, atau

    mengetahui dan memahami informasi. Setiap individu memiliki penafsiran

  • 14

    yang berbeda dalam menerima dan merespon informasi, maka masing-masing

    individu dengan kognitif yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda pula.

    Proses kognitif adalah proses untuk memperoleh pengetahuan dalam

    kehidupan yang diperoleh melalui pengalaman. Setiap mahasiswa mempunyai

    persepsi moral, penilaian dan perilaku yang berbeda-beda, meskipun mereka

    telah diberikan pendidikan etika dengan porsi yang sama (Smith 2009).

    Etika merupakan moral yang ditanamkan di dalam diri individu yang

    membentuk suatu filsafat moralitas, dan pada umumnya tidak tertulis. Namun,

    hal tersebut tidak berlaku bagi sebuah profesi, dimana profesi membutuhkan

    etika secara tertulis yang disebut kode etik. Ludigdo dan Mulawarman (2010)

    mengatakan bahwa banyak penelitian juga merujuk bagaimana aspek etis

    sebagai bagian dari proses pendidikan akuntansi untuk membekali mahasiswa

    agar memiliki kesadaran etis dalam menjalankan profesinya. Oleh karena itu,

    pendidikan etika memiliki tujuan untuk membentuk perkembangan moral dan

    pola pikir mahasiswa untuk lebih menyadari dimensi sosial dan dimensi etika

    dalam setiap pengambilan keputusan etis mengenai berbagai isu skandal

    akuntansi yang selama ini terjadi. Pada dasarnya International Accounting

    Education Standards Board (2006) menyatakan bahwa lingkungan pendidikan

    harus mampu membentuk individu yang memiliki nilai etika dan perilaku

    profesional dengan mengajarkan tentang nilai-nilai profesional, serta

    mengembangkan dan menanamkan perilaku etis.

    1.2 Ruang Lingkup

    Di dalam buku ini, kita akan fokus pada perilaku-perilaku tidak etis dan

    kecurangan yang dilakukan oleh akuntan. Di Indonesia sendiri, pemerintah

    saat ini telah banyak melakukan inovasi dan kebijakan-kebijakan baru guna

    mendukung upaya perkembangan sektor ekonomi. Menurut Wilopo (2006)

    salah satu ujung tombak dari upaya perkembangan sektor ekonomi tersebut

    adalah para akuntan-akuntan dan ahli di bidang ekonomi.

  • 15

    Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya institusi pemerintah

    di Indonesia semakin pesat sejak memasuki era baru dalam pelaksanaan

    otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Salah satu peraturan perundangan

    penting adalah UU-RI No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    Undang-undang tersebut memberikan dampak signifikan terhadap perubahan

    pada sistem pemerintahan yang semula menganut pola sentralisasi beralih

    menjadi pola desentralisasi, dimana daerah diberikan kewenangan seluas-

    luasnya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan potensi daerah yang

    dimiliki sekaligus harus dipertanggung jawabkan secara nyata.

    Secara teoritis, desentralisasi ini diharapkan mempunyai dua manfaat

    nyata, yaitu untuk mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas

    masyarakat dalam pembangunan dalam rangka mendorong pemerataan hasil

    pembangunan diseluruh daerah, dan memperbaiki alokasi sumber daya

    produktif melalui pergeseran peran pengambil keputusan publik ketingkat

    pemerintahan yang paling rendah yang memiliki informasi yang lengkap.

    Dengan demikian terjadilah reformasi sektor publik dimana tidak hanya

    sekedar perubahan format lembaga, akan tetapi mencakup pembaharuan alat-

    alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik

    tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel sehingga

    cita-cita reformasi yaitu menciptakan Pemerintahan yang bersih (good

    governance) benar-benar tercapai (Mardiasmo, 2004).

    Reformasi perundang-undangan penting lainnya adalah bidang

    keuangan negara, yaitu UU-RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

    Negara, UU-RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan

    UU-RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

    Tanggung Jawab Keuangan Negara. Ketiga undang-undang tersebut menjadi

    dasar bagi institusi negara dalam mengubah pola pengelolaan keuangan negara

    dari yang semula pola administrasi keuangan (financial administration)

    menjadi pola pengelolaan keuangan (financial management).

  • 16

    Selanjutnya UU-RI Nomor 17/2003 mewajibkan Presiden dan

    Gubernur/Bupati/Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggung-

    jawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan pemerintah,

    minimal terdiri atas : Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus

    Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan, beserta lampiran. Sedangkan bentuk

    dan isinya harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi

    Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dengan PP-RI Nomor 24 Tahun 2005

    tanggal 13 Juni 2005.

    SAP merupakan pedoman bagi pemerintah dalam penyusunan dan

    penyajian laporan keuangannya sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku

    secara internasional. Ketentuan ini menandai dimulainya era baru

    pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD dalam rangka memenuhi

    prinsip transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian diharapkan laporan

    keuangan pemerintah dapat memberikan informasi yang lengkap dan andal

    bagi pihak yang berkepentingan (stakeholders), sekaligus untuk tujuan

    kepentingan : (a) Akuntabilitas, yaitu mempertanggung-jawabkan pengelolaan

    sumber daya serta pelaksanaan kebijakan dalam mencapai tujuan secara

    periodik; (b) Manajemen, yaitu membantu para pengguna untuk mengevaluasi

    pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan

    sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas

    seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan

    masyarakat; dan (c) Transparansi, yaitu memberikan informasi keuangan yang

    terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa

    masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh

    atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang

    dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-

    undangan; serta (d). Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity),

    yaitu membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan

    pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran

    yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan

  • 17

    ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. (PP No.24 Tahun 2005, KK-22,

    p.7).

    UU-RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

    Republik Indonesia menyatakan bahwa tugas utama BPK melaksanakan

    pemeriksaan keuangan pemerintah (pusat/daerah) dengan memperoleh

    keyakinan yang memadai (reasonable asurance) bahwa laporan keuangan

    pemerintah pusat dan daerah tersebut telah disajikan secara wajar dalam semua

    hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di

    Indonesia. Tujuan pemeriksaan adalah untuk memberikan pendapat / opini atas

    kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini

    merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi

    keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Kriteria pemberian opini :

    (a) kesesuaian dengan SAP, (b) kecukupan pengungkapan (adequate

    disclosures), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (d)

    efektivitas sistem pengendalian intern.

    Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan, BPK-RI berpedoman pada

    Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam

    Peraturan BPK-RI Nomor : 1/2007. Berdasarkan SPKN tersebut, laporan hasil

    pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa

    telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap peraturan peraturan

    perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap

    penyajian laporan keuangan. SPKN juga mengatur bahwa laporan atas

    pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian

    atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat

    dilaporkan”. Menurut BulTek SPKN Nomor : 1/2007 tentang Pelaporan Hasil

    Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah, paragraf 13 terdapat empat

    jenis Opini, yaitu : (1). Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); (2). Wajar Dengan

    Pengecualian (WDP); (3). Tidak Wajar (TW); dan (4). Pernyataan Menolak

    Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP).

  • 18

    Kriteria penting dalam pemberian opini adalah evaluasi atas efektivitas

    sistem pengendalian intern. Rancangan pengendalian intern dilingkup institusi

    pemerintah berpedoman pada PP-RI Nomor 60/2008 tentang Sistem

    Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), meliputi lima unsur pengendalian : (1)

    lingkungan pengendalian; (2) penilaian resiko; (3) kegiatan pengendalian; (4)

    informasi & komunikasi; dan (5) pemantauan. Sistem pengendalian intern

    dinyatakan efektif jika mampu memberikan keyakinan memadai atas

    tercapainya efektivitas & efisiensi pencapaian tujuan entitas, keandalan

    pelaporan keuangan, keamanan aset negara, dan kepatuhan terhadap ketentuan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Dengan berbagai ketentuan tersebut di atas, seharusnya laporan

    keuangan pemerintah daerah mampu memberikan informasi keuangan yang

    dikelolanya secara wajar. Namun hasil pemeriksaan BPK-RI menunjukkan,

    masih banyak LKPD yang belum mendapat opini WTP. Pemeriksaan BPK-RI

    terhadap 522 LKPD seluruh Indonesia periode tahun 2010, hanya 34 LKPD

    (6,5%) yang mendapatkan opini WTP, sisanya 488 LKPD (93,5%)

    memperoleh opini non-WTP (WDP, RW dan TMP). Periode tahun 2011, dari

    524 LKPD, hanya sebanyak 67 LKPD (12,8%) yang mendapatkan opini WTP,

    sisanya 457 LKPD (87,2%) memperoleh opini WDP, TW dan TMP. (bpk.go.id

    IHPS II 2012). Selanjutnya periode tahun 2012 dari 523 LKPD, yang

    mendapatkan opini WTP naik menjadi 120 LKPD (23%), sisanya 403 LKPD

    (77%) masih memperoleh opini WDP, TW dan TMP. (BPK-RI, IHP Semester

    II Tahun 2013, Buku II Pemeriksaan Laporan Keuangan).

    Di lingkup pemerintahan (provinsi/kabupaten/kota) Provinsi Kalimantan

    Selatan selama periode tahun 2007 - 2012 belum ada pemerintah daerah yang

    LKPDnya memperoleh opini WTP. Hal ini mengindikasikan bahwa laporan

    keuangan yang disajikan pemerintah daerah saat itu secara keseluruhan masih

    belum memenuhi prinsip-prinsip akuntabel dan transparansi, yang pada

    gilirannya sistem good governance masih belum dapat diwujudkan secara

    baik. Lebih jauh, tersirat makna bahwa pengelolaan keuangan daerah belum

  • 19

    berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Jika Laporan

    keuangan pemerintah tidak akuntabel dan tidak transparan ada indikasi

    kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud), baik dalam pengelolaan sumber-

    sumber ekonomi dan aset daerah maupun dalam penyajian laporan keuangan.

    Khusus untuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, opini WTP baru

    diperoleh sejak LKPD tahun 2013 hingga sekarang. Hal ini menunjukkan

    adanya perkembangan pengelolaan keuangan dan aset daerah kearah yang

    lebih baik. Meskipun demikian, ternyata berdasarkan telaah khusus yang

    dilakukan BPK-RI atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap

    peraturan perundang-undangan terungkap berbagai temuan adanya kelemahan

    dan penyimpangan yang harus menjadi perhatian pemerintah Provinsi

    Kalimantan Selatan secara serius.

    Hasil temuan BPK-RI atas LKP Provinsi Kalimantan Selatan Tahun

    2014, beberapa kelemahan sistem pengendalian intern : 1. Penatausahaan Aset

    Tetap belum sepenuhnya tertib sehingga buku induk inventaris barang/daftar

    barang milik daerah/daftar aset tetap dan daftar barang pengguna/kartu

    inventaris barang belum sepenuhnya dapat menjadi dasar yang andal dalam

    penyajian Aset Tetap di Neraca SKPD; 2. Penggunaan dan

    pertanggungjawaban keuangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

    belum sesuai petunjuk teknis sehingga laporan penggunaan dana BOS belum

    memenuhi prinsip transparansi dan akuntabel serta berpotensi tidak

    dipergunakan sesuai ketentuan. (LHP BPK-RI Perwakilan Prov. Kal-Sel No.

    14.B/LHP/XIX.BJM/05/2015 tgl. 25 Mei 2015).

    Selanjutnya, resume LHP BPKRI atas LKP Prov. Kal-Sel Tahun 2014

    tentang Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap perundang-undangan

    disebutkan adanya ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan dalam

    pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu : 1.

    Piutang pihak III dan pasien umum pada RSUD Ulin dan RSJD Sambang

    Lihum berpotensi tidak tertagih; 2. Kerjasama pemanfaatan aset belum sesuai

    ketentuan, dan terdapat aset yang dalam sengketa sehingga berpotensi

  • 20

    penyalahgunaan dan kehilangan aset yang sedang dalam sengketa atau tidak

    jelas pemanfataannya. (LHP BPK-RI No. 20.C/LHP/XIX.BJM/05/ 2015 tgl.

