modul model regulasi perawatan diri untuk...

23
1 MODUL MODEL REGULASI PERAWATAN DIRI UNTUK MENCEGAH PENYAKIT HIPERTENSI PADA KELOMPOK REMAJA Penulis : Dr. Siti Nur Kholifah, SKM, M.Kep.Sp.Kom PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SUTOPO JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES R.I. SURABAYA TAHUN 2020

Upload: others

Post on 06-Mar-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

MODUL

MODEL REGULASI PERAWATAN DIRI UNTUK MENCEGAH PENYAKIT

HIPERTENSI PADA KELOMPOK REMAJA

Penulis :

Dr. Siti Nur Kholifah, SKM, M.Kep.Sp.Kom

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SUTOPO

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES R.I. SURABAYA

TAHUN 2020

2

PENDAHULUAN

Remaja adalah generasi penerus bangsa sebagai aset dalam pembangunan nasional. Kesehatan

remaja merupakan hal penting, karena aktifitas belajar dan kegiatan lain yang dilakukan

membutuhkan tubuh yang sehat. Faktanya, remaja di Indonesia memiliki gaya hidup yang tidak

sehat, kondisi ini akan berisiko terhadap terjadinya masalah kesehatan. Remaja yang memiliki gaya

hidup yang tidak sehat berisiko menderita penyakit hipertensi. Masa remaja (11-20 tahun)

merupakan masa peralihan ke tahap dewasa. Terdapat beberapa ciri remaja sesuai dengan fasenya

yaitu ketidakstabilan emosional, mencari identitas diri dan mencoba hal-hal baru (Soetjiningsih,

2010). Kondisi ini yang memicu remaja tidak memilki gaya hidup yang sehat. Faktor sosial

ekonomi keluarga juga mempengaruhi perilaku hidup sehat pada remaja (Frank J. Elgar, dkk,

2015).

Remaja yang berisiko menderita hipertensi perlu upaya pencegahan. Remaja yang sudah

terlanjur menderita hipertensi akan berlanjut pada usia dewasa dan usia tua. Penurunan kemampuan

ini berdampak pada kurangnya produktifitas, keberhasilan pembangunan dan kemajuan bangsa.

Untuk itu mari kita pelajari bersama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pencegahan

hipertensi pada remaja dan intervensi yang harus dilakukan agar remaja tidak terjadi hipertensi.

Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan:

1. Variabel personal (jenis kelamin, suku, riwayat keluarga).

2. Variabel psikologis dan faktor internal (observasi diri, proses penilaian dan reaksi diri)

3. Persepsi individu (Kerentanan dan keseriusan pada penyakit hipetensi).

4. Faktor pendorong/eksternal (Pengalaman penyakit dari orang lain, teman atau keluarga

penguatan dari lingkungan, media massa, petugas kesehatan)

5. Menganalisis pengaruh ancaman yang dirasakan terhadap penyakit hipertensi mempengaruhi

regulasi perawatan diri.

6. Manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

7. Halangan yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi

8. Regulasi perawatan diri (RPD) terhadap reaksi diri.

Agar Anda dapat memahami modul ini dengan mudah, maka modul ini dibagi menjadi 8 (Delapan)

materi, yaitu :

1. Variabel personal

2. Variabel psikologis dan faktor internal

3. Persepsi individu.

4. Faktor pendorong/eksternal

5. Menganalisis pengaruh ancaman yang dirasakan

6. Manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

7. Halangan yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi

8. Regulasi perawatan diri (RPD) terhadap reaksi diri.

Untuk memudahkan saudara mempelajari modul ini, berikut langkah-langkah belajar yang harus

saudara lakukan : 1. Pahami dulu mengenai variabel personal baru mempelajari materi ke 2 dan seterusnya.

2. Pelajari setiap materi secara bertahap.

3. Keberhasilan anda sangat tergantung pada kesungguhan saudara untuk mempelajari isi modul

ini

4. Silahkan hubungi peneliti untuk mendapatkan penjelasan, apabila anda mengalami kesulita.

5. Kami yakin Anda memiliki semangat dan motivasi tinggi untuk mempelajari modul ini.

Selamat belajar, semoga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas kesehatan remaja di di

Indonesia.

3

MATERI 1

FAKTOR PERSONAL

Deskripsi Singkat

Faktor personal meliputi jenis kelamin, suku, riwayat keluarga, dan sosial ekonomi keluarga

merupakan faktor dasar yang mempengaruhi regulasi diri remaja untuk melakukan pencegahan

penyakit hipertensi. Bandura mendefinisikan regulasi diri merupakan kemampuan mengatur

tingkah laku dan menjalankan tingkah laku tersebut sebagai strategi yang berpengaruh terhadap

performansi seseorang mencapai tujuan atau prestasi sebagai bukti peningkatan. Faktor personal

dalam penelitian ini tidak mempengaruhi regulasi diri remaja. Materi 1 pada modul ini terdiri dari

1 (Satu) pokok bahasan terdiri dari jenis kelamin, suku, riwayat keluarga, dan sosial ekonomi

keluarga.

A. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti materi 1 modul ini, remaja mengetahui tentang faktor personal dalam

pencegahan hipertensi pada remaja.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari materi 1, diharapkan mampu :

Menjelaskan tentang jenis kelamin/gender, suku, riwayat keluarga dan sosial ekonomi keluarga

dalam pencegahan hipertensi pada remaja.

POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada materi 1 berikut adalah :

Faktor personal (Jenis kelamin, suku, riwayat keluarga dan sosial ekonomi keluarga) dalam

pencegahan hipertensi pada remaja.

URAIAN MATERI

Jenis Kelamin (Gender)

Istilah gender seringkali tumpang tindih dengan seks (jenis kelamin), padahal dua kata itu

merujuk pada bentuk yang berbeda. Seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin

manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Contohnya jelas

terlihat, seperti laki-laki memiliki penis, scrotum, memproduksi sperma. Sedangkan perempuan

memiliki vagina, rahim, memproduksi sel telur. Alat-alat biologis tersebut tidak dapat

dipertukarkan sehingga sering dikatakan sebagai kodrat atau ketentuan dari Tuhan (nature),

Sedangkan konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, laki-laki itu kuat,

rasional, perkasa. Sedangkan perempuan itu lembut, lebih berperasaan, dan keibuan. Ciri-ciri

tersebut sebenarnya bisa dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang lembut dan lebih berperasaan.

Demikian juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ini dapat terjadi dari

waktu ke waktu dan bisa berbeda di masing-masing tempat. Jaman dulu, di suatu tempat,

perempuan bisa menjadi kepala suku, tapi sekarang di tempat yang sama, laki-laki yang menjadi

kepala suku. Sementara di tempat lain justru sebaliknya. Artinya, segala hal yang dapat

dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta

berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, komunitas ke komunitas yang lain, dikenal dengan

gender.

Gender bisa diartikan sebagai ide dan harapan dalam arti yang luas yang bisa ditukarkan

antara laki-laki dan perempua, ide tentang karakter feminin dan maskulin, kemampuan dan harapan

tentang bagaimana seharusya laki-laki dan perempuan berperilaku dalam berbagai situasi. Ide-ide

ini disosialisasikan lewat perantara keluarga, teman, agama dan media. Lewat perantara-perantara

4

ini, gender terefleksikan ke dalam peran-peran, status sosial, kekuasaan politik dan ekonomi antara

laki-laki- dan peempuan. (Bruynde, jackson, Wijermans, Knought & Berkven, 1997 : 7).

