nec (1)

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Necrolitizing Enterocolitis adalah kelainan pada saluran pencernaan berupa bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang didapat dan paling sering terjadi pada bayi prematur dan dengan berat lahir sangat rendah. 2.2 Epidemiologi Angka kejadian NEC sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika Serikat, berkisar antara 3–28% dengan rata-rata 6 -10% terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat lahir atau berat lahir dengan insiden NEC, artinya semakin cukup usia kehamilan atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko terjadinya NEC. Necrolitizing Enterocolitis lebih sering terjadi pada bayi laki–laki, dan beberapa penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika daripada orang kulit putih ataupun ras hispanik. Walaupun kebanyakan neonatus yang menderita NEC adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan preterm, namun 5-10% dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi yang lahir pada usia kehamilan lebih dari

Upload: auzia-tania-utami

Post on 17-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MM

TRANSCRIPT

Page 1: nec (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Necrolitizing Enterocolitis adalah kelainan pada saluran pencernaan

berupa bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang

didapat dan paling sering terjadi pada bayi prematur dan dengan berat lahir

sangat rendah.

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian NEC sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika

Serikat, berkisar antara 3–28% dengan rata-rata 6 -10% terjadi pada bayi

dengan berat lahir kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia

kehamilan saat lahir atau berat lahir dengan insiden NEC, artinya semakin

cukup usia kehamilan atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko

terjadinya NEC.

Necrolitizing Enterocolitis lebih sering terjadi pada bayi laki–laki, dan

beberapa penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika

daripada orang kulit putih ataupun ras hispanik. Walaupun kebanyakan

neonatus yang menderita NEC adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan

preterm, namun 5-10% dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi

yang lahir pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga dekade

terakhir angka mortalitas yang disebabkan oleh NEC berkisar antara 10-30%

dengan trend menurun seiring dengan semakin berkembangnya advances

neonatal care.

2.3 Etiologi

Etiologi NEC hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun sebuah

literature mnyebutkan ada 4 penyebab terjadinya NEC, antara lain :

1. Lahir prematern

2. Iskemik intestinal

3. Faktor makanan

Page 2: nec (1)

4. Kolonisasi bakteri

Keempat penyebab diatas akan dijelaskan lebih lanjut pada

patofisiologi dari nerolitiing enterocolitis.

Sumber lain menyebutkan ada beberapa faktor resiko spesifik yang

dapat menyebabkan NEC, antara lain :

1. Pemberian susu formula

2. Asfiksia (kurang O2)

3. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

4. (Polisitemia) / hiperviskositas

peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam

darah | sehingga menibulkan gesekan.

5. Pemasangan kateter umbilical

6. Gastroskisis (hernia)

7. Penyakit jantung bawaan

8. Mielomeningokel. (Penonjolan selaput pelindung tulang belakang

melalui cacat pada selubung tulang dari kolom vertebral. Cacat

tulangnya disebut spina bifida.)

Necrolitizing Enterocolitis bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau

penyakit dominan di Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan

tampaknya berhubungan dengan organisme spesifik (misalnya Klebsiella,

Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering kuman

patogen spesifik tidak diketahui.

2.4 Patogenesis

Walaupun etiologi NEC masih kontroversi, analisis epidemiologi(Ilmu

yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) serta

Determinat masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta

Determinannya (Faktor – factor yang Mempengaruhinya).) penyakit ini telah

mengidentifikasi beberapa penyebab yaitu prematuritas, makanan enteral,

iskemik ataupun asfiksia intestinal, dan kolonisasi bakteri. Studi terakhir

menunjukkan hubungan faktor resiko ini dengan terjadinya nekrosis usus.

Studi ini menggambarkan bagaimana kerusakan mukosa juga berhubungan

dengan terganggunya sistem imun yang mengakibatkan aktivasi mediator

Page 3: nec (1)

inflamasi, yang pada akhirnya menimbulkan sindrom respon inflamasi

sistemik.

