naskah kuliah blok 15 trakeitis

21
NASKAH KULIAH TRACHEITIS BLOK 15 SISTEM RESPIRASI MEDICAL EDUCATION UNIT FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Upload: ardi-ardiansyah

Post on 02-Jan-2016

267 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

NASKAH KULIAH

TRACHEITIS

BLOK 15SISTEM RESPIRASI

MEDICAL EDUCATION UNITFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACMAD YANI2009

1

BAB I

PENDAHULUAN

Trakea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 5

inci (13cm) dan berdiameter 1 inci (2,5cm). Trakea mempunyai dinding fibroelastis

yang tertanam di dalam balok-balok kartilago hialin yang berbentuk huruf U yang

mempertahankan lumen trakea tetap terbuka. Ujung posterior kartilago yang bebas

dihubungkan oleh otot polos yang disebut otot trachealis.(6)

Salah satu gangguan yang dapat terjadi pada trakea adalah trakeitis. Trakeitis

adalah suatu infeksi/peradangan yang disebabakan oleh bakteri yang ditandai dengan

obstruksi jalan napas, sepsis, dan bahkan dapat terjadi kematian. Trakeitis paling

sering terjadi pada anak usia 3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada anak usia 8 tahun.

Tidak ada perbedaan jenis kelamin yang jelas pada insidens atau keparahannya

Penyebab trakeitis antara lain Staphylococcus, Streptococcus, dan

Streptococcus pneumoniae, ditandai dengan demam tinggi, stridor, dan gejala

obstruksi jalan napas bagian atas.(2)

Pengobatan dapat dilakukan dengan terapi antimikroba, bronkoskopi,

lavage, dan intubasi(2).

2

BAB II

TRAKEA

1. ANATOMI

Trakea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 5

inci (13cm atau rata-rata 10-13cm) dan berdiameter 1 inci (2,5cm).(4) Trakea

mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam di dalam balok-balok kartilago hialin

yang berbentuk huruf U yang mempertahankan lumen trakea tetap terbuka. Ujung

posterior kartilago yang bebas dihubungkan oleh otot polos yang disebut otot

trachealis. Trakea berpangkal di leher, di bawah kartilago cricoidea larynk setinggi

corpus vertebrae cervicalis VI. Ujung bawah trakea terdapat didalam thorax setinggi

angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) membelah menjadi bronkus

principalis (utama) dexter dan bronkus principalis sinister. Bifurcatio trakea ini

disebut carina. Pada inspirasi dalam carina turun sampai setinggi vertebra thoracica

VI.(6)

Trakea terbentang dari pinggir bawah kartilago cricoid (berhadapan dengan

corpus vertebra cervicalis VII) di leher sampai setinggi angulus sterni pada thorax.

Trakea terdapat di garis tengah dan berakhir tepat di sebelah kanan garis tengah

dengan bercabang menjadi bronkus principalis dexter dan sinister. Pada pangkal leher

dapat diraba di garis tengah pada incisura jugularis.

3

Batas-batas di Leher(6)

Anterior : Kulit, fascia, isthmus glandula thyroidea (di depan cincin

kedua, ketiga, dan keempat), vv. thyroidea inferior, arcus jugularis,

a. thyroidea ima (kalau ada), dan v. brachiocephalica sinistra pada

anak. Vena ini ditutupi oleh m. sternothyroid dan m. sternohyoid.

Posterior : N. laryngeus recurrens dextra dan sinistra, dan columna

vertebralis

Lateral : Lobus glandula thyroidea (ke bawah sampai cincin ke-5

dan 6) serta selubung carotis.

2. PEREDARAN DARAH TRAKEA

Suplai darah trakea di daerah leher terutama berasal dari a. thyroidea

inferior.(6)

3. PEMBULUH LIMFE TRAKEA

Pembuluh limfe bermuara ke dalam nodi lymphoidei pretrachealis dan

paratrachealis.(6)

4. PERSARAFAN TRAKEA

Persarafan trakea adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus

recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trakea dan

membran mukosa yang melapisi trakea.(6)

Hubungan trakea dengan struktur lain di dalam mediastinum superius thorax

adalah sebagai berikut :

4

Anterior : Sternum, thymus, vena brachiocephalica sinistra, pangkal truncus

brachiocephalus dan arteria carotis communis sinistra, dan arcus aortae.

Posterior : Oesophagus, nervus laryngeus recurrens sinistra.

Dextra : Vena azygos, nervus vagus dextra, dan pleura.

