proposal awal
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kehidupan manusia sangat bergantung
pada air. Air digunakan manusia untuk mandi, mencuci, memasak, dan kegiatan
lainnya. Tidak hanya untuk keperluan pribadi, melainkan juga untuk keperluan
peningkatan kesejahteraan banyak orang. Keperluan tersebut antara lain untuk
pengairan pertanian, pembangkit listrik, dan industri. Dari tahun ke tahun,
kebutuhan manusia terhadap air meningkat seiring dengan meningkatnya
kebutuhan, populasi manusia, dan industrialisasi.
Industri memerlukan air untuk melakukan berbagai operasi produksi dan
kegiatan pendukung lainnya. Air ini biasa disebut air industri. Sebelum
digunakan, air industri akan melalui serangkaian pengolahan. Pengolahan ini
berbeda-beda tergantung oleh sumber air dan tujuan penggunaannya. Prinsip
pengolahan ini adalah untuk meningkatkan kualitas air sehingga memenuhi
persyaratan sesuai dengan maksud penggunaannya.
Salah satu sumber air bagi industri berasal dari perusahaan daerah air
minum (PDAM). PDAM dipilih karena penggunanya tidak perlu merencanakan
dan merawat instalasi pipa dari sumbernya. Selain itu, air yang diterima sudah
melalui tahap penjernihan sehingga kualitasnya terjaga. Hal ini tentu saja dinilai
lebih menguntungkan daripada mengambil air langsung dari sumbernya, terutama
bagi industri yang berada jauh dari sumber air baku.
Untuk memonitor secara terus-menerus penggunaan air pelanggannya,
PDAM menggunakan flowmeter atau yang biasa disebut meteran air. Alat ini akan
mengontrol dan mengendalikan pemakaian air pelanggan sesuai dengan
kebutuhan. Alat ini juga yang menjadi acuan berapa besar biaya air yang harus
dibayarkan pelanggan. Biasanya, meteran air terletak di tempat yang mudah
dibaca petugas PDAM. Pelanggan juga dihimbau untuk tidak melakukan aktivitas
2
yang membuat meteran air ini tidak bisa dijangkau, seperti menimbun meteran
air, meletakkan meteran air di dalam rumah, dan sebagainya.
Pembayaran biaya air oleh pelanggan didasarkan pada berapa meter kubik
air yang dipakai setiap bulannya. Petugas pencatat mencatat angka yang
ditunjukkan oleh meteran air secara manual untuk kemudian dilaporkan sebagai
beban biaya pelanggan. Cara ini dinilai kurang akurat bagi PDAM karena sering
terjadinya kesalahan pencatatan sehingga mengakibatkan banyaknya pelanggan
yang mengeluhkan membengkaknya tagihan air mereka.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan dalam hal pembacaan
angka meter serta mengurangi tingkat kehilangan air, maka saat ini banyak
PDAM telah menggunakan alat input yang memiliki tombol angka untuk
memasukkan besarnya pemakaian air pelanggan. Alat ini memiliki kemudahan, di
antaranya biaya yang dikeluarkan dari mulai mencatat hingga menginput data
jauh lebih murah, data yang diinput di lapangan dapat langsung dibaca oleh
server, sehingga memudahkan evaluasi pencatatan meter, urutan data pencatatan
dapat diatur oleh pencatat meter sendiri, sehingga lebih mudah dikerjakan di
lapangan serta dapat melaporkan kasus di lapangan dengan langsung mengirimkan
fotonya seperti meter kabur, rusak dan hilang maupun kebocoran pipa dapat
termonitor secara langsung.
Meskipun memiliki banyak keunggulan dibandingkan pencatatan secara
manual, namun dalam kenyataannya masih ada saja pelanggan yang merasa
tagihan air mereka tidak sesuai dengan apa yang ditunjukkan meteran air. Petugas
pencatat dicurigai melakukan penginputan data secara sembarangan. Hal ini dapat
terjadi karena petugas harus menginput ratusan data dalam satu wilayah, sehingga
faktor human error besar kemungkinan menjadi penyebabnya.
Jaringan Syaraf Tiruan sangat mungkin diimplementasikan pada
permasalahan tersebut. Metode jaringan syaraf tiruan dikembangkan dengan
berbagai cara guna mengenali pola-pola yang dimasukkan ke jaringan tersebut
(Firmansyah, 2006), sehingga apabila gambar angka yang ditunjukkan pada
meteran air diambil, maka dengan bantuan JST gambar tersebut dapat langsung
dikenali sebagai input untuk selanjutnya dimasukkan sebagai data. Untuk itulah
3
penelitian ini dilakukan agar kesalahan pembacaan oleh petugas pencatat dapat
dikurangi serta meningkatkan pelayanan PDAM di mata pelanggannya.
1.2. Rumusan Masalah
Setelah mengetahui latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan. Masalah tersebut adalah akurasi pembacaan meteran PDAM
menggunakan alat pemindai dengan perangkat lunak berbasis Jaringan Saraf
Tiruan.
1.3. Batasan Masalah
Masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini memiliki batasan-
batasan sebagai berikut:
1. Penelitian ini dikhususkan pada pembacaan meteran atau flowmeter air
Perusahaan Daerah Air Minum dengan standar nasional.