    25 Mei 2015 ; i,vi).

    Selanjutnya LHP BPK-RI atas Pengelolaan Aset Daerah pada

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan TA 2012 & Semester I 2013

    menyebutkan bahwa sistem pengendalian intern belum dirancang dan

    dilaksanakan secara memadai dan pelaksanaan kegiatan penggunaan, penata-

    usahaan, pengamanan dan pemeliharaan serta penghapusan aset daerah belum

    sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu

    : (1) Pengelolaan aset tanah, gedung & bangunan, peralatan dan mesin selain

    kendaraan, dan aset tetap lainnya belum sesuai Perda tentang Pengelolaan

    BMD; (2) Pengelolaan kendaraan dinas, aset jalan, irigasi dan jaringan belum

    tertib. (LHP BPKRI No.: 25/LHP/XIX.BJM/ 12/2013 tgl. 24-12-2013 ; vi).

    Kemudian berdasarkan data dari beberapa media masa tentang kasus-

    kasus fraud yang terjadi dilingkup pemerintahan (provinsi/kabupaten/kota) di

    wilayah provinsi Kalimantan Selatan antara lain sebagai berikut:

    1. Kasus dugaan korupsi proyek pengembangan Bandara Syamsudin Noor

    dengan terdakwa mantan kepala dinas perhubungan akhirnya sampai di

    babak akhir. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri

    Banjarmasin, Rabu (22/12), HIS diganjar hakim dengan hukuman

    penjara selama 2 tahun. HIS juga dijatuhi hukuman denda Rp.100 juta

    dengan ketentuan, jika tidak mampu membayar denda tersebut bisa

    digantikan dengan hukuman penjara selama enam bulan. Namun dalam

    putusannya, majelis hakim yang diketuai, Eko Purwanto SH, dengan

    hakim anggota, Suprapti SH dan M Basyir SH, tidak menjatuhkan

    hukuman membayar uang pengganti kepada HIS karena ybs tidak ada

    menikmati hasil perbuatannya. Selain itu, dalam putusannya hakim juga

    tidak memerintahkan agar HIS dijebloskan ke penjara. Hukuman yang

    dijatuhkan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa M

  • 21

    Irwan Cs yang meminta hakim agar HIS dijatuhi hukuman penjara

    selama lima tahun dan membayar denda Rp.300 juta subsider enam

    bulan kurungan. Jaksa juga menuntut HIS membayar uang pengganti

    Rp.10.958.153.778. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayar paling

    lama satu bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum

    tetap, harta bendanya dapat disita untuk dilelang jaksa. Pertimbangan

    majelis hakim, HIS tidak terbukti menguntungkan diri sendiri namun

    telah menguntungkan SD selaku pencetus pengembangan bandara dan

    PT Hutama Karya sebagai pelaksana proyek. “Proyek tergesa-gesa dan

    mengejar waktu adalah tidak wajar,” ungkap Eko. (budi arif rh) Sumber:

    Banjarmasin Post, Kamis, 23-12-2010 (diedit penulis).

    2. Wakil Bupati Banjar, FS yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus

    dugaan korupsi penyaluran dana bansos Pemprov. Kalsel 2010 senilai

    Rp27,5 miliar akhirnya menyerahkan diri, setelah sebelumnya sempat

    dinyatakan masuk DPO. Kepala Seksi Penerangan dan Hukum

    Kejaksaan Tinggi Kalsel, Erwan Suwarna mengatakan, FS datang

    sendiri ke Kejati Kalsel pada Senin (25/8/2014) malam dan selanjutnya

    ditahan di LP Teluk Dalam bersama empat tersangka lain. FS terjerat

    kasus korupsi penyaluran bansos saat menjabat sebagai Karo Kesra

    Pemprov Kalsel. Menurut Erwan, pengusutan kasus korupsi bansos ini

    akan terus berlanjut. Pihak Kejaksaan pun sudah membidik keterlibatan

    para anggota DPRD Kalsel periode 2009-2014. Selain kasus korupsi

    dana bansos, kasus dugaan korupsi proyek pembebasan lahan bandara

    Syamsuddin Noor, Banjarbaru juga menjadi salah satu kasus besar yang

    ditangani Kejati Kalsel. Pihak kejaksaan telah menetapkan tiga tersangka

    terkait kasus ini yaitu dari BPN, Sekda Kota Banjarbaru dan seorang

    pengusaha. Kemarin, sejumlah pejabat di lingkungan Pemkot Banjarbaru

    menjalani pemeriksaan di Kejati Kalsel terkait penanganan lanjutan

    kasus dugaan korupsi proyek pembebasan lahan bandara seluas 108

    http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/2010/12/23/68183/mantan-kadishub-kalsel-diganjar-2-tahun

  • 22

    hektar dengan nilai proyek sebesar Rp135 miliar. Sumber: http://news.

    metrotvnews. com , Rabu, 27 Agustus 2014 (diedit penulis).

    3. MY terlihat serius mendengarkan putusan yang dibacakan oleh Abdul

    Siboro yang bertindak sebagai Ketua Majelis Tipikor PN Banjarmasin.

    Dalam amar putusannya Abdul Siboro menghukum terdakwa MY

    hukuman 1(satu) tahun penjara karena dinilai terbukti bersalah

    melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp.143 juta tahun 2012 di

    lingkungan Badan Narkotika Nasional Kab. Balangan, Kalsel. Selain itu,

    kontraktor tersebut juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 50 juta,

    kalau tidak dibayar maka ditambah hukuman selama 2 bulan penjara.

    Vonis hukuman majelis hakim Tipikor tersebut sedikit lebih ringan dari

    tuntutan JPU Alamsyah yang menuntut ibu dua anak itu dengan

    hukuman penjara 1 tahun 6 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan

    penjara. Sementara dua terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, AR

    dan AKh juga dinilai bersalah oleh majelis hakim. Dalam amar

    putusannya, AR divonis hukuman penjara 1,5 bulan, denda Rp 50 juta

    subsider 2 bulan penjara. AKh divonis 1,3 tahun penjara denda Rp 50

    juta subsider 2 bulan. AR dan AKh masing-masing dituntut 1 tahun 6

    bulan penjara, denda Rp 50 juta subsider 2 bulan penjara oleh JPU

    Alamsyah. Atas putusan tersebut penasehat hukum terdakwa (Syamsul

    Bahri) menyatakan "AR dan AKh pikir-pikir. Kalau MY menerima".

