nursing emergency
DESCRIPTION
peran perawat dalam kejadian alamTRANSCRIPT
Latar BelakangGunung Sinabung tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1.600 tetapi
mendadak aktif kembali dan meletus pada tanggal 27 Agustus 2010, gunung ini
mengeluarkan asap dan abu vulkanis. Pada tanggal 29 Agustus 2010 dini hari sekitar
pukul 00.15 WIB, gunung Sinabung mengeluarkan lava. Status gunung ini dinaikkan
menjadi "Awas". Dua belas ribu warga disekitarnya dievakuasi dan ditampung di 8
lokasi. Suara letusan ini terdengar sampai jarak 8 kilometer. Debu vulkanis ini
tersembur hingga 5.000 meter di udara. Abu Gunung Sinabung cenderung meluncur
dari arah barat daya menuju timur laut. Sebagian Kota Medan juga terselimuti abu dari
Gunung Sinabung. Bandar Udara Polonia di Kota Medan dilaporkan tidak mengalami
gangguan perjalanan udara. Satu orang dilaporkan meninggal dunia karena gangguan
pernapasan ketika mengungsi dari rumahnya. Pada tanggal 3 September 2010, terjadi
2 letusan. Letusan pertama terjadi sekitar pukul 04.45 WIB sedangkan letusan kedua
terjadi sekitar pukul 18.00 WIB. Letusan pertama menyemburkan debu vuklkanis
setinggi 3 kilometer. Letusan kedua terjadi bersamaan dengan gempa bumi vulkanis
yang dapat terasa hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini. Pada tanggal 7 September
2010, Gunung Sinabung kembali metelus. Ini merupakan letusan terbesar sejak
gunung ini menjadi aktif.
Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, dalam bulan September
2013, telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi ada tanggal 15 September
2013 dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Status gunung sinabung
dari WASPADA (Level II) menjadi SIAGA (level III). Pada 17 September 2013, terjadi 2
letusan pada siang dan sore hari. Letusan ini melepaskan awan panas dan abu
vulkanik. Tidak ada tanda-tanda sebelumnya akan peningkatan aktivitas sehingga tidak
ada peringatan dini sebelumnya. Hujan abu mencapai kawasan Sibolangit dan
Berastagi. Tidak ada korban jiwa dilaporkan, tetapi ribuan warga pemukiman sekitar
terpaksa mengungsi ke kawasan aman. Abu vulkanis selain menutupi jalanan, rumah-
rumah penduduk juga menutupi tanaman. Debu vulkanik berdampak pada 6 (enam)
kecamatan di sekitar gunung Sinabung yaitu Kecamatan Namanteran, Kecamatan
Simpang Empat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan
Barusjahe, dan Kecamatan Berastagi.
1. Bencana
Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang menyebabkan
kerusakan gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan dalam skala tertentu yang memerlukan respon
dari luar masyarakat dan wilayah yang terkena.
Bencana dapat juga didefinisikan sebagai situasi dankondisi yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat.
Jenis-jenis bencana:
a. Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti banjir,
genangan, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
b. Bencana ulah manusia (man-made disaster), yaiut kejadian-kejadian karena
perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran,
ledakan, sabotase dan lainnya.
Bencana berdasarkan cakupan wilayahnya terdiri atas:
a. Bencan Lokal, bencana ini memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang
berdekatan, misalnya kebakaran, ledakan, kebocoran kimia dan lainnya.
b. Bencana regional, jenis bencan ini memberikan dampak atau pengaruh pada
area geografis yang cukup luas dan biasanya disebabkan leh faktor alam seperti
alam, banjir, letusan gunung dan lainnya.
2. Fase-fase bencana Menurut Barbara santamaria (1995),ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana
yaitu fase pre impact,impact,dan post impact
1. Fase pre impact merupakan warning phase,tahap awal dari bencana.Informasi
didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca.Seharusnya pada fase inilah
segala persiapan dilakukan dengan baik oleh pemerintah,lembaga dan
masyarakat.
2. Fase impact Merupakan fase terjadinya klimaks bencana.inilah saat-saat dimana
manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup.fase impact ini terus
berlanjut hingga tejadi kerusakan dan bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.
3. Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari
fase darurat.Juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi
kualitas normal.Secara umum pada fase post impact para korban akan
mengalami tahap respons fisiologi mulai dari penolakan (denial),marah
(angry),tawar –menawar (bargaing),depresi (depression),hingga penerimaan
(acceptance).