2. Pengambilan gambar angka pada meteran air menggunakan alat scanner
yang memungkinkan pengambilan gambar dengan waktu yang singkat.
3. Pengambilan gambar dilakukan tegak lurus dengan posisi yang benar.
4. Penelitian dilakukan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan bertipe
backpropagation.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka dapat
dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. mengkaji dan meneliti algoritma pembelajaran dalam jaringan syaraf
tiruan (JST) untuk pembacaan meteran air PDAM,
2. mengurangi kesalahan pembacaan petugas pencatat PDAM di lapangan,
3. optimasi jaringan syaraf tiruan (JST) untuk pembacaan meteran air
PDAM.
4
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. memberikan alternatif lain penggunaan JST dalam pengenalan pola
angka yang digunakan sebagai input suatu data,
2. menciptakan alat pemindai meteran air PDAM dengan perangkat lunak
hasil penelitian untuk meningkatkan produktifitas kerja dan mengurangi
kesalahan petugas pencatat PDAM,
3. meningkatkan kualitas pelayanan PDAM terhadap pelanggan terutama
dalam hal keakuratan biaya penggunaan air.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, telah
banyak penelitian yang dilakukan mengenai jaringan syaraf tiruan untuk
mengenali pola gambar. Penelitian ini dilakukan semata-mata untuk
menyelesaikan masalah yang ada dan membantu manusia agar pekerjaannya
semakin mudah. Tingkat kerumitan algoritma yang dikembangkan pun berbeda-
beda. Ada yang dikembangkan untuk mengenali pola gambar tiga dimensi
sederhana, hingga kombinasi huruf dan angka tulisan tangan manusia.
Pujiyanta (2009) melakukan penelitian untuk menguji keakuratan jaringan
syaraf tiruan dalam mengenali objek sederhana, seperti bentuk kubus, limas, dsb.
Menurutnya, untuk mengenali dan membedakan suatu citra bagi komputer,
diperlukan data fisik yakni bentuk citra tersebut dan data lainnya seperti
penambahan tekstur dan warna. Dengan adanya penelitian tersebut diharapkan
komputer dapat mengenal citra objek sederhana dengan lebih cepat dan akurat.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini didapatkan bahwa program yang dibuat
mampu mengenali citra objek sederhana yang sudah dilatih sebelumnya.
Selain mengidentifikasi objek sederhana, jaringan syaraf tiruan juga dapat
digunakan untuk membantu manusia dalam mengenali pola tulisan dari dokumen
yang rusak. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dkk
(2007). Penelitian ini menggunakan jaringan syaraf tiruan bertipe perceptron.
Dalam mengidentifikasi beberapa huruf, diperlukan beberapa neuron untuk
membedakannya. Neuron-neuron tersebut akan menghasilkan nilai kombinasi
yang digunakan untuk mengidentifikasi huruf-huruf tersebut.
Penelitian yang lebih kompleks telah dilakukan oleh Suhardi (2010).
Dalam penelitian yang dilakukannya, ia mencoba memecahkan permasalahan
yang dihadapi dalam pengenalan citra angka pada tulisan tangan yang sangat
kompleks. Proses pengenalan ini akan bertambah rumit apabila pola yang akan
dikenali ditambah dengan derau dan diputar. Penelitian ini menganalisis seberapa
6
besar penambahan derau dan sudut putaran pada pola angka tulisan tangan yang
masih dapat ditoleransi oleh arsitektur jaringan syaraf tiruan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jaringan syaraf tiruan mampu mengenali pola angka tulisan
tangan hingga mencapai tingkat akurasi 90%.
Dari tinjauan pustaka tersebut, penelitian mengenai pembacaan meteran
PDAM dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan layak dilakukan.Dengan
adanya penelitian ini diharapkan tidak terjadinya lagi kesalahan pembacaan
meteran PDAM sehingga pelanggan tidak merasa dirugikan. Selain itu, kualitas
pelayanan PDAM di mata pelanggan akan bertambah dan pada akhirnya timbul
kepercayaan yang besar bahwa kebutuhan pelanggan terhadap air bisa ditangani
oleh PDAM.
7
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Pengolahan Citra Digital
Data tidak hanya dapat disajikan dalam bentuk teks, tetapi juga dapat berupa
gambar, audio (bunyi, suara, musik), dan video yang biasa disebut multimedia.
Era teknologi informasi yang terus berkembang saat ini tidak dapat dipisahkan
dari keempat media tersebut. Dalam penelitian kali ini, media yang dipakai untuk
menyajikan data adalah citra atau gambar.
3.1.1 Pengertian Citra
Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari
sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya
pada bidang dua dimensi. Sumber cahaya menerangi objek, kemudian objek
memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini
ditangkap oleh oleh benda-benda optik, misalnya mata pada manusia, kamera, dan
sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam. Citra
sendiri dapat direpresentasikan melalui koordinat kartesian x-y dimana tiap-tiap
koordinatnya memiliki satu sinyal terkecil yang disebut piksel. Piksel ini
mempunyai dua parameter berupa koordinat dan intensitas atau warna.
3.1.2 Definisi Pengolahan Citra
Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki
mengalami penurunan mutu atau degradasi, misalnya mengandung cacat atau
derau, warnanya terlalu kontras, kurang tajam, blurring, dan sebagainya. Tentu
saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang
disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang.
8
Agar citra yang mengalami gangguan mudah diproses, maka citra tersebut
perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi
yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing). Pengolahan
citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer,
menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.
Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila:
- perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi
yang terkandung di dalam citra,
- elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur,
- sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.
Di dalam bidang komputer, sebenarnya ada tiga bidang studi yang berkaitan
dengan data citra, namun tujuan ketiganya berbeda, yaitu:
a. Grafika Komputer (computer graphics).
Grafika Komputer bertujuan menghasilkan citra dengan primitif-primitif
geometri seperti garis, lingkaran, dan sebagainya. Primitif-primitif
geometri tersebut memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen-
elemen gambar. Contoh data deskriptif adalah koordinat titik, panjang
garis, jari-jari lingkaran, tebal garis, warna, dan sebagainya. Grafika
komputer memainkan peranan penting dalam visualisasi dan virtual
reality.
b. Pengolahan Citra (image processing).
Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi oleh manusia atau komputer. Teknik-teknik pengolahan citra
adalah mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya
adalah citra dan keluarannya juga citra. Namun, citra keluaran mempunyai
kualitas lebih baik daripada citra masukan.
c. Pengenalan Pola (pattern recognition/image interpretation).
Pengenalan Pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk
citra) secara otomatis oleh komputer. Tujuan pengelompokan adalah untuk
mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa mengenali objek yang
9
dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasi objek-objek
di alam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek lainnya.
Kemampuan sistem visual manusia inilah yang dicoba ditiru oleh
komputer. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan
diidentifikasi, memproses citra tersebut, dan memberikan keluaran berupa
deskripsi objek di dalam citra.
3.1.3 Operasi Pengolahan Citra
Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan citra banyak ragamnya.
Namun, secara umum operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam
beberapa jenis sebagai berikut:
a. Perbaikan Kualitas Citra
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri
khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.
Contoh-contoh operasi perbaikan citra:
- perbaikan kontras gelap/terang
- perbaikan tepian objek (edge enhancement)
- penajaman (sharpening)
- pembrian warna semu (pseudocoloring)
- penapisan derau (noise filtering).
b. Pemugaran Citra
Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra.
Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra.
Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui.
Contoh-contoh operasi pemugaran citra:
a. penghilangan kesamaran (deblurring)
b. penghilangan derau (noise)
c. Pemampatan Citra
Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk
yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal
penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang
10
telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus.
Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG.
d. Segmentasi Citra
Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa
segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat
dengan pengenalan pola.
e. Pengorakan Citra
Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-
ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi
kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari
sekelilingnya. Contoh-contoh operasi pengorakan citra:
- Pendeteksian tepi objek (edge detection)
- Ekstraksi batas (boundary)
- Representasi daerah (region)
f. Rekonstruksi Citra
Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa
citra hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam
bidang medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan
untuk membentuk ulang gambar organ tubuh.
3.2 Jaringan Syaraf Tiruan
3.2.1 Definisi
Jaringan syaraf tiruan bisa dibayangkan seperti otak buatan manusia di dalam
cerita-cerita fiksi ilmiah.Otak buatan ini dapat berpikir seperti manusia, dan juga
sepandai manusia dalam menyimpulkan sesuatu dari potongan-potonganinformasi
yang diterima.Khayalan manusia tersebut mendorong para peneliti untuk
mewujudkannya. Komputer diusahakan agar bisa berpikir sama seperti cara
berpikir manusia. Caranya adalah dengan melakukan peniruan terhadap aktivitas-
aktivitasyang terjadi di dalam sebuah jaringan syaraf biologis. (Puspitaningrum,
2006)
11
Menurut Kusumadewi (2003), istilah buatan ini digunakan karena jaringan
syaraf diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu
menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Jaringan
Syaraf Tiruan hanya mengambil ide dari cara kerja jaringan syaraf biologis karena
aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam otak manusia belum dapat diketahui
secara pasti.
Pendefinisian jaringan syaraf tiruan dilihatdari fungsi atau struktur rancangan
adalah penyederhanaan dari model otak manusia. Kinerjastruktur jaringan syaraf
biologi pada otak manusiaadalah dengan cara menyampaikan sinyal dari
satuneuron ke neuron yang lain yang berdekatan serta bersesuaian (Firmansyah,
2006). Hal yang serupa terjadi secara berurutan untuk neuronyang berikutnya,
sampai pada neuron terakhir yangdikehendaki sinyal tersebut.
Secara umum Haykin (1994) mendefinisikan sebuah jaringan saraf tiruan
adalah sebuah mesin yang dirancang untuk mempolakan cara bagaimana otak
mengerjakansebuah fungsi tertentu. Jaringan biasanya diimplementasikan dengan
menggunakankomponen elektronika atau disimulasikan dalam sebuah perangkat
lunak padakomputer digital. Untuk mencapai tampilan yang baik, jaringan saraf
tiruan memakaiinterkoneksi yang sangat besar antara sel-sel komputasi yang
disebut “neuron” atau“unit pemroses”. Sebagai mesin yang adaptif, sebuah
jaringan saraf tiruan adalahsebuah prosessor besar terdistribusi secara paralel yang
tersusun dari unit pemrosessederhana yang mempunyai kecenderungan untuk
menyimpan pengalaman danpengetahuan Hal ini membuatnya siap untuk
digunakan.JST menyerupai otak dalam dua aspek. Yang pertama, pengetahuan
dibutuhkan oleh jaringan dari lingkungannya melalui proses pembelajaran.Aspek
kedua adalah kekuatan koneksi interneuron, dikenal sebagai bobot sinapsis,
digunakanuntuk menyimpan pengetahuan yang dibutuhkan.
Fausett (1994) mengemukakan bahwa sebuah jaringan saraf tiruan adalah
sistem pemroses informasi yang mempunyai karakter tampilan tersendiri yang
hampir sama dengan jaringan saraf pada biologi. Jaringan saraf tiruan telah
dikembangkan sebagai generalisasai model matematika dari jaringan saraf biologi,
berdasarkan asumsi:
12
1. pemrosesan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut
neuron,
2. sinyal dilewatkan antarneuron melalui link penghubung,
3. setiap link penghubung mempunyai sebuah bobot dimana pada jaringan
saraf tertentu bobot digandakan oleh sinyal yang dipancarkan,
4. setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya nonlinear) pada
jaringan inputnya (penjumlahan bobot sinyal input) untuk menentukan
sinyal output.
3.2.2 Perbandingan Jaringan Syaraf Biologis dengan Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf biologis biasanya terdiri dari kumpulan neuron-neuron yang
saling berhubungan.Tugas dari neuron ini adalah mengolah informasi. Komponen
utama dari neuron terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1. Dendrit. Bertugas untuk menerima informasi yang masuk.
2. Soma (badan sel). Berfungsi sebagai tempat pengolaha informasi.
3. Neurit. Meneruskan impuls-impuls ke sel syaraf lainnya.
Jaringan syaraf tiruan disusun dengan asumsi yang sama dengan jaringan
syaraf biologis. Kesamaan tersebut adalah:
1. pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen pemrosesan,
2. sinyal antara dua buah neuron diteruskan melalui link-link koneksi,
3. setiap link koneksi memiliki bobot terasosiasi,
4. setiap neuron menerapkan sebuah fungsi aktivasi terhadap input jaringan
(jumlah sinyal input berbobot). Tujuannya adalah untuk menentukan
sinyal output.Fungsi aktivasi yang digunakan biasanya fungsi yang
nonlinier.
Cara belajar jaringan syaraf tiruan melalui sebuah informasi yang
diinputkan dan sebelumnya sudah diketahui keluarannya. Penginputan informasi
ini dilakukan lewat unit-unit input. Bobot antarkoneksi dalam suatu desain
arsiterktur JST diberi nilai awal terlebih dahulu baru kemudian ajringan syaraf
tiruan dijalankan.Bobot ini digunakan jarigan untuk belajar dan mengingat
informasi.Tabel berikut menjelaskan tentang analogi antara jaringan syaraf tiruan
dan jaringan syaraf biologis.
13
Tabel 3.1 Analogi jaringan syaraf tiruan dan jaringan syaraf biologis
Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Biologis
Node atau unit Badan sel (soma)
Input Dendrit
Output Akson
Bobot Sinapsis
3.2.3 Perkembangan Jaringan Syaraf Tiruan
Perkembangan teknologi komputer mengakibatkan perkembangan jaringan
syaraf tiruan ikut berkembang.Awal dimulainya perkembangan JSTpada tahun
1940. Ide dasarnya yaitu mengasosiasikan cara kerja otak manusia dengan logika
numerik yang diadaptasi peralatan Komputer. Berikut adalah tahapan
perkembangan JST selanjutnya.
Tahun 1943, McCulloch dan Pitss merancang model formal yang
pertama kali digunakan sebagai perhitungan dasar neuron.
Tahun 1949, Donald Hebb menyatakan bahwa informasi dapat
disimpan dalam koneksi-koneksi dan mengusulkan adanya skema
pembelajaran untuk memperbaiki koneksi-koneksi antar neuron
Tahun 1952, Ashby dalam buku “The Origin of Adaptive Behavior”
memperkenalkan ide pembelajaran adaptif
Tahun 1954, Minsky dalam tesis doktor berjudul “Neural Network”
memperkaya pemahaman jaringan syaraf tiruan ke arah yang lebih
komprehensif
Tahun 1954, komputerisasi dengan menggunakan teknik jaringan
syaraf tiruan pertama kali dibuat dan diuji coba
Tahun 1956, Taylor meletakan dasar struktur jaringan syaraf tiruan
associative memory
14
Tahun 1958, Frank Rosenblatt mengembangkan konsep dasar tentang
perceptron untuk klasifikasi pola.
Tahun 1960, mesin jaringan syaraf tiruan ADALINE dibuat dan dilatih
dengan metode pembelajaran Least Mean Square (Widrow dan Hoff).
