naskah publikasi penyesuaian diri orang tua...
TRANSCRIPT
1
NASKAH PUBLIKASI
PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI
ANAK AUTISME
Oleh:
SRI TARWANTI
YULIANTI DWI ASTUTI, S.Psi., M.Soc.Sc., Psi
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
2
NASKAH PUBLIKASI
PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI
ANAK AUTISME
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing Utama
(Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc., Psi)
3
PENYESUAIAN DIRI ORANG TUA YANG MEMILIKI
ANAK AUTISME
Sri Tarwanti
Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc., Psi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri orang tua yang memiliki anak Autisme. Berdasarkan pustaka dan literatur, penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Macam penyesuaian diripun berbeda-beda dalam sifat dan caranya pada setiap orang. Begitu pula yang dialami oleh para orang tua dari anak Autisme. Lalu bagaimana respon orangtua saat mengetahui anaknya Autis dan bagaimana proses penyesuaian diri mereka.
Subyek pada penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak Autisme. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah wawancara mendalam (In-depth Interview). Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode pengkodean (Coding), yang terdiri dari pengkodean terbuka, koding axial dan pengkodean selektif. Responden yang diwawancarai berjumlah empat orang dan terdapat informan yang berjumlah dua orang. Dalam penelitian ini ditemukan proses penyesuaian diri yang dialami para responden, faktor pendukung dan faktor penghambat serta pengaruh yang ditimbulkan dari proses penyesuaian diri tersebut. Rincian mengenai hasil penelitian dideskripsikan dalam laporan penelitian ini.
Kata Kunci: Autisme, Penyesuaian Diri
4
PENGANTAR
Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Manusia perlu mengaktualisasikan kelebihan yang dimilikinya
tersebut agar lebih berkembang nantinya dan kekurangan yang ada pada dirinya
pun ditekan dan diredam agar tidak menjadi momok yang merugikan dalam
hidupnya.
Pada kenyataannya, tidak semua orang dapat mengembangkan berbagai
potensi yang dimilikinya secara maksimal. Hal tersebut bisa disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah keterbatasan dan ketidakmampuan diri untuk
dapat berkembang secara normal dalam tiap-tiap fase kehidupannya. Salah satu
anak yang mengalami hambatan atau gangguan pada perkembangannya adalah
anak-anak Autisme. Istilah ‘Autis’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘Autos’ atau
Self. Istilah ini diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 (Sugiarto dkk,
2004).
Menurut Rapin (Kuwanto & Natalia, 2001), kejadian Autisme di seluruh
dunia diperkirakan sebesar 0,7 – 21,1 anak per 10.000 kelahiran. Sedangkan di
negara maju, seperti Amerika Serikat, dilaporkan prevalensi Autisme sekitar 34
per 10.000 anak usia 3 – 10 tahun. Saat ini diperkirakan terdapat 400.000
penderita Autisme di AS.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang mengalami Autisme
adalah 4 : 1, sedangkan penyebab hal tersebut sampai sekarang masih menjadi
perdebatan. Diuraikan oleh Tsai (Sugiarto dkk, 2004) hal tersebut dipengaruhi
5
nilai ambang disfungsi otak pada anak laki-laki yang cenderung lebih rendah
daripada anak perempuan. Artinya gangguan Autis pada anak perempuan lebih
sedikit daripada anak laki-laki, namun bila anak perempuan menderita gangguan
Autis akan lebih parah atau berat daripada anak laki-laki.
Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta jiwa, hingga saat ini belum
diketahui berapa persisnya jumlah penyandang Autisme, namun diperkirakan
jumlah anak Austime dapat mencapai 150 - 200 ribu orang. Namun baru-baru ini,
Biro Sensus Amerika mendata di tahun 2004 ada 475.000 penyandang Autis di
Indonesia. Ditengarai, setiap hari, 1 : 150 anak yang lahir menderita Autis.
Padahal, pada tahun 1970-an anak penyandang Autis 1 : 10.000 kelahiran.
(www.google.co.id).
Sebagai manusia normal yang memiliki perasaan dan pikiran, setiap orang
tua yang memiliki buah hati, pastilah menginginkan yang terbaik untuk anak
mereka. Kasih sayang, perhatian, pendidikan, fasilitas dan hal- hal lainnya tentu
adalah yang terbaik yang bisa diberikan untuk si anak. Lalu bagaimana dengan
orang tua yang dikaruniai anak dengan berbagai keterbatasan seperti anak Autis di
atas. Apakah semua yang terbaik yang bisa diberikan oleh orang tua kepada
anaknya juga diberikan oleh para orang tua yang memiliki anak Autis tersebut.
