moluskum kontagiosum awal

Upload: nur-hikmah-kusuma

Post on 11-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

moluskum kontagiosum berupa penyakit yang disebabkan oleh coxvirus

TRANSCRIPT

MOLUSKUM KONTAGIOSUM

A. PENDAHULUANMoluskum kontagiosum (MK) merupakan penyakit yang ringan namun dapat berkembang menjadi penyakit infeksi virus yang menjadi masalah pada anak-anak. Karakteristik penyakit ini yaitu permukaan halus, papul berbentuk kubah yang biasanya disertai eritem (dermatitis moluskum). Pasien dan keluargannya merasa terganggu oleh lamanya perjalanan penyakit ini sebab penyakit ini bisa bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Moluskum kontagiosum ini perlu diperhatikan pada individu dengan imunokompromais dan dermatitis atopik, dimana masa infeksi menjadi lebih ekstrim. Penyakit ini menular melalui hubungan seksual bagi orang dewasa namun tidak bagi anak-anak.[1] Infeksi melalui seksual bagi anak-anak bisa saja terjadi pada kasus-kasus pelecehan seksual. Meskipun penyebarannya luas, moluskum kontagiosum biasanya terlihat di daerah genital, perineal dan seluruh tubuh pada anak-anak, dan pada kasus-kasus pelecehan biasanya tidak nampak kecuali ditemukan lesi yang mencurigakan.[2]

B. DEFINISIMoluskum kontagiosum (MK) adalah penyakit yang disebabkan oleh poxvirus dari genus virus Molluscipox dan ditandai dengan papula umbilikasi dengan ukuran 1 sampai 3 mm. Moluskum kontagiosum ditandai oleh beberapa papula atau nodul umbilikasi disebabkan oleh moluskum kontagiosum virus. Penyakit ini lebih umum di anak-anak sampai 5 tahun. Moluskum kontagiosum , disebabkan oleh virus dari kelompok poxvirus DNA, adalah infeksi kulit jinak yang mempengaruhi anak-anak dan dewasa muda di seluruh dunia. Moluskum kontagiosum sering pada pasien immunokompromais, dan prevalensi infeksi moluskum kontagiosum di antara pasien terinfeksi HIV berkisar antara 5% sampai 18%. Karena infeksi terbatas pada epidermis kebanyakan lesi regresi spontan dalam waktu 9 sampai 12 bulan.[3]

C. EPIDEMIOLOGITiga kelompok utama yang terkena adalah: anak-anak, dewasa yang aktif secara seksual, dan orang-orang dengan imunosupresi, terutama mereka yang terinfeksi HIV.[1] Prevalensi infeksi MK telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade ini, tercatat peningkatan 11 kali lipat pasien datang dengan infeksi ini dalam 2 dekade. Peningkatan ini terjadi pada seluruh jumlah penyakit melalui hubungan seksual. Rata-rata variasi berdasarkan lokasi dan diperkirakan infeksi sub-klinis lebih umum terjadi daripada klinis. Pasien yang terinfeksi human immunodeficiency virus memiliki resiko tinggi terkena infeksi yang lama, dan pasien yang memiliki riwayat atopi dapat memiliki lesi yang lebih banyak dan masa infeksi yang lama.[1]Moluskum kontagiosum terjadi di seluruh dunia tetapi jauh lebih sering di wilayah geografis tertentu dengan iklim panas, seperti Fiji , Kongo, dan Papua Nugini. Infeksi jarang terjadi pada anak di bawah usia satu tahun, dan biasanya terjadi pada kelompok umur 2-5 tahun. Usia kejadian puncak dilaporkan antara usia 2 dan 3 tahun di Fiji, dan antara 1 dan 4 tahun di Kongo (dulu Zaire). Di Papua Nugini tingkat serangan tahunan untuk anak di bawah usia 10 tahun adalah 6%.[4]Transmisi dapat terjadi melalui kontak kulit atau kontak membrana mukosa, atau melalui hubungan seksual. Pemakaian handuk mandi, kolam renang dan bak mandi bersama telah dilaporkan sebagai sumber infeksi, dan individu-individu yang terlibat olahraga yang mengharuskan kontak jarak dekat. (contoh: gulat) juga bisa menjadi resiko tinggi. Autoinokulasi juga memainkan peranan penting pada penyebaran lesi.[1]

