mola hidatidosa

42
LAPORAN KASUS MOLA HIDATIDOSA Oleh : PUTRI CUS WINDA MASER 1010070100141 Pembimbing : dr. MARSAL SALVINA Sp.OG dr. HELWI NOFIRA Sp.OG (K) 1

Upload: winda-maser

Post on 03-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUS

MOLA HIDATIDOSA

Oleh :

PUTRI CUS WINDA MASER

1010070100141

Pembimbing :

dr. MARSAL SALVINA Sp.OGdr. HELWI NOFIRA Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG

2015DAFTAR ISIDAFTAR ISI........................................................................................................... 2BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 3BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi.....................................................................................................42. Klasifikasi.................................................................................................43. Etiologi ................................................................................................64. Faktor Resiko............................................................................................7

5. Patogenesa ...............................................................................................8

6. Gejala klinis............................................................................................. 97. Komplikasi................................................................................................138. Penatalaksanaan........................................................................................159. Prognosis.................................................................................................. 18BAB III TINJAUAN KASUS 20BAB IV DISKUSI ...... 25BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .... 26BAB VI DAFTAR PUSTAKA . 28BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit trophoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trophoblas. Didalam tubuh wanita sel-sel trophoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Diluar kehamilan sel-sel trophoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium. Karena itu penyakit trophoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestasional Trophoblastic Disease, sedang yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Trophoblastic Disease Silverberg,2002Penyakit Trophoblas Gestasional merupakan penyakit yang berkaitan dengan kegagalan kehamilan dimana penyebab pasti belum diketahui .Klasifikasi histopatologi dari Penyakit Trophoblas Gestasional menurut WHO yaitu : Steven,2002 Mola hidatidosa

Koriokarsinoma

Persistent Trophoblastic Disease

Plasental Site Trophoblastic TumorPenyakit ini penting bagi negara kita, baik dilihat dari segi insiden, gambaran klinis maupun prognosisnya. Insidennya cukup tinggi, hampir terdapat diseluruh wilayah disertai dengan gambaran klinis yang bervariasi mulai yang ringan sampai yang berat dimana menjadi beban berat bagi masyarakat dan tenaga kesehatan.

Kegagalan kehamilan dapat berupa abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa serta prematuritas. Mola hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trophoblas dan edema stroma vilus dimana terdiri dari mola hidatidosa komplit bila seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik tanpa ada embrio melainkan berkembang secara patologi berupa gelembung yang menyerupai anggur sedangkan bila diantara gelembung ditemukan embrio disebut mola hidatidosa parsial. Soebrata,2005Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali setelah ditangani secara tuntas, tetapi sekitar 15-20% akan mengalami perubahan menjadi keganasan. Keganasan bisa terjadi dalam waktu 1 minggu sampai 3 tahun pasca evakuasi maka diberlakukan follow up ketat terhadap pasien yang menderita mola hidatidosa. Bratakoesoema,2005

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAII.1. Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu penyakit trophoblas gestasional sebagai akibat dari kehamilan yang berkembang tidak sempurna dimana sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai anggur.Soebrata,2005;Sarwono,2005Berbagai istilah pernah digunakan untuk menggambarkan penyakit ini misalnya bila seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik tanpa ada embrio disebut Complete Mole, True Mole, Classic Mole atau Mole Hydatidiform (Prancis). Bila diantara gelembung ditemukan embrio disebut Transtional Mole (Alter & Crosgrove), Incomplete Mole (Szulman), Parsial Mole atau Mole Embryone.Soebrata,2005Pritchard dan Fukushima mengganggapnya sebagai suatu neoplasma jinak dari trophoblas, sedangkan sarjana-sarjana lain ada yang menganggap sebagai degenerasi, displasi atau hiperplasi.Soebrata,2005II.2. Klasifikasi Mola hidatidosa sudah diketahui sejak tahun 1795 oleh Gregorin. Baru setelah diadakan penelitian sitogenik pada tahun 1970-an oleh antara lain Kajii, Vassilokos, Szulman dan lain-lain dicapai kesepakatan bahwa mola hidatidosa terdiri dari dua jenis yaitu Joewarini,2005 : 1. Mola Hidatidosa Komplet (Complete Hydatidiform Mole)2. Mola Hidatidosa Parsial (Partial Hydatidiform Mole) Secara makroskopik mola hidatidosa komplit mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk kista atau gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3 cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau edema. Kalau ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai Soebrata,2005;Bratakoesoema,2006 Oleh karena itu, mola hidatidosa komplit disebut juga sebagai kehamilan anggur. Tangkai tersebut melekat pada endometrium. Umumnya seluruh endometrium dikenai. Bila tangkainya putus, terjadilah perdarahan. Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut diliputi oleh darah merah atau coklat tua sudah mengering. Pada mola hidatidosa komplit seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik sehingga sama sekali tidak ditemukan unsur janin. Sebelum ditemukan USG, mola hidatidosa komplit dapat mencapai ukuran besar sekali dengan jumlah gelembung melebihi 2.000 cc.Soebrata,2005

