nomor 90 ew sistem kelistrikan yang...

8
NOMOR 90 EW Didukung IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutan Apatisme Kemacetan

Upload: lammien

Post on 03-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NOMOR 90 EW Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutanpii.or.id/wp-content/uploads/EW-90-draft-koreksi.pdf · IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

NOMOR 90 EW

Didukung IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

SistemKelistrikan

Yang Berkelanjutan

ApatismeKemacetan

Page 2: NOMOR 90 EW Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutanpii.or.id/wp-content/uploads/EW-90-draft-koreksi.pdf · IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

2Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

Dari waktu ke waktu, ketergantungan manusia pada energi listrik terus meningkat. Hampir semuakegiatan manusia, baik yang produktif maupunnonproduktif, bergantung pada energi listrik. Tingkat kesejahteraan suatu bangsapun seringdiukur dengan besarnya konsumsi energi listrik per kapita. Saat ini, konsumsi energi listrik per kapita di Indonesia masih sangat rendah. Rasio elektrifikasikitapun masih rendah terutama di Indonesia bagiantimur. Untuk terus bisa melakukan pembangunandan pemerataan kesejahteraan, Indonesia akanmemerlukan banyak sumber energi untuk diubahmenjadi energi listrik.

Untuk terus bisa menyediakan eneri listrik yang meningkat dari waktu ke waktu, diperlukan sistemkelistrikan yang berkelanjutan. Sistem kelistrikan di sebut berkelanjutan jika:I. Energi listrk dibangkitkan, ditransmisikan,

didistribusikan, dan digunakan secara efisientanpa mengorbakan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi.

II. Bisa terus menekan biaya denganmeningkatkan efisiensi dan menciptakan bisnisyang sehat.

III. Bisa terus meningkatkan keandalan dan kualitas daya.

Saat ini, sebagian besar energi listrik di Indonesia dibangkitkan dari bahan bakar fosil. Keterbatasanbahan bakar fosil jelas tidak menjanjikan sistemkelistrikan yang berkelanjutan. Masih banyaksumber energi terbarukan yang belumdimanfaatkan di negara ini. Panas bumi, tenaga air, dan biomasa adalah contoh sumber energiterbarukan yang berlimpah di negara ini. Saat ini, hambatan utama dari pemanfaatan sumber energiterbarukan adalah biaya. Di sinilah tantangan untukpara Insinyur di Indonesia bagaimana mendapatkanenergi terbarukan secara wajar. Bagaimana carameningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia bagiantimur dan daerah terluar, terdepan, dan tertinggaljuga sangat penting. Yang tidak kalah penting, para insinyur ditantang juga untuk menciptakanteknologi hemat energi tanpa mengorbankan

produktifitas.

Saat ini, bisnis ketenagalistrikan di Indonesia dimonopoli oleh PT. PLN. Apakah cara ini sehat? Jika tidak ada kompetisi, siapa yang menjaminbahwa PT. PLN terus menerus meningkatkanefisiensi. Adanya gangguan layang-layang yang menyebabkan sistem kelistrikan Jawa-Bali hampirmengalami pemadaman total menunjukkan bahwaPT. PLN belum bekerja secara maksimal. Tingginyaketergantungan pada barang import dalampenyediaan ketenagalistrikan menunjukkan bahwakondisi bisnis ketenagalistrikan di negara ini belumsehat. Di sinilah para insinyur PII ditagihsumbangsihnya pada negara ini. Bagaimanamenyediakan energi listrik hanya denganmenggunakan sumber energi yang tersedia di daerahnya? Bagaimana menciptakan sistemkelistrikan yang tidak rentan terhadap berbagaigangguan tanpa menyebabkan munculnya berbagaibiaya lebih?

Selain dimonopoli oleh PLN, sistem kelistrikan di Indonesia masih mengikuti cara konvensional. Energi listrik dibangkitkan dengan pembangkitbesar selanjutnya ditransmisikan dan didistribusikan menuju konsumen.

Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutan

Pekik Argo Dahono

Page 3: NOMOR 90 EW Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutanpii.or.id/wp-content/uploads/EW-90-draft-koreksi.pdf · IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

3Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

Jelas adanya gangguan di transmisi menyebabkanputusnya penyaluran daya. Konsumen hanya pasif, tidak ikut menentukan kondisi sistem kelistrikan. Dengan berkembangnya teknologi pembangkittersebar, misal PLTS rooftop, konsumen bisaberfungsi sebagai produsen dan konsumensekaligus, era prosumer. Dengan semakin murahnyabatere, penggunaan mobil listrik akan meningkat. Akibatnya dalam kelistrikan di masa yang akandatang, makin banyak prosumer. Konsumen bisamenentukan apakah menjual listrik yang diproduksiatau mengkonsumsi sendiri. Bisa memilih tetaptersambung ke PLN atau memisahkan diri. Bahkankonsumen bisa menjual energi yang tersimpan di batere mobilnya lewat jaringan listrik. Semua energiyang tersedia di konsumen diiklankan lewat internet dan antar konsumen bisa langsung melakukan jualbeli. Inilah yang disebut era enernet, energy on internet. Jika demikian, bagaimana peran PLN? Apakah masih ada PLN di masa yang akan datang? Semua disruptive technology ini harus mulaidipikirkan oleh para insinyur PII.

Sejalan dengan program nawacita yang dicanangkanoleh Presiden Joko Widodo, Indonesia membanguntol laut dan palapa ring. Lewat tol laut dan palapa ring, diharapkan tidak ada lagi desa tertinggal. Kenapa para insinyur PII tidak mengusulkan tollistrik atau supergrid? Jika ada tol listrik, potensi

PLTA di Kalimantan dan Papua bisa dimanfaatkan. Potensi panas bumi di Sulawesi, Maluku, dan nusatenggara bisa dimanfaatkan. Jika ada tol listrik, potensi tenaga bayu dan matahari di Sulawesi selatan dan Nusa Tenggara bisa dimanfaatkan tanpamemerlukan batere yang besar. PLTU batu bara cukup dibangun di mulut tambang seandainya adatol listrik. Tol listrik bisa menghubungkan berbagaipulau besar sehingga antar daerah bisa sharing resources. Jaringan listrik kecil atau microgrid hanya dipakai untuk pulau-pulau kecil yang susahdijangkau tol listrik. Semua tahu hambatan utamapembangunan tol listrik ada pada biaya yang sangatbesar. Akan tetapi, kita bisa meniru bagaimanaAmerika membangun jalan raya yang menghubungkan berbagai negara bagian. Menirubagaimana Indonesia membangun palapa ring. Semua bisa dibangun lewat dana swadayamasyarakat, bukan mengandalkan dana apbnmaupun investor, Biaya pembangunan bisadipungut dari harga beli listrik di sisi konsumen atauharga jual listrik di sisi pembangkit. Jika ada tollistrik, keandalan dan kualitas daya listrik bisa terusditingkatkan. Jika ada tol listrik, program menuju100% energi terbarukan tidak lagi sebatas mimpi. Energi terbarukan tidak lagi menjadi energialternatif tetapi suatu keharusan. Inilah tantanganuntuk seluruh insinyur PII dan semua calon insinyurdi Indonesia.

Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutan

(lanjutan)

Page 4: NOMOR 90 EW Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutanpii.or.id/wp-content/uploads/EW-90-draft-koreksi.pdf · IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

4Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

Apatisme Kemacetan

Oleh : Dr. Ir. Agus Puji Prasetyono, M.Eng

DEMOGRAFI penduduk Indonesia pada era modern sepertinya tidak bisa lagi dijadikan “alasanrasional” dalam mengendalikan kemacetan yang telah melegenda di kota-kota besar di Indonesia.

Sekalipun berbagai teori telah melahirkan beragamanalisa, namun semua akan berujung pada suatukesimpulan bahwa ketika pertumbuhan pendudukmelewati kapasitas muat suatu wilayah ataulingkungan, hasilnya akan berakhir denganterjadinya ledakan penduduk yang berakibat padaterganggunya populasi yang menyebabkan berbagaimasalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas.

Natalitas dan mortalitas sepertinya tidak lagimenjadi relevan sebagai input teori dalammengendalikan kemacetan, karena kenyataannyabahwa kemacetan semakin parah ketika tensiemosional pengendara meningkat akibat kemacetandi sepanjang jalan utama kota di Indonesia.

