mola hidatidosa
DESCRIPTION
mola hidatidosaTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS (Autonamnesis)
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Usia : 21 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Pasar Sulawangi Kec. Tj. Kemuning, Kaur
RM : 676553
MRS : 18 Januari 2015 pukul 22.30 WIB
2. Riwayat Perkawinan:
Menikah 1 kali, lamanya 1 tahun
3. Riwayat Reproduksi:
Menarche 14 tahun, lama haid 5 hari, siklus 30 hari, haid teratur.
HPHT : 29 September 2014
4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan:
No Tempat bersalin Penolong Usia
skrg Aterm Jenis Persalinan Penyulit
Anak
JK BB Keadaan
1 Hamil ini
5. Riwayat Kontrasepsi :
Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya.
6. Riwayat Penyakit dahulu:
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM dan asma disangkal
7. Riwayat gizi/sosial ekonomi:
Sedang
1
8. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Keluar darah dari kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 3 hari SMRS, pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan banyak sekali, warna
merah kehitaman, banyaknya 5 kali ganti pembalut. Riwayat keluar gumpalan seperti
jaringan ataupun keluar gelembung seperti mata ikan ada. Riwayat keluar darah
seperti hati ayam tidak ada. Riwayat perut terasa nyeri ada. Riwayat mual-muntah
ada. Riwayat payudara tegang ada. Pasien mengaku hamil 4 bulan dan gerakan anak
tidak dirasakan. Pasien tampak lemas dan pucat. Pasien juga mengeluh sering
berkeringat dan tangannya gemetar. Pasien sebelumnya sudah dirawat di RS Manna
selama 2 hari dan dikatakan oleh dokter pasien hamil anggur dan sempat ditranfusi
darah sebanyak 2 kantong. Kemudian pasien dirujuk ke RSMY.
9. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit darah tinggi
Tidak ada riwayat penyakit asma
Tidak ada riwayat penyakit jantung
Tidak ada riwayat operasi
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present :
a. Keadaan umum
- Kesadaran : Kompos mentis
- Keadaan umum : tampak lemah
- Berat badan : 52 kg
- Tinggi badan : 153 cm
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 104 x/menit
- Pernapasan : 26 x/menit
- Suhu : 37,2 oC
b. Keadaan khusus
- Kepala : Konjungtiva anemis pada mata kanan dan kiri
Sklera tidak ikterik pada mata kanan dan kiri
2
- Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat
Tidak teraba massa, tidak teraba pembesaran kelenjar
getah bening dan kelenjar tiroid
- Toraks
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC 5 linea midklavikularis
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, gallop tidak
ada, murmur tidak ada.
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus dalam batas normal, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : terdengar suara sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler pada paru kanan dan kiri,
tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi.
- Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak cembung, lemas, simetris.
Tidak terdapat jaringan parut, dan tidak terdapat bekas luka
operasi.
Palpasi : Fudus uteri teraba 2 jari atas pusat, nyeri tekan tidak ada,
massa tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada, ballotement
eksterna tidak ada
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
- Ekstremitas :
Inspeksi : -Tidak tampak adanya deformitas pada keempat
ekstremitas
Tidak tampak edema pada kedua tungkai
Palpasi : Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas
Tidak ada pitting edema pada kedua tungkai
2. Status Ginekologi:
Pada pemeriksaan ginekologi saat masuk rumah sakit tanggal 18 Januari 2015 pukul
22.45 WIB didapatkan:
3
a. Pemeriksaan Luar:
- Abdomen tampak cembung, lemas, simetris.
