obat anastetik umum

25
OBAT ANASTETIK UMUM DEFINISI DAN SEJARAH ANASTESIA Istilah anastesia dikemkakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anastesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu anastesia lokal (hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran) dan anastesi umum (hilang rasa sakit disertai dengan hilang kesadaran). Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anatesia yang digunakan untuk mempermudah tindakan operasi. Misalnya orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan Canabis indica, dan pemukulan kepala dengan kayu untuk menghilangkan kesadaran. Pada tahun 1776 ditemukan anastetik gas pertama, yaitu N 2 O; namun kurang efektif. Mulai tahun 1795, eter digunakan untuk anastesia inhalasi kemudian ditemukan zat anastetik lain eperti kita kenal sekarang. TEORI ANASTESIA UMUM Sampai sekarang mekanisme terjadinya anastesia belum jelas, maka timbul berbagai teori berdasarkan sifat obat anastetik, misalnya penurunan trasmisi sinaps, penurunan konsumsi oksigen, dan penurunan aktivitas listrik SSP. Beberapa teori yang telah dikemukakan antara lain sebagai berikut. Teori Koloid

Upload: chepotzz

Post on 31-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

penjelasan mengenai jenis, sifat dan fungsi berbagai obat anastesi

TRANSCRIPT

Page 1: OBAT ANASTETIK UMUM

OBAT ANASTETIK UMUM

DEFINISI DAN SEJARAH ANASTESIA

Istilah anastesia dikemkakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa

sakit. Anastesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu anastesia lokal (hilang rasa sakit tanpa

disertai hilang kesadaran) dan anastesi umum (hilang rasa sakit disertai dengan hilang

kesadaran).

Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anatesia yang digunakan untuk mempermudah

tindakan operasi. Misalnya orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan

Canabis indica, dan pemukulan kepala dengan kayu untuk menghilangkan kesadaran. Pada

tahun 1776 ditemukan anastetik gas pertama, yaitu N2O; namun kurang efektif. Mulai tahun

1795, eter digunakan untuk anastesia inhalasi kemudian ditemukan zat anastetik lain eperti kita

kenal sekarang.

TEORI ANASTESIA UMUM

Sampai sekarang mekanisme terjadinya anastesia belum jelas, maka timbul berbagai teori

berdasarkan sifat obat anastetik, misalnya penurunan trasmisi sinaps, penurunan konsumsi

oksigen, dan penurunan aktivitas listrik SSP. Beberapa teori yang telah dikemukakan antara lain

sebagai berikut.

Teori Koloid

Teori ini mengatakan bahwa dengan pemberian zat anastetik terjadi penggumpalan sel

koloid yang menimbulkan anastesia yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.

Teori Lipid

Teori ini mengatakan bahwa ada hubungan kelarutan zat anastetik dalam lemak dan

timbulnya anastesia. Makin larut anastetik dalam lemak, makin kuat sifat anastetiknya. Teori ini

hanya cocok untuk beberapa zat anastetik yang larut dalam lemak.

Page 2: OBAT ANASTETIK UMUM

Teori Adsorpsi dan Tegangan Permukaan

Teori ini menghubungkan potensi zat anastetik dengan kemampuan menurunkan

tegangan permukaan. Pengumpulan zat anastetik pada permukaan sel menyebabkan proses

metabolisme dan trasmisi neural terganggu sehingga timbul anastesia.

Teori Biokomia

Teori ini menyatakan bahwa pemberian zat anastetik in vitro menghambat pengambilat

oksigen di otak dengan cara menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan tetapi hal ini

mungkin hanya menyertai anastesia, bukan penyebab anastesia.

Teori Neurofisiologi

Teori ini menyatakan bahwa pemberian zat anastetik akan menurunkan transmisi sinaps

di ganglion cervicalis superior dan menghambat formasio retikularis asenden untuk berfungsi

mempertahankan kesadaran. Teori ini adalah teori yang sekarang banyak penganutnya.

Teori Fisika

Beberapa penyelidik menyatakan adanya hubungan potensi anastetik dengan aktivitas

termodinamik dan ukuran molekul zat anastetik tersebut. Anastesia terjadi karena molekul yang

inert dari zat anastetik akan menempati ruang dalam sel yang tidak menganduna air, dan

pengisian ini akan menimbulkan gangguan permeabilitas membran terhadap molerkul dan ion

yang penting untuk fungsi sel. Pendapat lain mengatakan bahwa zat anastetik dengan air di

dalam SSP dapat membentuk mikro-kristal (clathrates) sehingga mengganggu fumgsi sel otak.