    Sumber : http://banjarmasin.tribunnews.com (diedit penulis).

    Berdasarkan hasil pemeriksaan dan temuan BPK-RI tersebut diatas dapat

    disimpulkan bahwa meskipun laporan keuangan pemerintah Provinsi

    Kalimantan Selatan telah memperoleh opini WTP, tapi belum menjamin

    bahwa tidak terjadi adanya kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidak

    patuhan terhadap peraturan perundang-undangan, yang pada gilirannya

    memberi peluang terjadinya penyimpangan dan kecurangan (fraud), baik

    dilakukan pegawai secara individual maupun kolektif, yang pada gilirannya

    http://banjarmasin.tribunnews.com/

  • 23

    sangat merugikan keuangan negara/daerah. Lebih jauh, berdasarkan fakta,

    ternyata tindakan fraud, khususnya dalam bentuk korupsi juga terjadi di

    lingkungan pemerintah daerah, baik pada tingkat provinsi maupun

    kabupaten/kota, yang melibatkan mulai pejabat tinggi di daerah hingga

    pegawai level rendah, baik secara individual maupun kolektif.

    Kecurangan (fraud) secara umum selalu berkaitan dengan korupsi,

    karena tindakan yang lazim dilakukan antara lain memanipulasi pencatatan,

    penghilangan dokumen, dan mark-up yang pada gilirannya dapat merugikan

    keuangan negara atau perekonomian negara. Menurut Association Of Certified

    Fraud Examiners (ACFE), kecurangan (fraud) dapat digolongkan menjadi

    tiga jenis yaitu : kecurangan dalam pelaporan keuangan, penyalahgunaan aset,

    dan korupsi.

    Munculnya berbagai kasus kecurangan (fraud) yang dilakukan pejabat

    pemerintah (pusat maupun daerah) yang menjadi pemberitaan di media cetak

    maupun televisi memperkuat dugaan terjadinya kasus kecurangan (fraud)

    dalam pengelolaan keuangan negara (pusat maupun daerah). Hal tersebut

    menunjukkan buruknya pengelolaan keuangan yang dilakukan pada sektor

    publik. Kecurangan (fraud) yang terjadi selama ini sangat mengkhawatirkan

    karena telah menjangkiti hampir di semua lini, mulai level pejabat sampai ke

    tingkat pelaksana/pegawai paling bawah. Kecurangan (fraud) tersebut

    berdampak negatif terhadap sektor ekonomi dan sosial. Dari segi ekonomi

    sangat merugikan keuangan negara yang akhirnya merugikan rakyat banyak.

    Kecurangan tersebut juga berdampak besar secara sosial karena menghambat

    pembangunan yang akhirnya masyarakat miskin yang sangat dirugikan karena

    terhambatnya pembangunan nasional.(Lediastuti & Subandijo, 2014:89-108).

    Mengingat begitu buruknya dampak yang diakibatkan oleh kecurangan

    (fraud), maka perlu dilakukan upaya pencegahannya secara serius. Pemerintah

    dengan segala kewenangannya telah melakukan berbagai langkah strategis

    dengan menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan, seperti : TAP

    MPR No. XVI Tahun 1998, UU-RI Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan

  • 24

    Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, UU-RI Nomor 31/1999 tentang

    Pemberantasan Tipikor, Inpres RI Nomor 5/2004 tentang Percepatan

    Pemberantasan Korupsi, PP-RI Nomor 71/2000 tentang Peran serta

    Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan

    Pemberantasan Tipikor, UU-RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU

    Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, UU-RI Nomor 30/2002

    tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU-RI Nomor 13/2006 tentang

    Perlindungan Saksi dan Korban, serta UU-RI Nomor 8/2010 tentang

    Pencegahan & Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Perkembangan ini menunjukkan bahwa semua pihak sepakat untuk mengeli-

    minir kecurangan (fraud) secara serius, untuk itu diperlukan lingkungan yang

    kondusif dan dukungan dari semua pihak.

    Walaupun disadari bahwa kecurangan (fraud) sudah merebak

    sedemikian rupa di Indonesia, tetapi masih belum banyak kajian teoritis dan

    empiris yang secara komprehensif untuk menelitinya. Oleh karenanya perlu

    dilakukan identifikasi terhadap berbagai faktor penyebab utama terjadinya

    kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan dan aset Negara/daerah.

    Dengan diketahuinya faktor-faktor utama yang melatar belakangi terjadinya

    kecurangan (fraud) dimaksud diharapkan dapat dirumuskan berbagai

    kebijakan strategis untuk mengurangi atau mungkin mengeliminir terjadinya

    kecurangan (fraud) tersebut yang berdampak signifikan terhadap kewajaran

    penyajian laporan keuangan pemerintah, penyalahgunaan aset milik negara,

    dan korupsi itu sendiri.

    Dengan fenomena kecurangan (fraud) yang terus berkembang

    sedemikian luas, kiranya tidak cukup bila hanya dikaji dengan pendekatan ilmu

    akuntansi semata, tetapi perlu melibatkan disiplin ilmu lainnya seperti ilmu

    ekonomi mikro dan makro, ilmu hukum, ilmu sosial, dan ilmu psikologi /

    keperilakuan. Penanganan fraud memerlukan usaha yang intens, untuk itu

    perlu dilakukan identifikasi terhadap sebab-sebab utama terjadinya

    kecenderungan kecurangan (fraud). Dengan informasi tersebut dapat

  • 25

    dirumuskan strategi yang lebih tepat untuk menurunkan taraf terjadinya

    kecenderungan kecurangan (fraud).

    Teori keagenan (agency theory) sering digunakan untuk menjelaskan

    fraud. Teori keagenan menjelaskan hubungan ini sebagai kontrak keagenan.

    Teori keagenan bermaksud memecahkan dua problem yang terjadi dalam

    hubungan keagenan. Pertama, problem keagenan yang muncul bila a)

    keinginan atau tujuan prinsipal dan agen bertentangan, dan b) bila prinsipal

    merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang sebenarnya dilakukan agen.