Bagi sebagian besar orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus,
seperti Autisme, hal tersebut tidaklah mudah. Butuh proses untuk dapat menerima
keadaan atau kondisi anak, yang bisa dikatakan tidak seperti anak normal lainnya.
Setelah proses penerimaan keadaan anak yang panjang, orang tua kemudian mulai
bisa menyesuaikan diri dengan kondisi anak tersebut. Proses penyesuaian diri itu
6
juga bukan merupakan proses yang pendek dan mudah dilalui oleh sebagian besar
orang tua. Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan
manusia. Macam penyesuaian diri berbeda-beda dalam sifat dan caranya pada
setiap orang. Sebagian orang menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial
tempat ia bisa hidup dengan sukses; sebagian lainnya tidak sanggup
melakukannya. Boleh jadi, mereka mempunyai kebiasaan yang tidak serasi untuk
berperilaku sedemikian rupa, sehingga menghambat penyesuaian diri sosial
baginya dan kurang menolongnya. Menurut Anderson (Schneider, 1964) dalam
proses penyesuaian diri, seseorang telah mampu mengatasi secara efektif masalah-
masalahnya dan tuntutan lingkungan, dalam upaya memperbaiki kualitas hidup.
Gangguan penyesuaian diri terjadi apabila seseorang tidak mampu
mengatasi masalah yang dihadapi dan menimbulkan respon dan reaksi yang tidak
efektif, situasi emosional yang tidak terkendali, seperti marah dan keadaan yang
tidak memuaskan. Bredshaw & Gaudry (Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa
orang yang mengalami gangguan penyesuaian diri memiliki kecemasan tinggi,
sangat peka terhadap kegagalan, tergantung pada orang lain, dan juga sulit untuk
mengendalikan diri dalam hubungan dengan orang lain. Hambatan penyesuaian
diri tinggi merupakan gangguan penyesuaian diri, sehingga kemampuan
penyesuaian diri seseorang rendah.
Schneider (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian diri berhubungan
dengan sejauhmana individu tersebut memenuhi kriteria tertentu. Schneider
memberikan penggambaran ciri-ciri dari penyesuaian diri yang sehat sebagai
berikut :
7
1. Tidak ditemukan emosi yang berlebihan
Individu menunjukkan kontrol dan ketenangan emosi, yang memungkinkan
dirinya untuk menghadapi permaslahan secara tepat dan dapat menentukan
berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Hal ini
bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, namun lebih menekankan pada
kemampuan kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.
2. Tidak ada mekanisme pertahanan diri
Pendekatan langsung terhadap masalah lebih mengindikasikan respon yang
normal daripada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian
defense mechanism yang tidak disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu
kondisi.
3. Tidak adanya frustasi personal
Frustasi menimbulkan kesulitan untuk melakukan respon secara normal
terhadap permasalahan atau situasi. Jika individu mengalami frustasi yang
ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan
menjadi sulit baginya untuk mengorganisasi kemampuan berpikir, perasaan,
motivasi dan tingkah laku untuk menghadapi situasi yang menuntut
penyelesaian.
4. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri
Kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau
konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan
untuk pemecahan masalah dalam kondisi sulit sekali pun menunjukkan
penyesuaian yang normal. Hal ini tidak akan mampu dilakukan apabila
8
individu tersebut dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan
dengan situasi yang menimbulkan konflik.
5. Kemampuan belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu
Penyesuaian yang normal merupakan proses belajar berkesinambungan yang
dapat dilihat dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya
mengatasi situasi koflik dan stress. Di dalam proses belajar, individu dapat
menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain. Individu
dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu
dan mengganggu penyesuaian.
6. Sikap realistik dan objektif
Sikap realistik dan objektif bersumber dari belajar, pengalaman, pemikiran
yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah atau keterbatasan
individu sebagaimana kenyataan sebenarnya.