STADIUM ANASTESIA UMUM

Semua zat anastetik umum menghambat SSP secara bertahap, mula-mula fungsi yang

kompleks akan dihambat dan paling akhir dihambat adalah medula oblongata di mana terletak

pusat vasomotor dan pusat pernapasan yang vital. Guedel (1920) membagi anastesia umum

dengan eter dalam 4 stadia.

Page 3: OBAT ANASTETIK UMUM

Stadium I (Analgesia)

Stadium I dimulai dari saat pemberian zat anastetik sampai hilangnya kesadaran. Pada

stadium ini penderita masih dapat mengikuti perintah, dan rasa sakit hilang (analgesia). Pada

stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan seperti mencabut gigi, biopsi kelenjar

dan sebagainya.

Stadium II (Delirium/Eksitasi)

Stadium II dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan.

Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak,

penderita terawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, terkadang apnea

hiperpnea, tonus otot rangka meninggi, inkontinesia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi,

takikardi; hal ini terutama terjadi karena adanya hambatan pada pusat hambatan. Pada stadium

ini dapat terjadi kematian, karena itu stadium ini harus cepat dilewati,

Stadium III (Pembedahan)

Stadium III dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Tanda

yang harus dikenal ialah:

Pernapasan yang tidak teratur pada stadium II menghilang, pernapasan menjadi spontan dan

teratur oleh karena tidak ada pengaruh psikis sedangkan pengontrolan kehendak hilang.

Reflex kelopak mata dan konyungtiva hilang, bila kelopak mata atas diangkat dengan

perlahan dan dilepaskan tidak akan menutup lagi, kelopak mata tidak berkedip bila bulu mata

disentuh.

Kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas dan bila lengan diangkat lalu

dilepaskan akan jatuh bebas tanpa tahanan.

Gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak merupakan tanda spesifik untuk permulaan

stadium III.

Stadium III dibagi menjadi 4 tingkat berdasarkan tanda-tanda berikut ini.

Tingkat 1: pernapasan teratur, spontan, terjadi gerakan bola mata tidak menurut keendak,

miosis, pernapasan dada dan perut seimbang, belum tercapai relaksasiotot lurik yang sempurna.

Page 4: OBAT ANASTETIK UMUM

Tingkat 2: pernapasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan tingkat 1, bola mata tidak

bergerak, pupil mulai melebar, relaksasi otot sedang, refleks laring hilang sehingga dapat

dikerjakan intubasi.

Tingkat 3: pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada karena otot interkostal mulai

mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih lebar tetapi belum maksimal.

Tingkat 4: pernapasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna, tekanan

darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya hilang.

Stadium IV (Paralisis Medula Oblongata)

Stadium IV dimulai dengan melemahnya pernapasan perut bila dibandingkan dengan

stadium III tingkat 4, tekanan darah tak dapat diukur karena kolaps pembuluh darah, berhentinya

denyut jantung dan dapat disusul kematian. Pada stadium ini kelumpuhan pernapasan tidak dapat

diatasi dengan pernapasan buatan.

PEMBAGIAN OBAT ANASTEIK UMUM

Pembagian Obat Anastetik Umum berdasarkan Bentuk Fisik

Obat anastetik umum berdasarkan bentuk fisiknya dibagi menjadi 3golongan, yaitu

sebagai berikut.

Anastetik Gas

Pada umumnya anastetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi

dan operasi ringan. Anastetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam

darah cepat meninggi.

Nitrogen monoksida (N2O atau “gas gelak”)

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan

lebih berat daripada udara. Biasanya disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam

tabung baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atm.

Page 5: OBAT ANASTETIK UMUM

Anastetik ini selalu digunakan dalam campuran oksigen. N2O sukar larut dalam darah,

diekskresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil oleh kulit. Gas ini tidak

mudah terbakar.

Potensi anastetik N2O kurang kuat tetapi stadium induksi dilewati dengan cepat, karena

kelarutannya yang buruk dalam darah. Dengan perbandingan N2O : O2 (85:15) stadium induksi

akan cepat dilewati. Untuk mempertahankan anastesia biasanya digunakan 70%N2O dan 30% O2.

