oceanografy

14
TUGAS AKHIR PENGANTAR OCEANOGRAFI FAKTOR FAKTOR KIMIA YANG MEMPENGARUHI LINGKUNGAN LAUT Oleh : FAISAL SETIAWAN 141211132031 KELAS B PROGRAM STUDI S1 BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Upload: faisal-setiawan

Post on 08-Feb-2016

14 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pertambahan ilmu buat oceanografy

TRANSCRIPT

Page 1: oceanografy

TUGAS AKHIR PENGANTAR OCEANOGRAFI

FAKTOR FAKTOR KIMIA YANG MEMPENGARUHI

LINGKUNGAN LAUT

Oleh :

FAISAL SETIAWAN

141211132031

KELAS B

PROGRAM STUDI S1 BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

Page 2: oceanografy

ii

Abstrak

Laut terdapat faktor-faktor pembentuk dan sekaligus penyebab terjadi perubahan di lingkungan

laut bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut terdiri atas faktor fisika, kimia,

dan biologi lingkungan laut. Faktor kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat

keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien). Masing-masing faktor tersebut memiliki

keterkaitan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu

lingkungan perairan laut (ekosistem lautan).

Page 3: oceanografy

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena hanya dengan kuasa- Nya kami dapat

menyelesaikan Karya Ilmiah berjudul “ Faktor Faktor Kimia Yang Mempengaruhi

Lingkungan Laut” ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan

kepada Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si. selaku dosen mata kuliah Pengantar Oceanografi

yang telah membimbing kami dalam penyusunan Tugas Akhir Pengantar Oceanografi ini.

Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu

penyusunan Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis ini yang tidak dapat kami

sampaikan satu-persatu.

Kami selaku penyusun sadar bahwa manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Masih

banyak kekurangan yang terdapat pada Tugas Akhir Pengantar Oceanografi ini. Oleh karena

itu kami berharap kritik serta saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan

penyusunan karya tulis selanjutya.

Penyusun berharap dengan adanya karya tulis ini dapat menjadi sarana bagi kita

semua untuk membantu dalam pengetahuan tentang kimia oceanografi ( chemical

oceanography ) dan semoga karya tulis ini menjadi media pembelajaran yang bermanfaat

serta membantu dalam penanganan permasalahan yang kami angkat dalam karya tulis ini.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya.

Surabaya, 31 Mei 2013

Penulis

Page 4: oceanografy

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

RINGKASAN .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................... iv

PENDAHULUAN ................................................................................... 1

Latar belakang .................................................................................. 1

Tujuan .................................................................................. 2

Manfaat .................................................................................. 3

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4

PEMBAHAN .................................................................................. 7

KESIMPULAN .................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10

Page 5: oceanografy

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lautan telah lama dikenal sebagai salah satu ekosistem yang paling besar, paling

kompleks dan paling dinamis di dunia. Terdapat berbagai macam interaksi antara faktor-

faktor penyusun komponen lingkungan laut yang berlangsung sangat cepat dan terus

menerus sehingga sangat menentukan kondisi ekosistem yang ada di lingkungan perairan

tersebut. Lebih dari 80% air yang yang berada di alam merupakan air laut. Air laut

mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-

partikel tak terlarut. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar

garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki

kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya.

Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas,

kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa

tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak

terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah

garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.

Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%),

sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%)

teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama

garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi

lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam. Zat-zat kimia yang terbentuk

dari berbagai proses pelapukan itu lama-lama akan terdekomposisi dan mengendap menjadi

sedimen di dasar laut. Oleh sebab itu diperlukan pengkajian mengenai faktor-faktor

lingkungan laut sebagai pembentuk ekosistem lautan. Khususnya faktor kimia yang

mempengaruhi lingkungan laut.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan pengaruh akibat faktor - faktor kimia yang terjadi di lingkungan laut

dapat menimbulkan permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut

1. Faktor – faktor kimia laut apa saja yang dapat mempengaruhi lingkungan laut ?

2. Bagaimana pengaruh faktor - faktor kimia terhadap lingkungan laut ?

1.3 Tujuan

Penulis makalah faktor – faktor kimia terhadap lingkungan laut bertujuan untuk mengetahui

faktor – faktor kimia yang mempengaruhi lingkungan laut dan mengetahui interaksi –

interaksi kimia yang terjadi didalamnya.