Schneider (1964) mengklasifikasikan berbagai unsur penentu penyesuaian,
ia menyebutkan bahwa unsur-unsur penentu tersebut membentuk dan
mempengaruhi kepribadian. Adapun unsur-unsur tersebut adalah :
1. Kondisi fisik; tergolong dalam kategori ini adalah unsur heriditer, konstitusi
fisik, sistem syaraf, sistem kelenjar dan sistem otot dalam tubuh manusia,
keadaan sehat dan keadaan sakit.
2. Perkembangan dan kemasakan unsur-unsur kepribadian; misalnya kemasakan
intelektual, kemasakan sosial, kemasakan moral dan kemasakan emosional.
3. Unsur-unsur penentu psikologis; termasuk di sini pengalaman yang diterima,
proses belajar, pembentukan kebiasaan, terbentuknya kekuatan untuk dapat
9
menentukan diri sendiri, pengalaman frustasi dan konflik.
4. Kondisi lingkungan; khususnya situasi rumah, keadaan keluarga dan sekolah.
5. Peranan kebudayaan; termasuk pengaruh keyakinan dan agama.
Schneider selanjutnya menerangkan bahwa unsur bawaan atau herediter
merupakan dasar dari pembentukan berbagai unsur yang kemudian tumbuh
dan berkembang dalam kepribadian. Unsur tersebut dapat dikatakan sebagai
kondisi primer untuk suatu proses penyesuaian dan stabilitas mental
seseorang.
METODE PENELITIAN
A. Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini merupakan orang tua dari anak Autisme
yang telah di sekolahkan di Sekolah Khusus Autisme. Cara peneliti dalam
mencari responden adalah dengan bantuan atau rekomendasi dari guru atau
pengajar di Sekolah Khusus Autisme tersebut, yang mana kira-kira responden
tersebut sesuai dengan karakteristik yang diinginkan oleh peneliti. Responden
dalam penelitian ini merupakan pasangan suami isteri, dalam penelitian ini
diambil empat responden (dua pasangan).
Terdapat pula dua orang informan dalam penelitian ini. Informan pertama
merupakan terapis dari anak responden. Informan pertama ini direkomendasikan
oleh responden pertama. Sedangkan informan kedua merupakan guru atau
10
pendidik dari anak responden. Informan kedua juga direkomendasikan langsung
oleh responden kedua.
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah
wawancara. Wawancara adalah pertemuan antara dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu (Esterberg dalam Sugiyono, 2005).
Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri
sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau
keyakinan pribadi (Sugiyono, 2005). Jadi dengan wawancara maka peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa
ditemukan melalui observasi (Stainback dalam Sugiyono, 2005).
C. Metode Analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis tematik yaitu
proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema
atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu,
atau hal-hal diantara atau gabungan dari yang telah disebutkan (Poerwandari,
2005). Data yang telah diperoleh tersebut kemudian ditulis dalam bentuk catatan
hasil wawancara (transkripsi verbatim) yang sedemikian rupa sehingga terdapat
kolom yang cukup di sebelah kiri dan kanan verbatim untuk melakukan
11
penomeran secara kontinyu pada baris perbaris dan pemadatan informasi pada
uraian hasil wawancara. Ini adalah tahap awal dari pengkodean.
Transkripsi verbatim di analisis dengan langkah-langkah analisis yang
disarankan oleh Strauss & Corbin (Poerwandari, 2005) yang membagi langkah
koding kedalam 3 bagian yakni (a) open coding (kode terbuka); (b) Axial coding (
koding aksial) dan (c) selective coding (koding selektif). Koding terbuka
memungkinkan untuk mengidentifikasi kategori-kategori, properti-properti dan
dimensi-dimensinya. Pada tahap berikutnya, koding aksial mengorganisasi data
dengan cara baru melalui dikembangkannya hubungan-hubungan (koneksi) di
antara kategori-kategori atau diantara kategori dengan sub kategori-sub kategori
dibawahnya. Tahap terakhir adalah koding selektif, melalui mana peneliti
menyeleksi kategori yang paling mendasar, secara sistematis menghubungkannya
dengan kategori-kategori lain dan memvalidasi hubungan tersebut (Poerwandari,
2005).