Gambar 1. Mola hidatidosa komplit

Mola hidatidosa parsial harus dipisahkan dari mola hidatidosa komplit karena antara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar baik dilihat dari segi patogenesis, klinik, prognosis maupun gambaran PA-nya. Disebut parsial karena tidak seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik. Pada mola hidatidosa parsial hanya sebagian dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya plasenta yang mengalami degenerasi tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim.Soebrata,2005Gambar 2. Mola hidatidosa parsial

Ada kalanya pada sediaan abortus atau plasenta aterm ditemukan beberapa bagian yang mengalami degenerasi hidropik. Keadaan semacam ini tidak dimasukkan ke mola hidatidosa tetapi disebut sebagai Sub Molaire. Soebrata,2005II.3. Etiologi Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah dianjurkan, misalnya teori infeksi, defisiensi makanan, terutama protein tinggi dan teori kebangsaan. Menurut Sarwono (1999, hal. 202) biasanya janin meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Secara ringkas faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya molla hitadiformis antara lain adalah :

1. Faktor ovum (ovum mati) : pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma

2. Imunoselektif dari trofoblast : Perkembangan mola hidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya villi mengalami distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio kelaparan, mati dan diabsorbsi, sedangkan trofoblast terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu.

3. Usia : Wanita dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat terjadi kehamilan mola .

4. Diet rendah karoten (suatu bentuk vitamin A) : Wanita dengan asupan karoten atau vitamin A rendah memiliki resiko lebih tinggi mengalami kehamilan mola.

5. Keadaan sosial ekonomi yang rendah : Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan social ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

6. Multiparitas

7. Kelainan kromosom yang belum jelas8. Riwayat kehamilan mola sebelumnyaII.4. Faktor Resiko Mola hidatidosa dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa dalam kaitan dengan umur ini ada kelompok umur yang mempunyai resiko lebih tinggi untuk mendapat mola hidatidosa yaitu mereka yang hamil pada usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun Bratakoesoema,2006;Merck,2003.

Disamping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian mola hidatidosa. Acosta Sison mengganggap bahwa mola hidatidosa adalah suatu kehamilan abnormal yang berasal dari ovum patologis sedangkan faktor yang menyebabkan ovum patologis ini adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein). Acosta Sison mengaitkan hal ini dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan mola hidatidosa yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah yang kurang mengkonsumsi protein. Pada perang dunia kedua seluruh masyarakat kekurangan makanan. Pada saat itu insiden mola hidatidosa juga meningkat pada wanita golongan tingkat atas Bratakoesoema,2006.

Secara empiris, tampaknya teori ini dapat diterima karena insidensi mola hidatidosa yang tinggi ditemukan pula di Indonesia, Meksiko dan Filipina. Tetapi peneliti lain seperti Steigard dan Yen tidak setuju dengan teori ini karena di Hawai mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada etnis Jepang dibanding dengan penduduk Hawai asli. Padahal kalau dilihat dari segi sosioekonomi orang Jepang jauh lebih baik dimana mereka lebih banyak makan protein (ikan) Soebrata,2005.

Reynold mengatakan bahwa bila wanita hamil terutama antara hari ke 13 dan 21 mengalami kekurangan asam folat dan histidine akan mengalami gangguan pembentukan timidin yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis yang akhirnya akan menimbulkan perubahan hidropik Merck,2003.

Teori gizi sebagai faktor resiko yang banyak dianut sekarang adalah yang diajukan antara lain oleh Parazzini F (Italia) yaitu bahwa mola hidatidosa banyak terjadi pada mereka yang kekurangan -Carotene dan vitamin A Merck,2003.

WHO Scientific Group berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi, riwayat obstetri juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian mola hidatidosa dimana akan meningkat pada wanita yang pernah mendapat mola hidatidosa dan kehamilan kembar tetapi multiparitas tidak merupakan faktor resiko Vaisbuch,2006.

Faktor resiko lain adalah genetik. Hasil penelitian sitogenetik menunjukkan bahwa pada kasus mola hidatidosa lebih banyak ditemukan kelainan Balance Translocation dibandingkan dengan populasi normal. Pada wanita dengan kelainan sitogenetik ini lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak aktif Hill,2002.II.5. PatogenesisBanyak teori telah dikemukakan tentang patogenesis mola hidatidosa antara lain :

Teori Hertig et al, menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion) sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama makin besar sampai akhirnya terbentuklah gelembung mola. Sedangkan proliferasi trophoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang edema tadi Merck,2003.

Teori Park, adanya jaringan trophoblas yang abnormal baik berupa hiperplasi, displasi maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal dimana terjadi absorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili. Keadaan ini menekan pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan kematian embrio Sarwono,2001.

