modul evaluasi pembelajaran.pdf

146
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-1 MODUL PERKULIAHAN EVALUASI PEMBELAJARAN Disusun Oleh : Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd NIP. 19610430 198503 1 002 & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2013

Upload: ardane

Post on 31-Dec-2015

508 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-1

MODUL PERKULIAHAN

EVALUASI PEMBELAJARAN

Disusun Oleh :

Dr. Edi Prio Baskoro, M.PdNIP. 19610430 198503 1 002

&

Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATICIREBON

2013

Page 2: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-2

BAB I

KONSEP DASAR EVALUASI PEMBELAJARAN

A. Sistem Kurikulum

Pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu proses yang

berkelanjutan dan merupakan suatu siklus yang melibatkan beberapa

komponen, yaitu: tujuan, bahan, kegiatan, evaluasi. Komponen-komponen

berpengaruh, berinteraksi, berinterelasi satu sama lain dan membentuk suatu

sistem.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat komponen

dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi,

proses atau sistem penyampaian serta evaluasi.

1. Tujuan

Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum adalah kekuatan-

kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang

diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberi

arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976). Tujuan

kurikulum mampu menaungi tujuan pendidikan secara umum.

Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional

dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : “Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada

tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional

yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun

jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.

Page 3: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-3

Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa

tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah

dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:

Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup

mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup

mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan

untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan

kejuruannya.

Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi

ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari

setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan

pendidikan.

Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai

dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh

karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk

tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan

yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan

pembelajaran dari setiap mata pelajaran.

Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih

bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student

be able to do as result of the teaching that he was unable to do before”

(Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain,

tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan

perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses

pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku

tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

Page 4: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-4

Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih

Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang

ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :

Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta

didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan

perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang

membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan

tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-

orang yang dapat diajak bekerja sama.

Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta

didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan,

panjangnya dan frekuensi respons.

Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang

perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b)

kondisi atau lingkungan psikologis.

Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang

sangat penting.. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada

tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan

pendidikan pada tingkat berikutnya.

Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan

kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika

kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik

(perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya

maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian

penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan

aspek intelektual atau aspek kognitif.

Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat

progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih

diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan

lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.

Page 5: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-5

Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat

rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan

banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan

kemampuan bekerja sama.

Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan

dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka

tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.

Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan

pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan

hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan

hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum

tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk

mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat

kompleks sering digunakan model eklektik, dengan mengambil hal-hal

yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang ada,

sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara

berimbang.

2. Materi

Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih

dan menyusun isi (materi/pengalaman belajar) agar keinginan tujuan

kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya

pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan

secara efektif (Zais, 1976). Dalam menentukan materi pembelajaran atau

bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan.

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang

didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme)

penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini,

materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :

Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang

saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang

Page 6: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-6

gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-

variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari

kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok

fakta atau gejala.

Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,

bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.

Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang

mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.

Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi

pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.

Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap

penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.

Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang

diperkenalkan dalam materi.

Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan

untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.

Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu

hal/kata dalam garis besarnya.

Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi

pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.

Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme

lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta

didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia

peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang

didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas

sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat

dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi,

sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada

teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu

sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk

Page 7: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-7

mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau

kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub

kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.

Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari

filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan

dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya

sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya

dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan

secara eklektik dan fleksibel.

Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang

penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan

pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran

perlu memperhatikan hal-hal berikut :

Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran

benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu,

juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak

ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke

depan.

Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan

peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk

dipelajari.

Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat

akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan

dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan

lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat

non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang

dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari

aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit)

Page 8: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-8

maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi

setempat.

Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan

dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut,

menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk

mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana

Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan

materi pembelajaran, yaitu :

Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung

urutan waktu.

Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung

hubungan sebab-akibat.

Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung

struktur materi.

Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan

materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan,

dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan

sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian,

dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens

logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke

teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah

mengapa.

Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada

topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian

dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih

kompleks.

Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai

dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan

masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a)

Page 9: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-9

pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data;

(d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.

Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan

peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada

kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari

langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan

pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.

Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai

menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu

hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau

kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku

apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut

sampai dengan perilaku terakhir.

3. Proses

Menurut (Taba, 1962), jika kurikulum merupakan suatu rencana

untuk belajar maka materi membutuhkan proses sedemikian rupa sehingga

berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapat Taba ini, materi

dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian

tujuan.

Dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi

pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan

dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula

terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan.

Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan

informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh

kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya

ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan

lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses

pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan.

Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif

menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran

Page 10: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-10

yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara

massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung

lebih bersifat tekstual.

Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut

mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan

progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran

adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan

materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya,

sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk

memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang

berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan

rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran

melalui dinamika kelompok.

Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik

pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru

tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses

dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler,

observasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.

Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru

hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru

berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif

bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong

dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan

belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan

berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.

Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi

yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi

tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat

penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi

dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik

untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis

Page 11: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-11

dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung

dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran

guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of

learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk

melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah

didesain sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk

menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran

memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.

4. Evaluasi

Evaluasi adalah komponen keempat dari kurikulum. Evaluasi

ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan

proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Zais (1976)

mengemukakan evaluasi secara luas merupakan suatu usaha sangat besar

yang kompleks yang mecoba menantang mengkodifikasi proses salah satu

dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Kegiatan evaluasi akan

memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa

maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat

keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.

Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam

pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa

tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan

melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh

Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation

of growth and progress of students toward objectives or values of the

curriculum”.

Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum

dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan

ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak

hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,

kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-

Page 12: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-12

hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “objective, it’s

scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students,

the relative importance of various subject, the degree to which objectives

are implemented, the equipment and materials and so on”.

Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu

program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan

diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan

untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-

komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu

komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan

dengan proses dan hasil belajar siswa.

Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan

persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll,

dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge

presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness,

continuity, diagnostics worth and validity and integration”.

Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-

dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering

mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang

digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan

dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi

kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-

lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat

digunakan, kuesioner, inventori, interview, catatan anekdot dan

sebagainya.

Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk

penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk

pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi

kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan

para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan

Page 13: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-13

pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum

yang digunakan.

Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-

guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam

memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan

pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian

serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih

Sukmadinata, 1997).

B. Komponen Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran

Hermawan (2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran

merupakan rumusan perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar

tampak pada diri siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar yang telah

dilakukan. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas terhadap

pemilihan materi/bahan ajar, strategi, media, dan evaluasi. Berkaitan

dengan tujuan pembelajaran terjadi pertentangan pendapat tentang tujuan

pembelajaran, ada sebagian ahli menyatakan tujuan pembelajaran

merupakan proses dan sebagian menyatakan tujuan haruslah

menggambarkan hasil belajar bukan prosesnya. Terlepas dari pertentangan

pendapat bahwa tujuan sebagai proses atau tidak, tujuan pembelajaran

tidak dapat melepaskan diri dari tuntunan dan kebutuhan masyarakat, serta

didasari atas falsafah dan ideologi suatu negara. Hal ini dapat dimengerti

sebab upaya pendidikan itu sendiri merupakan subsistem dalam sistem

masyarakat dan negara sehingga kekuatan-kekuatan sosial, politik,budaya.

Ekonomi sangat berperan dalam penentuan tuajuan pembelajaran terutama

tujuan pendidikan yang sifatnya lebih umum.

Menurut Bloom, tujuan pembelajaran (proses belajar-mengajar)

dapat dipilah menjadi tujuan yang bersifat kognitif (pengetahuan), afektif

(sikap), psikomotorik (ketrampilan). Derajat pencapaian tujuan ini

merupakan indikator kualitas pencapaian tujuan dan hasil perbuatan

Page 14: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-14

belajar siswa. Tujuan merupakan fokus utama dari kegiatan belajar-

mengajar.

2. Guru

Menurut pasal 1 butir 6 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sisdiknas, Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi

sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor,

instruktur, fasilitator, dan istilah lainnya yang sesuai dengan

kekhususannya yang juga berperan dalam pendidikan.

Hermawan (2008) menyatakan bahwa guru menempati posisi kunci dan

strategis dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan

menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar dapat mencapai tujuan

secara optimal. Untuk guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai

diseminator, informator, transmitter, transformator, organizer, fasilitator,

motivator, dan evaluator bagi terciptanya proses pembelajaran siswa yang

dinamis dan inovatif.

Pembelajaran pada haikatnya adalah proses sebab-akibat. Guru

sebagai pengajar merupakan penyebab utama terjadinya proses

pembelajaran siswa, meskipun tidak semua belajar siswa merupakan

akibat guru yang mengajar. Oleh sebab itu, guru sebagai figur sentral harus

mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat

mendorong terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif, dan

efesien. Guru hendaknya dalam mengajar harus memperhatikan kesiapan,

tingkat kematangan, dan cara belajar siswa. Peran Guru dalam proses

belajar mengajar :

Memperhatikan dan bersikap positif;

Mempersiapkan baik isi materi pelajaran maupun praktek

pembelajarannya;

Memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap siswanya;

Memiliki sensitivitas dan sadar akan adanya hubungan antara guru,

siswa, serta tugas masing-masing;

Konsisten dan memberikan umpan balik positif kepada siswa.

Page 15: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-15

3. Siswa

Peserta didik adalah semua individu yang menjadi audiens dalam

suatu lingkup pembelajaran. Biasanya penyebutan peserta didik ini

mengikuti skup/ruang lingkup dimana pembelajaran dilaksanakan,

diantaranya : siswa untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah,

mahasiswa untuk jenjang pendidikan tinggi, dan peserta pelatihan untuk

diklat. Peserta didik adalah masukan mentah (raw input) dalam sebuah

proses pembelajaran yang harus di-threat agar output dan outcomes-nya

sesuai dengan yang dicanangkan institusi (khususnya) dan dunia

pendidikan Indonesia pada umumnya.

Hermawan (2008) menyatakan bahwa siswa sebagai peserta didik

merupakan subyek utama dalam proses pembelajaran. Keberhasilan

pencapaian tujuan banyak tergantung kepada kesiapan dan cara belajar

yang dilakukan siswa. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Kemp

(dalam Winataputra, 2007), “students are the center of the teaching and

learning process, so they have to be involved in almost all the phrases of

the classroom interaction from planning to evaluation”. Menurut Pasal 1

butir 4 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, peserta didik adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui

proses pembelajaran yang trsedia pada jalur, jenjang dan pendidikan

tertentu. Siswa atau peserta didik merupakan subyek utama dalam

pembelajaran dalam usaha pencapaian tujuan pembelajaran yang telah

dibuat sebagai acuan kegiatan belajar-mengajar. Peran Siswa dalam

pembelajaran, antara lain:

Tertarik pada topik yang sedang dibahas;

Dapat melihat relevansi topik yang sedang dibahas;

Merasa aman dalam lingkungan sekolah;

Terlibat dalam pengambilan keputusan belajarnya;

Memiliki motivasi;

Melihat hubungan antara pendekatan pembelajaran yang digunakan

dengan pengalaman belajar yang akan dicapai.

Page 16: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-16

4. Sumber Belajar

Dalam sistem pembelajaran tradisional, penggunaannya terhadap

pembelajaran masih terbatas pada informasi yang diberikan oleh guru dan

ditambah dari buku, sedangkan sumber yang lainnya belum mendapat

perhatian sehingga aktivitas belajar siswa kurang berkembang. Mereka

hanya mendengarkan apa yang diucapkan oleh guru, kemudian mencatat

dan menghapalkannya atau dengan istilah lain duduk, dengar, catat, dan

hapal (DDCH).

Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat dimana-

mana: di sekolah, di halaman, di pusat kota, di pedesaan. Pemanfaatan

sumber-sumber pembelajaran tersebut bergantung pada kreativitas guru,

waktu dan biaya, serta kebijakan-kebihakan lainnya. Kalau

diklasifikasikan, sumber pembelajaran dapat dibagi ke dalam 5 bagian,

yaitu:

a. Manusia (People)

Manusia sebagai sumber belajar dimaksud adalah orang yang secara

langsung menyampaikan pesan-pesan pembelajaran tanpa

menggunakan alat lain sebagai perantara. Ada yang secara khusus

dipersiapkan untuk sumber pembelajaran melalui pendidikan dan

latihan tertentu, seperti guru, konselor, administrator pendidikan, tutor

dan sebagainya. Ada pula orang yang bukan dipersiapkan untuk

sumber belajar, tetapi memiliki suatu keahlian yang berkaitan erat

dengan program pembelajaran, misalnya manager perusahaan,

penyuluh kesehatan, penyuluh pertanian, kepala desa, pengelola

koperasi, polisi, dan sebagainya.

b. Bahan (Materials)

Materials yang disebut sebagai sumber pembelajaran adalah sesuatu

yang membawa pesan untuk tujuan pembelajaran. Pesan yang

disampaikan kepada siswa tersebut dengan menggunakan alat

penampil seperti buku paket, audio tape, video tape, peta, bola dunia,

grafik, yang kesemuanya biasa disebut media pembelajaran.

Page 17: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-17

c. Lingkungan (Setting)

Lingkungan yang disebut sebagai sumber belajar ialah tempat atau

ruangan yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Tempat atau ruangan

yang dirancang khusus untuk tujuan pembelajaran, misalnya bangunan

sekolah, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, auditorium, ruang

micro teaching. Sedangkan tempat atau ruang (lingkungan) yang

bukan dirancang secara khusus untuk tujuan pembelajaran, namun

dapat dimanfaatkan untuk sumber belajar, umpanyanya gedung

bersejarah, bangunan industri, lingkungan pertanian, museum, kebun

binatang, kebun raya, dan lain-lain.

d. Alat dan Perlengkapan (Tool and Equipment)

Alat atau perlengkapan yang dijadikan sumber belajar ialah alat dan

perlengkapan untuk produksi dan atau untuk menampilkan sumber-

sumber lainnya. Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk

produksi ialah kamera untuk membuat foto, tape recorder untuk

merekam, termo fex untuk membuat transparansi, dan lain-lain.

Sedangkan alat dan perlengkapan yang digunakan untuk menampilkan

sumber belajar lainnya umpamanya slide proyektor, TV, dan lain-lain.

e. Aktivitas (Activities)

Aktivitas sebagai sumber belajar biasanya merupakan kombinasi

antara suatu teknik penyajian dengan sumber lainnya yang

memberikan fasilitas atau kemudahan belajar bagi siswa. Misalnya

pembelajaran berprogram merupakan kombinasi antara teknik

penyajian program (bahan) dengan buku (cetak). Contoh lainnya

adalah simulasi, karyawisata, sistem pembelajaran modul. Aktivitas

sebagai sumber belajar ini meliputi:

i. Tujuan khusus yang harus dicapai oleh siswa

ii. Materi (bahan pembelajaran) harus dipelajari

iii. Aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran

iv. Sistem dan alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan program

Page 18: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-18

5. Metode

Menurut Akhmad Sudrajat, Metode adalah “a way in achieving

something” (Winataputra: 2008). Jadi, metode pembelajaran dapat

diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan

rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Hermawan (2008), metode

pembelajaran adalah cara dalam menyajikan (menguraikan materi,

memberi contoh dan memberi latihan) isi pelajaran kepada siswa untuk

mencapai tujuan tertentu. Tidak setiap metode pembelajaran sesuai untuk

digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Oleh karena itu

sebagai seorang guru haruslah mampu memilih metode yang sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai. Ada berbagai metode pembelajaran,

yaitu metode diskusi, metode ceramah, metode demonstrasi, metode studi

mandiri, metode simulasi, metode latihan dengan teman, metode studi

kasus, metode proyek, metode praktikum. Dalam kegiatan pembelajaran

guru dapat menggunakan lebih dari satu metode, maksudnya dapat

digunakan variasi metode dalam pembelajaran. Ada beberapa faktor yang

dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan metode, antara lain:

a. Tujuan Khusus Pembelajaran

b. Karakteristik Materi Pelajaran

c. Kemampuan Guru

d. Fasilitas yang tersedia

6. Materi

Menurut Winataputra (2007), Materi pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dibahas dalam pembelajaran dalam rangka membangun

proses belajar,antara lain membahas materi dan melakukan pengalaman

belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.

Menurut Hermawan (2008), materi merupakan komponen terpenting

kedua dalam pembelajaran yang menentukan tercapainya suatu tujuan

dalam pembelajaran. Materi pembelajaran dapat meliputi fakta-fakta,

observasi, data, persepsi, pengindraan, pemecahan masalah, yang berasal

Page 19: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-19

dari pikiran manusia dan pengalaman yang diatur dan diorganisasikan

dalam bentuk berupa fakta-fakta, gagasan (ideas), konsep (concept),

generalisasi (generalitation), prinsip-prinsip (principles), dan pemecahan

masalah (solution).

7. Media

Menurut Winataputra (2007) Secara harfiah media disebut medium

atau perantara. Dalam kaitannya dengan proses komunikasi media

diartikan sebagai wahana penyalur pesan pembelajaran. Pengelompokan

media pembelajaran dapat dipilah menjadi tiga bagian, antara lain:

Media Visual

Media Audio

Media Audio Visual

Fungsi media pembelajaran antara lain sebagai berikut:

a. Mengatasi berbagai hambatan proses komunikasi

Kegunaan media dalam mengatasi hambatan proses komunikasi antara

lain untuk mengatasi verbalisme (ketergantungan untuk menggunakan

kata-kata lisan dalam memberikan penjelasan), dengan penggunaan

media kata-kata abstrak dalam penjelasan dapat diminimalkan atau

bahkan dihilangkan seperti pepatah a picture worht a thousand words

(satu gambar mewakili seribu kata).

b. Sikap pasif siswa dalam belajar

Penggunaan media pembelajaran mempunyai banyak kegunaan dalam

kegiatan pembelajarn yang berkaitan dengan siswa, antara lain

menimbulkan kegairahan belajar, menfokuskan/menari perhatian

siswa, memberikan perangsang yang sama untuk setiap pengalaman,

memberikan gambaran nyata tentang materi yang dijelaskan, dan

menimbulkan persepsi yang sama.

c. Mengatasi keterbatasan fisik kelas

Dengan penggunaan media dapat membantu guru dalam penjelasan

berkaitan dengan obyek yang dijelaskan, antara lain kegunaan untuk

memperkecil obyek yang terlalu besar, memperbesar obyek yang

Page 20: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-20

terlalu kecil, menyederhanakan obyek yang terlalu rumit, dan

menggambarkan obyek yang terlalu luas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan media, antara lain:

Tujuan pembelajaran

Situasi belajar

Kemudahan

Ekonomis

Fleksibilitas

Kepraktisan dan keasederhanaan

Kemampuan guru

8. Evaluasi

Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan

yang telah ditentukan. Hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan

sebagai umpan balik (feedback) untuk melaksanakan perbaikan dalam

kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan materi yang digunakan,

pemilihan media, pendekatan pengajaran, dan metode dalam

pembelajaran.

Dalam Permen No. 41 tahun 2007 tentang Standar proses

dinyatakan bahwa evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk

menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap

perencanaan poses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan

penilaian hasil pembelajaran. Evaluasi proses pembelajaran

diselenggarakan dengan cara:

Membandingkan poses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan

standar proses

Mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai

dengan kompetensi guru

C. Pengertian Evaluasi Pembelajaran

Istilah evaluasi tidaklah asing dalam dunia pendidikan dan

pembelajaran. Pada akhir suatu program pendidikan, pembelajaran atau

pelatihan, pada umumnya diadakan evaluasi. Hal ini bertujuan untuk

Page 21: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-21

mengetahui apakah suatu program pendidikan, pembelajaran, atau pelatihan

tersebut telah dikuasai oleh pesertanya atau belum.

Dalam membahas masalah evaluasi dalam bidang pendidikan, ada tiga

istilah yang sering dipakai, yaitu pengukuran (measurement), penilaian

(assessment), evaluasi (evaluation). Pengukuran (measurement) adalah

tindakan membandingkan sesuatu dengan 1 ukuran tertentu. Dengan kata lain,

pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas

daripada sesuatu. Penilaian (assessment) adalah proses pengumpulan dan

pengolahan informasi untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) hasil belajar

dari peserta didik. Evaluasi (Evaluation) adalah suatu tindakan atau kegiatan

yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti)

daripada sesuatu berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Salah satu

kompetensi guru professional adalah kemampuan mengadakan evaluasi.

Sehingga dapat disimpulkan evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau

kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh, penjaminan dan

penetapan kualitas (nilai dan arti) berbagai komponen pembelajaran

berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai bentuk

pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Stufflebeam dan Shinkfield (1985) secara singkat merumuskan

“Evaluation is the systematic assessment of the worth or merit of some

objects”. Dengan demikian, evaluasi merupakan kegiatan membandingkan

tujuan dengan hasil dan juga merupakan studi yang mengkombinasikan

penampilan dengan tujuan nilai tertentu.

Thorndike dan Hagen (1961) menjelaskan bahwa evaluasi

berhubungan dengan pengukuran. Dalam beberapa hal, evaluasi lebih luas

karena dalam evaluasi juga termasuk penilaian format dan penilaian intuitif

mengenai kemjuan peserta didik. Evaluasi juga mencakup penilaian tentang

apa yang baik. Dengan demikian, hasil pengukuran yang benar merupakan

dasar yang kokoh untuk melakukan penilaian.

Sumarno (dalam Slamet, 2001) mengemukakan bahwa asesmen

(penilaian hasil belajar) adalah suatu proses sistemik untuk menentukan

Page 22: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-22

pencapaian hasil belajar peserta didik, sedangkan Nuryani (dalam Slamet,

2001) menyatakan bahwa “asesmen berada pada pihak yang diakses dan

digunakan untuk mengungkap kemajuan perorangan”. Dalam bidang

pendidikan, asesmen sering dikaitkan dengan pencapaian kurikulum dan

digunakan untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan pembelajaran

dan hasilnya. Dengan demikian, asesmen dapat diartikan sebagai proses dalam

pembelajaran yang dilakukan secara sistematis, digunakan untuk mengungkap

kemajuan siswa secara individu guna menentukan pencapaian hasil belajar

dalam rangka pencapaian kurikulum.

Adapun maksud asesmen adalah:

Melacak kemajuan siswa (keeping track); dan

Mengecek ketercapaian kurikulum (checking up)

Untuk dapat melakukan penilaian, dilakukan suatu pengukuran terlebih

dahulu. Menurut Zaenul dan Nasution (1993), pengukuran merupakan

pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki

oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formula yang jelas.

Misalnya, untuk mengukur tinggi atau berat seseorang, kita lebih mudah

memahaminya karena aturannya telah diketahui secara umum, tetapi untuk

mengukur pendengaran, penglihatan, atau kepekaan seseorang jauh lebih

kompleks dan itu tidak semua orang dapat memahaminya. Dalam kegiatan

seperti ini, mungkin saja aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang diikuti

tidak lagi sederhana. Dalam melakukannya harus diikuti seperangkat aturan

atau formulasi yang disepakati secara umum oleh para ahli. Kegiatan

pengukuran menjadi lebih kompleks lagi bila akan mengukur karakteristik

psikologis seseorang, seperti kecerdasan, kematangan, atau kepribadian.

Menyangkut yang terakhir ini, tidak semua orang dapat memahaminya dan

tidak semua orang dapat melakukannya. Oleh karena itu, pengukuran

menuntut keahlian dan latihan tertentu.

D. Tujuan Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang digunakan oleh pendidik.

Page 23: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-23

2. Mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses

pembelajaran.

3. Mengetahui apakah materi yang di pelajari dapat dilanjutkan dengan bahan

yang baru atau diulangi.

4. Untuk mengetahui efektifitas proses pembelajaran yang dilaksanakan.

5. Untuk mengetahui kesesuaian presepsi dan pemikiran peserta didik dalam

mengikuti proses pembelajaran.

6. Untuk mengetahui apakah komponen-komponen dalam proses

pembelajaran sudah memberikan kontribusi positif bagi proses

pembelajaran.

7. Mengetahui sejauh mana perkembangan dari pelaksanaan pembelajaran.

8. Mengetahui dampak apa yang terjadi dari proses pembelajaran.

9. Bahan pertimbangan untuk menentuakan proses selanjutnya agar lebih

efektif dan efisien.

E. Fungsi Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi penempatan (Placement), Yaitu evaluasi yang hasilnya digunakan

sebagai pengukur kecakapan yang disyaratkan di awal suatu program

pendidikan. Digunakan untuk mengukur performansi awal sewaktu siswa

mulai masuk suatu program pendidikan.

2. Fungsi selektif, Yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai upaya untuk

memilih (to select). Digunakan untuk memilih siswa yang dapat diterima

di sekolah tertentu, memilih siswa yang dapat naik kelas atau tidak,

memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa, dan lain-lain.

3. Fungsi diagnostik, Yaitu evaluasi yang digunakan untuk mendiagnosa

keadaan kelemahan dan kekurangan siswa, sebab musabab adanya

kelemahan dan kekurangan itu. Digunakan utuk melihat kelebihan dan

kekurangan siswa sehingga dapat lebih mudah dicarikan jalan keluar untuk

mengatasinya.

4. Fungsi formatif, Yaitu evaluasi yang dilaksanakan di tengah satuan waktu

pembelajaran setelah beberapa satuan materi pembelajaran diselesaikan

Page 24: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-24

guna mencari tahu sejauh mana siswa sudah menguasai tujuan

instruksional atau kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Melalui

evaluasi formatif ini, dapat diperoleh informasi yang berguna untuk

memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar.

5. Fungsi sumatif, Yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada akhir satuan waktu

pembelajaran (semesteran) setelah sejumlah materi pembelajaran

diselesaikan guna menentukan hasil dan kemajuan belajar siswa dalam

kelompoknya.

F. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pembelajaran

Melakukan kegiatan evaluasi pembelajaran merupakan pekerjaan yang

cukup sulit. Agar kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan lebih mudah

dan terarah, maka harus mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang perlu

dipegang dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Valid, ada kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan

sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan yang

dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang masuk salah sehingga

kesimpulan yang ditarik juga besar kemungkinan menjadi salah.

