muhammadiyah sebagai gerakan politik (aik 3)

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Muhammadiyah sebagai gerakan politik (political movement) maksudnya adalah pergumulan dan keterlibatan muhammadiyah dikancah perpolitikan bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan hingga zaman sekarang ini. Sebagai gerakan islam mau tidak mau muhammadiyah harus terlibat dalam strategi-strategi perjuangan dan dakwah islam di tengah-tengah masyarakat yang terjajah dan pemerintah yang dianggap tidak islami. Di dalam sejarah, tokoh-tokoh muhammadiyah banyak terlibat dalam politik praktis. Sebagai contoh, K.H. Mas Mansur pernah menjadi tokoh SI dan mendirikan partai islam Indonesia (PII) dan diikuti oleh kader-kader lain erikutnya seperti Amin Rais. Namun demikian, mereka tidak pernah melibatkan muhammadiyah dalam perjuangan politik praktis, sehingga dalam sejarahnya muhammadiyah tidak pernah menjadi partai politik. Bentuk keterlibatan politik muhammadiyah sekarang ini adalah high politics, yakni lebih mengedepankan moral daripada sekedar memperoleh kekuasaan sebagaiman pada umumnya perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku low politics (politik praktis kepartaian). Lalu apa yang ingin didapatkan muhammadiyah dengan high politicsnya? 1

Upload: audria

Post on 08-Jan-2017

1.414 views

Category:

Spiritual


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muhammadiyah sebagai gerakan politik (political movement) maksudnya

adalah pergumulan dan keterlibatan muhammadiyah dikancah perpolitikan bangsa

Indonesia sejak zaman penjajahan hingga zaman sekarang ini. Sebagai gerakan islam

mau tidak mau muhammadiyah harus terlibat dalam strategi-strategi perjuangan dan

dakwah islam di tengah-tengah masyarakat yang terjajah dan pemerintah yang

dianggap tidak islami. Di dalam sejarah, tokoh-tokoh muhammadiyah banyak terlibat

dalam politik praktis. Sebagai contoh, K.H. Mas Mansur pernah menjadi tokoh SI

dan mendirikan partai islam Indonesia (PII) dan diikuti oleh kader-kader lain

erikutnya seperti Amin Rais. Namun demikian, mereka tidak pernah melibatkan

muhammadiyah dalam perjuangan politik praktis, sehingga dalam sejarahnya

muhammadiyah tidak pernah menjadi partai politik.

Bentuk keterlibatan politik muhammadiyah sekarang ini adalah high politics,

yakni lebih mengedepankan moral daripada sekedar memperoleh kekuasaan

sebagaiman pada umumnya perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku low

politics (politik praktis kepartaian). Lalu apa yang ingin didapatkan muhammadiyah

dengan high politicsnya? Berpolitik tentu ada tujuan sebagaiman yang dikatakan

sebagai Harold Laswell mengenai pengertian politik,” who gets what, when and

how” politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana.

Muhammadiyah bukanlah organisasi yang mempunyai kepentingan yang berkaitan

dengan “aspiring for power”, apakah itu untuk menduduki jabatan dalam bidang

eksekutif, misalnya presiden, wakil presiden dan mentri, ataupun dalam jabatan

dibidang legislative, apakah anggota DPR apalagi menjadi ketua dan wakil ketua di

lembaga tersebut. Kalau ada “orang-orang” muhammadiyah yang menghendakinya

maka itu merupakan urusan pribadinya karena muhammadoyah tidak akan

merekomendasikannya, namun juga tidak akan melarangnya. Akan tetapi kalau yang

bersangkutan membawa nama muhammadiyah, tentusaja muhammadiyah

menentangnya.