Teori sitogenetik, kehamilan mola hidatidosa komplet terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23 x. Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri menjadi 46 xx. Jadi kromosom mola hidatidosa komplet ini berjenis kelamin wanita tetapi kedua x-nya berasal dari ayah. Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik.Soebrata,2006Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban) secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, mola hidatidosa komplit tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.Soebrata,2005Mola hidatidosa parsial berbeda dengan mola hidatidosa komplit terutama kariotipe. Pada mola hidatidosa parsial dapat ditemukan gambaran yang diploid atau triploid. Bisa oleh dua haploid 23x, satu haploid 23x dan satu haploid 23y atau dua haploid 2y. Hasil konsepsi bisa berupa 69xxx, 69 xxy atau 69xyy. Kromosom 69 yyy tidak pernah ditemukan Soebrata,2005.

Jadi mola hidatidosa parsial mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro Triploid. Koriokarsinoma lebih jarang terjadi paskamola parsial jika dibandingkan dengan paskamola komplit.Bratakoesoema,2006II.6. Gambaran KlinisMola hidatidosa diketahui dari perdarahan pervaginam, pembesaran uterus, anemia, hiperemesis atau keluarnya gelembung mola sebelum adanya USG dan pemeriksaan -hCG sehingga pertolongan yang diberikan sudah sangat terlambat.Moore,2006 Mola hidatidosa komplit adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis. Oleh karena itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan muntah. Ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa pada mola hidatidosa komplit, lebih sering terjadi hiperemesis dimana keluhannya lebih hebat dari kehamilan biasa.Soebrata,2006

Kemudian perkembangannya mulai berbeda. Pada kehamilan biasa pembesaran uterus terjadi melalui dua fase, yaitu fase aktif, sebagai akibat pengaruh hormonal, dan fase pasif, akibat pembesaran hasil kehamilan (anak, plasenta dan air ketuban). Pada mola hidatidosa komplit tidak demikian. Vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik, berkembang dengan cepat, mengisi seluruh kavum uteri. Akibatnya uterus ikut membesar dengan cepat pula, sehingga ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamanya amenorea.Moore,2006

Pada kehamilan biasa, segmen bawah rahim baru terbentuk pada kehamilan yang sudah besar (trimester ketiga). Pada mola hidatidosa komplit, karena pengisian kavum uteri oleh gelembung mola berlangsung cepat, maka pembentukan segmen bawah rahim, sudah terjadi pada kehamilan yang lebih muda (24 minggu). Menurut Acosta Sison, segmen bawah rahim ini terbentuk berupa penonjolan, yang disebut ballooning, dan merupakan ciri khas dari mola hidatidosa komplit. Ballooning dapat diraba pada pemeriksaan dalam sebagai penonjolan segmen bawah rahim ke arah depan, dengan konsistensi yang lunak.Soebrata,2006

Kemudian, karena kehamilan ini abnormal, badan akan berusaha untuk mengeluarkannya, terjadilah perdarahan per vaginam. Bedanya dengan abortus biasa adalah pada abortus biasa besar uterus sesuai dengan lamanya amenorea. Perdarahan pada mola hidatidosa komplit dapat berupa bercak-bercak sedikit, intermiten, atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok hipovolemik. Adakalanya perdarahan ini disertai dengan keluarnya gelembung mola sehingga mempermudah diagnosis. Pada beberapa tahun yang lalu, perdarahan yang banyak ini bisa diikuti dengan kematian.Moore,2003Kita harus memikirkan mola hidatidosa bila ditemukan hal-hal dibawah ini: Moore,2006;Merck,20031. Anamnesis

Wanita mengeluh :

a. Terlambat haid

b. Adanya perdarahan pervaginam

c. Perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea

d. Walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak.

2. Klinis Ginekologis

Pada pemeriksaan ditemukan:

a. Uterus lebih besar dari tuanya kehamilan

b. Tidak ditemukan tanda pasti kehamilan(BJA, balotemen, gerakan anak).

3. Laboratorium

Kadar hCG lebih tinggi dari normal.

4. USG Tampak gambaran vesikuler dikavum uteri.

Pada mola hidatidosa komplit kita mendapatkan gambaran diantaranya :

tidak ada janin atau embrio

tidak ada cairan ketuban

gambaran vili korialis mengalami degenerasi hidropik ( gambaran badai salju) ditemukan kista luteinGambar 3. USG Mola hidatidosa komplit Merck,2003

Snowstorm appearance of complete mole on ultrasoundPada mola hidatidosa parsial kita mendapatkan gambaran diantaranya :

ditemukan janin atau embrio, bisa hidup tapi mengalami pertumbuhan yang terhambat

ditemukan cairan ketuban

tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil disertai peningkatan diameter transversa dari kantong janin (gambaran Swiss Cheese). tidak ada kista luteinGambar 4. Mola hidatidosa parsial Hill,2002

Ultrasound of an irregular intrauterine gestational sac containing an 8-week-sized fetusDiagnosis Pasti

Ditentukan oleh hasil pemeriksaan Patologi Anatomi, yang secara mikroskopis tampak sebagai berikut : proliferasi trophoblas, stroma vili korialis yang edema yang tidak mengandung pembuluh darah (tanpa vaskularisasi), disertai hiperplasia dari sel sitotrophoblas dan sel sinsitiotrophoblas.Merck,2003Beberapa pakar menganggap bahwa dengan melihat gambaran PA-nya, dapat diprediksikan apakah mola hidatidosa komplit itu akan mengalami transformasi keganasan atau tidak. Antara lain dikatakan, kalau ditemukan proliferasi sel-sel trophoblas yang berlebihan, kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar Chen,2004.