HASIL PENELITIAN
Hasil dari wawancara yang telah dilaksanakan pada keempat responden
menghasilkan proses penyesuaian diri yang dialami para orang tua yang memiliki
anak dengan Autisme tersebut. Dengan karakteristik responden yang berbeda, usia
yang berbeda, jenis kelamin yang berbeda, kondisi anak yang berbeda, informan
yang berbeda dan juga berbagai pengalaman hidup yang berbeda, maka di
dapatlah kesimpulan mengenai proses penyesuaian diri yang berbeda-beda pula
pada tiap-tiap responden. Untuk dapat menarik kesimpulan bagaimanakah proses
12
penyesuaian diri dari masing-masing responden yang memiliki anak Autisme,
maka dilakukan pengkategorian dari data-data wawancara yang diperoleh.
Kategorisasi meliputi, penyesuaian diri orang tua yang memiliki anak Autisme,
yang terbagi atas reaksi atau bentuk emosi yang dirasakan selama proses
penyesuaian diri, yang terbagia atas terkejut, tidak percaya, stres, sedih dan
kecewa, minder dan berkecil hati, cemas dan putus asa. Kedua adalah usaha-usaha
yang dilakukan responden dalam proses penyesuaian diri, yang terbagi atas
mencari informasi, menerima kondisi anak, mengupayakan penanganan untuk
anak, bersikap terbuka, berpikiran rasional, berperan aktif dalam proses
pembelajaran pada anak. Ketiga adalah merupaka faktor pendukung dan faktor
penghambat serta hal-hal yang masih mengganjala dalam pikiran responden.
Faktor pendukung terbagi atas, kondisi lingkungan, dukungan emosional,
dukungan materiil, dan unsur-unsur penentu psikologis. Faktor penghambat
terbagi atas, kondisi anak, minimnya informasi serta kesibukan. Sedangkan hal-
hal yang masih mengganjal dalam pikiran responden terbagi atas, kekhawatiran
terhadap anak, harapan terhadap anak di masa depan, serta hikmah-hikmah yang
dapat diambil responden.
PEMBAHASAN
Setelah melakukan proses pengumpulan data melalui wawancara dengan
seluruh responden, maka didapatkan hasil penelitian seperti yang digambarkan
melalui bagan sebagai berikut :
13
jj
Usaha-usaha yang Dilakukan Untuk Penyesuaian Diri :
1. Mencari Informasi 2. Menerima Kondisi Anak 3. Mengupayakan Penanganan Untuk Anak 4. Bersikap Terbuka 5. Berpikiran Rasional/ Logis 6. Berperan Aktif dalam Proses Pembelajaran Pada Anak.
Faktor Pendukung Penyesuaian Diri :
1. Kondisi Lingkungan 2. Dukungan Emosional 3. Dukungan Materiil 4. Unsur-unsur Penentu Psikologis
Faktor Penghambat Penyesuaian Diri :
1. Kondisi Anak 2. Minimnya Informasi 3. Kesibukan
Hal-hal Yang Masih Mengganjal Dalam Pikiran :
1. Kekhawatiran Terhadap Anak 2. Harapan Terhadap Anak di
Masa Depan 3. Hikmah yang Dapat Diambil
Orang Tua Sudah Dapat Menyesuaikan Diri dengan Kondisi
Anak
Orang Tua Belum Dapat Menyesuaikan Diri dengan Kondisi
Anak
Reaksi & Bentuk Emosi yang Dirasakan Selama Proses Penyesuaian Diri : 1. Terkejut/ Shock
2. Tidak Percaya/ Menolak
3. Stres
4. Sedih & Kecewa
Peran Aktif Responden KP dalam
Penanganan Anak Secara Intensif
Sikap Pantang Menyerah yang Dilakukan
Respondenn DT Demi Kemajuan
Kondisi Anak
Usaha Responden SA untuk Memenuhi Kualitas
& Kuantitas Dalam Penanganan Anak
Sikap Berpasrah , Ikhlas & Terus Berusaha oleh
Responden BS Atas Apa yang Telah Diberikan
Oleh Allah SWT
14
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa
para responden telah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi anaknya saat ini.
Temuan di lapangan mengungkapkan banyaknya komponen yang mempengaruhi
para responden sampai bisa menyesuai kan diri dengan kondisi anak tersebut.
Komponen-komponen tersebut adalah reaksi -reaksi emosi yang dirasakan oleh
responden selama proses penyesuaian diri, usaha -usaha yang dilakukan untuk bisa
menyesuaikan diri, faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penyesuaian
diri serta hal -hal yang masih mengganjal dalam pikiran para responden.