Permasalahan dalam penanggulangan bencanaSecara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah didaerah memiliki
keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti berikut :
1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2. Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA
3. Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan
4. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya
3. Kelompok rentan bencanaKerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi
bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak
bahaya tertentu.
Kerentanan terbagi atas:
1. Kerentanan fisik, kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi
ancaman bahaya tertentu, misalnya kekuatan rumah bagi masyarakat yang
tinggal di daerah rawan gempa.
2. Kerentanan ekonomi, kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam
pengalokasian sumber daya untuk pencegahan serta penanggulangan bencana.
3. Kerentanan social, kondisi social masyarakat dilihat dari aspek pendidikan,
pengetahuan tentang ancaman bahaya dan rsiko bencana.
4. Kerentanan lingkungan, keadaan disekitar masyarakat tinggal. Misalnya
masyarakat yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap
ancaman bencana tanah longsor.
4. Paradigma Penanggulanngan Bencana Konsep penanggulangan bencana telah mengalami pergeseran paradigm dari
konfensional yakni anggapan bahwa bencana merupakan kejadian yang tak terelakan
dan korban harus segera mendapatkan pertolongan, ke paradigm pendekatan holistic
yakni menampakkan bencana dalam tatak rangka menejerial yang dikenali dari
bahaya, kerentanan serta kemampuan masyarakat. Pada konsep ini dipersepsikan
bahwa bencana merupakan kejadian yang tak dapat dihindari, namun resiko atau
akibat kejadian bencana dapat diminimalisasi dengan mengurangi kerentanan
masyarakat yang ada dilokasi rawan bencan serta meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam pencegahan dan penangan bencana.
5. Pengurangan Risiko BencanaTahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
1. Pra bencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan
bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam
perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, penegakan
rencana tata ruang, pendidikan dan peletahihan serta penentuan persyaratan
standar teknis penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini dan
mitigasi bencana).
2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap loksi, kerusakan
dan sumber daya; penentuan status keadan darurat; penyelamatan dan evakuasi
korban, pemenuhan kebutuhan dasar; pelayanan psikososial dan kesehatan.
3. Paska bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah
bencana, prasaranan dan saran umum, bantuan perbaikan rumah, social,
psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi
(pembangunan, pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana termasuk
fungsi pelayanan kesehatan.
6. Perawat sebagai profesi Perawat adalah salah satu profesi di bidang kesehatan , sesuai dengan makna
dari profesi maka seseorang yang telah mengikuti pendidikan profesi keperawatan
seyogyanya mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang etikal dan
sesuai standar profesi serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya baik
melalui pendidikan formal maupun informal, serta mempunyai komitmen yang tinggi
terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
Perry & Potter (2001), mendifinisikan bahwa seorang perawat dalam tugasnya
harus berperan sebagai:kolaborator, pendidik, konselor,change agent dan peneliti.
Keperawatan mempunyai karakteristik profesi yaitu memiliki body of knowledge yang
berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi, mempunyai standar dan
etika profesi, akontabilitas, otonomi dan kesejawatan. Berdasarkan karakteristik di atas
maka pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional yang manusiawi
untuk memenuhi kebutuhan klien yang unik dan individualistik diberikan oleh tenaga
keperawatan yang telah dipersiapkan melalui pendidikan lama dan pengalaman klinik
yang memadai. Perawat harus memiliki karakteristik sikap caring yaitu
competence,confidence, compassion, conscience and commitment. Pelayanan
keperawatan yang optimal dapat dicapai jika perawat sudah profesional.
Peran perawat Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang
berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial. Tiap individu
mempunyai berbagai peran yang terintegrasi dalam pola fungsi individu. Peran adalah
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap kedudukannya
dalam sistem ( Zaidin Ali , 2002,). Menurut Gaffar (1995) peran perawat adalah
segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
7. Peran Perawat Dalam Tanggap BencanaPelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga
sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap bencana.
Perawat tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek
keperawatan saja, Lebih dari itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di
butuhkan saaat keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk
bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi bencana.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak
melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu
dibandingkan dengan perawat, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.
8. Jenis Kegiatan Siaga BencanaKegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan
medis dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian
penting. Berikut beberapa tnidakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi
tanggap bencana:
1. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas
pribadi dan umum, yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga
sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh
korban saat itu adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut
andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun
tenaga kesehatan profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama
perawat lainnya secara cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana.
Pengobatan yang dilakukan pun bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik,
pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan profesi keperawatan.