Pada mola hidatidosa parsial biasanya diagnosis dibuat secara tidak sengaja setelah dilakukan tindakan dan diperkuat dengan hasil pemeriksaan PA dimana ditemukan gambaran khas sebagai berikut Moore,2006:

1. Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi dan hiperplasi trophoblas disertai dengan vili korialis yang normal..

2. Scalloping yang berlebihan dari vili

3. Inklusi stroma trophoblas yang menonjol

4. Ditemukan embrio atau janin.

Tabel 1. Perbedaan gambaran mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial

Gambaran Mola hidatidosa komplit Mola hidatidosa parsial

Karyotipe 46 xx atau 46 xy 69 xxx atau 69 xxy

Gambaran patologis

Embrio tidak ada ada

Amnion tidak ada ada

Vili korialis bundar berlekuk

Edem viliosa difus umumnya fokal

Proliferasi trophoblas variabel, ringan variabel, fokal ringan

sampai berlebihan sampai sedang

Gambaran klinik

Diagnosis

Ukuran uterus kehamilan mola missed abortion

Kista Lutein 50 % membesar jarang

Penyulit sering jarang

Laboratorium:

-hCG sangat tinggi > normal

II.7. Komplikasi

Seperti pada kehamilan biasa, mola hidatidosa komplit juga dapat disertai komplikasi yaitu perdarahan, preeklampsia, tirotoksikosis dan emboli paru-paru sedangkan penyulit lanjut berupa terjadinya tumor trophoblas gestasional paskamola. Bratakoesoema,2006

Perdarahan merupakan komplikasi yang sering mengancam akibat terlambatnya diagnosis mola ditegakkan. Biasanya terjadi pada negara-negara yang pelayanan obstetri yang jelek.Soebrata,2006

Preeklampsia pada mola hidatidosa komplit tidak berbeda dengan kehamilan biasa, bisa ringan, berat bahkan sampai eklampsia. Hanya saja pada mola hidatidosa komplit terjadi lebih dini. Menurut Pritchard, bila ditemukan preeklampsia pada uterus sebesar atau lebih 24 minggu, harus dicurigai adanya mola hidatidosa. Cara penanganannya, disamping evakuasi jaringan mola, tidak berbeda pada preeklampsia akibat kehamilan biasa. Cunningham,2010Sudah lama diketahui bahwa pada mola hidatidosa komplit kadang-kadang ditemukan perubahan pada kelenjar tiroid, baik anatomis maupun fungsional, tetapi biasanya tidak disertai gejala klinis tirotoksikosis. Kelainannya bisa berupa hipertiroidisme biokimia saja, dimana kadar hormon Thyroxyne (T4) dan Triiodothyronine (T3) meningkat dan TSH menurun atau disertai gejala klinis yang disebut tirotoksikosis. Hershman menganggap bahwa hiperfungsi tiroid ini disebabkan adanya stimulator yang dibentuk didalam sel trophoblas yang disebut molar thyrotropin. Tetapi sekarang para pakar menganggap bahwa yang menjadi stimulatornya tidak lain adalah kadar hCG yang tinggi. Cunningham,2010Gejala klinis tirotoksikosis pada mola, ternyata berbeda dengan graves disease, terutama dalam kecepatan perkembangannya. Pada mola hidatidosa komplit, perkembangannya sangat cepat . Dari status eutiroid sampai krisis tiroid dapat berlangsung dalam beberapa jam saja dan menyebabkan kematian karena payah jantung.Cunningham,2010

Pemicu tirotoksikosis pada mola adalah tingginya kadar hCG, pada kadar hCG < 100.000 mIU/ml stimulasi tiroid hCG tidak tampak tetapi pada kadar yang sangat tinggi hal ini sangat nyata. Gambaran tiorotoksikosis pada mola tidak selalu jelas dan terdapat beberapa tingkat tirotoksikosis yaitu overt tirotoksikosis (kadar hormon tiroid bebas sangat tinggi tetapi kadar TSH sangat rendah), tirotoksikosis klinis (sama dengan overt tirotoksikosis tapi disertai gambaran klinis), tirotoksikosis subklinis (bila TSH < 0,10 mIU/mldan hormon tiroid normal).Bratakoesoema,2006