Legenda kemacetan di kota besar Indonesia justrudimulai dari “migrasi” penduduk yang memilikimimpi yang sama, yaitu meningkatkan kualitashidup dengan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pemenuhan kebutuhan pokokakan membuat manusia secara otomatis melakukanmigrasi ke pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

Terlebih jika melihat ramalan Paul R, Ehrlich dalambukunya yang berjudul The Population Bomb (Ledakan Penduduk) pada tahun 1968, tentangadanya bencana kemanusiaan akibat terlalubanyaknya penduduk dan ledakan penduduk. Karyatersebut menggunakan argumen yang sama sepertiyang dikemukakan Thomas Malthus dalam An Essay on the Principle of Population (1798), bahwa lajupertumbuhan penduduk mengikuti pertumbuhaneksponensial dan akan melampaui suplai makananyang akan mengakibatkan kelaparan. Namun, Sepertinya hal ini “tidak berlaku” bagi Negara makmur Gemah Ripah Loh Jinawi yang bernamaIndonesia, Negara dengan 17000 pulau inisepertinya pantas pantas saja memiliki jumlahpenduduk sekitar 240 juta jiwa jika dilihat dariluasan geografis Negara kita.

Justru kemacetan yang terjadi di Indonesia adalahkarena persebaran penduduk yang tidak merata. Jika jumlah penduduk di suatu wilayahdibandingkan dengan luas wilayahnya yang dihitungdari jumlah jiwa per kilometer persegi, akanmendapat hasil yang timpang dan memilikiperbedaan yang tinggi bila hal itu dibandingkanantara propinsi satu dengan yang lain.

Di Indonesia sendiri terjadi konsentrasi kepadatanpenduduk yang berpusat di Pulau Jawa, hampirlebih dari 50% jumlah penduduk Indonesia mendiami Jawa. Hal ini menjadi masalah apabilapusat pemerintahan, informasi, trasportasi, ekonomi, dan berbagai fasilitas hanya berada di satuwilayah. Penduduk akan berusaha untuk melakukanmigrasi dan akhirnya akan berdampak pada permasalahan pemerataan pembangunan yang dampaknya adalah terjadinya ledakan kemacetanyang bahkan telah merenggut sejumlah nyawamanusia dalam beberapa waktu lalu.

Apatisme Kemacetan

Kemacetan tidak bisa lagi disikapi dengan apatis, tetapi bagaimana memberi apresiasi terhadap insanyang mampu memberikan solusi dalammenanggulanginya. Pemerintah harus selaluberasosiasi dan berafiliasi dalam menyusun langkahlangkah strategis jangka panjang dalam mengatasiledakan kemacetan.

Page 5: NOMOR 90 EW Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutanpii.or.id/wp-content/uploads/EW-90-draft-koreksi.pdf · IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

5Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

Apatisme Kemacetan

(lanjutan-1)

Berbagai studi empiris tentang kemacetan telahdikupas secara gamblang bagaimana kemacetandapat diibaratkan bagai sebuah “virus” yang harusdibasmi dengan “vaksin” yang tepat dalam upayapenanganannya, baik secara preventive ataupunbreakdown. Namun pada akhirnya manusia adalahobjek yang paling dirugikan ketika kemacetanmenciptakan rintangan utama bagi manusia dalammencapai tujuan hidupnya. Terlalu miris jika kasuskemacetan berakibat pada Quadriplegia, namunmata tidaklah bisa berbohong, frustasi yang diakibatkannya telah berhasil memporak-porandakan produktivitas masyarakat.

Jika berbagai studi yang telah ada di-rasionalisasi, maka setidaknya ada tiga efek berbahaya dariledakan kemacetan yang dipercaya akanmemfikasikan tingkah laku manusia.

Pertama, efek kemacetan terhadap pengendaradilihat dari sisi psikologis akan melahirkan “stress” dengan “happy ending” nya adalah rasa frustasi. Berbagai penelitian yang telah dilakukan telahmenjustifikasi bahwa anak-anak yang tumbuh di sekitar daerah dengan emisi CO2 yang tinggimemiliki tingkat inteligensi yang lebih rendah, mudah mengalami depresi, kecemasan, dankesulitan konsentrasi. Selain anak-anak, orang dewasa pun dapat merasakan pengaruh dari emisiCO2, yaitu mengalami masalah ingatan dan pikiran.