1. Prematuritas

Lebih dari 90 % kasus NEC terjadi pada bayi prematur, berat badan

lahir rendah, dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun banyak

perbedaan antara bayi prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme

yang bertanggung jawab terhadap predileksi (kegemaran) NEC pada

kondisi NEC masih belum dipahami sepenuhnya. Penelitian yang

dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan

dalam komponen–komponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi

bakteri, regulasi aliran darah, dan reaksi inflamasi yang berperan dalam

terjadinya kerusakan pada usus.

2. Iskemik intestinal atau asfiksia

Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan

sirkulasi saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya NEC.

Resistensi pembuluh darah basal saluran cerna meningkat pada fetus, dan

menurun dengan signifikan segera setelah lahir, menimbulkan peningkatan

kecepatan aliran darah saluran cerna yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

saluran cerna dan somatik yang kuat. Perubahan pada resistensi vaskular

tergantung pada keseimbangan antara molekul dilator (nitrat oksida) dan

konstriktor (endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan

bahwa bayi baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres

sirkulasi, yang menyebabkan penurunan aliran saluran cerna atau resistensi

vaskuler.

Dalam respon terhadap hipotensi, hewan baru lahir menunjukkan

defek tekanan-autoregulasi aliran darah, menyebabkan penurunan

penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi jaringan. Sebagai

tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru lahir

memiliki respon yang berbeda dari hewan yang lebih tua. Walapun setelah

hipoksemia, terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna,

hipoksemia berat akan menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau

hipoksia saluran cerna, dimediasi oleh tidak adanya produksi nitrat oksida.

Page 4: nec (1)

Kebanyakan mediator kimia (nitrat oksida, endotelin, substansi P,

norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada vasomotor, regulasi

abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi, mengarah pada

iskemia saluran cerna dan nekrosis jaringan.

Nekrosis dimulai di mukosa dan dapat berkembang mengenai seluruh

lapisan dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang berikutnya

menyebabkan peritonitis dan udara bebas intra-abdomen. Perforasi

umumnya terjadi di ileum terminal, kolon dan lebih jarang terjadi di usus

kecil bagian proksimal. Sepsis terjadi pada 33% bayi dan kematian dapat

terjadi.

3. Pemberian makanan secara enteral

Kebanyakan kasus NEC terjadi setelah pemberian makanan secara

enteral yang diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang

pernah dilaporkan pada beberapa dekade yang lalu, NEC terjadi beberapa

hari setelah pemberian makanan yang pertama, tapi pada laporan kasus

yang terjadi pada 1990-an NEC yang terjadi pada BBLSR, terdiagnosis

setelah beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus diatas telah

memberikan pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus,

seperti pemberian makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan

ditingkatkan secara perlahan, sehingga memperkecil kemungkinan

terjadinya NEC. Walaupun hubungan antara makanan enteral dan NEC

masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa studi membuktikan

pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda dengan

susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas.

Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan, didapatkan

penurunan 50% angka kejadian NEC dengan pemberian ASI, terutama

pada bayi BBLR. ASI mengandung berbagai faktor bioaktif yang

mempengaruhi imunitas, inflamasi, dan proteksi mukosa, termasuk sekresi

Immunoglobulin A (IgA), leukosit, laktoferin, lisozim,musin, sitokin,

faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan asam lemak tak jenuh

rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada susu

formula. Sistem pertahanan mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI,

Page 5: nec (1)

seperti faktor pertumbuhan epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda,

platelet activating factor-acetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif

dalam menurunkan penyakit ini pada hewan, walaupun belum sepenuhnya

terbukti efektif pada percobaan manusia.

4. Kolonisasi Bakteri

In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril,

diperkaya dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang

membantu perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan

meninggalkan lingkungan yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi

akan membentuk kolonisasi beberapa jenis organisme pada minggu

pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti Bifidobacteria dan

Lactobacill. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah Sakit,

saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang

sedikit, dan

bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.

Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang stabil

dan sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri

komensal mampu meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai

mukoprotektor dengan menurunkan produksi mukus, memperkuat

Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun yang melawan

bakteri aerobik, dan menurunkan pH intralumen.

Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat

ketidakseimbangan antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan

dominasi dan proliferasi patologis yang dilakukan oleh bakteri patogen.

Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi dan kolonisasi bakteri

pada pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube (NGT) pada

bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya

NEC. Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian NEC

belum sepenuhnya dimengerti, namun pada kebanyakan kasus ditemukan

bahwa dinding sel bakteri patogen menghasilkan endotoksin, dan beberapa

Page 6: nec (1)

komponen aktif menyerupai reseptor di epitel usus, dan mengaktivasi

mediator inflamasi yang memicu kerusakan usus.

Gambar 1 Hypothetical events in the pathophysiology of neonatal necrotizing

enterocolitis

apoptosis=Suatu bentuk kematian sel yang diprogram dalam urutan

kejadian yang mengarah pada penghapusan sel tanpa melepaskan zat

berbahaya ke daerah sekitarnya.  vs nekrosis

2.5 Manifestasi Klinis

Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada NEC meliputi :

Page 7: nec (1)

1. Distensi perut atau adanya nyeri tekan.

2. Toleransi minum yang buruk.

3. Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung.

4. Darah pada feses.

5. Tanda-tanda umum gangguan sistemik :

Apneu

Terus mengantuk atau tidak sadar

Demam atau hipotermi

Sedangkan menurut Gomela, manifestasi klinis dari NEC dapat

dikategorikan sesuai dengan kriteria Bell’s, yaitu:

1. Stadium 1 (suspek NEC)

a. Kelainan sistemik : Tandanya tidak spesifik, termasuk apneu,

bradikardia, letargi dan suhu tidak stabil.

b. Kelainan abdominal : Termasuk intoleransi makanan, rekuren residual

lambung, dan distensi abdominal.

c. Kelainan radiologik : Gambaran radiologi bisa normal atau tidak

spesifik.

2. Stadium 2 (terbukti NEC)

a. Kelainan sistemik : Seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan

abdominal dan trombositopenia<.

b. Kelainan abdominal : Distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan,

edema dinding usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal.

c. Kelainan radiologik : Gambaran radiologi yang sering adalah

pneumatosis intestinal dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.

3. Stadium 3 (NEC lanjut)

a. Kelainan sistemik : Termasuk asidosis respiratorik dan asidosis

metabolik, gagal nafas, hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia

dan disseminated(sebar luas) intravascular coagulation (DIC).

b. Kelainan abdominal : Distensi abdomen dengan edema, indurasi dan

diskolorasi.

Page 8: nec (1)

c. Kelainan radiologic : Gambaran yang sering dijumpai adalah

pneumoperitoneum.

TABEL KRITERIA BELL’S

Stadium Kelainan sistemik Kelainan abdominal Kelainan radiologik

IA.

Terduga NEC

- Suhu tidak stabil

- Apnu

- Bradikardia

- Residu lambung

meningkat

- Distensi abdomen

ringan

- Darah samar di

dalam feses

- Normal

- Ileus ringan

IB.

Terduga NEC

- Suhu tidak stabil

- Apnu

- Bradikardia

- Residu lambung

meningkat

- Distensi abdomen

ringan

- Darah segar per

rectal

- Normal

- Ileus ringan

IIA.