- Tidak terdapat jaringan parut, dan tidak terdapat bekas luka operasi
- Fudus uteri teraba 2 jari atas pusat
- Nyeri tekan tidak ada
- Massa tidak ada
- Tanda cairan bebas tidak ada
- ballotement eksterna tidak ada
b. Pemeriksaan Dalam
Inspekulo : - Portio tampak lividae
- Ostium uteri eksterna tertutup
- Flour tidak ada
- Fluxus ada, darah tak aktif
- Erosi tidak ada, laserasi tidak ada, polip tidak ada
Vaginal Toucher : - Portio teraba lunak
- Corpus uteri sulit dinilai
- Ostium Uteri Eksterna tertutup
- Adneksa parametrium kanan kiri lemas
- Cavum douglas tidak menonjol
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( 19 Februari 2015)
- Hb : 5,8 g%
- Ht : 21 vol%
- Leukosit : 7.800 /mm3
- Trombosit : 202.000 /mm3
- Ureum : 20
- Kreatinin : 0,6
Ultrasonografi (USG) Abdomen (19 Februari 2015) :
4
Tampak gambaran “badai salju”
kesan: Mola Hidatidosa
D. DIAGNOSIS KERJA
Mola Hidatidosa dengan anemia berat
E. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Terapi
- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan
- O2 4 lpm
- IVFD 2 IV line RL : NaCl kocor 1000 cc, dilanjutkan RL : NaCl gtt xx
tetes/menit
- Injeksi cefotaxime 2 x 1 gr
- Cek Darah rutin, crossmatch, T3 FT4 dan TSH
- Rencana konsul Penyakit dalam
- Transfusi WB sampai dengan Hb > 10 gr/dl
- Rencana evakuasi Mola cyto
F. TINDAKAN KURETASE
Tindakan Kuretase : kuretase hisap (19 Januari 2015)
Pukul 09.00 WIB Tindakan dimulai
Penderita dalam posisi litotomi dan narkose
Dilakukan tindakan septik dan antiseptik pada area operasi dan sekitarnya
Dilakukan pemasangan sims atas dan bawah
Portio ditampakan secara avoe
Portio dijepit dengan tenakulum pada pukul 11.00 WIB
Dilakukan sondase, didapatkan uterus Ante Fleksi 17 cm
Dilakukan tindakan kuretase hisap secara sistematis, didapatkan darah, hasil konsepsi, dan jaringan mola ±1000 cc
Setelah itu dilakukan keretase tajam secara sistematis
Jaringan di kirim ke Patologi Anatomi
Setelah diyakini bersih dan tidak ada perdarahan, tenakulum dilepaskan.
Portio dibersihkan dengan kassa bethadine
Pukul 09.30 WIB Tindakan selesai
5
POST KURETASE
6
Terapi Post Kuretase :
- Observasi tanda vital dan perdarahan
- Cek laboratorium post kuretase: Hb, T3, T4, dan TSH
- IVFD RL gtt xx/m
- Injeksi Ceftriaxon 2x1gr
- Injeksi Transamin 3x1 amp
- Injeksi Antrain 3x1 amp
Pemeriksaan Laboratorium Post kuretase (19 Februari 2014)
- Hb : 5,2 g%
- Ht : 18 vol%
- Leukosit : 8.800 /mm3
- Trombosit : 199.000 /mm3
- Ureum : 22
- Kreatinin : 0,7
- T3 : 1,98 nmol/l (Normal, N: 0,9-2,5 nmol/l)
- T4 : 285 (meningkat, N:60-120 nmol/l)
- TSH : 0,05 (menurun, N: 0,25-5 µIU/ml)
Pemeriksaan tambahan indeks diagnostik Wayne:
-
-
-
-
-
-
Berdasarkan Indeks Wayne, Pasien dengan mola hidatidosa ini memiliki total nilai 23.
Hal ini menunjukkan bahwa secara klinis pasien mengalami hipertiroid.
