oceanografy
DESCRIPTION
pertambahan ilmu buat oceanografyTRANSCRIPT
TUGAS AKHIR PENGANTAR OCEANOGRAFI
FAKTOR FAKTOR KIMIA YANG MEMPENGARUHI
LINGKUNGAN LAUT
Oleh :
FAISAL SETIAWAN
141211132031
KELAS B
PROGRAM STUDI S1 BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
ii
Abstrak
Laut terdapat faktor-faktor pembentuk dan sekaligus penyebab terjadi perubahan di lingkungan
laut bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut terdiri atas faktor fisika, kimia,
dan biologi lingkungan laut. Faktor kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat
keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien). Masing-masing faktor tersebut memiliki
keterkaitan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu
lingkungan perairan laut (ekosistem lautan).
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena hanya dengan kuasa- Nya kami dapat
menyelesaikan Karya Ilmiah berjudul “ Faktor Faktor Kimia Yang Mempengaruhi
Lingkungan Laut” ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan
kepada Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si. selaku dosen mata kuliah Pengantar Oceanografi
yang telah membimbing kami dalam penyusunan Tugas Akhir Pengantar Oceanografi ini.
Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu
penyusunan Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis ini yang tidak dapat kami
sampaikan satu-persatu.
Kami selaku penyusun sadar bahwa manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Masih
banyak kekurangan yang terdapat pada Tugas Akhir Pengantar Oceanografi ini. Oleh karena
itu kami berharap kritik serta saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
penyusunan karya tulis selanjutya.
Penyusun berharap dengan adanya karya tulis ini dapat menjadi sarana bagi kita
semua untuk membantu dalam pengetahuan tentang kimia oceanografi ( chemical
oceanography ) dan semoga karya tulis ini menjadi media pembelajaran yang bermanfaat
serta membantu dalam penanganan permasalahan yang kami angkat dalam karya tulis ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya.
Surabaya, 31 Mei 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
RINGKASAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................... iv
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
Latar belakang .................................................................................. 1
Tujuan .................................................................................. 2
Manfaat .................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
PEMBAHAN .................................................................................. 7
KESIMPULAN .................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lautan telah lama dikenal sebagai salah satu ekosistem yang paling besar, paling
kompleks dan paling dinamis di dunia. Terdapat berbagai macam interaksi antara faktor-
faktor penyusun komponen lingkungan laut yang berlangsung sangat cepat dan terus
menerus sehingga sangat menentukan kondisi ekosistem yang ada di lingkungan perairan
tersebut. Lebih dari 80% air yang yang berada di alam merupakan air laut. Air laut
mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-
partikel tak terlarut. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar
garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki
kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya.
Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti: densitas,
kompresibilitas, titik beku, dan temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa
tingkat, tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak
terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah
garam di laut (salinitas) adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%),
sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%)
teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama
garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi
lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam. Zat-zat kimia yang terbentuk
dari berbagai proses pelapukan itu lama-lama akan terdekomposisi dan mengendap menjadi
sedimen di dasar laut. Oleh sebab itu diperlukan pengkajian mengenai faktor-faktor
lingkungan laut sebagai pembentuk ekosistem lautan. Khususnya faktor kimia yang
mempengaruhi lingkungan laut.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan pengaruh akibat faktor - faktor kimia yang terjadi di lingkungan laut
dapat menimbulkan permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut
1. Faktor – faktor kimia laut apa saja yang dapat mempengaruhi lingkungan laut ?
2. Bagaimana pengaruh faktor - faktor kimia terhadap lingkungan laut ?
1.3 Tujuan
Penulis makalah faktor – faktor kimia terhadap lingkungan laut bertujuan untuk mengetahui
faktor – faktor kimia yang mempengaruhi lingkungan laut dan mengetahui interaksi –
interaksi kimia yang terjadi didalamnya.