NEC definitif

ringan

- Suhu tidak stabil

- Apnu

- Bradikardia

- Residu lambung

meningkat

- Distensi abdomen

ringan

- Darah segar per

rectal

- Peristaltik (-)

- Ileus

- Pneumatosis

intestinal

Page 9: nec (1)

- Nyeri tekan

IIB. NEC

definitif

sedang

- Suhu tidak stabil

- Apnu

- Bradikardia

- Asidosis metabolik

ringan

- Trombositopenia

ringan

- Residu lambung

meningkat

- Distensi abdomen

ringan

- Darah segar per

rectal

- Peristaltik (-)

- Nyeri tekan

- Selulitis

- Benjolan kuadran

kanan bawah

- Ileus

- Pneumatosis

intestinal

- Udara vena porta

- Asites

IIIA. NEC

lanjut, sakit

berat, usus

utuh

- Suhu tidak stabil

- Apnu

- Bradikardia

- Trombositopenia

ringan

- Hipotensi

- Asidosis respirasi

- Asidosis metabolic

- Neutropenia

- Residu lambung

meningkat

- Distensi abdomen

ringan

- Darah segar per

rectal

- Peristaltik (-)

- Nyeri tekan

- Selulitis

- Benjolan kuadran

kanan bawah

- Peritonitis

- Distensi abdomen

- Pneumatosis

intestinal

- Udara vena porta

Asites

IIIB. NEC

lanjut, sakit

berat,

perforasi

- Suhu tidak stabil

- Apnu

- Bradikardia

- Trombositopenia

ringan

- Hipotensi

- Residu lambung

meningkat

- Distensi abdomen

ringan

- Darah segar per

rectal

- Pneumatosis

intestinal

- Udara vena porta

- Asites

- Pneumoperitoneum

Page 10: nec (1)

- Asidosis respirasi

- Asidosis metabolic

Neutropenia

- Peristaltik (-)

- Nyeri tekan

- Selulitis

- Benjolan kuadran

kanan bawah

- Peritonitis

Distensi abdomen

Dikutip dari: Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal

Medicine.Ed 4

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah lengkap dan hitung jenis

Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat dengan

shift to the left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia sering

terlihat. 50 % kasus terbukti NEC, jumlah platelet < 50.000 uL.

b. Kultur

Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya

diperiksa untuk kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang

patogen.

c. Elektrolit

Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta

hiperkalemia sering terjadi.

d. Analisa gas darah

Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan

respiratorik mungkin terlihat.

e. Sistem koagulasi

Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening

koagulopati lebih lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time

memanjang, Partial Thromboplastin time memanjang, penurunan

Page 11: nec (1)

fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin, merupakan

indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).

f. C-Reaktif protein

Mungkin tidak meningkat atau pada kasus NEC yang lanjut karena

bayi tidak bisa menghasilkan respon inflamasi yang efektif.

g. Biomarker

Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab NEC

seperti gas hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau feses

dan genetic marker, tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya.

Penelitian lebih lanjut tentang genomic dan proteomic marker terus

diteliti.

Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis

merupakan pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk

mendeteksi adanya kelainan. Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos

ataupun dengan media kontras. Pada anak dengan NEC yang umumnya

menunjukkan gejala penyakit akut dan berat, perut kembung, muntah–

muntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan kontras,

foto polos dan tanpa persiapan.

Foto dilakukan pada posisi Anteroposterior, erek atau semierek dengan

diafragma terlihat, ataupun left lateral dekubitus (LLD). Beberapa klinisi

menyukai posisi LLD karena dapat menunjukkan fenomena anak tangga

pada ileus, distensi usus, dan adanya udara di luar rongga usus.

2. Gambaran Radiografik Dini

Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya

batas dinding usus, elongasi usus, serta gas intestinal yang

terdisorganisasi, dan atonik. Pengenalan gambaran tersebut sangat penting

sehingga dapat dilakukan pengobatan dini dan komplikasi NEC dapat

dihindari.

3. Gambaran Radiografik Klasik

Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta merupakan

gambaran radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam

diagnosis NEC. Gas dalam dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa

Page 12: nec (1)

akan memberikan gambaran seperti garis (rel kereta api) pada penampang

bujur atau sebagai cincin kembar pada penampang lintang. Meskipun

tanda ini sangat penting, kadang–kadang sukar mengenalinya.

Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena

porta. Gambaran menunjukkan garis lusen bercabang – cabang sesuai

dengan percabangan vena porta di daerah hepar. Gambaran tersebut bisa

juga muncul pada post kateterisasi vena umbilikalis.

4. Gambaran Radiografik Perforasi (bolong/bocor)

Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh

karena itu penting bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan

menemukan tanda dini perforasi.

Gambaran radiografik perforasi yaitu:

1. Gas bebas intraperitoneal

2. Cairan bebas intraperitoneal

3. Gas usus berkurang dengan lingkar asimetrik,

Page 13: nec (1)

4. Lingkar usus melebar persisten

A. Intervensi Keperawatan

Prinsip dasar intervensi keperawatan NEC yaitu merencanakan asuhan

keperawatan pada akut abdomen dengan ancaman terjadi peritonitis septik.

Tujuannya adalah untuk mencegah perburukan penyakit, perforasi intestinal, dan

syok. Jika NEC terjadi pada kelompok epidemis, para penderita perlu

dipertimbangkan untuk isolasi.

1. Pengelolaan Dasar

a. Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-

14 hari (pada NEC stadium 1 waktunya lebih singkat).

Pemenuhan kebutuhan nutrisi dasar melalui parenteral total.

b. Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube

atau lakukan suction berkelanjutan.

c. Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen.

d. Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua

cairan aspirasi lambung dan feses, apakah ada perdarahan.

e. Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk

memelihara parameter gas darah yang dapat diterima.

f. Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin

dibutuhkan pada keadaan yang mengarah kepada syok.

Penggunaan inotropik mungkin dibutuhkan untuk menjaga

tekanan darah dalam batas normal.

Page 14: nec (1)

g. Lakukan monitoring ketat terhadap intake dan output cairan.

Usahakan untuk mempertahankan produksi urin 1-3

mL/KgBB/jam. Hentikan pemberian kalium pada infus jika pasien

dalam keadaan hiperkalemia atau anuria.

h. Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan

ganti dengan kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada

keparahan penyakit.

i. Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa

hitung sel darah lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga

stabil. Lakukan kultur darah dan urin sebelum memulai pemberian

antibiotik.

j. Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari.

Mulai dengan pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau

Ceftriaxone). Pertimbangkan pemberian Vancomycin (sebagai

pengganti Ampicillin) pada keadaan penyakit sentral atau curiga

infeksi stafilokokus. Tambahkan Metronidazole atau Clindamycin

untuk meng-cover kuman anaerob, jika curiga terjadi peritonitis

atau perforasi usus. Penelitian terbaru tidak menganjurkan

ataupun menolak penggunaan laktoferin sebagai adjuvant terapi

antibiotik.

k. Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada NEC stadium II dan

III dapat mengalami DIC dan membutuhkan fresh-frozen plasma

dan cryoprecipitate. Transfusi PRC dan trombosit mungkin juga

dibutuhkan.

l. Pemeriksaan radiografik. Abdominal flat plate dengan posisi

lateral dekubitus pada pemeriksaan cross-table lateral tiap 6-8

jam pada stadium akut untuk medeteksi perforasi usus.

m. Konsul bedah pada NEC ( stadium II dan III)

2. Pengelolaan Berdasarkan Derajat Klinis

a. Stadium I

Page 15: nec (1)

Puasa dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan.

Antibotik spektrum luas selama 3 hari dan selanjutnya sesuai hasil

kultur.

b. Stadium IIA dan IIB

Puasa selama 2 minggu.

Pemberian minum dapat dimulai setelah 7-10 hari puasa jika pada

pemeriksaan radiologi tidak tampak pneumatosis. Nutrisi parenteral 90-

110 kal/kgBB/hari.

Pemberian oksigen.

Pemberian antibotik spektrum luas selama7-10 hari.

Natrium bikarbonat 2 meq/kgBB jika terjadi asidosis metabolik.