Diagnosis tirotoksikosis pada mola hidatidosa komplit dipersulit karena sering disertai adanya penyulit-penyulit lain, seperti preeklampsia, payah jantung, emboli paru-paru, dan anemia yang masing-masing dapat memberikan gejala seperti tirotoksikosis. Maka dignosis tirotoksikosis pada mola sangat penting dan perlu ditanggulangi dahulu sebelum dilakukan evakuasi jaringan molanya karena bila tidak dilakukan, upaya evakuasi jaringan mola dapat menimbulkan kematian penderita akibat krisis tiroid atau payah jantung.Bratakoesoema,2006 Adanya tirotoksikosis pada penderita mola dapat diduga bila terdapat gejala-gejala : Chen,2004 Nadi istirahat 100/menit tanpa sebab-sebab lain yang jelas

Tremor

Besar uterus > 24 minggu

Dinegara maju, dimana penggunaan USG sudah merupakan hal yang rutin, diagnosis mola hidatidosa komplit sudah dapat dibuat pada uterus yang kecil dengan gambaran badai salju sehingga penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosia sudah jarang ditemukan. Dengan mengunakan alat USG yang resolusinya lebih baik gambaran yang tampak bukan gambaran badai salju melainkan gambaran jaringan vesikuler yang memperlihatkan gelembung-gelembung mola dari berbagai ukuran.Bratakoesoema,2006Gambaran klinis penderita mola hidatidosa komplit di Indonesia sering tidak menguntungkan karena penderita datang terlambat. Hal ini disebabkan oleh faktor ketidaktahuan, ketidak mampuan dan ketidak terjangkauan dari masyarakat. Jadi, progresifitas dari penyakit mola hidatidosa komplit di Indonesia tidak semata-mata disebabkan oleh faktor biologis klinis saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial seperti pendidikan, ekonomi dan budaya. Dinegara maju, disamping insidensinya yang rendah, sudah tidak lagi ditemukan kematian karena mola hidatidosa.Vaisbuch,2005II.8. PenatalaksanaanTerapi terdiri dari empat tahap, yaitu: Moore,2006;Merck,20031. Perbaikan keadaan umum

2. Evakuasi jaringan

3. Profilaksis

4. Follow up

1. Perbaikan Keadaan Umum

Setelah diagnosis mola hidatidosa ditegakkan, diupayakan untuk melakukan evakuasi jaringan mola. Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum penderita harus distabilkan dahulu, dicari dahulu ada tidaknya penyulit berupa tirotoksikosis, preeklamsia dan lainnya yang dapat memperburuk prognosis penderita. Upaya evakuasi baru dilakukan bila penyulit sudah dapat diatasi.. Tergantung pada bentuk penyulitnya, dapat diberikan:

1. Pasang infus, untuk mengatasi syok hipovolemik.

2. Antihipertensi/konvulsi, seperti pada Terapi Preeklampsia/eklampsia

3. Obat antitiroid bekerjasama dengan Bagian Penyakit Dalam.

Tindakan yang dilakukan sebelum penderita dalam keadaan stabil dapat merangsang terjadinya syok ireversibel, eklampsia atau krisis tiroid, yang tidak mustahil diikuti dengan kematian.

2.Evakuasi jaringan mola hidatidosa Dapat dilakukan dengan berbagai cara :

a. Kuretase tajam

b. Keretase vakumKuretase dilakukan 2 kali dengan interval 2 minggu, mula-mula dilakukan kuretase vakum dengan pemberian transfusi darah. Kuretase ke 2 dilakukan dengan menggunakan sendok kuret 2 minggu setelah kuretase vakum dan jaringannya dikirim untuk pemeriksaan Patologi Anatomi. Dewasa ini karena ukuran uterus pada kasus-kasus mola hidatidosa tidak terlalu besar, kuretase dengan sendok kuret dilakukan segera setelah pengosongan uterus dengan kuret vakum.

Penggunaan kuret vakum untuk pengosongan isi uterus juga dianjurkan oleh WHO. Tujuan penggunaan sendok kuret adalah agar jaringan miometrium yang ditumbuhi jaringan mola ikut terbawa sehingga pemeriksaan PA disamping dapat diketahui ada tidaknya proliferasi trophoblas yang berlebihan sekaligus juga dapat diketahui ada tidaknya infiltrasi jaringan mola ke miometrium.

c. Histerektomi

Histerektomi dilakukan pada kasus mola resiko tinggi yang sudah mempunyai cukup anak. Tujuannya adalah disamping sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan timbulnya keganasan sekaligus bila kemudian timbul koriokarsinoma maka derajat skor prognostiknya akan rendah sehingga sitostatika yang dIperlukan akan lebih sederhana dan kurang toksik serta biaya lebih ringan.

Kriteria mola hidatidosa resiko tinggi :

Ukuran uterus > 20 minggu

Umur penderita > 35 tahun

Gambaran PA memperlihatkan gambaran proliferasi trophoblas berlebihan

-hCG praevakuasi 100.000 mIU/ml (RIA/IRMA)3. Profilaksis

Kemoterapi diberikan pada penderita mola resiko tinggi. Caranya Cunningham,2003:

1. MTX 20 mg/hari IM dan asam folat 5 mg/hari IM yang diberikan 12 jam setelah pemberian MTX (selama 5 hari berturut-turut). Profilaksis dengan tablet MTX dianggap tidak bermanfaat. Asam folat adalah antidotum dari MTX.