1. Reaksi-reaksi emosi yang sempat dirasakan oleh para responden, diantaranya
adalah perasaan shock atau terkejut, perasaan menolak dan tidak percaya,
stres, perasaan sedih dan kecewa, minder dan berkecil hati, perasaan cemas
juga putus asa (hopeless). Ke semua reaksi emosi tersebut berbeda-beda porsi
dan dampaknya kepada para responden. Ada responden yang mengalami
perasaan sedih dan kekecewaan yang mendalam namun tidak bersikap
menolak terhadap kondisi anak, ada pula yang langsung menolak kondisi an ak
namun tidak merasa minder dan berkecil hati, begitu seterusnya.
2. Usaha-usaha yang ditempuh para responden dalam upaya menyesuaikan diri
terhadap kondisi anak pun beragam, diantaranya adalah usaha dalam mencari
informasi selengkap -lengkapnya seputar Au tisme, menerima kondisi anak,
mengupayakan penanganan atau intervensi yang terbaik untuk anak, bersikap
terbuka, berpikiran rasional/ logis dan juga berperan aktif dalam proses
pembelajaran pada anak. Ke semua usaha tersebut ditempuh responden agar si
15
anak mendapatkan intervensi yang terbaik demi “kesembuhannya” dan juga
memperlebar jalan agar para responden dapat cepat menyesuaikan diri dengan
kondisi anak.
3. Faktor pendukung pun merupakan salah satu komponen penentu penyesuaian
diri orang tua. Faktor-faktor yang mendukung tersebut diantaranya adalah
kondisi lingkungan yang selalu kondusif, dukungan emosional dari berbagai
pihak, baik itu dari pasangan; keluarga; teman -teman maupun lingkungan
sekitar, dukungan materiil, maupun unsur -unsur penentu psikologi s yang
merupakan cara responden untuk bisa belajar dari pengalaman agar kemudian
dapat dengan tepat menangani anak. Adapun yang menjadi faktor penghambat
para responden untuk dapat menyesuaikan diri adalah berhubungan dengan
kondisi anak sendiri, minimnya informasi dan juga kesibukan dari para
responden.
4. Walaupun responden telah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi anak saat
ini, namun ada beberapa hal yang masih mengganjal dalam pikiran mereka.
Hal-hal tersebut adalah berkaitan dengan berbagai kekhawa tiran terhadap anak
menyangkut masa depan anak ketika orang tua sudah tidak bisa mendampingi
lagi, kekhawatiran responden menyangkut kemandirian anaknya kelak.
Harapan-harapan responden terhadap anak pun beragam, diantaranya
responden berharap anak mendapa tkan perubahan atau perbaikan menyangkut
kondisinya, juga harapan responden agar anak dapat mandiri dan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
16
SARAN
Saran yang dapat disampaikan melalui penelitian mengenai penyesuaian
diri orang tua yang memiliki anak Autisme ditujukan kepada:
1. Responden penelitian
Kepada para responden agar selalu mengupayakan segala hal yang terbaik
untuk si anak. Karena bagaimana pun kondisi anak, anak adalah merupakan
anugerah dan titipan dari Allah SWT yang harus dijaga, dir awat, diberikan
kasih sayang dan bekal ilmu yang bermanfaat baginya kelak. Agar orang tua
juga sadar bahwa Anak Berkebutuhan Khusus seperti Autisme ini
membutuhkan intervensi yang berkelanjutan, sehingga responden sebagai
orang tua tidak hanya berhenti sam pai sini dalam usahanya demi kemajuan
anak. Banyaknya arus informasi seputar Autisme, diharapkan dapat membuka
jalan agar para responden dapat bersikap dan berbuat lebih baik lagi kepada si
anak sehingga dapat memudahkan usahanya dalam menyesuaikan diri
tersebut.
2. Masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat, untuk lebih mengerti bahwa masalah Autisme
adalah bukan hanya masalah orang tua yang memiliki anak Autis saja, namun
juga masalah bersama. Dalam artian, masyarakat diharapkan dapat
memberikan dukungan -dukungan berupa dukungan emosional yang mungkin
terdiri dari saran -saran, info -info yang bermanfaat, arahan -arahan, maupun
menciptakan lingkungan yang kondusif. Dengan adanya kerjasama yang
positif dari masyarakat diharapkan dapat membantu proses penyesuaian diri
17
orang tua yang memiliki anak dengan Autisme tersebut dan membantu
menjadikan kondisi anak lebih baik lagi.