2. Mendidik, evaluasi dilakukan untuk memotivasi siswa yang berhasil

(positive reinforcement) dan sebagai pemicu semangat untuk

meningkatkan hasil belajar bagi yang kurang berhasil (negative

reinforcement), sehingga keberhasilan dan kegagalan siswa harus tetap

diapresiasi dalam penilaian.

3. Berorientasi pada kompetensi, evaluasi harus menilai pencapaian

kompetensi siswa yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, dan

ketrampilan/nilai yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan

bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran

keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.

4. Adil dan obyektif, evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan dan

obyektivitas siswa, tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, latar belakang

budaya, dan berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran.

Page 25: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-25

Sebab ketidakadilan dalam penilaian, dapat menyebabkan menurunnya

motivasi belajar siswa, karena merasa dianaktirikan.

5. Terbuka, evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai

kalangan (stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung, sehingga

keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang

berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat

merugikan semua pihak.

6. Berkesinambungan, evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus atau

berkesinambungan dari waktu ke waktu, untuk mengetahui secara

menyeluruh perkembangan siswa, sehingga kegiatan dan unjuk kerja siswa

dapat dipantau melalui penilaian.

7. Menyeluruh, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup

aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta berdasarkan pada strategi

dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa yang

dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.

8. Bermakna, evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi

semua pihak. Untuk itu, evaluasi hendaknya mudah dipahami dan dapat

ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil evaluasi

hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi siswa

yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan

tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah

ditetapkan.

G. Tahap-Tahap Evaluasi Pembelajaran

Meskipun tidak selalu sama, namun pada umumnya para pakar dalam

bidang evaluasi pendidikan merinci proses kegiatan evaluasi hasil belajar ke

dalam enam langkah pokok sebagai berikut:

1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar.

Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, terlebih dahulu harus disusun

perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil

belajar umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu:

Merumuskan tujuan dilaksanankan evaluasi

Page 26: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-26

Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi

Memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan dalam

pelaksanaaan evaluasi

Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam

pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik

Menentukan tolok ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan

pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data

hasil evaluasi

Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar

2. Menghimpun data.

Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data

adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menggunakan tes

ataupun juga dengan teknik nontes.

3. Melakukan verifikasi data.

Setelah menghimpun data melalui tes dan nontes, selanjutnya guru perlu

melakukan verifikasi (penyaringan) hasil tes tersebut. Verifikasi tersebut

dimaksudkan untuk memisahkan data yang “baik” (data yang mendukung

kegiatan evaluasi) dengan data yang “kurang baik” (data yang tidak

mendukung kegiatan evaluasi).

4. Mengolah dan menganalisis data.

Mengolah dan menganalisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud

untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun

dalam kegiatan evaluasi. Dalam mengolah dan menganalisis data hasil

evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik dan/atau teknik non

statistik, tergantung kepada jenis data yang akan diolah dan dianalisis.

5. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan penafsiran atau

interpretasi.

Pada hakekatnya, tahap evaluasi ini merupakan verbalisasi dari makna

yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan

penganalisisan. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada

Page 27: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-27

akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu, misalnya

siswa telah atau belum tuntas dalam pembelajaran.

6. Tindak lanjut hasil evaluasi.

Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah,

dianalisis, dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang

terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat

mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang

dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.

Page 28: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-28

BAB II

TEKNIK PENGUMPULAN DATA TES

A. Pengertian Tes

Tes secara harfiah berasal dari bahasa perancis kuno “testum” artinya

piring untuk menyisihkan logam-logam mulia.

Segi istilah:

Anne Anastasi “Psychological Testing”; Tes adalah alat ukur yang

mempunyai standar yang objektif sehingga dapat digunakan secara

meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan

membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.

Lee J. Cronbach “Essential of Psychological Testing”; Tes merupakan

suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan perilaku dua orang

atau lebih.

F. L. Goodenough; Tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang

diberikan kepada individu atau sekelompok individu dengan maksud untuk

membandingkan kecakapan mereka satu sama lain. (Sudiyono, 2005)

Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, kecerdasan,

kemampuan, atau bakat yang dimiliki seseorang atau kelompok.

Tes juga dapat didefinisikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus

dijawab atau pertanyaan yang harus dipilih dengan tujuan untuk mengukur

aspek perilaku tertentu dari orang yang dikenai tes.

Biasanya dalam kegiatan proses belajar mengajar, murid diberikan

sejumlah pertanyaan atau tugas dari guru. Pertanyaan tersebut dapat dalam

bentuk pertanyaan dikelas, tugas pekerjaan rumah (PR), atau bentuk lain yang

tujuannya untuk mendapatkan informasi tertentu, sesuai dengan isi tugas yang

ada. Tindakan yang demikina itu merupakan bentuk-bentuk tes tulis.

Dapat disimpulkan bahwa tes adalah cara atau prosedur dalam rangka

pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian

Page 29: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-29

tugas atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang

melambangkan tingkah laku peserta tes.

B. Fungsi tes

1. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik (tingkat perkembangan yang

dicapai)

2. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran.

C. Pembagian Tes

1. Berdasarkan fungsinya:

a. Tes seleksi

b. Tes tes awal

c. Tes akhir

d. Tes diagnostik

e. Tes formatif

f. Tes sumatif

2. Berdasarkan aspek psikis:

a. Tes intelegensi

b. Tes kemampuan

c. Tes sikap

d. Tes kepribadian

e. Tes hasil belajar

3. Berdasarkan banyaknya orang:

a. Tes individu

b. Tes kelompok

4. Berdasarkan waktu:

a. Power test

b. Speed test

5. Berdasarkan bentuk respon:

a. Verbal test

b. Nonverbal test

6. Berdasarkan cara mengajukan pertanyaan dan jawaban:

a. Tes tertulis

Page 30: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-30

b. Tes lisan

Bentuk tes yang sering dipakai dalam proses belajar mengajar pada

hakikatnya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu :

1. Tes tertulis (written tes) : suatu tes yang menuntut siswa memberikan

jawaban secara tertulis . Tes tertulis mempunyai 2 macam:

a. Tes obyektif: tes tertulis yang menuntut siswa memilih jawaban yang

telah disediakan atau memberikan jawaban singkat terbatas. Tes ini

dibuat sedemikian rupa, sehingga hasil tes tersebut dapat dinilai secara

obyektif, dinilai oleh siapapun akan menghasilkan nilai yang sama. Tes

objektif jawabannya ringkas dan pendek (short answer test).

Bentuk bentuk tes obyektif ini adalah :

1) Bentuk benar salah (true false)

Contoh : Lingkarilah B bila pertanyaan ini benar, atau S bila

pertanyaan tersebut salah. B-S Hukum memberi hadiah adalah

sunah muakkad.

2) Bentuk pilihan ganda (multiple choice)

Contoh : berilah tanda (x) huruf a, b, c, d pada jawaban yang

benar!

Wajib mengerjakan ibadah haji bagi orang yang…………

a. Tua c. kaya

b. Mampu d. suka

3) Bentuk menjodohkan (matching)

Contoh : Jodohkan soal bagian A dan B

Bagian A

- Melaksanakan Ibadah puasa

- Iman kepada kitab-kitab Alloh

- Menahan keluarnya hadast

Bagian B

- Rukun Iman nomor 3

- Hal yang makruh dalam sholat

- Rukun islam nomor 4

Page 31: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-31

4) Bentuk melengkapi (completion)/jawaban singkat

Contoh :

Rosul nomor 25 adalah….

b. Tes Subjektif/Essai : tes tertulis yang meminta siswa memberikan

jawaban berupa uraian atau kalimat yang panjang-panjang. Panjang

pendeknya tes essai adalah relatif, sesuai kemampuan si penjawab tes.

Bentuk-bentuk tes subjektif ini adalah :

1). Essai bebas, yakni tes yang soal-soalnya harus dijawab dengan

uraian secara bebas. Sesuai dengan apa yang diketahuinya.

Contoh:

Apa yang terjadi apabila pemerintahan suatu negara dipimpin oleh

seorang diktator?

Kelemahan dalam bentuk ini adalah sukar menentukan standar

jawaban yang benar sebab jawaban siswa sifatnya beraneka ragam.

2). Essai terbatas, yakni yang soalnya menuntut jawaban dalam bentuk

uraian yang telah terarah. Tes uaraian ini lebih mudah

memeriksanya, karena dapat lebih mudah ditetapkan standar

jawaban yang benar.

Contoh: Sebutkan ciri-ciri seorang pemimpin yang bersifat

diktator!

2. Tes Lisan (oral test): Tes lisan sangat bermanfaat untuk mengukur aspek

yang terkait dengan kemampuan komunikasi. Tes lisan juga dapat

digunakan untuk menguji siswa baik secara individual ataupun kelompok.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tes lisan:

a) Janganlah guru membentak siswa karena siswa itu memberikan

jawaban yang menurut penilaian guru merupakan jawaban yang salah.

b) Jangan pula ada kecenderungan untuk membantu seorang murid yang

sedang dites dengan memberikan kunci-kunci jawaban tertentu karena

kita merasa kasihan atau simpati pada murid itu.

Contoh bentuk tes lisan :

Guru dikelas bertanya pada siswanya :

Page 32: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-32

“Sebutkan Rukun-rukun dalam sholat!”

D. Pelaksanaan Tes Tertulis

a. Ruangan tempat tes dilaksanakan hendaknya usahakan setenang mungkin.

b. Peserta tes harus diperingatkan bahwa mereka tidak boleh bekerja sebelum

ada tanda untuk mulai.

c. Para pengawas mengawasi jalannya tes.

d. Apabila waktu habis, peserta tes diperintahkan untuk berhenti bekerja dan

segera meninggalkan ruangan tes secara tertib.

e. Setelah alat-alat terkumpul, pengawas tes mencatat kejadian-kejadian yang

berlangsung selama tes berlangsung.

E. Beberapa Syarat Tes yang Dapat Dipergunakan Sebagai Alat Pengukur

Data

1. Tes harus valid

2. Tes harus reliabel

3. Tes harus objektif

4. Tes harus bersifat diagnostik

5. Tes harus efisien

F. Syarat-Syarat Pembuat Tes

1. Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan dites.

2. Memiliki pengetahuan dan kecakapan dalam teknik konstruksi tes.

3. Memiliki kemampuan merumuskan buah pikiran secara teliti, sigkat dan

jelas dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

G. Faktor-Faktor Pendukung Kualitas Data

1. Kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya.

2. Kualifikasi pengambil data.

3. Prosedur yang dituntut dalam pengumpulan data.

H. Kelebihan Dan Kekurangan Masing-Masing Tes

1. Kelebihan Tes tulis (Tes obyektif ) yaitu :

a. Dapat mencakup ruang lingkup materi yang luas

Page 33: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-33

b. Lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat

dihindari campur tangan unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa

maupun segi guru yang memeriksa

c. Lebih mudah dan cepat cara pemeriksaannya karena dapat menggunakan

kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.

d. Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain.

e. Dalam pemeriksaannya tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.

2. Kekurangan tes tulis (tes obyektif) yaitu :

a. persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes esay karena

soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan

yang lain (yang diukur cenderung aspek kognitif tingkat rendah)

b. Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapakan ingatan dan daya

pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang

tinggi.

c. Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.

d. Kerjasama antarsiswa pasa waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.

e. Tidak menuntut penalaran siswa.

f. Tidak membutuhkan pemikiran analistis maupun sistematis.

3. Kelibihan Tes Tulis (Tes Subjektif) yaitu :

a. Penyusunan soalnya mudah disiapkan dan disusun.

b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-

untungan (menebak jawaban).

c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun

dalan bentuk kalimat yang bagus

d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya

dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.

e. Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang

diteskan.

f. Dapat melatih siswa berfikir logis, analistis, dan sistematis.

Page 34: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-34

4. KekuranganTes Tulis (Tes Subjektif) yaitu :

a. Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi

mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.

b. Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran

yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas).

c. Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif.

d. Pemeriksaanya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual

lebih banyak dari penilai.

e. Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang

lain.

f. Cakupan materi terbatas atau sempit.

g. Yang diukur cenderung tingkat kecerdasan kognitif tinggi

Ket : apa yang menjadi kelebihan dalam tes objektif merupakan

kelemahan dalam tes subjektif dan sebaliknya.

5. Tes lisan

Kelebihan tes lisan adalah bisa mengetahui kemampuan siswa

dalam mengemukakan pendapat secara langsung dan dapat diketahui

penguasaan siswa secara tepat.

Kelemahan tes lisan adalah membutuhkan waktu yang relatif lama,

dan seringkali siswa kurang bebas dalam mengemukakan pendapat.

Page 35: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-35

I. Perbedaan tes objektif dan tes lisan

J. Pelaksanaan tes lisan

a. Pertahankanlah situasi evaluasi dalam pelaksanaan tes lisan; untuk

mendapatkan gambaran mengenai prestasi belajar yang telah dicapai.

b. Janganlah membentak-bentak.

c. Jangan ada kecenderungan untuk membantu pelaksanaan tes.

d. Siapkan pertanyaan serta scope jawaban yang diminta.

e. Lakukan penilaian secara teliti terhadap setiap jawaban.

Ditinjau dari Tes Objektif Tes Essay

Taksonomi hasil yang di ukur

Baik untuk mengukur hasil belajar tingkat knowledge, comprehension, aplikasi dan analisis.Tidak cocok untuk tingkat sintesis dan evaluasi.

Tidak efisien untuk knowledge.Baik untuk komprehensif, aplikasi dan analisis.sangat baik untuk tingkat sintesis dan evaluasi.

Sampling isi/ bahan

Karena menggunakan jumlah item yang banyak, dapat mencakup atau mewakili bahan pelajaran yang luas.

Karena menggunakan jumlah soal yang relatif kecil, hanya mencakup bahan yang tidak jelas (tidak dapat mewakili isi bahan yang luas).

Persiapan membuat soal

Mempersiapkan item adalah yang sukar memakan waktu.

Mempersiapkan item yang baik adalah sukar tetapi lebih mudah mempersiapkan soal objektif.

penskoran Objektif, sederhana dan keandalannya tinggi

Subjektif, sukar dan kurang andal.

kemungkinan Mendorong siswa untuk mengingat, menginterpretasikan dan menganalisi ide-ide orang lain.

Mendorong siswa untuk mengorganisasi dan mengintegrasikan ide-idenya sendiri.

Page 36: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-36

K. Pengembangan Tes Lisan

Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam

bentu lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya

sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan.

Tes lisan dapat berbentuk sebagai berikut:

1. Seorang guru menilai seorang peserta didik.

2. Seorang guru menilai sekelompok peserta didik.

3. Sekelompok guru menilai seorang peserta didik.

4. Sekelompok guru menilai sekelompok pesertadidik.

Kebaikan tes lisan antara lain: dapat mengetahui langsung kemampuan

peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara lisan, tidak perlu

menyusun soal-soal secara terurai, tetapi mencatat pokok permasalahannya

saja, kemungkinan peserta didik akan menerka-nerka jwaban dan

berspekulasi dapat dihindari. Kelemahannya adalah (1) memakan waktu yang

cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta didiknya banyak, (2) sering

muncul subjektifitas bilamana dalam susana ujian lisan itu hanya ada seorang

guru dan seorang peserta didik.

Beberapa petunjuk praktis dalam pelaksanaan tes lisan adalah sebagai

berikut:

1. Jangan terpengaruh oleh faktor-faktor subjektifitas, misalnya dilihat dari

kecantikan, kekayaan, anak pejabat atau bukan, hubungan keluarga.

2. Berikanlah skor bagi setiap jawaban yang dikemkakan oleh peserta didik.

Biasanya kita memberikan penilain setelah tes itu selesai. Cara ini termasuk

cara yang kurang baik, akibatnya penilaian akan dipengaruhi oleh jawaban-

jawaban teakhir.

3. Catatlah hal-hal atau masalah yang akan ditanyakan dan ruang linkup

jawaban yang diminta untuk setiap pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar

jangan sampai pertanyaan yang diajukan menyimpang dari permasalahan

dan tak sesuai dengan jawaban peserta didik.

4. Ciptakan suasana ujian yang menyenangkan. Hal ini dimaksudkan agar

peserta didik tidak ketakutan menghadapi ujian lisan tersebut. Kadang-

Page 37: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-37

kadang ada juga guru yang sampai berbuat tidak wajar seperti membentak-

bentak peserta didik, dan mungkin pula bertindak berlebihan. Tindakan ini

harus dihindari, karena dapat mengakibatkan proses pemikiran peserta didik

menjadi terhambat, sehingga apa yang dikemukakan mereka tidak

mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya.

5. Jangan mengubah suasana ujian lisan menjadi suasana diskusi atau suasana

ngobrol santai atau juga menjadi suasana pembelajaran.

Demikianlah beberapa kelebihan dan kelemahan tes lisan berikut

petunjuk praktisnya. Petunjuk ini dapat dijadikan pegangan atau pedoman

bagi guru dalam menyelenggarakan tes lisan.

L. Pengembangan Tes Perbuatan

Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta

didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Lebih jauh Stiggins

(1994) mengemukakan “tes tindakan adalah suatu bentuk tes yang peserta

didiknya diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah pengawasan

penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan

tentang kualitas hasil belajar yang didemonstrasika. Peserta didik bertindak

sesuai dengan apa yang akan diperintahkan dan ditanyakan”. Misalnya, coba

praktikan bagaimana cara mengetik 10 jari dengan baik dan benar.

Tes tindakan sangat beermanfaat untuk memperbaiki

kemampuan/perilaku peserta didik, karena secara objektif kesalahan-kesalahn

yang dibuat oleh peserta didk dapat diamati dan diukur sehingga menjadi

dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya. Sebagaimana jenis tes yang

lain, tes tindakanpun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tes

tindakan adalah (1) satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan utuk

mengetahui hasil belajar dalam bidang ketermpilan, seperti keterampilan

menggunakan komputer, keterampilan menggunakan bahasa asing,

keterampilan menggambar dan sebagainya, (2) sangat baik digunakan untuk

mencocokan antara pengetahuan teori dan keterampilan praktik, sehingga

hasil penilaian menjadi lengkap, (3) dalam pelaksanaanya tidak

memungkinkan peserta didik untuk menyontek, dan (4) guru dapat mengenal

Page 38: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-38

lebih dalam tentang karakteristik masing-masing peserta didik sebagai dasar

tindak lanjut hasil penilaian, seperti pembelajaran remedial.

Adapun kelemahan/kekurangan tes tindakan adalah (1) memakan waktu

yang lama. (2) dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar, (3) cepat

membosankan, (4) jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin, maka

ia tidak mempunyai arti apa-apa lagi, (5) memerlukan syarat-syarat

pendukung yang lengkap, baik waktu, tenaga maupun biaya. Jika syarat-

syarat tersebut tidak dipenuhi, maka hasil penilaian tidak dapat

dipertanggungjawabkan dengan baik.

Contoh:FORMAT PENILAIAN TINDAKAN

DALAM PRAKTIK KOMPUTERNama sekolah : .......................................................Mata pelajaran : .......................................................Nama peserta didik : .......................................................Kelas : .......................................................Semester : .......................................................Hari dan tanggal : .......................................................Tujuan : .......................................................

Petunjuk:Berilah penilaian dengan menggunakan tanda cek (√) pada setiap aspek yang tertera bi bawah ini sesuai dengan tingkat penguasaan peserta didik.Keterangan nilai:SB = Sangat BaikB = BaikC = CukupK = KurangSK = Sangat Kurang

No. Aspek-aspek yang diamati BS B C K SK

01 Tahapan menhudupkan komputer

02 Cara menggunakan mouse03 Cara membuka objek pada

dekstop04 Cara memindahkan letak objek

Page 39: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-39

05 Cara mengetik dengan 10jari06 Posisi duduk depan komputer07 Cara menetak data08 Tahapan mematikan komputer

Guru ybs.,

.............................

Page 40: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-40

BAB III

TEKNIK PENGUMPULAN DATA NONTES

Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya bila dipadukan

dengan data-data yang dihasilkan dengan menggunakan teknik yang berbeda,

berikut disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes. Dan Teknik tes

bukanlah satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih

ada teknik lainnya yang dapat digunakan, yaitu teknik non tes. Teknik

pengumpulan data non test meliputi:

1. Observasi

Secara umum, pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-

bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang

dijadikan sasaran pengamatan. Alat yang digunakan berupa lembar observasi

yang disusun dalam bentuk check list atau skala penilaian.

Observasi diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian, atau Observasi atau

pengamatan adalah pengumpulan data dengan terjun langsung suatu kegiatan

yang sedang berjalan ke lapangan untuk mengamati secara langsung objek

para pembuat keputusan berikut lingkungan fisiknya yang diteliti atau juga

diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang

tampak pada objek penelitian.

a. Tiga Fase Dalam Observasi

1) Pertemuan perencanaan

Dalam pertemuan perencanaan pihak guru yang menyajikan dan pihak

pengamat mendiskusikan rencana pembelajaran. Yang perlu

didiskusikan adalah bagaimana penyajian langkah-langkah

pembelajaran dilakukan dan bagaimana pengamat akan mulai dengan

pengumpulan data melalui observasi.

Page 41: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-41

2) Observasi kelas

Fokus penelitian adalah untuk memperbaiki pembelajaran dikelas, dan

mendukung strategi atau teknik-teknik belajar mengajar.

3) Diskusi balikan

Setiap siklus pengamatan merupakan bagian dari proses yang akan

membangun siklus selanjutnya. Baik guru dan observer, keduanya

sedang terlibat dalam proses pengembangan profesional yang akan

menghasilkan peningkatan dalam mengajar dan dalam keterampilan

untuk mengamati atau mengobservasi.

b. Metode Observasi

1) Observasi Terbuka

Apabila sang pengamat melakukan pengamatannya dengan

mengambil kertas pensil kemudian mencatatkan segala sesuatu yang

terjadi di kelas.

2) Observasi Terfokus

Apabila penelitian ingin memfokuskan permasalahan kepada upaya-

upaya guru dalam membangkitkan semangat belajar siswa dengan

memberikan respons kepada pertanyaan guru, maka sebaiknya

dilakukan penelitian tindakan kelas yang memfokuskan kepada

meningkatkan kualitas bertanya.

3) Observasi Terstruktur

Apabila para mitra peneliti sudah menyetujui kriteria yang diamati,

maka selanjutnya anda tinggal menghitung (mentally) saja berapa kali

jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti itu

ditampilkan.

4) Observasi Sistematik

Kemungkinan dalam membicarakan pengamatan sistematik ada yang

mengusulkan berbagai macam skala yang dapat dimanfaatkan.

c. Keunggulan dari metode observasi ini adalah sebagai berikut:

1) Banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi, hasilnya

lebih akurat dan sulit dibantah.

Page 42: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-42

2) Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan

observasi, misalnya terlalu sibuk dan kurang waktu untuk

diwawancarai.

3) Kejadian yang serempak dapat diamati dan dicatat serempak pula

dengan memperbanyak observer.

4) Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap

oleh alat pengumpul data yang lain, yang ternyata sangat menentukan

hasil penelitian.

5) Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai

keandalan yang tinggi. Kadang observasi dilakukan untuk mengecek

validitas dari data yang telah diperoleh sebelumnya dari individu-

individu.

6) Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan, pekerjaan-

pekerjaan yang rumit kadang-kadang sulit untuk diterangkan.

7) Dapat menggambarkan lingkungan fisik dari kegiatan-kegiatan,

misalnya tata letak fisik peralatan, penerangan, gangguan suara dan

lain-lain.

8) Dapat mengukur tingkat suatu pekerjaan, dalam hal waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaaan tertentu.

d. Kelemahan dari metode observasi ini adalah sebagai berikut:

1) Observasi tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat.

2) kelemahan-kelemahan observer dalam pencatatan.

3) Banyak kejadian dan keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama

yang menyangkut kehidupan peribadi yang sangat rahasia

4) Oberservasi sering menjumpai observer yang bertingkah laku baik dan

menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi.

5) Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan

tertentu, sehingga dapat terjadi gangguan yang menyebabkan

observasi tidak dapat dilakukan.

6) Banyak data pribadi yang tidak terungkap, misalnya kehidupan

pribadi yang rahasia

Page 43: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-43

7) Memungkinkan terjadi ketidak-wajaran apabila yang diobservasi

mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi

8) Observasi banyak tergantung dari faktor yang tidak terkontrol

9) Subjektifitas observer sukar dihindarkan.

e. Upaya-upaya mengatasi kelemahan dalam observasi yaitu :

1) Data-data yang belum terungkap bisa kita resume guna menambah

kelengkapan data yang akan kita gunakan. Setelah data-data yang

teresume tersebut sudah selesai kita bisa meminta bantuan misalnya

dari keluarga, teman-temannya, sahabat dekatnya.

2) Sebagai seorang peneliti harus benar-benar bisa menjaga kerahasiaan

dirinya, ini dimungkinkan jika terjadi hal yang tidak diinginkan,

misalnya jika identitas observer terbongkar maka pihak yang diteliti

merasa tidak nyaman dan akan menghindar dari penelitian yang

dilakukan observer yang nantinya akan menghambat proses observasi.

2. Wawancara

Interview atau wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Maksud mengadakan wawancara adalah mengkontruksi mengenai orang,

kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain

kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami

masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapakan

untuk dialami pada masa yang akan datang; memverikasi, mengubah, dan

memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun

bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas

konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.

Wawancara merupakan pertanyaan-pernyataan yang diajukan secara verbal

pada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan

hal-hal yang dipandang perlu. Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan

pertanyan-pertanyaan atau tanya jawab secara lisan dengan berhadapan muka

secara langsung.

Page 44: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-44

a. Bentuk-bentuk Wawancara

1) Wawancara terstruktur (structured interview) atau wawancara

terbimbing (guided interview) atau wawancara sistematis (systematic

interview), yaitu wawancara yang disusun secara terperinci sehingga

menyerupai check-list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda

(check) pada nomor yang sesuai. Anda sebagai pewawancara sudah

mempersiapkan bahan wawancara terlebih dahulu.

2) Wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) atau wawancra

tidak terpimpin (unguided interview) atau wawancara tidak sistematis

(nonsistematic interview), yaitu wawancara yang hanya memuat garis

besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara

sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis ini lebih

banyak tergantung dari pewawancara. Pewawancaralah sebagai

pengemudi jawaban responden. Jenis interviu ini cocok untuk

penilaian khusus.

Interview penting untuk memperoleh informasi, tidak hanya merngenai

item-item yang faktual seperti yang biasa tercakup pada kuesioner pengumpul

data-siswa, namun juga mengenai sikap, ambisi dan hal afektif lain yang

menyusun studi kasus ini. Fact-Finding interview dapat digunakan karena data

sebelumnya tidak jelas atau karena perasaan yang mendasari perlu ditemukan

dan dipahami. Ada baiknya anda menggunakan alat rekaman untuk membantu

catatan lapangan anda, juga sebagai alat untuk mengingatkan topik bahasan.

b. Kelebihan wawancara:

1) Diperoleh informasi dalam suasana komunikasi secara langsung, yang

memungkinkan siswa selain memberikan data faktual seperti yang

ditulis dalan angket, juga mengungkapkan sikap, pikiran, harapan, dan

perasaan.

2) Rumusan pertanyaan dapat disesuaikan dengan daya tangkap siswa.

3) Dapat ditanyakan hal-hal yang bersifat sensitif, seperti suasana

keluarga, corak pergaulan dengan saudara kandung dan teman sebaya,

penggunaan bahan narkotika, pengalaman seksual, dan sebagainya.

Page 45: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-45

4) Wawancara telah diakui sebagai teknik pengumpulan data atau

informasi yang penting dan banyak dilakukan dalam pengembangan

sistem informasi.

5) Wawancara adalah suatu percakapan langsung dengan tujuan-tujuan

tertentu dengan menggunakan format tanya jawab yang terencana.

6) Wawancara memungkinkan analis sistem mendengar tujuan-tujuan,

perasaan, pendapat dan prosedur-prosedur informal dalam wawancara

dengan para pembuat keputusan organisasional.

7) Analis sistem menggunakan wawancara untuk mengembangkan

hubungan mereka dengan klien, mengobservasi tempat kerja, serta

untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan

kelengkapan informasi.

c. Kelemahan wawancara:

1) Memakan banyak waktu bagi petugas bimbingan.

2) Siswa berprasangka terhadap petugas bimbingan dan memberikan

informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan.

3) Petugas bimbingan mendengarkan terlalu selektif atau bertanya-tanya

dengan cara yang sugestif.

4) pembuatan catatan memberikan kesan kepada siswa bahwa dia sedang

berhadapan dengan petugas kepolisian.

5) Interview mungkin mengubah informasi mengenai interview mereka

sendiri, reaksi mereka, dan pengalaman mereka.

6) Interview dapat menjadikan sumber kesalahan. Mereka dapat

mencatat informasi karena “pendengaran yang selektif”. Mungkin

mereka hanya gagal mendengarkan pernyataan interviewee yang

bertentangan dengan opini, reaksi, sikap atau ide tentang situasi

mereka sendiri.

7) Memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar

8) Sangat tergantung pada individu yang akan diwawancarai

9) Situasi wawancara mudah dipengaruhi lingkungan sekitar

10) Menuntut penguasaan keterampilan bahasa yang baik dari interviewer

Page 46: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-46

11) Adanya pengaruh subyektif pewawancara yang dapat mempengaruhi

hasil wawancara

12) Adanya pengaruh subjektifitas dari interviewer terhadap hasil

wawancara.

d. Upaya-upaya mengatasi kelemahan dalam wawancara yaitu :

1) Kondisikan keadaan agar lebih baik sehingga tidak terpengaruh

keadaan lingkungan yang kurang baik.

2) Bahasa yang digunakan bisa disesuaikan dengan klien agar klien

mengerti dan faham.

3) Minimalkan waktu, tenaga, dan biaya yang ada.

4) Bersikaplah sebagai pewawancara yang simpatik, yang berperhatian

dan pendengar yang baik, tidak berperan terlalu aktif, untuk

menunjukkan bahwa anda menghargai pendapat anak.

5) Bersikaplah netral dalam relefansinya dengan pelajaran. Janganlah

anda menyatakan pendapat sendiri tentang hal itu, atau mengomentari

pendapat anak.

6) Bersikaplah tenang, tidak terburu-buru atau ragu-ragu.

7) Mungkin anak yang diwawancarai merasa takut kalau mereka

menunjukkan sikap atau gagasan yang salah menurut anda.

Yakinkanlah anak, bahwa pendapatnya penting bagi anda.

8) Secara khusus perhatikan bahasa yang anda gunakan untuk

wawancara.

3. Angket atau Kuesioner

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data

secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan

responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket

berisi sejumlah pertnyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh

responden. Responden mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban atau

respon sesuai dengan presepsinya. Kuesioner merupakan metode penelitian

yang harus dijawab responden untuk menyatakan pandangannya terhadap

suatu persoalan.

Page 47: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-47

Sebaiknya pertanyaan dibuat dengan bahasa sederhana yang mudah

dimengerti dan kalimat-kalimat pendek dengan maksud yang jelas.

Penggunaan kuesioner sebagai metode pengumpulan data terdapat beberapa

keuntungan, diantaranya adalah pertanyaan yang akan diajukan pada

responden dapat distandarkan, responden dapat menjawab kuesioner pada

waktu luangnya, pertanyaan yang diajukan dapat dipikirkan terlebih dahulu

sehingga jawabannya dapat dipercaya dibandingkan dengan jawaban secara

lisan, serta pertanyaan yang diajukan akan lebih tepat dan seragam.

a. Kuesioner dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

1) Kuesioner tertutup

Setiap pertanyaan telah disertai sejumlah pilihan jawaban. Responden

hanya memilih jawaban yang paling sesuai.

2) Kuesioner terbuka

Dimana tidak terdapat pilihan jawaban sehingga responden haru

memformulasikan jawabannya sendiri.

3) Kuesioner kombinasi terbuka dan tertutup

Dimana pertanyaan tertutup kemudian disusul dengan pertanyaan

terbuka.

4) Kuesioner semi terbuka

Pertanyaan yang jawabannya telah tersusun rapi, tetapi masih ada

kemungkinan tambahan jawaban.

b. Kelebihan Angket atau Kuesioner

1) Tidak memerlukan hadirnya peneliti

2) Dapat dibagikan secara serentak kepada responden

3) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing

menurut waktu senggang responden.

4) Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-

malu menjawab.

5) Dapat dibuat berstandar sehingga semua responden dapat diberi

pernyataan yang benar-benar sama.

Page 48: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-48

c. Kelemahan Angket atau kuesioner

1) Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada

pertanyaan yang terlewati tidak terjawab, padahal sukar diulangi

diberikan kembali padanya.

2) Seringkali sukar dicari validitasnya

3) Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden sengaja

memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur

4) Angket yang dikirim lewat pos pengembaliannya sangat rendah,

hanya sekitar 20%. Seringkali tidak dikembalikan terutama jika

dikirim lewat pos menurut penelitian

5) Waktu pengembaliannya tidak sama-sama, bahkan kadang-kadang ada

yang terlalu lama sehingga terlambat.

4. Skala Penilaian (rating scale)

Pencacatan data dengan alat ini dilakukan seperti chek list.

Perbedaannya terletak pada kategorisasi gejala yang dicatat. Dalam rating

scale tidak hanya terdapat nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan

diselidiki akan tetapi tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan

atau jenjang setiap gejala tersebut.

a. Kelebihan Skala Penilaian

Kelebihannya adalah karena merupakan alat perhitungan observasi

dan merupakan alat yang bagi pengamat dapat digunakan untuk menilai

individu yang sama. Dengan demikian akan memperbesar reabilitas

penilaian.

Penilaian yang sama dari beberapa penilai, asalkan mereka

memiliki pengetahuan yang sama tentang individu yang sedang dinilai,

biasanya hasilnya lebih baik dari pada penilaian yang hanya dilakukan satu

orang.

b. Kekurangan Skala Penilaian

Kesalahan bias personal, efek halo, kecenderungan sentral, dan

kesalahan logis. Karena skala penilaian telah digunakan secara luas selama

bertahun-tahun. Kekurangan itu cukup dikenal oleh mereka yang

Page 49: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-49

merancang dan menggunakannya. Namun, jenis-jenis kesalahan itu bisa

saja terjadi dengan berbagai bentuk berdasarkan observasi yang dilakukan.

5. Daftar Chek (Chek List)

Merupakan alat pengukuran untuk menyatakan ada atau tidak adanya

suatu unsur, komponen, karakteristik, atau kejadian dalam suatu peristiwa,

tugas, atau kejadian yang kompleks. Penataan data dilakukan dengan

menggunakan sebuah daftar yang memuat nama observer dan jenis gejala

yang diamati.

6. Catatan Anekdot (Anecdotal Record)

Dikenal juga dengan istilah catatan kejadian, merupakan catatan

kejadian seketika yang berisi peristiwa atau kenyataan yang spesifik dan

menarik mengenai sesuatu yang diamati atau terlihat secara kebetulan.

Selain itu juga, catatan anekdot merupakan alat untuk mencatat

gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian, catatan dibuat

segera setelah peristiwa terjadi.

a. Kelebihan catatan anekdot

1) Catatan ini menggambarkan perilaku individu, biasanya dalam

berbagai situasi yang berbeda, sehingga dapat menyumbangkan

pemahaman yang lebih besar tentang kepribadian individu tersebut.

2) Catatan tentang perilaku yang jelas akan menghasilkan pemahaman

yang lebih tepat mengenai subjek, daripada generalisasi yang tidak

jelas, terlalu luas, dan tidak dilengkapi bukti kuat.

3) Catatan ini mendorong guru untuk tertarik dan mendapatkan

informasi tentang individu.

4) Catatan ini melengkapi data kuantitatif dan memperkaya penafsiran

perilaku.

b. Kekurangan Catatan Anekdot

1) Catatan ini dapat berguna hanya jika penggambaran pengamatannya

akurat dan komprehensif.

Page 50: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-50

2) Catatan ini bisa menciptakan masalah serius bagi personel sekolah

berkaitan dengan undang-undang dan privasi pendidikan keluarga

1974 yang diciptakan untuk melindungi hak privasi siswa.

7. Analisis Dokumen

Analisis dokumenter merupakan merupakan suatu teknik

pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-

dokumen, baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang

telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan

(sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi

studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau

melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang

dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen

tersebut.

Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode

lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada

kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode

dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.

Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang

check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Apabila

terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan

tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang

bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat

menggunakan kalimat bebas.

Salah satu bentuk analisis dokumen yang sering dilakukan adalah

pemeriksaan daftar pribadi (personality inventory) atau pemeriksaan daftar

riwayat hidup (auto biografi)

Beberapa informasi yang ditelaah dalam daftar pribadi antara lain

berupa data-data berikut:

a. Data tentang diri, baik keadaan tubuh maupun riwayat kesehatan.

Page 51: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-51

b. Data tentang kepandaian dan kecakapan yang dimiliki.

c. Data tentang sifat dan tabiat.

d. Data tentang cita-cita dan hari depan.

e. Data keluarga, baik ayah, ibu, pekerjaan orang tua, penghasilan atau

alamat.

f. Data yang berhubungan dengan sekolah.

g. Data lain yang dianggap perlu, misalnya kegiatan yang pernah dilakukan.

Melalui analisi dokumen data pribadi, guru dapat memberikan sumber

keterangan untuk mengadakan penilaian tentang pribadi siswa, memberikan

bimbingan belajar yang optimal, dan mengarahkan pemilihan karir jabatan

dimasa mendatang.

8. Sosiometri

Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang

jaringan sosial dalam suatu kelompok yang berukuran kecil yaitu antara 10-

50 orang. Data diambil berdasarkan preferensi pribadi antara anggota

kelompok. Teknik sosiometri memberikan informasi obyektif mengenai

fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana informasi ini tidak dapat

diperoleh dari sumber yang lain. Sosiometri tidak memberikan jawaban yang

pasti, hanya bisa memberikan indikasi struktur sosial atau petunjuk bagi guru

tentang individu pada periode tertentu. Responden cenderung memilih bukan

atas dasar pertimbangan dengan siapa dia akan paling berhasil dalam

melakukan kegiatan (sociogroup) melainkan atas dasar simpati dan antipasti

(psychogroup).

Page 52: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES TULIS

A. Tes Tulis

1. Tes Obyektif

a. Perkembangan

Test objektif sering juga disebut test dikotomi (

scored item)

antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Tes

objektif menuntut peserta didik untuk meilih jawaban yang benar

diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,memberikan

jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang

belum sempurna. Tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu benar

salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban

singkat.

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I

BAB IV

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES TULIS

Perkembangan test bentuk objektif

Test objektif sering juga disebut test dikotomi (dischotomously

karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya

antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Tes

objektif menuntut peserta didik untuk meilih jawaban yang benar

diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,memberikan

aban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang

belum sempurna. Tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu benar

salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Halaman-52

dischotomously

karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya

antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Tes

objektif menuntut peserta didik untuk meilih jawaban yang benar

diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,memberikan

aban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang

belum sempurna. Tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu benar-

salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban

Page 53: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-53

b. Bentuk Benar-Salah (True-False Test)

Setiap item tes bentuk true-false diberi skor maksimum 1.

Apabila dijawab betul, maka skor 1. Akan Tetapi jika salah maka

skornya 0.

Rumus :

Contoh soal True-False

1. B – S Ajaran Islam yang masuk ke Indonesia adalah “Islam

yang kalah”, yakni hanya aspek sufistik saja, sementara

aspek rasionalistiknya diambil oleh orang barat.

2. B – S Teologi islam yang berkembang di Indonesia lebih

didominasi oleh teologiversi Asy’ariy. Dampaknya, umat

Islam Indonesia tidak dinamis-kreatif.

Contoh penggunaan :

Umpamakan jumlah item true-false (B – S) = 20. Seorang

siswa benama Ali dapat menjawab betul 13 item, dan salah 7 item.

Maka skor yang diperoleh Ali adalah sebagai berikut :

S = R – W

= 13 – 7

= 6

c. Bentuk Menjodohkan (Matching Test)

Matching test dapat kita ganti dengan istilah

mempertandingkan mencocokkan, memasangkan atau menjodohkan.

Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri

jawaban.Untuk menilai suatu tes yang berbentuk matching,

diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja.

Rumus :

S = R - W

S = R

Page 54: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-54

Contoh Soal :

1. Sifat wajib bagi Allah yang tidak ada

hubungannya dengan makhluk

sebagai objeknya ialah...

A. Sifat Tabligh

2. Qadha dan Qadar dibahas dalam

ilmu...

B. Tauhid

3. Salah satu sifat yang mustahil bagi

rasul adalah...

C. Wajib ‘ain

4. Shalat Jenazah adalah shalat yang

hukumnya ...

D. Sifat Fana

5. Semua minuman yang memabukkan

dalam hukum islam termasuk ....

E. Haram

6. ................... Dan seterusnya

........................

F. Tarikh

Contoh Penggunaan :

Misalkan sebuah tes berbentuk matching banyaknya 10 item.

Darman dapat megerjakan 5 item betul, 3 item salah, dan 2 item

dikosongkan / tidak dijawab. Maka skor yang diperoleh Darman = 5.

Jadi, dengan rumus penskoran rumus di atas, item yang

dijawab salah dan item yang tidak dijawab/ dikosongkan kedua-duanya

dianggap salah karena yang diperhitungkan hanya item yang dijawab

betul.

d. Bentuk Melengkapi (Completion Test)

Soal melengkapi adalah soal yang menuntut peserta tes untuk

memberikan jawaban atau melengkapi tes berupa kata, frase, angka

atau symbol.

Cara menskor bentuk soal melengkapi :

S = R

Page 55: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-55

Contoh soal :

1. Piso Surit dan Sengko adalah lagu-lagu daerah dari propinsi mana?

…………..

2. Air akan membeku pada suhu ………. Derajat Fahrenheit

e. Bentuk Fill-In ( Isian )

Umumnya berbentuk cerita atau karangan. Kata-kata penting

dalam cerita / karangan tersebut dikosongkan, untuk kemudian diisi

oleh testee.

Rumusnya adalah :

Contoh soal Fill-In

Pengertian pendidikan Islam menurut Syekh Anwar Jundi

ialah ... (1); konsep pendidikan Islam tersebut di atas mengandung

pengertian bahwa pendidikan Islam itu berlangsung .... (2), Syekh

Anwar Jundi selanjutnya merumuskan tujuan pendidikan Islam, yaitu

.... (3). Sedangkan menurut Syekh Dr. ‘Athiyah al-Abrasyi, tujuan

pendidikan Islam itu ialah.... (4).

Contoh penggunaan

Terdapat 5 soal, dalam satu soal isian, ada 4 bagian yang

kosong. Misalkan Rudi menjawab 3 soal penuh. Maka skor Rudi

adalah 12. karena setiap bagian kosong bernilai satu.

f. Bentuk Multiple Choice

Untuk menilai suatu tes yang berbentuk multiple choice,

diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja.

Cara menghitung skor dari tes berbentuk MC digunakan

rumus :

n = banyaknya opsi 1 = angka ketetapan

S = R

Dengan Denda

S = R – ( W / n – 1 )

Tanpa Denda

S = R

Page 56: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-56

Macam – macam bentuk Multiple Choice

1) Melengkapi Lima Pilihan

Pilihlah satu jawaban yang paling tepaat dengan jalan

membubuhkan tanda silang (X) pada huruf abjad A, B, C, D atau

E.

1. Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaan atau zaman

keemasan pada masa pemerintahan

A. Umar bin abdul Aziz B. Utsman bin Affan

C. Yazid bin Mu’awiyah D. Harun al – Rasyid

E. Al – Ma’mun

2) Asosiasi Empat / Lima Pilihan

Untuk butir soal nomor 1 sampai 4 berikut ini, cocokkanlah istilah

yang terdapat di belakang huruf abjad dengan pernyataan yang

terdapat pada masing-masing butir soal:

A. Ijtihad B. Taqlid C. Ittiba’ D. Istihsan

Soal :

1. Meninggalkan (suatu) hokum dari suatu peristiwa yang

bersandar pada dalil syara’, menuju kepada hokum lain karena ada

suatu dalil syara’ yang mengharuskan adanya peninggalan tersebut.

2. Mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber

alasannya.

3. Menerima perkataan atau pendapat orang lain dengan

mengetahui alasan dan sumbernya

4. Menggunakan seluruh kesanggupan dan kemampuan yang ada

dengan cara bersungguh-sungguh, untuk menetapkan hukum

syari’at.

(kunci : 1. D 2. B 3.C 4. A)

3) Melengkapi Berganda

Tulislah :

A. Bila 1, 2, dan 3 betulB. Bila 1 dan 3 betul

Page 57: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-57

C. Bila 2 dan 4 betulD. Bilahanya 4 yang betulE. Bila semuanya betul

Soal :

1. Hal – hal yang termasuk perbuatan thaharah adalah :

1. Mandi2. Berwudlu’ 3. Menghilangkan najis4. Membaca doa istiftah(kunci : A)

….. Dan seterusnya …….

4) Hubungan Antar Hal

Pilihlah :

A. Jika pernyataan BETUL, Alasan BETUL, dan keduanya

menunjukkan HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.

B. Jika pernyataan BETUL, Alasan Betul, tetapi keduanya TIDAK

MENUNJUKKAN HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.

C. Jika pernyataan BETUL dan alasan SALAH.

D. Jika pernyataan SALAH dan alasan BETUL.

E. Jika pernyataan SALAH dan alasan SALAH.

1. Nabi Muhammad bersifat ma’shum atau terhindar dari dosa

SEBAB

Dosa seseorang itu akan ditanggung sendiri oleh yang

bersangkutan.

………………. Dan seterusnya …………..

(kunci : 1. B 2. ……. 3. ……. …..)

5) Analisis Kasus

Untuk model ini, maka peserta didik mengikuti suatu kasus yang

kemudian menarik kesimpulan atau suatu pengertian dari kasus

tersebut dengan pendidik menyediakan beberapa opsi.

6) Hubungan Dinamik

Pilihlah :

A. Jika 1 naik maka 2 naik.Jika 1 turun maka 2 turun

Page 58: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-58

B. Jika 1 naik maka 2 turun. Jika 1 turun maka 2 naik

C. Jika perubahan pada 1 tidak mempengaruhi 2.

Soal :

1. (1) Volume Urine (2) Berat jenis Urine

2. (1) kadar protein plasma (2) tekanan koloid osmotik plasma

(kunci : 1. C 2. A)

7) Perbandingan Kuantitatif

Di bawah ini terdapat beberapa soal mengenai perbandingan.

Tulislah :

A. Jika (1) lebih besar dari pada (2)B. Jika (1) lebih kecil dari pada (2)C. Jika keduanya sama besar atau hamper sama besar.

Soal :

1. (1) Berat jenis bensin(2) Berat jenis air

2. (1) Pulau Irian(2) Pulau Kalimantan

( Kunci: 1. B 2. A)

8) Pemakaian Gambar / Diagram / Grafik / Peta

Pada tes objektif model ini, terdapat gambar atau diagram atau

grafik atau peta yang diberi tanda huruf abjad A, B, C, D dan

sebagainya. Kepada testee dinyatakan tentang sifat / keadaan / hal-

hal tertentu yang berhubungan dengan tanda-tanda tersebut.

g. Kriteria Pembuatan Butir Soal

1) Materi

Soal sesuai dengan indikator.

Pengecoh berfungsi.

Mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar.

2) Kostruksi

Pokok soal dirumuskan secara jelas dan tegas.

Page 59: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-59

Rumusan soal dan rumusan jawaban hanya merupakan

pernyataan yang diperlukan saja

Pokok soal tidak menunjuk kea rah jawaban yang benar.

Pokok soal tidak mengandung pernyataan negatif ganda.

Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari sisi materi.

Panjang rumusan jawaban relatif sama.

Pilihan jawaban tidak mengandung pernyataan “semua

jawaban di atas benar atau semua jawaban di atas salah”.

Pilihan jawaban yang berbentuk angka disusun berdasarkan

urutan, sedangkan pilihan jawaban yang berbentuk waktu

kejadian disusun secara kronologis.

Grafik, gambar, tabel dan diagram yang terdapat pada soal

jelas dan berfungsi.

Butir soal tidak tergantung pada jawaban sebelumnya.

3) Bahasa

Soal menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa

Indonesia.

Bahasa yang digunakan komunikatif.

Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat.

Pilihan jawaban tidak mengulang kata/frasa yang bukan

merupakan satu kesatuan pengertian.

2. Tes Subjektif

a. Perkembangan Tes Bentuk Uraian

Menurut sejarah, yang lebih dahulu adalah bentuk uraian.

Mengingat bentuk uraian ini banyak kelemahannya, maka para pakar

pendidikan, kurikulum dan psikologi berusaha menyusun test dalam

bentuk yang lain, yaitu test objektif.

Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk

menguraikan, mengoorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan

kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda

Page 60: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-60

dengan yang lainnya. Dilihat dari luas-sempitnya materi yang

ditanyakan, maka test bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua

bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons items ) dan uraian

bebas (extended respons items).

a) Uraian terbatas

Dalam menjawab uraian terbatas ini, peserta didik harus

mengemukakan hal hal tertentu sebagai batas batasny. Walaupun

kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada

pokok pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya

sesuai dengan batas batas yang telah ditentukan dan dikehendaki

dalam soalnya.

Contoh :a. Jelaskan bagaimana prosedur operasional sebuh pesawat

komputer.

b. Sebutkan lima komponen dalam sistem komputer!

b) Uraian Bebas

Dalam bentuk ini peserta didik bebas utuk menjawab soal

dengan cara dan sitematika sendiri. Peserta didik bebas

mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh

karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika

yang berbeda-beda. Namun guru tetap harus mempunyai acuan

atau patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.

Contoh:a. Bagaimana perkembangan komputer di Indonesia, jelaskan

dengan singkat!

b. Bagaimana peranan komputer dalam pendidikan?

b. Bentuk Uraian Objektif (BUO)

Dalam penskoran bentuk soal uraian objektif, skor hanya

dimungkinkan menggunakan dua kategori, yaitu benar atau salah.

Untuk setiap kata kunci yang benar diberi skor 1 (satu) dan untuk kata

kunci yang dijawab salah atau tidak dijawab diberi skor 0 (nol).

Page 61: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-61

Dalam satu rumusan jawaban dapat mengandung lebih dari satu kata

kunci sehingga skor maksimum jawaban dapat lebih dari satu. Kata

kunci tersebut dapat berupa kalimat, kata, bilangan, simbol, gambar,

grafik, ide, gagasan atau pernyataan. Diharapkan dengan pembagian

yang tegas seperti ini, unsur subjektifitas dapat dihindari atau

dikurangi.

Adapun langkah-langkah pemberian skor soal bentuk uraian subjektif

adalah:

a. Tulisan semua kata kunci atau kemungkinan jawaban benar secara

jelas untuk setiap soal.

b. Setiap kata kunci yang dijawab benar diberi skor 1. Tidak ada skor

setengah untuk jawaban yang kurang sempurna. Jawaban yang

diberi skor 1 adalah jawaban sempurna, jawaban lainnya adalah 0.

c. Jika satu pertanyaan memiliki beberapa sub pertanyaan, perincilah

kata kunci dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci

sub jawaban dan buatkan skornya.

d. Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada

soal tersebut. Jumlah skor ini disebut skor maksimum.

Contoh:

Indikator: menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan

ukurannya.

Soal:

Sebuah bak penampung air berbentuk balok berukuran panjang

100cm, lebar 70, dan tinggi 60cm. Berapa liter isi bak penampung

mampu menyimpan air?

Pedoman Penskoran Bentuk Uraian ObjektifLangkah Kriteria Jawaban Skor

1 Rumus isi balok = panjang x lebar x tinggi

1

2 = 100cm x 70cm x 60cm 13 = 420.000cm3 14 Isi balok dalam liter: 1

Page 62: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-62

420.00010005 = 420 liter 1

Skor maksimum 5

c. Bentuk uraian Non-Objektif (BUNO)

Dalam penskoran soal bentuk nonobjektif,skor dijabarkan

dalam rentang. Besarnya rentang skor ditetapkan oleh kompleksitas

jawaban, seperti 0-2, 0-4, 0-6, 0-8, 0-10 dan lain-lain. Skor minimal

harus 0, karena peserta didik yangtidak menjawabpun memiliki skor

tersebut, sedangkan skor maksimum ditetukan oleh penyusun soal dan

keadaan jawaban yang dituntut dalam oakl tersebut.