Suku

Kelompok etnik, etnis atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-

anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan

yang dianggap sama. Suku memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal inilah yang

mempengaruhi perilaku masing-masing suku. Kebudayaan merupakan sistem kognitif yaitu suatu

sistem yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berada dalam pikiran

anggota-anggotanya di masyarakat. Kebudayaan bersifat dinamis, karena ide, pengetahuan dan

kepercayaan dapa berubah sesuai dengan kebutuhan jaman. Budaya memiliki pengaruh terhapat

perilaku seseorang, termasuk perilaku kesehatannya. Masyarakat yang memiliki budaya tertentu

akan berperilaku tertentu juga dalam menjaga kesehatannya, serta memiliki cara yang berbeda

dalam menanggapi sakit dan penyakit, termasuk dalam mencegah penyakit hipertensi. Meskipun

dalam penelitian ini tidak berpengaruh, namun fakta di masyarakat memamng ada perbedaan,

seperti kebiasaan makan, suku Madura lebih suka rasa asin dan suku Jawa lebih menyukai rasa

manis.

Riwayat Keturunan

Faktor keturunn atau genetika berasal dari Bahasa Latin genos yang berarti suku bangsa atau

asal usul. Dengan demikian genetika berarti ilmu yang mempelajari bagaimana sifat keturunan

(hereditas) yang diwariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul di dalamnya.

Pendapat lainnya, genetika berasal dari Bahasa Yunani genno yang berarti melahirkan, dengan

demikian genetika adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat

dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Sedangkan

definisi

Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua

kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier) saja

dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya. Contoh penyakit

keturunan seperti DM, hipertensi, thalasemia dsb.

Hipertensi merupakan faktor genetik bisa karena struktur sel yang sama, atau kerentanan sel

terhadap stressor yang sama. Sehingga faktor genentik bisa mempengaruhi seseorang untuk

menderita penyakit yang sama.

Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang

ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta pendapatan. Definisi soaisl ekonomi

dalam penelitian ini adalah pendapatan orang tua dari siswa SMP. Beberapa penelitian memberikan

hasil bahwa ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan gizi, tingkat pendapatan dengan

kebiasaan minum susu. Belum ditemukan hubungan tingkat pendapatan dengan pencegahan

penyakit termasuk pencegahan penyakit hipertensi. Individu yang berasal dari kelas sosial ekonomi

menengah kebawah memiliki pengetahuan yang kurang tentang faktor yang menjadi penyebab

suatu penyakit (Hossack & Leff, 1987 dalam Sarafino, 1994).

MATERI 2

VARIABEL PSIKOLOGIS DAN FAKTOR INTERNAL

DESKRIPSI SINGKAT

5

Variabel psikologis dan faktor internal merupakan faktor yang berasal dai dalam diri remaja yang

mempengaruhi regulasi dirinya dalam melakukan pencegahan penyakit hipertensi. Variabel

psikologis dan faktor internal ini terdiri dari obsevasi diri, proses penilaian dan reaksi diri.

Obseravsi diri didefinisikan sebagai perhatian remaja secara selektif terhadap beberapa aspek dari

perilaku mereka sesuai dengan minat dan perhatiannya terhadap pencegahan penyakit hipertensi.

Proses penilaian diartikan sebagai prose menilai yang dilakukan oleh remaja seberapa berharga

tindakan yang dilakuakn untuk mencegah penyait hipertensi berdasarkan tujuan dan standar

pribadinya. Sedangkan reaksi diri pengertiannya adalah respon remaja baik positif atau negatif

tehadap perilaku pencegahan penyakit hipertensi melalui penguatan diri atau hukuman diri. Materi

1 pada modul ini terdiri dari 2 (dua) pokok bahasan terdiri dari observasi diri, penilaian diri dan

reaksi diri.

A. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti materi 2 modul ini, remaja mengetahui tentang variabel psikologis dan

faktor internal dalam melakukan pencegahan penyakit hipertensi.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari materi 2, diharapkan mampu :

Menjelaskan tentang observasi diri, penilaian diri dan reaksi diri dalam pencegahan hipertensi

pada remaja.

POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada materi 2 berikut adalah :

Faktor personal (observasi diri, penilaian diri dan reaksi diri) dalam pencegahan hipertensi pada

remaja.

URAIAN MATERI

Observasi Diri

Faktor internal yang pertama dalam regulasi diri adalah observasi diri dari performa.

Seseorang harus dapat memonitor performa diri walaupun perhatian yang diberikan padanya belum

tentu tuntas ataupun akurat. Individu harus memberikan perhatian secara selektif terhadap

beberapa aspek dari perilaku diri dan melupakan yang lainya dengan sepenuhnya. Apa yang

diobservasi bergantung pada minat dan konsepsi diri lainnya yang sudah ada sebelumnya. Dalam

situasi yang melibatkan suatu pencapaian, seperti melukis atau menggambar, bermain suatu

permainan, atau mengerjakan ujian, memperhatikan kualitas, kuantitas, kecepatan dan orisinalitas

dari pekerjaan. Dalam situasi interpersonal, seperti bertemu dengan kenalan baru atau melaporkan

suatu kejadian, maka seseorang akan memonitor kemampuan bersosialisasi dan moralitas dari

perilaku.

Proses penilaian

Observasi diri tidak cukup untuk meregulasi perilaku, individu juga harus mengevaluasi

performa orang lain. Proses penilaian ini membantu seseorang meregulasi perilaku melalui proses

mediasi kognitif. Kita tak hanya mampu untuk menyadari diri kita secara reflektif, tetapi juga

menilai seberapa berharga tindakan kita berdasarkan tujuan yang telah kita buat untuk diri kita.

Proses penilaian ini bergantung pada standar pribadi, performa rujukan, pemberian nilai pada

kegiatan, dan atribusi terhadap performa.

Standar personal memberikan kita jalan untuk mengevaluasi performa kita tanpa

membandingkanya dengan orang lain. Contoh ketika seorang anak yang mengalami cacat,

memakai baju sendiri merupakan tindakan yang harus dihargai dengan tinggi tanpa

membandingkan dengan anak – anak lain yang dapat melakukanya lebih mudah. Standar personal

terbatas, sehingga kita perlu mengevaluasi performa kita dengan membandingkanya dengan

suatu standar rujukan. Misal siswa membandingkan hasil ujian mereka denga temanya. Selain itu

6

kita mengevaluasi performa kita meggunakan pencapaian kita sebelumnya atau dengan performa

saudara, orangtua bahkan lawan ynag kita benci.

Selain standar personal dan rujukan, proses penilaian juga bergantung pada nilai keseluruhan

yang kita tempatkan pada kegiatan tersebut. Apabila kita menempatkan nilai yang sedikit pada

kemampuan kita untuk mencuci piring atau membersihkan perabotan , maka kita akan

menghabiskan sedikit waktu dan usaha dalam usaha meningkatkan kemampuan kita ini. Pada sisi

lain, apabila kita manaruh nilai yang tinggi dalam kemajuan berbisnis atau gelar sarjana, maka kita

akan melakukan banyak usaha untuk mendapatkan suskes dalam area ini.

Terakhir, regulasi diri juga bergantung pada bagaimana kita menilai alasan dari perilaku kita,

yaitu atribusi performa. Apabila kita percaya bahwa keberhasilan yang kita capai karena usaha kita

sendiri, maka kita akan menjadi bangga dengan pencapaian kita dan cenderung akan bekerja lebih

keras untuk mencapai tujuan kita. Kebalikanya, apabila kita percaya bahwa kita bertanggung jawab

atas kegagalan atau performa yang tidka maksimal, maka kita akan lebih siap bekerja ke arah

regulasi diri daripada apabila kita meyakini bahwa kegagalan dan ketakutan kita diakibatkan oleh

faktor – faktor di luar kendali kita (Feist and feist, 2010).