Tingkat polusi udara yang tinggi akibat kendaraanbermotor juga mempengaruhi kandungan ibu. Heather Volk dari USC Keck School of Medicine menemukan bahwa ibu-ibu yang tinggal 1.000 kaki dari jalan raya di Los Angeles, San Francisco, danSacramento kemungkinan besar akan melahirkananak dengan gangguan autisme. Sebuah penelitianjangka panjang yang dikembangkan oleh Frederica Perera dari Columbia University’s Center for Children’s Enviromental Health menunjukkanadanya pengaruh buruk dari emisi CO2 terhadapkandungan. Perkembangan kapasitas mental yang lambat, tingkat IQ yang lebih rendah, serta tingkatkecemasan, depresi, dan kesulitan konsentrasi

merupakan sebagian dari efek samping yang dihasilkan.

Kedua, efek kemacetan terhadap kendaraan itusendiri. Azhar Aris dalam Jurnal Ilmiahnyamemberikan statement bahwa kendaraan yang melaju pada lalu lintas normal biasanyamengkonsumsi BBM sesuai dengan efisiensi mesinkendaraan dalam mengkonsumsi BBM. Kendaraanbermotor biasanya ditunjukkan denganperbandingan per satu liter bensin dengan jarakyang dapat ditempuhnya, misalnya konsumsi satuliter bensin untuk delapan kilometer untuk jeniskendaraan mobil, tetapi efisiensi kendaraan ini jugadipengaruhi oleh jenis mobil, kapasitas mesin, danmerk mobil tersebut, namun ketika kendaraanterjebak dalam kemacetan akan terjadi peningkatankebutuhan BBM sebesar 36,7% dari pengeluaranrata rata normal untuk setiap mobil, sedangkanmotor sebesar 32,3% dari rata rata normal, bisa kitabayangkan jika nilai tersebut dikalikan denganjumlah kendaraan bermotor yang ada di kota-kotabesar di Indonesia. Potensi nilai ekonomi yang hilang ini merupakan nilai yang sangat berarti bagikota modern termasuk juga daerah+daerah sub-urban.

Page 6: NOMOR 90 EW Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutanpii.or.id/wp-content/uploads/EW-90-draft-koreksi.pdf · IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

6Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

Penurunan secara drastis performa kendaraan jugaterjadi di ruas jalan yang macet, sebagai contohperawatan berkala kendaraan dengan interval 10.000 km tentu menjadi poin lebih bagi penjualkendaraan, namun toleransi akibat ledakankemacetan apakah juga angka 10.000 km masihrelevan sebagai salah satu variabel dalammenghitung performa kendaraan? dan apakahacuan jarak tempuh masih bisa diberlakukan dalamkondisi ekstrem kemacetan?

Pada akhirnya pengendara akan memiliki extra cost dalam mensiasati perawatan kendaraan seperti olimesin, busi dan filter udara.

Ketiga, efek kemacetan terhadap lingkungan. Melihat berbagai hasil studi tentang kemacetansepertinya “ekologi” adalah salah satu faktor yang terkena dampak paling parah, Provinsi DKI Jakarta pernah merilis bahwa menurunnya tingkat kualitasudara memiliki kategori sangat tidak sehat dan tidaksehat menunjukkan peningkatan, masing-masing0,85 dan 31,23 dari nilai sebelumnya, yaitu 0,27 dan8,49 pada tahun 2001. Sebaliknya, kategori baikmenurun dari 20,55 menjadi 5,75 pada tahun 2002. Hasil ini juga sangat bertentangan dengan sejumlahupaya yang sedang gencar dilakukan pemerintahterhadap program pengendalian pencemaran udara(program langit biru) yang dicanangkan sejak tahun1986 melalui Keputusan Menteri LingkunganHidup. Namun, terdapat hasil positif atasdihapuskannya kandungan timbal (Pb) dalambensin pada Juli 2001, dengan semakinmenurunnya kadar Pb dalam udara di Jakarta.

