nilai dasar politik islam
DESCRIPTION
gjkTRANSCRIPT
NILAI-NILAI DASAR POLITIK ISLAM
Dalam berpolitik dan berdemokrasi, setiap orang diyakini harus selalu
berpegang teguh pada patokan nilai moral dan etika. Karena pemimpin yang tidak
bermoral dan tidak beretika akan merusak apa yang ada di bawah pimpinannya, dalam
arti apa yang ia pimpin akan berdampak negatif bagi banyak orang.
Nilai-nilai Islam pada dasarnya bersifat all-embracing bagi penataan
sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Hal ini berarti bahwa nilai Islam
pada dasarnya memberikan penataan yang bersifat saling berangkulan antara berbagai
lapangan hidup manusia, seperti kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Nilai-
nilai Islam itu pada hakikatnya adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hidup, ajaran-
ajaran tentang bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya di dunia,
prinsip satu dengan yang lainnya saling terkait membentuk satu kesatuan yang utuh
yang tidak dapat dipisahkan.
Setiap tindakan politik dalam Islam lebih menekankan moralitas dan etika demi
kebaikan bersama dan tegaknya nilai-nilai keadilan sosial dalam Islam. Karena itu Islam
tidak pernah menyisihkan peranan politik. Melainkan sebaliknya, menganjurkan setiap
pemeluknya untuk terlibat secara aktif dalam membangun perubahan sosial. Sehingga
nilai-nilai ideal dalam Islam dapat membumi ke tengah masyarakat. Sebagaimana
dicita-citakan Nabi Muhammad SAW.
Nilai-nilai Islam dan peranan sosial politik Nabi Muhammad SAW dapat
menjadi tauladan bagi prinsip keislaman dan kenegaraan, tanpa harus menyingkirkan
nilai-nilai Islam di dalamnya. Bahkan ajaran Islam dapat menyokong tumbuhnya
moralitas dan etika kepemimpinan yang baik. Oleh sebab itu Islam sangat menekankan
moralitas dan etika dalam kepemimpinan politiknya sekaligus sebagai wujud ketakwaan
kepada Allah SWT.
Dari manakah sumber nilai Islam? Simaklah peristiwa berikut ini!
Ketika Rasulullah saw mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau bertanya
kepada Mu’adz, ”Dengan pedoman apa engkau memutuskan suatu urusan?”, Mu’adz
menjawab, “Dengan Kitabullah.”, kemudian Rasul bertanya, “Jika tidak ada dalam Al
Qur’an?”, lalu Mu’adz menjawab, “Dengan Sunnah Rasulullah.”, Rasul bertanya
kembali, “Jika dalam Sunnah juga tidak ada?”, Mu’adz pun menjawab, “Saya
berijtihad dengan fikiran saya.”, dan Rasulullah berkata, “Maha Suci Allah yang telah
memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya, dengan satu sikap yang disetujui
Rasul-Nya.” (HR. Abu Dawud dan Tarmudzi)1
Dari peristiwa tersebut dapat disimpulkan tentang nilai dan sumber nilai Islam,
yaitu Al-Qur’an, Sunnah dan ijtihad.
Berikut ini adalah beberapa nilai-nilai politik dalam Al-Qur’an dan hadis, antara
lain :
1. Kewajiban mewujudkan persatuan dan kesatuan.
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama
yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.” (Al-
Mu’minun:52).
2. Wajib bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah.
“Dan Dia-lah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan
menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dia-lah yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.”
(Al-Syura: 38).
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah Kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya Kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila Kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran : 159).
1
3. Wajib menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al-Nisa : 58).
4. Kewajiban mentaati Allah dan Rasulullah serta Uli al-Amri.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu.
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Al-Nisa : 59).
5. Keharusan menepati janji.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Al-Nahl : 91).
6. Wajibnya pemimpin untuk bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah bersabda : “Setiap kamu adalah pemimpin,
dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam
yang menjadi pemimpin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya, dan setiap
suami bertanggung jawab atas rumah tangganya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
7. Keharusan menjadikan kecintaan dalam persaudaraan sebagai dasar hubungan
timbal balik antara pemimpin dengan pengikut.
Dari Auf bin Malik, Rasulullah bersabda : “Pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang mencintai kamu dan kamu mencintainya, mendo’akan kamu dan
kamu mendo’akan mereka, sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang
kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka
melaknat kamu.” (H.R. Muslim).
8. Keharusan pemimpin berfungsi sebagai perisai.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pemimpin itu
ibarat perisai yang dibaliknya digunakan untuk berperang dan berlindung. Apabila
pemimpin memerintah berdasarkan ketakwaan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan
berlaku adil, maka baginya ada pahala, apabila memerintah dengan dasar selain itu,
maka dosanya akan dibalas.” (H.R. Muslim).
9. Kemestian pemimpin untuk berlaku adil.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Ada tujuh golongan yang
dinaungi Allah SWT. dibawah naungan-Nya pada hari kiamat dan tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya, yang pertama adalah imam yang adil … “ (H.R.
Bukhari Muslim).