Relaksasi otot kurang baik sehingga untuk mendapatkan relaksasi yang cukup sering

ditambahkan obat pelumpuh otot.

Nitrogen monoksida mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O

dalam oksigen. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ±35%. Untuk

mendapatkan efek analgesik digunakan N2O : O2 (20 : 80); untuk induksi N2O : O2 (80 : 20) dan

untuk penunjang N2O : O2 (70 : 30); sedangkan untuk partus digunakan bergantian N2O 100%

dan O2 100%.

Efek sampingnya yang terpenting adalah timbulnya hipoksia dan setelah penggunaan

lama dapat timbul anemia megaloblaster, akibat oksidasi dari atom kobal dalam vitamin B12.

Sebagai anastetik tunggal N2O digunakan secara intermiten pada persalinan dan pencabutan gigi.

Siklopropan

Siklopropan merupakan anastetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwaarna, lebih

berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah

terbakar dan meledak sehingga hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak

larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat sekitar 2-3 menit. Stadium III tingkat 1

dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume; tingkat 2 dengan kadar 10-20% volume; tingkat 3

dengan kadar 20-35% volume; dan tingkat 4 dengan kadar 35-50% volume.

Siklopropan menyebabkan relaksasi otot yang cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi

saluran napas, namun depresi pernapasan ringan dapat terjadi. Siklopropan tidak menghambat

kontraktilitas otot jantung; curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat

sehingga dipilih oleh penderita syok. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga

Page 6: OBAT ANASTETIK UMUM

mudah terjadi pendarahnan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap

sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium.

Absorpsi dan ekskresinya melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan

diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopropan dapat digunakan pada bermacam operasi.

Untuk mendapatkan efek analgesik digunakan 1-2% siklopropan dengan oksigen, untuk

mencapai induksi digunakan 25-50% siklopropan dengan oksigen, sedangkan untuk dosis

penunjang digunakan 10-20% dengan oksigen.

Anastetik Menguap

Anastetik yang menguap mempinyai 3 sifat dasar yang sama yaitu, berbentuk cairan pada

suhu kamar, mempunyai sifat anastetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam

lemak, darah dan jaringan.

Umumnya anastetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu, golongan eter dan

golongan hidrokarbon.

Eter (Dietileter)

Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau, mebgiritasi saluran

napas, mudah terbakar dan mudah meledak. Eter merupakan anastetik yang sangat kuat(kadar

minimal untuk anastetik = 1,9% volume) sehingga penderita dapat memasuki setiap tahap

anastesia. Sifat analgesiknya kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah

terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.

Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan

hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak bias dilawan

oleh neostigmin. Eter menyebabkan iritasi saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar

bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan menimbulkan salivasi, tetapi pada stadium yang

lebih dalam salivasi akan dihambat dan terjadi depresi napas.

Eter menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi in vivo efek ini dilawan oleh

meningginya aktivitas simpatis sehingga curah jantung tidak berubah atau meninggi sedikit. Eter

tidak menyebabkan sensitisasi jantung terhadap kotelamin. Pada anastesia ringan menyebabkan

Page 7: OBAT ANASTETIK UMUM

dilatasi pembuluh darah kulit dan pada anastesia yang lebih dalam kulit menjadi lembek, pucat,

dingin dan basah. Pada pembuluh darah ginjal menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi

penurunan laju filtrasi glomerulus dan produksi urin secara reversible. Sedangkan pada

pembuluh darah otak menyebabkan vasodilatasi. Eter menyebabkan mual dan muntah terutama

pada waktu pemulihan.

Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru, sebagian kecil diekskresi melalui urin, air

susu, keringat dan difusi melalui kulit tubuh. Eter dapat digunakan dengan berbagai metode

anastesia. Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi penderita,

kebutuhan dalamnya anastesia, dan teknik yang digunakan. Untuk induksi digunakan 10-20%

volume uap eter dalam oksigen atau campuran oksigen dan N2O. untuk dosis penunjang stadium

III, membutuhkan 5-15% volume uap eter.

Enfluran

Enfluran ialah anastetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Enfluran cepat

melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kadar yang tinggi

menyebabkan depresi kardiovaskular dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran

diberrikan dengan kadar rendah bersama N2O. Enfluran menyebabkan relaksasi otot lurik lebih

baik daripada halotan, sehingga dosis obat pelumpuh otot non-depolarisasi harus diturunkan.

Enfluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi sistem kardiovaskular, meskipun dapat

menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Enfluran menyebabkan sensitisasi

jantung terhadap katekolamin lebih lemah daripada dengan halotan.

Pemberian enfluran 1% bersama N2O dan O2 dengan pengawasan terhadap ventilasi, akan

menurunkan tekanan introkular dan berguna untuk operasi mata. Kadar 0,25%-1,25% bersifat

analgesik dan tidak menyebabkan pendarahan berat pasca persalinan.

Enfluran dapat menyebabkan efek samping setelah pemulihan seperti menggigil karena

hipotermi,gelisah, derilium, mual atau muntah. Enfluran dapat menyebabkan depresi napas

dengan kecepatan ventilasi tetap atau meningkat; tidal volume dan minute volume menurun serta

dapat menyebabkan kelainan ringan fungsi hati.

Page 8: OBAT ANASTETIK UMUM

Sebagian besar enfluran diekskresi dalam bentuk utuh dan hanya sediki(2-5%) yang

dimetabolisasi menjadi F-. enfluran membahayakan penderita penyakit ginjal. Ekskresi F-

meningkat pada urin basa.

Untuk induksi, enfluran 2-4,5% dikombinasi dengan O2 atau campuran N2O-O2,

sedangkan untuk mempertahankan anastesia diperlukan 0,5-3% volume.

Isofluran (Forane)

Isofluran ialah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Isofluran berbau tajam

sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap penderita karena penderita menahan

napas dan batuk.

Isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk melakukan intubasi. Obat pelumpuh otot

non-depolarisasi dan isofluran salng menguatkan sehingga dosis isofluran perlu dikurangi

sepertiganya. Tendensi timbulnya aritmia amat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan

sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Belum pernah dilaporkan adanya gangguan fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan

isofluran. Pada anastesia yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP. Isofluran

meningkatkan aliran darah otak pada kadar lebih dari 1,1 MAC (Minimal Alveolar

Concentration, kadar alveoli minimal) dan mungkin meningkatkan tekanan intrakranial.

Penggunaan obat ini masih terbatas, sehingga data toksisitas atau reaksi hipersensiivitas belum

lengkap ditemukan. Penurunan kewaspadaan mental terjadi 2-3 jam sesudah anastesia, tetapi

tidak terjadi mual, muntah atau eksitasi sesudah operasi.

Isofluran 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2O-O2 biasanya digunakan untuk induksi,

sedangkan kadar 0,5-3% cukup memuaskan untuk mempertahankan anastesia.

Halotan (Fluotan)

Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar, dan tidak

mudah meledak meskipun dicampur oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga,

magnesium, baja, aliminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan

Page 9: OBAT ANASTETIK UMUM

nikel, titanium, dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang

disebut fluotec..

Efek analgesik halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Halotan

secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah serta menurunkan

aktivitas saraf simpatis. Depresi napas terjadi pada semua konsebtrasi halotan. Makin dalam

anastesia, makinjelas turunnya kekuatan kontraksi otot jantung, curah jantung, tekanan darah,

dan resistensi perifer. Bila kadar halotan ditingkatkan dengan cepat, maka tekanan darah akan

tidak terukur dan dapat terjadi henti jantung. Halotan dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh

otot rangka dan darah otak sehingga aliran darah ke otak dan otot bertambah.

Halotan menyebabkan bradikardi, karena aktivitas vagal yang meningkat. Halotan

menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin sehingga terjadi aritmia jantung bila

diberikan katekolamin sewaktu inhalasi halotan. Penggunaan halotan berulangkali dapat

menyebabkan kerusakan hati yang bersifat alergi berupa nekrosis sel hati yang letaknya

sentrolobolar. Gejala yang mungkin timbul adalah anoreksia, mual, muntah dan terkadang

kemerahan pada kulit.

Absorpsi dan ekskresinya melalui paru, hanya 20% dimetabolisasi dalam badan dan

diekskresi melalui urin dalam bentuk asam trifluoroasetat, trifluoroetanol, dan bromida. Untuk

induksi, diberikan dengan kadar 1-4% dalam campuran dengan oksigen atau nitrogen monoksida

dan untuk dosis penunjang 0,5-2%.

Metoksifluran

Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak

mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anastetik mudah

larut dalam darah.