2
1.4 Manfaat
Penulis makalah ini berharap bahwa hasil makalah ini dapat bermanfaat sebagai :
1. Rujukan sebagai tambahan ilmu dalam oseanografi
2. Bahan acuan dalam pengembangan penelitian faktor - faktor kimia di lingkungan laut
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan dari berbagai komponen abiotik dan biotik yang
berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional.
Komponen - komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut (misalnya
perubahan nilai parameter fisika-kimia perairan), maka akan menyebabkan perubahan
pada komponen lainnya (misalnya perubahan kualitatif dan kuantitatif organismenya).
Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam
kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Dalam lingkungan laut
terdapat faktor-faktor pembentuk suatu ekosistem yang sekaligus sebagai faktor penentu
perubahan ekosistem lautan termasuk faktor – faktor kimia terhadap lingkungan laut.
2.1 Faktor kimia laut
Faktor – faktor kimia yang mempengaruhi lingkungan laut meliputi salinitas , kelarutan
oksigen (DO), derajat keasaman ( Ph) dan unsur hara Nutrien.
2.1.1 Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Zat padat terlarut
meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme
hidup, dan gas-gas terlarut (Nybakken, 1992). Salinitas adalah jumlah berat semua garam
(dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00
(permil, gram per liter) (Nontji, 1986).
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada
sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini
dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi,
kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline
bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam yang di dalam gram pada setiap
kilogram air laut. Penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang
terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai
jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan
oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan
kandungan klorida.
Kandungan garam mempunyai pengaruh pada sifat-sifat air laut. Karena mengandung garam,
titik beku air laut menjadi lebih rendah daripada 00 C (air laut yang bersalinitas 35 % titik
bekunya -1,90 C), sementara kerapatannya meningkat sampai titik beku (kerapatan
maksimum air murni terjadi pada suhu 40C). Sifat ini sebagai penggerak pertukaran massa air
4
panas dan dingin, memungkinkan dimana air permukaan yang dingin terbentuk dan
tenggelam ke dasar sementara air dengan suhu yang lebih hangat akan terangkat ke atas.
Sedangkan titik beku dibawah 00C memungkinkan kolom air laut tidak membeku. Sifat air
laut yang dipengaruhi langsung oleh salinitas adalah konduktivitas dan tekanan osmosis.
Istilah teknik untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa klorida
adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas
biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand ,
ppt) atau permil (‰), sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Pada 1978,
oseanografer mendisifinikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas
Praktis) rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar. Rasio tidak
memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per
liter larutan.
Salinitas berperan penting dalam penyebaran rumput laut secara lokal. Pada daerah subtropik,
habitat rumput laut pada tekanan osmotik yang konstan memiliki salinitas sekitar 30-35 ppt
(Luning, 1990). Alat untuk menghitung salinitas pada tiap stasiun menggunakan
handrefraktometer.
2.1.1.2 Faktor yang mempengaruhi salinitas
Menurut Nontji, 1987, beliau berpendapat bahwa selebaran salinitas dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran air.
Amplitudo Suhu.
Amplitudo suhu secara sederhana diartikan sebagai: perbedaan antara suhu tinggi (panas)
dengan suhu rendah (dingin). Di daerah yang memiliki perbedaan suhu yang besar seperti
daerah subtropis, gurun pasir, dan daratan luas, proses pelapukan batuan sangat tinggi. Unsur
garam dan unsur-unsur lainnya: Natrium, Magnesium, sulfur dan unsur mineral lain, banyak
terdapat dalam batuan. Di daerah yang memiliki suhu panas, juga memiliki tingkat
penguapan yang tinggi. Kita tahu bahwa dalam proses penguapan, unsur-unsur garam tidak
ikut menguap karena yang menguap hanya airnya saja (H2O), sehingga di daerah ini kadar
garam air lautnya tinggi.
Curah Hujan
Curah hujan akan sangat mempengaruhi perbandingan antara volume air dan mineral garam.
Semakin banyak penambahan air (murni) semakin rendah kadar garam, sebaliknya semakin
banyak penambahan unsur garam maka semakin tinggi kadar garamnya.Semakin tinggi curah
hujan di suatu daerah, maka semakin rendah kadar garam air lautnya.
Luas Laut.
Laut yang sempit umumnya memiliki kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan lautan
luas. Laut yang luas memiliki arus air yang luas juga, karena tidak ada penghalang berupa
daratan. Arus laut semakin luas, maka kemungkinan terjadinya perpindahan dan percampuran
5
kandungan air semakin luas juga. Daerah laut yang kadar garamnya tinggi akan mengalir ke
daerah yang kadar garamnya rendah (hukum alam). Jika lokasi laut dekat dengan Lautan luas
atau samudra, maka kadar garamnya cenderung lebih rendah dibandingkan laut yang tertutup
atau dikelilingi daratan.
Penguapan
Makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan
sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah
kadar garamnya.
Banyak Sedikitnya Sungai Yang Bermuara Di Laut Tersebut
Makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan
rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka
salinitasnya akan tinggi.
2.1.2 Kelarutan Oksigen ( DO )
Kelarutan Oksigen merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di
dalam air.Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan
air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk
kehidupannya (Fardiaz, 1992).Kelarutan Oksigen dapat berasal dari proses fotosintesis
tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari
atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas (Fardiaz, 1992).
Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan
penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Konsentrasi oksigen terlarut dalam
keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer (Fardiaz, 1992).Oksigen
merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air.
Kepekatan oksigen terlarut bergantung pada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat
penetrasicahaya yang bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat
kederasan aliran air, dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah,
ganggang mati atau limbah industri (Sastrawijaya, 2001).
2.1.3 Derajat keasaman ( pH )
Nilai pH air yang normal atau netral yaitu antara pH 6 sampai pH 8 (Fardiaz, 1992). Air
yang pH-nyakurang dari 7 bersifat asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari 7 bersifat basa.
Tanah yang bersifat asam akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan logam berat
yang berlebihan dalam tanah (Darmono, 1995). Perubahan pH yang sangat asam maupun
basa akan mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena menyebabkan
terganggunya metabolisme dan respirasi. Air laut mengandung ion HCO3 dan mengandung
asam-asam lemah, seperti H2CO3 dan H3BO3 dan karena asam berdisosiasi maka air laut
menjadi senyawa yang buffer sekali (Brotowijoyo dkk, 1995). Rumput laut umumnya
tumbuh pada pH 6-9, (Tahir dkk, 1997).
6
2.1.4 Unsur Hara ( nutrient )
Sebagian besar unsur-unsur kimiawi yang diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan binatang
terdapat dalam air laut dalam jumlah lebih dari cukup, sehingga kekurangannya tak
perlu dipertimbangkan sebagai faktor ekologi. Dalam beberapa hal kepekatan unsur
“trace” menjadi penting, tapi ini terjadi sangat jarang sekali dibanding dengan di darat. Fosfat
dan nitrat dalam kepekatan bagaimana pun selalu dalam perbandingan yang tetap.
Perbandingan ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya dalam keadaan tertentu
perbandingan dalam air berubah. Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk senyawa
organik dan dilepaskan kembali ke air sebagai kotoran maupun bangkai dalam bentuk
butiran atau larutan. Dan untuk senyawa NO3, samudera mendapatkan dari udara bukan
saja N tetapi juga NO3. Seperti halnya PO4, pertumbuhan dan fotosintesa dari tumbuh-
tumbuhan laut (fitoplankton dan alga bentik) dibatasi oleh kepekatan NO3 dalam air.
Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom juga mengambil sejumlah besar Si dari laut dan
kekurangan kandungan Si dapat menjadi faktor pembatas di perairan tertentu.