Dopamin dengan dosis rendah untuk memperbaiki sirkulasi darah usus.

c. Stadium IIIA dan IIIB

Pengobatan stadium II

Ventilasi mekanik jika dibutuhkan. Jika terdapat syok, segera atasi

dengan pemberian cairan.

Pemberian plasma segar dan dopamin untuk mempertahankan tekanan

darah.

3. Tatalaksana Bedah

Pneumoperitonium merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi

bedah. Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding

abdomen, dilatasi segmen intestinal yang menetap dilihat dari radiografi (sentinel

loop), massa abdomen yang nyeri dan perubahan kondisi klinis yang refrakter

terhadap tatalaksana medis.

4. Tindakan Pencegahan

Strategi yang berbeda telah disarankan untuk mencegah NEC. Hal ini

termasuk penggunaan antibiotik enteral, penggunaan cairan parenteral secara

Page 16: nec (1)

bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal,

penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian

ASI dan penggunaan probiotik.

Gambar Gas portal

B. Prognosis ( peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit)

Manajemen medis gagal pada sekitar 20-40% pasien dengan pneumatosis

intestinal saat didiagnosis, 10-30%nya meninggal dunia. Komplikasi awal post

operatif antara lain infeksi luka, dehiscence dan masalah stoma (prolaps,

nekrosis). Komplikasi lanjut antara lain striktur intestinal yang dapat muncul pada

lokasi lesi yang mengalami nekrosis pada sekitar 10% pasien yang di tatalaksana

secara bedah maupun medis.

Reseksi dari striktur yang mengalami obstruksi merupakan tindakan

kuratif. Setelah reseksi intestinal yang masif, komplikasi NEC post operatif antara

lain short-bowel syndrome (malabsorbsi, gagal tumbuh, malnutrisi), komplikasi

yang berhubungan dengan kateter vena sentral (sepsis, trombosis), dan cholestatic

jaundice. Bayi prematur dengan NEC yang membutuhkan intervensi bedah atau

yang mengalami bakteremia berada dalam resiko yang tinggi dalam pertumbuhan

dan outcome neuro developmental.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Necrolitizing Enteroolitis merupakan penyakit yang memiliki angka

mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada bayi baru lahir, resiko meningkat pada

bayi prematur dan bayi berat lahir sangat rendah. Kelainan ini diduga muncul

sebagai akibat dari respon inflamasi dari suatu iskemia intestinal, kolonisasi

bakteri atau dan pemberian makanan enteral. Bayi prematur berbeda dibandingkan

bayi-bayi aterm dan pasien yang lebih besar dalam beberapa hal antara lain

pertahanan tubuh pada sistem pencernaan, motilitas intestinal, pola kolonisasi

bakteri, autoregulasi aliran darah splanknikus, dan regulasi jalur inflamasi.

Page 17: nec (1)

Bayi prematur menjadi lebih rentan diakibatkan sistem imun yang imatur

yang mana tidak memadai dalam melindungi terhadap organisme patogen.

Mencegah prematuritas, pemberial antibiotik enteral, penggunaan cairan

parenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid

antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI,

pemberian ASI dan penggunaan probiotik dapat menjadi pendekatan yang paling

baik dalam mencegah NEC.

B. Saran

1. Perlu penanganan yang efektif pada bayi yang menderita NEC karena

prognosis berhubungan dengan pengobatan.

2. Perlu penelitian yang lebih lanjut mengenai NEC agar diagnosis dan

penatalaksaan bayi dengan NEC dapat dilakukan dengan tepat dan

cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatam: Definisi dan Klasifikasi

2012-2014. Jakarta: EGC

Kitterman, J. 2006. Necrolitizing Enteroolitis. Dalam: Buku Ajar Pediatri

Rudolph Vol. 1. Ed 20. Jakarta: EGC

Sukadi, A. 2002. Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir. Bandung:

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS.

Suraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta:

Sagung seto