D. ETIOLOGIMoluskum kontagiosum disebabkan oleh lebih dari empat tipe poxvirus yang berhubungan, MCV-1 sampai -4, dan varian-variannya. Meskipun proporsi dari infeksi disebabkan oleh beragamnya letak geografis, di seluruh dunia infeksi MCV-1 merupakan yang paling sering. Pada anak-anak sebetulnya semua infeksi disebabkan oleh MCV-1.[5] MCV merupakan poxvirus yag besar, dan berbentuk seperti bata yang bereplikasi dalam sitoplasma dalam sel. Terdapat beberapa kesamaan genomik dengan poxvirus yang lainnya. Dan biasanya 2-3 gen sama dengan vaccinia dan variola virus. Terdapat empat sub-tipe dari MCV tapi semuanya identik secara klinis. 98% dari penyakit di Amerika Serikat disebabkan oleh MCV tipe 1.[1]Telah diteliti masa inkubasi terjadi antara 2-7 minggu.[1,6]

E. PATOGENESISRata-rata masa inkubasi antara 2 dan 7 minggu. Infeksi dengan virus dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertropi pada epidermis. Inti virus telah ditemukan di semua lapisan epidermis. Replikasi virus terjadi pada lapisan sel granuler dan malpighi. Badan Moluskum berisi virus yang matur dalam jumlah yang besar. Virus ini terdiri dari struktur seperti kantung yang kaya akan lipid dan kolagen untuk menghalangi pertemuan imunologis kebagian inti. Robekan terjadi pada pertengahan luka dan keluarnya sel yang telah terinfeksi virus. MCV merangsang tumor jinak disamping lesi cacar yang biasanya nekrosis disertai virus cacar yang lain.[6]Virus bereplikasi dalam sitoplasma di sel epitel, dan sel yang telah terinfeksi bereplikasi sebanyak dua kali dari rata-rata. Ada banyak gen MCV yang dapat merusak sistem imun, termasuk (1) homolog dari kebanyakan histokompatibilitas tingkat 1 rantai berat, dimana dapat berinterfensi dengan presentasi antigen (2) homolog kemokin yang menghambat inflamasi dan (3) homolog glutathione peroxide yang dapat melindungi virus dari bahaya oksidatif dari peroksida.[1]

F. GAMBARAN KLINISLesi kutaneus. Moluskum kontagiosum sering memperlihatkan papul kecil merah muda yang dapat membesar, biasanya membesar hingga 3 cm (giant molluscum). Seiring pembesarannya, permukaan bentuk kubah dan morfologi seperti mata kucing dapat semakin jelas. Lesi dapat memiliki umblikasi, terdapat substansi berwarna putih dapat dilihat dengan tekanan. Pada kebanyakan pasien berkembang beberapa papul, sering pada tempat yang intertriginosa, seperti aksilla, fossa poplitea, dan panggul. Lesi pada genital dan perianal dapat berkembang pada anak-anak dan jarang yang memiliki kaitan dengan hubungan seksual. Lesi ini digolongkan dalam cluster atau dalam bentuk linear. Papul dapat menjadi eritematosa, hal ini dipercaya merupakan respon imun dari infeksi. Pasien dengan sindrom immunodefisiensi dapat memperlihatkan lesi yang besar dan ekstensif baik di daerah genital maupun ekstra genital.[1]Lesi individu seringkali lebih besar daripada yang khas (3-5 mm) dan dapat mencapai sebanyak 15 mm. Lesi mungkin banyak dan mereka bisa bergabung menjadi yang lebih besar membentuk aglomerasi dan nodul. Penyakit ini melibatkan terutama wajah dan badan, sedangkan di imunokompeten dewasa biasanya terbatas pada area genital.[12] Meskipun lesi MC dapat bersih setelah 6 minggu sampai 3 bulan, mereka cenderung gatal dan ekskoriasi lesinya aktif menginduksi autoinokulasi yang dapat memulai lingkaran setan dan memperpanjang keterlibatan.[7]Masa inkubasi MK sampai beberapa bulan. Kulit berwarna, 1-5mm umbilikasi papula, sering diatur dalam kelompok-kelompok atau linear (Kobner fenomena setelah autoinokulasi. Tempat predileksi termasuk wajah, leher, kelopak mata, aksila pada anak-anak; daerah genital pada orang dewasa; disebarluaskan dalam dermatitis atopik atau HIV / AIDS. Pada pasien dengan HIV / AIDS, raksasa moluskum kontagiosum yang mungkin terjadi mencapai 3-5cm.[8]