1

Page 2: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

Sekalipun demikian, muhammadiyah mempunyai kepentingan yang sangat

besar agar supaya bagaiman mereka yang berada dalam kekuasaan (those who are in

power) menjalankan kekuasaannya dengan sebaik-baiknya, dengan memperhatikan

nilai-nilai moral, memegang amanah kedudukan dan jabatannya. Muhammadiyah

akan berusaha dalam batas kemampuan yang ada untuk “mengingatkan” mereka

yang memiliki kedudukan dalam jabatan untuk tidak menyalahgunakan kedudukan

dan jabatannya. Itulah yang secara popular di kalangan islam kita mengenalnya

dengan “amar ma’ruf nahi munkar”. Dan inilah yang sebenarnya disebut dengan

Amin Rais sebagai high politics.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari politik?

2. Bagaimana pergumulan Muhammadiyah dalam berpolitik?

3. Bagaimana perkembangan politik Muhammadiyah?

4. Apa landasan operasional politik Muhammadiyah?

5. Bagaimana high politics dan politics?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk memberikan pemahaman tentang islam dan Muhammadiyah sebagai

gerakan Islam, untuk lebih memahami dan mengetahui bagaimana peran dan

perkembangan muhammadiyah dalam berpolik, serta apa saja yang menjadi landasan

operasional politik muhammadiyah.

2

Page 3: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Politik

Politik (“siasah”-bahasa arab; “politics”-bahas inggris) memiliki pengertian

yang sangat luas. Kata “politik” mengundang kontroversi terutama bagi mereka yang

tidak memahaminya.Akan tetapi apakah itu politik? Mungkin ada baiknya

diungkapkan mengenai apa makna politik. Ilmuan politik yang sanagat terkenal,

David Easton, menyatakn “politik” tidak lain daripada bagaiman mengalokasikan

sejumlah nilai secara otoritatif bagi sebuah masyarakat “authoratitative allocation of

values for a society”.

Artinya dalam kehidupan sehari-hari ada sejumlah nilai yang selalu dicari,

dikejar-kejar, dan tentu saja dipertaruhkan orang dalam hidup bermasyarakat serta

bernegara. Nilai-nilai tersebut tentu saja merupakan sesuatu yang sanagat berharga

atau bermakna dalam kehidupan sehingga orang dapat melakukan apa saja untuk

memperolehnya. Apakah nilai-nilai tersebut? Seorang ahli ilmu politik lainnya, Karl

W. Deutsch, mengelompokkan nilai-nilai tersebut dalam delapan kategori, termasuk

didalamnya kekuasaan, kekayaan, kehormatan, kesehatan, kesejahteraan

(enlightment), kebebasan, keamanan, dan lain-lainnya. Nilai-nilai tersebut

dialokasikan secara otoritatif, artinya sekali diputuskan oleh Negara bagaimana

mengalokasikannya, maka akan mengikat (binding) semua pihak yang

berkepentingan dengan nilai-nilai tersebut, sehingga negara memiliki hak untuk

memberikan paksaan fisik agar orang tunduk dan patuh terhadap keputusan yang

mengikat dalam rangka alokasi nilai tersebut.

Di dalam konteks masyarakat Indonesia sering terjadi kesenjangan antara ilmu

politik yang dipelajari dengan politik-politik yang terjadi. Ilmu politik adalah ilmu

social yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari Negara sejauh Negara

merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat tujuan dari gejala-gejala kekuasaan

lain yang resmi, yang dapat mempengaruhi Negara. Di dalam praktiknya, pengrtian

politik menjadi deterministic yakni segara urusan dan tindakan (kebijaksannan,

siasat, dan sebagainya) mengenai pengertian sesuatu Negara atau terhadap Negara

3

Page 4: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah

disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik. Segala aktivitas atau sikap yang

berhubungan dengan kekuasaan dan bermaksud mempengaruhi, dengan jalan

mengubah atau mempetahankan suatu macam bentuk susunan masyarakat. Pada

umumnya dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu

system politik atau Negara yang bekenan dengan proses menentukan tujuan-tujuan

dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Dengan demikan maka seringkalai persoalan politik adalah persoalan

bagaimana menerapkan dan menfsirkan konsep-konsep atau teori-teori politik

terhadap fenomena di masyarakat yang mendekati kebenaran. Atas dasar itu maka di

dalam menjalankan politik akan tergantung pada perspektif dan paradigma apa yang

dipakai. Di dalam konsep islam, politik memiliki banyak arti antara lain; kegiatan

mendidik, memimpin, mengurus, menjaga kepentingan, menyuruh melakukan

kebaikan, menjalankan tugas dan sebaginya. Semua itu bertujuan untuk

mendatangkan kebaikan dan manfaat kepada masyarakat.

