naskah drama bintang anak tuhan
TRANSCRIPT
BINTANG ANAK TUHAN
Hanum, gadis hitam manis Nampak smart, energik & smile face. Dibesarkan di sebuah panti.
Oleh ibu Nurma, pemilik panti. Dia juga memiliki seorang sahabat (bisa juga disebut saudara), Wanda
namanya. Menginjak usia 20, Hanum bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran. Tak disangka,
disitulah dia menemukan jodohnya.
Agung : “aku tertarik kepadamu sejak kami makan disini. Mungkin aku brengsek, tapi aku jujur
dengan hatiku.”
Akhirnya mereka menikah disaat Hanum berusia 21 tahun, sedangkan Agung baru 25 tahun.
Walaupun mereka menikah tanpa restu dari orang tua Agung. Setahun kemudian mereka dianugrahi
seorang putri. Mereka memberi nama Bintang Maharani Agung. Karir Agung merosot sejak pisah dari
orang tuanya.
Agung : “jangan sok tau dengan urusan lelaki. Duduk manis dirumah. Rawat anak dengan baik.
Itu saja. Kurang apa lagi…?”
Hanum : “aku tetap tidak bisa diam. Kebutuhan kita makin banyak. Gambling mu terlalu besar.
Bisnis kecil namun real lebih baik kan…. Tidak terlalu capek mikirnya dan……”
(Agung pun pergi sebelum Hanum menyelesaikan pembicaraanya)
Ternyata agung adalah ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) yang mengubah total kehidupan Hanum
dengan Bintang selama ini. Yang ujung-ujungnya kepergian Agung untuk selama-lamanya. Kehidupan
mereka bertambah sulit setelah orang-orang menjauhinya. Akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal
di rumah Wanda.
Wanda : “hay, kenapa nggak masuk..?”
Hanum : (Lamunannya buyar setelah ditegur oleh wanda di depan pintu rumah wanda)
Wanda : “bagaimana bintang ? sudah dapat obatnya kan?”
Hanum : ”sudah”
Wanda : “rawatlah bintang dengan baik. Aku akan support kamu. Kalau butuh menebus obat
atau….”
Hanum : “terima kasih. Bantuan kamu selama ini sudah cukup banyak buat kami. Obat-obat dia
gratis aku dapat dari dokter Luhur. Semoga benar-benar bisa membuat kekebalan tubuh
bintang membaik. Paling tidak sel darah putihnya tidak tergerogoti virus itu. Entah
sampai kapan dia bisa bertahan.”
Wanda : “Han, tenang. Tuhan memberi cobaan sebatas kemampuan hamba-Nya .”
Hanum : “doakan aku bisa atasi ini ya.”
Wanda : “selalu Han. Masing-masing manusia punya kelebihan dan kekurangan yang harus
selalu disyukuri. Bagaimanapun kamu harus bersyukur dipercaya tuhan untuk
mengandung, melahirkan, merawat bintang. Kamu sempurna sebagai perempuan.
Sedangkan aku? Selain urusan bobot, bibit, bebet yang menyakitkan. Aku memutuskan
tidak menikah karena jelas rahimku sudah diangkat. Mana ada lelaki yang menikah tapi
jelas-jelas tak punya harapan kecil bisa mendapatkan anak dariku?”
Hanum : “yah aku begitu bersyukur atas itu. Semoga aku bias menjadi ibu yang baik bagi
bintang, meskipun mungkin dulu aku bukan istri yang baik bagi agung. Bintang segalanya
bagiku. Bagaimanapun agung tetap ayah bintang. Aku benar-benar tidak menyangka
akan begini.”
Wanda : “sudah, semua telah berlalu.”
“Yang penting sekarang bagaimana kamu bias merawat bintang dengan baik. Sementara
sebagai single fighter nggak papa. Toh ada aku. Kalau kamu ada apa-apa, aku siap bantu
kamu.”
Hanum : “terima kasih. Kamu sahabat terbaikku.”