Gambar 1. Moluskum kontagiosum. A. Bentuk lesi yang bervariasi, solid, papul berwarna kulit dengan diameter 1-2 mm

B. Lesi dengan ukuran bervariasi dengan letak berjauhan dan meradang.

Gambar 2. Moluskum kontagiosum pada penderita AIDS

G. PEMERIKSAAAN PENUNJANGPenegakkan diagnosis moluskum kontagiosum dapat dilakukan secara langsung. Penilaian kandungan inti menggunakan pewarnaan Giemsa dapat dilakukan dan evaluasi histopatologi dapat dilakukan pula. [1]Histopatologi: pemeriksaan histopatologi memperlihatkan epidermis yang hipertropi dan hiperplastik. moluskum kontagiosum memiliki karakteristik gambaran histopatologi. Pada bagian atas lapisan basal dapat ditemukan pembesaran sel yang mengandung inklusi intrasitoplasmi (Henderson-Paterson body).[1]

Gambar 3. A. Preparat mikroskopik (pewarnnaan giemsa) material sel dari area inti umbilikasi. B. Menunjukkan badan moluskum pada intrasitoplasma[1]

Gambar 4. Moluskum kontagiosum. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit menunjukkan infeksi sel epidermis yang mengandung eosinofil besar pada sitoplasma yang disebut Handerson-Peterson bodies[1]

H. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding untuk moluskum kontagiosum termasuk veruka vulgaris, granuloma piogenik, melanoma amelanotik, karsinoma sel basal, dan tumor apendageal. Infeksi jamur seperti cryptococcosis, histoplasmosis, dan penicillosis harus dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan imunokompromais.[1] Diagnosis banding MK mungkin termasuk tumor appendageal, veruka, kondiloma akuminata, karsinoma sel basal, xanthogranuloma remaja, nevi melanositik (terutama Spitz Nevi), papular granuloma annulare, granuloma piogenik atau pioderma. Pada penderita immunocompromais, proses menular seperti kriptokokosis atau histoplasmosis dapat menyerupai MK.[9]1. Veruka VulgarisVeruka vulgaris berbentuk papul atau nodul yang bersisik dan kasar yang bisa ditemukan pada permukaan kutaneus. Kadang berupa papul yang tumbuh sendiri atau berkelompok pada permukaan tangan serta jari dengan ukuran 1-4 mm.[1]

Gambar 5. Veruka vulgaris. Papul dengan permukaan datar dengan letak yang tidak beraturan sebagai dampak dari autoinokulasi.

2. Kondiloma akuminataKondiloma akuminata adalah vegetasi Human Papilloma Virus tipe tertentu. Penyakit ini termasuk penyakit akibat hubungan seksual. Terdapat pada permukaan kulit yang lembab seperti daerah genitalia. Nodul berwarna kemerahan dan kehitaman bila dibiarkan agak lama.[10]

Gambar 6. Kondiloma akuminata. A. Kondiloma akuminata multipel pada batang penis. C. Perianal kondiloma pada bayi yang terinfeksi pada saat persalinan[1]

3. Granuloma piogenikLesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi sesudah trauma, jadi bukan oleh karena proses peradangan walaupun sering disertai infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak. Mula-mula berbentuk papul eritematosa dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan dapat bertangkai. Lesi mudah berdarah.[10]