2. Actinomycin D 0,5 mg/hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut. Tidak perlu antidotum.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa bila setelah diberikan profilaksis sitostatika terjadi juga keganasan, pengobatannya lebih sukar. Oleh karena itu, banyak pakar yang tidak setuju dengan pemberian profilaksis ini. Disamping alasan diatas mereka mengatakan juga bahwa sitostatika sering memberikan efek samping yang membahayakan. Dengan follow up yang baik, kita dapat membuat diagnosis keganasan secara dini sehingga kemoterapi yang diberikan secara kuratif akan dapat mengobatinya secara efektif Cunningham,2003.

Beberapa negara berkembang masih memberikan kemoterapi dengan kriteria : Chen,2004- Kadar -hCG turun sangat lambat

- Kadar -hCG mula-mula menunjukkan penurunan tetapi kemudian naik lagi

- Kadar -hCG mula-mula menurun tetapi mendatar mendatar dan tidak turun lagi.

Penderita dengan kriteria diatas diberikan MTX dosis rendah yakni 50 mg, MTX selang sehari selama 5 kali ditambah asam folat 12 mg yang diberikan 30 jam setelah pemberian MTX. Regimen ini diulang setiap 7 sampai 10 hari.

4. Follow up Paska evakuasi

Seperti diketahui 15-20 % dari penderita pasca mola hidatidosa komplit bisa mengalami transformasi keganasan. Masa laten terjadinya keganasan sangat bervariasi. Menurut Hertig keganasan bisa terjadi dalam waktu 1 minggu sampai 3 tahun pascaevakuasi maka diberlakukan follow up ketat. Pada penderita mola resiko rendah follow up mulai dilakukan 2 minggu pascaevakuasi dan pada mola resiko tinggi dimulai 2 minggu setelah mendapat kemoterapi profilaksis.Joewarini,2005 Tujuan dari follow up ada dua :1. Melihat apakah proses involusi berjalan secara normal baik anatomis, laboratoris maupun fungsional seperti involusi uterus, turunnya kadar -hCG dan kembali fungsi haid.

2. Menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang sangat dini.Tujuan follow up terutama mendeteksi adanya keganasan secara dini sering tidak tercapai karena ada dua kendala besar yaitu Joewarini,2005:

1. Ketidakpatuhan penderita

2. Sarana pemerikasaan -hCG hanya ada dipusat dan mahal

II.9. Prognosis

Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap sebagian besar penderita mola hidatidosa akan sehat kembali kecuali 15-20 % yang mungkin akan menjadi mola invasif dan sekitar 2-3 % kasus akan berkembang menjadi koriokarsinoma. Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi seperti : umur diatas 35 tahun, besar uterus diatas 20 minggu, kadar -Hcg diatas 105 mIU/ml, gambaran PA yang mencurigakan Chen,2004.

Kehamilan Paskamola

Pada umumnya derajat kesuburan paska-mola hidatidosa komplit tidak berubah. Bila tidak menggunakan kontrasepsi mereka akan hamil segera setelah haidnya normal kembali. Proses kehamilan, persalinan maupun masa nifasnya tidak berbeda.

Mola Hidatidosa Berulang

Wanita yang pernah mendapat mola hidatidosa komplit dapat mengalami lagi. Pengulangan itu bisa berturut-turut atau diselingi oleh kehamilan non-mola hidatidosa komplit seperti kehamilan normal atau abortus. Wanita yang hamil paska mola hidatidosa komplit harus segera memeriksakan diri apakah kehamilannya itu normal atau mola hidatidosa komplit lagi Soebrata,2005. Tabel.2 Sistim Skoring Berdasarkan Faktor Resiko ( WHO) Cunningham,2010NoFaktor Resiko1234

1.Umur 39( 39

2.Kehamilan antesendenMola hidatidosaAborsiaterm

3.Interval ( bln)< 44 - 67 - 12> 12

3.Kadar HCG (IU/ml)< 10001000-1.0000< 100.000>100.000

4.Gol drh ABO-O atau AB atau AB-

5.Besar tumor ( cm)< 3 cm3 5 cm> 5-

6.Metastase-Limpa-ginjalGIT, hatiOtak

7.Jumlah metastase-1 44 - 8> 8

8.Kemoterapi --tunggal( 2

Total skor : 0 4 resiko rendah, 5 7 resiko sedang, ( 8 resiko tinggi kematian

ParameterPronosis BaikPrognosis Jelek

Usia Kehamilan< 4 bulan> 4 bulan

B-HCG level< 40.000> 40.000

KehamilanMola Aterm

TerapiTidak pernahGagal kemoterapi

BAB IIITINJAUAN KASUS

IDENTITASNama

: Ny. NUmur

: 34 tahun

No MR: 09 89 02

Alamat

: SurianANAMNESIS

Keluhan Utama

Seorang pasien wanita usia 34 tahun masuk KB RSUD Solok datang sendiri pada tanggal 13 Januari 2015 jam 00.30 WIB dengan keluhan utama keluar darah dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluar darah dari kemaluan sejak 6 jam yang lalu, warna merah kehitaman membasahi sehelai celana dalam Keluar jaringan seperti daging (+) banyak nya membasahi satu buah pembalut Keluar jaringan seperti mata ikan (+) banyak nya 10 gr Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) Riwayat demam (-) trauma (-) keputihan (-) Riwayat haid terakhir 17 oktober 2014 Ini kehamilan keempatRiwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi dan alergi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular, dan kejiwaan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, Dan Kebiasaan