Wanda : “kata orang, sahabat itu seperti sepasang mata. Berkedip, membuka, memejamkan
mata harus sama-sama berdua. Pesanku, sudah, jangan menyesali semua ini. Kalian
memang harus menjalaninya. Ini bukan salah siapa-siapa. Jangan mencari kenapa begini.
Nggak penting. Toh sudah terjadi kan.”
Hanum : “napa aku jadi perempuan pengeluh begini ya.?”
Wanda : “yah, ada saatnya memang kita begitu. Biar hati lega. Hanya janganlah keluhan kita
menjadi sandungan besar buat terus berjalan.”
Pagi hari bintang berjalan menuju luar rumah. Dilihatnya sebuah kepompong di pohon mawar.
Bintang : “Aduh….”
Jari bintang teretusuk duri saat ingin mengambil ranting itu. Lalu diambilnya kembali & dibawanya
masuk ke dalam kamar.
Bintang terbatuk dan keluar tetesan darah dari mulut mungilnya.
Bintang : “nggak apa-apa…”
Hanum : “ibu ambilkan air putih dulu. Kalau batuk, tumpahkan semua dahak yang ada.
Sayang…”
Lalu Hanum membawakanya air minum & diminumkannya kepada bintang.
Hanum : (membatin) “ya allah , aku tidak bias salahkan keadaan, menyesali semua, karena kadar
kekuatan hati manusia berbeda. Aku tak akan menambah beban berat hatiku dengan
terus mengingat kelemahanya kembali. Sakitku, sakit bintang bisa sembuh. Meski virus-
virus mematikan itu hanya bisa dibuat pingsan dengan obat yang setiap hari harus kami
minum tanpa boleh lupa. Itu semata buat menenangkan hati bintang & untuk menekan
rasa sakitku. Berusaha mengeleminir pikiran burukku. Yang kian hari kian menggerogoti-
ku. Aku menyadari ini akan meracuni jiwaku, yang seharusnya kuat setiap detik buat
menjaga bintang.”
Prang……………………………………
Lamunan hanum buyar saat kucing hitam masuk dari jendela dapur.
Hanum : “firasat apa ini ya allah??? Meskipun aku tahu. Anakku bukanlah anakku. Tapi yang
satu ini, aku begitu meminta-mu untukku. Hidupku hanya bersama dia. Ampunilah jika
ini salah…”
Saat sholat, hanum sering berdoa dan bertanya-bertanya sendiri. Hanum akhirnya berbicara pada
wanda. Apa yang ada di dalam hatinya paa malam itu.
Hanum : “kami akan segera pindah dari sini Wan…”
Wanda : (menghela nafas) “sudah dapat tempatnya? Kalau nggak kamu pindah ke rumahku saja.
Semua bisa diatur.”
Hanum : (menggelengkan kepala) “aku dapat kontrakan lebih murah, dekat rumah sakit. Rumah
kecil yang lumayan representative untuk kami. Ada tiga ruangan, dengan kamar mandi.
Di dalam dan berpagar keliling. Meski rumornya berhantu karena lama telah tidak
dihuni. Namun dengan ketenanganku beribadah, aku yakin makhluk yang derajatnya
jelas di bawah kita itu tidak akan mampu mengganggu kami Wan. Allah bersama kami.
Bagaimanapun kondisi rumah itu, disitulah kami akan membuka lembaran hidup baru
dengan sisa semangat yang ada. Allah ada di hatiku dan Bintang. Kami akan selalu dijaga,
dilindungi-nya, meskipun saat ini….................
Wanda : “bintang jadi keluar dari sekolah?”
Hanum : “iya.”
Wanda : “home scholling juga bagus. Keputusanmu tidak salah. Dulu para tokoh sejarah kita
juga menjalankan konsep itu. Ki Hajar Dewantoro, Buya Hamka. Dan ingat ibu adalah
guru pertama anak sejak dalam kandungan.”