Gambar 7. Granuloma piogenik besar di bagian dada seorang anak 2 tahun.[1]

I. DIAGNOSISBerdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti histopatologi yang menunjukkan gambaran seperti Henderson-Paterson body maka dapatlah ditegakkan diagnosis moluskum kontagoisum. Evaluasi histologis lesi moluskum mengungkapkan besar, badan inklusi intracytoplasmic (badan moluskum atau badan Henderson-Patterson) pada gambar di bawah dalam keratinosit epidermal, yang bertambah besar ketika mereka bergerak menuju permukaan kulit.[9]

Gambar 7. Histologis ini menunjukkan beberapa badan moluskum. Mendemonstrasikan badan ini dalam persiapan saline isi dinyatakan berfungsi sebagai diagnosis.[1]

J. PENATALAKSANAANPada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri tanpa komplikasi pada pasien imunokompeten. Sebelum melakukan penatalaksanaan sebaiknya mendiskusikan terlebih dahulu dengan keluarga pasien mengenai resiko dan keuntungan pengobatan. Banyak ahli menggunakan cabtharidin 0,7% atau 0,9% liquid untuk pengobatan MK. Cabtharidin merupakan ekstrak dari serangga, Cantaharis vesicatoria, yang merangsang vesikulasi pada dermoepidermal ketika dioleskan secara topikal pada kulit. Obat ini harus dioleskan dengan hati-hati dan dicuci sekitar dua sampai enam jam kemudian. Tidak dianjurkan untuk penggunaan pada wajah atau daerah genital, dan keluarga harus dikonseling berhubungan dengan resiko ringan dari reaksi ekstrim atau bekas luka. Pengobatan tradisional, yaitu kuretase dan kriptoterapi, meskipun kedua pengobatan ini memberi rasa sakit, penggunaan anastesi topikal dapat menghilangkan rasa sakit. Kebanyakan pasien memilih pengobatan cantharidin topikal sebab dirasakan paling efektif dan tidak sakit. Pengobatan terapi topikal lainnya yaitu retinoid cream, imiquimod cream, asam salisilat, cidofovir, pasta silvernitrat dan tape stripping. Cimetidine oral telah menunjukkan kesuksesan. Analisis dari Cochrane database menunjukkan hanya lima terapi yang berkualitas tinggi, ditemukan hasil tidak ada satupun intervensi yang meyakinkan efektifitas dari pengobatan moluskum kontagiosum. [1] Dalam beberapa kasus, terapi tidak diperlukan dan penyembuhan sendiri dapat ditunggu. Risiko penyebaran infeksi dapat diminimalkan dengan mengurangi tindakan menggaruk. Kulit kering bisa ditangani dengan pemberian emolien dan steroid topikal lemah. Pilihan pengobatan akan tergantung pada usia pasien, jumlah dan letak dari lesi. Pengobatan bertujuan untuk menghancurkan sel-sel epidermis yang terinfeksi, merangsang respon kekebalanatau bertindak langsung terhadap virus. Operasi pengangkatan moluskum kontagiosum dengan kuretase telah digunakan selama bertahun-tahun. Anak-anak biasanya membutuhkan anestesi topikal dengan dosis maksimum yang masih aman. Krioterapi efektif dan umum digunakan pada anak-anak yang mendekati usia remaja dan orang dewasa, tetapi perlu diulangi pada 3-4 kali perminggu. Carbon dioxide atau laser telah menghasilkan efek yang bergunatapi kuretase, dapat menimbulkan bekas. Terapi photodynamicjuga telah digunakan. Banyak agen topikal dapat digunakan untuk mengobati inflamasi ringan sampai sedang dan berpotensi merangsang perkembanganrespon imun terhadap virus. Cantharidin, trikloroasetat asam yang diencerkan dengan liquefi ed fenol bersifat iritan kuat. Topikal yang ada yaitu asam salisilat, tretinoin, adapalene, oksida nitrat cream dan kalium hidroksida. Pengobatan moluskum kontagiosum bertujuan untuk meningkatkan respon imun agen antivirus sidofovir baru-baru ini telah terbukti efektif mengatasi lesi moluskum (digunakan baik intravena atau topikal sebagai salep 1-3%). Ini harus dipertimbangkan untuk mengobati lesi yang luas.[2]Cryosurgery Salah satu terapi yang paling umum dan cepat. Liquid nitrogen , dry ice, atau frigiderm diberikan pada lesi selama beberapa detik. Ulangiperawatan dalam interval 2-3 kali dalam seminggu mungkin diperlukan. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi dan jaringan parut dapat disebabkan oleh pengobatan ini. Eviserasi Sebuah metode yang mudah untuk menghilangkan lesi dengan mengeluarkan inti dengan alat seperti pisau bedah, tepi slide kaca, atau instrumen lain yang mampu mengeluarkan inti umbilikasi . Karena metode ini sederhana, pasien, orang tua pasien, dan perawat bisa diajarkan metode ini sehingga lesi baru bisa dirawat di rumah. Metode ini sederhana namun mungkin tidak ditoleransi oleh anak-anak kecil. Kuretase. Hal ini dapat digunakan dengan dan tanpa electrodessication cahaya. Metode ini lebih menyakitkan, dan dianjurkan bahwa anestesi krim topikal diterapkan untuk lesi sebelum prosedur untuk mengurangi rasa sakit.