Gejala Nilai apabila Nilai Pasien Tanda Nilai apabila Nilai
PasienPositif Negatif Positif NegatifDyspnoea +1 Gondok +3Palpitasi +2 Difus -3Kelemahan +2 +2 Bising tiroid +2Suka dingin +5 +5 Eksoftalmus +2Suka panas -5 Lid lag +1Keringat lebih
+3 +3 Hiperekinesis +4
Nervous Tremor tangan +1 +1Makan bertambah
+3 +3 Tangan keringat +1 -1 +1
Makan kurang
-3 Tangan panas +2 -2 +2
Berat turun +3 +3 Fibrilasi atrium +4Berat naik -3 Nadi regular >90 +3 +3Abortus +2 Nadi regular 80-90 0 0
Nadi regular <80 -3Total 23
7
DIAGNOSIS : Post Kuretase Hisap atas indikasi mola hidatidosa dengan hipertiroid dan
anemia berat
G. FOLLOW UP
20/1/201508.00 WIB
Keluhan: Pusing (+), badan terasa lemas, mual (+)Status PresentKU : sedang TD: 110/70mmHgKesadaran : CM Nadi : 92x/mtRR : 22x/mt Suhu : 370CPL : Abdomen tampak datar, Fundus uteri tak teraba, massa (-), Nyeri tekan (-), perdarahan aktif (-)Konsul dr. Yandi, SpPD :Kesan : hipertiroid
D/ Post Kuretase hisap atas indikasi mola hidatidosa dengan hipertiroid
Hb Post kuretase : 5,2
- IVFD RL gtt xx tetes/menit
- Injeksi Ceftriaxon 2x1gr
- PTU tab 3 x 100 mg
R/ Transfusi PRC 3x500 cc
Cek Hb post transfusi
21/1/2015 Keluhan: pusing (+), lemas (+)Status PresentKU : sedang TD: 120/80mmHgKesadaran : CM Nadi : 80x/mtRR : 20x/mt Suhu : 37,30CPL : Abdomen tampak datar, Fundus uteri tak teraba, massa (-), Nyeri tekan (-),perdarahan aktif (-)
D/ Post Kuretase hisap atas indikasi mola hidatidosa dengan hipertiroid
Hb Post transfusi : 7,8
- IVFD RL gtt xx tetes/menit
- Injeksi Ceftriaxon 2x1gr
- PTU tab 3 x 100 mg
R/ Transfusi PRC 2x500 cc
Cek Hb post transfusi22/1/2015 Keluhan: tidak ada
Status PresentKU : baik TD: 120/90mmHgKesadaran : CM Nadi : 72x/mtRR : 18x/mt Suhu : 37,3CPL : Abdomen tampak datar, Fundus uteri tak teraba, massa (-), Nyeri tekan (-),perdarahan aktif (-)
D/ Post Kuretase hisap atas indikasi mola hidatidosa dengan hipertiroid
Hb Post transfusi : 9,2
- PTU tab 3 x 100 mg
- Amoxicillin tab 3x500 mg
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Pasien boleh pulang, kontrol ke poli pada tanggal 29/1/2015
8
Rencana Pengawasan Lanjutan:
1. Pemeriksaan ukuran uterus
2. Pemeriksaan ß-HCG setiap minggu pada 3 minggu pertama
3. Setiap 2 minggu sampai bulan ketiga
4. Setiap bulan pada 6 bulan berikutya
5. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya setiap 3 bulan
6. Pasien tidak boleh hamil dulu dan disarankan penggunaan kontrasepsi diafragma,
kondom atau kalender
7. Pasien boleh hamil setelah 6 bulan nilai ß-HCG normal
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi
keabnormalan dalam konsepsi palsenta yang disertai dengan perkembangan parsial ataupun
tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan
hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).
2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola
hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di
Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar
data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang
dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik
(Prawirohadjo, 2009).
2.3 Etiologi da Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk
plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk
janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu masa yang
abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secara normal (Sebire, 2008).
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah
spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki
ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10
persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom
triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006).
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio
'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu
10
mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan
peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun,
karena sintesis hormon ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar
hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 1998)
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. Keadaan sosioekonomi yang rendah
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Kekurangan protein
8. Knfeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
2.4 Patogenesis
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena
tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil
pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena
pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan
mesenkim villi (Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas (Sumapraja, 2005):
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
11
menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga
menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-
gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-
gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;
(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola
banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001).
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007;
Cunningham, 2006).