Reaksi diri

Faktor internal ketiga dan terakhir adalah reaksi diri. Manusia berespons secara positif dan

negatif tehadap perilaku mereka bergantung pada bagaimana perilaku tersebut memenuhi standar

personal mereka. Manusia menciptakan insentif untuk tindakan mereka melalui penguatan diri atau

hukuman diri. Sebagai contoh, seorang siswa rajin yang telah menyelesaikan suatu tugas bacaan

dapat memberikan dirinya penghargaan dengan menonton program televisi favoritnya.

Penguatan diri tidak hanya bergantung pada fakta bahwa hal tersebut dapat langsung

mengikuti suatu respons malah sebagian besar bergantung pada penggunaan kemamuan kognitif

kita untuk memediasi konsekuensi perilaku kita. Manusia menyiapkan suatu standar performa yang

ketika terpenuhi, cenderung akan meregulasi perilaku dengan penghargaan yang dibentuk oleh diri

sendiri, seperti rasa bangga dan kepuasan diri. Saat manusia gagal untuk memenuhi standar

tersebut, perilaku mereka kemudian akan diikuti ketidakpuasan diri atau kritikan terhadap diri

sendiri.

Bandura memiliki hipotesis bahwa manusia bekerja untuk mendapat penghargaan dan untuk

menghindari hukuman menurut standar yang dibuat sendiri. saat penghargaan bersifat kasat mata,

biasanya diikuti oleh insentif yang tidak kasat mata seperti perasaan telah mencapai sesuatu.

Hadiah nobel contohnya, memberikan hadiah uang yang cukup besar, tetapi yang lebih bernilai

bagi penerimanya adalah perasaan bangga dan puas diri telah melakukan tugas yang membuahkan

penghargaan tersebut.

MATERI 3

PERSEPSI INDIVIDU

DESKRIPSI SINGKAT

Persepsi individu adalah pandangan remaja tentang kerentanan pada penyakit hipetensi dan

keseriusan terhadap penyakit hipertensi. Kerentanan pada penyakit hipertensi diartikan sebagai

penilaian subjektif remaja dari risiko melakukan kebiasaan tidak sehat, dan merasa rentan terhadap

penyakit hipertensi. Sedangkan keseriusan terhadap penyakit hipertensi pengertiannya adalah

penilaian remaja secara subjektif dari keparahan penyakit hipertensi dan memungkinkan untuk

dilakukan pencegahan atau mengurangi penyebabnya. diri. Materi 3 pada modul ini terdiri dari 1

7

(Satu) pokok bahasan terdiri dari kerentanan pada penyakit hipetensi dan keseriusan terhadap

penyakit hipertensi.

A. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti materi 3 modul ini, remaja mengetahui tentang persepsi individu dalam

melakukan pencegahan penyakit hipertensi.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari materi 3, diharapkan mampu :

Menjelaskan tentang kerentanan pada penyakit hipetensi dan keseriusan terhadap penyakit

hipertensi.

POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada materi 3 berikut adalah :

Persepsi individu terdiri dari kerentanan pada penyakit hipetensi dan keseriusan terhadap penyakit

hipertensi.

URAIAN MATERI Perceived susceptibility atau kerentanan yang dirasakan konstruk tentang resiko atau

kerentanan (susceptibility) personal. Hal ini mengacu pada persepsi subyektif remaja menyangkut

risiko dari kondisi kesehatannya. Remaja yang belum mengalami penyakit hipertensi akan menilai

menurut dirinya sendiri, risiko apabila melakukan kebiasaan tidak sehat, dan merasa dirinya

terancan akan menderita penyakit hipertensi. Bagi remaja yang sudah mengalami penyakut

hipertensi, dimensi tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan pribadi

terhadap adanya re-susceptibilily (timbul kepekaan kembali), dan susceptibilily (kepekaan)

terhadap penyakit secara hipertensi.

Perceived severity atau keseriusan yang dirasa. Perasaan mengenai keseriusan terhadap

suatu penyakit, meliputi kegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai contoh,

kematian, cacat, dan sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek pada

pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Banyak ahli yang menggabungkan kedua

komponen diatas sebagai ancaman yang dirasakan (perceived threat). Remaja akan melakukan

penilaian menurut pemahamannya sendiri tentang keparahan penyakit hipertensi dan kemungkinan

dirinya untuk melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi atau mengurangi

penyebabnya dengan melakukan perilaku hidup sehat.

MATERI 4

FAKTOR PENDORONG/FAKTOR EKSTERNAL

DESKRIPSI SINGKAT

Faktor pendorong atau faktor eksternal adalah faktor pendukung bagi remaja untuk melakukan

upaya pencegahan penyakit hipertensi dari lingkungannya. Faktor pendorong/faktor eksternal ini

terdiri dari Pengalaman penyakit dari orang lain, teman atau keluarga, penguatan dari lingkungan,

media massa dan petugas kesehatan. Pengalaman penyakit dari orang lain diartikan sebagai

kejadian penyakit hipertensi yang pernah dialami oleh orang lain, teman atau keluarga dari remaja.

Penguatan dari lingkungan diartikan sebagai proses menguatkan diri dari teman, dan keluarga

8

remaja untuk mencegah terjadinya penyakit hipertensi. Media massa pengertiannya adalah Sarana

informasi yang memberikan wawasan tentang pencegahan penyakit hipertensi yang dapat

mendorong remaja untuk melakukan pencegahan. Sedangkan petugas kesehatan diartikan sebagai

petugas yang dapat memberikan informasi tentang pencegahan penyakit hipertensi. Materi 4 pada

modul ini terdiri dari 1 (Satu) pokok bahasan terdiri dari Pengalaman penyakit dari orang lain,

teman atau keluarga, penguatan dari lingkungan, media massa dan petugas kesehatan.

A. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti materi 4 modul ini, remaja mengetahui tentang faktor pendorong/faktor

eksternal dalam melakukan pencegahan penyakit hipertensi.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari materi 4, diharapkan mampu :

Menjelaskan tentang pengalaman penyakit dari orang lain, teman atau keluarga, penguatan dari

lingkungan, media massa dan petugas kesehatan dalam melakukan upaya pencegahan hipertensi.

POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada materi 4 berikut adalah :

Faktor pendorong/faktor eksternal terdiri dari Pengalaman penyakit dari orang lain, teman atau

keluarga, penguatan dari lingkungan, media massa dan petugas kesehatan.

URAIAN MATERI

Pengalaman penyakit dari orang lain

Semakin bertambahnya pengalaman seseorang, semakin bertambah pula cara pandang, pemikiran

serta sikap yang harus diambil saat menemui permasalahan tertentu. Pengalaman tersebut akan

mengajarkan bagaimana caranya untuk terhindar dari kegagalan yang serupa dan menjadi pribadi

yang lebih baik lagi. Belajar dari pengalaman terdahulu, remaja bisa menyikapi sebuah peristiwa

dengan lebih bijaksana, seperti adanya kasus penyakit hipetensi di keluarga atau di masyarakat

yang sampai terjadi komplikasi stroke, maka mereka akan mengetahui kalau penyakit hipertensi

sangat berbahaya untuk kesehatan. Salah satu cara terbaik belajar dari pengalaman orang lain

adalah dengan berbincang dengan banyak orang atau mendengar cerita tentang orang lain atau

dengan membaca kisah hidup orang lain. Kisah orang-orang hebat adalah sumber motivasi yang

layak untuk tidak disia-siakan.