Mari Berpikir out of the box…

Jika laju penurunan angka penjualan kendaraan“tidak lazim” untuk dilakukan, maka keberlanjutanpembangunan infrastruktur transportasi hendaknyadapat direvitalisasi tata kelolanya, yang terjadi saatini adalah Keterbatasan dana APBD menjadipenyebab rendahnya alokasi perawatan dan perbaikan jalan, ditambah dengan permasalahanmendasar birokrasi seperti proses tender, dan pembebasan lahan.

Menarik melihat pandangan Joko Tri Haryanto, bahwa ketiadaan mekanisme ear marking (penerimaan perpajakan dikembalikan kepadasektor yang berkontribusi) menyebabkan tidakadanya kewajiban bagi Pemerintah daerah untukmengembalikan penerimaan pajak ke sektortransportasi dan perbaikan jalan. Padahal jikadiwajibkan ear marking 10% saja, maka Pemda DKI Jakarta akan memiliki sumber dana minimal Rp1,7 triliun, yang dapat digunakan untuk perawatan sertaperbaikan jalan.

Selain itu sektor financial licensing Indonesia juga perlu dievaluasi secara serius, kemudahanberhutang dalam membeli kendaraan diyakini akanmenyesakkan lalu lintas dan dipercaya akanmempersulit implementasi peningkataninfrastruktur jalan dan jembatan. Namun tidak bisadipungkiri bahwa jika penjualan tidak tingkatkanmaka Negara akan mengalami “kekurangan” pendapatan.

Oleh karena itulah pemerintah perlu mendesainulang pendapatan pendapatan yang diperoleh darisektor transportasi untuk kemudian mengembalikanpenerimaan pajak dalam peningkatan infrastrukturtransportasi yang diimpikan sebagian besarpenduduk kota besar yaitu “tersedianya” public transport yang memiliki waktu tempuh perjalananefisien (cepat), tidak ada kemacetan, nyaman, amandan bebas kecelakaan. Untuk mencapai kondisitersebut pemerintah membutuhkan dukungananggaran yang tidak sedikit.

Penerapan kebijakan pengaturan lalu lintas di waktu-waktu sibuk juga merupakan upaya yang sangat efektif yang dapat dilakukan, pengaturanvolume kendaraan selain mengurangi polusi udarajuga diyakini sebagai model kajian kebijakan dalammembentuk afiliasi positif antara pelaku industridan perdagangan dalam bergotong royong membangun sarana transportasi modern di bumiPertiwi Indonesia.

Apatisme Kemacetan

(lanjutan-2)

Page 7: NOMOR 90 EW Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutanpii.or.id/wp-content/uploads/EW-90-draft-koreksi.pdf · IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

7Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

Tantangan pengembangan pendidikan tinggi diIndonesia pada masa depan semakin kompleksseiring dengan semakin tingginya tuntutanmasyarakat akan pendidikan tinggi yang berkualitas.Selain itu permasalahan bangsa yang semakin rumitmenuntut peran semakin intens dari PerguruanTinggi dalam pemecahan masalah juga denganpendekatan yang lebih kokoh.

Faktor lain yang harus diperhatikan adalahtantangan Indonesia ke depan dalam menghadapibonus demografi yang puncaknya diperkirakan akanterjadi pada tahun 2020-2030. Di tahun itudiperkirakan Indonesia akan memiliki sekitar 180juta penduduk usia produktif (15 tahun-65 tahun),sedangkan penduduk usia non-produktif (kurangdari 15 tahun dan lebih dari 65 tahun) sekitar 80juta jiwa. Dengan kata lain, 10 orang usia produktifhanya menanggung 3-4 orang usia tidak produktif.Artinya, Indonesia akan memiliki kesempatanmemanfaatkan peluang tingginya jumlah angkatankerja dan memaksimalkan produktivitas ekonomi.Bonus demografi merupakan kesempatan langkayang dimiliki Indonesia. Pergerakan struktur usiayang dinamis menyebabkan bonus demografi hanyaterjadi pada satu periode tertentu dan mungkintidak terjadi lagi setelah itu. Karena sifat bonustersebut, apabila suatu negara tidak dapatmemanfaatkannya pada periode yang tepat, makanegara tersebut harus menghadapi masalahberikutnya yaitu peningkatan rasio jumlahpenduduk lanjut usia (aging population).