    Kedua, problem membagi risiko yang muncul bila prinsipal dan agen memiliki

    sikap yang berbeda terhadap risiko. Bila masing-masing pihak (agen dan

    prinsipal) berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta

    memiliki kenginan dan motivasi yang berbeda maka diyakini bahwa agen

    (misal : manajemen atau pemerintah) tidak akan selalu bertindak sesuai dengan

    keinginan prinsipal (misal: pemegang saham atau masyarakat).

    Ketidaksesuaian keinginan, motivasi dan utilitas antara agen dan prinsipal

    sering mengakibatkan timbulnya kemungkinan agen melakukan tindakan yang

    merugikan prinsipal.

    Problem keagenan ini dapat menimbulkan perilaku tidak etis dan

    kecenderungan kecurangan (fraud), baik yang dilakukan oleh manajemen

    maupun karyawan sebagai individu. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan

    bahwa untuk kepentingannya, prinsipal dapat memecahkan permasalahan ini

    dengan memberikan kompensasi yang sesuai kepada agen, serta mengeluarkan

    biaya monitoring untuk membatasi tindakan agen yang menyimpang. Biaya

    yang berkaitan dengan kegiatan ini disebut agency cost (biaya keagenan).

    Dengan biaya keagenan diharapkan dapat mengurangi perilaku tidak etis dan

    kecenderungan manajemen untuk melakukan kecurangan (fraud).

    Untuk mendapatkan hasil monitoring yang baik, diperlukan

    pengendalian intern yang efektif. Pengendalian intern merupakan proses

    pengendalian yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan atau

    personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai

  • 26

    pencapaian tiga tujuan utama : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b)

    keefektifan dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan

    peraturan yang berlaku (IAI, 2011). Pengendalian intern yang efektif akan

    mampu mengeliminir permasalahan keagenan. Dengan demikian

    pengendalian intern merupakan bagian dari biaya keagenan yang akan

    memberikan pengaruh pada perilaku tidak etis dan terhadap kecenderungan

    kecurangan (fraud).

    Seperti dijelaskan sebelumnya, permasalahan keagenan juga dapat

    terjadi jika prinsipal merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang sebenarnya

    dilakukan oleh agen. Situasi demikian disebut sebagai asimetri informasi.

    Nicholson (1997: 487-489) mencatat bahwa tindakan yang dilakukan oleh

    manajemen termasuk penyelenggara negara dipengaruhi oleh situasi asimetri

    informasi. Artinya pemegang saham atau masyarakat tidak sepenuhnya dapat

    mengetahui apa yang dilakukan manajemen atau penyelenggara pemerintahan.

    Dengan demikian adanya asimetri informasi akan memberikan pengaruh pada

    perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud) yang dilakukan

    manajemen atau penyelenggara pemerintahan.

    Untuk mengatasi permasalahan keagenan tersebut, seharusnya

    manajemen atau penyelenggara pemerintahan mampu melaksanakan

    penegakan aturan dengan benar. Ketaatan pada aturan membuat institusi

    menghasilkan laporan keuangan yang menggam-barkan keadaan dan operasi

    perusahaan sebenarnya. Jika perusahaan melaksanakan aturan secara taat,

    maka pemegang saham atau masyarakat tidak akan mengalami kesulitan untuk

    mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan manajemen. Dengan demikian

    ketaatan pada aturan hukum dan perundang-undangan akan berpengaruh

    terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud) manajemen

    atau penyelenggara pemerintahan.

    Perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud) yang

    dilakukan oleh manajemen tidak hanya disebabkan perbedaan motivasi,

    keinginan, dan utilitas antara pemegang saham dan manajemen, atau adanya

  • 27

    asimetri informasi, tetapi ada unsur yang lebih substansial, yaitu komitmen

    organisasi. Perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud) yang

    dilakukan manajemen dan atau karyawan juga tergantung pada komitmen

    mereka dalam mengelola perusahaan. Komitmen organisasi adalah komitmen

    yang diciptakan oleh semua komponen individual dalam menjalankan

    operasional organisasi (Kurniawan, 2014). Dengan demikian komitmen

    organisasi juga akan memberi pengaruh pada perilaku tidak etis dan

    kecenderungan kecurangan (fraud).

    Beberapa penelitian terdahulu memperlihatkan adanya faktor-faktor

    yang mempengaruhi perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan

    (fraud), antara lain : efektivitas pengendalian intern, kesesuaian kompensasi,

    asimetri informasi, komitmen organisasi, dan penegakan aturan. Faktor

    pertama yang mempengaruhi fraud adalah efektivitas pengendalian intern.

    Pengendalian intern bertujuan untuk menjamin agar kegiatan operasional

    perusahaan berjalan secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat

    dicapai. Dengan pengendalian intern yang efektif diharapkan mampu

    mengurangi adanya tindakan menyimpang yang dilakukan manajemen dan

    karyawan, baik secara individual maupun kolektif. Manajemen atau karyawan

    cenderung melakukan tindakan menyimpang berupa kecurangan (fraud) untuk

    memaksimalkan keuntungan pribadi.

    Penelitian Smith, et al.,(1998) menyimpulkan bahwa kecurangan

    akuntansi (fraud) diindikasikan dengan lemahnya pengendalian intern. Hasil

    yang serupa ditemukan pada penelitian Beasley (1996), Beasley et al., (2000),

    Reinstein (1998) dan Matsumura (1992) yang menyimpulkan bahwa

    pengendalian intern yang kuat dapat mencegah manajemen melakukan

    kecurangan akuntansi. Namun hal yang berbeda ditemukan dalam penelitian

    Wright (2003) yang menyimpulkan bahwa terjadinya berbagai skandal

    kecurangan akuntansi di USA, bukan karena insentif, pengendalian dan sistem

    yang buruk. Insentif, pengawasan dan sistem telah berjalan dengan baik. Tetapi

  • 28

    ternyata kecurangan dan ketidak jujuran para pemimpinlah yang membuat

    terjadinya skandal kecurangan akuntansi tersebut.

    Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh efektivitas pengendalian

    intern terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) dilakukan oleh Thoyibatun

    (2009), Adelin (2013), Kusumastuti dan Meiranto (2012), dan Najahningrum

    (2013). Hasil studi Wilopo (2006) menunjukkan bahwa bila pengendalian

    intern berjalan secara efektif, termasuk pengawasan fisik, sistem akuntansi dan

    pencatatan dengan bukti pendukung yang diotorisasi, maka penyalahgunaan

    sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi akan terhindarkan. Jika

    pengendalian intern dalam suatu perusahaan telah efektif, maka dapat

    memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia serta

    untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai

    dengan aturan. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Thoyibatun

    (2009), Adelin (2013, dan Najahningrum (2013) yang menyimpulkan bahwa

    sistem pengendalian intern yang efektif akan menekan (menurunkan)

    terjadinya perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud). Hal yang

    berbeda ditemukan dalam penelitian Kusumastuti dan Meiranto (2012 yang

    menyimpulkan bahwa keefektifan pengendalian intern ternyata tidak

    berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

    Tidak hanya pengendalian intern, manajemen dalam mengelola

    perusahaan perlu diberikan kompensasi yang memadai. Menurut Jensen and

    Meckling (1976), prinsipal dapat memecahkan permasalahan keagenan dengan

    memberi kompensasi yang sesuai dengan agen. Dengan kompensasi yang

    sesuai maka perilaku tidak etis dan kecurangan (fraud) diharapkan dapat

    berkurang. Pihak agen diharapkan telah mendapat kepuasan dari kompensasi

    tersebut dan tidak melakukan perilaku tidak etis serta tidak berlaku curang

    untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Hal ini sesuai dengan penelitian

    Zairi, et al. (2010) dan Wright (2003) yang menyatakan bahwa ketika

    karyawan diberi kompensasi, penilaian, dan pengakuan bahwa mereka layak

    lebih mungkin untuk menghargai organisasi, atau untuk berperilaku etis.

  • 29

    Namun hasil yang berbeda ditemukan dalam penelitian Dallas (2002),

    Pritchard (1999), Ribstein (2002), dan Tang, et al. (2003) yang menyimpulkan

    bahwa pemberian kompensasi sangat kecil dampak-nya terhadap pengurangan

    kecenderungan kecurangan (fraud). Penambahan kompensasi kepada

    karyawan justru cenderung akan meningkatkan rasa keserakahan sehingga

    karyawan akan merasa "kurang" dan akhirnya bertindak tidak etis dan

    cenderung melakukan kecurangan (fraud).

    Untuk kasus di Indonesia, hasil penelitian Wilopo (2006) menyatakan

    bahwa kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap perilaku tidak etis

    dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil penelitiannya menunjukkan

    bahwa pemberian kompensasi yang sesuai pada perusahaan terbuka dan

    BUMN di Indonesia tidak memperkecil perilaku tidak etis manajemen.

    Peningkatan gaji tidak menurunkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse power),

    penyalahgunaan kedudukan / posisi (abuse position), sikap diam saja bila

    terjadi tindakan yang merugikan perusahaan (no action) serta penyalahgunaan

    sumberdaya perusahaan (abuse resources) secara signifikan. Hal ini sesuai

    dengan hasil penelitian Pristiyanti (2012), Thoyibatun (2009) dan Kusumastuti

    dan Meiranto (2012) yang menyimpulkan bahwa sistem kompensasi tidak

    berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Namun hal yang

    berbeda ditemukan pada penelitian Najahningrum (2013) yang menyimpulkan

    bahwa kesesuaian sistem kompensasi berpengaruh terhadap kecenderungan

    kecurangan (fraud).

    Faktor lain yang juga dianggap berkontribusi terhadap perilaku tidak etis

    dan kecenderungan kecurangan (fraud) adalah asimetri informasi, yaitu situasi

    dimana terjadi ketidakselarasan informasi antara pihak yang memiliki atau

    menyediakan dengan pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Adanya

    ketidak seimbangan informasi ini memberi peluang besar terjadinya perilaku

    tidak etis dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan dan

    penyalahgunaan aset (misappropriation of assets) negara / daerah. Hasil

    penelitian Khang (2002) menyimpulkan bahwa asimetri informasi dapat

  • 30

    membuat manajemen dan pihak lainnya, termasuk karyawan secara individual

    memanfaatkan ketidak-selarasan atau kesenjangan informasi tersebut untuk

    motivasi dalam rangka memperoleh kompensasi bonus yang tinggi,

    mempertahankan jabatan dan lain-lain, termasuk kebijakan dalam pemberian

    dividen kepada pemegang saham. Hasil penelitian ini didukung oleh Scott

    (2003), Albrecht (2004: 26-33), Green & Calderon (1999), COSO (2002),

    Healy and Pelepu (2000), Lambert (2001) dan Reinstein (1998) yang

    menyimpulkan, asimetri informasi akan menimbulkan problema perilaku

    disfungsi-onal bagi agen yang mengarah pada peluang terjadinya kecurangan

    (fraud).

    Di Indonesia, penelitian tentang pengaruh asimetri informasi terhadap

    perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan antara lain oleh Wilopo

    (2006) yang menyimpulkan bahwa pada BUMN dan perusahaan terbuka di

    Indonesia keberadaan asimetri informasi akan meningkatkan perilaku tidak

    etis dan kecende-rungan kecurangan bagi manajemen perusahaan. Sebaliknya

    tidak adanya asimetri informasi akan mengurangi terjadinya perilaku tidak etis

    dan kecenderungan kecurangan dari penanggung jawab penyusunan laporan

    keuangan dan manajemen perusahaan. Ini selaras dengan penelitian

    Thoyibatun (2009) dan Najahningrum (2013) yang menyimpulkan bahwa

    asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan,

    yang artinya asimetri informasi membuka peluang terjadinya kecenderungan

    kecurangan (fraud). Tetapi berbeda dengan hasil penelitian Kusumastuti

    (2012) yang menyimpulkan bahwa asimetri informasi ternyata tidak

    berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

    Teori agensi mengemukakan bahwa agen harus sejalan dengan prinsipal.

    Hal ini dapat diwujudkan jika agen memiliki komitmen terhadap prinsipal.