Sinistra : Arcus aortae, arteri carotis communis sinistra dan arteria subclavia

sinistra, nervus vagus sinister dan nervus phrenicus sinistra, dan pleura.(6)

5

EMBRIOLOGI TRAKEA

Susunan pernapasan mulai berkembang 2 sampai 4 hari setelah

pembentukan sistem saraf dan kardiovaskuler. Pada permulaan minggu ke-3 uterus

6

(20 hari, 1 sampai 3 somit atau embrio 1,5 sampai 2,5 mm), usus depan ( foregut)

dapat terlihat sebagai lekukan terbuka sampai ke kandung kuning telur. Pada mulanya

berbentuk oval dengan dinding dorsalnya agak pipih. Kemudian usus depan

membentuk jalur tengah yang dalam dengan satu devertikulum ventral yang jelas

(akan menjadi sulkus laringotrakea). Dalam minggu ke-5 (mudigah 8 mm) tunas

kartilago krikoid dan aritenoid tampak dengan nyata, demikian juga konstriktor luar

dan dalam. Pintu masuk laring berbentuk segitiga dengan pembengkakan aritenoid.

Aritenoid mulai meluas ke depan dan menempel pada masing-masing sisi epiglottis

yang mengubah bentuk lumen laring menjadi berbentuk huruf T. Dengan demikian

trakea dipisahkan dari esophagus dan hipofaring. Trakea tertutup setinggi krikoid dan

berhubungan dengan faring melalui saluran faringotrakea. Saluran vestibulotrakea

langsung berhubungan dengan faring. (1)

BAB III

TRAKEITIS

7

I. DEFINISI

Trakeitis adalah suatu infeksi/peradangan disebabkan oleh bakteri yang

menyebabkan obstruksi jalan napas, sepsis, dan kematian. Obstruksi jalan napas yang

jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan penyakit paru obstruktif menahun.

Obstruksi laringotrakea ditandai dengan meningkatkan usaha ventilasi untuk

mempertahankan batas normal ventilasi alveolus sampai terjadi kelelahan. Hal ini

terjadi pada obstruksi akut atau kronis. Pada pasien yang lelah, kematian terjadi dalam

beberapa menit atau jam setelah usaha ventilasi maksimal tidak dapat

mempertahankan ventilasi alveolus yang normal. Jadi obstruksi saluran napas bagian

atas harus dipikirkan, jika pemakaian bronkodilator tidak dapat mengatasi obstruksi

jalan napas.(3)

Trakeitis paling sering terjadi pada anak usia 3 tahun, tetapi dapat terjadi

pula pada anak berusia 8 tahun. Timbulnya penyakit yang tak diketahui secara pasti.

Tidak ada perbedaan jenis kelamin yang jelas pada insidens atau keparahannya.

Klasifikasi lesi obstruktif laring dan trakea (1)

A. Perkembangan

1. Anomali vaskuler

- kompresi arkus aorta atau cabang-cabangnya

- hemangioma subglotis

- angioma trakea

2. Malformasi Kongenital

- stenosis glottis dan subglotis

- selaput hipoplasia

8

- kista dan tumor

B. Infeksi

1. Bayi dan anak

- croup

- epiglottis

- trakeobronkitis

- oedem laring

- spasme laring

- difteri

2. Dewasa

- laringitis akut

- epiglotitis

- tuberculosis

- jamur

- mediastinitis

C. Trauma

- striktur pasca intubasi

- polip

- fraktur laring

- pemisahan laringotrakea

- trauma tumpul dari luar

- benda asing

D. Paralisis pita suara bilateral neurogenik

1. Pasca bedah

- pascabedah tiroid dan paratiroid

9

- pascabedah ekstensif fosa S.S.P.

- bedah ekstensif mediastinum

2. Pasca trauma

- intubasi lama

- subluksasi aritenoid

3. Pasca inflamasi

- difteri

- tuberkulosis

4. Idiopatik (tersering)

E. Neoplasma

1. Jinak

- papilomatosis skuamosa

- fibroma

- polip inflamasi

2. Ganas

- karsinoma sel skuamosa laring dan trakea (tersering)

- adenokarsinoma

- karsinoma mukoepidermoid

- limfoma

- sarkoma-leiomiosarkoma, kondroma

- karsinoma tiroid invasiv

- metastasis karsinoma

F. Mekanik

- obesitas

- sindrom Pickwickian

10

- sindrom apnea saat tidur

- makrognatia

1. Kompresi eksterna

- lesi leher-goiter, limfoma

- lesi mediastinum-goiter substernal

- timoma

- penyakit limfoproliferatif

- metastasis karsinoma

- tuberkulosis

2. Obstruksi sekret

- sekresi laring dan trakea

- trakeitis sika

- bronkiolitis

- bronkitis

- bronkiektasis

- sindrom silia tak bergerak (sindrom Kartagener)

G. Etiologi tidak diketahui

- trakeopati osteoplastik

- polikondritis berulang

- amiloid

- trakeomalasi

- laringomalasi

II. ETIOLOGI

Trakeitis bakteri, suatu infeksi akut saluran pernapasan atas, tidak

melibatkan epiglotis, tetapi seperti epiglotitis dan croup, trakeitis bakteri mampu

11

menyebabakan obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa. S. aureus adalah patogen

yang paling lazim diisolasi. Virus parainfluenza tipe 1, Moraxell catarrhalis, dan H.

influenzae telah terlibat dalam infeksi ini. Kebanyakan penderita berumur kurang dari

3 tahun, walaupun anak yang lebih tua kadang-kadang telah terkena. Tidak ada

perbedaan jenis kelamin yang jelas pada insidens atau keparahannya. Trakeitis bakteri

biasanya pasca infeksi virus pernapasan yang jelas (terutama laringotrakeitis).