ADALINE diaplikasikan untuk peramalan cuaca, pencocokan pola dan
kendali adatif
Tahun 1962, Bernard Widrow dan Marcian Hoff memperkenalkan
metode pembelajaran Widrow-Hoff
Tahun 1962, Dreyfus memperkenalkan metode recursive derivation
berdasarkan aturan turunan berantai untuk jaringan syaraf tiruan
struktur multiplayer feedforward
Tahun 1965, Nils Nilsson membuat mesin monografi pertama yang
menggunakan teknik jaringan syaraf tiruan.
Tahun 1969, Kelly memperkenalkan metode gradien untuk
mendukung proses pembelajaran jaringan syaraf lapis banyak
Tahun 1974, Werbos memperkenalkan algoritma backpropagation
untuk mendukung proses pembelajaran jaringan lapis banyak
perceptron
Tahun 1974, Stephen Grossberg mengembangkan teori adaptive
resonance networks
Tahun 1975, Little dan Shaw mengembangkan struktur jaringan syaraf
tiruan probabilistik (PNN)
Tahun 1980, Fukushima dan Miyaka mengaplikasikan mesin jaringan
syaraf tiruan pada bidang biologi untuk tujuan pencocokan pola secara
visual (memproses gambar retina dengan menggunakan jaringan syaraf
tiruan dua lapis)
Tahun 1982, John Hopfield memperkenalkan jaringan syaraf recurrent
yang dapa digunakan untuk menyimpan informasi dan optimasi.
Tahun 1982, Kohonen mengembangkan metode pembelajaran jaringan
tidak terawasi untuk pemetaan
15
Tahun 1983, Kirkpatric, Galantt, dan Vecchi memperkenalkan teknik
statistik yang dikenal dengan simulated annealing
Tahun 1987, Kosko mengembangkan struktur jaringan syaraf Adaptive
Bidirectional Associative Memory
Tahun 1988, dikembangkan fungsi radial basis
3.2.4 Konsep Dasar
Pembagian arsitektur jaringan syaraf tiruan bisa dilihat dari kerangka kerja
dan skema interkoneksi.Kerangka kerja jaringan syaraf tiruan bisa dilihat dari
jumlah lapisan dan jumlah node pada setiap lapisan. Lapisan-lapisan penyusun JST
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Lapisan input
Node-node didalam lapisan input disebut unit-unit input. Unit-unit ini
menerima input dari luar. Input yang dimasukkan merupakan
penggambaran dari suatu masalah
2. Lapisan tersembunyi
Node node didalam lapisan tersembunyi disebut unit tersembunyi.Output
dari lapisan ini tidak langsung dapat diamati.
3. Lapisan output
Node-node pada lapisan output disebut unit-unit output. Keluaran atau
output dari lapisan ini merupakan output jaringan syaraf tiruan terhadap
suatu permasalahan.
Tiruan neuron dalam struktur jaringan saraf tiruan adalah sebagai
elemen pemroses seperti pada Gambar 3.1. yang dapat berfungsi seperti
halnya sebuah neuron. Sejumlah sinyal masukan a dikalikan dengan masing-
masing penimbang yang bersesuaian w. Kemudian dilakukan penjumlahan dari
seluruh hasil perkalian tersebut dan keluaran yang dihasilkan dilalukan
kedalam fungsi pengaktif untuk mendapatkan tingkatan derajat sinyal
keluarannya F(a,w). Walaupun masih jauh dari sempurna, namun kinerja dari
tiruan neuron ini identik dengan kinerja dari sel biologi yang kita kenal saat
ini.
16
Gambar 3.1. Model tiruan sebuah neuron (Martiana, 2012)
Keterangan:
aj :Nilai aktivasi dari unit j
wj,i :Bobot dari unit j ke unit i
ini :Penjumlahan bobot dan masukan ke unit i
g :Fungsi aktivasi
ai :Nilai aktivasi dari unit i
Misalkan ada n buah sinyal masukan dan n buah penimbang, fungsi
keluaran dari neuron adalah seperti persamaanberikut :
ini = ∑j wij * aj (3.1)
Kumpulan dari neuron dibuat menjadi sebuah jaringan yang akan
berfungsi sebagai alat komputasi. Jumlah neuron dan struktur jaringan untuk
setiap problema yang akan diselesaikan adalah berbeda.
Neuron-neuron dikelompokkan dalam lapisan-lapisan tertentu.Umumnya,
neuron-neuron yang terletak pada lapisan yang sama akan memiliki keadaan yang
sama. Faktor terpenting dalam menentukan kelakuan suatu neuron fungsi aktivasi
dan pola bobotnya. Apabila neuron-neuron dalam suatu lapisan (misalkan lapisan
tersembunyi) akan dihubungkan dengan neuron-neuron pada lapisan yang lain
(misalkan lapisan output), maka setiap neuron pada lapisan tersebut (misalkan
lapisan tersembunyi) juga harus dihubungkan dengan setiap lapisan pada lapisan
lainnya (misalkan lapisan output).
Ada beberapa arsitektur jaringan syaraf, antara lain:
a. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer net)
17
Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan
bobot-bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian
secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui
lapisan tersembunyi.