Tape Stripping Pengobatan lain yang dilaporkan melibatkan penggunaan pita perekat. Sisi perekat rekaman itu berulang kali dilengketkan pada lesi selama 10-20 siklus. Tindakan ini efektif menghilangkan epidermis superfisial dari bagian atas lesi. Namun, penggunaan berulang dari strip sama memiliki potensi untuk menyebarkan virus untuk kulit yang berdekatan.

Podophyllin dan Podofilox Terapi berisi dua mutagen, quercetin dan kaempherol. Beberapa efek samping yang bisa terjadi yaitu kerusakan erosif pada kulit normal berdekatan yang dapat menyebabkan jaringan parut dan efek sistemik seperti neuropati perifer, kerusakan ginjal, ileus adinamik, leukopenia, dan trombositopenia,. Podofilox adalah alternatif yang lebih aman untuk podophyllin dan mungkin digunakan oleh pasien di rumah. Penggunaan yang disarankan biasanya terdiri penerapan 0,05 ml dari 5% podofiloks laktat buffered etanol dua kali sehari selama 3 hari Agen aktif. Terapi ini dikontraindikasikan pada kehamilan.

Cantharidin Cantharidin (0,9% larutan collodian dan aseton) telah digunakan dengan sukses dalam pengobatan MCV. Dengan cara diberikan pada lesi dan dibiarkan pada tempatnya selama minimal 4 jam.[6]

Marsal JS dkk melakukan penelitian yang menunjukkan KOH dapat berpotensi menjadi pengobatan yang efektif dan aman bagi MK pada penanganan utama dan mengurangi rujukan ahli kulit dan rumah sakit. Sebagai tambahan KOH menjadi pengobatan alternatif yang murah untuk pengobatan invasif saat ini.[9] Pada anak-anak, penerapan cantharidin adalah terapi yang aman dan efektif, yang memiliki manfaat tambahan yang tanpa rasa sakit dan non-traumatik. Namun, mungkin memerlukan lebih banyak kunjungan untuk kuretase [11]

K. KOMPLIKASIMeskipun banyak pasien yang asimptomatik, pruritus kadang-kadang menjadi masalah yang serius khususnya bagi pasien dengan riwayat dermatitis atopik. Konjungtivitis kronik dan keratitis pungtata dapat terjadi pada pasien dengan lesi di bagian kelopak mata. Infeksi bakteri dapat terjadi terutama bagi pasien yang menggaruk lesinya. [1]