2.2 Pergumulan Muhammadiyah Dalam Berpolitik

Sejak berdirinya tahun 1912, muhammadiyah bukan partai politik, meskipun

pendirinya, Ahmad Dahlan (1868-1923), mengenal dari dekat tokoh-tokoh politik

indoesia seperti dr. Wahidin Sudirohusodo, pendiri budi utomo (Ahmad Dahlan

pernah menjadi anggota dan penasehat budi utomo), H. Samanhudi, H.O.S.

Cokroaminoto dan H. Agus Salimketiganya pendiri dan pemuka syarikat islam (SI)

(Ahmad Dahlan pernah menjadi anggota dan penasehat SI). Ketika H.O.S.

Cokroaminoto mengadakan kongres islam di Cirebon pada tahun 1921,

muhammadiyah ikut membantu penyelenggaraannya. Bahkan dalam kongres

tersebut, Ahmad Dahlan menyampaikan prasaran tentang pembaharuan pemikiran

islam dan konsep pendidikan islam.

Mas Mansur, tokoh puncak muhammadiyah (1937-43), juga pernah menjadi

anggota dan penasehat SI pada tahun 1915, selesai studinya dari timur tengah. Pada

tahun 1925, Mas Mansur sebagai tokoh muhammadiyah sekaligus sebagai tokoh SI,

H.O.S. Cokroaminoto , sebagai tokoh puncak SI, menjadi delegasi resmi Indonesia

yang menghadiri kongres dunia islam tentang khilafah islam di mekkah . Namun

4

Page 5: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

setahun kemudian, pada 1926, SI mengeluarkan disiplin partai yang melarang

keanggotaan rangkap, dan muhammadiyah terkena disiplin partai ini, termasuk Mas

Mansur.

Ketika partai syarikat islam melakukan politik hijrah atau noncooperation

dengan pemerintah Hindia-Belanda muhammmadiyah menyadari sustu keharusan

adanya politik tidak hijrah atau cooperation. Oleh karena itu melalui Mas Mansur

dan Wiwoho, muhammadiyah mendirikan partai islam Indonesia PII pada tahun

1938, meskipun sebelumnya Mas Mansur menemui pemimpin partai SI agar

disiplin partai yang dikenakan kepada muhammadiyah bis adicabut. Namun harapan

muhammadiyah tidak terwujud. Jika terwujud keadaannya akan lain;

muhammmadiyah akan memperioritaskan saluran politiknya pada SI.

Setahun sebelumnya, pada September 1037, telah berdiri lembaga

permusyawaratan islam Indonesia bernama majelis A’la islam Indonesia (MIAI)

yang diprakarsai tokoh islam “empat serangkai”; Mas Mansur (Muhammadiyah),

Wiwoho Wondoamiseno (SI) Ahmad Dahlan dan Abdul Wahab (NU). Peleksanaan

lembaga ini diserahkan kepada tokoh “empat serangkai” tersebut. Di lembaga ini

bertemu berbagai organisasi islam, yang tercemin saat organisasi ini berdiri, yaitu

muhammadiyah, SI, Persatuan Islam, Al-Itsyad (Surabaya), Hidayatul Islamiyah

(Banyuwangi), dan Khairiyah (Surabaya).