Adapun langkah-langkah pemberian skor untuk soal bentuk

uraian nonobjektif adalah sebagai berikut:

1. Tulislah garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk

dijadikan pegangan dalm pemberian skor.

2. Tetapkan rentang skor dalam pemberian setiap kriteria jawaban.

3. Pemberian skor dalam setiap jawaban bergantung pada kuallitas

jawaban yang diberikan oleh peserta didik.

4. Jumlahkan skor-skor yang diperoleh dari setiap kriteria sebagai

skor peserta didik. Jumlah skor tertinggi dari setiap kriteria

jawaban disebut skor maksimum dari seti soal.

5. Periksalah setiap nomer dari semua peserta didik sebelum pindah

ke soal nomor lain. Tujuannya untuk menghindari pemberian skor

berbeda terhadap jawaban yang sama.

6. Jika setiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah semua jumlah

skor peserta didik untuk setiap soal. Kemudian hitunglah nilai tiap

soal dengan rumus:

nilai tiap soal = skor perolehan peserta didikskor maksimum tiap butir soal × bobot soal

7. Jumlahkan semua nilai yang diperoleh dari semua soal. Jumlah

niali ini disebut nilai akhir dari suatu perangkat test yang

diberiakan.

Page 63: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-63

Contoh:

Indikator: menjelaskan alasan yang membuat kita harus bangga

sebagai bangsa Indonesia.

Soal: Jelaskan alasan yang membuat kita perlu bangga sebagai bangsa

Indonesia!

Pedoman Penskoran Nilai Bentuk Uraian Non-ObjektifKriteria jawaban Rentang skor

Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia.

0-2

Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia (pemandangan alam, geografis, dsb).

0-2

Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat istiadat tetapi dapat bersatu.

0-3

Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia.

0-2

Skor maksimum. 9

d. Metode Pengoreksian Soal Bentuk Uraian

Untuk mengoreksi soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan

tiga metode, yaitu metode per nomer (whole method), metode per

lembar (separated method), dan metode bersilang (cross method).

a. Metode per nomer: di sini guru mengoreksi hasil jawaban peserta

didik untuk setiap nomer. Kebaikannya adalah pemberian skor

yang berbeda atas dua jawaban yang kualitasnya sama hampir tidak

terjadi, karena jawaban peserta didik yang satu selalu dibandingkan

dengan jawaban pesrta didik yang lain, sedangkan kelemahanya

adalah pelaksanaannya terlalu berat dan memakan banyak waktu.

b. Metode per lembar: di sini guru mengoreksi setiap lembar jawaban

peserta didik mulai dari nomer satu sampai dengan nomer terakhir.

Kebaikannya adalah relatif lebih murah yang tidak memakan

banyak waktu, sedangkan kelemahannya adalah guru sering

memberi skor yang berbeda atas dua jawaban yang sama

kualitasnya, atau sebaliknya.

Page 64: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-64

c. Metode bersilang: Guru megoreksi jawaban peserta didik dengan

jalan menukarkan hasil koreksi dari seorang korektor kepada

korektor yang lain. Kelebihannya adalah faktor subjektif dapat

dikurangi, sedangkan kelemahanya adalah membutuhkan waktu

dan tenaga yang banyak.

e. Analisis soal bentuk uraian

Cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis soal bentuk

uraian secara rasional, yang digunakan sebelum tes itu digunakan atau

diuji cobakan seperti yang menggunakan kartu telaah.

Contoh: kartu telaah soal bentuk uraian.Nomor soal: Perangkat:No ASPEK YANG DITELAAH Ya Tidak

A.Materi01 Soalsesuai dengan indikator.02 Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas.03 Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran04 Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang,

jenis sekolah, dan kelas.B.Konstruksi

05 Rumusan kalimat soal atau pertanyaan menggunakan kata tanya atau perintah yang menenuntut jawaban terurai.

06 Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.07 Ada pedoman penskoran.08 Gambar, grafik, tabel, peta, diagram, dan sejenisnya

disajikan dengan jelas dan terbaca.C.Bahasa

09 Rumusan kalimat saoal komunikatif.10 Butir soal menggunakan bahasa indonesia yang baik dan

benar.11 Rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang

menimbukan penafsiran ganda atau salah pengertian.12 Tidak menggunakan bahasa lokal/daerah.13 Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat

menyinggung perasaan peserta didik.Catatan:

Page 65: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-65

BAB V

PENYUSUNAN INSTRUMEN NONTES

A. Pengertian Evaluasi Nontes

Evaluasi non-tes merupakan penilaian atau evaluasi hasil belajar

peserta didik yang dilakukan dengan tanpa ”menguji” peserta didik,

melainkan dilakukan dengan menggunakan pengamatan secara sistematis

(observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket

(questionnaire) dan memeriksa atau meniliti dokumen-dokumen

(documentary analysis).

Instrument untuk memperoleh hasil belajar non-tes terutama dilakukan

untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang

berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik

dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument

seperti itu terutama berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari

pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan

panca indra. Selain itu, instrument seperti ini memang merupakan satu

kesatuan dengan instrument lainnya, karena tes pada umumnya mengukur apa

yang diketahui, dipahami atau yang dapat dikuasai oleh peserta didik dalam

tingkatan proses mental yang lebih tinggi. Akan tetapi, belum ada jaminan

bahwa mereka memiliki mental itu dalam mendemonstrasikan dalam tingkah

lakunya. Dengan demikian, instrument non-tes merupakan bagian dari alat

ukur hasil peserta didik.

Penyusunan instrument evaluasi nontes dapat digunakan untuk

mengukur hasil belajar siswa dibentuk melalui wawancara, observasi, angket,

skala sikap, skala penilaian, sosiometri, penilaian kinerja, penilaian sikap,

penilaian proyek, penilaian portofoli, dan penilaian diri.

Langkah-langkah penyusunan instrument secara umum yang perlu

ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan pengumpulan data secara spesifik.

2. Merumuskan setiap aspek masalah menjadi unsure yang terperinci.

Page 66: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-66

3. Menentukan masing-masing aspek atau submasalah yang akan diniliai.

4. Masing-masing karakteristik dirinci menjadi sejumlah atribut perilaku

yang dapat diamati dan diukur.

5. Merumuskan tiap atribut menjadi satu pertanyaan secara singkat, jelas,

dengan bahasa yang tajam.

6. Merumuskan alternatif jawaban untuk masing-masing pertanyaan;

usahakan jawaban yang singkat.

7. Bila instrumen tersebut berbentuk skala atau daftar centang (check list),

tak perlu ditentukan alternatif jawaban; berikan skala(misalnya Baik

Sekali, Baik, Cukup, Kurang, dan Sangat Kurangyang masing-masing

diberi bobot 5, 4, 3, 2, dan 1).

8. Konsep instrument setelah disimpan beberapa waktu, selanjutnya dikaji

kembali secara kritis, baik isi maupun strukturnya.

9. Jika kita bermaksud memperoleh suatu instrumen yang memiliki tingkat

kendala tertentu, sebaiknya dilakukan ujia coba guna menetapkan validitas

dan reliabilitas melalui prosedur tertentu.

10. Jangan lupa menyusun kata pengantar dan petunjuk penggunaan atau

pengisian instrumen serta identifikasi responden.

11. Instrumen yang final hendaknya disusun dan dicetak dalam format yang

tertib dan menarik.

12. Gunakan bahasa ynag baik, jelas, sederhana, dan mudah dipahami sesuai

dengan responden yang bakal dihadapi.

B. Macam – Macam Instrumen Nontes

1. Observasi

Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami, bahkan

mungkin kita sering melakukannya, baik secara sadar maupun tidak sadar

didalam kehidupan sehari-hari. Didalam kelas guru sering melihat,

mengamati dan melakukan interpretasi. Hal yang harus dipahami oleh

guru adalah bahwa tidak semua yang dilihat disebut observasi. Observasi

yang dilakukan oleh guru dikelas tidak cukuup hanya dengan duduk dan

melihat melainkan harus dilakukan secara sengaja, hati-hati, sistematis,

Page 67: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-67

sesuai dengan aspek-aspek tertentu dan berdasarkan tujuan yang jelas.

Untuk memperoleh hasil observasi yang baik, maka kemamapua guru

dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari hal-hal yang

sederhana sampai dengan hal-hal yang kompleks.

Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara

sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena.

Tujuan utama observasi adalah:

a. Untuk mengumpulkandata dan informasi mengenai suatu fenomena,

baik yang berupa peristiwa maupun tindakan.

b. Untuk mengukur perilaku kelas, interaksi antara pesrrta didik dan

guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama

kecakapan sosial.

Jika ingin menggunakan observasi sebagai alat evaluasi, maka

evaluator harus memahami terlebih dahulu tantang:

a. Konsep dasar evaluasi, mulai dari pengertian, tujuan, fungsi, peranan,

karakteristik, prinsip-prinsip sampai dengan prosedur observasi.

b. Perencanaan observasi seperti menentukan kegiatan apa yang akan

diobservasi, siapa yang akan melakukan observasi, rencana sampling,

menyusun pedoman observasi.

c. Prosedur observasi mulai dari perencaan, pelaksaan, pengolahan dan

penafsiran samapi dengan laporan hasil observasi.

Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah

sebagai berikut:

a. Merumuskan tujuan observasi.

b. Membuat lay out atau kisi-kisi observasi.

c. Menyusun pedoman observasi.

d. Menyusun aspek-aspek yang akan di observasi, baik yang berkenaan

dengan proses belajar peserta didik dan kepribadiannya mauupun

penampilan guru dalam pembelajaran.

e. Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-

kelemahan pedoman observasi.

Page 68: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-68

f. Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba.

g. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung.

h. Mengolah hasil observasi.

Contoh Pedoman Observasi Praktik Mengajar

Tujuan:

Untuk memperoleh informasi tentang kemamapuan guru dalam

melaksanakan praktik mengajar yang baik dan benar.

Petunjuk:

Berilah tanda chek list/centang pada kolom skala nilai (A-B-C-D dan E)

sesuai dengan hasil observasi.

Nama :Matapelajaran :Pokok bahasan :Kelas/semester :Hari/tanggal :Komp Kompetensi Dasar :No. Aspek-aspek

yang diobservasiSkala Nilai Ket.A B C D E

1. Tahap orientasi:a. Pembukaanb. Pengabsen peserta didikc. Mengemukakan tujuand. Apresiasi

2. Tahap inti:a. Mengemukakan pokok-pokok materib. Menjelaskan materic. Memberi contoh dan stimulusd. Penggunaan multimetode dan mediae. Kejelasan bahasa

3. Tahap kulminasia. Merangkum materib. Penilaian

Page 69: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-69

Simpulan:Saran :

Observi. Observer.

(………) (…………..)

2. WawancaraWawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes

yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pengertian wawancara langsung adalah wawancara

yang dilakukan secara langsung antara pewawancara (interviewer) dengan

orang yang diwawancarai (interviewee) tanpa melalui perantara, sedangakan

wawancara tidak langsung artunya pewawancara menanyakan sesuatu melalui

perantara. Jadi tidak menemui langsung kepada sumbernya.

Tujuan wawancara adalah:

a. Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal

atau situasi dan kondisi tertentu.

b. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.

c. Untuk memperoleh data agar dapat memengaruhi situasi atau orang tertentu.

Langkah-langkah mempersiapkan wawancara :

1. Membaca materi latar belakang

Mencari informasi latar belakang tentang orang yang diwawancarai

dan organisasinya sebanyak mungkin. Materi ini dapat diperoleh dari orang

yang bisa dihubungi segera untuk menanyakan tentang website perusahaan,

laporan tahunan terbaru, laporan berkala perusahaan atau publikasi-

publikasi lainnya yang dikirim keluar sebagai penjelasan tentang organisasi

kepada publik. Saat diperoleh materi yang harus diperhatikan bahasa yang

digunakan oleh anggota organisasi dalam menggambarkan diri mereka

sendiri dan organisasi mereka. Dari materi ini pewawancara dapat

menyusun pertanyaan-pertanyaan wawancara sedemikian rupa sehingga

Page 70: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-70

mudah dimengerti oleh orang yang diwawancarai dan juga dapat

memaksimalkan waktu yang digunakan.

2. Menetapkan tujuan dari wawancara

Dari informasi latar belakang yang dikumpulkan dan pengalaman

dalam menetapkan tujuan-tujuan wawancara ada beberapa area yang

berkaitan dengan sikap pengolahan informasi dan pembuatan keputusan

yang ingin ditanyakan, yaitu : sumber-sumber informasi, format informasi,

frekuensi pembuatan keputusan, kualitas informasi, dan gaya pembuatan

keputusan.

3. Memutuskan siapa yang diwawancarai

Untuk menentukan siapa saja orang yang akan diwawancarai adalah

dengan melibatkan orang-orang yang berkompeten yang dapat

mempengaruhi sistem.

4. Menyiapkan orang yang diwawancarai

Menyiapkan orang yang akan diwawancarai dengan menelpon atau

menulis email sehingga memungkinkan orang-orang yang akan

diwawancarai mempunyai waktu untuk berfikir. Bila ingin melakukan

wawancara yang mendalam, dapat mengirimkan pertanyaan pertanyaan

terlebih dahulu agar orang yang diwawancarai punya waktu dan kesempatan

untuk memikirkan responnya.

5. Memutuskan jenis dan struktur pertanyaan

Teknik bertanya yang tepat adalah inti dari wawancara. Ada dua

jenis pertanyaan dasar yaitu pertanyaan terbuka (open-ended) dan

pertanyaan tertutup (close-ended), masing-masing punya kelebihan dan

kekurangannya.

Untuk menyusun pedoman wawancara dapat mengikutu langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan wawancara.

2. Membuat kisi-kisi atau lay out dan pedoman wawancara.

3. Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk

peretanyaan yang diinginkan.

Page 71: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-71

4. Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemaham-kelemahan pertanyaan

yang disusun, sehingga dapat diperbaiki lagi.

5. Melaksanakan wawancara dalam situasi yang sebenarnya.

Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan:

1. Hubungan baik antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai perlu

dipupuk dan dibina sehingga akan tampak hubungan yang akrab dan

harmonis.

2. Dalam wawancara jangan terlalu kaku, tunjukkan sikap yang bersahabat,

bebas, ramah, terbuka dan adaptasikan diri dengannya.

3. Perlakukan responden itu sebagai sesama amnusia secara jujur.

4. Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik sehingga pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan bersifat netral.

5. Pertanyaan hendaknya jelas, tepat, dengan bahasa yang sederhana.

Pertanyaan wawancara dapat menggunakan bentuk seperti berikut:

1. Bentuk pertanyaan berstruktur

Yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan apa

yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini

biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya

sudah konkret.

2. Bentuk pertanyaan tak berstruktur

Yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka, orang yang diwawancarai

dapat secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.

3. Bentuk pertanyaan campuran

Yaitu pertanyaan yang menuntun jawaban campuran, ada yang

berstruktur ada pula yang bebas.

Dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan, ada tiga cara menyusun

pertanyaan-pertanyaan, yaitu :

1. Struktur piramid

Dengan menggunakan struktur ini, pewawancara mulai menanyakan

pertanyaan-pertanyaan mendetail, biasanya berupa pertanyaan tertutup,

Page 72: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-72

kemudian memperluas topik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

terbuka dan membuka respons-respons yang lebih umum. Struktur piramid

juga dapat digunakan:

Jika orang yang akan diwawancarai membutuhkan pemanasan terhadap

topik yang dibicarakan.

Jika orang yang diwawancarai tampak segan membicarakan topik yang

dimaksud.

2. Struktur corong

Pewawancara memulai dengan pertanyaan-pertanyaan umum dan

terbuka, lalu membatasi respons dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup.

3. Struktur wajik (diamond)

Kombinasi antara struktur piramid dengan struktur corong. Struktur

ini harus dimulai dengan suatu cara yang khusus kemudian menentukan hal-

hal yang umum dan akhirnya mengarah pada kesimpulan yang sangat

spesifik.

3. Angket (Quetioner)

Angket termasuk alat untuk menngumpulkan dan mencatat data atau

informasi. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam

implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedabgkan wawancara

dilaksanakansecara lisan.

Untuk menyusun angket dapat mengikuti langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Menyusun kisi-kisi angket

2. Menyusun pertanyaan-pertanyaan dan bentuk jawaban yang diinginkan,

berstruktur atau tak berstruktur. Setiap pertanyaan dan jawaban harus

menggambarkan atau mencerminkan data yang diperlukan. Pertanyaan

harus diurutkan, sehingga antara pertanyaan ayng satu dengan pertanyaan

yang lainnya ada kesinambungan.

3. Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab pertanyaan, sehingga

memudahkan untuk menjawabnya.

Page 73: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-73

4. Jika angket sudah tersusun dengan baik, perlu dilaksanakan uji coba di

lapangan sehingga dapat diketahui kelemahan-kelemahannya.

5. Angket yang sudah diujicobakan dan terrdapat kelemahan perlu direvisi,

baik dilihat dari bahasa, pertanyaannya maupun jawabannya.

6. Menggandakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah orang yang akan

menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun dan

menyebarkan angket yaitu:

1. Setiap pertanyaan harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, jelas,

singkat, tepat, dansederhana sehingga mudah dimengerti.

2. Jangan membuat pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban. Misalnya,

“kamu tidak menganggap dia anak yang cerdas, bukan?”

3. Jangan menggunakan dua kata sangkal dalam satu kalimat pertanyaan.

Misalnya, “apakah kamu tidak senang untuk tidak membaca buku

pelajaran?”

4. Hindari pertanyaan berlaras dua, misalnya, “apakah kamu senang belajar

membaca dan berhitung?”

5. Buatlah pertanyaan ayng tepat sasaran. Misalnya, “apakah kamu suka

belajar komputer dirumah?” pertanyaan iini tidak tepat. Bagaimana jika

orang tersebut tidak mempunyai komputer dirumah. Untuk itu perlui

dibuat dua pertanyaan seperti (1) apakah kamu mempunyai komputer

dirumah? (2) jika Ya, apakah kamu senaang belajar komputer dirumah?

6. Jika terdapat angket yang tidak diisi, maka harus membagikan lagi kepada

orang lain sebanyak yang tidak menjawab (tidak mengembalikan).

7. Dalam menyebarkan angket hendaknya dilampirkan surat pernyataan

angket.

8. Hendaknya jawaban tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.

4. Skala sikap

Skala sikap adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap

peserta didik baik sikap kognisi, afeksi, dan konasi. Salah satu model untuk

Page 74: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-74

mengukur sikap yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan

oleh likert.

1. Skala Likert

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial.

Dalam skala likert, peserta didik tidak disuruh memilih pernyataan –

pernyataan yang positif saja, tetapi memilih juga pernyataaan-pernyataan

negatif. Tiap item dibagi ke dalam lima skala, yaitu sangat setuju, setuju,

tidak tentu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Setiap pernyataan positif

diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan pernyataan yang negatif diberi

bobot sebaliknya, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4.

Untuk menyusun skala likert, dapat mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Memilih variabel afektif yang akan diukur.

b. Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang akan

diukur.

c. Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negatif.

d. Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi

alternatif pilihan.

e. Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat

penilaian.

f. Melakukan uji coba.

g. Membuang butir – butir pernyataan yang kurang baik.

h. Melaksanakan penilaian.

Contoh Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran Matematika

Petunjuk :

1. Pengisian skala ini tidak ada hubungannya dengan prestasi belajar.

Anda tidak perlu mencantumkan nama dan nomor absen.

2. Pilihlah salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan cara

memberikan tanda centang () pada kolom kosong yang telah

disediakan .

Page 75: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-75

Keterangan:

SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TT = Tidak Tahu

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

No. Pernyataan SS S TT TS STS

01Saya mempersiapkan diri untuk menerima pelajaran matematika

02Saya berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran matematika

03 Saya suka matematika

04Saya tertarik artikel yang berhubungan dengan Matematika

05Saya memperkaya materi dari guru Matematika dan mempelajari buku-buku sumber sebagai penunjang

06Saya senang mengerjakan tugas pelajaran Matematika di rumah

2. Skala Guttman

Skala Guttman adalah mempunyai ciri penting, yaitu merupakan

skala kumulatif dan mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang

multi dimensi, sehingga skala ini termasuk mempunyai sifat

undimensional. Skala Guttman yang disebut juga metode scalogram atau

analisa skala (scale analysis) sangat baik untuk menyakinkan peneliti

tentang kesatuan dimensi dari sikap atau sifat yang diteliti, yang sering

disebut isi universal (universe of content) atau atribut universal (universe

attribute).

Langkah menyusun skala guttman adalah sebagai berikut:

a. Susunlah sejumlah pertanyaan yang relevan dengan masalah yang

ingin diselidiki.

b. Lakukan penelitiaan permulaan pada sejumlah sampel dari populasi

yang akan diselidiki, sampel yang diselidiki minimal besarnya 50.

Page 76: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-76

c. Jawaban yang diperoleh dianalisis, dan jawaban yang ekstrim dibuang.

Jawaban yang ekstrim adalah jawaban yang disetujui atau tidak

disetujui oleh lebih dari 80% responden.

d. Susunlah jawaban pada tabel Guttman.

e. Hitunglah koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas.

Skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang

bersifat jelas (tegas dan konsisten. Misalnya yakin-tidak yakin ;ya –

tidak;benar-salah; positif – negative; pernah-belum pernah ; setuju – tidak

setuju; dan sebagainya. Penelitian dengan menggunakan skala Guttman

apabila ingin mendapatkan jawaban jelas (tegas) dan konsisten terhadap

suatu permasalahan yang ditanyakan.

Contoh:

a. Yakin atau tidakkah anda, pergantian Menteri cabinet Indonesia Bersatu

akan dapat mengatasi persoalan bangsa.

1. Yakin

2. Tidak

b. Pernahkah pimpinan saudara mengajak rembuk bersama?

1. Setuju

2. Tidak Setuju

3. Skala Thurstone

Skala Thurstone meminta responden untuk memilih pertanyaan

yang ia setujui dari beberapa pernyataan yang menyajikan pandangan yang

berbeda-beda. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara

1 sampai dengan 10, tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden.

Pemberian nilai ini berdasarkan jumlah tertentu pernyataan yang dipilih

oleh responden mengenai angket tersebut.

Contoh:

Berikut ini disajikan contoh angket yang disajikan dengan menggunakan

model skala Thurstone.

Page 77: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-77

Petunjuk: Pilihlah 5 (lima) buah pernyataan yang paling sesuai dengan

sikap Anda terhadap pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan

tanda cek () di depan

nomor pernyataan di dalam tanda kurung.

( ) 1. Saya senang belajar matematika.

( ) 2. Matematika adalah segalanya buat saya.

( ) 3. Jika ada pelajaran kosong, saya lebih suka belajar matematika.

( ) 4. Belajar matematika menumbuhkan sikap kritis dan kreatif.

( ) 5. Saya merasa pasrah terhadap ketidak-berhasilan saya dalam

matematika.

( ) 6. Penguasaan matematika akan sangat membantu dalam mempelajari

bidang studi lain.

( ) 7. Saya selalu ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan saya

dalam matematika.

( ) 8. Pelajaran matematika sangat menjemukan.

( ) 9. Saya merasa terasing jika ada teman membicarakan matematika.

4. Skala semantik defferensial

Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya

tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tesusun dalam satu garis yang

kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian kanan garis

dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis, atau

sebaliknya.

Contoh

Beri nilai gaya mengajar dosen anda

Tepat waktu 5 4 3 2 1 tidak tepat waktuBersahabat 5 4 3 2 1 tidak bersahabatKomunikatif 5 4 3 2 1 tidak komunikatifResponden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi

responden terhadap dosen itu sangat positif, sedangkan bila memberi

jawaban pada angka 3, berarti netral, dan bila memberi jawaban pada

angka 1, maka persepsi responden terhadap dosennya sangat negatif

Page 78: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-78

5. Skala Penilaian (Rating Scale)

Rating Scale adalah salah satu alat untuk memperoleh data yang

berupa suatu daftar yang berisi tentang sifat/ciri-ciri tingkah laku yang ingin

diselidiki yang harus dicatat secara bertingkat. Penilaian yang diberikan oleh

berdasarkan observasi spontan terhadap perilaku orang lain, yang berlangsung

dalam bergaul dan berkomunikasi sosial dengan orang itu selama periode

waktu tertentu. Unsur penilaian terdapat dalampernyataan pandangan pribadi

dari orang yang menilai subyek tertentu pada masing-masing sifat atau sikap

yang tercantum dalam daftar. Penilaian itu dituangkan dalam bentuk

penentuan gradasi antara sedikit sekali dan banyak sekali atau antara tidak

ada dan sangat ada.

Contoh:

Seberapa tinggi pengetahuan anda terhadap mata kuliah di jurusan

matematika berikut sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan dan latihan.

Arti setiap angka adalah sebagai berikut:

0 = bila sama sekali belum tahu

1 = telah mengetahui sampai dengan 25 %

2 = telah mengetahui sampai dengan 50 %

3 = telah mengetahui sampai dengan 75 %

4 = telah mengetahui 100 % (semuanya)

Mohon dijawab dengan cara melingkari nomor sebelum dan sesudah latihan

Pengetahuan sebelum mengikuti diklat

Mata Kuliah Pengetahuan sesudah mengikuti diklat

0 1 2 3 4 MPM 1 0 1 2 3 4

0 1 2 3 4 MPM 2 0 1 2 3 4

0 1 2 3 4 Trigonometri 0 1 2 3 4

0 1 2 3 4 Aljabar 0 1 2 3 4

0 1 2 3 4 Logika Matematika 0 1 2 3 4

0 1 2 3 4 Statistik 0 1 2 3 4

0 1 2 3 4 Evaluasi Pembelajaran 0 1 2 3 4

Page 79: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-79

6. Sosiometri

Sosiometri adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan

sampai batas tertentu dapat mengkuantifikasi pendapat – pendapat peserta didik

tentang penerimaan teman sebayanya serta hubungan diantara mereka.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan guru dalam sosiometri adalah:

1. Memberikan “petunjuk” atau pertanyaan , seperti : “tuliskan pada selembar

kertas nama teman-temanmu yang paling baik”. Usahakan tidak terjadi

kompromi untuk saling memilih diantara peserta didik.

2. Mengunpulkan jawaban yang sejujurnya dari semua peserta didik.

3. Jawaban – jawaban tersebut dimasukkan ke dalam tabel (lihat contoh).

4. Pilihan – pilihan yang tertera dalam tabel digambarkan pada sebuah

sosiogram

Jawaban Peserta Didik tentang Teman Terbaik

Setiap peserta didik dalam kelas digambarkan sebagai suatu lingkaran. Garis

panah menunjukkan pilihan persahabatan (teman terbaik). Peserta didik B dan

E adalah peserta didik yang populer dan juga saling memilih, sedangkan

peserta didik D ingin bersahabat dengan temannya yang lain, tetapi tidak

mendapat respons yang baik. Dengan demikian, peserta didik D menjadi

terisolasi dalam pergaulannya di dalam kelas. Perhatikan sosiogram berikut ini

Page 80: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-80

Gambar Sosiogram

7. Penilaian Kinerja (Performance Assesment)

Penilaian kinerja (Performance Assesment) adalah suatu penilaian

yang meminta siswa untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan

pengetahuan, keterampilan, dan kelakuan kerjanya ke dalam berbagai tugas

yang bermakna dan melibatkan siswa sesuai dengan kriteria yang dinginkan.

Langkah-langkah penilaian kinerja sebagai berikut :

a. Identifikasi tujuan yang ingin dicapai dengan menerapkan penilaian

kinerja.

b. Menentukan konsep yang ingin dicapai seperti kterampilan atau

pengetahuan apa yang akan kita nilai.

c. Apa yang seharusnya diketahui oleh siswa?

d. Bagaimana kinerja siswa yang diharapkan?

e. Tipe pengetahuan apa yang akan dinilai: rasional, memori, ataukah proses?

f. Memilih kegiatan yang cocok untuk menilai siswa.

g. Perhatikan: batasan waktu yang tersedia, sumber daya alat di kelas, berapa

banyak data yang diperlukan mengetahui kualitas kinerja siswa.

h. Menentukan kriteria kualitas kinerja siswa.

i. Mengidentifikasi secara keseluruhan kinerja yang akan dinilai.

j. Mendaftar aspek-aspek yang penting dari kinerja.

k. Membatasi jumlah kriteria yang akan diamati.

J

E

F

B

A

C

G

I

D

H

Page 81: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-81

l. Menyatakan kriteria dalam bentuk karakteristik produk atau kelakuan

siswa yang diamati.

m. Menyusun kriteria agar dapat diamati dengan efektif.

n. Menyusun rubrik kinerja.

o. Menilai kinerja: metode holistic dan metode analytic.

8. Penilaian Sikap

Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait

dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga

sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh

seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang

ingin dinilai.

Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan konatif.

Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau

penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan

atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah

kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu

berkenaan dengan kehadiran objek sikap.

Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses

pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut.

1. Sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif

terhadap materi pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik

akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi

motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang

diajarkan.

2. Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif

terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap

guru akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan

demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap

guru/pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh

guru tersebut.

Page 82: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-82

3. Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu memiliki

sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses

pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan

teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik,

nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta

didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

4. Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu

materi pelajaran. Misalnya kasus atau masalah lingkungan hidup,

berkaitan dengan materi Biologi atau Geografi. Peserta didik juga perlu

memiliki sikap yang tepat, yang dilandasi oleh nilai-nilai positif terhadap

kasus lingkungan tertentu (kegiatan pelestarian/kasus perusakan

lingkungan hidup). Misalnya, peserta didik memiliki sikap positif

terhadap program perlindungan satwa liar. Dalam kasus yang lain, peserta

didik memiliki sikap negatif terhadap kegiatan ekspor kayu glondongan

ke luar negeri.

5. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang

relevan dengan mata pelajaran.

9. Penilaian Proyek

1. Pengertian Penilaian Proyek

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu

tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas

tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan

data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek

dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan

mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan

menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.

Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu

dipertimbangkan yaitu:

a. Kemampuan pengelolaan, kemampuan peserta didik dalam memilih

topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta

penulisan laporan.

Page 83: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-83

b. Relevansi, kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan

mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan

dalam pembelajaran.

c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil

karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk

dan dukungan terhadap proyek peserta didik.

2. Teknik Penilaian Proyek

Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses

pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan

hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain,

pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis.

Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk

poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen

penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.

Beberapa contoh kegiatan peserta didik dalam penilaian proyek :

a). penelitian sederhana tentang air di rumah.

b). Penelitian sederhana tentang perkembangan harga sembako.

10. Penilaian Portofolio

1. Pengertian Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang

didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan

kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut

dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap

terbaik oleh peserta didik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk informasi lain

yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.

Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya siswa secara

individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode

hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik

sendiri.

Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta

didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan

Page 84: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-84

terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat

memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui

karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar,

foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dsb. Hal-

hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam penggunaan

penilaian portofolio di sekolah, antara lain:

a. Karya siswa adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri.

Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang

dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya tersebut merupakan

hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.

b. Saling percaya antara guru dan peserta didik.

Dalam proses penilaian guru dan peserta didik harus memiliki

rasa saling percaya, saling memerlukan dan saling membantu sehingga

terjadi proses pendidikan berlangsung dengan baik.

c. Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik.

Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan

peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada

pihak-pihak yang tidak berkepentingan sehingga memberi dampak

negatif proses pendidikan.

d. Milik bersama (joint ownership) antara peserta didik dan guru.

Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas

portofolio sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang

dikumpulkan dan akhirnya akan berupaya terus meningkatkan

kemampuannya.

e. Kepuasan

Hasil kerja portofolio sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti

yang memberikan dorongan peserta didik untuk lebih meningkatkan

diri.

f.Kesesuaian

Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai

dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.

Page 85: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-85

g. Penilaian proses dan hasil

Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses

belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja

dan karya peserta didik.

h. Penilaian dan pembelajaran

Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari

proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai diagnostik

yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan kekurangan

peserta didik.

2. Teknik Penilaian Portofolio

Teknik penilaian portofolio di dalam kelas memerlukan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Jelaskan kepada peserta didik bahwa penggunaan portofolio, tidak hanya

merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan oleh guru

untuk penilaian, tetapi digunakan juga oleh peserta didik sendiri. Dengan

melihat portofolionya peserta didik dapat mengetahui kemampuan,

keterampilan, dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi secara spontan,

tetapi membutuhkan waktu bagi peserta didik untuk belajar meyakini

hasil penilaian mereka sendiri.

b. Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja yang

akan dibuat. Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang lain bisa

sama bisa berbeda. Misalnya, untuk kemampuan menulis peserta didik

mengumpulkan karangan-karangannya. Sedangkan untuk kemampuan

menggambar, peserta didik mengumpulkan gambar-gambar buatannya.

c. Kumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap peserta didik dalam satu

map atau folder di rumah masing-masing atau loker masing-masing di

sekolah.

d. Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan

peserta didik sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke

waktu.

Page 86: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-86

e. Sebaiknya tentukan kriteria penilaian sampel portofolio dan bobotnya

dengan para peserta didik sebelum mereka membuat karyanya.

Diskusikan cara penilaian kualitas karya para peserta didik. Contoh,

Kriteria penilaian kemampuan menulis karangan yaitu: penggunaan tata

bahasa, pemilihan kosa-kata, kelengkapan gagasan, dan sistematika

penulisan. Dengan demikian, peserta didik mengetahui harapan (standar)

guru dan berusaha mencapai standar tersebut.

f. Minta peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru

dapat membimbing peserta didik, bagaimana cara menilai dengan

memberi keterangan tentang kelebihan dan kekurangan karya tersebut,

serta bagaimana cara memperbaikinya. Hal ini dapat dilakukan pada saat

membahas portofolio.

g. Setelah suatu karya dinilai dan nilainya belum memuaskan, maka peserta

didik diberi kesempatan untuk memperbaiki. Namun, antara peserta

didik dan guru perlu dibuat “kontrak” atau perjanjian mengenai jangka

waktu perbaikan, misalnya 2 minggu karya yang telah diperbaiki harus

diserahkan kepada guru.

11. Penilaian Diri (Self Assessment)

1. Pengertian Penilaian Diri (Self Assessment)

Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik

diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan

tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran

tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur

kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.

a. Penilaian kompetensi kognitif di kelas, misalnya: peserta didik diminta

untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya

sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu. Penilaian diri

peserta didik didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.

b. Penilaian kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta

untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap

suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk

Page 87: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-87

melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah

disiapkan.

c. Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik

dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah

dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.

Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap

perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian

diri di kelas antara lain:

a. Dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka

diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri.

b. Peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena

ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi

terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.

c. Dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk

berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam

melakukan penilaian.

2. Teknik Penilaian Diri

Penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas dan

objektif. Oleh karena itu, penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu

dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai.

b. Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.

c. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran,

daftar tanda cek,atau skala penilaian.

d. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri.

e. Guru mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong

peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara

cermat dan objektif.

f. Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil

kajian terhadap sampel hasil penilaian yang diambil secara acak.

Page 88: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-88

BAB VI

ANALISIS INSTRUMEN

A. Validitas

PETA KONSEP

1. Pengertian Validitas

Validitas merupakan syarat yang terpenting dalam suatu alat

evaluasi. Suatu teknik evaluasi dikatakan mempunyai validitas yang tinggi

(disebut valid) jika teknik evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang

sebenarnya akan diukur. Atau, seperti yang dikatakan oleh Cronbach:

“how well a test or evaluative techinque does the job that it is employed to

do” (Arikunto, 1993). Validitas bukanlah suatu ciri atau sifat yang mutlak

dari suatu teknik evaluasi; ia merupakan suatu ciri yang relatif terhadap

tujuan yang hendak dicapai oleh pembuat test. Teknik yang sama dapat

VALIDITAS

Untuk mengukur apa yang hendak

di ukur

Validitas Empiris

Validitas Logis

Content Validity

Construct Validity

Predictive Validity

Concurrent Validity

Page 89: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-89

digunakan untuk beberapa tujuan yang berbeda, dan validitas yang dapat

berbeda-beda dari yang tinggi kepada yang rendah, bergantung pada

tujuan. Oleh karena itu , validitas harus ditentukan dalam hubungannya

dengan tujuan yang akan dicapai dengan alat evaluasi itu.

2. Macam-macam Validitas

Di dalam buku Encyclopedia of Educational Evaluation yang

ditulis oleh Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan: A test

valid if it measures what it purpose to measure. Sebuah tes dikatakan valid

(sahih) apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto,

1993).

Secara garis besar ada dua aca validitas, yaitu validitas logis dan

validitas empiris.

a. Validitas Logis

Istilah “Validitas Logis” mengandung kata “logis” berasal dari

kata “logika”, yang berarti penalaran. Dengan makna demikian maka

validiatas logis untuk sebuah instruen evaluasi menunjuk pada kondisi

bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan

hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena

instrumen yang berangkutan sudah dirancang secara baik.

Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah

instrumen, yaitu validitas isi (content validity) dan validitas konstruk

(construct validity).

Validitas isi (content validity) bagi sebuah instrumen

menunjukan suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun

berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi. Validitas isi dapat

diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara merinci

materi kurikulum atau materi buku pelajran. Sebuah tes dikatakan

validitas isi apabila engukur tujuan khusus tertentu yang sejajar

dengan ateri atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu materi

yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering

juga disebut validitas kurikuler.

Page 90: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-90

Validitas konstruk (construct validity) sebuah instrumen

menunjukan suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun

berdasrakan konstrak aspek-aspek kejiwaan yang seharusnya

dievaluasi.

b. Validitas empiris

Istilah “validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya

“pengalaman”. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas

empiris apabila sudah diuji dari pengalaman.

Ada dua macam validitas empiris , yakni ada dua cara yang

dapat dilakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang

valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi

instrumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah ukuran.

Kriterium yang digunakan sebagai pembanding kondisi instrumen

dimagsud ada dua, yaitu: yang sudah tersedia dan yang belum ada

tetapi yang akan terjadi diwaktu yang akan datang. Bagi instrumen

yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang sudah tersedia, yang

sudah ada, disebut memiliki validitas “ada sekarang”, yang dalam

istilah bahasa inggris disebut memiliki concurrent validity.

Selanjutnya instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang

diramalkan akan terjadi, disebut meiliki validitas ramalan atau

validitas prediksi, yang dalam istilah bahasa inggris predictive

validity.

Validitas “ada sekarang” (concurrent validity) ; lebih umum

dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan validitas

empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Dalam hal ini hasil

tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu

mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut

sekarang sudah ada (ada sekarang, concurrent).

Validitas prediksi (predictive validity);memprediksi artinya

meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang akan datang jadi

sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatan meiliki validitas prediksi

Page 91: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-91

atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk

meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah nilai-nilai

yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti pelajaran diperguruan

tinggi. Jika ternyata siapa yang memiliki nilai tes lebih tinggi gaal

dalam ujian semester 1 dibandingkan dengan dahulu nilai tesnya

rendah maka tes masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas

prediksi.

3. Teknik Pengujian Validitas

Penganalisisan terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas

dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, penganalisisan yang dilakukan

dengan jalan berpikir secara rasional atau penganalisisan dengan

menggunakan logika (logical analysis). Kedua, penganalisisan yang

dilakukan dengan mendasarkan diri kepada kenyataan empiris , dimana

penganalisisan dilaksanakan dengan menggunakan empirical analysis.

a. Pengujian Validitas Tes Secara Rasional

Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas hasil

pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis.

Dengan demikian maka suatu tes hasil belajar dapat dikatakan telah

memiliki validitas rasional, apabila setelah dilakukan penganalisisan

secara rasional ternyata bahwa tes hasil belajar itu memang (secara

rasional) dengan tepat telah dapat mengukur apa yang seharusnya

diukur.

Tes hasil belajar yang setelah dilakukan penganalisisan secara

rasional ternyata memiliki daya ketepatan mengukur, disebut tes hasil

belajar yang telah memiliki validitas logika (logical validity). Istilah

lain untuk validitas logika adalah: validitas rasional, validitas ideal.

Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah

memiliki validitas rasional ataukah belum, dapat dilakukan

penelusurannya dari dua segi, yaitu dari segi isinya (= content) dan

dari segi susunan atau konstruksinya (construct).

Page 92: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-92

1) Validitas Isi (Content Validity)

Validitas isi dari suatu hasil belajar adalah validites yang

diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelusuran aatau

pengujian yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut.

Validitas ini adalah validitas yang ditilik dari segi tes itu sendiri

sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu: sejauh mana tes hasil

belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya

telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan

materi atau bahan pengajaran yang seharusnya diteskan (diujikan).

Jadi, pebicaraan tentang validitas isi sebenarnya identik

dengan pembicaraan tentang populasi dan sampel. Kalau saja

keseluruhan materi pembelajaran yang telah diberikan kepada

peserta didik atau sudah dipeintahkan untuk dipelajari oleh peserta

didik kita anggap sebagai populasi, dan isi tes hasil belajar dalam

mata pelajaran yang sama kita anggap sebagai sampelnya, maka tes

hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut dapat dikatakan telah

memiliki validitas isi, apabila isi tes tersebut (sebagai sampel),

dapat menjadi wakil yang representatif (layak = memadai) bagi

seluruh materi pelajaran yang telah diajarkan atau telah

diperintahkan untuk dipelajari (sebagai populasi).

Oleh karena itu, materi yang diajarkan itu pada uumnya

tertuang dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)

yang merupakan penjabaran dari kurikulum yang ditentukan, maka

validitas isi yang sedang kita bicarakan ini juga sering disebut

validitas kurikuler. Dalam praktek, validitas isi dari suatu tes hasil

belajar dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi

yang terkandung dalam tes hasil belajar, dengan tujuan

instruksional khusus yang telah ditentukan untuk masing-masing

ata pelajaran;apakah hal-hal yang tercantum dalam intruksional

khusus sudah terwakili secara nyata dlam tes hasil belajar tersebut

ataukah belum. Jika penganalisian secara rasionalitu menunjukan

Page 93: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-93

hasil ayng membenarkan tentang telah tercerminya tujuan

instruksional khusus itu di dala tes hasil belajar, maka tes hasil

belajar yang sedang siuji validitas isinya irtu dapat dinyatakan

sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki tes hasil belajar.

2) Validitas Konstruksi (Construct Validity)

Secara Etimologis kata “Konstruksi” mengandung arti

susunan, kerangka atau rekaan. Dalam contoh kalimat seperti

“Gedung bertingkat itu menggunakan konstruksi beton bertulang”

misalnya mengandung arti bahwa batang tubuh dari bangunan

berupa gedung bertingkat itu “tersusun” dari bahan-bahan beton

bertulang, atau “kerangka utamanya” adalah beton bertulang atau

dirancang dengan “rekaan” beton bertulang. Dengan demikian

validitas konstruksi dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik

dari segi susunan, kerangka atau rekaannya.

b. Pengujian Hasil Tes Empiris

Validitas empiris adalah ketepatan mengukur yang didasarkan

pada hasil analisis yang bersifat empiris. Dengan kata lain, validitas

empiric adalah validitas yang bersuber pada atau diperoleh atas dasar

pengamatan di lapangan.

Bertitik tolak dari itu, maka tes hasil belajar dapat dikatakan

telah memiliki validitas empiris apaila berdasarkan analisis yang

dilakukan terhadap data hasil pengamatan di lapangan, terbukti bahwa

tes hasil belajar itu dengan secara tepat telah dapat mengukur hasil

belajar yang seharusnya di ungkap atau diukur lewat tes hasil belajar

tersebut.

Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah

memiliki validitas empiris ataukah belum, dapat dilakukan

penulusuran dari dua segi, yaitu dari segi ketepatan meramalnya

(predictive validity) dan daya ketepatan bandingannya (concurrent

validity).

Page 94: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-94

1) Validitas Ramalan (Predictive Validity)

Setiap kali kita menyebutkan istilah “ramalan”, maka

didalamnya terkandung pengertian mengenai “sesuatu yang bakal

terjadi dimasa mendatang” atau “sesuatu yang saat ini belum

terjadi dan baru akan terjadi pada waktu-waktu yang akan datang”.

Apabila istilah “ramalan” itu dikaitkan dengan validitas tes, maka

yang disebut dengan validitas ramalan dari suatu tes adalah suatu

kondisi yang menunjukkan sebrapa jauhkah sebuah tes telah dapat

dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk

meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang.

Misalnya tes seleksi penerimaan calon mahasiswa baru

pada sebuah perguruan tinggi adalah suatu tes yang diharapkan

mampu meramalkan keberhsilan studi para calon mahasiswa dalam

mengikuti program pendidikan di perguruan tinggi tesebut pada

masa-masa yang akan datang. Berdasarkan nilai-nilai hasil tes yang

tinggi (=baik) yang berhadil diraih oleh peserta tes seleksi tersebut,

maka mereka dinyatakan lulus dan dapat diterima sebagai

mahasiswa pada perguruan tinggi tersebut; sedangkan para peserta

tes seleksi yang yang nilai-nilai hasil tesnya rendah (=jelek),

dinyatakan tidak lulus dan kerenanya tidak dapat diterima sebagai

calon mahasiswa baru di perguruan tinggi yang bersngkutan.

2) Validitas Bandingan (Concurrent Validity)

Tes sebagai alat pengukuran dikatakan telah memilika

validitas bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang

sama dengan secara tepat telah mampu menunjukan adanya

hubungan yang searah, antara tes pertama dan tes selanjutnya.

Dalam rangka menguji validitas bandingan, data yang

mencerminkan pengalaman yang diperoleh pada masa lalu itu, kita

bandingkan dengan data hasil tes yang diperoleh sekarang ini. Jika

hasil tes yang ada sekarang ini mempunyai hubungan searah

dengan hasil tes berdasar pengalaman yang lalu, maka tes yang

Page 95: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-95

memiliki karakteristik seperti itu dapat dikatakan telah memiliki

validitas bandingan.

Seperti halnya validitas ramalan, maka untuk mengetahuai

ada/tidaknya hubungan yang searah antara tes pertama dan tes

berikutnya, dapat digunakan teknik analisis korasional product

moment dari Karl Pearson. Jika korelasi antara variable X (tes

pertama) denagn variable Y (tes berikutnya) adalah positif dan

signifikan,maka tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang

telah memiliki validitas bandingan.

4. Mengukur Validitas

Salah satu cara menentukan validitas alat ukur adalah dengan

menggunakan korelasi product moment dengan simpangan yang

dikemukakan oleh Pearson seperti berikut :

= (∑ ) − (∑ )(∑ )[ ∑ − (∑ ) ] . [ ∑ − (∑ ) ]

Keterangan :

r = angka koefisien korelasi

N= jumlah siswa

X= jumlah skor kelompok 1

Y= jumlah skor kelompok 2

Untuk dapat menentukan valid atau tidaknya suatu tes, maka

setelah didapat nilai rxy kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (tabel r

terlampir). Jika rxy ≥ rtabel maka dapat dinyatakan valid.

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien kevalidan

tes, maka menurut Guilford dalam M. Subana dan Sudrajat (2001)

digunakan kriteria sebagai berikut :

Page 96: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-96

Interpretasi Koefisien Validitas Nilai r

Besarnya nilai r Interpretasi0,81 – 1,000,61 – 0,800,41 – 0,600,21 – 0,400,00 – 0,20

Korelasi sangat tinggiKorelasi tinggi

Korelasi cukup/sedangKorelasi rendah

Korelasi sangat rendah

1. Validitas Tes

Contoh soal :

Sebuah tes bidang studi matematika dicobakan pada dua kelompok murid

yang berjumlah 14 orang tiap kelompok, skor hasil tes dari kedua

kelompok tersebut seperti berikut :

No urut peserta X Y X2 Y2 XY

1 31 24 961 576 744

2 36 34 1296 1156 1224

3 36 36 1296 1296 1296

4 30 29 900 841 870

5 38 36 1444 1296 1368

6 37 36 1369 1296 1332

7 38 24 784 576 672

8 37 31 1396 961 1147

9 36 31 1296 961 1116

10 36 27 1296 729 972

11 38 36 1444 1296 1368

12 38 35 1444 1225 1330

13 40 35 1600 1225 1400

14 34 32 1156 1024 1088

JUMLAH 495 446 17655 14458 15927

Tentukan validitas tes tersebut!

Jawab :

Kelompok A : 31,36,36,30,38,37,28,37,36,36,38,38,40,34

Page 97: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-97

Kelompok B : 24,34,36,29,36,36,24,31,31,27,36,35,35,32

Berdasarkan rumus product moment adalah :

= (∑ ) − (∑ )(∑ )[ ∑ − (∑ ) ] . [ ∑ − (∑ ) ]

= 14(15927) − (495)(446)[14.17655 − (495) ]. [14.14458 − (446) ]

= 222978 − 220770[247170 − 245025]. [220412 − 198916]

= 2208√2145.3496

= 2208√7498920

= 22082738,4 = 0,806Menentukan rtabel dengan N = 14 orang, dan α = 5%, maka didapat rtabel =

0,532.

Karena rxy ≥ rtabel maka tes adalah valid dengan korelasi sangat tinggi.

2. Validitas Butir Soal atau Validitas Item

Untuk soal-soal bentuk objektif,skor untuk item biasanya diberikan

dengan angka 1 (bagi item yang dijawab benar) dan 0 (bagi item yang dijawab

salah),sedangkan skor total selanjutnya merupakan jumlah dan skor untuk

semua item yang membangun soal tersebut.

Contoh perhitungan :

Tabel analisis item untuk perhitungan

validitas item

No NamaButir soal/item Skor

total1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Lala 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 8

2 Indah 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 5

3 Dewi 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 4

Page 98: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-98

4 Tesi 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 5

5 Tini 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6

6 Reang 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 4

7 Naya 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7

8 Willy 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8

Contoh :

Jika dihitung validitas item nomor 5,maka skor item tersebut disebut variabel X

dan skor total disebut Variabel Y.Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan

menggunakan rumus korelasi product moment,baik dengan rumus simpangan

maupun rumus angka kasar.

Tabel persiapan untuk menghitung

Validitas item nomor 5

No nama X Y X2 Y2 XY Keterangan

1 Lala 1 8 1 64 8 X = skor item no 5

Y = skor total2 Indah 0 5 0 25 0

3 Dewi 1 4 1 16 4

4 Tesi 1 5 1 25 5

5 Tini 1 6 1 36 6

6 Pooh 0 4 0 16 0

7 Naya 1 7 1 49 7

8 Willy 1 8 1 64 8

jumlah 6 46 6 288 37

Kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus korelasi product moment dengan

rumus angka kasar berikut :

= (∑ ) − (∑ )(∑ )[ ∑ − (∑ ) ] . [ ∑ − (∑ ) ]

= 8 .37 − 6 .46(8 .6 − 6 ). (8 .288 − 46 )

= 296 − 276(48 − 36). (2304 − 2116)

Page 99: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-99

= 20√12 .188

= 20√2256

= 2047,497 = 0, 421Menentukan rtabel dengan N = 8 orang, dan α = 5%, maka didapat rtabel = 0,707.

Karena rxy ≤ rtabel maka butir soal nomer 5 adalah tidak valid.

B. Reliabilitas

1. Pengertian Reliabilitas

Reliabel berarti dapat dipercaya. Reliabilitas berarti dapat

dipercayanya sesuatu. Tes yang reliabel berarti bahwa tes itu dapat

dipercaya. Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul

data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan

bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-

jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel

akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat

tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun alat

penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Tes

hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan

kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang

sama.