L. PROGNOSISPenyembuhan spontan dapat terjadi tetapi sering dalam jangka waktu yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kebanyakan keluarga memilih pengobatan pada lesi daripada menunggu sebulan maupun dua bulan.[1] Molluscum contagiosum paling sering sembuh dengan sendirinya, kebanyakan lesi regresi spontan dalam waktu 9 sampai 12 bulan, dan moluskum kontagiosum belum dilaporkan untuk maju ke keganasan.[3]

M. PENCEGAHANPencegahan dari penyebaran bisa dilakukan dengan menghindari trauma pada penderita seperti menghindari garukan. Dengan menggunakan antipruritik seperlunya. Autoinokulasi dapat dikurangi dengan mengobati semua lesi yang ada.[1]Molluscum Contagiosum Virus (MCV) dapat menyebar melalui kontak langsung dari manusia ke manusia. Autoinokulasi dapat terjadi mengakibatkan penyebaran ke area lain dari tubuh. Meliputi lesi dengan pakaian dan / atau perban adalah salah satu cara yang efektif untuk mencegah penyebaran. Tangan yang bersih, menghindari menyentuh luka. Sebagai contoh, seorang individu dengan MK, mungkin disarankan untuk menghindari berbagi handuk dengan orang lain, untuk meminimalkan risiko untuk transmisi. Pasien yang tidak menerima informasi yang tepat tentang risiko penularan mungkin secara tidak sengaja menyebarkan infeksi ke bagian lain dari tubuh mereka (Autoinoculate) atau kepada orang lain dengan siapa mereka memiliki kontak (dalam rumah tangga, di sekolah). [12]DAFTAR PUSTAKA

1. Tom W., Friedlander SF., In: Wolff K., Goldsmith LA., Katz SI.,Gilchrest BA., Paller AS., Leffell DJ. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Poxvirus infections. 7th edition.2. New York; McGraw-Hill Medicine 2008; 1899-19132. Sterling JC., In: Burns T., Breathnach S., Cox N., Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Virus infections. 8th edition.2. Cambridge; Wiley-Balckwell 2010; 33.1-33.813. Hall JC, ed. Sauers Manual of Skin Disease. 8th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2000;232-364. van der Wouden JC vdSR, van Suijlekom-Smit LWA, Berger M. Intervention for Cutaneous Molluscum Contagiosum (Review). The Cochrane Collaboration. 2010(2):1-48.5. James DW., Berger TG., Elston DM., Andrews Disease of The Skin: Clinical Dermatology. Viral diseases. 10th edition. British; Saunders Elsevier 2006; 367-4206. Hanson D., Diven DG., Molluscum Contagiosum. Dermatology Online Jornal 2003; 9 : 2. Boise, Idaho USA. Primary Health7. Takuya Omi SK. Recalcitrant Molluscum Contagiosum Successfully Treated with the Pulsed Dye Laser. Departemen of Dermatology Queen's Square Medical Centre, 2-3-5- Minatomire, Yokohama Japan. 2013:51-4.8. Sterry, Wolfram et al. Thieme Clinical Companiaons Dermatology: Autoimmune Bullous Disease.5th edition New York: Goerg Thieme Verlag; 2006.9. Bolognia, L. Jean. Dermatology: Poxvirus Infection. 2 nd ed. New York: Mosby;200810. Handoko, P. Ronny. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta: Fakultas kedokteran Indonesia. 2009: 113.11. Marsal JR., Cruz I., Teixido C., Diez O., Martinez M., Galindo G., et al. Efficacy an Tolerance of the Topical Application of the Potassium Hydroxide (10% and 15%) in the Treatment of Molluscum Contagiosum: Randomized Clinical Trial: Research Protocol 2011; BMC Infectious Diseases; 11:27812. Christine M. Hugest IKD, Mary G. Reynolds. Understanding U.S Healthcare Providers Practicers and Experiences with Molluscum Contagiosum. Center for Disease Control and Prevention, Division of High-Consequence Pathogen and Pathology, Poxvirus and Rabies Branch, Atlanta, Georgia, United States of Amerika. 2013;8(10). Epub 14 Oktober 2013.

13