2. Pemberian bantuan
Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan
menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti
makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian
bantuan tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di
lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus
difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana
sesuai kebutuhan yang di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak
akan ada lagi para korban yang tidak mendapatkan bantuan tersebut
dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak tepat sasaran.
3. Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat
kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang
mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa
wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan.
Sehingga apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress
berat dan gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan
dalam penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang
dapat dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa
dilakukan dengan sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang
dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat
untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah
dengan mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat
lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan
sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan
permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri
mereka akan kembali seperti sedia kala.
4. Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana
biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya
keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki.
sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah dalam menentukan hidup
selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah
melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan
fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat
melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi
dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga
diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun
kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.
Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang harus
dimiliki oleh seorang perawat, diantaranya:
1. Perawatan harus memilki skill keperawatan yang baik.
Sebagai perawat yang akan memberikan pertolongan dalam penanaganan
bencana, haruslah mumpunyai skill keperawatan, dengan bekal tersebut
perawat akan mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan maksimal.
2. Perawat harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian.
Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian dari setiap elemen
masyarakat termasuk perawat, kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati
dan mau berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana.
Sehingga dengan jiwa dan semangat kepedulian tersebut akan mampu
meringankan beban penderitaan korban bencana.
3. Perawatan harus memahami managemen siaga bencana
Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda, segal hal
yang terkait harus didasarkan pada managemen yang baik, mengingat bencana
datang secara tak terduga banyak hal yang harus dipersiapkan dengan
matang, jangan sampai tindakan yang dilakukan salah dan sia sia. Dalam
melakukan tindakan di daerah bencana, perawat dituntut untuk mampu memilki
kesiapan dalam situasi apapun jika terjadi bencana alam. Segala hal yang
berhubungan dengan peralatan bantuan dan pertolongan medis harus bisa
dikoordinir dengan baik dalam waktu yang mendesak. Oleh karena itu, perawat
harus mengerti konsep siaga bencana.
9. Managemen Bencana Ada 3 aspek mendasar dalam management bencana, yaitu:
1. Respons terhadap bencana
2. Kesiapsiagaan menghadapi bencana
3. Mitigasi efek bencana
Managemen siaga bencana membutuhkan kajian yang matang dalam setiap tindakan
yang akan dilakukan sebelum dan setelah terjun kelapangan. Ada beberapa hal yang
bisa dijadikan pedoman, yaitu:
1. Mempersiapkan bentuk kegiatan yang akan dilakukan
Setelah mengetahui sebuah kejadian bencana alam beserta situasi di tempat
kejadian, hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah memilih bentuk kegiatan
yang akan diangkatkan, seperti melakukan pertolongan medis, pemberian
bantuan kebutuhan korban, atau menjadi tenaga relawan. Setelah ditentukan,
kemudian baru dilakukan persiapan mengenai alat alat, tenaga, dan juga
keperluan yang akan dibawa disesuaikan dengan alur dan kondisi masyarakat
serta medan yang akan ditempuh.
2. Melakukan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.
Hal ini merupakan pokok kegiatan siaga bencana yang dilakukan, segala hal
yang dipersiapkan sebelumnya, dilakukan dalam tahap ini, sampai jangka
waktu yang disepakati.
3. Evaluasi kegiatan
Setiap selesai melakukan kegiatan, perlu adanya suatu evaluasi kegiatan yang
dilakukan, evaluasi bisa dijadikan acuan, introspeksi, dan pedoman melakukan
kegiatan selanjutnya. Alhasil setiap kegiatan yang dilakukan akan berjalan lebih
baik lagi dari sebelumnya.
A. Regional Sumatera Utara
1. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat
Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo :
a. Rapat koordinasi tingkat Pusat
Rapat koordinasi K/L untuk kelanjutan upaya penanggulangan Erupsi
Gunung Sinabung dibawah koordinasi BNPB.
Rapat koordinasi lintas program untuk evaluasi dan rencana tindak
lanjut penanggulangan krisis kesehatan akibat erupsi Gunung Api
Sinabung.
b. Rapat koordinasi tingkat Daerah
Rapat koordinasi dengan jajaran kesehatan Kab. Karo dan Prov.