Metoksifluran termasuk anastetik kuat, kadar minimal 0,16% sudah dapat menyebabkan

anastesia dalam tanpa hipoksia. Induksi terjadi lambat dan sering disertai delirium sehingga

untuk mempercepatnya sering diberikan lebid dulu barbiturat IV. Depresi napas dan relaksasi

otot lebih nyata oleh metoksifluran daripada oleh halotan. Sifat analgesiknya kuat, setelah

penderita sadar juga masih ada.

Page 10: OBAT ANASTETIK UMUM

Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak

menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma.

Metoksifluran menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin, tetapi tidak sekuat pada

kloroform, siklopropan, halotan, dan trikloretilen. Metoksifluran bersifat hepatoksik jadi

sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.

Untuk mendapatkan efek analgesik, cukup diberikan 0,5% metoksifluran dalam udara,

untuk induksi diperlukan kadar 1,5-3% dengan campuran oksigen atau N2O sedikitnya 1 : 1 dan

dilanjutkan dengan dosis penunjang 0,5%.

Etilklorida

Etilklorida merupakan cairan tak berwarna yang sangat mudah menguap, mudah terbakar

dan mempunyai titik didih 12 - 13º C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan

menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang.

Anastesia dengan etilklorida cepat terjadi dan cepat pula hilangnya. Induksi dicapai

dalam 0,5 – 2 menit dan waktu pemulihan 2 – 3 menit setelah pemberiannya dihentikan.

Etilklorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk anastetik umum, tetapi hanya digunakan untuk

induksi dengan memberikan 20 – 30 tetes pada masker selama 30 detik. Obat ini juga digunakan

sebagai anastetik lokal dengan menyemprotkan pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang

beku sukar dipotong dan mudah terinfeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya

penyembuhan.

Trikloretilen

Trikloretilen ialah cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti

kloroform, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak.

Induksi dan waktu pemulihannya lama karena sangat larut dalam darah. Efek

analgesiknya cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkan kurang baik, maka sering

digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. Untuk mendapatkan efek

analgesik digunakan 0,25 – 0,75% trikloretilen dalam udara. Sedangkan untuk anastesia umum,

kadarnya tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2 : 1 dengan N2O dan oksigen.

Page 11: OBAT ANASTETIK UMUM

Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi

pernapasan pada stretch receptor. Sifat lainnya yaitu tidak mengiritasi saluran napas.

Fluroksen

Fluroksen merupakan eter berhalogen, sifatnya seperti eter mudah terbakar, tetapi tidak

mudah meledak. Fluroksen menimbulkan analgesi yang baik, tetapi relaksasi otot sangat kurang.

Untuk mencapai analgesi diperlukan fluroksen 1,5 – 2%, untuk induksi 6 – 12%, dan

untuk dosis penujang 3 – 12%. Bila dikombinasikan dengan N2O dan oksigen , cukup diberikan

dengan kadar 1 – 2%.

Anestetik Parenteral (Secara IV)

Pemakaian obat anestetik intravena dilakukan untuk induksi anestesia, induksi dan

pemeliharaan anestesia bedah singkat, suplementasi hipnosis pada anesthesia atau analgesia

lokal, dan sedasi pada beberapa tindakan medik.

BARBITURAT

Seperti anestetik inhalasi, barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blokade sistem

stimulasi di formasio retikularis. Pada pemberian dosis kecil terjadi penghambatan sistem

penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat

sehingga respon korteks menurun. Pada penyuntikan tiopental, mula – mula timbul hiperalgsi,

diikuti analgesi bila dosis terus ditingkatkan.

Barbiturat menghambat kontraksi otot jantung tetapi tonus vascular meninggi dan

kebutuhan oksigen badan berkurang, dancurah jantung sedikit menurun. Obat ini tidak

menimulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Barbiturat yang digunakan untuk anestesia ialah yang termasuk barbiturat kerja singkat,

yaitu :

Natrium thiopental

Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesia tergantung dari

berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa

Page 12: OBAT ANASTETIK UMUM

diberikan 2 – 4 ml larutan 2,5% secara intermiten setiap 30 – 60 detik sampai tercapai efek yang

diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5

ml untuk berat badan 15 kg, 3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5

ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan

pentotal 0,5 – 2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anestesia basal

pada anak, biasa digunakan pentotal per rektal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.