Page 6: oceanografy

2

1.4 Manfaat

Penulis makalah ini berharap bahwa hasil makalah ini dapat bermanfaat sebagai :

1. Rujukan sebagai tambahan ilmu dalam oseanografi

2. Bahan acuan dalam pengembangan penelitian faktor - faktor kimia di lingkungan laut

Page 7: oceanografy

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan dari berbagai komponen abiotik dan biotik yang

berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional.

Komponen - komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut (misalnya

perubahan nilai parameter fisika-kimia perairan), maka akan menyebabkan perubahan

pada komponen lainnya (misalnya perubahan kualitatif dan kuantitatif organismenya).

Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam

kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Dalam lingkungan laut

terdapat faktor-faktor pembentuk suatu ekosistem yang sekaligus sebagai faktor penentu

perubahan ekosistem lautan termasuk faktor – faktor kimia terhadap lingkungan laut.

2.1 Faktor kimia laut

Faktor – faktor kimia yang mempengaruhi lingkungan laut meliputi salinitas , kelarutan

oksigen (DO), derajat keasaman ( Ph) dan unsur hara Nutrien.

2.1.1 Salinitas

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Zat padat terlarut

meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme

hidup, dan gas-gas terlarut (Nybakken, 1992). Salinitas adalah jumlah berat semua garam

(dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00

(permil, gram per liter) (Nontji, 1986).

Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada

sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini

dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi,

kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline

bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.

Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam yang di dalam gram pada setiap

kilogram air laut. Penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang

terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai

jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan

oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan

kandungan klorida.

Kandungan garam mempunyai pengaruh pada sifat-sifat air laut. Karena mengandung garam,

titik beku air laut menjadi lebih rendah daripada 00 C (air laut yang bersalinitas 35 % titik

bekunya -1,90 C), sementara kerapatannya meningkat sampai titik beku (kerapatan

maksimum air murni terjadi pada suhu 40C). Sifat ini sebagai penggerak pertukaran massa air

Page 8: oceanografy

4

panas dan dingin, memungkinkan dimana air permukaan yang dingin terbentuk dan

tenggelam ke dasar sementara air dengan suhu yang lebih hangat akan terangkat ke atas.

Sedangkan titik beku dibawah 00C memungkinkan kolom air laut tidak membeku. Sifat air

laut yang dipengaruhi langsung oleh salinitas adalah konduktivitas dan tekanan osmosis.

Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa klorida

adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas

biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand ,

ppt) atau permil (‰), sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Pada 1978,

oseanografer mendisifinikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas

Praktis) rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar. Rasio tidak

memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per

liter larutan.

Salinitas berperan penting dalam penyebaran rumput laut secara lokal. Pada daerah subtropik,

habitat rumput laut pada tekanan osmotik yang konstan memiliki salinitas sekitar 30-35 ppt

(Luning, 1990). Alat untuk menghitung salinitas pada tiap stasiun menggunakan

handrefraktometer.

2.1.1.2 Faktor yang mempengaruhi salinitas

Menurut Nontji, 1987, beliau berpendapat bahwa selebaran salinitas dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran air.

Amplitudo Suhu.

Amplitudo suhu secara sederhana diartikan sebagai: perbedaan antara suhu tinggi (panas)

dengan suhu rendah (dingin). Di daerah yang memiliki perbedaan suhu yang besar seperti

daerah subtropis, gurun pasir, dan daratan luas, proses pelapukan batuan sangat tinggi. Unsur

garam dan unsur-unsur lainnya: Natrium, Magnesium, sulfur dan unsur mineral lain, banyak

terdapat dalam batuan. Di daerah yang memiliki suhu panas, juga memiliki tingkat

penguapan yang tinggi. Kita tahu bahwa dalam proses penguapan, unsur-unsur garam tidak

ikut menguap karena yang menguap hanya airnya saja (H2O), sehingga di daerah ini kadar

garam air lautnya tinggi.

Curah Hujan

Curah hujan akan sangat mempengaruhi perbandingan antara volume air dan mineral garam.

Semakin banyak penambahan air (murni) semakin rendah kadar garam, sebaliknya semakin

banyak penambahan unsur garam maka semakin tinggi kadar garamnya.Semakin tinggi curah

hujan di suatu daerah, maka semakin rendah kadar garam air lautnya.

Luas Laut.

Laut yang sempit umumnya memiliki kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan lautan

luas. Laut yang luas memiliki arus air yang luas juga, karena tidak ada penghalang berupa

daratan. Arus laut semakin luas, maka kemungkinan terjadinya perpindahan dan percampuran

Page 9: oceanografy

5

kandungan air semakin luas juga. Daerah laut yang kadar garamnya tinggi akan mengalir ke

daerah yang kadar garamnya rendah (hukum alam). Jika lokasi laut dekat dengan Lautan luas

atau samudra, maka kadar garamnya cenderung lebih rendah dibandingkan laut yang tertutup

atau dikelilingi daratan.

Penguapan

Makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan

sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah

kadar garamnya.

Banyak Sedikitnya Sungai Yang Bermuara Di Laut Tersebut

Makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan

rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka

salinitasnya akan tinggi.

2.1.2 Kelarutan Oksigen ( DO )

Kelarutan Oksigen merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di

dalam air.Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan

air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk

kehidupannya (Fardiaz, 1992).Kelarutan Oksigen dapat berasal dari proses fotosintesis

tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari

atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas (Fardiaz, 1992).

Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan

penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Konsentrasi oksigen terlarut dalam

keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer (Fardiaz, 1992).Oksigen

merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air.

Kepekatan oksigen terlarut bergantung pada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat

penetrasicahaya yang bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat

kederasan aliran air, dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah,

ganggang mati atau limbah industri (Sastrawijaya, 2001).

2.1.3 Derajat keasaman ( pH )

Nilai pH air yang normal atau netral yaitu antara pH 6 sampai pH 8 (Fardiaz, 1992). Air

yang pH-nyakurang dari 7 bersifat asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari 7 bersifat basa.

Tanah yang bersifat asam akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan logam berat

yang berlebihan dalam tanah (Darmono, 1995). Perubahan pH yang sangat asam maupun

basa akan mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena menyebabkan

terganggunya metabolisme dan respirasi. Air laut mengandung ion HCO3 dan mengandung

asam-asam lemah, seperti H2CO3 dan H3BO3 dan karena asam berdisosiasi maka air laut

menjadi senyawa yang buffer sekali (Brotowijoyo dkk, 1995). Rumput laut umumnya

tumbuh pada pH 6-9, (Tahir dkk, 1997).

Page 10: oceanografy

6

2.1.4 Unsur Hara ( nutrient )

Sebagian besar unsur-unsur kimiawi yang diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan binatang

terdapat dalam air laut dalam jumlah lebih dari cukup, sehingga kekurangannya tak

perlu dipertimbangkan sebagai faktor ekologi. Dalam beberapa hal kepekatan unsur

“trace” menjadi penting, tapi ini terjadi sangat jarang sekali dibanding dengan di darat. Fosfat

dan nitrat dalam kepekatan bagaimana pun selalu dalam perbandingan yang tetap.

Perbandingan ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya dalam keadaan tertentu

perbandingan dalam air berubah. Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk senyawa

organik dan dilepaskan kembali ke air sebagai kotoran maupun bangkai dalam bentuk

butiran atau larutan. Dan untuk senyawa NO3, samudera mendapatkan dari udara bukan

saja N tetapi juga NO3. Seperti halnya PO4, pertumbuhan dan fotosintesa dari tumbuh-

tumbuhan laut (fitoplankton dan alga bentik) dibatasi oleh kepekatan NO3 dalam air.

Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom juga mengambil sejumlah besar Si dari laut dan

kekurangan kandungan Si dapat menjadi faktor pembatas di perairan tertentu.

Page 11: oceanografy

7

III. PEMBAHASAN

3.1 Faktor kimia laut

3.1.1 Salinitas

Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik

melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota air

ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya

mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis yang hidup di dasar laut

(bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya. Salinitas

dapat menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Umumnya, kandungan garam dalam sel-sel

biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Jika sel-sel

tersebut berada di lingkungan dengan salinitas yang berbeda maka suatu mekanisme

osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan

lingkungannya. Pada kebanyakan biota air, penurunan salinitas biasanya bersamaan

dengan penurunan salinitas dalam sel. Suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah

ada penurunan salinitas yang nyata. Kemampuan untuk menghadapi fluktuasi yang

berasal dari salinitas terdapat pada kelompok-kelompok binatang beraneka ragam dari

protozoa sampai ikan. Biota estuarina biasanya mempunyai toleransi terhadap variasi

salinitas yang besar (euryhalin) seperti ikan bandeng. Salinitas yang tak sesuai dapat

menggagalkan pembiakan dan menghambat pertumbuhan biota air.

3.1.2 Kelarutan Oksigen

Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses

pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang dapat hidup tanpa

oksigen (anaerobik) sama sekali, lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya

sebentar tetapi memerlukan penyediaan oksigen yang berlimpah setiap kali. Kebanyakan

dapat hidup dalam keadaan kandungan oksigen yang rendah sesekali tapi tak dapat hidup

tanpa oksigen sama sekali. Sumber oksigen terlarut dari perairan adalah dari udara di

atasnya, proses fotosintesis dan glycogen dari binatang itu sendiri. Air yang tidak

mengandung oksigen terlarut jarang terdapat di samudera. Oksigen dihasilkan oleh proses

fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan air dan fitoplankton dan diperlukan untuk pernafasan

bagi biota air. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi

pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan biota

tersebut untuk hidup normal dalam lingkungannya. Kadar oksigen terlarut di perairan

Indonesia berkisar antara 4,5 dan 7.0 ppm.

3.1.3 Derajat Keasaman (pH)

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah

perubahan pH. Perubahan pH yang sedikit saja dari pH alami akan memberikan

Page 12: oceanografy

8

petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan

ketidak seimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air

laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5.

Perubahan pH dapat berakibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-

lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah

perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5

dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.

3.2.4 Unsur Hara (Nutrien)

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, fitoplankton membutuhkan banyak unsur

nutrien.Menurut Michael (1985), fosfat dan nitrogen merupakan unsur hara makro yang

dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai nutrien sehingga dapat menjadi faktor pembatas

bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan. Umumnya kekurangan fosfat dalam laut

akan mempengaruhi proses fotosintesa dan pertumbuhan yang sama besarnya. Adapun

nitrat yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan perairan laut. Perairan

oligotropik memiliki kandungan nitrat 0 - 0,1 mg/liter, perairan mesotropik sebesar 0,1 -

0,5 mg/liter dan perairan eutropik 0,5 - 5 mg/liter (Wetzel, 1982).

Page 13: oceanografy

9

IV. KESIMPULAN

Melihat berbagai macam ulasan mengenai faktor-faktor pembentuk dan sekaligus

penyebab terjadi perubahan di lingkungan laut maka dapat diambil kesimpulan bahwa

faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut terdiri atas faktor fisika, kimia, dan

biologi lingkungan laut. Faktor kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat

keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien). Masing-masing faktor tersebut

memiliki keterkaitan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya sehingga

membentuk suatu lingkungan perairan laut (ekosistem lauta

Page 14: oceanografy

10

V. DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E.1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing,Auburn

University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. 359 p.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 1985. Pengantar Oseanografi. UI Press.Jakarta.

Mackereth, F.J.H., Heron, J. And Talling, J.F. 1989. Water Analysis Freshwater Biological

Association, Cambria, UK. 120 p.

Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut : Ilmu Pengetahunan Tentang Biologi

Laut. Djambatan. Jakarta.

Schalk, P. H., 1987. Monsoon – Related Changes in Zooplankton Biomass in the Eastern

Banda Sea and Aru Basin. Biol. Oceanogr., 5: 1 – 12.

Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji, and M. K. Moosa, 1997 a. The Ecology of the Indonesian

Seas. Part One. The Ecology of Indonesian Series. Vol. VII. Periplus Editions (HK) Ltd.

Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asean Waters, NAGA Rep. 2.

Scripps Inst. of Oceanography La jolla, Calif.