Sumatera Utara, penanggulangan krisis kesehatan letusan Gunung
Sinabung
Rapat koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo
mengenai upaya penangulangan kasus campak dan varisela di lokasi
pengungsian
c. Mobilisasi tenaga kesehatan
Khusus untuk bencana letusan Gn. Sinabung , sesuai arahan
Presiden RI pada saat rapat koordinasi di Kabupaten Karo
memutuskan penanganan bencana diambil alih oleh BNPB sejak
tanggal 24 Februari 2014, dan telah membentuk POSKO Bencana,
dengan petugas piket perwakilan K/L. Kementerian Kesehatan telah
membuat jadwal piket petugas kesehatan (dari PPKK, KKP Medan,
BTKL Medan, Dinas Kes Prov/ PPK Reg Sumut) sampai tanggal 28
Maret 2014.
Mobilisasi tenaga kesehatan jiwa dari Rumah Sakit Jiwa Medan untuk
mendeteksi gangguan jiwa pengungsi dan memberikan pelayanan
kesehatan jiwa.
d. Memberikan pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
Penanganan kasus campak dan varisela
Surveilans penyakit berpotesial wabah
Penanganan gizi darurat
Pelayanan kesehatan reproduksi
Penanganan kesehatan jiwa
Melakukan pemeriksaan kualitas udara dan air bersih
Sanitasi lingkungan
Membuat rencana kontinjensi penanganan pasien luka bakar
dengan menetapkan Rumah Sakit rujukan. Untuk Kab. Karo :
RSU Kabanjahe dan RS Efarina Etaham dan Rumah Sakit
rujukan lanjutan ke RSUP Adam Malik.
e. Melakukan proses verifikasi atas permintaan klaim biaya pelayanan
kesehatan di RSU Kabanjahe.
2. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat
kebakaran hutan di Provinsi Riau :
a. Rapat koordinasi
Rapat koordinasi K/L dan lintas sektor terkait (BPBD,
DISHUT,DISBUN, POLRI, TNI, SATPOL PP dan relawan dalam
Tim BencanaPemerintah Daerah) mengenai upaya
penanggulangan dampak kebakaran hutan dibawah koordinasi
BNPB dilaksanakan di Posko Pekanbaru dan BNPB Jakarta.
Rapat koordinasi dengan seluruh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota terkait upaya penanggulangan krisis kesehatan
akibat kebakaran hutan.
b. Mobilisasi Tenaga Kesehatan
Mengirim tim kesehatan untuk melakukan penilaian cepat
kesehatan (RHA) dan memberikan pelayanan kesehatan di
daerah terdampak kebakaran hutan.
Mengirim tim untuk melakukan pemeriksaan dan pemantauan
kualitas udara.
Membentuk Posko TGC (Tim Gerak Cepat) ditingkat Provinsi
dan Kab/Kota.
c. Memberikan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan Pos Kesehatan
di lokasi pengungsian
Pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit
Melakukan pemantauan kualitas udara
d. Mobilisasi Bantuan Logistik
Mengirim dan mendistribusikan 120.000 lembar masker kepada
Dinas Kesehatan, puskesmas dan masyarakat
Mengirim dan mendistiribusikan MP ASI dan obat ke lokasi
pengungsian
Tabel Integrasi Penanggulangan Erupsi
Program Tahap Bencana
Menejemen
Benca
Erupsi
Sinabung
Pra Saat Pasca
Mitigasi bencana Pengkajian cepat dan
tepat
Rehabilitasi:
a. Perbaikan lingkungan
daerah bencana
b. Perbaikan prasarana
dan sarana umum
c. Pemberian bantuan
perbaikan rumah
masyarakat
d. Pemulihan sosial
psikologis
Sistem deteksi dini Penentuan status
keadaan darurat
Rekomendasi:
a. Pembangunan kembali
prasarana dan sarana,
pembangunan kembali
sarana sosial
masyarakat
b. Pembangkitan kembali
kehidupan sosial
budaya
c. Penerapan rancang
bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan
yang lebih baik serta
tahan bencana
Pengurangan
resiko bencana
Penyelamatan dan
evakuasi masyarakat
terkena bencana
Pemanduan
rencana
pembangunan
Pemenuhan
kebutuhan dasar
Pemberdayaan
dan peningkatan
kemampuan
masyarakat
Perlindungan
terhadap kelompok
rentan
Persyaratan
standar teknis
Pemulihan darurat
Standar Kompetensi Petugas Pada Bencana Erupsi Sinabung
Profesi Tahap Bencana
Pra Saat Pasca
Dokter, a. Perencanaan a. Membuka rumah a. Menyembuhkan
tenaga
medis, dan
paramedis
kebutuhan
tenaga medis
b. Memetakan
tim medis
pada daerah
rawan
bencana
c. Mencari data
mengenai
kelompok
masyarakat
resiko tinggi
seperti bayi,
ibu hamil,
nifas, manula.
sakit lapangan
b. Menangani
korban letusan
gunung yang
cedera dan
terluka
pengungsi yang
menderita penyakit
akibat menifestasi
dampak letusan
gunung
b. Menangani korban
yang menderita
penyakit ISPA dan
penyakit lain akibat
letusan.