Penguatan dari lingkungan

Seseorang membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah

laku dan penguatan biasanya bekerja sama, dimana ketika orang dapat mencapai standar tingkah

laku tertentu maka butuh penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk

dilakukan kembali. Sebagai contoh, seorang seniman membutuhkan lebih banyak penguatan

daripada kepuasan diri untuk dapat menyelesaikan suatu lukisan dinding yang besar.

Dukungan lingkungan dalam bentuk sumbangan materi atau pujian dan dukungan orang lain

juga diperlukan termasuk dari keluarga. Remaja membutuhkan dukungan dari keluarga. Remaja

awal banyak mencontoh keluarganya dalam berperilaku. Dukungan sosial dari keluarga adalah

sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-

beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus

kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai

kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga

(Friedman, 1998).

Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga

(dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama

(dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan.

Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan

kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial

9

yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit

dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam

Friedman, 1998).

Fungsi dukungan dari lingkungan keluarga

1. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang

berbagai hal. Keluarga dapat menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang

dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat

memberikan pemahaman pada remaja tentang hidup sehat dan berbagai kebiasaan yang baik

untuk dilakukan. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan

pemberian informasi. Dukungan informasional yang dapat diberikan pada remaja tentang

bahaya merokok, pentingnya makan sayur dan makan buah setiap hari, manfaat olah raga dan

mengatur jam istirahat.

2. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai pembimbing untuk memberikan umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga

diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian. Contoh: Memberikan pujian apabila

remaja telah melakukan perilaku hidup sehat sesuai dengan anjuran.

3. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan

penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari

kelelahan. Contoh : Menyiapkan makanan sesuai dengan usia remaja, menyediakan fasilitas olah

raga dan menyediakan tempat yang nyaman untuk belajar.

4. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu

penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang

diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan

didengarkan. Contoh: Memperhatikan kebutuhan remaja, mengajak diskusi untuk mengambil

keputusan apabila ada masalah, motivasi pada remaja.

Media Massa

Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber

kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat

kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002). Media massa ini juga menyampaikan pesan-pesan tentang

penyait hipertensi da pencegahannnya. Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah

perilaku remaja. Dua fungsi dari media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan

fantasi dan informasi (Rakhmat, 2001).

Media menampilkan informasi tentang pencegahan penyakit hipertensi yang berorentasi

pada aspek (1) penglihatan (verbal visual) misalnya media cetak, (2) pendengaran (audio) semata-

mata (radio, tape recorder), verbal vokal dan (3) pada pendengaran dan penglihatan (televisi, film,

video) yang bersifat ferbal visual vokal (Liliweri, 2001). Effendy (2000), media massa digunakan

dalam komunikasi apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa

yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat kabar, radio, televisi,

dan film bioskop, yang beroperasi dalam bidang informasi, edukasi dan rekreasi, atau dalam istilah

lain penerangan, pendidikan, dan hiburan. Keuntungan komunikasi dengan menggunkan media

massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan artinya suatu pesan dapat diterima

oleh komunikan yang jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa

sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat.

Media massa memberikan informasi tentang perilaku hidup sehat untuk mencegah penyakit

hipertensi. Fungsi utama media massa adalah untuk memberikan informasi pada kepentingan yang

10

menyebarluas dan mengiklankan produk. Ciri khas dari media massa yaitu tidak ditujukan pada

kontak perseorangan, mudah didapatkan, isi merupakan hal umum dan merupakan komunikasi satu

arah. Peran utama yang diharapkan dihubungkan dengan perubahan adalah sebagai pengetahuan

pertama. Media massa merupakan jenis sumber informasi yang disenangi oleh petani pada tahap

kesadaran dan minat dalam proses adopsi inovasi (Fauziahardiyani, 2009). Remaja sangat mudah

mencari berbagai informasi tentng penyakit hipertensi dari media massa.

Jenis-jenis media massa 1. Media Massa Cetak (Printed Media). Media massadicetak dalam lembaran kertas.

Dari segi formatnya dan ukuran kertas, media massa cetak secara rinci meliputi (a) koran atau

suratkabar (ukuran kertas broadsheet atau 1/2 plano), (b) tabloid (1/2 broadsheet), (c) majalah

(1/2 tabloid atau kertas ukuran folio/kwarto), (d) buku (1/2 majalah), (e) newsletter

(folio/kwarto, jumlah halaman lazimnya 4-8), dan (f) buletin (1/2 majalah, jumlah halaman

lazimnya 4-8). Isi media massa umumnya terbagi tiga bagian atau tiga jenis tulisan: berita, opini,

dan feature.

2. Media Massa Elektronik (Electronic Media). Jenis media massa yang isinya disebarluaskan

melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio,

televisi, dan film.

3. Media Online (Online Media, Cybermedia), yakni media massa yang dapat kita temukan di

internet (situs web). Remaja saat ini dapat mendapatkan berbagai informasi melalui media

online termasuk tentang pennyakit hipertensi dan pencegahannya.

Petugas Kesehatan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu yang memerlukan

kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.

Tenaga kesehatan juga memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomi.

Tenaga kesehatan memiliki beberapa petugas yang dalam kerjanya saling berkaitan yaitu dokter,

dokter gigi, perawat, bidan, dan ketenagaan medis lainnya (Peraturan Pemerintah No 32 Tahun

1996).

Peran tenaga kesehatan Menurut Potter dan Perry (2007): 1) Sebagai komunikator. Komunikator

adalah orang yang memberikan informasi kepada orang yang menerimanya. Sebagai seorang

komunikator, tenaga kesehatan memberikan informasi secara jelas kepada remaja. Pemberian

informasi sangat diperlukan karena komunikasi bermanfaat untuk memperbaiki kurangnya

pengetahuan dan sikap masyarakat yang salah terhadap kesehatan dan penyakit hipertensi.

Komunikasi dikatakan efektif jika dari tenaga kesehatan mampu memberikan informasi secara jelas

kepada masyarakat termasuk remaja, sehingga dalam pencegahan hipertensi dapat dilakukan

diharapkan tenaga kesehatan bersikap ramah dan sopan pada remaja (Notoatmodjo, 2012). Tenaga

kesehatan juga harus mengevaluasi pemahaman remaja tentang informasi yang diberikan.

Tenaga kesehatan sebagai motivator, memberikan motivasi kepada remaja untuk bertindak

dalam mencegah penyakit hipertensi dengan hidup sehat, (Notoatmodjo, 2007). Seorang tenaga

kesehatan harus mampu memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan dalam meningkatkan

kesadaran pihak yang dimotivasi agar tumbuh ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan

(Mubarak, 2012). Tenaga kesehatan sebagai motivator memiliki ciri-ciri yaitu melakukan

11

pendampingan, menyadarkan, dan mendorong kelompok remaja untuk mengenali masalah yang

dihadapi, dan dapat mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah tersebut (Novita,

2011).

Tenaga kesehatan sebagai fasilitator tidak hanya di waktu pertemuan atau proses pendidikan

kesehatan saja, tetapi seorang tenaga kesehatan juga harus mampu menjadi seorang fasilitator

secara khusus, seperti menyediakan waktu dan tempat ketika pasien ingin bertanya secara lebih

mendalam dan tertutup (Sardiman, 2007). Tenaga kesehatan sebagai konselor, memberikan

bantuan kepada orang lain dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui

pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Depkes RI,

2006). Proses dari pemberian bantuan tersebut disebut juga konseling. Tujuan umum dari

pelaksanaan konseling adalah membantu untuk mengarahkan perilaku yang tidak sehat menjadi

perilaku sehat, membimbing remaja belajar membuat keputusan dan membimbing remaja untuk

melakukan upaya pencegahan penyakit hipertensi (Mandriwati, 2008).

MATERI 5

ANCAMAN YANG DIRASAKAN TERHADAP PENYAKIT HIPERTENSI

DESKRIPSI SINGKAT

Ancaman yang dirasakan terhadap penyakit hipertensi pada siswa SMP didefinisikan sebagai

perasaan yang membahayakan yang dirasakan oleh remaja terhadap pnyakit hipertensi. Perasaan ini

akan mempengaruhi perilaku siswa dalam melakukan upaya pencegahan penyakit hipertensi.

Materi 5 pada modul ini terdiri dari 1 (Satu) pokok bahasan yaitu ancaman yang dirasakan terhadap

penyakit hipertensi.

A. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti materi 5 modul ini, remaja mengetahui tentang ancaman yang dirasakan

terhadap penyakit hipertensi.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari materi 5, diharapkan mampu :

Menjelaskan tentang ancaman yang dirasakan terhadap penyakit hipertensi.

POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada materi 5 berikut adalah :

Ancaman yang dirasakan terhadap penyakit hipertensi.

URAIAN MATERI

Ancaman yang dirasakan terhadap penyakit hipertensi.

Ancaman yang dirasakan terdiri dari persepsi tentang kerentanan diri terhadap bahaya penyakit

(atau kesedian menerima diagnosa sakit) dan persepsi tentang keparahan sakit atau kondisi

kesehatannya. Persepsi pribadi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi

perilaku kesehatan individu. Upaya yang ada dalam diri individu untuk menentukan apa yang

terbaik untuk dirinya, antara lain bagaimana seseorang merasakan atau meyakini bahwa dirinya

rentan terhadap suatu penyakit maupun bahaya/seriusnya penyakit yang dapat diderita oleh

seseorang.

Persepsi Individu satu dengan yang lainnya, memiliki perbedaan dalam melihat serta

memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan ini menyebabkan alasan individu menyenangi suatu

objek, sedangkan orang lain belum tentu menyenangi objek yang sama. Perbedaan tersebut,

12

disebabkan oleh cara individu menanggapi objek dengan persepsinya (Notoatmodjo, 2012).

Persepsi sehat-sakit banyak faktor yang dapat mempengaruhinya terutama faktor sosial dan

budaya sehingga pada kenyataannya masih sering ditemukan sebagian masyarakat memiliki

perbedaan persepsi terkait sehat dan sakit terutama untuk penyakit hipertensi. Masyarakat yang

belum menderita penyakit hipertensi dan tidak merasa sakit belum tentu bertindak. Akan tetapi,

apabila sudah menderita penyakit hipertensi, akan muncul berbagai macam perilaku dan usaha

untuk mengatasinya. Biasanya persepsi yang demikian timbul dengan alasan penyakit tersebut

belum sepenuhnya mengganggu kegiatan sehari-hari. penyakit.

Persepsi kerentanan (susceptibility) merupakan persepsi mengenai kerentanan terhadap

munculnya penyakit hipertensi. Ketika individu percaya dirinya tidak rentan terhadap penyakit

hipertensi, maka perilaku sehat pun bisa saja tidak terjadi. Tetapi sebaliknya, jika individu

mempersepsikan bahwa dirinya rentan terhadap penyakit hipertensi, perilaku sehat pun dapat

terjadi, ini berarti bahwa semakin besar risiko yang dirasakan maka semakin besar kemungkinan

individu terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko-risiko menderita penyakit hipertensi

tersebut.

MATERI 6

MANFAAT YANG DIRASAKAN DARI TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT

HIPERTENSI

DESKRIPSI SINGKAT

Manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi didefinisikan sebagai

kegunaan yang dirasakan remaja dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi. Remaja yang

merasakan manfaat dari suatu tindakan, harapannya mereka akan melakukan perilaku seperti yang

disarankan. Materi 6 pada modul ini terdiri dari 1 (Satu) pokok bahasan yaitu manfaat yang

dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

A. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti materi 6 modul ini, remaja mengetahui tentang manfaat yang dirasakan dari

tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari materi 6, diharapkan mampu :

Menjelaskan tentang manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada materi 5 berikut adalah :

manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

URAIAN MATERI Manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan

Pengertian manfaat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : “Guna atau faedah,

laba atau untung”. Remaja yang merasakan manfaat dari upaya pencegahan yang dilakukan maka

akam memiliki motivasi untuk berubah. Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang

memberikan kontribusi pada komitmen seseorang pada tingkat tertentu (Nursalam, 2011). Motivasi

adalah dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia untuk mencapai tujuan (Wibowo,

2014). Teori motivasi dari Herzberg menyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan seseorang

dipengaruhi oleh dua kelompok yaitu faktor independen yakni faktor-faktor pendorong orang

mendapatkan kebutuhannya (motivator) dan hygiene factors (faktor kebutuhan dasar manusia, tidak

bersifat memotivasi tetapi kegagalan mendapatkannya dapat menyebabkan ketidakpuasan). Ada

hubungan antara motivasi dan komitmen (Fanidia, 2014).

13

Remaja yang memiliki komitmen akan melakukan upaya pencegahan karena motivasi dari

dalam diri sendiri. Arti komitmen adalah suatu keadaan dimana remaja membuat perjanjian

(keterikatan), baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain yang tercermin dalam tindakan/

perilaku hidup sehat yang dilakukan secara sukarela. Komitmen di dalam diri remaja timbul karena

adanya rasa tanggungjawab terhadap terjadinya penyakit hipertensi. Remaja berkomitmen karena

menyukai perilaku hidup sehat yang sudah dijalaninya berdasarkan kemauan pada dirinya sendiri.

Komitmen yang trebentuk pada saat remaja akan mempengaruhi perilakunya pada saat

dewasa.Apabila kondisi ini berlanjut maka angka kesakitan hipertensi dapat diturunkan.

MATERI 7

HALANGAN YANG DIRASAKAN DARI TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT

HIPERTENSI

Deskripsi Singkat

Halangan yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi didefinisikan sebagai

kendala yang dirasakan remaja dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi yang dilakukan.

Materi 6 pada modul ini terdiri dari 1 (Satu) pokok bahasan yaitu halangan yang dirasakan dari

tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

a. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti materi 6 modul ini, remaja mengetahui tentang halangan yang dirasakan dari

tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

b. TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari materi 6, diharapkan mampu :

Menjelaskan tentang halangan yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada materi 5 berikut adalah :

Halangan yang dirasakan dari tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

URAIAN MATERI

Halangan yang dirasakan dari tindakan pencegahan.

Arti kata halangan adalah hal yang menjadi sebab tidak terlaksananya suatu kegiatan. Berbagai

halangan ini akan menyebabkan remaja tidak melakukan upaya pencegahan hipertensi dengan

melakukan perilaku hidup sehat.

Halangan tersebut menyebabkan ketidakpatuhan pada remaja.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Dalam hal kepatuhan Carpenito L. (2000, dalam Syakira, 2009) berpendapat bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif

sehingga pasien tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh

dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya:

a. Pemahaman tentang instruksi

14

Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi, jika ia salah paham tentang instruksi yang diterima.