Ajeg atau tetap tidak selalu harus sama, tetapi mengikuti perubahan

secara ajeg. Jika keadaan si A mula-mula berada lebih rendah

dibandingkan dengan B, maka jika diadakan pengukuran ulang, si A juga

berada lebih rendah dari B. Itulah yang dikatakan ajeg atau tetap, yaitu

sama dalam kedudukan siswa diantara kelompok yang lain. Tentu saja

Page 100: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-100

tidak dituntut semuanya tetap. Besarnya ketetapan itulah menunjukkan

tingginya reliabilitas instrumen.

2. Cara Menentukan Besarnya Reliabilitas

Untuk menentukan besarnya reliabilitas (R) dari suatu tes,

dipergunakan cara yang disebut teknik korelasi. Teknik korelasi adalah

suatu cara atau metode untuk menunjukkan adanya dan besarnya

hubungan antara peristiwa atau hal. Besarnya hubungan dinyatakan dalam

bentuk angka. Angka yang menunjukkan besarnya hubungan itu disebut

angka-korelasi atau koefisien korelasi. Koefisien korelasi ini dinyatakan

dengan angka dari -1 s.d. +1.

Angka 1, menunjukkan adanya hubungan yang sempurna. Tanda

plus dan minus, menunjukkan arah dari hubungan yang positif atau

sejalan. Jika yang satu naik, maka yang lain juga naik. Dan sebaliknya,

jika yang satu turun, maka yang lain akan turun pula.

Guna menentukan besarnya reliabilitas dari suatu tes, dapat

ditempuh tiga cara, yaitu:

a. Self-korelasi

Cara self-korelasi ini disebut juga self testing atau tes retes.

Dalam hal ini kita hanya mempergunakan sebuah tes, untuk diketahui

reliabilitasnya. Adapun caranya adalah sebagai berikut:

Tes yang akan kita cari reliabilitasnya itu kita berikan kepada

sekelompok murid. Kemudian selang beberapa lama (hari lain), tes

tersebut kita berikan lagi kepada kelompok murid yang sama.

Dari hasil-hasil tes yang pertama kita bandingkan dengan

hasil-hasil tes yang kedua, dengan mencari angka korelasinya. Angka

korelasi inilah yang akan menunjukkan besar kecilnya reliabilitasnya

dari tes tersebut. Dan angka ini disebut angka reliabilitas atau

reliability-coefficient.

b. Korelasi dari bentuk ekuivalen

Yang dimaksud dengan bentuk ekuivalen disini adalah bentuk-

bentuk yang sebanding, yaitu dua buah tes atau lebih yang mempunyai

Page 101: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-101

kualitet dan tingkat kesukaran yang sama dan diambil dari bahan yang

sama. Hanya saja, seolah-olah item-itemnya dibuat berlainan.

Untuk mengetahui reliabilitas dari tes bentuk ekuivalen ini kita

pergunakan cara sebagai berikut:

Kita ambil dua buah tes, kemudian dua tes ini kita berikan

kepada sekelompok murid yang sama. Dalam hal ini waktu

pelaksanaan testing hendaknya diusahakan dapat dilaksanakan dalam

satu hari saja. Sebab, dengan berbedanya hari pemberian tes itu

memungkinkan adanya perbedaan-perbedaan kondisi dan situasi. Baik

situasi dan kondisi yang terdapat pada anak, maupun perbedaan

kondisi dan situasi dari saat pelaksanaan tes. Sehingga reliabilitas

yang diperoleh kurang menunjukkan hasil yang sebenarnya. Tetapi,

jika tes itu dilaksanakan dalam satu hari saja, maka hal-hal yang

demikian itu sejauh mungkin dapat dihindarkan.

Kelemahan dari metode ini adalah bahwa pengetes

pekerjaannya berat karena harus menyusun dua seri tes. Lagi pula

harus tersedia waktu yang lama untuk mencobakan dua kali tes.

c. Split-halves korelasi

Dengan cara split-halves korelasi ini, kita hanya

mempergunakan sebuah tes saja, dan diberikan kepada sekelompok

murid satu kali saja. Cara ini ditempuh apabila cara yang pertama dan

kedua sulit untuk dilaksanakan.

Biarpun disini hanya digunakan sebuah tes, dan diberikan satu

kali saja, tetapi pada waktu menscorenya, kita adakan splitting, yaitu

tes tersebut kita bagi menjadi dua bagian. Sehingga tiap murid

mempunyai dua buah skor.

Untuk membagi tes tersebut menjadi dua bagian, dapat

ditempuh dengan beberapa cara, di antaranya ialah:

1) Membagi menjadi dua kelompok atas norma-norma genap dan

ganjil. Sehingga jika dijumlah item tes itu ada 50.

Page 102: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-102

2) Membagi item-item yang ekuivalent, kemudian dikumpulkan,

sehingga tiap kelompok berjumlah seperdua dari keseluruhan tes.

3) Membagi kelompok-kelompok item menjadi dua bagian,

kemudian bagian-bagian itu dikumpulkan menjadi dua kelompok.

3. Jenis – jenis Reliabilitas

Secara garis besar ada dua jenis reliabilitas, yaitu:

a. Reliabilitas eksternal

Ada dua cara untuk menguji reliabilitas eksternal sesuatu

instrumen yaitu dengan teknik paralel dan teknik ulang. Apabila

peneliti ingin menggunakan teknik pertama yakni teknik paralel,

peneliti mau tidak mau harus menyusun dua stel instrumen. Kedua

instrumen tersebut sama-sama diujicobakan kepada sekelompok

responden saja (responden mengerjakan dua kali) kemudian hasil dari

dua kali tes uji coba tersebut dikorelasikan, dengan teknik korelasi

product-moment atau korelasi pearson. Tinggi rendahnya indeks

korelasi inilah yang menunjukkan tinggi rendahnya reliabilitas

instrumen. Oleh karena dalam menggunakan teknik ini peneliti

mempunyai dua instrumen dan melakukan dua kali tes, maka disebut

teknik double test double trial.

Teknik reliabilitas eksternal kedua adalah teknik ulang. Dengan

teknik ini peneliti hanya menyusun satu perangkat instrumen.

Instrumen tersebut diujicobakan kepada sekelompok responden,

hasilnya dicatat. Pada kali lain instrumen tersebut diberikan kepada

kelompok yang semula untuk dikerjakan lagi, dan hasil yang kedua

juga dicatat. Dengan teknik ini peneliti hanya menggunakan satu tes

tetapi dilaksanakan dua kaliuji coba. Maka teknik ini juga disebut

sebagai teknik single test double trial.

b. Reliabilitas internal

Kalau reliabilitas eksternal diperoleh dengan cara mengolah

hasil pengetesan yang berbeda, baik instrumen yang berbedamaupun

Page 103: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-103

yang sama, reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis

data dari satu kali hasil pengetesan.

Kadang penggunaan teknik yang berbeda menghasilkan indeks

reliabilitas yang berbeda pula. Hal ini wajar saja karena kadang-

kadang dipengaruhi oleh sifat atau karaskteristik datanya sehingga

dalam perhitungan diperoleh angka berbeda sebagai akibat

pembulatan angka.

4. Rumus Mencari Reliabilitas

a. Mencari reliabilitas dengan rumus Spearman-Brown

Dalam menghitung reliabilitas dengan teknik ini peneliti harus

melalui langkah yaitu membuat tabel analisis butir soal atau butir

pertanyaan. Dari analisis ini skor-skor dikelompokkan menjadi dua

berdasarkan belahan bagian soal. Ada dua cara membelah yaitu belah

ganjil-genap dan belah awal-akhir. Untuk mengetahui reliabilitas

seluruh tes harus digunakan rumus Spearman-Brown sebagai berikut:

Ket :

r11 = reliabilitas instrumen / koefisien reliabilitas keseluruhan

= rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua

belahan instrumen

xy = N ∑ XY (∑ X) (∑ Y)

{N ∑ X (∑ X) } {N ∑ Y ( ∑ Y) } Contoh: Tabel perhitungan reliabilitas dengan belah dua ganjil-genap:

No Nama

Item ganjil

(1,3,5,7,9)

(x)

Item genap

(2,4,6,8,10)

(y)

Skor

total

1.

2.

3.

Hartati

Yoyok

Oktaf

5

3

0

3

2

4

8

5

4

r11 =

+

Page 104: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-104

4.

5.

6.

7.

8.

Wendi

Diana

Paul

Susana

Helen

3

3

4

4

3

2

3

0

3

5

5

6

4

7

8

Kelanjutan dari tabel ini adalah mengtung dengan rumus korelasi

product moment.dengan menggunakan kalkulator diketahui bahwa:

∑ = 25 ∑ = 93 ∑ = 22 ∑ = 76 ∑ = 63 xy =

N ∑ XY (∑ X) (∑ Y){N ∑ X (∑ X) } {N ∑ Y ( ∑ Y) }

= × ×( × ) ( × ) = √ = −0,3786

Harga tersebut baru menunjukkan reliabilitas separuh tes. Oleh

karena itu, rxy untuk belahan ini disebut dengan istilah atau rgg

singkatan dari rganjil-genap. Untuk mencari relialibilitas seluruh tes

digunakan rumus spearman–brown yang rumusnya telah dikemukaan di

atas. Jika koefisien reliabilitas sparuh tes ini dimasukkan kedalam rumus

hitunganya demikian :

r11 =

+ = × ,

+( , )∗ = ,, = -0,5493

b. Mencari reliabilitas dengan rumus Flanagan

Untuk mencari reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus

Flanagan, kita juga harus melakukan anlisis butir dahulu dan

menggunakan teknik belah dua ganjil-genap. Rumusnya adalah sebagai

berikut:

r = 2(1 − − )

Page 105: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-105

Dengan keterangan:

r = reliabilitas instrumen

= varians belahan pertama (varians skor butir-butir ganjil)

= varians belahan kedua (varians skor butir-butir genap)

= varians skor total

Dengan demikian bagi peminat yang menghitung dengan

kalkulator statistik varians ini diperoleh dengan mengkuadratkan standar

deviasi. Untuk mereka yang tidak menggunakan kalkulator statistik maka

varians dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

= ∑ (∑ )

Berdasarkan data tabel belahan ganjil-genap perhitungannya adalah

sebagai berikut:

= = ,

= 1,859

= = ,

= 1,937

= = ,

= 2,36

Dimasukkan ke dalam rumus diperoleh demikian:

r = 2(1 − − )r = 2 1 − , ,

, = 2(1−(−0,033)) = 2(1 0,033) = 2,066

c. Mencari reliabilitas dengan rumus Rulon

Untuk menguji reliabilitas instrumen dengan rumus Rulon, kita

juga harus melalui langkah analisis butir.

Rumusnya adalah:

= 1 −

Page 106: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-106

Dengan keterangan:

= reliabilitas instrumen

= varians beda (varians difference)

= varians total atau varians skor total

d = difference yaitu perbedaan antara skor belahan awal dengan skor

belahan akhir

Untuk memperjelas keterangan maka tabel belahan awal-akhir

dikutip disini lagi.

No Nama Skor awal Skor akhir d (beda)

1

2

3

4

5

6

7

8

Hartati

Yoyok

Oktaf

Wendi

Diana

Paul

Susana

Helen

3

2

1

3

5

3

5

3

5

3

3

2

1

1

2

5

-2

-1

-2

1

4

2

3

-2

Dengan kalkulator atau hitungan biasa diketahui bahwa:

∑d = 3

∑d = 43Dari perhitungan terdahulu diketahui bahwa varians total = 2,36

Vd = ∑ (∑ )

= = ,

= 5,324

Dimasukkan ke dalam rumus Rulon

= 1 − = 1− ,, = 1 − 2,218 = −1,218

d. Mencari reliabilitas dengan rumus K-R 20

Apabila peneliti memiliki instrumen dengan jumlah butir

pertanyaan ganjil, maka peneliti tersebut tidak mungkin menggunakan

Page 107: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-107

teknik belah dua untuk mengujikan reliabilitasnya. Untuk ini maka ia

boleh menggunakan rumus K-R 20.

Rumus:

Dengan keterangan:

r = reliabilitas instrumen

K = banyaknya butir pertanyaan

Vt = varians total

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab dengan salah (q = 1 − p)∑pq= jumlah hasil perkalian antara p dan q

Untuk memberikan contoh perhitungan mencari reliabilitas yang

menggunakan rumus K-R 20 ini akan dibuatkan tabel analisis item yang

lain.

Tabel perhitungan mencari reliabilitas tes dengan rumus K-R 20

No NamaNomor item Skor

total1 2 3 4 5 6 7

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Wardoyo

Benny

Hanafi

Rahmad

Tanti

Nadia

Tini

Budi

Daron

Yakob

1

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

1

0

1

0

1

0

1

1

0

1

1

0

1

0

1

0

0

0

0

1

0

0

1

0

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

0

1

0

0

1

0

0

0

0

1

1

1

0

0

0

0

0

0

5

5

2

6

2

4

3

3

3

2

r = ( K− 1) (Vt − ∑ pqVt )

Page 108: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-108

Np

p

q

pq

2

0,2

0,8

0,16

5

0,5

0,5

0,25

4

0,4

0,6

0,24

7

0,7

0,3

0,21

10

1

0

0

4

0,4

0,6

0,24

3

0,3

0,7

0,21

35

1,31

Dimasukkan ke dalam rumus K-R 20

r = ( K− 1) (Vt − ∑ pqVt )Vt = =

, = 1,85r = ( )( , ,

, ) =1,17 × ,, = 1,17 × 0,29 = 0,3415 ≈ 0,342

e. Mencari reliabilitas dengan rumus K-R 21

K-R adalah singkatan dari Kuder dan Richardson, duaorang ahli

matematika dan statistik yang banyak menemukan rumus-rumus. Dua

buah rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen

penelitian adalah rumus K-R 20 dan K-R 21. Rumus K-R 20 sudah selesai

dibicarakan, lengkap dengan contoh penggunaannya. Berikut ini

disampaikan rumus K-R 21 beserta contoh penggunaannya.

Rumus K-R 21:

Dengan keterangan:

r11= reliabilitas instrumen

K = banyaknya butir pertanyaan

Vt = varians total

M = Skor rata-rata

Dengan menggunakan tabel yang sudah ada di atas, maka dapat

diketahui:

M = ∑ XN = = 3,5

r = 77 − 1 1 − 3,5(7 − 3,5)7 × 1,85

r = ( K− 1)(1 − M(K − M)K Vt )

Page 109: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-109

= (1,17) (1 − ×, ) = 1,17 × 1 − ,

, = 1,17 × 0,0541 =0,0633

Jika dibandingkan reliabilitas yang dihitung dengan K-R 20 dan K-

R 21 lebih besar yang pertama. Memang menggunakan rumus K-R20

cenderung memberikan hasil yang lebih tinggi, tetapi pekerjaannya lebih

rumit.

f. Mencari reliabilitas dengan rumus Hoyt

Untuk instrumen yang penskorannya 1 dan 0 masih ada lagi cara

lain untuk mengetahui reliabilitasnya yaitu dengan rumus Hoyt.

Rumusnya ada dua macam, yaitu:

Atau

Dengan keterangan:

r = reliabilitas instrumen

= varians responden

s = varians sisa

Untuk mencari reliabilitas untuk soal dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

Langlah 1

Mencari jumlah kuadrat responden dengan rumus :

JK(r) = ∑ X – (∑ X )

×NKeterangan:

JK(r) = jumlah kuadrat responden

Xt = skor total tiap responden

K = banyaknya item

N = banyak responden atau subjek

Langkah 2

Mencari jumlah kuadrat item dengan rumus:

JK(i) = ∑

N – (∑ X )×N

r = 1 − VV r = − VV

Page 110: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-110

Keterangan:

JK(i) = jumlah kuadrat item

∑ = jumlah kuadrat jawab benar seluruh item.

(∑ ) = kuadrat dari jumlah skor total

Langkah 3

Mencari jumlah kuadrat total dengan rumus:

JK( ) = (∑ ) (∑ )(∑ ) (∑ )Keterangan:

JK(t) = jumlah kuadrat total

∑ = jumlah jawab benar seluruh item

∑ =jumlah jawab salah seluruh item

Langkah 4

Mencari jumlah kuadrat sisa, dengan rumus:

JK(S) = JK(t) – JK(r) – JK(i)

Langkah 5

Mencari varians responden dan varians sisa dengan tabel analisis

variansi.

Dalam mencari varians ini dilakukan d.b (derajat kebebasan) dari

masing-masing sumber varians kemudian d.b ini digunakan sebagai

penyebut terhadap setiap jumlah kuadrat untuk memperoleh variansi.

d.b. = banyaknya N setiap sumber variansi dikurangi 1.

Jadi Variansi = jumlah kua at.b

Langkah 6

Masukan kedalam rumus r11

Contoh perhitungan:

Dengan menggunakan tabel analisis item yang digunakan untuk

mencari reliabilitas tes dengan rumus K-R.20 dapat dicari reliabilitas

dengan rumus Hoyt.

Page 111: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-111

Namun karena bilangan-bilangan yang diperlukan dalam tabel

tersebut belum lengkap, kiranya lebih baik jika dikutifkan sekali lagi

dalam tabel berikut:

No Nama

Nomor itemSkor total(x)

Kuadrat skor total(x2)

1 2 3 4 5 6 7

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Wardoyo

Benny

Hanafi

Rahman

Tanti

Nadia

Tini

Budi

Daron

Yakob

1

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

1

0

1

0

1

0

1

1

0

1

1

0

1

0

1

0

0

0

0

1

0

0

1

0

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

0

1

0

0

1

0

0

0

0

1

1

1

0

0

0

0

0

0

5

5

2

6

2

4

3

3

3

2

25

25

4

36

4

16

9

9

9

4

Jumlah jawab benar

Kuadratjumlah jawab benar

2

4

5

25

4

16

7

49

10

100

4

16

3

9

35

(∑ )141

(∑ )Jumlah kuadrat

jumlah jawab benar219

Jumlahjawab salah

8 5 6 3 0 6 7 35

Berdasarkan tabel ini dapat dicari reliabilitas soal dengan rumus

Hoyt melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah 1. Mencari jumlah responden

JK(r) = ∑ X – (∑ X )

×N = – × = 2,643

Langkah 2. Mencari jumlah kuadrat item dengan rumus:

JK(i) = ∑

N – (∑ X )×N

Page 112: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-112

= – × = 4,4Langkah 3. Mencari jumlah kuadrat total dengan rumus:

JK( ) = (∑ ) (∑ )(∑ ) (∑ )JK( ) = ( )( )

( )+( ) = = 17,5

Langkah 4. Mencari jumlah kuadrat sisa, dengan rumus:

JK(S) = JK(t) – JK(r) – JK(i)

= 17,5−2,643 − 4,4 = 10,457Langkah 5. Mencari varians responden dan varians sisa dengan tabel

analisis variansi.

Sumber

Variansi

Jumlah

Kuadratd.b Varians

Responden

Item

Sisa

Total

2,643

4,4

10,457

17,5

9(10 − 1)

6(7 − 1)

54(69 − 9 − 6)

69(70 − 1)

,= 0,294

,= 0,733

,= 0,1936

17,569 = 0,254

Untuk mencari d.b sisa, harus dicari d.b total dahulu barui di kurangin

d.b responden dan d.b item

- d.b total = K × − 1 = 7 × 10 − 1 = 70 − 1 = 69- d.b responden = − 1 = 10 − 1 = 9- d.b item = K − 1 = 7 − 1 = 6- d.b sisa = d.b total− d. re ponden − d. i e

= 69 − 9 − 6 = 54Langkah 6. Masukan kedalam rumus

r = 1 − VV

Page 113: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-113

= 1 − ,, = 1 − 0,658 = 0,342 (sama dengan K-R 20)

g. Mencari reliabilitas dengan rumus Alpha

Enam jenis teknik untuk mencari reliabilitas yang sudah

dibicarakan hanya dapat digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen

yang skornya 1 dan 0. Jika dihubungkan dengan pengertian variabel,

hanya untuk skor dengan variabel diskrit. Banyak pertanyaan diajukan

oleh peneliti pemula bagaimana cara mencari reliabilitas instrumen yang

skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai (misalnya 0-10 atau

0-100) atau yang terbentuk skala 1-3, 1-5, atau 1-7 dan seterusnya.

Beberapa peneliti mengambil langkah pintas yakni mengubah skor bukan

1 dan 0 menjadi 1 dan 0 misalnya jika skor antara 1 sampai dengan 5,

asal skor lebih dari diberi skor baru 1 dan kurang dari diberi skor 0.

Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang

skornya bukan1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian.

Rumus Alpha:

b

Dengan keterangan:

r = reliabilitas instrumen.

K = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.

∑ = jumlah varians butir.

= varians total.

= ∑ X (∑ )

= ∑ Y (∑ )

Demikian cara-cara untuk menguji reliabilitas instrumen yang

dilakukan dengan rumus-rumus statistik. Instrumen yang berbentuk tes

prestasi belajar dan angket yang dijawab dengan ”iya” atau “tidak” diuji

r = {( ) } {1 − ∑ }

Page 114: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-114

reliabilitasnya dengan teknik dan rumus-rumus tersebut. Untuk tes

prestasi belajar yang berbentuk uraian atau angket dan skala bertingkat

(rating scale) diuji dengan rumus Alpha.

h. Mencari reliabilitas pengamatan (observasi)

Metode pengamatan atau observasi dilakukan oleh pengamat

dengan sasaran benda diam atau proses. Untuk sasaran benda diam, data

dapat diambil lagi sewaktu-waktu apabila ada keraguan pada diri peneliti.

Sebaliknya apabila sasarannya suatu proses, pengulangan pengamatan

hampir tidak mungkin dilakukan kecuali peneliti mempunyai rekaman

video atau film yang dapat menunjukkan proses yang diamati. Inilah

salah satu kelemahan dari metode pengamatan. Kelemahan lain dari

pengamatan, terletak pada diri pengamat. Bagaimanapun pengamat untuk

bersifat netral, unsur sujektivitas diri tentu masih mengiringi kegiatan

sehingga hasilnya menjadi tidak dapat 100% objektif. Demikianlah

apabila pengamatan dilakukan oleh dua orang, maka perbedaan hasil

pengamatan terhadap suatu objek proses akan dapat sangat berbeda

karena latar belakan pribadi yang mewarnai pengamatan serta intensitas

subjektivitas yang berbeda pula.

Jika pengamatnya lebih dari dua orang, perlu diadakan penyamaan

antar pengamat sehingga dicapai persamaan persepsi dari semua

pengamat yang akan bekarja mengumpulkan data.

Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan,

digunakan teknik pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang paling

banyak digunakan, dikemukakan oleh H.J.K. Fernandes (1984), penulis

modifikasi sebagai berikut:

Dengan keterangan:

KK = koefisien kesepakatan

S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama

KK = 2S

Page 115: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-115

N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1

N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2

5. Batas Keputusan Reliabilitas

Pembuatan keputusan apakah sebuah tes dapat dinyatakan reliabel

atau tidak didasarkan pada batas untuk membuat keputusan reliabilitas.

Angka koefisien reliabilitas yang dihitung melalui berbagai metode

pengujian reliabilitas masih harus dikonfirmasikan dengan batas tertentu

untuk dapat ditafsirkan reliabel atau tidak. Tes dapat dinyatakan reliabel

apabila koefisien yang diperoleh melalui perhitungan menggunakan

metode pengujian reliabilitas tertentu lebih besar dibandingkan dengan

batas keputusan reliabilitas.

Tidak ada angka koefisien batas yang pasti yang dapat digunakan

sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu koefisien reliabilitas hasil

perhitungan menunjukkan reliabel atau tidak. Batas reliabilitas bersifat

sangat relatif akan sangat tergantung pada kepentingan penilai atau

pengumpul data. Menurut Azwar (1995), koefisien reliabilitas harus

diusahakan setinggi mungkin, namun koefisien yang tidak tinggi dapat

dianggap cukup dalam pengukuran tertentu yang tidak digunakan sebagai

dasar pengambilan keputusan yang bersifat individual. Gronlund dan Linn

(1990) memberikan argumentasi yang lebih ekstensif. Menurutnya, derajat

reliabilitas dalam pengukuran pendidikan sangat bergantung kepada

keputusan yang akan dibuat. Beberapa pertimbangan dalam menentukan

seberapa tinggi seharusnya sebuah reliabilitas: 1) Tingkat pentingnya

keputusan. Apabila keputusan yang diambil berdasarkan skor yang

dikumpulkan dari tes mempunyai konsekuensi yang sangat penting bagi

siswa maka menuntut tes dengan reliabilitas yang sangat tinggi.

Sebaliknya, bila keputusan dati hasil tes tidak menimbulkan konsekuensi

yang serius maka tes dengan reliabilitas yang lebih rendah dapat

digunakan. 2) Dapat tidaknya keputusan dapat diperbaiki dalam waktu

yang cepat. Dalam tahap awal pengambilan keputusan pendidikan,

reliabilitas yang rendah mungkin cukup karena kesalahan pengambilan

Page 116: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-116

keputusan dapat diperbaiki segera. Misalnya tes untuk pengelompokkan

siswa di mana siswa yang salah dikelompokkan dapat dengan mudah

dipindahkan jika terdapat bukti baru untuk memindahkannya. Sebaliknya,

bila keputusan membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki maka

tes untuk pengumpulan data harus mempunyai reliabilitas yang tinggi. 3)

Jaminan yang kita butuhkan sehubungan dengan keputusan yang dibuat.

Jaminan yang lebih besar mempersyaratkan reliabilitas yang lebih tinggi.