Natrium tiamilal

Dosis untuk induksi pada orang dewasa ialah 2 – 4 ml larutan 2,5% diberikan IV secara

intermiten setiap 30 – 60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai. Dosis penujang 0,5 – 2 ml

larutan 2,5% atau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus- menerus (drip).

Natrium metoheksital

Dosis induksi pada orang dewasa ialah 5 – 12 ml larutan 1% diberikan secara IV dengan

kecepatan 1 ml/5 detik. Dosis penunjang 2 – 4 ml larutan 1% atau bila diberikan secara terus-

menerus digunakan larutan 0,2%.

KETAMIN

Ketamin ialah larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman (batas

keamanan lebar). Ketamin memiliki sifat analgesik, anestetik, dan kataleptik dengan kerja

singkat. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan terkadang tonusnya sedikit meninggi.

Ketamin menyebabkan refleks faring dan laring tetap normal atau sedikit meninggi pada

dosis anestesia merangsang, sedamgkan pada dosis berlebih akan menekan pernapasan. Ketamin

juga sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa.

Untuk induksi diberikan secara IV dengan dosis 2 mg/kgBB (1 – 4,5 mg/kgBB) dalam

waktu 60 detik dan stadium operasi dicapai dalam 5 – 10 menit. Untuk mempertahankan anestesi

dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin IM untuk induksi diberikan 10

mg/kgBB (6,5 – 13 mg/kgBB), stadium operasi terjadi dalam 12 – 25 menit.

Page 13: OBAT ANASTETIK UMUM

DROPERIDOL DAN FENTANIL

Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap dan digunakan untuk

menimbulkan analgesia neuroleptik dan anestesia neuroleptik. Pada anestesia neuroleptik kedua

obat ini digunakan bersama dengan N2O. Induksi dengan dosis 1 mg/9 – 15 kgBB diberikan

perlahan- lahan secara IV (1 ml tiap 1 – 2 menit), diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah

timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05 – 0,1 mg tiap 30

– 60 menit) bila anestesia kurang dalam. Pada analgesia neuroleptik tidak digunakan N 2O dan

kesadaran penderita tetap baik. Kesadaran ini sering digunakan pada tindakn bronkoskopi,

sitoskopi, keteterisasi jantung dan penggantian pembalut pada luka bakar.

Droperidol merupakan obat dengan masa kerja lama dan mula kerja lambat (10 – 15

menit), sedangkan fentanil masa kerjanya pendek tetapi mula kerjanya cepat (2 menit). Maka,

dapat dilakukan pemberian secara terpisah yaitu induksi dimulai dengan dosis tunggal droperidol

(0,15 mg/kgBB) dan 6 – 8 menit kemudian fentanil (0,002 – 0,003 mg/kgBB) yang dapat

diulangi tiap 6 – 8 menit.

DIAZEPAM

Obat ini menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara

lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek

penghambat neuromuskular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk

menimbulkan sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk

anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovaskular. Diazepam juda digunaka

untuk medikasi preanestetik (sebagai neurolep analgesia) dan untuk mengatasi konvulsi yang

disebabkan anestesi lokal.

Pemberian diazepam IV untuk mendapatkan sedasi, tidur dan amnesia anterograd tidak

menurunkan tekanan arteri atau curah jantung, hanya dapat terjadi takikardi sedang dan depresi

napas ringan. Pernah terjadi kegagalan sirkulasi dan henti napas pada orang dewasa sehat yang

mendapat suntikan 20 mg diazepam IV secara cepat. Flebitis dan trombosis sering terjadi pada

penyuntikan IV, sedangkan pemberian intra-arteri dapat menimbulkan nerkosis jaringan.

Page 14: OBAT ANASTETIK UMUM

Suntikan diazepam IV sebaiknya tidak dicampur dengan larutan obat lain. Dosis untuk

induksi ialah 0,1 – 0,5 mg/kgBB. Pada orang sehat dosisnya 0,2 mg/kgBB untuk medikasi

preanestetik yang diberikan bersama narkotik analgesic sudah menyebabkan tidur. Pada

penderita dengan risiko tinggi dibutuhkan 0,1 – 0,2 mg/kgBB. Untuk sedasi basal, penambahan

2,5 mg diazepam tiap 30 detik diberikan sampai penderita tidur ringan atau terjadi nistagmus,

ptosis atau gangguan bicara. Umumnya diperlukan 5 – 30 mg untuk sedasi ini.