Riw. Perkawinan: 1X Th 2003 1. Riw. Kehamilan/Abortus/Persalinan: 2. Th 2004 / / cukup bulan / spontan / dukun / hidup

3. Th 2008 / / cukup bulan / spontan / dukun / hidup

4. Th 2011 / / cukup bulan / spontan / dukun / hidup

Riwayat kebiasaan : pasien tidak merokok,tidak minum alkohol dan tidak memakai obat-obatan.PEMERIKSAAN FISIK

Status Umum

KUKesTDNadiNafasT

SdgCMC

120/80 mmHg84 x/m20 x/m37C

Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher: JVP 5 2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar

Thorak

ParuInspeksi: simetris kiri = kanan Palpasi

: Fremitus kiri = kanan

Perkusi: sonor

Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat Palpasi: Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS

RIC 5

Perkusi: Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi: Bunyi jantung murni, irama teratur , bising (-)

Abdomen: Status ginekologis Genitalia: Status ginekologis Ekstermitas: Edema (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)

Status Ginekologis

Muka : cloasma gravidarum (+)

Mammae : membesar, aerola/papilla hiperpigmentasi, kolostrum (+)

Abdomen

Inspeksi

: perut tampak sedikit membuncit

Palpasi

: FUT teraba dipertengahan pusat dan simpisis os Pubis Tidak teraba bagian janin NT ( - ) NL (-) DM (-) Perkusi

: Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normal DJJ : (-)Genitalia: I: V/U tenang, ppv (+)

Inspekulo: Vagina: tumor (-), laserasi (-), fluxus (-), tampak bekuan

darah menumpuk di forniks posterior

Portio: MP, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-),

laserasi (-), tampak darah merembes dari kanalis servikalis,tampak jaringan seperti mata ikan keluar dari OUE, OUE terbuka 1 jari longgar

VT bimanual : Vagina : tumor (-)

Portio : MP, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, nyeri goyang (-)

CUT : Antefleksi, ukuran sebesar telur angsaA/P : lemas kiri=kanan

CD : tidak menonjol

Pemeriksaan PenunjangHb : 11,7 g/dlLeukosit : 7.690 mmHematokrit : 34 %Trombosit : 191.000 mmPlano test : ( + )Diagnosis

G4P3AOH3 Gravid 11-12 minggu + mola hidatidosa Rencana Terapi

Kontrol, ku, vs, ppv IVFD RL

Informed Consent Cek labor Inj Ceftriaxone (skin test) Drip oxytocin 2 ampul Rencana Kuretase Sebelum di lakukan kuretase pasien di drip oxytocin 2 ampul

20 menit kemudian keluar jaringan seperti mata ikan sebanyak 200 gr

Pukul 01.00 WIB

Dilakukan kuretase dalam narkose.

Berhasil dikeluarkan jaringan sisa konsepsi 80 gram

Perdarahan selama tindakan 75 cc.

Keadaan post kuretase:

KUKesTDNadiNafasT

SdgDPO (Di Bawah Pengaruh Obat)120/80 mmHg84 x/m20 x/m37C

Abdomen:

FUT tidak teraba, NT (-), NL (-), DM (-).

Genitalia : I: v/u tenang, PPV (-)Sikap

Kontrol, ku, vs, ppv

Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr IV Metil Ergometrin tab 3 x 1

SF 2 x 1 tab

Asam Mefenamat 3 x 1 tabKamis, 14 januari 2015

A/ tidak ada keluhan

Pf /

KUKesTDNadiNafasT

SdgCMC

130/80 mmHg80 x/m20 x/m30C

Abdomen:

FUT tidak teraba, NT (-), NL (-), DM (-).

Genitalia : I: v/u tenang, PPV (-)Dx/ P3A1H3 post kuretase a.i mola hidatidosa

S/ Pasien boleh pulang Di beritahukan kepada pasien untuk kontrol ke poli setelah 2 minggu