    Komitmen ini tercermin dalam komitmen organisasi, yaitu komitmen yang

    diciptakan oleh semua komponen individual dalam menjalankan operasional

    organisasi (Kurniawan, 2011). Komitmen tersebut dapat terwujud apabila

    individu dalam organisasi menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan

  • 31

    tugas dan fungsinya masing-masing. Semakin tinggi komitmen agen terhadap

    tujuan organisasi, maka diduga akan menekan perilaku tidak etis dan tindakan

    kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan aset yang dilakukan pejabat

    pengelola keuangan dan aset daerah.

    Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh komitmen

    organisasi terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan (fraud),

    antara lain oleh Wilks (2011) yang mendukung hipotesis bahwa komitmen

    organisasi dan kepuasan kerja berhubungan negatif terhadap perilaku tidak

    etis. Hal ini selaras dengan penelitian Mustikasari (2013), Pristiyanti (2012)

    dan Najahningrum (2013) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi

    komitmen organisasi akan semakin rendah kecenderungan kecurangan (fraud)

    yang mungkin terjadi.

    Untuk mengatasi permasalahan keagenan, salah satu hal yang harus

    dilakukan oleh sebuah institusi adalah melaksanakan semua aturan dengan

    benar. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya

    atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman

    perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

    bermasyarakat dan bernegara (Asshiddiqie,2008). Kesadaran masyarakat akan

    timbul bila penegakan aturan / hukum dapat berjalan dengan semestinya.

    Penegakan aturan / hukum yang baik diharapkan dapat mengurangi perilaku

    tidak etis pejabat pengelola keuangan dan aset pemerintah daerah. Diharapkan

    dengan menurunnya perilaku tidak etis, maka diduga akan berdampak pada

    menurunnya tindakan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan dan

    aset pemerintah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penegakan

    aturan/hukum dapat mengurangi perilaku tidak etis dan kecurangan (fraud)

    dalam pengelolaan keuangan dan aset pada pemerintah derah.

    Roberts et al., (2002 : 23) berpendapat, cara profesi diorganisir antara

    lain melalui kode etik dan ketaatan atas aturan akuntansi yang akan

    memberikan pengaruh serta mengendalikan perilaku manajemen. Beberapa

    penelitian yang mendukung pendapat tersebut, di antaranya penelitian Larkin

  • 32

    (2000), D’Aquila (2001), Wolk and Tearney (1997: 93-95) serta Adams et al.,

    (2001). Dengan demikian semakin perusahaan taat pada aturan, semakin

    rendah perilaku tidak etis dan kecenderungan kcurangan (fraud) manajemen

    perusahaan dan individu.

    Penelitian terkait dengan penegakan aturan / hukum termasuk ketaatan

    aturan akuntansi di Indonesia, diantaranya dilakukan oleh Wilopo (2006) yang

    memberi kesimpulan bahwa ketaatan aturan akuntansi berpengaruh terhadap

    perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil ini sesuai

    dengan penelitian Pristiyanti (2012), Mustikasari (2013), Adelin (2013) dan

    Najahningrum (2013) yang menyimpulkan bahwa penegakan peraturan

    berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan. Dalam suatu

    instansi, apabila penegakan peraturan kurang efektif akan membuka peluang

    bagi pegawai untuk melakukan pelanggaran peraturan yang bisa saja mengarah

    pada perilaku menyimpang, salah satunya dengan melakukan kecurangan.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin kuat penegakan peraturan

    dalam suatu instansi, maka kecenderungan kecurangan yang mungkin terjadi

    juga akan semakin rendah. Namun hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan

    dalam Pramudita (2013) bahwa penegakan hukum tidak berpengaruh terhadap

    fraud di sektor pemerintahan.

    Selain faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya, perilaku tidak etis

    juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kecenderungan

    kecurangan (fraud). Perilaku tidak etis terdiri dari perilaku yang menyalah-

    gunakan kedudukan, perilaku yang menyalahgunakan kekuasaan, perilaku

    yang menyalahgunakan sumber daya organisasi, serta perilaku yang tidak

    berbuat apa-apa. Menurut CIMA (2002), budaya perusahaan dengan standar

    etika yang rendah akan memiliki resiko kecurangan akuntansi yang tinggi.

    Menurut Dallas (2002), berbagai macam kecurangan yang dilakukan oleh

    perusahaan Enron, WorldCom, Xerox dan perusahaan lainnya di USA

    disebabkan karena adanya perilaku tidak etis dari pihak manajemen

    perusahaan yang bersangkutan. Penyampaian fakta oleh Green and Calderon

  • 33

    (1999), Reinstein (1998), dan COSO (2002) menunjukkan bahwa perilaku

    tidak etis dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,

    kedudukan, dan berbagai sumber daya ekonomi organisasi mendorong

    manajemen perusahaan melakukan kecurangan akuntansi.

    Di Indonesia penelitian tentang pengaruh perilaku tidak etis terhadap

    kecenderungan kecurangan (fraud) dilakukan oleh Thoyibatun (2009) yang

    menyatakan bahwa perilaku karyawan yang etis mencerminkan terjadinya

    interaksi individu dengan individu yang lainnya dalam konteks sosial atau

    lingkungan organisasi yang merupakan wadah interaksi tersebut. Perilaku

    tersebut dikatakan etis karena memenuhi standar kualitas kinerja yang berlaku

    baik untuk manajemen ataupun karyawan. Dalam perjalanan memenuhi

    standar tersebut adakalanya seseorang memiliki keinginan pribadi yang selaras

    dengan kepentingan lingkungan dan pada situasi yang lain adakalanya harus

    mengalahkan kepentingannya sendiri atau kepentingan lingkungan karena

    adanya keinginan yang kuat untuk memenuhi kepentingan etika. Oleh karena

    itu jika perilaku tidak etis yang dipilih manajemen atau karyawan, bentuk

    pertanggungjawaban kerja yang dicapai semakin jauh dari standar yang

    dikehendaki atau kecenderungan kecurangan (fraud) yang semakin meningkat

    atau dengan kata lain semakin tinggi perilaku tidak etis seorang individu akan

    mengarahkan pada tingginya tingkat kecenderungan kecurangan (fraud) pada

    perusahaan. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Adelin (2013)

    dan Wilopo (2006) yang menemukan bahwa perilaku tidak etis memberikan

    pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kecenderungan kecurangan

    (fraud) pada perusahaan.

  • 34

    BAB II

    DEFINISI PERILAKU TIDAK ETIS

    2.1 Perilaku Tidak Etis dan Kecurangan

    Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah

    sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari

    nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral

    (Forsyth, 1980). Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,

    salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

    Secara metodologis, Keraff (2010) memaparkan bahwa tidak setiap hal

    menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap

    kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika

    merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku

    manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga

    tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya

    etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Menurut

    Robins & Judge (2008) etika terbagi menjadi tiga bagian utama:

    1. Meta-etika (studi konsep etika)

    2. Etika Normatif (studi penentuan nilai etika)

    3. Etika Terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika)

    Sedangkan menurut Falah & Syaikul (2006) etika dapat dibagi menjadi

    dua, yaitu:

    • Etika Filosofis

    Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagai etika

    yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh

    manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir

    dari filsafat.

  • 35

    Berikut ini merupakan dua sifat etika :

    1. Non-empiris, filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu

    empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret.

    Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang

    kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala

    kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada

    apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang

    apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

    2. Praktis, cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”.

    Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika

    tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus

    dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat

    praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak

    boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam

    arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis

    melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema

    pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil

    melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan

    kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi

    yang tahan uji.

    • Etika Teologis

    Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,

    etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat

    memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan

    bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya

    yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah

    memahami etika secara umum.

  • 36

    Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang

    bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi

    kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.

    Akuntan Publik yaitu seorang praktisi dan gelar profesional yang

    diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari

    Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas

    laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-

    atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya

    yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan (Bawono, 2006).

    Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-

    Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya

    dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari

    perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuangan R.I.

    Menurut Muthmainah (2006) untuk dapat menjalankan profesinya

    sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian

    profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada

    lulusannya berhak memperoleh sebutan “Bersertifikat Akuntan Publik”

    (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sertifikat

    Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk

    mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari Departemen Keuangan

    (Comunale. dkk, 2006). Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah

    baku yang merujuk kepada praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai

    negara maju tempat profesi ini berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP

    (United States Generally Accepted Accounting Principle’s) dalam

    melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk praktek auditing digunakan

    US GAAS (United States Generally Accepted Auditing Standard),

    Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas

    mereka, antara lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.

  • 37

    Kerangka standar dari USGAAP telah ditetapkan oleh SEC (Securities

    and Exchange Commission) sebuah badan pemerintah quasijudisial

    independen di Amerika Serikat yang didirikan tahun 1934. Selain SEC,

    tcrdapat pula AICPA (American Institute of Certified Public Accountants)

    yang bcrdiri sejak tahun 1945. Sejak tahun 1973, pengembangan standar

    diambil alih oleh FASB (Financial Accominting Standard Board) yang

    anggota-angotanya terdiri dari wakil-wakil profesi akuntansi dan pengusaha.

    Menurut Himmah (2014) akutansi dapat dipandang dalam beberapa

    sudut pandang antara lain; (1) Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang

    bekerja pada badan-badan pemerintah seperti di departemen, BPKP dan BPK,

    Direktorat Jenderal Pajak dan lain-lain. (2) Akuntan Pendidik, adalah akuntan

    yang bertugas dalam pendidikan akuntansi yaitu mengajar, menyusun

    kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan penelitian di bidang

    akuntansi. (3) Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam suatu

    perusahaan atau organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem

    akuntansi, penyusunan laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern

    perusahaan, penyusunan anggaran, menangani masalah perpajakan dan

    melakukan pemeriksaan intern.

    Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika, sebagai

    berikut: (Mulyadi, 2001: 53)

    • Tanggung jawab profesI

    Seorang akuntan harus bertanggung jawab dan mempertimbangkan

    moral dan profesional dalam segala kegiatan yang dilakukan.

    • Kepentingan publik

    Seorang akuntan harus melayani kepentingan publik, menghrmati publik

    dan menjaga komitmen profesionalisme.

    • Integritas

    Seorang akuntan harus manjaga kepercayaan publik, memenuhi

    tanggungjawab dan meningkatkan integritas setinggi mungkin.

  • 38

    • Obyektifitas

    Seorang akuntan dalam memenuhi tanggungjawabnya harus menjaga

    obyektifitas dan menjaga benturan dari kepentingan

    • Kompetensi dan kehati-hatian

    Seorang akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya

    dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta

    mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan

    keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk

    memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari

    jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,

    legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.

    • Kerahasiaan

    Seorang akuntan harus menjaga kerahasiaan kepentingan kliennya dan

    tidak boleh mengungkapkan informasi tanpa persetujuan kecuali ada hak

    profesional dan hukum untuk mengungkapkannya.

    • Perilaku profesional

    Sebagai akuntan profesional dituntut konsisten dan selaras dengan

    reputasi profesi yang baik dan menjauhkan perilaku yang dapat

    menjatuhkan profesionalisme.

    • Standar Teknis

    Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan

    mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan yang

    sesuai dengan profesinya masing-masing (Siwahjoeni & Gudono, 2000).

    Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris

    “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang

    bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas

    khusus secara tetap/permanen”.

  • 39

    Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan

    terhadap suatu pengetahuan khusus (Margawati, 2010). Suatu profesi biasanya

    memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang

    khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang

    hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik, dan desainer.

    Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional.

    Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang

    menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju

    profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya,

    sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu

    profesi.

    Karakteristik Profesi menurut Dzakirin (2013) terbagi menjadi 11, yaitu:

    Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi

    mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya.

    Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah

    diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:

    1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis

    Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif

    dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan

    bisa diterapkan dalam praktik.

    2. Asosiasi profesional

    Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya,

    yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi

    profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi

    anggotanya.

    3. Pendidikan yang ekstensif

    Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam

    jenjang pendidikan tinggi.

  • 40

    4. Ujian kompetensi

    Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk

    lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.

    5. Pelatihan institutional

    Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan

    istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis

    sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan

    melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.

    6. Lisensi

    Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga

    hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.

    7. Otonomi kerja

    Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis

    mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.

    8. Kode etika

    Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan

    prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.

    9. Mengatur diri

    Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur

    tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior,

    praktisi yang dihormati, atau mereka yang b