Data sejarah di atas menunjukkan peran dan kontribusi aktif muhammadiyah

dalam perjuangan politik.Dan ini merupakan bagian dari perjuangan muhammadiyah

untuk mewujudkan cita-citanya muhammadiyah menyalurkan perjuangan politik

pada partai politik islam, tanpa harus menjadikan muhammadiyah sebagai partai

politik. Perjuangan politik ini dilakukan dengan melibatkan seluruh ekuatan umat

islam dengan satu tujuan, yaitu kemenangan islam. Dengan kata lain, perjuangan

politik bagi muhammadiyah didasarkan pada dua prinsip. Pertama, muhammadiyah

memerlukan aspirasi politik dan ini dilakukan di luar organiasi muhammadiyah.

Kedua, penyaluuran kemenangan islam dan umatnya secar keseluruhan. Karen aitu,

upanya untuk melibatkan dan memperdayajkan seluruh kekuatan umat islam

merupakan suatu keniscayaan.

Dua prinsip inilah yang dipegang teguh muhammadiyah ketika bersam tokoh-

tokoh islam lainnya mempelopori berdirinya partai majelis syura muslimin Indonesia

5

Page 6: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

(Masyumi) pada 7-8 nopember 1945, di madrasah muallimin muhammdiyah

Yogyakarta. Saat pembentukan partai masyumi ini, ada pengakuan bahwa

muhammadiyah memerlukan saluran aspirasi dan perjuangan politik islam bagi

seluruh organisasi islam Indonesia. Meskipun demikian, pada 1947 SI keluar dari

masyumi, dan pada 1952 Nahdatul Ulama (NU) mengikutinya.

2.3 Perkembangan Politik Muhammadiyah

Tidak seperti halnya dengan Nahdatul Ulama (NU) , muhammadiyah

merupakan persyarikatan yang tidak pernah terlibat langsung dengan politik praktis.

Kalau NU pernah menjadi partai politik yakni partai NU (1955), maka

muhammadiyah tidak ernah mengakaminya, kecuali sempat melakukan “pernikahan”

dengan parpol. Persyarikatan yang didirikan di kampong kauman, Yogyakarta pada

18 november 1912 atau bertepatan dengan 8dzulhijah 1330 hijriah itu pernah

melakukan “pernikahan resmi” dengan parpol ketika menjadi anggota istimewa dari

masyumi.

Namun, gerakan islam modernis yang diirikan KH Ahmad Dahlan atau

Muhammad Darwis itu juga pernah melakukan “pernikahan siri” dengan parpol

ketika pendiri armusi (tanwir ponorogo). Selain itu, muhammadiyah pernah

melakukan “nikah mut’ah (kontrak)” ketika sebagaian pengurusnya terlibat dalam

pendirian PAN, tapi akhirnya ditinggalkan parpol bentukan Amin Rais itu. Model

paling akhir justru bukan “pernikahan”, melainkan “perceraian” organisasi

pemurnian dan pembaruan islam itu dengan parpol sebagaiman dirumuskan

dalamTanwir Denpasar (2001).

Relasi muhammadiyah dengan parpol itu sebenarnya sudah cukup jelas,

karena muhammadiyah secara historis tidak boleh berpolitik praktis. Muhammadiyah

sebagai gerakan dakwah itu mencangkup seluruh bidang kehidupan, ermasuk politik.

Politik dan partai politik itu berbeda. Sejak sidang tanwir di Denpasar pada tahun

2001, muhammadiyah bertekad mengintensifkan politikkebagsaan, sehingga

muhammadiyah tetap terlibat dalam politik.

Secara historis, politik yang melekat pada muhammadiyah adalah politik

kebangsaan yang sering disebut dengan politik “amar ma’ruf nahi munkar”

(mengajak ke kebaikan dan mencegah kemungkaran). Bahkan, para pemimpin

6

Page 7: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

terdahulu di muhammadiyah sangat akif berpolitik seperti KH Ahmad Dahlan di budi

utomo atau KH Mas Mansur dalam BPUPKI. Artinya, muhammadiyah itu tidak

segan-segan menjadi pengeritik paling depan jika pemerintah bertindak salah, tapi

muhammadiyah juga menjadi pendukung terdepan jika pemerintah memang benar.