Gambar 3.2. Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal
Pada Gambar 3.2. lapisan input memiliki 3 neuron, yaitu X1, X2, X3.
Sedangkan pada lapisan output memiliki 2 neuron yaitu Y1 dan Y2.
Neuron-neuron pada kedua lapisan saling berhubungan.Seberapa besar
hubungan antara 2 neuron ditentukan oleh bobot yang bersesuaian.
Semua unit input akan dihubungkan dengan setiap unit output.
b. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net)
Jaringan dengan banyak lapisan memiliki 1 atau lebih lapisan yang
terletak diantara lapisan input dan lapisan outuput (memiliki 1 atau
lebih lapisan tersembunyi), seperti terlihat pada Gambar 3.3. berikut.
18
Gambar 3.3. Jaringan syaraf dengan banyak lapisan
Umumnya, ada lapisan bobot-bobot yang terletak antara 2 lapisan yang
bersebelahan. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan
permasalahan yang lebih sulit daripada lapisan dengan lapisan tunggal,
tentu saja dengan pembelajaran yang lebih rumit. Namun demikian,
pada banyak kasus, pembelajaran pada jaringan dengan banyak lapisan
ini lebih sukses dalam menyelesaikan masalah.
c. Jaringan dengan lapisan kompetitif (competitive layer net)
Umumnya, hubungan antar neuron pada lapisan kompetitif ini tidak
diperlihatkan pada diagram arsitektur. Gambar 3.4. berikut
menunjukkan salah satu contoh arsitektur jaringan dengan lapisan
kompetitif yang memiliki bobot –η.
19
Gambar 3.4. Jaringan syaraf dengan lapisan kompetitif
3.2.5 Fungsi Aktivasi
Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf
tiruan, antara lain:
a. Fungsi Undak Biner (Hard Limit)
Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak (step
function) untuk mengkonversikan input dari suatu variabel yang bernilai
kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Gambar 3.5 menunjukkan grafik
fungsi undak biner. Fungsi undak biner (hard limit) dirumuskan sebagai:
Gambar 3.5. Fungsi aktivasi undak biner (hard limit)(Kusumadewi, 2003)
b. Fungsi Undak Biner (Threshold)
Fungsi undak biner dengan menggunakan nilai ambang sering juga
disebut dengan nama fungsi nilai ambang (threshold) atau fungsi Heaviside.
Gambar 3.5 menunjukkan grafik fungsi undak biner (dengan nilai
ambang ). Fungsi undak biner (dengan nilai ambang ) dirumuskan
sebagai:
20
Ga
Gambar 3.6. Fungsi aktivasi undak biner (threshold)(Kusumadewi, 2003)
c. Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit)
Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner,
hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau –1 (Gambar 3.7).
Fungsi Symetric Hard Limit dirumuskan sebagai:
Gambar 3.7. Fungsi aktivasi bipolar (symetric hard limit)(Kusumadewi, 2003)
d. Fungsi Bipolar (dengan threshold)
Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner
dengan threshold, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau –1
(Gambar 3.8). Fungsi bipolar (dengan nilai ambang ) dirumuskan sebagai:
21
Gambar 3.8. Fungsi aktivasi bipolar (threshold)(Kusumadewi, 2003)
e. Fungsi Linear (identitas)
Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya.
Gambar 3.9 menunjukkan grafik fungsi aktivasi linear.
Fungsi linear dirumuskan sebagai:
Gambar 3.9. Fungsi aktivasi linear (Kusumadewi, 2003)
f. Fungsi Saturating Linear
Fungsi ini akan bernilai 0 jika inputnya kurang dari –½, dan akan
bernilai 1 jika inputnya lebih dari ½. Sedangkan jika nilai input terletak
antara –½ dan ½, maka outpunya akan bernilai sama dengan nilai input
ditambah ½ (Gambar 3.10). Fungsi saturating linear dirumuskan sebagai:
22
Gambar 3.10. Fungsi aktivasi saturating linear (Kusumadewi, 2003)
g. Fungsi Symetric Saturating Linear
Fungsi ini akan bernilai -1 jika inputnya kurang dari –1, dan akan
bernilai 1 jika inputnya lebih dari 1. Sedangkan jika nilai input terletak
antara –1 dan 1, maka outpunya akan bernilai sama dengan nilai inputnya
(Gambar 3.11). Fungsi symetric saturating linear dirumuskan sebagai:
Gambar 3.11 Fungsi aktivasi symetric saturating linear
(Kusumadewi, 2003)
h. Fungsi Sigmoid Biner
Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan
menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki
nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan
23
untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada
interval 0 sampai 1. Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan
syaraf yang nilai outputnya 0 atau 1 (Gambar 3.12). Fungsi sigmoid
biner dirumuskan sebagai:
(3.2)
dengan: (3.3)
Gambar 3.12. Fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi, 2003)
i. Fungsi Sigmoid Bipolar
Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner,
hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai –1.
Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai:
(3.4)
dengan: (3.5)
Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya
memiliki range antara –1 sampai 1 (Gambar 3.13). Untuk fungsi hyperbolic
tangent, dirumuskan sebagai:
(3.6)
atau (3.7)
dengan: (3.8)
24
Gambar 3.13. Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Kusumadewi, 2003)
3.2.6 Proses Pembelajaran
Pada otak manusia, informasi yang dilewatkan dari satu neuron ke neuron
yang lainnya berbentuk rangsangan listrik melalui dendrit. Jika rangsangan
tersebut diterima oleh suatu neuron, maka neuron tersebut akan membangkitkan
output ke semua neuron yang berhubungan dengannya sampai informasi tersebut
sampai ke tujuannya yaitu terjadinya suatu reaksi. Jika rangsangan yang diterima
terlalu halus, maka output yang dibangkitkan oleh neuron tersebut tidak akan
direspon. Tentu saja sangatlah sulit untuk memahami bagaimana otak manusia
bisa belajar. Selama proses pembelajaran, terjadi perubahan yang cukup berarti
pada bobot-bobot yang menghubungkan antar neuron. Apabila ada rangsangan
yang sama dengan rangsangan yang telah diterima oleh neuron, maka neuron akan
memberikan reaksi dengan cepat. Namun, apabila kelak ada rangsangan yang
berbeda dengan apa yang telah diterima oleh neuron, maka neuron akan segera
beradaptasi untuk memberikan reaksi yang sesuai (Kusumadewi, 2003).
Jaringan syaraf akan mencoba untuk mensimulasikan kemampuan otak
manusia untuk belajar. Jaringan syaraf tiruan juga tersusun atas neuron0neuron
dan dendrit. Tidak seperti model biologis, jaringan syaraf memiliki struktur yang
tidak dapat diubah, dibangun oleh sejumlah neuron, dan memiliki nilai tertentu
yang menunjukkan seberapa besar koneksi antara neuron (yang dikenal dengan
nama bobot). Perubahan yang terjadi selama proses pembelajaran adalah
perubahan nilai bobot. Nilai bobot akan bertambah, jika informasi yang diberikan
oleh neuron yang bersangkutan tersampaikan, sebaliknya jika informasi tidak
25
disampaikan oleh suatu neuron ke neuron yang lain, maka nilai bobot yang
menghubungkan keduanya akan dikurangi. Pada saat pembelajaran dilakukan
pada input yang berbeda, maka nilai bobot akan diubah secara dinamis hingga
mencapai suatu nilai yang cukup seimbang. Apabila nilai ini telah tercapai
mengindikasikan bahwa tiap-tiap input telah berhubungan dengan output yang
diharapkan (Kusumadewi, 2003).
a. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning)
Metode pembelajaran pada jaringan syaraf disebut terawasi jika output
yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Pada proses pembelajaran,
satu pola input akan diberikan ke satu neuron pada lapisan input. Pola ini
akan dirambatkan di sepanjang jaringan syaraf hingga sampai ke neuron
pada lapisan output. Lapisan output ini akan membangkitkan pola output
yang nantinya akan dicocokkan dengan pola output targetnya. Apabila
terjadi perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target,
maka disini akan muncul error. Apabila nilai error ini masih cukup besar,
mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran
lagi.
b. Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning)
Pada metode pembelajaran yang tak terawasi ini tidak memerlukan
target output. Pada metode ini, tidak dapat ditentukan hasil yang seperti
apakah yang diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses
pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu tergantung
pada nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah
mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu.
Pembelajaran ini biasanya sangat cocok untuk pengelompokan (klasifikasi)
pola.
3.3 Backpropagation
Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan
biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah
bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan
26
tersembunyinya. Setiap unit yang ada pada lapisan tersembunyi terhubung dengan
setiap unit pada lapisan output. Lebih jelas tentang hal ini ditunjukkan pada
Gambar 3.14. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk
mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk
mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus
dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan
dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid, yaitu:
(3.9)
Gambar 3.14. Arsitektur jaringan backpropagation(Kusumadewi, 2003)
Menurut Haykin (1994), prosedur algoritma propagasi balik akan
mengikuti sekuen sebagai berikut.
1. Inisialisasi; menentukan konfigurasi jaringan, kemudian
menetapkan seluruhbobot synaptic dan treshold dengan nilai
acak kecil yang terdistribusi secara seragam.
2. Menyiapkan data pelatihan; untuk setiap pasangan (s,t)
dilakukan langkah 3 (komputasi ke depan) dan langkah 4
(komputasi balik) secara berurutan.
3. Komputasi ke depan; input yang tersedia adalah nilai aktivasi
bagi neuron-neuron sesudah lapisan input. Kemudian untuk
lapisan-lapisan berikutnya nilai aktivasi dihasilkan kemudian di
27
propagasikan dengan memakai fungsi aktivasi sigmoid. Pada
lapisan output nilai aktivasinya adalah sebagaikeluaran.
4. Komputasi balik; seluruh bobot synaptic disesuaikan untuk
memperkecil error. Mulai dari link-link yang menuju lapisan
output, sampai link-link yang menuju lapisan hidden pertama.