Beberapa pendapat lain memberikan batas reliabilitas dengan lebih

tegas. Kerlinger (1996) memberikan petunjuk tentang batas untuk

menafsirkan reliabilitas tes. Menurutnya, reliabilitas adalah koefisien

determinasi, proporsi varians bersama antara skor yang diperoleh

(observed score) dengan skor murni (true score). Oleh karenanya,

penafsiran koefisien reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan

tabel product moment setelah mengubah koefisien determinasi menjadi

korelasi dengan mengakarkannya. Aiken (1995) mengutarakan seberapa

tinggi seharusnya koefisien reliabilitas yang diperoleh dari skor tes sangat

bergantung pada apa yang akan dilakukan atas skor. Namun, dia

memberikan beberapa petunjuk. Jika skor digunakan untuk menentukan

apakah dua kelompok berbeda signifikan maka koefisien reliabilias 0,65

sudah memberikan kontribusi dalam keputusan. Tetapijika skor digunakan

untuk membandingkan penampilan individu yang berbeda maka koefisien

reliabilitas paling tidak 0,85. Gronlund dan Linn (1990) menyatakan

bahwa koefisien korelasi yang digunakan untuk menentukan reliabilitas

dihitung dan ditafsirkan sebagai indeks korelasi sehingga batas koefisien

korelasi adalah korelasi berdasarkan hasil konfirmasi dengan tabel korelasi

product moment pada jumlah sampel dan tingkat kesalahan tertentu. Pada

hakikatnya indeks reliabilitas merupakan korelasi tes dengan tes itu sendiri

untuk melihat apakah tes memberikan hasil pengukuran yang stabil dan

konsisten. Oleh karena indeks reliabilitas merupakan korelasi hitung, maka

batas kriteria reliabilitas adalah tabel korelasi. Bila rhitung > rtabel maka

kedua skor hasil pengukuran tes berkorelasi signifikan. Signifikansi

Page 117: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-117

korelasi menunjukkan adanya konsistensi sehingga tes telah dapat

dikatakan reliabel.

C. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran merupakan salah satu ciri yang perlu diperhatikan,

karena tingkat kesukaran tes menunjukkan seberapa sukar atau mudahnya

butir-butir tes atau tes secara keseluruhan yang telah diselenggarakan. Butir

tes yang baik adalah butir yang memiliki tingkat kesukaran yang sedang,yaitu

yang dapat dijawab dengan benar oleh sekitar 40 sampai 80 persen peserta tes,

sebab butir tes yang hanya dijawab oleh 10 persen atau bahkan 10 persen atau

bahkan 90 persen akan sulit dibedakan manakah kelompok yang benar-benar

mampu dan kelompok yang benar-benar kurang mampu dalam menjawab

soal.

Butir tes harus diketahui tingkat kesukarannya karena setiap pembuat

tes harus mengetahui apakah soal itu sukar, sedang atau mudah. Tingkat

kesukaran tas adalah pernyataan tentang sebarapa mudah atau seberapa sukar

sebuah butir tes itu bagi testee atau siswa terkait. Tingkat kesukaran itu dapat

dilihat dari jawaban siswa. Semakin sedikit jumlah siswa yang dapat

menjawab soal itu dengan benar, berarti soal itu termasuk sukar, dan

sebaliknya, semakin banyak siswa yang dapat menjawa soal itu dengan benar,

berarti itu mengindikasikan soal itu tidak sukar atau mudah.

Dalam proses analisis tes, seorang guru hendaknya meninjau ulang

validitas dan susunan redaksional butir tes yang dibuatnya. Jika ternyata butir

tes tidak valid, maka keputusan yang harus diambil adalah membuang butir tes

tersebut. Jika ternyata butir tes itu valid, maka perlu diadakan revisi terhadap

susunan redaksi tes. Valid yang dimaksud di sini adalah terdapat keterwakilan

dan relevansi dengan kemampuan yang harus diukur sesuai GBPP yang

diberlakukan.

Menurut Witherington (1986), angka indeks kesukaran item itu

besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Artinya angka indeks

kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan paling tinggi adalah 1,00. Angka

Page 118: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-118

indeks kesukaran sebesar 000 (P = 0,00) merupakan petunjuk bagi tester

bahwa butir item tersebut termasuk dalam kategori item yang terlalu sukar,

sebab di sini seluruh testee tidak dapat menjawab item dengan betul (yang

dapat menjawa dengan betul = 0). Sebaliknya apabila angka indeks kesukaran

item itu adalah 1,00 (P = 1, 00) hal ini mengandung makna bahwa butir item

yang bersangkutan adalah termasuk dalam kategori item yang terlalu mudah,

sebab di sini seluruh testee dapat menjawa dengan betul butir item yang

bersangkutan (yang dapat menjawa dengan benar butir = 100% = 100 : 100 =

1,00).

0.0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,00

Terlalu Sukar Terlalu mudah

Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran butir tes

adalah :

TK = .Ket.

TK= Tingkat Kesukaran

B = Jumlah skor siswa yang menjawab dengan benar

N = Jumlah siswa

Contoh :

Dalam evaluasi tes yang menggunakan bentuk pilihan ganda dan essay

yang diperoleh skor siswa-siswi dan tingkat kesukatran sebagai berikut.

Skor Evaluasi

NO. NAMA SKOR PILIHAN GANDA SKOR ESSAY

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Nurlaela 1 0 1 1 1 5 6 10

2. Yomi 1 0 1 1 1 5 6 10

3 Khamidah 1 0 1 1 1 5 6 9

4. Dini 1 0 1 0 1 4 5 9

5. Winy 1 0 1 0 1 3 5 8

Page 119: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-119

6. Nurkhomsah 1 0 1 0 1 3 4 8

7. Hidayati 1 0 0 0 1 3 3 7

8. Farhan 1 0 0 0 1 3 3 7

9. Muiz 1 0 0 0 1 2 3 5

10. Diar 1 0 0 0 0 2 2 5

11. Marwan 1 0 0 0 0 1 2 5

12. Hamid 1 0 0 0 0 1 2 3

Jml Benar 12 0 6 3 9 37 47 5

Skor Maks 1 1 1 1 1 5 6 86

Tingkat Kesukaran 1 0 0,5 0,25 0,75 0,62 0,65 0,72

Secara lebih, penafsiran tingkat kesukaran dapat diperhatikan sebagai

berikut :

0,00 Sangat Sukar

0,01 – 0,39 Sukar

0,40 – 0,80 Sedang (baik)

0,81 – 0,99 Mudah

1,00 Sangat Mudah

Untuk sebuah butir tes yang ideal, tingkat kesukaran butir berkisar

antara 0,4 hingga 0,8.

Setelah berhasil dilakukan identifikasi butir-butir item mana yang

derajat kesukarannya termasuk dalam kategori cukup, terlalu sukar dan terlalu

mudah, maka yang menjadi pokok permasalahan sekarang adalah

menindaklanjuti hasil item tersebut. Jika evaluasi itu tidak ditindaklanjuti

maka pekerjaan itu akan menjadi mubadzir atau sia-sia belaka.

Dalam kaitannya dengan hasil analisis item dari segi derajat

kesukarannya seperti telah dikemukakan di atas maka tinjak lanjut yang perlu

dilakukan oleh tester adalah sebagai berikut:

Pertama, untuk butir-butir item yang berdasarkan hasil analisis

termasuk dalam kategori baik (dalam arti derajat kesukaran itemnya cukup

atau sedang), seyogyanya butir item tersebut segera dicatat dalam buku bank

Page 120: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-120

soal. Selanjutnya butir-butir tersebut dapat dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil

belajar pada waktu-waktu yang akan datang.

Kedua, untuk butir-butir item yang termasukdalam kategori terlalu

sukar, ada kemungkinan tindak lanjut, yaitu: (1) Butir itu dibuang atau didrop

dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan datang.

(2) Diteliti ulang, dilacak dan ditelusuri sehingga dapat diketahui faktor yang

menyebabkan butir item yang bersangkutan sulit dijawab oleh testee; Apakah

kalimat soalnya yang kurang jelas, apakah petunjuk cara mengerjakan

(manjawab) soalnya sulit dipahami, ataukah dalam soal tersebut

terdapatistilah-istilah yang tidak jelas, dan sebagainya. Setelah dilakukan

perbaikan kembali,butir-butir item tesebut dikeluarkan lagi dalam tes hasil

belajar yang akan datang. (3) Haruslah dipahami bahwa tidak setiap butir iten

yang termasuk dalam kategori terlalu sukar itu sama sekali tidak memiliki

kegunaan. Butir-butir item yang terlalu sukar itu sewaktu-waktu masih dapat

diambil manfaatnya, yaitu dapat digunakan dalam tes-tes (terutama tes seleksi)

yang sifatnya sangat ketat, dalam arti; sebagian dari teste tidak akan

diluluskan dalam tes seleksi tesebut. Dalam kondisi seperti itu sangat tepat

apabila butir-butir item yang dikeluarkan adalah butir-butir item yang

teermasuk kategori terlalu sukar dengan asumsi bahwa testee dengan

kemampuan yang rendah dengan mudah akan tersisihkan dari seleksi,

sedangkan testee yang memiliki kemampuan yang tinggi tidak akan telalu

sukar untuk lolos dari seleksi tersebut.

Ketiga, untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori yang

terlalu mudah, juga ada tiga kemungkinan tindaklanjutnya, yaitu (1) Butir item

tersebut dibuang atau didrop dan tidak akan dikeluarkan lagi danam tes-tes

hasil belajar yang akan datang. (2) diteliti ulang, dilacak dan ditelusuru secara

cermat guna mengetahui faktor yang menyebabkan butir item tersebut dapat

dijawab betul oleh hampir seluruh testee; ada kemungkinan optionatau

alternatif yang dipasangkan pada butir-butir item yang berangkutan “terlalu

kentera atau “terlalu mudah diketahui” oleh testee, mana option yang

merupakan kunci jawaban item dan mana option yang berfungsi sebagai

Page 121: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-121

pengecoh atau distraktor. Di sini tester berusaha memperbaiki atau

menggantinya dengan option yang lain sedemikian rupa sehingga antara kunci

jawaban dengan pengecoh sulit dibedakan oleh testee. Setelah dilakukan

perbaikan, item yang bersangkutan dicoba untuk dikeluarkan lagi pada tes

hasil belajar berikutnya, guna mengetahui apakah derajat kesukaran item itu

menjadi lebih baik dari pada sebelumnya, ataukah tidak. (3) Seperti halnya

butir-butir item yang terlalu sukar, butir-butir item yang terlalu mudah juga

mengandung manfat, bahwa butir-butir itenm yang termasuk dalam kategori

ini dapat dimanfaatkan pada tes-tes (terutama tes seleksi) yang sifatnya longar,

dalam arti bahwa sebagiab besar dari testee yang dinyatakan lulus dalam tes

seleksi tersebut. Dalam kondisi seperti ini adalah sangat bijaknasa apabila

butir-butir item yang dikeluarkan dalam tes seleksi itu adalah butir-butir item

yang termasuk dalam kategori terlalu mudah, sehingga tes seleksi tes itu boleh

dinyatakan hanya sebagai formalitas saja.

Dari uraian diatas maka tidak ada jeleknya untuk memasukkan butir-

butir item yang termasuk kategori terlalu sukar dan terlalu mudah di dalam

buku bank soal, karena sewaktu-waktu di dalam butir soal semacam itu

diperlukan,tester idak perlu membuat atau menyusun butir-butir item dengan

derajat kesukaran dan derajat kemudahan yang sangat tinggi.

D. Daya Beda

Salah satu ciri butir yang baik adalah mampu membedakan antara

kelompok atas (yang mampu) dan kelompok bawah (kurang mampu). Karena

itu butir harus diketahui daya bedenya. Daya beda adalah analisis yang

mengungkapkan seberapa besar butir tes dapat antara sswa kelompok tinggi

dengan siswa kelompok rendah. Siswa-siswi yang termasuk kelompok tinggi

adalah siswa yang mempunyai rata-rata skor paling baik. Siswa-siswi yang

termasuk kelompok terendah adalah siswa-siswi yang mempunyai rata-rata

skor yang rendah. Kelompok siswa-siswi yang pandai sering disebut dengan

istilah kelompok upper, dan kelompok siswa-siswi yang kurang pandai sering

disebut istilah kelompok lower.

Page 122: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-122

Tingkat daya pembeda butir-butir tes dinyatakan dalam skala indeks-

1,00 sampai dengan 1,00. Indeks tesebut dinamakan indeks diskriminasi, dan

umumnya dilambangkan dengan huruf D (singkatan dari discriminatory

power).

-1,00 0 1,00

Penjelasan :

Indeks –1,00 bererti butir tes terbaik, siswa-siswi kurang pandai dalam

kelompok lower dapat menjawab butir tes dengan sempurna, dan

kelompok yang paling pandai dalam uper tidak ada satupun yang mampu

menjawab dengan benar.

Indeks 0,00 berarti butir tes tidak dapat membedakan siswa yang pandai

dengan yang kurang pandai. Atau kemampun kelompok pandai (upper)

sama dengan kemampuan kelompok kurang pandai(lower).

Indeks 1,00 berarti butir tes secara sempurna dapat membedakan siswa

berdasarkan tingkat kemampuannya.

Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda butir tes

adalah :

DB= .Ket.

DB= Daya Beda

U = Kelompok tinggi

L = Kelompok rendah

Nup = Jumlah siswa Upper atau Lower

Langkah- langkah yang dilakukan untuk menganalisis daya pembeda

butir tes adalah sebagai berikut:

Mengurutkan jawaban siswa-siswi mulai dari yang tertinggi sampai yang

terendah.

Membagi kelompok atas dan kelompok bawah masing-masing 25% atau

30% atau 40%.

Page 123: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-123

Memberi skor 1 untuk setiap jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang

salah pada tes pilihan ganda, sedangkan pada tes essay, diberikan tes sesuai

dengan rentangan yang ditentukan.

Menghitung daya beda dengan rumus yang telah ditentukan.

Contoh :

Dalam evaluasi tes yang menggunakan bentuk pilihan ganda dan essay

diperoleh skor siswa-siswi dan daya beda sebagai berikut :

Skor Pilihan Ganda dan Essay

NO. NAMA SKOR PILIHAN GANDA SKOR ESSAY

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Nurlaela 1 0 1 1 1 5 6 10

2. Yomi 1 0 1 1 1 5 6 10

3 Khamidah 1 0 1 1 1 5 6 9

4. Dini 1 0 1 0 1 4 5 9

5. Winy 1 0 1 0 1 3 5 8

6. Nurkhomsah 1 0 1 0 1 3 4 8

7. Hidayati 1 0 0 0 1 3 3 7

8. Farhan 1 0 0 0 1 3 3 7

9. Muiz 1 0 0 0 1 2 3 5

10. Diar 1 0 0 0 0 2 2 5

11. Marwan 1 0 0 0 0 1 2 5

12. Hamid 1 0 0 0 0 1 2 3

Jml Benar 12 0 6 3 9 37 47 5

Skor Maks 1 1 1 1 1 5 6 86

Tingkat Kesukaran 1 0 0,5 0,25 0,75 0,62 0,65 0,72

Secara terinci tentang penafsiran daya beda butir soal dapat

diperhatikan sebagai berikut :

0,70 – 1,00 Baik Sekali

0,40 - 0,69 Baik

Page 124: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-124

0,20 - 0,39 Cukup

0,00 - 0,19 Jelek

-1,00 - 0,00 Jelek sekali

Untuk butir soal yang ideal, daya bedanya berkisar antara 0,2 hingga

1,00, sehingga apabila ditemukan daya beda butir yang negatif, sebaiknya

guru mengganti butir tersebut apabila hendak dimunculkan dalam tes

berikutnya karena daya beda negatif memberi pebgertian bahwa kelompok

lower(kurang mampu) lebih baik dari pada kelompok upper (paling baik)

sebesar angka negatif yang diperoleh.

Page 125: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-125

BAB VII

TEKNIK PENILAIAN

A. Penilaian

Setalah memberikan skor atas jawaban siswa, langkah pengolahan data

hasil evaluasi adalah menganalisis data. Dari hasil analisis data tersebut,

selanjutnya dilakukan suatu penilaian. Mengadakan penilaian atau memberikan

penilaian (grading) pada hakekatnya adalah mengubah angka-angka yang

diperoleh dari skor mentah menjadi suatu nilai yang memiliki arti maupun

klasifikasi evaluative, seperti baik-buruk, tinggi-rendah, atau memuaskan-tidak

memuaskan, berdasarkan kriteria tertentu. Di dalamnya termasuk interpretasi dan

penilaian hasil.

Secara umum, ada dua acuan yang dipergunakan dalam penilaian, yaitu

penilaian acuan patokan (criterion referenced interpretation), dan penilaian acuan

norma (norm referenced interpretation). Penialaian acuan patokan adalah

penilaian yang dalam menginterpretasikan hasil pengukuran secara langsung

didasarkan pada standar performansi tertentu yang ditetapkan. Sedangkan

penilaian acuan norma adalah proses penilaian yang dalam menginterpretasikan

hasil pengukuran didasarkan pada prestasi anggota kelompok lainnya (Arikunto,

1993).

1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Penilaian acuan patokan digunakan apabila tujuan pembelajaran secara

khusus diarahkan untuk menguasai seperangkat kemampuan secara tuntas

(mastery learning). PAP menitik beratkan pada apa yang dapat dilakukan oleh

siswa. PAP tidak membandingkan kemampuan siswa dengan teman sekelas,

tetapi dengan suatu kriteria yang spesifik. Dalam penilaian model ini, kriteria

benar salah cenderung bersifat tegas.

Patokan yang dipakai sebagai kriteria hasil belajar merupakan standar

tertentu yang ditetapkan. Hal itu bisa berupa ketercapaian tujuan pembelajaran

atau persentase penguasaan materi yang dinyatakan dengan jelas. Sebagai

Page 126: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-126

contoh gambaran dalam menetapkan nilai ketercapaian dalam PAP adalah

sebagai berikut:

Nilai Angka Nilai Bobot Nilai Mutu95 – 100 3,75 – 4,00 A90 – 94 3,50 – 3,74 A-85 – 89 3,25 – 3,49 B+80 – 84 3,00 – 3,24 B75 – 79 2,75 – 2,99 B-70 – 74 2,50 – 2,74 C+65 – 69 2,25 – 2,49 C60 – 64 2,00 – 2,24 C-50 – 59 1,00 – 1,99 D0 – 49 0,00 – 0,99 E

2. Penilaian Acuan Norma (PAN)

Penggunaan penilaian berdasarkan acuan norma didasarkan asumsi

bahwa semua individu memiliki kemampuan yang beragam. Keragaman

tersebut bila ditarik dari sejumlah populasi akan membentuk distribusi normal.

Sebagian besar berada di sekitar rata-rata (mean), dan sebagian kecil ada di

daerah ekor kanan (tinggi) atau ekor kiri (rendah).

PAN ini sangat dinamis, tergantung pada jenis kelompok, tempat, dan

waktu. Jika yang dihadapi dalam PAP adalah sampling materi tes dengan

penetapan tinggi rendahnya patokan dijadikan kriteria keberhasilan, maka

dalam PAN terletak pada kesempurnaan tingkat butir soal dan pengolahan

statistiknya. Oleh karena itu, kriteria PAN ini didasarkan pada kemampuan

rata-rata kelompok, maka butir tes harus dapat memberikan gambaran tingkat

daya beda dan tingkat kesukaran yang baik. Untuk mengolah hasil tes, tidak

bisa dilakukan secara langsung, tapi perlu ditelaah nilai kelompok secara

empirik.

PAN dilakukan dengan cara membandingkan hasil belajar seorang

siswa dengan hasil belajar siswa lainnya dalam satu kelas. Nilai hasil dari PAN

tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi

Page 127: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-127

pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik

(peringkatnya) dalam kelasnya (kelompoknya).

Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam mengadakan penilaian

berdasarkan PAN adalah sebagai berikut:

1. Memberikan skor pada tiap siswa

2. Mencari skor tertinggi dan skor terendah

3. Mencari rentang, skor tertinggi dikurangi skor terendah

4. Menghitung jumlah kelas = 1 + (3,3) log n

5. Mencari interval, rentang dibagi dengan jumlah kelas

6. Membuat daftar distribusi frekuensi

7. Menghitung rata-rata dan simpangan baku (standar deviasi)

8. Menyusun pedoman konversi dan menentukan nilai berdasarkan skala

nilai yang dibuat.

Secara sedrhana, konversi nilai yang biasa digunakan ada lima macam,

yaitu:

1. Skala lima (stanfive), diwujudkan dengan 0, 1, 2, 3, 4 atau A, B, C, D, E.

2. Skala sembilan (stannine), diwujudkan dengan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.

3. Skala sepuluh (C-scale), diwujudkan dengan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.

4. Skala sebelas (staneleven), diwujudkan dengan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.

5. Skala seratus (T-scale), diwujudkan dengan 0, 1, 2, …, 100.

B. Pengolahan Hasil Evaluasi

Untuk mengolah hasil pengukuran dalam evaluasi pembelajaran,

banyak teknik penilaian yang digunakan. Penilaian pada hakekatnya adalah

mengolah angka-angka yang diperoleh dari skor mentah menjadi suatu skor

yang mudah dibaca dan disimpulkan. Untuk mengolah data hasil evaluasi

formatif, mungkin tidak perlu menggunakan banyak teknik analisis data. Hasil

evaluasi formatif banyak digunakan untuk perbaikan proses belajar mengajar.

Contohnya adalah sebagai berikut :

Page 128: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-128

Topik pokok bahasan : Konsep Dasar Evaluasi

Nomor Soal

No Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SKOR

1 A V V - V V V V V V V 9

2 B V V V - V - V - V V 7

3 C - - - - - V V V V V 5

4 D V - V - V V - - V V 6

5 E V - - V - - V - - V 4

6 F - - V - V - V - V - 4

7 G V - - V - V V - - V 5

8 H - - - V - V V V V V 6

9 I - V - V - V V - V V 6

10 J V V V V - - V V V V 8

Jumlah skor 6 4 4 6 4 6 9 4 8 9

Jumlah skor ideal

10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

Keterangan :

Tanda “ V “ menunjukkan soal yang dijawab benar

6+4+4+6+4+6+9+4+8+9 x 100% = 60 x 100% = 60%

100 100

Dari hasil analisis data diatas, dapat digaris bawahi bahwa presentase

yng diperoleh masih 60%. Untuk itu perlu menyempurnakan pengajaran yang

ada karena masih dibawah 75%. Dari analisis individual dapat digarisbawahi

bahwa terdapat 8 siswa yang belum menguasai topik materi dengan baik,

yaitu siswa nomor 2,3,4,5,6,7,8 dan 9. Persentase pencapaiannya masih

dibawah 75%. Bila dilihat butir soalnya, butir nomor 2.3.5 dan 8 hanya

Page 129: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-129

dikuasai 4 siswa, dan butir 4 hanya dikuasai 5 siswa. Hal itu perlu dianalisis

dan dijelaskan kembali.

1. Tendensi Sentral

Salah satu teknik analisis data yang banyak digunakan untuk

mengolah data evaluasi adalah tendensi sentral (central tendency) atau

ukuran kecenderungan memusat. Ada tip teknik utama yang digunakan

untuk mengukur tendensi sentral, yakni mean, median dan mode/modus.

Mean adalah nilai rata-rata, dan dicari dengan rumus :

=Keterangan : M = Mean (besarnya, rata-rata)

X = Jumlah nilai

N = Jumlah peserta tes

Sebagai contoh, diketahui N = 20, Σ = 1200, maka nilai mean

diperoleh sebesar 1200 : 20 = 60. Apabila sampel cukup besar, dan

digunakan distribusi frekuensi, maka bisa menggunakan untuk data

berkelompok, sebagai berikut :

= ∑Keterangan : M = Mean ( nilai rata-rata )

fx = Nilai dikalikan frekuensi

N = jumlah peserta tes

Median adalah nilai tengah. Median dicari dengan mencari nilai

tengah. Misalnya angka 74, 70, 68, 66, 65, 56, 58, 87, 76, maka

mediannya adalah 65 (nilai tengah). Bila banyaknya skor genap, maka

mediannya adalah jumlah dua skor yang berada ditengah dibagi 2. Bila

datanya berkelompok, menggunakan rumus :

= −

Page 130: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-130

Keterangan :

Me = besarnya median fa = jumlah frekuensi di atas kelas

U = batas atas kelas interval = jumlah frekuensi dalam median

N = Jumlah frekuensi (seluruhnya) i = besarnya kelas interval

Untuk menentukan letak median, dapat digunakan rumus sebagai

berikut :

= +Keterangan : Me = letak median

N = banyaknya skor / frekuensi

Mode/Modus adalah nilai yang paling banyak muncul. Modus

dicari dengan menemukan nilai yang paling banyak muncul. Misalnya

untuk skor 4 ada 1 orang, 5 ada 10 orang, 6 ada 4 orang, 7 ada 5 orang,

dan skor 8 ada 33 orang, maka nilai modusnya adalah 8 (yang paling

banyak muncul).

Dari ketiga teknik yang ada, untuk menafsir kecenderungan

memusat (mutu suatu kelompok), yang paling baik adalah mean, karena

mean tidak hanya berdasarkan kelompok secara keseluruhan.

Perhitungannya memiliki kecermatan tinggi dan diperlukan untuk

mencari perhitungan lain.

2. Variabilitas

Variabilitas adalah keanekaragaman angka-angka dalam suatu

distribusi skor. Variabilitas merupakan variasi sebaran skor dari mean.

Semakin luas penyebaran angka-angka, semakin kecil juga variabilitasnya.

Hal itu berarti skor yang ada cenderungan homogen.

Secara sederhana, ada tiga teknik untuk melihat ukuran variabilitas,

yaitu :

a. Jarak sebaran atau range.

Range di cari dengan mengurangi angka tertinggi dengan

angka terendah.

= −

Page 131: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-131

Misalnya angka tertinggi adalah rata-rata penyimpangan angka

dari mean. Penyimpangan angka merupakan selisih antara angka

tersebut dengan mean.

b. Deviasi rata-rata dan deviasi standar/simpangan baku.

Rumus untuk mencari deviasi rata-rata adalah:

∑ ( )Ket. : X = Skor yang diperoleh

M = Nilai rata-rata

N = Jumlah peserta tes

c. Simpangan baku

Dibandingkan range dan deviasi rata-rata, simpangan baku

merupakan cara terbaik untuk pengukuran penyebaran. Simpangan

baku adalah jarak standar (distance) yang terletak di atas dan di bawah

mean. Rumus untuk mencari simpangan baku (dari populasi) adalah :

= ∑( )

Ket. : SD = Simpangan baku

X = Skor yang diperoleh

M = Nilai rata-rata

Untuk data berkelompok bisa menggunakan rumus sebagai

berikut :

= ∑ − (∑ )SD = simpangan baku

i = besarnya kelas interval

N = jumlah frekuensi seluruhnya

f = jumlah frekuensi masing-masing kelas

d = Deviasi dari means

Sebagai contoh, menghitung simpangan baku dari data tidak

berkelompok. Skor yang diperoleh peserta tes adalah 9,12,16,18,20,

maka simpangan baku yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Page 132: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-132

X X-M (X-M)2

9 -6 3612 -3 916 1 118 3 920 5 25

= 75 ( − M) = 80= 75 ∶ 5 = 15= 805 = 4Perhitungan dengan menggunakan data kelompok tidak akan

secermat dengan rumus data tunggal, untuk itu baik dalam mencari

mens,median, deviasi standar atau lainnya, sebauiknya menggunakan

rumus untuk data tidak berkelompok atau tunggal secara langsuang.