2.4 Landasan Operasional Politik Muhammadiyah

Secara normatif, gerak perjuangan Muhammdiyah dijelaskan dalam

Muqqodimmah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian

Muhammadiyah,Matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah (MKCH)

bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.

Sementara secara operasional, bahwa muhammadiyah memilih lahan dakwah

dibidang kemasyarakatan ditegaskan dalam khittah(garis) perjuangan

diantarannya ;Khittah Ponorogo 1969, khittah Surabaya 1978, khittah Denpasar

2002. Berikut ini adalah kutipan panjang tentang khittah perjuangan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara.

Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara

merupakan salah satu aspek dari ajaran islam dalam urusan keduniawian (al-umur

ad-dunyawiyat ) yang harus selalu dimotivasi,dijiwai da dibingkai oleh nilai-nilai

luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang

positif dari seluruh warga muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik dari

seluruh warga muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya

kehidupan berbangsa dan bernegara.

Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun

kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan plitik maupun melalui

pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak

diperlukan untuk membangun kehidupan dimana nilai-nilai ilahiah melandasi dan

tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan,

perdamaian , ketertiban ,kkebersamaan dan keadaban untuk terwujudnya “ Baldatun

thayyibatun wa rabbun Ghafur”.

Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupa berbangsa dan bernegara

melalui usaha-usaha pembinaan atau perbedayaaan masyarakat guna terwujudnya

masyarakat yang madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan

7

Page 8: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya.

Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai

proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahab akan ditempuh melalui pendekatan-

pendekatan secara tepat dan kebijakan sesuai prinsp-prinsip perjuangan kelompok

kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara demokratis.

Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang besifat

praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics ) untuk dijalankan oleh partai-

partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya

menuju terciptannya sistem politik yang demikratis dan berkeadaban sesuai dengan

cita-cita luhur bangsa dan negara . dalam hal ini nperjuangan politik yang dilakukan

oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengendepankan

kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi

semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik indinesia yang

diproklamasikan tahun 1945.

Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari

dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dengan jalan mempengaruhi proses dan

kebajiakan negara agar tetap berjalan dengan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita

luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan

berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional

yang damai dan beradaban.

Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris

dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapin.Muhammadiyah

senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan

menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi mungkar demi

tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.

Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota persyarikatan

untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politiksesuai hati urani masing-

masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggung jawab sebagai

warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis ,sejalan dengan misi dan

kepentingan muhammmadiyah demi kemaslahatan baangsa dan negara.

1. Kebebasan Beraspurasi dalam politik praktis

8

Page 9: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotannya yang aktif dalam

politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara

sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), dan

perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya

memperjuangkan misi persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar

ma’ruf nahi mungkar. Setiap anggota dbebaskan menyalurkan aspirasi

politiknya kepada salah satu partai,politik yang dipandang dapat menyarakan

misi islam untuk menegakkan keadilan sesuai dengan primsip-prinsip ajaran

islam.

2. Metamorfose sikap politik muhammadiyah

a. Tahun 1912 – 1926, muhammmadiyah dinyatakan buakn sebagai

organisasi politik, meskipun bvanyak anggota muhammadiyah yang

menjadi anggota aktif dalam organisasi budi utomo, sarikat islam, partai

sarikat islam indonesia.

b. Tahun 1927-1938, muhammadiyah memantapkan diri sebagai organisasi

islam dan amal. Anggota muhammadiyah yang memasuki partai sarikat

islam indonesia (PSII) terkena disiplin organisasi tidak boleh merangkap

keanggotaan dengan muhammadiyah.

c. Tahun 1938-1942, pada tahun 1923 para pemuka joung islami ten bond

(JIB) dan para anggota muhammadiyah berhasil mendirikan partai islam

indonesia (PII), tetapi muhammadiyah sebagai organisasi tetap tidak

menetapkan secara resmi terhadap eksistensi partai itu.

d. Tahun 1942 – 1945, muhammadiyah bersama dengan organisasi –

organisasi islam mendirikan majelis islam akla indonesia (MIAI) dan

muhammadiyah sebagai organisasi, tetap tidak merupakan bagian dari

majelis ini.

e. Tahun 1945 – 1960, pada tahun 1945 MIAI berubah menjadi majelis

syuro muslimin indonesia (masyumi) dan muhammadiyah sebagai

anggota istimewa dan dinyatakan sebagai bagian struktural dari partai itu.