Trakeitis mungkin merupakan komplikasi bakteri penyakit virus, bukannya penyakit

bakteri primer. Wujud yang mengancam jiwa ini mungkin setidak-tidaknya, selazim

epiglotitis.

III. MANIFESTASI KLINIK

Khasnya pada anak timbul batuk keras dan kasar, tampak sebagai bagian

dari laringotrakeobronkitis. Demam tinggi dan “toksisitas” dengan kegawatan

pernapasan dapat terjadi segera atau sesudah beberapa hari dari perbaikan yang

tampak(3). Pengobatan yang biasa digunakan untuk croup (misalnya, kabut, cairan

intravena, epinefrin rasemik aerosolisasi) tidak efektif. Pada trakeitis dapat juga

terjadi odinofagi. Intubasi atau trakeostomi biasanya diperlukan. Patologi utama yang

tampak adalah pembengkakan mukosa pada setinggi kartilago krikoid, yang

dikomplikasi oleh sekresi purulen, kental banyak sekali. Pengisapan sekresi ini,

walaupun kadang-kadang memberikan pelegaan sementara, biasanya tidak cukup

menghindarkan perlunya jalan napas buatan.

IV. DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan pada bukti adanya penyakit saluran pernapasan atas

bakteri, yang meliputi leukositosis sedang dengan banyak bentuk batang, demam

12

tinggi, dan sekresi jalan napas purulen dan tidak adanya tanda-tanda klasik epiglotitis.

(3)

V. PENGOBATAN

Terapi antimikroba yang tepat, yang biasanya meliputi agen antistafilokokus,

harus diberikan pada setiap penderita dengan croup yang perjalanannya memberi

kesan trakeitis bakteri sekunder. Bila didiagnosis trakeitis bakteri dengan laringoskopi

langsung atau sangat dicurigai atas dasar klinis, jalan napas buatan biasanya

terindikasi. Penambahan oksigen mungkin diperlukan. Pada trakeitis dapat juga

dilakukan bronkoskopi, lavage, dan intubasi. Pada bronkoskopi memungkinkan

dokter memeriksa bagian dalam trakea, percabangannya yang dinamakan carina, dan

bronkus principalis.(6)

VI. KOMPLIKASI

Roentgenogram dada sering menunjukkan bercak infiltrate dan dapat

menampakkan kepadatan lokal. Penyempitan subglotis dan kolom udara trakea yang

terobek-robek kasar seringkali dapat diperlihatkan secara rontgenografi. Jika

manajemen saluran udara tidak optimal, dapat terjadi henti kardiorespirasi. Sindrom

syok toksik telah dihubungkan dengan trakeitis.(3)

VII. PROGNOSIS

Prognosis untuk kebanyakan penderita sangat baik. Kebanyakan penderita

menjadi afebris dalam 2-3 hari pemberian antimikroba yang tepat, tetapi rawat-inap

yang lama di rumah sakit mungkin diperlukan. Dengan berkurangnya edema mukosa

dan sekresi purulen, ekstubasi dapat diselesaikan dengan aman, dan penderita dapat

13

diamati secara cermat sementara terapi antibiotik dan oksigen diteruskan. Rata-rata

lama rawat-inap12 hari pada satu seri.(3)

BAB IV

KESIMPULAN

Trakea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih 5

inci (13cm) dan berdiameter 1 inci (2,5cm). Trakea mempunyai dinding fibroelastis

yang tertanam di dalam balok-balok kartilago hialin yang berbentuk huruf U yang

14

mempertahankan lumen trakea tetap terbuka. Salah satu gangguan yang dapat terjadi

pada trakea adalah trakeitis.

Penyebab trakeitis antara lain Staphylococcus, Streptococcus, dan

Streptococcus pneumoniae, ditandai dengan demam tinggi, stridor, dan gejala

obstruksi jalan napas bagian atas.

Diagnosis didasarkan pada bukti adanya penyakit saluran pernapasan atas

bakteri, yang meliputi leukositosis sedang dengan banyak bentuk batang, demem

tinggi, dan sekresi jalan napas purulen dan tidak adanya tanda-tanda klasik epiglotitis.

Pengobatan meliputi agen antistafilokokus, ,bronkoskopi, lavage, dan

intubasi. Penyempitan subglotis dan kolom udara trakea yang terobek-robek kasar

seringkali dapat diperlihatkan secara rontgenografi. Jika manajemen saluran udara

tidak optimal, dapat terjadi henti kardiorespirasi. Trakeitis dapat menyebabkan

sindrom syok toksik.

Prognosis untuk kebanyakan penderita sangat baik. Kebanyakan penderita

menjadi afebris dalam 2-3 hari setelah pemberian antimikroba yang tepat.

15