Hanum : “semoga aku bisa menjadi guru yang baik bagi bintang. Meski minggu-minggu ini aku
masih hampir setiap hari ke yayasan, konsul serta cari referensi buat kesembuhan kami.
Tapi paling tidak aku kondisikan dulu kenyamanan bintang di rumah, home sweet home.
Aku coba arahkan ke sana sebelum aku benar-benar siap menjadi gurunya sejati.”
Wanda : “biasanya akan selalu ada pendamping dari yayasan kan?”
Hanum : “iya, sementara ini aku cukup konsul dengan dokter luhur saja. Karena sebenarnya hati
kecilku belum yakin benar dengan semua ini.”
Wanda : “ya, aku paham itu. Han, gimana kalau aku yang carikan guru buat bintang? Aku nanti
yang akan….”
Hanum : “terima kasih. Buat sementara, biar aku saja. Aku masih belum mau ada orang lain
yang menyentuh bintang. Bagiku saat ini dia kembali menjadi bayi mungil yang harus
aku rawat, jaga dan urus sendiri.”
Wanda : “yang jelas jika aku luang, aku akan kerumahmu bersama ibu. “
Hanum : “terimakasih Wan. Ibu sudah sehat?”
Wanda : “sudah, ibu hanya butuh istirahat saja. Dan kemarin banyak pikiran karena masalahku
saja. Lama-lama ibu mengerti juga keputusanku. Dan intinya kami hanya bias berusaha
dan berdoa. Semua sudah kita pasrahkan kepada allah. Jodoh, rejeki, kesehatan,
kehidupan dan kematian hanya milik-nya.”
Hanum : “yah . kematianku yang jelas diambang batas adalah milik-nya. Namun ku mohon.
Jangan dulu hal ini terjadi pada…............”
“Aku tidak ingin bintang dikucilkan teman-temannya, diasingkan, dijauhi, bahkan diolok-
olok. Dan dianggap monster yang sangat menakutkan. Aku tidak rela.”
Wanda : “sabar”
Hanum :” betapa makin menyakitkan hal itu. Mungkin teman-temanya tak apa-apa. Tapi para
orang tuanya sudah mulai protes ke sekolah, bahkan akan memberitahu dan melarang
anak-anaknya untuk berteman dengan bintang. Dan selain itu, biar aku bisa berlama-
lama dekat dengan dia. Waktu kami sudah diambang batas.”
Wanda : “SSSSST! DUH! Tolong, jangan pernah berpikikr begitu? Kasian bintang. Dia harus kamu
semangati. Siapa lagi kalau bukan kamu ibunya? Kamu harus janji ke aku. Tidak akan
memperlihatkan kesedihanmu ke bintang! Dia masih terlalu kecil untuk mengerti semua
ini.”
Hanum :“ya”
Wanda : “aku paham benar, ini sangat berat bagimu.”
“Sekarang sudah malam. Biar aku antar kamu sekalian mau jenguk boneka indiaku itu.
Yah, akupun mungkin tak bias sekuat kamu kalau ini menimpaku. dia terlalu cantik,
terlalu indah untuk hilang dari kita… tapi ingat, kata Kahlil Gibran, anak kita bukanlah
anak kita. “
Hanum : “andai bisa, sakitnya ingin kuganti, kupindahkan ke tubuhku seluruhnnya.”
Wanda : “sudahlah. Tuhan kalkulator terbaik. Hitunganya begitu tepat, meski kadang di mata
kita salah. Dia punya rencana lain yang tak pernah kita duga Han.”
Hanum : “semoga aku bisa menjadi hambanya yang selalu dicintai-nya dengan semua uji coba
lain.”
Wanda : “amin. Niatlah untuk memahami, mencintai milik kita dengan rela mengembalikan
titipan –nya itu kembali kepada-nya”
Hanum : “aku buru-buru. Kasian bintang sendirian di rumah.”
Wanda : “aku antar kamu pulang.”
Hanum : “nggak usah, bang sukron sudah menunggu aku di depan.”