Pada tahun 1950, muhammadiyah tidak lagi menjadi anggota istimewa

masyumi.

9

Page 10: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

f. Tahun 1960 – 1965, muhammadiyah dalam posisi yang sulit sebab situasi

politik kenegaraan yang semakin panas, dan dominasi kekuatan komunis

sangat menentukan.

g. Tahun 1965 – 1971, muhammadiyah dinyatakan oleh pemerintah sebagai

organisasi masyarakat atau ormas yang berfungsi sebagai politik real.

Artinya muhammadiyah berhak mempunyai wakil-wakil dalam legislatif.

Pada periode ini ada usaha dari orang islam yang aspirasi politiknya

belum tertampung dalam partai politik yang ada. Akhirnya menetapkan

membentuk partai muslimin indonesia meskipun muhammadiyah masih

tetap memiliki independentsinya.

h. Tahun 1971 – sekarang, dalam bidang politik muhammadiyah berusaha

sesuai dengan hittah (garis) perjuangannya dengan dakwah amar makruf

nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar – benarnya,

muhammadiyah harus dapat membuktikan baik secara teoritis konseptual,

secara operasional, secara real bahwa ajaran islam mampu mengatur

masyarakat dalam negara republik indonesia yang berpancasila dan UUD

1945 menjadi masyarakat yang adil makmur serta sejahtera.

3. Moral Politik Muhammadiyah

Pemahaman terbalik(mafhum mukhalafah) dari diusungkannya materi

diatas dengan penekana pada dua khittah meskipuan sebenarnya masih ada

khittah surabaya 1978 yang perlu diusung seakan ingin mengamini bahwa

swlama ini muhammmadiyah memang belum atau tidak serius berjalan diatas

rel khittahnya yaitu sebagai ormas keagamaan. Selama ini ,muhammadiyah

kerap membuat putusan yang secara sadar atau tidak telah menyeret

muhammadiyah pada kubangan politik praktis . karena itu, tidak heran bila

selama perjalanan sejarahnya muhammmadiyah lebih banyak bersinggungan

dengan politik praktis.

Dua khittah ujung pandang dan denpasar sama-sama menegaskan

netralitas muhammadiyah terhadap kekuatan politik mana pun. Hanya yang

membedakan ,sebagai “khittah trasisi” ,khittah ujung pandang masih

belum,bisa membebaskan dari kungkungan khittah ponorogo,1969 yang

10

Page 11: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

nuansa politiknya lebih kuat , sehingga masih menyebut kata parmosi “untuk

lebih memantapkan muhammmadiyah sebagai gerakan dakwah islam setelah

pemilu 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi minkar secara

konstruktif dan positif terhadap parmusi seperti halnya terhadap partai-partai

politik dan oraganisasi-organisasi lainnya”(point 3). Bila dikaji dalama

konteks jamannya ,keluarnya rumusan khittah tersebut menarik untuk

dikritik,khittah ujung pandang misalnya selepas munculnya “kebijakan

politik” berupa khittah ponorogo yang begitu partisan .

Setelah menyadari bahwa selain khittah ponorogo tidak membawa

maslahah yang bertentangan dengan jati diri muhammmadiyah, juga realitas

politik saat itu yang mulai tidak kondusif lantaran negara militer mulai tampil

serba dominan melalui golkar dan juga pelaksanaan pemilu 1971 yqng sarat

dengan kecurangan ,keluarlah khittah ujung pandang yang menegaskan

netralitas politik muhammadiyah.