Untuk mempercepat konvergensi, bisa ditambahkan parameter
momentum (α). Untuk data latihan ke-p :
wmn( p) = wmn( p −1) + Δwmn( p) + α (wmn( p −1)
−wmn( p−2))
= wmn( p−1) + Δwmn( p) + αΔwmn( p −1) (3.10)
5. Iterasi; iterasi dilakukan untuk sejumlah epoch, jika masih terjadi
error,sampai average squared error (rumus 3.10) mencapai
batas kecil toleransi tertentu atau nol.
6. Langkah 2 sampai dengan 4 adalah algoritma untuk melatih
jaringan. Untuk pengujian pola, cukup dilakukan komputasi ke
depan satu lewatan (langkah 3).
28
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra atau gambar meteran
PDAM, yang menunjukkan jumlah kumulatif penggunaan air oleh pelanggan.
4.2. Alat Yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kamera Digital
Kamera digunakan untuk mengambil citra jumlah penggunaan air pada
meteran air PDAM dengan resolusi tertentu dan jenis ekstensi tertentu.
2. Matlab 7
Software ini digunakan untuk melakukan pengenalan pola citra meteran
air yang telah diambil dengan metode JST Backpropagation.
4.3. Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian terdiri dari:
1. Tahap Konsep
Pada tahap ini dilakukan pemilihan aplikasi yang akan dipakai dan
paradigma yang sesuai. Hal–hal yang harus diperhatikan antara lain
adalah ukuran jaringan yang akan dirancang, pembawaan input, tipe
pelatihan, dan waktu operasi rutin.
2. Pengolahan Citra
Proses ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah
gambar sehingga menghasilkan gambar lain yang sesuai dengan apa yang
diharapkan. Pengolahan citra bertugas untuk menyederhanakan gambar
menjadi suatu data berupa matrik, untuk kemudian dijadikan sebagai
input bagi jaringan syaraf tiruan.
29
3. Tahap Pendesainan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan
Pada tahap ini, algoritma JST dibangun sesuai konsep yang telah dipilih.
Ada 3 tingkat dalam pendesainan sebuah sistem JST yang harus
didefinisikan terlebih dahulu, yaitu tingkat node, tingkat jaringan, dan
tingkat pelatihan.
4. Proses Pembelajaran Pola Gambar
Tahap pembelajaran ini adalah langkah bagaimana suatu jaringan syaraf
tersebut berlatih. Cara yang dilakukan yaitu melakukan perubahan bobot
sambungan, sedangkan fase pemecahan masalah akan dilakukan jika
proses belajar tersebut selesai, fase tersebut adalah proses pengujian atau
testing.
5. Proses Pengenalan Pola Gambar
Setelah dilakukan langkah-langkah sebelumnya secara teratur dan
berurutan, selanjutnya dilakukan tahap pengenalan. Tahap ini merupakan
tahap implementasi JST terhadap sejumlah pola gambar yang berbeda
sebagai proses pengujian keakuratan sistem.
6. Verifikasi dan Validasi
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam penelitian ini. Verifikasi
dilakukan untuk membuktikan bahwa sistem telah dibangun secara layak.
Sedangkan validasi adalah pengecekan apakah sistem yang dibangun
sudah sesuai dengan kebutuhan.
30
4.4. Gantt Chart Penelitian
No Kegiatan September Oktober November Desember Januari Februari Maret1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literatur dan Pelatihan
Software
2 Pengumpulan Data
3 Pembangunan Algoritma
4 Pengolahan Data
5 Verifikasi dan Validasi
6 Pembuatan Laporan Penelitian
2
DAFTAR PUSTAKA
.
Firmansyah, P., Syafei, W.A., Setiawan, I., Pengenalan Teks Braille Berbasis
Jaringan Syaraf Tiruan Feedforward Multilayer dengan Menggunakan
Metode Back Propagation, Makalah Seminar Tugas Akhir Universitas
Diponegoro, Semarang
Haykin, S., 1994, Neural Networks: A Comprehensive Foundation, MacMillan
College Publishing Company.
Kusumadewi, S., 2003, Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya), Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Kusumadewi, S., 2004, Membangun Jaringan Syaraf Tiruan, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Martiana, 2012, Bab 8 Jaringan Syaraf Tiruan. (diakses secara online 16
September 2012) URL: http://lecturer.eepis-its.edu/~kangedi/materi
%20kuliah/Kecerdasan%20Buatan/Bab%208%20Jaringan%20Syaraf
%20Tiruan.pdf
Muis, Saludin, 2006, Teknik Jaringan Syaraf Tiruan, Graha Ilmu, Yogyakarta
Munir, R., 2004, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik,
Informatika, Bandung
Pujiyanta, A., 2009, Pengenalan Citra Objek Sederhana dengan Jaringan Saraf
Tiruan Metode Perceptron, Jurnal Informatika Vol.3 No.1 Januari 2009,
Yogyakarta
Setiawan, A., Fitri, D.L., dan Susanti, N., 2007, Analisa Sistem Pengenalan
Karakter Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pembacaan
Dokumen yang Rusak karena Banjir, Kudus.
Suhardi, I., 2010, Toleransi Unjuk Pengenalan Jaringan Syaraf Tiruan pada
Penambahan Derau dan Sudut Putaran terhadap Pola Karakter Tulisan
Tangan Jenis Angka, Media Elektrik vol.5 no.2 Desember 2010,
Makassar.
2