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Mola Komplit Mola Parsial Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid) Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang Janin Tidak ada Sering dijumpai Amnion, sel darah merah janin
Tidak ada Sering dijumpai
Gambaran klinis Diagnosis Gestasi mola Missed abortion Ukuran uterus 50% besar untuk masa
kehamilan Kecil untuk masa kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
12
Penyulit medis Sering jarang Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar Hcg Tinggi Rendah – tinggi
2.6 Gejala Klinis
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan
10% pasien masuk RS
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat
beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut
trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut
(Cunningham, 2006) :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari
spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum
abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-
minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan
sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
13
sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan
mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya
dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan
perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut jika tidak mendapatkan pengobatan yang
efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu (John, 2006).
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplit adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang
14
banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin, ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
15
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva
regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola (Cunningham,
2006).
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin
2.8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
16
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral
pil.
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada 3 minggu pertama
o Setiap 2 minggu sampai bulan ketiga
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari
17
Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa
2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat
mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh
karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005;
Cunningham, 2006).
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik
gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat,
karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik
gestasional (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).
18
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan
masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi
yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola
dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar
dan membesar (Cunningham, 2006).
2.10 Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
19
BAB III
PEMBAHASAN
1. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada kasus ini? Apakah diagnosis Mola
hidatidosa sudah tepat?
Penegakkan diagnosis:
• Anamnesis: Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain
perdarahan uterus yang merupakan gejala utama pada kasus, hipertiroid, dimana
pasien mengeluh sering berkeringat dan tangannya sering gemetar (tremor), hal
ini merupakan salah satu manifestasi klinis yang ditimbulkan mola akibat
peningkatan kadar beta HCG. Gerakan janin juga tidak pernah dirasakan pasien
selama hamil
• Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah yang rendah, nadi
sedikit meningkat namun masih dalam batas normal, hal ini merupakan
kompensasi dari perdarahan yang terjadi. Pemeriksaan obstetri balotement
eksterna (-) dan usia kehamilan menurut HPHT tidak sesuai dengan tinggi fundus
uteri.
• Pemeriksaan USG digunakan untuk mengetahui adanya tanda jaringan mola
dalam uterus yang menunjukkan gambaran khas yakni “badai salju”.
• Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai T4 yang meningkat,
sedangkan TSH turun.
• Jadi, dapat ditegakkan diagnosis Mola hidatidosa pada pasien. Namun karena
diagnostik pasti hanya dari hasil patologi anatomi, maka sebaiknya ditulis suspect
Mola Hidatidosa dan ditambahkan dengan hipertiroid.
2. Apa faktor resiko Mola hidatidosa pada pasien ini?
• Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya kehamilan mola kemungkinan
dikarenakan keadaan pengetahuan ibu yang rendah, sehingga kekurangan asupan
protein dan asam folat. Kemungkinan penyebab lain masih belum dapat
diidentifikasi.
3. Apakah penatalaksanaan pasien pada kasus ini sudah tepat?
Sebelum dilakukan kuretase hisap, seharusnya dilakukan dilatasi terlebih dahulu
dengan laminaria karena OUE yang masih tertutup, Laminaria merupakan tekhnik
dilatasi pilihan pada Mola hidatidosa, karena jika menggunakan misoprostol
dikhawatirkan akan terjadi abostus mola yang akan menyebabkan perdarahan
lebih hebat pada pasien.
Kuretase hisap dilakukan pada pasien ini. Tindakan histerektomi total bukan
merupakan pilihan pada pasien ini dikarenakan pasien dalam kasus ini tidak
tergolong beresiko tinggi yang memiliki kriteria usia lebih dari 35 tahun, paritas
3 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu lebih dari setinggi pusat.
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan kasus ini terdiri dari:
1. Diagnosis pada kasus ini adalah Mola Hidatidosa dengan hipertiroid yang didapatkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
2. Penatalaksanaan di RSMY Bengkulu yang dilakukan pada pasien ini masih kurang tepat
karena dilakukan evakuasi uterus dengan teknik suction curetage tanpa dilatasi terlebih
dahulu padahal dari hasil pemeriksaan inspekulo ostium uteri eksterna masih tertutup.
DAFTAR PUSTAKA
Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri
Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2005.
Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi
ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta
Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri dan
Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta
John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses dari http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF. Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah
Obstetri. EGC: Jakarta
Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua. EGC:
Jakarta
Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta