digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/poltekkessby... · 2019....

53
i

Upload: others

Post on 13-Nov-2020

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

i

Page 2: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam
Page 3: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

i

Page 4: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan segala kerendahan hati atas segala rachmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan monograf ini.

Monograf ini merupakan salah satu tugas dosen dalam melakukan penelitiannya dan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Drg. Bambang Hadi Sugito, M.Kes selaku

Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya. 2. Bapak Setiawan, SKM.,M.PSi selaku kepala Unit

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya.

3. Bapak DR. Khambali, ST,.MPPM. selaku Pembina Penelitian.

4. Bapak Ferry Kriswandana, SST, MT, selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya.

5. Semua Pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan ini.

Semoga Allah memberikan Rahmat dan Inayah kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan ini hingga terselesaikan dengan baik.

Demi kesempurnaan monograf ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Surabaya, Desember 2017 Penulis,

Page 5: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul --------------------------------------- i Kata Pengantar -------------------------------------- ii Daftar Isi ----------------------------------------------- iii BAB I NYAMUK AEDES AEGYPTI

1.1. Klasifikasi Nyamuk Aedes Aegypti ---- 1 1.2. Siklus Nyamuk Aedes Aegypti --------- 1 1.3. Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti --- 3 1.4. Pengendalian Vektor --------------------- 7

BAB II BIOLARVASIDA -------------------------- 10 BAB III TEMU KUNCI

3.1. Tanaman Temu Kunci -------------------- 12 3.2. Taksonomi Temu Kunci ----------------- 13 3.3. Kandugan Bahan Aktif Temu Kunci -- 14 3.4. Manfaat Temu Kunci --------------------- 19 3.5. Cara Membuat Ektrak Temu Kunci --- 20

BAB IV PENELITIAN TANAMAN SEBAGAI BIOLARVASIDA -------------------------- 21

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Jenis dan Desain Penelitian ------------- 27 5.2. Objek Penelitian --------------------------- 28 5.3. Variabel Penelitian ------------------------ 28 5.4. Definisi Operasional ----------------------- 30 5.5. Prosedur Penelitian ---------------------- 31 5.6. Analisis Data ------------------------------- 34 5.7. Persentase Kematian Larva Aedes

Aegypti -------------------------------------- 35 5.8. Perbedaan Rata-rata Kematian Larva

Aedes Aegypti ----------------------------- 41 5.9. Efektifitas Tanaman Temu Kunci

Sebagai Biolarvasida Terhadap Larva Nyamuk Aedes Aegypti ------------------ 43

Referensi ----------------------------------------------- 45

Page 6: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

1

BAB 1

NYAMUK AEDES AEGYPTI

1.1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam

klasifikasi hewan sebagai berikut (Milatti,2010):

Kingdom : Animalia

Philum : Arthropoda

Sub Philum : Mandibulata

Kelas : Hexapoda

Ordo : Diptera

Sub Ordo : Nematocera

Familia : Culicida

Sub Family : Culicinae

Tribus : Culicini

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti

1.2. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk

Anophelini lainnya mengalami metamorfosis

sempurna, yaitu : telur – jentik – kepompong–

nyamuk. Stadium telur, jentik, dan kepompong

hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan

Page 7: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

2

menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari

setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya

berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong

berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari

telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari.

Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan

(Depkes RI 3, 2005:6). Masa pertumbuhan dari

telur, jentik, kepompong hingga menjadi nyamuk

sekitar 8-12 hari, tergantung dari suhu dan

kelembaban. Semakin tinggi suhu dan kelembaban

semakin cepat masa pertumbuhan nyamuk (Ditjen

PPPL,2014:28).

Sumber : http://informasikesling.blogspot.co.id/2015/03/ siklus-hidup-

nyamuk-aedes-aegypti.html.

Gambar 1: Siklus Nyamuk Aedes aegypti

Page 8: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

3

1.3. Morfologi Aedes aegypti

1. Nyamuk Dewasa

Menurut Ditjen PPPL (2014:30-31)

menyatakan secara umum nyamuk Aedes

terdiri tiga bagian, yaitu kepala, thorax, dan

abdomen, mempunnyai dua pasang sayap dan

tiga pasang kaki. Nyamuk Aedes dewasa

memiliki ukuran sedang dengan tubuh

berwarna hitam bercak putih. Tubuh dan

tungkainya ditutupi sisik dengan bercak putih.

Aedes. aegypti di bagian punggung tubuhnya

tampak dua garis melengkung vertikal dibagian

kiri dan kanan berwarna putih, sedangkan

Aedes. Albopictus dibagian punggung tubuhnya

tampak satu garis lurus tebal berwarna putih.

Sumber : foto preparat Laboratorium Dinkes Prop. Jatim

Gambar 2 : Nyamuk Aedes aegypti

Page 9: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

4

2. Kepompong

Kepompong adalah periode puasa,

membutuhkan waktu 1-2 hari. Kepompong

berbentuk seperti koma dan lebih pendek

dibandingkan jentik, aktif bergerak dalam air

terutama bila terganggu. Pada tingkat

kepompong tidak memerlukan makan, tetapi

perlu udara. Dalam waktu 1-2 hari

perkembangan kepompong sudah sempurna,

maka kulit kepompong pecah dan nyamuk

dewasa muda segera keluar dan terbang. Pada

umumnya nyamuk jantan menetas lebih dahulu

dari nyamuk betina. (ditjen PPPL,2014:30)

Kepompong (pupa) berbentuk seperti

”koma”. Bentuknya lebih besar namun lebih

ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa

berukuran lebih kecil jika dibandingkan rata-

rata pupa nyamuk lain (Depkes RI 3,2005:5).

Page 10: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

5

Sumber : http://informasikesling.blogspot.co.id/2015/03/ siklus-

hidup-nyamuk-aedes-aegypti.html

Gambar 3 : Kepompong Aedes aegypti

3. Jentik (Larva)

Setelah telur terendam 2-3 hari, selanjutnya

menetas menjadi jentik. Jentik mengalami 4

tingkatan atau stadium yang disebut instar, yaitu

instar I, II, II, dan IV. Waktu pertumbuhan

dari masing-masing stadium adalah jentik instar

I selama 1 hari, jentik instar II selama 1-2 hari,

jentik instar II selama 2 hari, jentik instar IV

selama 2-3 hari. Jentik Aedes di dalam air dapat

dikenali dengan ciri-ciri berukuran 0,5-1 cm

dan selalu bergerak aktif dalam air. Pada waktu

istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan

permukaan air untuk bernapas (mendaptkan

oksigen). Selanjutnya jentik berkembang

menjadi kepompong (ditjen PPPL,2014:29)

Page 11: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

6

Sumber : foto preparat Laboratorium Dinkes Prop. Jatim

Gambar 4 : Jentik Nyamuk Aedes aegypti

4. Telur

Telur diletakkan satu persatu di atas

permukaan air, biasanya pada dinding bagian

dalam kontainer di permukaan air. Jumlah telur

nyamuk untuk sekali bertelur dapat mencapai

300butir dengan ukuran ± 5 mm. Telurnya

berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah

satudengan yang lain. Pada kondisi yang buruk

(dalam kondisi musim kering yang lama),

telurdapat bertahan hingga lebih dari satu

tahun. Telur akan menetas menjadi jentik

Page 12: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

7

setelah 1-3hari terendam air(ditjen

PPPL,2014:29).

Sumber : foto preparat Laboratorium Dinkes Prop. Jatim

Gambar 5 : Telur Nyamuk Aedes aegypti

1.4. Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan

pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis,

penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap

vektor maupun tempat perkembangbiakannya dan

/ atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat

mempertahankan dan mengembangkan kearifan

lokal sebagai alternatif. Pengendalian vektor adalah

semua kegiatan yang ditujukan untuk menurunkan

populasi vektor serendah mungkin sehingga

keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya

Page 13: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

8

penularan penyakit tular vektor disuatu wilayah

atau menghindari kotak langsung dengan vektor

sehingga penyakit tular vektor dapat dicapai

dengan pengendalian vektor terpadu (PVT)

merupakan pendekatan yang menggunakan

kombinasi beberapa metode pengendalian vektor

yang dilakukan berdasarkan azas keamanan,

rasionalitas, dan efektivitas pelaksanaanya serta

dengan mempertimbangkan kelestarian

keberhasilannya. (Permenkes No.374 Tahun

2010).

Menurut Inge Sutanto, dkk (2008 : 275)

pemberantasan vektor bisa diarahkan pada larva

dan bentuk dewasanya. Pemberantasan larva atau

jentik meliputi :

1. Cara Kimia

Cara kimiawi dengan menggunakan

insektisida yaitu zat kimia yang dapat

membunuh larva nyamuk. Seperti : solar,

minyak tanah, perisgreen, temephos, fention.

Setiap pemakaian zat tersebut dapat

membunuh larva. Selain zat kimia tersebut

tumbuhan juga dapat digunakan sebagai

biolarvasida.

Page 14: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

9

2. Non Kimia

Pengendalian vektor umumnya dilakukan

dengan dua pendekatan yaitu non – kimia

(lingkungan) dan pendekatan kimiawi.

Pendekatan non kimiawi yang biasa dilakukan

diantaranya melalui program peningkatan

kualitas pengelolaan sampah dan peningkatan

kualitas penyimpanan air. Menurut HJ.

Mukono (2008) salah satu pestisida secara non

kimia yaitu herbisida dan biolarvasida pada

tanaman.

Page 15: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

10

BAB 2

BIOLARVASIDA

Insektisida adalah bahan kimia yang digunakan

untuk membunuh dan mengendalikan serangga hama.

Pengertian secara luas yaitu semua bahan atau

campuran bahan yang digunakan untuk mencegah,

membunuh, menolak, atau mengurangi serangga.

Insektisida dapat berbentuk padat, cair, gas. Salah satu

program pengendalian vektor bisa diarahkan dengan

larvanya. Pengendalian larva dapat dilakukan dengan

cara kimia, diantaranya ; paris green, temephos,

fention, minyak oil. (Inge Sutanto, dkk 2008)

Melihat kerugian yang ditimbulkan dari

penggunaan larvasida secara kimia dapat menimbulkan

kerusakan pada lingkungan Untuk mengurangi efek

tersebut, maka diupayakan penggunaan larvasida alami

untuk mengendalikan larva. Secara umum larvasida

alami diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya

berasal dari tumbuhan (Dewi, 2003 dalam Amelia,

2012). Larvasida alami relatif mudah dibuat dengan

kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh

karena terbuat dari bahan alami, maka jenis insektisida

ini mudah terurai karena residunya mudah hilang.

Larvasida alami bersifat hit and run, yaitu apabila

Page 16: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

11

diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu

dan setelah hamanya terbunuh akan cepat menghilang

larut dalam air. (Amelia, 2012).

Page 17: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

12

BAB 3

TEMU KUNCI

3.1. Tanaman Temu kunci

Menurut Muchlisah (2011 : 64) temu kunci

memiliki penampilan yang unik karena memiliki

tampilan seperti gantungan kunci. Nama ilmiah

tanaman ini adalah Boesenbergia pandurata rox

Ridl atau Boesenbergia pandurata (Rox) Schlecht

atau Gastrocillus panduratus. Nama – nama

daerah adalah Tamu kunci (Minang kabau), Kunci

(Jawa), Temo kunce (Madura), koncih (Kangean),

Tamu konci (Makasar), Dumu kunci (Bima),

Tumbu kunci (Ambon), dan Tamputi (Ternate).

Temu kunci merupakan tanaman semak

yang berumur tahunan. tanaman tidak terlalu tinggi

karena hanya sekitar 30 – 100 cm. Batangnya

tersusun atas gabungan pelepah pelepah daun.

Warna batangnya hijau agak merah.

Daunnya tidak terlalu banyak, yakni sekitar

4–5 helai, berbentuk bulat meruncing ke ujung

dan pangkal, warnanya hijau, tangkai daunnya

beralur, lebar 4,5 – 10 cm, panjang 23 – 38 cm.

Tulang daunnya besar, berlapis tipis tembus

Page 18: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

13

cahaya. Permukaan daun sebelah atas dan bawah

bila diraba terasa licin, tidak berbulu, meskipun

ada juga daun yang berbulu halus.

Bunga temu kunci umumnya keluar bila

tanaman sudah cukup tua.Letak bunga di ujung

batang semu.Bunga berbentuk tabung, tumbuh

tegak, dan bagian atas melengkung.Tangkai bunga

pendek sekali, seolah–olah tidak bertangkai atau

bunga duduk. Panjang mahkota sekitar 5 cm,

warnanya merah jambu atau agak pucat.

Rimpang tumbuh dibawah permukaan tanah

secara mendatar dan beruas, sedikit keras, bersisik

tipis, dan berbau harum. Anakan rimpang

menggerombol kecil di sebelah rimpang induk

serupa rangkaian anak kunci. Jika dibelah, bagian

luar rimpang berwarna hijau kekuningan

sementara daging rimpang sebelah dalam berwarna

kuning muda. Daging rimpang menerbakkan khas

bau temu kunci. Akarnya tebal, gemuk, dan

berbentuk seperti cacing.

3.2. Taksonomi Temu kunci

Divisi : Magonoliophyta

Kelas : Liliopsida

Page 19: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

14

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Boesenbergia

Spesies : Boesenbergia pandurate

Sumber : Muchlisah, Fauziah

Gambar 6 : Tanaman Temu Kunci

3.3. Kandungan Bahan Aktif Temu Kunci

Menurut Winzaldi (2007 : 45) zat – zat yang

terkandung pada temu kunci antara lain minyak

atsiri, zat yang terdiri dari :

1. Saponin

Saponin adalah suatu glikolisa yang

mungkin ada pada banyak macam tanaman.

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan

Page 20: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

15

konsentrasi tinggi pada bagian – bagian tertentu,

dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan

tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh–

tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai

bentuk penyimpanan karbhohidrat, atau

merupakan waste product dari metabolisme

tumbuh – tumbuhan. Kemungkinan lain adalah

sebagai pelindung terhadap serangan serangga.

Saponin merupakan senyawa yang dapat

merusak pembuluh darah larva nyamuk.

(Wakhyulianto,2005).

Saponin merupakan glikosida dalam

tanaman yang sifatnya menyerupai sabun dan

dapat larut dalam air. Istilah saponin

diturunkan dari bahasa Latin ‘sapo’ yang berarti

sabun, diambil dari kata saponaria vaccaria,

suatu tanaman yang mengandung saponin

digunakan sebagai sabun untuk mencuci.

Saponin dapat menurunkan aktivitas enzim

pencernaan dan penyerapan makanan (Dinata,

Suparjo, 2008 dalam Indiartono, 2010).

Menurut Harborne 1996 dalam

Rohananto 2013 Saponin adalah metabolit

sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri

atas gugus gula yang berikatan dengan aglikon

Page 21: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

16

atau sapogenin. Senyawa ini digunakan untuk

pembasmi hama tertentu dan bersifat racun

bagi binatang berdarah dingin. Sifat-sifat

saponin yaitu berasa pahit, berbusa dalam air,

mempunyai sifat detergen yang baik dan anti

eksudatif. Saponin mempunyai aktifitas dapat

menghemolisis sel darah merah dan anti

inflamasi.

2. Flavonoid Pinostrelin

Flavonoid adalah sekelompok senyawa

fenol terbesar yang ditemukan di alam.

Senyawa–senyawa ini merupakan zat warna

merah, ungu, dan biru, dan sebagaian zat warna

kuning yang ditemukan di tumbuh – tumbuhan.

(Resi,Andis,2009). Flovanoid merupakan

senyawa yang dapat merusak membran sel pada

larva. (Wakhyulianto,2005)

Flavonoid bekerja sebagai inhibitor kuat

pernapasan atau sebagai racun pernapasan.

Flavonoid mempunyai cara kerja yaitu dengan

masuk ke dalam tubuh larva melalui sistem

pernapasan yang kemudian akan menimbulkan

kelayuan pada syaraf serta kerusakan pada

sistem pernapasan dan mengakibatkan larva

tidak bisa bernapas dan akhirnya mati. Posisi

Page 22: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

17

tubuh larva yang berubah dari normal bisa juga

disebabkan oleh senyawa flavonoid akibat cara

masuknya yang melalui siphon sehingga

mengakibatkan kerusakan sehingga larva harus

mensejajarkan posisinya dengan permukaan air

untuk mempermudah dalam mengambil

oksigen. Selain itu terdapat pula kandungan

saponin dan alkaloid yang bertindak sebagai

racun perut. Alkaloid berupa garam sehingga

dapat mendegradasi membran sel untuk masuk

ke dalam dan merusak sel dan juga dapat

mengganggu sistem kerja syaraf larva dengan

menghambat kerja enzim asetilkolinesterase.

Terjadinya perubahan warna pada tubuh larva

menjadi lebih transparan dan gerakan tubuh

larva yang melambat bila dirangsang sentuhan

serta selalu membengkokkan badan disebabkan

oleh senyawa alkaloid. (Eka endah, 2012)

Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa

yang bersifat racun / aleopati, merupakan

persenyawaan dari gula yang terikat dengan

flavon. Flavonoid mempunyai sifat khas yaitu

bau yang sangat tajam, rasanya pahit, dapat larut

dalam air dan pelarut organik, serta mudah

terurai pada temperatur tinggi (Suyanto, 2009

Page 23: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

18

dalam Indiartono, 2010). Flavonoid merupakan

senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat

bersifat menghambat makan serangga dan juga

bersifat toksik. Flavonoid punya sejumlah

kegunaan. Pertama, terhadap tumbuhan, yaitu

sebagai pengatur tumbuhan, pengatur

fotosintesis, kerja antimiroba dan antivirus.

Kedua, terhadap manusia, yaitu sebagai

antibiotik terhadap penyakit kanker dan ginjal,

menghambat perdarahan. Ketiga, terhadap

serangga, yaitu sebagai daya tarik serangga

untuk melakukan penyerbukan. Keempat,

kegunaan lainnya adalah sebagai bahan aktif

dalam pembuatan insektisida nabati (Dinata,

2009 dalam Indriantono, 2010).

Menurut Harborne 1996 dalam

Rohananto (2013) flavonoid adalah senyawa

terdiri atas dari 15 atom karbon terdapat di sel

epidermis dan sebagian tersimpan di vakuola

sel. Tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu

antosianin, flavonol dan flavon. Antosianin

adalah pigmen berwarna yang umumnya

terdapat di bunga berwarna merah, ungu dan

biru.

Page 24: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

19

3. Kamfer

4. Sineol

5. Metil sinamat

6. Hidromirsen

7. Damar

8. Pati

9. Alipinetin

3.4. Manfaat Temu Kunci

Menurut Winzaldi (2007 : 46) Rimpang

temu kunci dapat dipakai obat–obatan atau jamu

tradisional. Ada juga yang digunakan sebagai

bumbu masak, misalnya bumbu sayur bening,

selain itu pelepah dan batang semua dapat

dimakan mentah atau direbus dijadikan sayuran

karena khasiatnya cukup banyak. Khasiat temu

kunci :

1. Memberantas cacing gelang

2. Sukar kencing atau perut kembung pada anak

3. Menyembuhkan sariawan

4. Mengatasi batuk kering

5. Mengobati kurap

6. Khasiat lain sebagai obat analgetik

Page 25: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

20

3.5. Cara membuat Ekstrak Temu Kunci

Temu kunci dicuci bersih dengan air,

kemudian diris tipis-tipis. Temu kunci tidak boleh

dikeringkan di bawah sinar matahari karena dapat

menghilangkan efek insektisida dari temu kunci itu

sendiri. Temu kunci yang telah diiris kemudian

diekstraksi dengan menggunakan metode Maserasi

(cara dingin) dan menggunakan pelarut alkohol

(ethanol).

Metode Maserasi adalah proses

pengekstraksian simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan

prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan

pengadukan yang kontinu (terus-menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan

penambah pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama, dan seterusnya. Sisa ekstrak

dengan sisa pelarut kemudian diuapkan dengan

menggunakan water bath untuk menghilangkan

pelrutnya sehingga didapatkan ekstrak yang kental.

(Ashry, 2009).

Page 26: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

21

BAB 4

PENELITIAN TENTANG TANAMAN

SEBAGAI BIOLARVASIDA

Indonesia termasuk salah satu negara yang

berada di wilayah beriklim tropis yang merupakan

wilayah penyebaran sekaligus daerah endemis yang

menyebabkan tingginya angka kesakitan yang

disebabkan oleh gigitan nyamuk antara lain Culex,

Aedes, Anopheles dan lain-lain (Depkes RI, 2005).

Jumlah penderita penyakit yang disebabkan oleh

nyamuk dari tahun ke tahun cenderung meningkat dan

penyebarannya semakin luas, diantaranya penyakit yang

disebabkan oleh gigitan nyamuk adalah Demam

Berdarah Dengue (DBD), Filariasis (penyakit kaki

gajah). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur telah ditemukan penyakit yang disebabkan

oleh gigitan nyamuk adalah 341 penderita filariasis

(hingga tahun 2012) dan 1.054 orang menderita

penyakit DBD (per Januari 2015) dengan 25 penderita

di antaranya meninggal dunia.

Penyakit akibat gigitan nyamuk antara lain

demam berdarah dengue dan filariasis merupakan

penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia. Sampai saat ini belum ada

Page 27: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

22

vaksin yang dapat mencegah infeksi dan belum ada

obat yang khusus untuk mengobatinya. Pengendalian

penyakit tersebut hanya bergantung pada pengendalian

nyamuk.

Beberapa pengendalian nyamuk telah dilakukan

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur baik secara

kimia, fisika, biologi, dan mekanik. Pengendalian yang

umum dilakukan dengan menggunakan bahan kimia

(Insektisida) karena sistem kerjanya lebih efektif dan

lebih cepat terlihat dibandingkan dengan cara

pengendalian secara biologi. Pengendalian secara

kimiawi menimbulkan dampak negatif antara lain

pencemaran lingkungan, kematian predator, resistensi

pada vektor, sehingga perlu dilakukan pengendalian

dengan menggunakan larvasida alami yakni larvasida

nabati yang tidak mempunyai efek samping terhadap

lingkungan dan manusia.

Negara Indonesia merupakan negara agraris kaya

akan tumbuhan, namun tumbuh–tumbuhan tersebut

belum dimanfaatkan secara maksimal dalam

kehidupan sehari – hari, salah satunya tanaman temu

kunci. Temu kunci (Boesenbergia pandurata roxb)

merupakan tanaman semak yang berumur tahunan.

Tanah liat adalah habitat tanaman temu kunci, tetapi

pada dasarnya tanaman temu kunci dapat tumbuh

Page 28: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

23

disembarang tempat asal tidak tergenang air dan tidak

berada pada daerah yang panas. Temu kunci

(Boesenbergia pandurata roxb) memiliki kandungan

antara lain : minyak atsiri yang terdiri dari Kamfer,

Sineol, Metil sinamat, Hidromersin, Damar, Pati,

Saponin, Flavonoid, Pinostrolerin, Alipinentin. Temu

Kunci mempunyai beberapa manfaat, salah satu

manfaat temu kunci adalah sebagai obat – obatan atau

jamu tradisional, bumbu sayur bening. (Winzaldi,2007

: 45)

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan biolarvasida adalah :

1. Wakhyulianto (2005) dalam penelitian yang

berjudul “Uji Bunuh Ekstrak Cabe Rawit

(Capsicum frutescens L) Terhadap Nyamuk Aedes

Aegypti” mengatakan bahwa saponin dan flavonoid

pada tanaman cabe rawit dapat dijadikan sebagai

biolarvasida karena flavonoid merupakan senyawa

yang dapat merusak membran sel pada larva dan

saponin merupakan senyawa yang dapat merusak

pembuluh darah larva nyamuk.

2. Shovia (2014) yang berjudul “Efektivitas Daun

Mundu (Garcinia dulcis) Sebagai Larvasida

Nyamuk Culex Quinquefasciatus Dan Aedes

Aegypti”, ekstrak daun mundu mempunyai

Page 29: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

24

kandungan saponin, alkaloid, tanin, fenolik,

flavonoid, triterfenoid, steroid, dan glikosida

dengan saponin dan flavonoid yang digunakan

sebagai penelitian sebesar 1% menyebabkan 85%

kematian larva Cx. quinquefasciatus dan 100%

terhadap Aedes aegypti pada konsentrasi 2.000

ppm dengan lama kontak 72 jam.

3. Rohananto ( 2013) dalam penelitian yang berjudul

“efektivitas ekstrak daun tapak dara (catharanthus

roseus) sebagai larvasida nyamuk culex

quinquefasciatus”, ekstrak daun tapak dara

mengandung saponin, alkaloid, tanin, fenolik,

flavonoid, triterfenoid, steroid, dan glikosida.

Daun tapak dara digunakan sebagai larvasida Cx.

Quinquefasciatus dan persentase kematian larva

pada konsentrasi 2.000 ppm dengan lama kontak

72 jam sebanyak 85%.

4. Iskandar (2006) dalam penelitiannya “Uji Efek

Larvasida Ekstrak Daun Mahkota Dewa ( Phaleria

macrocarpa) terhadap Larva Culex sp.” daun

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) mempunyai

kandungan Alkaloid, Saponin, Flavonoid dan

Polifenol sebagai biolarvasida terhadap larva Culex

sp. dengan konsentrasi sebesar 500 ppm diperoleh

LC50 yang artinya pada konsentrasi 500 ppm

Page 30: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

25

ekstrak daun mahkota dewa dapat membunuh

50% larva dan pada konsentrasi 800 ppm

diperoleh LC90 artinya pada konsentrasi 800 ppm

ekstrak daun mahkota dewa dapat membunuh

90% larva.

Berdasarkan hasil penelitian di atas bahwa

kandungan saponin dan flavonoid pada tanaman

mundu, tapak dara, mahkota dewa dapat digunakan

sebagai biolarvasida, Kandungan saponin dan flavonoid

juga terdapat pada tanaman temu kunci sehingga

memungkinkan tanaman temu kunci berpotensi

sebagai biolarvasida.

Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah sama – sama pemanfaatan tanaman

sebagai biolarvasida terhadap larva. Adapun persamaan

dan perbedaannya,, dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai

berikut :

Tabel 1 Keterkaitan Penelitian Ini Dengan Penelitian

Terdahulu

No Judul Subyek Obyek Hasil

1. Uji Bunuh Ekstrak Cabe Rawit (Capsicum

frutescens L) Terhadap

Cabe

Rawit

Aedes aegypti

Cabe rawit

berfungsi

dapat

merusak

membran sel

Page 31: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

26

No Judul Subyek Obyek Hasil

Nyamuk Aedes Aegypti

dan merusak

pembuluh

darah larva

nyamuk

2. Efektivitas Daun Mundu (Garcinia dulcis) Sebagai Larvasida

Nyamuk Culex Quinquefasciatus Dan Aedes Aegypti

Daun

Mundu

Culex dan

Aedes aegypti

2.000 ppm

dapat

membunuh

100%

3. efektivitas ekstrak daun tapak dara (catharanthus roseus) sebagai larvasida nyamuk Culex quinquefasciatus

Daun

Tapak

Dara

Culex 2.000 ppm

dapat

membunuh

85%

4. Uji Efek Larvasida Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa ) terhadap Larva Culex sp

Daun

Mahkot

a Dewa

Culex 500 ppm

dapat

membunuh

larva 50% dan

800 ppm

dapat

membunuh

larva Culex

90%

5 Temu Kunci sebagai biolarvasida terhadap Aedes aegypti

Rimpan

g temu

kunci

Aedes aegypti

Sedang diteliti

Page 32: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

27

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

eksprimen murni dengan design sederhana yang

bertujuan untuk mengetahui ekstrak tanaman temu

kunci (Boesenbergia pandurata roxb) mempunyai

efektivitas sebagai biolarvasida terhadap larva

Aedes aegypti. Adapun rancangan penelitian

sebagai berikut :

Keterangan :

X : kelompok eksperimen yang mendapatkan

perlakuan ekstrak temu kunci dengan

konsentrasi 0 ppm, 250 ppm, 500 ppm,

750 ppm, 1.000 ppm

X’ : observasi terhadap jumlah nyamuk Aedes

aegypti pada kelompok eksperimen yang

mati 24 jam, 48 jam, 72 jam.

Dalam melakukan penelitian perlu adanya

replikasi pengulangan, dengan rumus :

X X’

Page 33: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

28

(r – 1) (k – 1) ≥ 15

(r – 1) (4 – 1) ≥ 15

r ≥ 6

Keterangan :

r : Replikasi

k : Perlakuan

5.2. Obyek Penelitian

Larva nyamuk Aedes aegypti III yang

diperoleh dari Laboratorium Institude of Tropical

Disease ( ITD ) Unair Surabaya dengan masing –

masing countainer berisi 20 larva, dimana larva

Aedes aegypti merupakan turunan ke 220.

5.3. Variabel Penelitian

1. Identifikasi variabel Penelitian

a. Variabel dependen

Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel dependen adalah jumlah kematian

larva nyamuk Aedes aegypti .

b. Variabel independen

Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel bebas adalah

1) ekstrak tanaman temu kunci

(Boesenbergia pandurata roxb) sebagai

Page 34: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

29

biolarvasida terhadap larva Aedes

aegypti

2) Waktu

c. Variabel kendali

Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel kendali adalah suhu dan

kelembaban lingkungan, suhu dan pH

(Power of Hydrogen) air yang digunakan

sebagai media larva Aedes aegypti

2. Model hubungan antar variabel

Bentuk hubungan antar variabel dalam

penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen

1. Konsentrasi

ekstrak temu

kunci

2. Waktu

Variabel Dependen

Jumlah kematian larva

Variabel kendali

suhu media air, suhu

lingkungan, kelembaban

lingkungan, pH media air

Page 35: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

30

5.4. Definisi Operasional Variabel

1. Konsentrasi ekstrak temu kunci 0 ppm, 250

ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1.000 ppm

merupakan pemisahan suatu zat terhadap dua

zat yang tidak saling larut, zat tersebut adalah

air, saponin, dan flavonoid digunakan sebagai

biolarvasida.

2. Waktu adalah waktu yang diperlukan oleh

temu kunci untuk membunuh larva yaitu 24

jam, 48 jam, dan 72 jam.

3. Kematian larva adalah banyaknya larva yang

mati dengan konsentrasi ekstrak temu kunci

tertentu

4. Larva Aedes aegypti instar III adalah jumlah

larva yang mengalami pergantian kulit

sebanyak 3 (tiga) kali.

5. pH (Power of Hydrogen) media air adalah

derajat keasaman yang dimiliki oleh larutan

yang diukur dengan pH meter.

6. Suhu Air dan suhu lingkungan merupakan

derajat panas dinyatakan dengan celcius

diukur dengan thermometer

7. Kelembaban merupakan jumlah uap air yang

dinyatakan dengan % diukur dengan

hygrometer.

Page 36: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

31

5.5. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini bertujuan untuk

menentukan Letal Concentration 50 (LC50) yang

efektif terhadap larva Aedes aegypti dengan

konsentrasi ekstrak temu kunci 250 ppm, 500

ppm, 750 ppm dan 1.000 ppm. Adapun tahapan

yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan Hewan Uji Coba larva Aedes

aegypti instar III

2. Menyiapkan Alat dan bahan

a. Alat

1) Gelas Ukur

2) Pipet Tetes

3) Thermometer

4) pH Meter

5) Beaker Glass

6) Senter

7) Labu Ukur

8) Penggaris

9) Spatula

10) Hygrometer

11) Gayung

12) Kalkulator

13) Alat tulis

Page 37: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

32

14) Ember

15) Pipet Volume

b. Bahan

1) Ekstrak dari rimpang temu kunci

(Boesenbergia pandurata roxb ) yang

dibeli di Pasar Keputran Surabaya

2) Twin 20

3) air aquades

3. Prosedur Kerja Penelitian

a. Pembuatan Larutan Induk ekstrak temu

kunci dengan konsentrasi 1.000 ppm

dengan volume 250 ml membutuhkan

ekstrak temu kunci sebesar 250 mg.

b. Menyiapkan beaker glass

c. Menimbang 250 mg ekstrak tanaman

temu kunci yang kemudian dicampurkan

larutan Twin 20 dan aquades, sampai

volume menjadi 250 ml.

d. Pengenceran dari Larutan induk dengan

konsentrasi 1.000 ppm menjadi larutan

dengan konsentarsi extrak tanaman temu

kunci 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, dan

1.000 ppm. Untuk memperoleh volume

Page 38: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

33

100 ml yang dibutuhkan tiap konsentrasi

maka dilakukan perhitungan sebagai

berikut :

1) Konsentrasi 250 ppm

V1 x N1 = V2 x N2

100 ml x 250 ppm = V2 x 1000 ppm

V2 = 25 ml

2) Konsentrasi 500 ppm

V1 x N1 = V2 x N2

100 ml x 500 ppm = V2 x 1000 ppm

V2 = 50 ml

3) Konsentrasi 750 ppm

V1 x N1 = V2 x N2

100 ml x 750 ppm = V2 x 1000 ppm

V2 = 75 ml

4) Konsentrasi 1.000 ppm

V1 x N1 = V2 x N2

100 ml x 1000 ppm = V2 x 1000 ppm

V2 = 100 ml

e. Masukkan bahan yang diperlukan seperti

250 ppm diperlukan 25 ml ekstrak temu

kunci, 500 ppm diperlukan 50 ml ekstrak

temu kunci, 750 ppm diperlukan 75 ml

Page 39: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

34

ekstrak temu kunci dan 1.000 ppm

diperlukan 100 ml ekstrak temu kunci.

f. Masukkan ke dalam botol dan

campurkan aquades sampai volume

menjadi 100 ml, kecuali untuk

konsentarsi 1.000 ppm tanpa ditambah

aquades

g. Ambil larutan masing – masing sesuai

kemudian masukkan ke dalam beaker

glass yang berisi 20 larva

5.6. Analisis Data

Toksisitas yang dihasilkan dari ekstrak temu

kunci terhadap larva Aedes aegypti ditetapkan

berdasarkan dari banyaknya larva yang mati

dengan perlakuan konsentrasi eskrak temu kunci 0

ppm, 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm dan 1.000

ppm selama 24 jam, 48 jam, 72 jam. Bioarvasida

tersebut efektif apabila dinyatakan dapat

membunuh hewan uji 50%

Page 40: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

35

5.7. Persentase kematian larva Aedes aegypti selama

24, 48 dan 72 jam dengan konsentrasi 0 ppm, 250

ppm, 500 ppm, 750 ppm dan 1.000 ppm

Hasil uji efek ekstrak temu kunci

(Boesenbergia pandurata roxb) terhadap larva

Aedes aegypti dengan menggunakan konsentrasi 0

ppm, 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm dan 1.000

ppm selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam dengan 6

(enam) kali pengulangan dapat disajikan dalam

bentuk Tabel 5.1 – Tabel 5.3 dibawah ini dengan

rata-rata pengukuran pH air penampungan larva

adalah 6.6, kelembaban 62% suhu lingkungan

28˚C suhu media 31˚C.

Tabel 2 : Persentase Kematian Larva Aedes aegypti selama 24 Jam

Replikasi Konsentrasi ekstrak Temu Kunci

0 250 500 750 1.000

1 0 10 25 15 15

2 0 5 15 15 20

3 0 5 10 25 25

4 0 10 35 25 45

5 0 5 30 40 25

6 0 10 20 30 35

Rata-rata 0 7.5 22.5 25 27.5

Minimal 0 5 10 15 20

Maksimal 0 10 35 45 45

Berdasar Tabel 2 didapatkan bahwa

persentase kematian larva Aedes aegypti dari 20

Page 41: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

36

ekor dengan menggunakan ekstrak temu kunci

(Boesenbergia pandurata roxb) sebagai

biolarvasida selama 24 jam, didapatkan hasil

bahwa rata – rata persentase kematian konsentrasi

0 ppm sebesar 0%, persentase kematian larva

Aedes aegypti pada konsentrasi 250 ppm antara 5

sampai 10 dengan rata– rata persentase kematian

sebesar 7.5%, persentase kematian larva Aedes

aegypti pada konsentrasi 500 ppm antara 10

sampai 35 dengan rata – rata persentase kematian

sebesar 22.5%, persentase kematian larva Aedes

aegypti pada konsentrasi 750 ppm antara 15

sampai 45 dengan rata – rata persentase kematian

sebesar 25.0% dan persentase kematian larva

Aedes aegypti pada konsentrasi 1.000 ppm antara

20 sampai 45 dengan rata- rata persentase

kematian adalah 27.5%.

Persentase kematian larva Aedes aegypti dari

20 ekor dengan menggunakan ekstrak temu kunci

(Boesenbergia pandurata roxb) sebagai

biolarvasida selama 48 jam didapatkan hasil bahwa

rata – rata persentase kematian konsentrasi 0 ppm

sebesar 0%, persentase kematian larva Aedes

aegypti pada konsentrasi 250 ppm antara 15

sampai 55 dengan rata – rata persentase kematian

Page 42: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

37

sebesar 29.2%, persentase kematian larva Aedes

aegypti pada konsentrasi 500 ppm antara 20

sampai 70 dengan rata – rata persentase kematian

sebesar 53.3%, persentase kematian larva Aedes

aegypti pada konsentrasi 750 ppm antara 25

sampai 85 dengan rata–rata persentase kematian

sebesar 56.7% dan persentase kematian larva

Culex pada konsentrasi 1.000 ppm antara 60

sampai 95 dengan rata- rata persentase kematian

adalah 72.5% (lihat Tabel 3).

Tabel 3 : Persentase Kematian Larva Aedes

aegypti Selama 48 Jam

Replikasi Konsentrasi ekstrak Temu Kunci

0 250 500 750 1.000

1 0 15 70 35 70

2 0 20 20 25 60

3 0 20 70 75 65

4 0 55 55 60 80

5 0 35 60 85 95

6 0 30 45 60 65

Rata-rata 0 29.2 53.3 56.7 72.5

Minimal 0 15 20 25 60

Maksimal 0 55 70 85 95

Tabel 4 : Persentase Kematian Larva Aedes aegypti Selama 72 Jam

Replikasi Konsentrasi ekstrak Temu Kunci

0 250 500 750 1.000

1 0 40 90 95 100

2 0 50 75 75 100

Page 43: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

38

Replikasi Konsentrasi ekstrak Temu Kunci

3 0 40 90 95 100

4 0 85 80 90 100

5 0 50 70 85 100

6 0 60 80 80 100

Rata-rata 0 54.2 80,8 86,7 100

Minimal 0 40 70 75 100

Maksimal 0 85 90 95 100

Pada Tabel 4 di atas didapatkan bahwa

Persentase kematian larva Aedes aegypti dari 20

ekor dengan menggunakan ekstrak temu kunci

(Boesen bergia pandurata roxb) sebagai

biolarvasida selama 72 jam didapatkan hasil bahwa

rata – rata persentase kematian konsentrasi 0 ppm,

250 ppm, 500 ppm, 750 ppm secara berturut-turut

adalah 0%, 54.2%, 80.8%, 86.7% dan 100%.

persentase kematian larva Aedes aegypti pada

konsentrasi 250 ppm antara 40 sampai 85, pada

konsentrasi 500 ppm persentase kematian larva

Aedes aegypti antara 70 sampai 90, pada

konsentrasi 750 ppm persentase kematian larva

Aedes aegypti antara 75 sampai 95 dan pada

konsentrasi 1.000 ppm larva Aedes aegypti mati

semua.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi ekstrak temu kunci yang digunakan

Page 44: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

39

maka semakin besar rata-rata persentase kematian

larva Aedes aegipty dan Semakin lama waktu yang

terpajan ekstrak temu kunci maka semakin besar

persentase kematian larva Aedes aegypti. Hal ini

dapat disimpulkan bahwa kandungan saponin dan

flavonoid yang terdapat ekstrak temu kunci

berpotensi sebagai biolarvasida yang dapat

menghambat pertumbuhan larva Aedes aegypti

(Lihat gambar 7). Hal ini diperkuat oleh

Rohananto (2013) dalam penelitian yang berjudul

“Efektivitas Ekstrak Daun Tapak Dara

(Catharanthus Roseus) Sebagai Larvasida Nyamuk

Culex quinquefasciatus”, ekstrak etanol daun

sambang colok (Aerva sanguinolenta) yang

diberikan kepada larva Cx. quinquefasciatus

dengan konsentrasi 1000 ppm setelah 24 jam

pemaparan menyebabkan kematian 96,7%,

sedangkan ekstrak tapak dara menyebabkan

kematian larva sebesar 15%. Sementara itu

Logaswamy dan Remia (2009) melaporkan ekstrak

tapak dara masih rentan terhadap larva instar 4

nyamuk Ae. aegypti dengan kematian 77% pada

konsentrasi 250 ppm setelah 24 jam pemaparan.

Pada tanaman tapak dara kandungan saponin

sebesar 75% flavonoid (5,7 – dihidroksiflavon).

Page 45: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

40

Hal ini menunjukkan setiap spesies memiliki

perbedaan sensitifitas terhadap suatu senyawa pada

tumbuhan, selain itu kemungkinan pada tanaman

tersebut mempunyai kandungan saponin dengan

aktifitas yang berbeda terhadap mortalitas larva.

Gambar 7 : Rata-rata Persentase Kematian Larva Aedes aegypti

Selain itu pengenceran ekstrak temu kunci

dengan menggunakan air aquades atau ethanol

dengan pH 7, sangat sulit campur karena hasil

akhir ekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata

roxb) berbentuk cream berminyak, sehingga

mempengaruhi kelarutan bahan terhadap air.

Dalam penelitian ini proses pengenceran

dicampur dengan larutan Twin 20 terlebih dahulu,

setelah itu baru dicampur dengan air aquades.

Untuk itu disarankan penelitan selanjutnya agar

Page 46: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

41

pengekstrakannya berbentuk serbuk atau granul

atau cair, supaya mudah pengenceran, tanpa

menggunakan Twin 20.

5.8. Perbedaan rata-rata kematian larva Aedes aegypti

Selama 24, 48 dan 72 jam dengan konsentrasi 250

ppm, 500 ppm, 750 ppm dan 1000 ppm

Tabel 5 : Hasil Perhitungan Uji Anava Pada Larva Aedes aegypti

No Waktu Nilai P (Signifikan)

1 24 jam 0.003

2 48 jam 0.004

3 72 jam 0.000

Tabel 6 : Hasil Perhitungan Uji LSD Pada Larva

Aedes aegypti Selama 24 Jam

No Konsentrasi Nilai P

(Signifikan)

1 250 - 500 0.007

2 250 - 750 0.002

3 250 - 1.000 0.001

4 500 - 750 0.624

5 500 - 1.000 0.331

6 750 - 1.000 0.624

Page 47: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

42

Tabel 7 : Hasil Perhitungan Uji LSD Pada Larva Aedes aegypti Selama 48 Jam

No Konsentrasi Nilai P

(Signifikan)

1 250 - 500 0.029

2 250 - 750 0.014

3 250 - 1.000 0.000

4 500 - 750 0.749

5 500 - 1.000 0.077

6 750 - 1.000 0.139

Tabel 8 : Hasil Perhitungan Uji LSD Pada Larva Aedes aegypti Selama 72 Jam

No Konsentrasi Nilai P

(Signifikan)

1 250 - 500 0.000

2 250 - 750 0.000

3 250 - 1.000 0.000

4 500 - 750 0.333

5 500 - 1.000 0.004

6 750 - 1.000 0.035

Berdasarkan Tabel 5.4, dengan

menggunakan uji statistic anava 1 arah didapatkan

bahwa minimal ada 1 (satu) pasang konsentrasi

ekstrak temu kunci dalam menghambat

pertumbuhan larva Aedes aegypti setelah terpajan

ekstrak temu kunci selama 24 jam, 48 jam maupun

72 jam yang beda (p < α = 0.05).

Persentase rata-rata kematian larva Aedes

aegypti yang berbeda setelah terpajan ekstrak temu

Page 48: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

43

kunci selama 24 jam dan 48 jam adalah pada

konsentrasi 250 ppm dengan 500 ppm, 750 ppm

dan 1.000 ppm, sedangkan setelah tepajan ekstrak

temu kunci selama 72 jam bahwa rata-rata

persentase jumlah kematian Aedes aegypti yang

berbeda adalah pada kelompok konsentrasi 250

ppm dengan 500 ppm, 750 ppm dan 1.000 ppm

serta kelompok 1.000 ppm dengaan 500 ppm dan

750 ppm ( p < α ). Hal ini dapat disimpulkan

bahwa larva Aedes aegypti pada konsentrasi 500

ppm, 750 ppm dan 1.000 ppm tidak terlalu besar

perbedaan konsentrasinya dalam membunuh

kematian larva Aedes aegypti. ( Lihat Gambar 7 )

5.9. Efektifitas ekstrak tanaman temu kunci

(boesenbergia pandurata roxb) sebagai biolarvasida

terhadap larva Aedes aegypti pada Letal

Concentration ( LC50 )

Letal Concentration 50 ( LC50 ) adalah

konsentrasi yang diturunkan secara statistik yang

dapat diduga menyebabkan kematian 50% dari

populasi organisme dalam serangkaian kondisi

percobaan yang telah ditentukan (Keputusan

Menteri Pertanian, 2001). Penentuan konsentrasi

Page 49: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

44

Letal ( LC50 ) adalah konsentrasi ekstrak temu

kunci yang dibutuhkan untuk mematikan 50%

larva culex maupun Aedes aegypti. Dalam

penelitian ini didapatkan bahwa konsentrasi

ekstrak temu kunci (Boesenbergia pandurata roxb)

500 ppm dapat membunuh 50% larva Aedes

aegypti selama 48 jam ( Lihat Tabel 3). Hal ini

dapat disimpulkan bahwa ekstrak temu kunci

efektif sebagai biolarvasida dengan konsentrasi 500

ppm terhadap larva Aedes aegypti.

Page 50: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

45

REFERENSI

Aradilla, Ashry S. 2009. Uji Efektifitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba (Azadirachta Indica) Terhadap Larva Aedes Aegypti. Semarang : Universitas Diponegoro.

Cahyo, K. 2012. Morfologi Siklus Hidup Habitat Dan

Penyakit Yang Ditularkan Oleh Nyamuk

Culex sp. Universitas Airlangga : Institut

Tropical Deseas

Chin, James, dkk. 2000. Manual Pemberantasan

Penyakit Menular. United Stage of America.

ISBN 0 – 87553 – 242 – X.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2013.

Provil Kesehatan Jawa Timur 2012

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular

dan Penyehatan Lingkungan (Dit.jend. PPM

dan PL) Departemen Kesehatan RI Jakarta,

2001

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan

Penyehatan Penyakit Lingkungan (Dit.Jend.

PPM Dan PL) Dinas Kesehatan Ri 2009.

Haditomo, Indrianto. 2010. Efek Larvasida Ekstrak

Daun Cengkeh (Syzgium Aromatium L)

Terhadap Aedes aegypti. Surakarta :

Universitas Sebelas Maret.

Hariani, Shovia. 2014. Efektivitas Ekstrak Daun

Mundu (Gacinia dulcis) Sebagai Larvasida

Nyamuk Culex Quinquefasciatus dan Aedes

aegypti. Bandung : Institut Pertanian Bogor

Herdiana, Agus 2015. Klasifikasi dan Daur Hidup Nyamuk Aedes aegypti. http://informasi

kesling.blogspot.co.id/2015/03/siklus-hidup-

nyamuk-aedes-aegypti. html. Diakses 11

Januari 2018

Page 51: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

46

Iskandar, dkk. 2006. Uji Efek Larvasida Ekstrak Daun

Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa)

terhadap Larva Culex sp.

Juriastutik, Puji, dkk. 2010. Faktor Risiko Kejadian

Filariasis di Kelurahan Jati Sampurna Makara,

Kesehatan, Vol. 14, No. 1, Juni 2010: 31-36.

Marlik, Nur Haidah, AT Diana Nerawati, 2016,

Extract of Tenu Kunci Plant (Boesenberqia

Pandurata Roxb) as Biolarvasida to Larvae of

Culex and Aedes Aegypti, Journal of

Environtment and Earth Science vol 6 no.4.

Muchlisah, Fauziah. 2011. Tanaman Temu – Temuan

Dan Empon – Empon. Ebook. Yogyakarta.

ISBN 979 – 672 – 376 – x.

Mukono, H.J. 2008. Prinsip Dasar Kesehatan

Lingkungan. Surabaya : Airlangga University

Pers.

Novianto, Ikwi W. 2007. Kemampuan Hidup Culex

quiquefasciatus aay pada Habitat Limbah

Rumah Tangga. Surakarta : Universitas

Sebelas Maret.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. :

374/MENKES/PER/II/2010 Tentang

Pengendalian Vektor.

Pratiwi, Amelia. 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

Semarang : Universitas Negeri Semarang.

ISSN 1858-1196.

Rohananto, Rofindra. 2013.Efektivitas Ekstrak Daun

Tapak Dara (Catharanthus Roseus) Sebagai

Larvasida Nyamuk Culex Quinquefasciatus.

Bogor : Institut Pertanian Bogor

Sucipto, Cecep D. 2011. Vektor Penyakit Tropis.

Yogyakarta. Gosyeng Publishing.

Sutanto, Inge, dkk. Parasitologi Kedoktera. Jakarta :

Badan Penerbit Fakultas Universitas

Indonesia

Page 52: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

47

Utomo, Margo, dkk. 2010. Daya Bunuh Bahan Nabati

Serbuk Biji Papaya Terhadap Kematian Larva

Aedes Aegypti Isolat Laboratorium B2vrp

Salatiga. Unimus 2010. ISBN :

978.979.704.883.9

Wakhyulianto. 2005. Uji Daya Bunuh Ekstrak Cabai

Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap

nyamuk Aedes aegypti. Semarang : Universitas

Negeri Semarang

Winzaldi. 2007. Pekarangan Indah dengan Tanaman

Obat. Bandung. CV. Putra Mandiri

Page 53: digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.iddigilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY... · 2019. 2. 20. · dan dipengaruhi oleh verietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam

48