Wanda : “ya sudah. Dia masih setia menjadi ojeker buatmu.”
Pagi ketiga hanum meninggalkan bintang untuk bekerja demi menghidupi mereka…
Bintang : “bu… ada telpon. Kok pintunya dikunci..?bu ada telpon dari dokter luhur…”
Hanum : “iya sayang. Tunggu”
Diangkatnya telepon dari dokter luhur. Lalu setelahnya berbicara dengan bintang
Hanum : “bintang sayang. Pagi ini kita ditunggu dokter luhur.dia mau periksa bintang lagi.”
Bintang : “bintang bisa sembuh kan ?”
Hanum : “iya sayang. Pasti.”
Bintang : “bu… maaf. Jangan marah ya..? bintang mau Tanya.”
Hanum : “kenapa sayang ?”
Bintang : “bintang sakit apa?”
Hanuma : “bintang hanya sakit batuk. Nanti juga pasti sembuh.”
Bintang : “tapi teman-teman bintang dulu sekolah kalau batuk pasti lekas sembuh, dan mereka
bisa terus sekolah. Kenapa bintang nggak boleh sekolah lagi?”
Hanum : “bintang sayang. Kenapa Tanya itu lagi? Kalau tiba saatnya, bintang juga akan sembuh
dan bisa sekolah lagi. Sementara sekolah dengan ibu di rumah ya…?”
Bintang : “gitu ya bu?”
Hanum : “sekarang kita ganti baju dulu. Dokter luhur sudah menunggu.”
Keesokaan harinya
Hanum : “bintang harus istirahat lama di rumah, nggak apa-apa ya sekolah di rumah dengan
ibu?”
Bintang : “ya, bu. Tapi bintang pasti sekolah lagi kan?”
Hanum : “ya sayang. Kamu harus sembuh .kamu bias sehat lagi.”
Bintang : “andai ayah masih hidup, ibu nggak akan capek merawat bintang dan mencari uang
setiap hari.”
Hanum :” sekarang kamu tidur dulu ya, kalau sudah nggak mau baca-baca lagi. Ibu harus
selesaikan jahitan ibu.”
“Besok ibu belikan DVD ensiklopedi, agar bisa nambah ilmu, dan DVD film anak-anak.
Biar kamu tambah pintar, tambah wawasan dan ilmu selain bias menghiburmu sayang.
Bintang jadi tidak sepi, tidak sendiri.”
Bintang : “ibu punya uang?”
Hanum : “bintang, ibu kan bekerja setiap hari. Menjahit dan memberi les. Ibu dapat uang untuk
itu.”
Bintang : “uang ibu banyak?”
“Nggak usah beli banyak-banyak. Nanti uang ibu habis.”
Di suatu pagi. Bintang selesai mandi dan berganti baju.
Bintang : “kalian harus makan. Biar sehat. Jangan sakit ya.!”
Sambil bintang memberikan makan kepada ikan-ikanya. Tiba-tiba ada suara gaduh anak-anak
Anak 1 : “nangis? Cengeng lu!”
Anak 2 : “udah jelek, kriwil, item gendut, rakus… males ah jadi teman kamu…!“
Anak 1 : “huuu….! Kasian deh lu…!“
Anak 3 : “ gedubrak….“
Anak 2 : “ huuuuu… cengeng… cemen lu! Yuk ah tinggalin aja! “
Anak 1,2,3 : “hhahahahahahaha“
Bintang : (bernyanyi) “kupu-kupu yang lucukemana engkau terbang,hilir mudik mencari, bunga-
bunga yang kembang. Berayun-ayun… pada tangkai yang lemah… tidakkah sayapmu…
merasa lelah…“
Ajeng begitu familiar dengan lagu itu, tapi tidak hafal. Anak yang menangis tadi sentak mencari asal
suara itu. Yang ternyata ada di balik dinding. Dia berusaha mencari benda yang bisa digunakanya untuk
memanjat, melihat pemilik suara itu. Dilihatnya bangku yang sudah tua dan goyah. Diambilnya &
diseretnya ke dinding. Lalu dia naik ke atasnya. Saat itu bintang kaget karena tiba-tiba muncul kepala
yang menatapnya.
Mereka menjerit bersama. Lalu ajeng terjatuh karena kaget. Sekarang bintang penasaran dan memanjat
dinding juga. Diambilnya tangga di depan pohon. Lalu dia naiki.
Bintang : “hey… siapa kamu? “
“Siapa namamu ? “
Ajeng : “kamu siapa? “
Bintang : “bintang, kamu? “
Ajeng : “ajeng. “
Bintang : “kenapa kamu memanjat tembok rumahku? “
Ajeng : (tanpa menjawab. Beranjak pergi dari tempatnya)
Bintang : “hey, kamu mau kemana? Kamu nggak sekolah? “
Ajeng : “sudah pulang sekolah. “
Bintang : “kakimu pasti sakit karena terjatuh lagi. Kamu mau jadi temanku? Nanti aku berikan
obat? “
Ajeng : (sedikit melongo) “tadi kamu bilang apa? “
Bintang : “apa kamu mau jadi temanku? Ibuku sering pergi. Aku sendirian, nggak ada teman. “
Ajeng : “benar kamu mau jadi temanku? “
Bintang : “iya. “
“Ya sudah . besok ketemu lagi, ya? “
Ajeng : “iyaa.. “ (setengah berteriak)
Tiba-tiba hanum dating
Hanum : “bintang… apa yang kamu lakukan, sayang? Kenapa kamu keluar kamar? Ayo turun…!
Besok-besok nggak boleh keluar kamar sayang. Kamu harus banyak istirahat. Kamu
harus istirahat dulu. “
Bintang : “bintang suddah sehat kok, bu. “
Hanum : “kata dokter belum, saying. Nanti kalau sudah sehat, bintang boleh main. “
Bintang : “bintang bisa sembuh ya? “
Hanum : “pasti sayang… “
Sepulang dari tempat praktek dokter Luhur
Hanum : ”Bintang! Jangan lari-lari sayang. Kamu masih sakit!”
Bintang : “Bintang sudah sembuh Bu...!
Hanum : “Jangan nakal Bintang. Ingat pesan dokter. Kamu tidak boleh banyak bergerak dulu.
Demamnya. Nanti kambuh lagi, sayang.”
Setelah membuka pintu, merekapun langsung masuk. Setelah itu
Hanum : “Bintang dirumah dulu ya. Jangan nakal. Ibu mau ambil obat di dokter Luhur. Tadi ibu
lupa...!”
Lalu bintang teringat sesuatu.
Bintang : “Ajeng! Ajeng!”
“Maaf ya. Aku terlambat soalnya tadi harus ke dokter dulu...”
Ajeng : “Sakit apa kamu?”
Bintang : “Iya, Cuma batuk aja. Sebentar juga akan sembuh lagi.”
Tiba-tiba Ajeng mengeluarkan sebuah majalah
Ajeng : “Ini buat kamu.”
Bintang : “Dari mana kamu dapat majalah ini?”
Ajeng : “Aku sesekali diberi hadiah oleh Mang Mansur, sebagai upah menjaga kios buku
loaknya saat dia istirahat salat dan tidur sebentar di siang hari. Katanya juga biar aku
lebih lancar membaca. Tapi aku malas!”
Bintang : “terima kasih ya.”
Ajeng : “Iya, kok kamu nggak sekolah?”
Bintang : “Nggak.”
Ajeng : “Kenapa?”
Bintang : “Aku sementara sekolah di rumah dulu, kata Ibu. Nanti kalau sudah sehat, baru
sekolahnya nggak di rumah lagi.”
Ajeng : (menggaruk-garuk kepala) “Memangnya ada orang sekolah di rumah? Terus gurunya
siapa, dong?”
Bintang : “ibuku. Kalau mau, kamu juga bisa sekola di rumahku. Kita bisa belajar sama-sama”
Ajeng : “kan aku udah sekolah.”
Bintang : “Kan bisa nambah pengetahuan kalau sore. Nggak usah bayar. Gratis! Asal kamu rajin
dan tidak nakal.”
Ajeng : “Aku kalau sore mengaji. Kamu nggak?”
Bintang : (menggelengkan kepala)
“Eh, umur kamu berapa sekarang? Kalau aku sekarang 8, sebulan lagi 9.”
Ajeng : “Aku 10 tahun”
Lalu mereka bengong sejenak
Bintang : “Kok bengong aja, sih. Tahu nggak, ayam tetanggaku dulu mati karena suka bengong.”
Ajeng : “Kok bisa?”
Bintang : “habis, itu ayam bengongnya diatas rel kereta api sih...”
Lalu mereka berdua cekikikan
Bintang : “Ajeng, kamu pasti kecapekan lama-lama berdiri di atas tangga itu. Ya sudahlah, kalau
Begitu besok kamu main aja ke rumahku. Kamu kesini lewat gerbang perumahan di
depan itu aja, ya. Kalau nggak tahu, kamu bisa tanyakan sama pak Satpam alamat
rumahku, jalan Bulan nomor 3. Ingat ya, jangan sampai lupa. Besok pagi aku tunggu.
(sambil menuruni tangga)
Ajeng : “Hati-hati Bintang. Mulai besok kita nggak usah naik tembok lagi. Besok aku ke
rumahmu lewat depan saja!”
lalu datang anak lain kemarin
Anak 2 : “Hei, gendut ngapain disitu?”
Anak 1 : “Mau nyolong, lu?”
Ajeng : “Siapa yang mau nyolong.”
Anak 2 : “Nah , lu ngapain panjat tembok rumah orang kalau bukan mau nyolong. Turun lu, ntar
gua sambit, tau rasa!”
Bintang : “hei... siapa itu yang bilang Ajeng mau nyolong! Dia bukan mau nyolong, dia malah
tolong gue. Awas ya, ntar elu semua yang gue sambit...!”
Kedua anak itu kabur setelah mendengar suara Bintang
Ajeng, Bintang : “Yessss”
Lalu Hanum datang, Bintang cepat-cepat kembali ke kamar, lalu tidur
Hanum : “Jangan bohong sayang. Bohong itu dosa....”
Bintang, Hanum: (tersenyum bersama)
Keesokan harinya
Hanum : “Halo, ya sayang, ada apa?
Bintang : “Bu... nggak usah beli nasi goreng pesanan Bintang. Bintang udah masak mi goreng.
Tadi keburu lapar. Tapi kalau Ibu pingin beli ya nggak papa. Udah ya, segera pulang ya.”
Hanum : “Bintang, tunggu dulu sayang.”
Tut... Tut... Tut...
Hanum : “Ibu akan bahagiakan kamu sayang. Ibu yakin bisa! Ibu ingin kamu bahagia dengan cara
Ibu. Semoga ini tidak terlambat.”
Lalu Hanum tiba di rumah
Hanum : “bintang! Di mana sayang? Bintang...!”
“Bintang! Bintang...!”
Dilihatnya Bintang sedang tertidur
Hanum : “Semoga beberapa buku ensiklopedi berguna untuk Bintang.”
Paginya
Bintang : “Bu, Bintang dapat kiriman boneka dari eyang putri.”
“Eyang belum bisa kesini katanya. Ibu mau baca suratnya? Ntar...”
“ya kan Bu? Eyang memang baik. Sayang sama kita.”
Keesokan harinya. Saat Bintang memberi makan ikan-ikannya
Bintang : “Plung... Plung...! Makan yang banyak... biar sehat!”
“Ibu Mu pergi kemana?”
Hanum : “Ibu mau ke rumah sakit sebentar ya, sayang.”
Bintang : “Mau konsultasi dengan dokter lagi ya, Bu?”
“kenapa Bintang nggak diajak?”
Hanum : “sayang... Ini kan hanya konsultasi saja. Ibu takut nanti Bintang nanti kecapekan. Kalau
konsultasi kan, harus lama.”
“Oh ya, temanmu itu sudah main ke sini? Siapa namanya? Maaf, Ibu lupa.”
Bintang : “Ajeng”
Hanum : “Ajeng yang memberimu majalah cemerlang ya??”
Bintang : “Iya. Dia sangat baik. Setiap hari mau menemani Bintang.”
Hanum : (memberikan segelas susu dan sepotong roti) “Diminum sayang. Jangan lupa rotinya
juga. Ibu pergi dulu ya. Sebentar kok. Oh ya semalam mie gorengnya enak lho. Terima
kasih ya. Tapi hari ini nggak usah masak mie goreng lagi ya. Nanti Ibu belikan capcay
kesukaan Bintang....”
Bintang : “Hati-hati bu...”
Hanum : “Ya, sayang...”
Sehari kemudian
Ajeng : “Bintang! Bintang!”
Bintang : “hay! Ajeng!”
“Ayo masuk.”
Hanum : “Aku kira kamu nggak ada di rumah. Kenapa nggak buka pintu, padahal dari tadi aku
panggil-panggil?”
Bintang : “Apa itu yang kamu pegang?”
Ajeng : “Ini untuk kamu.” (sambil memberikan majalah yang agak lusuh)
Bintang : “Terima kasih, ya.”
“Ayo masuk. Aku sudah bilang ibu, kalau kamu mau datang. Yang penting jangan
nakal....”
Mereka pun masuk kedalam
Bintang : “Ha...Ha...ha...hiks...”
Ajeng : “Ada apa sih?”
Bintang : “Hewan apa yang suka protes?”
“Ayo... Ayo jawab!”
Ajeng : “Hmmm apa ya? Gajah kali! Atau kucing..”
Bintang : “Yee asal aja! Salah.”
Ajeng : “Trus apa dong?”
Bintang : “Monyet.”
Ajeng : “Lho kok bisa monyet?”
Bintang : “Tuh kan bener, monyetnya protes.”
Ajeng : “Nggak lucu, ah.”
“Ayo sekarang tebak. Seekor katak mau menyebrang sebuah sungai yang panjang dan
luas. Harus berapa kalikah dia melompat?”
“Tahu nggak?”
Bintang : (menggelengkan kepala)
Ajeng : “Dua kali”
Bintang : “Kok bisa dua kali?”
Ajeng : “Iya... satu kali ketika dia melompat ke dalam sungai, berenang, dan satu kali ketika dia
melompat dari sungai ke darat.”
Bintang : “Yeeee...!”
Ajeng : “Aku pulang dulu, ya. Sebelum hujannya tambah besar. Cucianku nanti basah lagi.
Ibuku jam segini pasti masih di pasar.”
Bintang : “Emang nggak ada orang lain di rumah, selain ibumu?”
Ajeng : (menggeleng perlahan)
“udah ya. Besok aku kesini lagi.”
Bintang : “Sebaiknya kamu pulang nanti aja. Hujannya tambah besar, nanti kamu sakit.”
Ajeng : “Ah, nggak apa-apa. Badanku kuat kok, udah biasa.”
Bintang : “Kamu pakai payungku aja. Biar nggak basah..”
Keesokan harinya
Hanum : “Kamu hmmm Ajeng ya?”
Ajeng : “iya” (sedikit malu)
Hanum : “Nggak sekolah?”
Ajeng : “Kelasnya dipakai ujian kelas enam.”
Hanum : “Oh.. hmmm kamu mau main ke tempat Bintang ?”
Ajeng : “Hmmm iya? Hmmm Boleh?”
Hanum : (menganggukkan kepala) “Ajeng kamu bawa apa?”
Ajeng : “Donat tante, untuk Bintang.”
Hanum : “Jangan ajak Bintang main keluar rumah ya?!”