Ahli Gizi Memastikan bahan
pangan pokok
tetap tersedia,
meskipun sawah
dan ladang
masyarakat
nantinya terkena
dampak letusan
gunung
a. Mempersiapkan
bahan makanan
dan menu untuk
makan para
korban sesuai
standar
kebutuhan kalori
b. Penanganan gizi
darurat
a. Mengatur pola
makan korban agar
sesuai dengan
kalori yang
dibutuhkan
b. Merencanakan
kebutuhan pangan,
sandang, dan
kebutuhan dasar
lainnya untuk para
pengungsi.
10. Peran perawat dalam managemen bencana1. Peran perawat dalam fase pre-impect
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga pemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana.
2. Peran perawat dalam fase impact
a. Bertindak cepat
b. Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti
dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat.
c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d. Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
e. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan
dan merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan
pertama.
3. Peran perawat dalam fase post impact
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korban
b. Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post
traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria
utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut
mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-
peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu akan menunjukan gangguan fisik.
Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi,
perasaan bersalah dan gangguan memori.
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama
dengan unsure lintas sektor menangani maslah keehatan masyarakat paska
gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan
sehat dan aman.
REFERENSI
1. Efendi,Ferry. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam
keperawatan.Jakarta.Penerbit Salemba Medika,2009.
2. Mepsa,Putra.2012.Peran Mahasiswa Keperawatan Dalam Tanggap
Bencana
.20http://fkep.unand.ac.id/images/peran_mahasiswa_keperawatan_dalam_tangg
ap_bencana.docx. Diakses tanggal 15 November 2012
3. Kholid, Ahmad S.Kep, Ns. Prosedur Tetap Pelayanan Medik Penanggulangan
Bencana. http://dc126.4shared.com/doc/ZPBNsmp_/preview.html. Diakses
tanggal 15 November 2012
4. Mursalin.2011.Peran Perawat Dalam Kaitannya Mengatasi Bencana. Diakses
tanggal 15 November 2012
5. BPTP Sumatera Utara. Rekomendasi Kebijakan Mitigas Dampak Erupsi Gunung
Sinabung Terhadap Sektor Pertanian. Diakses dari
www.bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/589. pdf
6. Kemenkes RI. 2014. Laporan Penanggulangan Krisis Kesehatan di Indonesia
Februari 2014. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Diakses dari
penanggulangankrisis.depkes.go.id/__pub/files44594Analisis Bulan Februari
2014.pdf
7. ARSIP. 2013. Arsip dan Manajemen Bencana di Negeri Cincin Api Edisi
60/Januari-April/2013. Arsip Nasional Republik Indonesia. Diakses dari
MKN_60_Arsip_dan_Manajemen_Bencana_di_Negeri_Cincin_Api.pdf
8. Amaliah, Rizqi, dkk. 2014. Manajemen Bencana Erupsi Gunung Sinabung.
Universitas Airlangga. Diakses dari
http://www.academia.edu/11223345/MANAJEMEN_KEJADIAN_LUAR_BIASA
9. Bakti Husada. 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana (Mengacu Pada Standar Internasional). Diakses dari
Emergency_and_humanitarian_action_Technical_quide_for_Health_Crisis_Resp
onse_in_Disaster.pdf
10. Muharrman, R. 2014. Kebijakan Pemerintah Bagi Korban Erupsi Sinabung.
[Online] Available at:
http://microsite.metrotvnews.com/metronews/read/2014/01/25/6/ 210738/
Kebijakan-Pemerintah-Bagi-Korban-Erupsi-Sinabung.
11. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan
Lembaga Asing Non Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana Schneider,
Sandra K. 1992. “Governmental Response to Disasters: The Conflict Between
Bureaucratic Procedures and Emergent Norms.”
12. Update Penanganan Bencana Tahun 2014, Erupsi Gunung Sinabung dan
Gunung Kelud. [Online] Available at: http://bnpb.go.id/uploads/announcement/6/
kon% 2026%20feb.pdf