Kondisi tersebut merupakan peluang sekaligusancaman jika pemerintah tidak mampumengimbanginya dengan ketersediaan lapangankerja atau mendorong suasana kondusif untukmengembangkan kemampuan berwirausaha.Menjadi peluang ketika penduduk usia produktifmampu bekerja secara optimal sehingga mendorongpertumbuhan ekonomi, dan akan menjadi ancamanketika pertumbuhan ekonomi gagal menyediakanlapangan kerja yang memadai.Hal tersebut akan mudah direalisasikan jika kualitassumber daya manusia berada pada tingkat yang selaras antara kebutuhan dan ketersediaan. Kebutuhan akan lahir dari kegiatan ekonomi yang produktif, sedangkan ketersediaan lahir dari hasil

pendidikan di Perguruan Tinggi.

Kerangka berpikir ini digunakan dalam menelaahkebutuhan SDM berpendidikan tinggi untuk sektor-sektor ekonomi yang masuk dalam Agenda StrategisNasional. Agenda Strategis Nasional adalah sektor-sektor prioritas pembangunan yang didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Untuk merealisasikan, semuasektor dalam RPJMN membutuhkan pasokan SDM yang terampil dan kompeten dari berbagai bidangilmu.

Sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi, Perguruan Tinggi mempunyai peran dan fungsistrategis dalam menghasilkan dan mengembangkanbaik secara kualitas maupun kuantitas potensipeserta didik agar menjadi manusia yang berimandan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Keselarasan antara hasil pendidikan dengankebutuhan riil di lapangan merupakan salah satutantangan abadi yang harus dihadapi oleh Perguruan Tinggi. Berbagai terobosan pemikirandan metode harus selalu dikembangkan sehinggakebutuhan sektor ekonomi dapat dipenuhi oleh lulusan program studi yang relevan baik mengacukepada bentuk maupun jenjang pendidikan. Juga mulai diperlukan dorongan inovasi untukpeningkatan nilai tambah dan daya saing.

Lulusan Perguruan Tinggi adalah Sarjana yang pada beberapa bidang ilmu untuk menjadi Sarjanaprofesional masih membutuhkan tambahan ilmudan pengalaman. Peningkatan kemampuan untukmenjadi seorang dengan profesi seperti Insinyurmembutuhkan pengalaman profesional melalui jalurprofesi. Peningkatan profesionalisme tersebut dapatdilakukan melalui kegiatan profesional di lapanganmaupun tambahan ilmu setelah memperolehberbagai pengalaman kerja profesional untuk jangkawaktu tertentu yang dapat diterjemahkan ke dalampencapaian kompetensi tertentu.

Tantangan Pendidikan Tinggi

{lanjutan)

Page 8: NOMOR 90 EW Sistem Kelistrikan Yang Berkelanjutanpii.or.id/wp-content/uploads/EW-90-draft-koreksi.pdf · IKPT, WIJAYA KARYA, JASA MARGA, CIREBON ELECTRIC POWER dan NINDYA KARYA

Engineer WeeklyPelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin PemimpinUmum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: AryoAdhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator:Zulmahdi, Erni Alamat: Jl. Bandung No. 1, Menteng, Jakarta Pusat Telepon: 021- 31904251-52. Faksimili: 021 – 31904657. E-mail: [email protected]

Engineer Weekly adalah hasil kerja sama Persatuan Insinyur Indonesia dan Inspirasi Insinyur.

MOBILE TELEPHONES (subcribers/100pop 2015)

132.3

133

143.9

146.5

152.7

160

160.2

161.1

162.2

164.5

169

174.2

176.6

179.4

185.3

187.3

206.7

228.7

231.8324.4

45. Indonesia

42. Cambodia

31. Malaysia

27. Singapore

22. Thailand

15. Rusia

14. Uruguay

13. Gabon

12. Montenegro

11. Afrika Selatan

10. Botswana

9. Panama

8. Saudi Arabia

7. Jordania

6. Bahrain

5. U A E

4. Maldives

3. Hongkong

2. Kuwait

1. Makau

Sumber: The Economist: Pocket World in Figures, 2018