7
III. PEMBAHASAN
3.1 Faktor kimia laut
3.1.1 Salinitas
Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik
melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota air
ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya
mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis yang hidup di dasar laut
(bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya. Salinitas
dapat menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Umumnya, kandungan garam dalam sel-sel
biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Jika sel-sel
tersebut berada di lingkungan dengan salinitas yang berbeda maka suatu mekanisme
osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan
lingkungannya. Pada kebanyakan biota air, penurunan salinitas biasanya bersamaan
dengan penurunan salinitas dalam sel. Suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah
ada penurunan salinitas yang nyata. Kemampuan untuk menghadapi fluktuasi yang
berasal dari salinitas terdapat pada kelompok-kelompok binatang beraneka ragam dari
protozoa sampai ikan. Biota estuarina biasanya mempunyai toleransi terhadap variasi
salinitas yang besar (euryhalin) seperti ikan bandeng. Salinitas yang tak sesuai dapat
menggagalkan pembiakan dan menghambat pertumbuhan biota air.
3.1.2 Kelarutan Oksigen
Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses
pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang dapat hidup tanpa
oksigen (anaerobik) sama sekali, lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya
sebentar tetapi memerlukan penyediaan oksigen yang berlimpah setiap kali. Kebanyakan
dapat hidup dalam keadaan kandungan oksigen yang rendah sesekali tapi tak dapat hidup
tanpa oksigen sama sekali. Sumber oksigen terlarut dari perairan adalah dari udara di
atasnya, proses fotosintesis dan glycogen dari binatang itu sendiri. Air yang tidak
mengandung oksigen terlarut jarang terdapat di samudera. Oksigen dihasilkan oleh proses
fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan air dan fitoplankton dan diperlukan untuk pernafasan
bagi biota air. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi
pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan biota
tersebut untuk hidup normal dalam lingkungannya. Kadar oksigen terlarut di perairan
Indonesia berkisar antara 4,5 dan 7.0 ppm.
3.1.3 Derajat Keasaman (pH)
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah
perubahan pH. Perubahan pH yang sedikit saja dari pH alami akan memberikan
8
petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan
ketidak seimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air
laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5.
Perubahan pH dapat berakibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-
lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah
perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5
dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.
3.2.4 Unsur Hara (Nutrien)
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, fitoplankton membutuhkan banyak unsur
nutrien.Menurut Michael (1985), fosfat dan nitrogen merupakan unsur hara makro yang
dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai nutrien sehingga dapat menjadi faktor pembatas
bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan. Umumnya kekurangan fosfat dalam laut
akan mempengaruhi proses fotosintesa dan pertumbuhan yang sama besarnya. Adapun
nitrat yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan perairan laut. Perairan
oligotropik memiliki kandungan nitrat 0 - 0,1 mg/liter, perairan mesotropik sebesar 0,1 -
0,5 mg/liter dan perairan eutropik 0,5 - 5 mg/liter (Wetzel, 1982).
9
IV. KESIMPULAN
Melihat berbagai macam ulasan mengenai faktor-faktor pembentuk dan sekaligus
penyebab terjadi perubahan di lingkungan laut maka dapat diambil kesimpulan bahwa
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut terdiri atas faktor fisika, kimia, dan
biologi lingkungan laut. Faktor kimia meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat
keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien). Masing-masing faktor tersebut
memiliki keterkaitan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya sehingga
membentuk suatu lingkungan perairan laut (ekosistem lauta
10
V. DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C.E.1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing,Auburn
University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. 359 p.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 1985. Pengantar Oseanografi. UI Press.Jakarta.
Mackereth, F.J.H., Heron, J. And Talling, J.F. 1989. Water Analysis Freshwater Biological
Association, Cambria, UK. 120 p.
Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut : Ilmu Pengetahunan Tentang Biologi
Laut. Djambatan. Jakarta.
Schalk, P. H., 1987. Monsoon – Related Changes in Zooplankton Biomass in the Eastern
Banda Sea and Aru Basin. Biol. Oceanogr., 5: 1 – 12.
Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji, and M. K. Moosa, 1997 a. The Ecology of the Indonesian
Seas. Part One. The Ecology of Indonesian Series. Vol. VII. Periplus Editions (HK) Ltd.
Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asean Waters, NAGA Rep. 2.
Scripps Inst. of Oceanography La jolla, Calif.