Niven ( 2002 dalam Syakira, 2009), menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai

setelah bertemu dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Hal ini

disebabkan kegagalan petugas kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap dan

banyaknya instruksi yang harus diingat dan penggunaan istilah medis. Remaja yang belum

memahami tentang perilaku hidup sehat untuk mencegah penyakit hipertensi tidak akan

melakukan tindakan tersebut, sehingga perlu pendidikan kesehatan tentang pencegahan

hipertensi pada remaja.

b. Tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut

merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan

tertentu.

c. Kualitas interaksi

Niven (2002 dalam Syakira, 2009) menjelaskan kualitas interaksi antara petugas kesehatan dan

remaja merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Ada beberapa

keluhan, antara lain kurangnya minat, penggunaan istilah medis secara berlebihan, kurangnya

empati, tidak memperoleh kejelasan mengenai penyakitnya. Oleh karenanya keterampilan

interpersonal perawat/petuas kesehatan dalam memacu kepatuhan pada remaja sangat

mempengaruhi perilaku hidup sehat pada remaja.

d. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keyakinan dan

nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka

terima.

e. Keyakinan, sikap dan kepribadian

Keyakinan remaja tentang kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

Remaja yang tidak patuh adalah remaja yang mengalami depresi, ansietas sangat kurang

memperhatikan kesehatannya, memiliki ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya

lebih memusatkan perhatian pada diri sendiri.

f. Kesakitan dan pengobatan.

Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang

segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama,

pengobatan yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas

(Dikson dkk,1989,1990, Ley,1992 dalam Suparyanto, 2009).

g. Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan

dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima.

Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota

keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi

sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan (Baekeland dan Lundawall dalam

Suparyanto, 2009).

h. Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup,

akan tetapi ada kalanya pasien TBC sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada

sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan

perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami

ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan (Power park

C.E., 2002 dalam Suparyanto, 2009).

i. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan

uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan. Contoh yang sederhana jika tidak ada

transportasi dan biaya dapat mengurangi kepatuhan pasien. Keluarga dan teman dapat

15

membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat

menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok

pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial efektif di negara Indonesia yang

memiliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara barat (Meichenbaun, 1997 dalam

Suparyanto, 2009).

j. Perilaku sehat.

Perilaku sehat dapat di pengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu

strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku tetapi juga dapat mempertahankan

perubahan tersebut. Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri,

evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru tersebut

(Dinicola dan Dimatteo, 1984 dalam Suparyanto, 2009).

k. Dukungan profesi keperawatan (kesehatan)

Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku

kepatuhan pada remaja. Dukungan mereka terutama berguna pada saat remaja menghadapi

kenyataan bahwa perilaku sehat yang baru itu merupakan hal yang penting. Begitu juga

mereka dapat mempengaruhi perilaku remaja dengan cara menyampaikan antusias mereka

terhadap tindakan tertentu dari remaja, dan secara terus menerus memberikan yang positif bagi

remaja yang telah mampu beradaptasi dengan perilaku barunya (Meichhenbaum, 1997 dalam

Suparyanto, 2009).

Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan Strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah

a. Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh

teknik komunikasi. Teknik komunikasi tenaga kesehatan yang tepat memegang peranan penting

untuk menanamkan ketaatan bagi remaja.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Keluarga adlah orang terdekat dengan remaja

akan menjadi panutan dalam berperilaku.

c. Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Remaja perlu mengetahui dan menerapkan gaya

hidup sehat.

d. Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas pada premaja tentang manfaat perilaku hidup sehat, dapat

meningkatkan kepatuhannya.

MATERI 8

PROSES PERALIHAN (PROSES REGULASI DIRI)

DESKRIPSI SINGKAT

Proses regulasi diri diartikan sebagai pengaturan diri yang dilakukan oleh remaja dalam mencegah

terjadinya penyakit hipertensi. Proses regulasi diri terdiri dari melaksanakan aktifitas fisik dan olah

raga secara rutin, pengaturan makan, manajemen stres, tidak merokok, dan berat badan ideal.

Materi 8 pada modul ini terdiri dari 5 (Lima) pokok bahasan yaitu melaksanakan aktifitas fisik dan

olah raga secara rutin, pengaturan makan, manajemen stres, tidak merokok, dan berat badan ideal.

A. TUJUAN UMUM

Setelah mengikuti materi 8 modul ini, remaja mengetahui tentang proses regulasi diri dari

tindakan pencegahan penyakit hipertensi.

B. TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari materi 8, diharapkan mampu :

16

1. Menjelaskan tentang pelaksanaan aktifitas fisik dan

olah raga secara rutin.

2. Menjelaskan pengaturan makan.

3. Menjelaskan manajemen stres.

4. Menjelaskan tidak merokok.

5. Menjelaskan berat badan ideal.

POKOK BAHASAN

Pokok bahasan pada materi 8 berikut adalah :

1. Pelaksanaan aktifitas fisik dan olah raga secara rutin.

2. Pengaturan makan.

3. Manajemen stres.

4. Tidak merokok.

5. Berat badan ideal.

URAIAN MATERI

1. Pelaksanaan aktifitas fisik dan olah raga teratur

Olahraga dapat mengurangi tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh dua hal yaitu jumlah

darah yang dipompakan jantung per detik dan hambatan yang dihadapi oleh darah dalam

melakukan tugasnya melalui arteri. Latihan aerobik secara teratur dan sesuai dengan kebutuhan

tubuh mencegah hipertensi. Gerakan yang tepat dalam melakukan olah raga selama 30-45 menit

3-4 kali per minggu, dapat menurunkan tekanan darah10 mmHg dan menurunkan berat badan

serta mengurangi stress (Savitri, S., 2014). Penelitian lain menjelaskan bahwa berolahraga

dengan senam jantung sehat secara teratur dan terukur mampu menurunkan tekanan darah

sistolik dan distolik pada penderita hipertensi. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 2,9 ±

5,9 mmHg dan tekanan darah diastolik 0,7 ± 3,3 mmHg (I Nyoman S., 2006).

Olah raga dianjurkan untuk memperhatikan aturan. Olah raga menggunakan tiga tahapan yang

saling menunjang, melalui tahap pemanasan yang dilakukan selama 5-10 menit. Tahap

pemanasan diperlukan untuk mempersiapkan jantung dan paru agar siap bekerja lebih cepat,

memperlancar peredaran darah, meningkatkan suhu tubuh, dan mencegah terjadinya cedera otot

serta tulang sendi. Tahap latihan atau gerakan inti dilakukan sekitar 15-20 menit, dilakukan

untuk memperkuat otot jantung, memperlancar peredaran darah, dan mengontrol tekanan darah.

Latihan pada tahap ini dilakukan sampai berkeringat dan nafas menjadi cepat tanpa sesak nafas.

Tahap terakhir adalah pendinginan selama 5-10 menit. Tahap ini menghentikan latihan secara

perlahan-lahan untuk menurunkan denyut nadi dan mencegah terjadinya pening.

2. Pengaturan Makan

Pengaturan makan untuk mencegah penyakit hipertensi adalah untuk meningkatkan kualitas

hidup dan memperbaiki kesehatan. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila perencanaan makan

dapat menurunkan tekanan darah, mencapai dan mempertahankan status gizi dalam batas

normal, mencegah dan mengurangi komplikasi baik akut maupun kronis (Savitri S., 2014).

Pola makan yang dapat menurunkan tekanan darah :

a. Konsumsi kalori sesuai dengan kebutuhan tubuh

Penghitungan jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan tubuh per hari adalah dengan cara rule

of the tumb: 25-30 kal/Kg BB (Berat Badan). Apabila seseorang mempunyai

kebiasaan konsumsi makan tinggi kalori, perhitungan menggunakan 25 kal/Kg BB,

sedangkan bila konsumsi makan sehari-hari tidak berlebihan, perhitungan menggunakan 30

kal/Kg BB (Savitri S., 2014).

b. Konsumsi natrium dibatasi

Asupan natrium natrium dibatasi sebanyak 2400 mg/hari setara dengan 6 gr/NaCl (garam

dapur) + 1 sendok teh.

c. Meningkatkan konsumsi kalium

17

Asupan kalium yang tinggi dapat menurunkan tekanan darah. Bahan makanan sumber kalium

adalah sayur dan buah. Sesuai dengan anjuran WHO: Konsumsi sayur dan buah lima porsi

atau lebih per hari (Satu porsi sayuran adalah 1 mangkok sayur segar atau setengah mangkok

sayur masak. Satu porsi buah adalah satu potongan sedang atau dua potongan kecil atau satu

mangkok buah irisan (Savitri S., 2014).

d. Konsumsi hasil olahan susu rendah lemak, membatasi asupan lemak jenuh dan lemak total.