ETOMIDAT

Etomidat ialah anestetik non barbiturat yang terutama digunakan untuk induksi anestesia.

Obat ini tidak berefek analgesik tetapi dapat digunakan untuk anestesia dengan teknik infus

terus-menerus bersama fentanil atau secara intermiten.

Efek samping obat ini yaitu menyebabkan rasa nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi

dengan menyuntikkan cepat pada vena besar atau diberikan bersama medikasi preanestetik

seperti meperidin. Efek lainnya yaitu terjadinya gerakan otot spontan selama induksi tanpa

medikasi preanestetik dan apnea ringan selama 15 – 20 detik terutama pada orang tua. Dosis

induksi etomidat ialah 0,3 mg/kgBB dan dalam waktu satu menit penderita tidak sadar.

PROPOFOL

Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik IV lain. Zat ini berupa

minyak pda suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek anestetik umum pada

pemberian IV (2 mg/kg) menginduksi anestesia secara cepat seperti thiopental. Rasa nyeri

terkadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan flebitis atau trombosis.

Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot jantung. Sesudah pemberian

propofol IV terjadi depresi pernapasan sampai apnea selama 30 detik. Obat ini tidak merusak

fungsi hati dan ginjal. Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat daripada tiopental dan

konfusi pasca operasi yang minimal. Terjadi enek, muntah dan sakit kepala mirip tiopental.

Page 15: OBAT ANASTETIK UMUM

Pembagian Obat Anestetik Umum berdasarkan Cara Pemberiannya

Cara Inhalasi

Obat-obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran pernapasan. Keuntungannya ialah

resorpsi yang cepat melalui paru-paru, seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli)

dan biasanya dalam keadaan utuh. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anestesi. Cara

pemberian anestetik inhalasi dibagi menjadi empat, yaitu:

Open drop method

Cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang menguap, peralatan sangat sederhana dan

tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita

sehingga kadar zat anestetik yang dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena

menguap ke udara terbuka.

Semiopen drop method

Cara ini hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi terbuangnya zat

anestetik digunakan masker. Karbondioksida yang keluar sering terhisap kembali sehingga dapat

terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan oksigen melalui pipa yang ditempatkan di

bawah masker.

Semiclosed method

Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat ditentukan kadarnya,

lalu dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Setelah dihisap

penderita, udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungan cara ini yaitu

dalamnya anestesia dapat diatur memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat

dihindari dengan pemberian oksigen.

Closed method

Cara ini hampir sama dengan cara semiclosed, hanya udara ekspirasi dialirkan melalui

NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan

lagi. Cara ini lebih hemat, aman dan lebih mudah, tetapi harga alat nya cukup mahal.

Page 16: OBAT ANASTETIK UMUM

Obat-obat yang diberikan secara inhalasi antara lain Nitrogen monoksida, halotan,

enfluran, isofluran, dan sevofluran.

Cara intravena

Obat-obat ini juga diberikan dalam sediaan suppositoria secara rectal, tetapi resorpsinya

kurang teratur. Obat-obat ini terutama digunakan untuk mendahului (induksi) anestesi total,atua

memeliharanya, juga sebagai anestesi pada pembedahan singkat. Obat-obat yang diberikan

secara intravena antara lain thiopental, diazepam, dan midazolam, ketamin, dan propofol.

PEMILIHAN SEDIAAN

Pemilihan anestetik umumkan didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu keadaan

penderita, sifat anestetik umum, jenis operasi yang dilakukan dan peralatan serta obat yang

tersedia. Agar anestesia umum berjalan sebaik mungkin, pertimbangan utama adalah memilih

anestetik ideal dengan sifat antara lain mudah didapat, murah, cepat melampaui stadium II, tidak

menimbulkan efek samping terhadap alat vital seperti hipersekresi saluran napas atau

menyebabkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin, tidak mudah terbakar, stabil, cepat

dieliminasi, sifat analgesic cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang diingini.

Namun, tidak ada satu obat pun yang memenuhi sifat di atas.

Penggunaan anestetik umum sangat tergantung dari sarana setempat, yaitu ada tidaknya

tenaga anestetik, alat dan obat. Eter dan opiental ialah anestetik umum yang mudah didapat,

sehingga digunakan untuk berbagai operasi terutama di daerah.

Page 17: OBAT ANASTETIK UMUM

.