Begitu juga khittah denpasar diputuskan selepas muhammadiyah melalui

tanwir semarang 1998,memberikan rekomendasi dukungan atas berdirinnya

partai amanat nasional(PAN). Kerika PAN dinilai juga tidak membawa

maslahah,bahkan cenderung membebani ,karena muhammmadiyah selalu

saja diidentifikasika dan dikaitkan dengan PAN muhammadiyah pun

mengeluarkan rumusan khittah denpasar.

Varian politik keluarnya rumusan khittah ponorogo,khittah ujung

pandang,khittah surabaya,khittah denpasar dan muhammmadiyah yang

ambigu,juga menegaskan adannya tarik menarik dan terfragmentasiinya sikap

politikwarga muhammadiyah. Dan bila berkaca pada doktrin mainstream

dikalangan umat islam bahwa islam terfragmentasinnya sikap politik warga

muhammmadiyah cukup bisa dipahami. Apalagi ,sejarah muhammmadiyah

juga menunjukkan dominasi dalam relasinnya dengan politik.

Dominasi relasi ini setidaknya tergambar dari kedekatan KH Ahmad

Dahlan dengan Budi Utomo dan PSII . relasi i i boleh dikatakan sebagai titik

awal muhammadiyah bersinggungan dengan politik. Ketika dikomandoi KH

Mas Mansyur ,wajah politi muhammadiyah bahkan begitu dominan. KH Mas

Mansur misalnya,menjadi oenggagas berdirinnya oartai islam Indonesia

11

Page 12: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

(PII),penggagas lahirnya MIAI dan Masyumi. Pasca orde lama ,ketika upaya

rehabilitas Masyumi gagal,Muhammmadiyah juga oenggagas lahirnya

parmusi.

Sewaktu rezim orde baru menerapkan kebijakan depolitisasi partai

politik,Muhammadiyah yang terpresentasikan lewat parmusi (MI) memfusi

ke dalam PPP . melalui rekomendasi Tanwir semarang 1998,Muhammadiyah

juga ikut membudani lahirnya PAN . Tahun 2004 melalui Tanwir Mataram ,

Muhammadiyah mengeluarkan rumusan politik yang cenderung vis a vis

khittah denpasar yang memberikan ‘lampu hijau” kepada AMM untuk

mengkaji kemungkinan berdirinnya partai baru. Keputusan Tanwir ini

kemuduan disikapi ditafsiri secara kritis oleh eksponen AMM dengan

mendirikan partai matahari bangsa (PMB).

2.5 High Politics and low Politics

Paparan diatas menggambarkan bahwa kebijakan politik muhammmadiyah

tampak sangat dipengaruhi situasi praksis-politik (low politics) yang melingkupinnya

ketimbang idealitas politik muhammmadiyah (high politics). Dengan

begitu ,mengesankan tidak konsisitennya sikap dan posisi politik muhammdiyah.

Sebagai ormas keagamaan, muhammadiyah tidak seharusya terlibat pada wilayah

politik praktis. Meski begitu, sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi minkar,

muhammmadiyah juga tidak semestinya emoh pada politik. Hanya, politik yang

dimaksud adalah sebagaimana diamanatkan khitah Denpasar yang berwajah high

politics.

Sesunggguhnya yang dimaksud atau terjemahan yang tepat bagi high politics

bukan politik tinggi,tetapi politik yamg luhur, adiluhur dan berdimensi moral etis.

Sedangkan low politics bukan berarti politik remdah, tetapi politik yang terlalu

praktis dan seringkali cenderung nista. Bila sebuah organisasi menunjukkan sikap

yang tegas terhadap korupsi, mengajak luas untuk terus menggelinding proses

demokratisasi dan keterbukaan, maka organisasi tersebut sedang memainkan high

politics.