Lemak dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemaknya

yaitu asam lemak jenuh/saturated fatty acid (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal/mono

unsaturated fatty acid (MUFA) dan asam lemak tak jenuh ganda /poly unsaturated fatty acid

(PUFA). Contoh bahan makanan yang tinggi SFA nya adalah lemak mentega, lemak daging,

minyak kelapa sawit dan minyak kelapa. MUFA terdapat dalam jenis makanan utamanya

minyak kacang, olive oil, alpukat dan minyak zaitun. PUFA terdapat pada minyak jagung,

minyak kacang dan wijen. Berdasarkan struktur kimianya, PUFA terdiri dari lemak omega-3

dan omega-6/linoleat yang disebut asam lemak esensial. Di dalam tubuh asam lemak lioleat

akan diubah menjadi EPA (eicopentaenoic) dan DHA (docosa-hexaenoic). EPA dan DHA

banyak terdapat pada ikan dan minyak ikan. Berbagai hasil penelitian menjelaskan bahwa

minyak ikan dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik terutama pada golongan

lanjut usia (Savitri S., 2014).

e. Meningkatkan konsumsi bahan antioksidan

Konsumsi bahan antioksidan dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah dengan

menghambat pelepasan renin dan norepinefrin. Hasil penelitian Sulasti dkk, (2010) dan Linda

R., (2011) menjelaskan bahwa terjadi penurunan darah yang bermakna baik sistolik maupun

diastolik (p=0,00) setelah pemberian diet antioksidan. Sumber makanan mengandung

antioksidan adalah kacang merah kecil, kacang merah, buah blueberry, strawberry,

blackberry, apel, wortel, anggur merah, brokoli, kubis, sawi hijau, lobak.

3. Manajemen stres

Manajemen stres diartikan sebagai kemampuan penggunaan sumber daya (manusia) secara

efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena

tanggapan (respon). Tujuan dari manajemen stres adalah memperbaiki kualitas hidup individu

agar menjadi lebih baik (Dadang H., 2013).

Manajemen stres terdiri dari beberapa pendekatan (Dadang H., 2013) :

A. Fisik (somatik)

1) Makanan

Mengatur jadual makan dan minum, jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Asupan jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan akan meningkatkan kekebalan tubuh.

2) Tidur

Jadual tidur secara teratur, lama tidur 7-8 jam dalam semalam, atau paling tidak 4

malam dalam seminggu seseorang tidur dalam jangka waktu tersebut. Jumlah jam tidur

yang kurang akan menurunkan kekebalan tubuh.

3) Olah raga

Olah raga dilaksanakan secara teratur 30-45 menit perhari. Olah raga secara teratur

akan meningkatkan daya tahan tubuh baik secara fisik maupun mental.

4) Tidak Merokok

Tidak merokok adalah kebiasaan hidup yang baik bagi kesehatan dan ketahanan serta

kekebalan tubuh.

5) Tidak meminum minuman keras

Dampak dari minuman keras dapat mengakibatkan gangguan mental dan perilaku.

Menghindari minum minuman keras, baik bagi kesehatan dan ketahan serta kekebalan

tubuh.

18

6) Berat badan seimbang

Menjaga berat berat badan ideal. Seseorang dengan berat badan berlebihan atau kurang

akan menurunkan kekebalannya terhadap stres.

7) Menjaga pergaulan

Manusia adalah makhluk sosial. Untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan

terhadap stres, hendaknya banyak bergaul.

B. Psikologik

Pendekatan psikologi dalam manajemen stres untuk klien hipertensi adalah psikoterapi,

terdiri dari :

1) Psikoterapi supportif

Memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar klien yang sakit hipertensi percaya diri

dan tidak putus asa serta mampu mengatasi stresor yang sedang dihadapi.

2) Psikoterapi kognitif

Upaya memulihkan fungsi kognitif dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang

penyakit hipertensi agar klien mampu berpikir secara rasional dalam menajalani perawatan

hipertensi.

3) Psikoterapi keluarga

Terapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga

tidak lagi menjadi faktor penyebab stres.

C. Psikoreligius

Terapi untuk melakukan kegiatan keagamaan secara teratur dapat memperoleh ketenangan

jiwa sehingga kekebalan dalam menghadapi stresor meningkat. Berbagai penelitian

membuktikan bahwa keimanan seseorang berhubungan dengan imunitas fisik dan mental.

Stres yang menurun karena dikelola dengan baik akan mempengauhi neuron nucleus

paraventricular hypothalamus (PVN) menurunkan sintesis corticotropin releasing hormone

(CRH) dan arginine vasopressin (AVP). Penurunan CRH dan AVP akan menghambat

hipofisis anterior untuk mensintesis adrenocorticotropin hormone (ACTH) dan diikuti

penurunan kortisol kelenjar adrenal bagian korteks. Penurunan kortisol inilah yang akan

mempengaruhi peningkatan produksi serotonin dan endorfin yang menyebabkan perasaan

rileks.

4. Tidak Merokok

Di Indonesia terdapat lebih dari 50 juta orang membelanjakan uangnya secara rutin untuk

membeli rokok. Data tahun 2010 memperlihatkan keluarga termiskin membelanjakan 12%,

sementara keluarga terkaya sebesar 7% pengeluaran tiap bulannya untuk membeli rokok.

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan

kemampuan ekonomi keluarga miskin yang banyak terdapat di negara berkembang. Berhenti

merokok akan memberikan peluang lebih besar dalam mengalokasikan sumber daya keuangan

untuk menyediakan makanan bergizi bagi keluarga, pendidikan dan upaya memperoleh

pelayanan kesehatan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk tidak merokok :

a. Perbanyak olah raga

Jika remaja ingin tidak merokok, harus rajin berolahraga. Olahraga sangat baik untuk

mengolah stres. Saat tubuh aktif bergerak, tubuh akan mengirimkan bahan kimia alami yang

dapat membantu mengurangi stres. Remaja dapat mencoba beberapa olahraga ringan, salah

satunya mungkin dengan berjalan kaki.

b. Mengkonsumsi sesuatu untuk menghilangkan keinginan merokok.

19

Remaja dapat mencoba untuk memasukkan sesuatu ke mulut. Misalnya saja dengan

mengunyah permen atau wortel. Memakan sesuatu akan melupakan untuk merokok.

Memilih camilan harus makanan sehat dan mengandung kalori rendah, seperti sayuran dan

buah-buahan.

c. Rutin sikat gigi.

Rutin menggosok gigi agar napas lebih segar. jika napas segar maka dengan sendirinya akan

lupa untuk merokok.

d. Hindari minuman beralkohol.

Alkohol dan rokok memiliki ikatan yang kuat. Jika mengkonsumsi alkohol maka ada

keinginan untuk merokok.Lebih baik tidak minum-minuman beralkohol agar tidak punya

keinginan untuk merokok.

e. Membersihkan rumah.

Membersihkan rumah dari sisa-sisa bau asap rokok menghindari keinginan merokok.

f. Mengelola stres.