3. Pemerintah
Pemerintah diharapkan dapat lebih concern dalam menangani masalah
Autisme ini. Hendaknya pemerintah dapat menyediakan wadah yang terbaik
dan terstandar untuk penanganan ABK tersebut agar mereka dapat menuju ke
keadaan yang lebih baik lagi. Diharapkan Pemerintah juga dapat membuat
kebijakan-kebijakan yang lebih baik lagi mengenai masalah Autisme tersebut.
4. Pendidik anak Autisme
Para pengajar maupun terapis yang berkecimpung dalam dunia pendidikan
Autisme juga diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih besar lagi
terhadap masalah Autisme. Pendidik hendaknya menjalin hubungan baik
dengan para orang tua yang memiliki anak Autisme . Dengan terjalinnya
hubungan baik tersebut diharapkan adanya pertukaran informasi seputar
Autisme, saran -saran maupun masukan -masukan yang dapat berguna, baik
untuk si anak maupun para orang tua.
5. Peneliti selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya disarankan agar dapat memperhatikan karakteristik
dari responden yang akan di teliti secara lebih detil. Diharapkan responden
yang akan dipilih oleh peneliti selanjutnya adalah merupakan orang tua dari
anak Autisme yang usia anak nya sendiri masih relatif kecil sehingga orang tua
masih berada pada situasi yang sulit dalam usahanya menyesuaikan diri
dengan kondisi anak. Kiranya juga dapat digali lebih dalam lagi aspek -aspek
18
lain yang menyangkut penyesuaian diri, seperti berbagai usa ha yang dilakukan
orang tua maupun faktor pendukung dan faktor penghambatnya penyesuaian
diri tersebut.
19
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: C. V. Pustaka Setia.
Idrus, M. 2005. Metode Penelitian Pendidikan Dan Ilmu -Ilmu Sosial. Handout
kuliah Metode Peneltian Kualitatif (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia.
Karanina & Suyasa. 2005. Hubungan Persepsi terhadap Dukun gan Suami dan Penyesuaian diri Istri pada Kehamilan Anak Pertama. Jurnal Phronesis. Vol. 7. No. 1, 79-101.
Kuwanto & Natalia. 2001. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Keterampilan Berbahasa Pada Anak Autistik. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol. 16. No. 2, 190-214.
Mangunsong, F. 1998. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. LPSP3UI.
Nakita. Majalah. 2002. Menangani Anak Autis. Jakarta : PT. Gramedia.
Partosuwido, S. R. 1992. Penyesuaian Diri Mahasiswa dalam Kaitannya Dengan Konsep Diri. Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Disertasi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : UGM.
Perry. A. 2003. A Model of Stress in Families of Children with Development al Disabilities: Clinical and Research Application . Journal on Developmental Disabilities. Volume 11. No. 1.
Poerwandari. K. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta : Fakultas Psikologi UI.
Rohmah, F. A. 2003. Pengaruh Pelati han Harga Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Remaja. Disertasi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : UAD.
Santosa, B. 2002. Hubungan Antara Pengalaman Berorganisasi Di SMU Dengan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Baru. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : UGM.
Schneider, A. A. 1964. Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinehart and Winston.
Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius.
20
Setiowati, S. W. P. 2000. Hubungan Penyesuaian Diri dengn Kepuasan Hidup Pada Masa Lanjut Usia. Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Disertasi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : UGM.
Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung : C. V. Pustaka Setia.
Sugiarto, dkk. 2004. Pengaruh Social Story terhadap Kemampuan Berinteraksi Sosial Pada Anak Au tis. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol. 19. No. 3, 250-270.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Taylor. 2003. Health Psychology. New York : The McGraw-Hill Companies. Volkman, F. R. 2005. Autism and Pervasive Developmental Disorders : Volume 2. New Jersey : John Willey G Sons, Inc.
Sumber dari internet:
http://www.autism/society/org/2007/06/05
www.google.co.id/2007/11/13
21
Identitas Penulis
Nama : Sri Tarwanti
Alamat : Jl. H. Jafri Zam -zam Gg. Karya RT. 79 No. 21
Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70117
No. Telp/Hp : (0511) 4424789/ 081802605628
e-mail : [email protected]