Diberikan edukasi tentang penyakit nya yang bisa menjadi ganas apabila dirinya tidak patuh dalam melakukan kontrol ke dokter.BAB IVDISKUSIPada kasus didapatkan, seorang pasien Usia 34 tahun, datang ke KB RSUD Solok ada 13 januari 2015. Diagnosa kerja ditegakkan berdasarkan anamnesis yakni keluar darah dari kemaluan berupa gelembung menyerupai mata ikan, pembesaran uterus yang melebihi usia kehamilan, tidak adanya denyut jantung janin, tidak ditemukannya bagian janin pada palpasi dan tes kehamilan yang positif.Diagnosis pasti mola hidatidosa adalah keluarnya gelembung mola saat dilakukan tindakan kuretase. Berhasil dikeluarkan jaringan sisa konsepsi berupa gelembung mola . Dan kemudian jaringan sisa konsepsi dikirim untuk di periksa ke patologi anatomi. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan sebagai predisposisi terjadinya mola hidatidosa pada penderita ini, seperti usia yang mendekati resiko tinggi, paritas yang tinggi, dan sosial ekonomi rendah.Pada pemeriksaan patologi anatomi didapati gambaran mikroskopik nya yakni tampak proliferasi vili korialis yang sembab, oedem dengan sel-sel sitotrofoblas, leukosit PMN, perdarahan dan nekrotik. Didapkan kesan : mola hidatidosa dengan proliferasi ringan trofoblas. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan -hCG dikarenakan tidak adanya fasilitas laboratorium patologi anatomi di RSUD Solok. Tidak didapatkan adanya komplikasi medis berupa mengarahnya mola ini ke arah keganasan seperti koriokarsinoma, mengingat hasil patologi anatomi yang cukup baik jadi tidak perlu dilakukan histerektomi pada pasien ini.BAB VKESIMPULANMola hidatidosa adalah suatu penyakit trophoblas gestasional sebagai akibat dari kehamilan yang berkembang tidak sempurna dimana sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai anggur.Mola hidatidosa terbagi menjadi : Mola hidatidosa komplet dan Mola hidatidosa parsial. Etiologi pasti penyakit ini belum diketahui, tapi ada beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya mola, yakni : Faktor ovum, imunoselektif dari trofoblast, usia, diet karoten, multiparitas, keadaan social ekonomi rendah, kelainan kromosom yang belum jelas serta riwayat kehamilan mola sebelumnya. Perdarahan pervaginaan dari bercak sampai perdarahan berat merupakan gejala utama dari mola hidatidosa. Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan Anamnesa dan Pemeriksaan fisik, sedangkan Diagnosis pasti molahidatidosa adalah keluarnya gelembung mola. Pada pemeriksaan ultrasonografi, mola tampak sebagai gambaran badai salju, yang dapat didiagnosis pada kehamilan 12 minggu selain itu juga ditentukan juga oleh hasil pemeriksaan Patalogi Anatomi. Penatalaksanaan untuk mola hidatidosa adalah Evakuasi yakni tindakan kuret tajam atau kuret vakum, terapi profilaksis yakni pemberian metotreksat (MTX), pengawasan lanjut yakni periksa ulang selama 2-3 tahun penting untuk diberitahukan ke pasien. Komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien mola yaitu perdarahan, preeklampsia, tirotoksikosis dan emboli paru-paru sedangkan penyulit lanjut berupa terjadinya tumor trophoblas gestasional paskamola.SARAN Diperlukan pemeriksaan rutin pada wanita hamil dan terutama pasca-abortus dilakukan pemeriksaan secara intensif. Apabila memungkinkan pada usia kehamilan 12 minggu dilakukan pemeriksaan USG, untuk mengetahui kondisi kehamilan pasien. Untuk pasien pasca mola hidatidosa diharapkan untuk rutin memeriksakan diri tiap 2 minggu selama 1 tahun dan dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi supaya tidak terjadi kehamilan.

BAB VIDAFTAR PUSTAKA

1. Silverberg S. Classification and Pathology of Gestational Trophoblastic Disease in Atlas of Tumor Pathology. 20022. Ainbinder Steven, Berek S J, Epidemiology and pathologi of gestational Trofoblastic disease. UpTo Date. Vol.10. No.2. http://www.uptodate.com.20023. Cunningham et al: Gestational Trofoblastis Tumor, Disease and Abnormalitas of the plasenta, William Obstetric, 23th edition, Appleton & Lange Company, 2010: 836, 843-45.

4. Martaadisoebrata D.Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. 2005.

5. Bratakoesoema D. Penyakit Trofoblas Gestasional dalam Buku Acuan Onkologi Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2006.6. Vaisbuch A. Uncommon Causes of Twinning : Complete Hydatiform Mole with Coexistent Twin in Multiple Pregnancy. Second Edition. Taylor & Francis Group.20057. Joewarini. Pendekatan Morfologi Pola Jaringan dan Morfofungsi Sel Trofoblas Pada Mola Hidatidosa.Diakses dari http://www.Unaiir .com.20058. Saifuddin AB. Mola Hidatidosa dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 20029. Hydatiform Mole. Diakses dari http://www.meddean.luc.edu.200310. Hill L. Placental Abnormalities.Diagnostic Ultrasound Aplied to Obstetrics and Gynecology. Second Edition. Lippincott Company. 200211. Chen P. Hydatiform mole. Diakses dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.200412. Moore L, Hydatiform Mole.Diakses dari http://www.emedicine.com.200613. Merck.Hydatiform mole. The Female Reproductive System Merck Manual Home Edition. Diakses dari http://www.merck.com.2003

PAGE 28