Stres pemicu utama seseorang ingin merokok. Sebagian orang merasa sedikit tenang dengan

merokok. Remaja dapat mengelola stres dengan melakukan berbagai hal agar lebih rileks

dan tidak tegang, seperti mendengarkan musik, pijat dan yoga. Hindari hal-hal yang bisa

membuatmu stres.

g. Pikirkan Keuntungannya

Memikirkan manfaat tidak merokok memberikan motivasi pada rema untuk tidak merokok.

Manfaat tidak merokok, diantaranya: 1) tubuh yang lebih sehat, berhenti merokok berarti

menurunkan tekanan darah, menurunkan tingkat risiko serangan jantung, stroke,

dan kanker, 2) adanya dana lebih yang tadinya digunakan untuk membeli rokok, 3)

hilangnya bau mulut tidak sedap akibat rokok, 4) kulit yang lebih cerah dan bersih dan 5)

keluarga terhindar dari bahaya merokok secara pasif.

5. Berat Badan Ideal

Menghitung berat badan idealmenggunakan rumus Body Mass Index (BMI) dan Brocha.

Menghitung Berat Badan Ideal dengan BMI Body Mass Index (BMI) atau penyebutan dalam bahasa Indonesia Indeks Masa Tubuh (IMT)

adalah cara mudah menghitung berat badan ideal berdasarkan berat badan dan tinggi badan.

Untuk penghitungannya, berat badan harus dalam satuan kilogram dan tinggi badan dalam

satuan meter kuadrat.

Misalnya, kamu memiliki berat badan 70 kilogram dan tinggi 160 cm (1,60 meter). Kalikan

tinggi badan dalam kuadrat: 1,60 x 1,60 = 2,56. Lalu, bagi angka berat badan dengan hasil

kuadrat tinggi badan: 70/2,56 = 23,4. BMI 23,4 jika dilihat berdasarkan standar WHO.

BMI untuk kawasan Asia sebagai berikut:

Semakin lebih berat badan kamu akan

semakin tinggi hasil penghitungan BMI dan semakin tinggi risiko terserang obesitas.

Menghitung Berat Badan Ideal dengan Rumus Broca

WHO (BMI) Asia-Pacific (BMI)

Kurus <18.5 <18.5

Normal 18.5-24.9 18.5-22.9

Overweight 25-29.9 23-24.9

Obesitas ≥30 ≥25

20

Rumus Broca ditemukan oleh Pierre Paul Broca. Seperti dikutip dari The Independent, rumus

untuk menghitung berat badan ideal ini ditemukan pada 1871 oleh Dr. Pierre Paul Broca dan

dipopulerkan oleh Dr. BJ Devine pada 1970. Berikut cara menghitung berat badan ideal

berdasarkan rumus Broca untuk wanita:

(tinggi badan - 100) - (15% x (tinggi badan - 100)).

Perhitungannya:

Jika seorang wanita memiliki tinggi badan 155 cm, berat idealnya: (155 - 100) - (15% x (155 -

100)) = 55 - 15 = 40. Maka berat badan ideal wanita dengan tinggi badan 155 cm adalah 40 kg.

Berikut cara menghitung berat badan ideal berdasarkan rumus Broca untuk pria: (berat badan -

100) - (10% x (tinggi badan -100)).

Perhitungannya:

Jika seorang pria memiliki tinggi badan 180 cm, berat idealnya: (180 - 100) - (10% x (180 -

100)) = 80 - 8 = 72. Maka berat badan ideal pria dengan tinggi badan 180 cm adalah 72 kg.

Menghitung berat badan ideal dengan cara BMI atau Broca ini tidak selalu akurat karena ada

faktor usia dan faktor berat tulang atau proporsi tubuh yang mempengaruhi penghitungan BMI.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo. (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Baumeister R.F., & Vohs, K.D.(2007). Self Regulation, ego depletion, and motivation, Social and

Personality Psychology Compass, 1 (1), 115-128.

Becker, M. H. The Health Belief Model And Personal Health Behaviour. Health Education

Monograps. Vol 2 No 4.

Dadang Hawari. (2013). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Feist, Jess dan Gregory J. Feist. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Selemba.

I Nyoman S. (2006). Pengaruh olah raga terhadap penemuan tekanan darah pada penderita

hipertensi di klub Jantung Sehat Bhumi Phala Kabupaten Temanggung, disitasi 30 November

2015,

http://etd.repository.ugm.ac.id/.

Savitri Sayogo. (2014). Smart Diet Pada Hipertensi. Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Sulastri, Delmi., N.I.Liputo. (2010). Konsumsi Antioksidan dan Ekspresi Gen eNOSE3 Alel-786>C

Pada Penderita Hipertensi Etnik Minangkabau. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol.60, No.12,

hal. 564-570.

Supariasa, Nyoman. (2012). Penilaian status gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan, Garamedia Wiidiasarana Indonesia. Jakarta

Suparyanto, (2009). Konsep Kepatuhan. http//www.Suparyanto blog.spot.Diakses tanggal 18

Januari 2011

Syakira. (2009). Konsep Kepatuhan. http//www. Syakira blog.spot Diakses tanggal 16 Januari

2011.

Syamsu Yusuf. (2007). Psikologi perkembangan anak dan remaja, Bandung, PT Remaja

Rosdakarya

21

MODUL PENELITIAN

MODEL REGULASI PERAWATAN DIRI (RPD) UNTUK PENCEGAHAN HIPERTENSI

PADA REMAJA

Oleh

Dr. Siti Nur Kholifah, SKM, M.Kep,Sp.Kom

Dr. Dwi Ananto Wibrata, SST, M.Kes

Dr. Suprajitno, SKp, M.Kes

Minarti, M.Kep.Sp.Kom

22

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

SURABAYA

2019

DAFTAR ISI

Hal.

Materi 1

Faktor Personal

1

Materi 2

Variabel Psikologis dan Faktor

Internal

5

Materi 3

Persepsi Individu 9

Materi 4

Faktor Pendorong/Faktor Eksternal

11

Materi 5

Ancaman Yang DiRasakan

Terhadap Penyakit Hipertensi

19

Materi 6

21

Manfaat Yang di Rasakan Dari

Tindakan Pencegahan Hipertensi

Materi 7

Halangan Yang DiRasakan Dari

Tindakan Pencegahan Penyakit

Hipertensi

23

Materi 8

Proses Regulasi Diri

28

Daftar Pustaka

37

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Allah SWT atas ridlo dan hidayah-Nya modul penelitian

yang berjudul “Model Regulasi Perawatan Diri (RPD) Untuk Pencegahan Hipertensi Pada

Remaja” dapat diselesaikan.

Tujuan penyusunan modul ini, sebagai pedoman dalam melaksanakan model perawatan diri

(RPD) untuk mencegah penyakit hipertensi terutama pada remaja.

Penyusunan modul ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu

perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang setulus – tulusnya kepada :

1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya beserta jajarannya.

2. Prof. Dr.H.Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku narasumber.

3. Ketua Jurusan Keperawatan dan Ketua Program Studi D III Keperawatan Sutopo Poltekkes

Kemenkes Surabaya beserta jajarannya.

23

4. Kasie Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Dinas pendidikan Kota Surabaya, dan Kasie Pelayanan

Primer Dinas Kesehatan Kota Surabaya selaku Nara Sumber diskusi pakar yang telah

memberikan masukan untuk modul ini.

5. Kepala sekolah, Guru UKS dan siswa SMP 8, 11, 12,14, dan 19 Surabaya telah berpartisipasi

aktif sebagai responden dalam penelitian ini.

Kami berharap semoga modul penelitian ini dapat bermanfaat.

Surabaya, Juni 2019

Peneliti