Sebaliknya ,bila sebuah organisasi melakukan geraka dan manuver politik

untuk memperebutkan kursi DPR, minta bagian dilebaga eksekutuf, membuat

12

Page 13: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

kelompok penekan, membangun lobi serta berkasak-kusuk untuk mempertahankan

atau memeperluas vested interests, maka organisasi tersebut sedang melakukan

lowpolitocs. Ungkapan yang, mengatakan bahwa muhammmadiyah tidak ikut

bermain politiks praktis perlu diterjemahkan dalam konteks itu. Sampai kapanpun,

muhammadiyah tidak pernah terjun kedalam kancah power politics yang dapat

membahayakan kelangsungan hidupnya. Bermain langsung atau sekedar menjadi

pion kekuatan-kekuatan eksternal dalam gelanggang poltiks praktis, tidak pernah

terbayamgkan dalam pikiran muhammmadiyah.

Dengan mengambil posisi politis organisators, kedepan sudah semestinnya

muhammadiyah tidak lagi membuat putusan sejenis khittah ponorogo ,tanwir

semarang , dan tanwir makasar 2003 yang begitu partisan,termasuk sidang pleno

2004 yang mendukung “kader terbaik” amien rais sebagai calon presiden atau juga

surat keputusan seperti SK 149 tentang kebijakan mengenai konsolidasi organisasi

dan amal usaha muhammmadiyah, yang beberapa pointnya cenderung tidak

proporsional.

Dalam SK tersebut misalnya, sampai menyebut nama partai keadilan sejahtera

(PKS). Meski cukup bisa memahami konteks keluarnya SK tersebut, penyebutan

nama PKS cenderung bertentangan dengan semangat khittah unung pandang,dan

khittah denpasar,dalam SK tersebut juga ditegaskan kembali keputusan muktamar

muhammadiyah malang 2005 yang” menolak upaya-upaya mendirikan partai yang

emnggunakan nama.atau simbol- simbol persyarikatan muhammmadiyah “.yang

tidak semestinnya dikeluarkan menjadi ketetapan forum seperti muktamar

Andaikan SK tersebut dibuat sebelum berdirinnya PAN pada 1998 atau tidakk

disaat teman-teman PMB sedang menyosialisaikan partai barunnya,dua partai ini

sama-sama menggunakan simbol matahari ,tentu tidak terlalu menjadi persoalan.

Alih-alih mencoba mengambil posisi netral politik,dengan keluarnya SK Tersebut

justru menunjukkan sikap keberpihakan muhammmadiyah dan cenderung tidak

proporsional. Bila muhammadiyah secara serius ingin melakukan “pertaubatan

politik” dengan tidak lagi menyeret muhammmadiyah pada wilayah politik

praktis,segala sikap dan posisi politik muhammmadiyah harus sejalan dengan segala

sikap dan posisi poltik muhammmadiyah harus sejalan dengan semangat khittah

ujung pandang dan khittah denpasar.

13

Page 14: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Muhammadiyah sebagai gerakan politik lebih mengedepankan moral

daripada sekedar memperoleh kekuasaan sebagaimana pada umumnya

perjuangan yang dilakukan oleh pelaku-pelaku politik praktis kepartaian.

Dalam arti islam politik merupakan kegiatan untuk mendidik, memimpin,

mengurus, menjaga kepentingan, menyuruh melakukan kebaikan,

menjalankan tugas dengan dasar konsep islam.

Perkembangan politik muhammadiyah tidak melibatkan langsung dengan

politik praktis.

High politics bukan bermaksud politik tinggi, namun politik yang berbudi

luhur, adiluhung dan berdimensi moral etis. Sedangkan low politics bukan

berarti politik rendah namun politik yang cenderung terlalu praktis dan

seringkali cenderung nista.

14

Page 15: Muhammadiyah Sebagai Gerakan Politik (AIK 3)

DAFTAR PUSTAKA

Widiagdo, Bambang, Prof.Dr.MM. 2012. AIK 3 KEMUHAMMADIYAHAN. Umm

Press: Malang.

https://www.google.co.id/?

gws_rd=cr,ssl&ei=1vxWVquFIceZuQSo96SIDg#q=makalah+muhammadiyah+seba

gai+gerakan+politik+

15