Dengan demikian hasilnya akan lebih tepat.

3. Skor Standar

Kadang kala untuk kebutuhan menentukan nilai secara cepat tanpa

melihat tabel konversi secara keseluruhan, maka dapat dihitung dengab

skor z. Banyak manfaat yang bisa diambil dengan menggunakan skor

standar z. Skor z merupakan salah satu tekhnik untuk mengetahui posisi

testee dalam kelompoknya. Dengan skor z, dapat membandingkan antara

skor satu dengan lainnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

=Keterangan: X = skor yang diperoleh

M = rata-rata (mean)

SD = simpangan baku

Sebagai contoh, skor mentah yang diperoleh A sebesar 72. Rata-

rata Nilai diperoleh sebesar 70, dan simpangan baku sebesar 3,95.

Berdasarkan data tersebut, maka skor standar A adalah 0,51. Hal itu berarti

kedudukan nilai A berada pada +0,51 di atas rata-rata. Distribusi nilai Z

bertolak dari -1 SD sampai dengan +1 SD. Untuk menghindari kekacauan

Page 133: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-133

akibat dari yang terlalu kecil, maka bisa digunakan standar skor lain, yaitu

Tskor (standar skor T). Pada dasarnya skor T sama dengan skor Z. Yakni

didasarkan pada asas penyampaian skor X dan mean distribusinya.

Perbedaan skor T memiliki mean sebesar 50 dan standar deviasi 10.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

= 50 10 − , = 50 10Sebagai contoh, B mendapat skor 75 pada Matematika dan 85 pada

Fisika. Nilai rerata matematika, dan simpangan baku sebesar 10,

sedangkan untuk fisika, di peroleh nilai rerata sebesar 80, dengan

simpangan baku sebesar 12, skor T yang diperoleh B adalah sebagai

berikut:

= = 2 = = 0,41 = 50 10(2) = 70 = 50 10(0,14) = 54,1

Dengan melihat hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi B

lebih tinggi pada tes matematika daripada fisika, di lihat dari sisi

kelompoknya.

4. Skor komposit

Kadang kala, nilai skor akhir siswa tidak didasarkan pada hasil tes

tunggal. Nilai akhir pada bidang studi tertentu merupakan gabungan atau

kombinasi dari skor-skor yang diperoleh dari beberapa hasil pengukuran.

Bila skor tersebut didasarkan pada beberapa komponen, maka skor

akhir dapat diperoleh dengan melakukan penggabungan skor yang disebut

skor komposit. Salah satu rumus komposit yang bisa digunakan adalah

sebagai berikut:

∑∑

Keterangan: bZ = bobot komponen

Page 134: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-134

Z = skor Z setiap komponen

Sebagai contoh, seorang murid memperoleh nilai ujian mid 40, dan

nilai tugas I sebesar 10, tugas II sebesar 17, nilai persentasi sebesar 20, dan

nilai ujain akhir sebesar 50. Bobot masing-masing nilai ditetapkan, nilai

mid 3, tugas I 1, tugas II 1, nilai persentase 1, dan nilai akhir 4, sedangkan

Z skor masing-masing diperoleh 0,92, 0, 1,22, 1,03, 0,74. Berdasarkan nilai

tersebut, dapat ditetapkan nilai kompositnya sebagai berikut:

Komponen X Z B Bz

Ujian Mid 40 0,92 3 2,76

Tugas I 10 0 1 0

Tugas II 17 1,22 1 1,22

Presentasi 20 1,03 1 1,03

Ujian Final 50 0,74 4 2,96

Jumlah = 10 = 7,97Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, dapat diketahui

bahwa skor komposit diperoleh sebesar 7,97-10=0,797. Hal ini berarti,

siswa tersebut memperoleh nilai sebesar, 797 SD, di atas rata-rata ( mean).

Rumus lain yang digunakan untuk menghitung skor komposit

adalah sebagai berikut:

∑( )

Keterangan : X = skor pada komponen

Xt = skor maksimal setiap komponen

B = bobot komponen

Melalui perhitungan rumus kedua ini akan bisa diperoleh skor

komposit, sesuai dengan skala yang digunakan.

5. Penentuan Nilai Akhir

Salah satu teknik analisis yang perlu dipahami adalah teknik

penentuan nilai akhir. Nilai akhir diperlukan untuk menentukan

penguasaan siswa, kelulusan siswa, memberikan bimbingan, atau

Page 135: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-135

memberikan proses pembelajaran. Untuk menentukan nilai akhir, harus

mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu faktor pencapaian prestasi

(achievement), faktor usaha (effort), faktor kebiasaan kerja (work habit),

atau faktor pribadi dan sosial (personal dan social characteristic).

Untuk menentukan nilai akhir, ada beberapa rumus yang bisa

digunakan. Hal ini disesuaikan dengan formula yang digunakan oleh

lembaga. Berikut ini, beberapa formula yang pernah digunakan di

sekolah/madrasah.

a. Nilai akhir diperoleh dengan memperhitungkan nilai hasil tes formatif,

yakni rata-rata nilai harian dan hasil tes sumatif, yakni nilai hasil

ulangan umum.

=( … . )

Ket. : NA = Nilai akhir

F = Nilai fon-natif (harian)

S = Nilai sumatif (ulangan umum)

b. Nilai akhir diperoleh dengan memperhitungkan nilai tugas (T), ulangan

harian (H), dan nilai ulangan umum (U)

= ( ) ( ) ( )c. Nilai akhir diperoleh dengan memperhitungkan nilai sub sumatif (p),

nilai sumatif (q) dan nilai ko kurikuler (r)

=d. Nilai akhir yang diperoleh dengan memperhitungkan nilai ulangan

harian (N) dan nilai hasil ulangan umum (E).

=∑

Page 136: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-136

BAB VIII

EVALUASI DAN TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI

A. Komponen Evaluasi Pembelajaran

Hal-hal penting yang diukur pada setiap tahap evaluasi pembelajaran

menurut Kirkpatrick (dalam Phillips, 1981), antara lain:

1. Reaksi (Reaction)

Tahap pertama evaluasi dimulai dengan mengambil data reaksi

peserta didik terhadap program pendidikan. Reaksi dapat diukur dari apa

yang dipikirkan oleh peserta didik, tingkat kepuasan peserta didik terhadap

pelayanan dan keinginan-keinginan yang belum dapat dipenuhi oleh

penyelenggaraan pendidikan.

Reaksi yang diberikan peserta didik dapat bersifat negatif dan

positif. Reaksi negatif dapat memberi umpan balik untuk memperbaiki

program pendidikan yang diselenggarakan. Reaksi positif sangat

mendukung keterlaksanaan program pendidikan karena pembelajaran yang

diterima dengan perasaan senang lebih mudah untuk mencapai

keberhasilan karena peserta didik termotivasi untuk mengikuti program

pembelajaran dan mau berusaha meraih standar keberhasilan yang

ditetapkan sampai tuntas.

2. Belajar (Learning)

Belajar memiliki pengertian yang sangat luas. Dalam kegiatan

pembelajaran, belajar dapat diukur dari semua perubahan yang terjadi

sebagai akibat kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui adanya

perubahan maka perlu dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah

pembelajaran. Aspek yang diukur meliputi pengetahuan, sikap, dan

keterampilan yang sesuai dengan tujuan program pembelajaran. Setiap

program pembelajaran perlu merumuskan tujuan-tujuan atau kompetensi

yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti program

pembelajaran.

Page 137: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-137

3. Perilaku (Behavior)

Pengukuran perilaku hanya dapat dilakukan apabila peserta didik

memiliki reaksi positif terhadap program pembelajaran dan tugas-tugas

belajar telah dapat diselesaikan. Oleh karena itu, evaluator perlu

memperhatikan tingkat evaluasi sebelumnya. Evaluasi perilaku menjadi

kurang efektif apabila dilakukan kepada peserta didik yang kurang

berminat terhadap program pembelajaran dan tidak mampu mengikuti

program pembelajaran sampai tuntas. Hasil evaluasi perilaku akan bias

apabila diperoleh dari peserta didik yang tidak mengikuti program sampai

tuntas. Kirkpatrick (1998) menyarankan untuk melihat beberapa kondisi

yang dibutuhkan dalam mengukur perubahan perilaku, yaitu:

a. Peserta didik memiliki keinginan untuk berubah.

b. Peserta didik tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara

melakukan tugas-tugas yang diberikan.

c. Peserta didik memiliki lingkungan yang baik.

d. Peserta didik mendapat penghargaan setelah melakukan perubahan

perilaku.

Program pembelajaran biasanya hanya dapat mengukur kondisi

yang berkaitan dengan faktor internal peserta didik, yaitu kondisi (a.) dan

(b.). Kondisi (c.) dan (d.) dipengaruhi oleh faktor eksternal peserta didik,

sehingga hasilnya sangat tergantung pada lingkungan belajar masing-

masing. Pembelajaran dapat menghasilkan sikap positif yaitu peserta didik

ingin menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari

pembelajaran, namun demikian tidak semua keinginan peserta didik dapat

diwujudkan apabila kondisi lingkungan tidak mendukung. Pada kondisi

(d.), yaitu penghargaan masih dapat diukur karena penghargaan dapat

diperoleh secara intrinsik dan ekstrinsik. Penghargaan intrinsik meliputi

perasaan puas, kebanggan, prestasi, dan perubahan perilaku positif

lainnya. Penghargaan ekstrinsik diperoleh ketika peserta didik mendapat

hadiah dari guru, mendapat pengakuan dari teman-temannya, mendapat

tambahan nilai, dan lainnya.

Page 138: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-138

4. Hasil (Result)

Evaluasi hasil dilakukan setelah peserta didik selesai mengkuti

program pembelajaran selama satu periode waktu, dapat selama satu

semester maupun satu tahun angkatan pembelajaran. Hasil yang dimaksud

disini adalah hasil akhir yang merupakan dampak program pembelajaran

bagi peserta didik. Hasil akhir dapat berupa peningkatan prestasi hasil

belajar, perbaikan pemahaman konsep, peningkatan pengetahuan dan

wawasan, kemampuan pemecahan masalah, serta penalaran. Hasil yang

tidak kasat mata seperti peningkatan kemandirian belajar, peningkatan

motivasi belajar, manajemen waktu belajar lebih efisien, pemberdayaan,

efektivitas belajar, dan peningkatan moral.

B. Kisi-Kisi Evaluasi

Untuk setiap program pendidikan membutuhkan cara dan alat

pengumpulan data evaluasi yang berbeda-beda. Di sini tidak mungkin diberi

satu contoh cara pengumpulan data yang dapat diterapkan untuk semua

program pendidikan. Pada komponen evaluasi reaksi, semua program

pendidikan dapat menggunakan indikator yang sama, namun pada komponen

yang lain sangat tergantung tujuan dan materi pembelajaran yang diberikan.

Sebagai contoh, pembelajaran fisika memiliki indikator pengukuran

keberhasilan yang berbeda dengan pembelajaran biologi, meskipun keduanya

berada pada satu kompetensi sains (IPA). Indikator yang digunakan untuk

mengukur keberhasilan pembelajaran pada komponen belajar, perilaku dan

hasil pun berbeda.

Untuk mencocokkan antara substansi yang diukur dengan cara

pengukuran, maka perlu adanya kisi-kisi evaluasi. Kisi-kisi (blue print or

table of specification) merupakan deskripsi mengenai kompetensi/ruang

lingkup dan isi materi yang akan diukur. Tujuan dari pembuatan kisi-kisi

adalah untuk menentukan kompetensi/ruang lingkup dan fokus yang setepat-

tepatnya, sehingga dapat menjadi petunjuk dalam mengukur. Wujudnya dapat

berbentuk format atau matriks berikut ini:

Page 139: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-139

Komponen Kisi-Kisi EvaluasiReaksi Substansi yang diukur:

1. Materi pembelajaran, relevan dengan tujuan.2. Kompetensi pendidik/guru.3. Fasilitas penunjang kelancaran pembelajaran.4. Pembagian waktu pembelajaran yang proporsional.5. Penggunaan waktu efisien dan efektif.6. Saran untuk memperbaiki proses pembelajaran.Cara pengukuran:Menggunakan kuesioner yang dibagikan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan.

Belajar Substansi yang diukur:1. Kompetensi peserta didik (pengetahuan, sikap dan

keterampilan) sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran.2. Partisipasi (kehadiran dan keaktifan) peserta didik selama

pelaksanaan pembelajaran.Cara pengukuran:1. Pengukuran dapat dilakukan melalui pretes dan postes.2. Pengukuran dilakukan dengan tes tertulis dan tes unjuk kerja

(praktik). Selama tes unjuk kerja diamati sikap dan keterampilannya.

3. Materi pengukuran sesuai dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan.

Perilaku Substansi yang diukur:1. Perubahan kepribadian menjadi lebih baik misalnya

kedisiplinan, motivasi, pengendalian emosi, dan sebagainya.2. Kompetensi sosial menjadi lebih baik seperti kemampuan

kerjasama dalam kelompok.3. Komunikasi interpersonal menjadi lebih baik seperti sopan

santun dalam berbicara dan bergaul dengan teman, guru, dan orang lain.

Cara pengukuran:1. Memberi jeda waktu dan kesempatan agar terjadi perubahan

perilaku pada peserta didik.2. Mengevaluasi perilaku sebelum dan sesudah pembelajaran.3. Melakukan survey atau wawancara kepada peserta didik

yang telah menyelesaikan program pembelajaranHasil Substansi yang diukur:

1. Peningkatan prestasi hasil belajar, kuantitas dan kualitas belajar.

2. Perbaikan pemahaman konsep, peningkatan pengetahuan dan wawasan, kemampuan pemecahan masalah, serta penalaran.

3. Peningkatan kemandirian belajar, peningkatan motivasi

Page 140: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-140

belajar, manajemen waktu belajar, pemberdayaan sumber belajar, efektivitas belajar, dan peningkatan moral.

Cara pengukuran:1. Evaluasi hasil dilakukan setelah peserta didik menyelesaikan

program pembelajaran.2. Evaluasi hasil dapat menggunakan dokumen hasil belajar

yang telah dicapai, kuesioner atau daftar cek sesuai dengan substansi yang hendak diukur.

C. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan antara

temuan dengan kriteria yang telah ditetapkan pada tujuan pembelajaran atau

standar pendidikan pada semua komponen evaluasi, yaitu reaksi, belajar,

perilaku, dan hasil. Contoh matriks rancangan pengambilan keputusan:

Komponen Kriteria KeputusanReaksi Positif Program pembelajaran

dapat dilanjutkan untuk angkatan berikutnya atau diterapkan pada program pembelajaran yang lain.

Belajar Life skill dapat dipelajari oleh peserta didik

Perilaku Ada perubahan perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik

Hasil Life skill telah diterapkan oleh peserta didik

Reaksi Negatif Program pembelajaran perlu diperbaiki pada komponen yang masih kurang, seperti materi pembelajaran, kompetensi guru, metode mengajar, dan sebagainya.

Belajar Peserta didik hanya sedikit yang dapat mempelajari life skill

Perilaku Peserta didik tidak mengalami perubahan perilaku yang positif

Hasil Peserta didik tidak menerapkan life skill dalam kehidupannya

D. Pembelajaran Remidi

Seringkali pembelajaran yang telah kita lakukan tidak berjalan sesuai

dengan harapan kita. Apa yang telah kita rencanakan tidak dapat kita

laksanakan sepenuhnya. Banyak hal yang kita persiapkan tidak kita gunakan.

Demikian pula, waktu yang tersedia tidak mencukupi untuk dimanfaatkan

dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan-tujuan pembelajaran (indikator)

Page 141: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-141

yang telah kita tuangkan dalam rencana tidak dapat diwujudkan oleh sebagian

besar siswa kita. Dalam keadaan demikian tidak mungkin kita memaksakan

untuk melanjutkan ke materi pembelajaran berikutnya. Kita tidak dapat

mengabaikan kegagalan ini karena ada kemungkinan kompetensi yang kita

tuju adalah komptensi prasyarat untuk memasuki materi berikutnya.

Apabila sebagian besar siswa kita belum mencapai kompetensi yang

diharapkan seharusnya kita segera mengetahui dan mencari cara agar peserta

didik dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Perlu diupayakan agar

siswa memperoleh perlakuan tertentu agar memiliki kompetensi yang

diharapkan. Sulit bagi siswa untuk dapat memahami materi berikutnya tanpa

memiliki kompetensi prasyarat tersebut. Bagaimana cara mengetahui siapa

saja peserta didik yang membutuhkan bantua (remidi) dan bagaimana

melakukan perbaikan (remidi) terhadap siswa yang belum mencapai

kompetensi yang diharapkan adalah penting untuk kita pahami bersama.

Pembelajaran remidi dilakukan setelah kita mengetahui siapa saja yang

gagal mencapai kompetensi dan/dimana letak dan sifat kesulitan yang mereka

alami. Apakah kesulitan tersebut bersumber pada aspek fisik atau psikis, dari

lingkungan, perangkat atau pengelolaan pembelajaran. Identifikasi semacam

ini penting untuk mencari solusi pemecahannya.

Sebagai guru, kita dituntut untuk dapat mengetahui letak-letak dan

sifat-sifat kesulitan itu, mampu menemukan solusi, dan kemudian menjadi

bagian dari solusi itu sendiri. Artinya, kita juga harus mampu melakukan

perbaikan yang diperlukan.

Pembelajaran remidi bertujuan membantu siswa yang mengalami

kesulitan belajar melalui perlakuan pembelajaran. Pembelajaran remidi

sebenarnya merupakan kelanjutan dari pembelajaran biasa di kelas. Hanya

saja peserta didik yang masuk kelompok ini adalah peserta didik yang

memerlukan pelajaran tambahan. Peserta didik yang dimaksud adalah siswa

yang belum tuntas belajar.

Biasanya, setiap sekolah telah menetapkan batas minimal ketuntasan

belajar untuk masing-masing mata pelajaran yang mungkin berbeda dengan

Page 142: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-142

sekolah lain. Hal ini bergantung kepada tingkat kesulitan mata pelajaran dan

tingkat kemampuan peserta didik di sekolah itu. Pada periode tertentu, skor

minimal ini harus ditinjau kembali berdasarkan tingkat kemampuan rata-rata

siswa di sekolah itu dan standar dari pemerintah. Skor minimal ketuntasan

belajar untuk suatu mata pelajaran telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum

pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, setiap siswa yang mendapatkan

skor sama atau di atas skor minimal maka siswa tersebut dikatakan tuntas

dalam belajarnya. Ia tuntas pada kompetensi dasar tertentu pada mata

pelajaran tertentu. Peserta didik yang memperoleh skor di bawah skor minimal

kita sebut dengan siswa yang belum tuntas belajar. Peserta didik terakhir

inilah yang perlu diberi pembelajaran remidi.

Faktor penyebab ketidaktuntasan belajar bervariasi. Mungkin berasal

dari dalam diri siswa (fisik, psikis) atau dari luar diri siswa (lingkungan alam,

lingkungan belajar, bahan pelajaran, dan kegiatan pembelajaran). Kesulitan-

kesulitan yang dialami siswa yang mengakibatkan ketidaktuntasan dalam

belajar pada umumnya beragam. Kesulitan-kesulitan yang dimaksud biasanya

disebabkan oleh antara lain:

Kemampuan mengingat kurang,

Kurang dalam memotivasi diri,

Lemah dalam memecahkan masalah,

Kurang percaya diri,

Sulit berkonsentrasi pada belajarnya, dan sebagainya.

Pembelajaran remidi dimulai dari identifikasi kebutuhan siswa yang

menjadi sasaran remidi. Kebutuhan siswa ini dapat diketahui dari analisis

kesulitan belajar siswa dalam memahami konsep-konsep tertentu. berdasarkan

analisis kesulitan belajar itu, diberikanlah remidi. Bantuan dapat diberikan

kepada siswa berupa perbaikan metode mengajar, perbaikan modul, perbaikan

LKS, menyederhanakan konsep, menjelaskan kembali konsep yang masih

kabur, dan memperbaiki konsep yang disalahtafsirkan oleh siswa. Informasi-

informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan remidi tersebut akan dapat

diperoleh melalui kegiatan evaluasi.

Page 143: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-143

Beberapa model pembelajaran remidi:

Remidi dilaksanakan sebelum atau sesudah jam pelajaran sekolah dan

digunakan untuk membantu kesulitan belajar terhadap beberapa subyek

materi pembelajaran.

Remidi dilaksanakan dengan jalan mengambil beberapa siswa yang

membutuhkan remidi dari kelas biasa (regular) ke kelas remedial.

Remidi dilaksanakan dengan melibatkan beberapa guru (tim). Tim

pembelajaran menyiapkan bahan-bahan pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, dan penilaian hasil belajar yang mengacu efektivitas belajar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan perbaikan atau remidi

menurut Slamet (2001), adalah sebagai berikut:

Adanya beberapa peserta didik yang melakukan remedial bersamaan.

Tempat yang dipakai untuk perbaikan.

Waktu pelaksanaan remidi.

Pembimbing perbaikan.

Metode untuk perbaikan.

Tingkat kesulitan belajar.

Untuk memberikan perbaikan dapat dilakukan melalui bentuk

kegiatan-kegiatan berikut:

Memberikan buku pelajaran yang relevan dengan tujuan satuan pelajaran

yang bersangkutan.

Melakukan tutorial teman sebaya, yakni bentuk kegiatan perbaikan yang

dilakukan secara individual oleh siswa yang lebih baik prestasinya.

Belajar secara berkelompok.

Pembelajaran terprogram dengan modul.

Mengajarkan kembali bagian materi yang belum dicapai siswa

berdasarkan standar ketuntasan minimum.

Page 144: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-144

LAMPIRAN

NILAI-NILAI r PRODUCT MOMENT

NTaraf Signif

NTaraf Signif

NTaraf Signif

5% 1% 5% 1% 5% 1%3 0.997 0.999 27 0.381 0.487 55 0.266 0.3454 0.950 0.990 28 0.374 0.478 60 0.254 0.3305 0.878 0.959 29 0.367 0.470 65 0.244 0.317

6 0.811 0.917 30 0.361 0.463 70 0.235 0.3067 0.754 0.874 31 0.355 0.456 75 0.227 0.2968 0.707 0.834 32 0.349 0.449 80 0.220 0.2869 0.666 0.798 33 0.344 0.442 85 0.213 0.27810 0.632 0.765 34 0.339 0.436 90 0.207 0.270

11 0.602 0.735 35 0.334 0.430 95 0.202 0.26312 0.576 0.708 36 0.329 0.424 100 0.195 0.25613 0.553 0.684 37 0.325 0.418 125 0.176 0.23014 0.532 0.661 38 0.320 0.413 150 0.159 0.21015 0.514 0.641 39 0.316 0.408 175 0.148 0.194

16 0.497 0.623 40 0.312 0.403 200 0.138 0.18117 0.482 0.606 41 0.308 0.398 300 0.113 0.14818 0.468 0.590 42 0.304 0.393 400 0.098 0.12819 0.456 0.575 43 0.301 0.389 500 0.088 0.11520 0.444 0.561 44 0.297 0.384 600 0.080 0.105

21 0.433 0.549 45 0.294 0.380 700 0.074 0.09722 0.423 0.537 46 0.291 0.376 800 0.070 0.09123 0.413 0.526 47 0.288 0.372 900 0.065 0.08624 0.404 0.515 48 0.284 0.368 1000 0.062 0.08125 0.396 0.505 49 0.281 0.36426 0.388 0.496 50 0.279 0.361

Sumber : Sugiyono (1999)

Page 145: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-145

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, Lewis R. (1995). Rating Scales and Checklist: Evaluating Behavior,

Personality, and Attitude. New York: John, Wiley & Sons, Inc.

Arikunto, Suharsimi. (1993). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.

Fernandez, H.J.K. (1984). Evaluation of Educational Programmes. Jakarta:

BP3K-September.

Gronlund, Norman E. & Linn, Robert L. (1990). Measurement and Evaluation in

Teaching. New York: MacMillan Publishing Company.

Hermawan, A.H dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Kerlinger, Fred N. (1996). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Terjemahan Landung

R Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kirkpatrick, D.L. (1998). Evaluating Training Programs, The Four Levels (2nd

ed.). San Fransisco: Berret-Koehler Publishers, Inc.

Permendiknas No. 22, 23, 24 dan 41 Tahun 2007.

Phillips, J. J. (1981). Handbook of Training Evaluation and Measurement

Methods. Houston: Gulf Publishing Company.

Slamet. (2001). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Stiggins, Richard, J. (1994). Student Centered Classroom Assessment. New York:

Merrue an Imprint of Macmillan College publishing Co.

Stufflebeam, D. L. & Shinkfield, A. J. (1985). Systematic Evaluation: A Self

Instructional Guide to Theory and Practice. Massachusetts: Kluwer-

Nijhoff Publishing.

Subana, M. & Sudrajat. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung:

Pustaka Setia.

Page 146: Modul Evaluasi Pembelajaran.pdf

Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran

Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-146

Sudijono, Anas. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Sugiyono. (1999). Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikum; Teori dan

Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Taba, Hilda. (1962). Curriculum Development, Theory and Practice: Foundation

Process, Design and Strategy For Planning both Primary and Secondary.

New York: Harcourt, Brace & World, Inc.

Thorndike, R. L. & Hagen, E. (1969). Measurement & Evaluation in Psychology

and Education. Toronto: John Wiley and Sons Inc.

Winataputra, Udin.S. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Witherington, H. C. (1986). Teknik-Teknik Belajar dan Mengajar. Bandung:

Jemmars.

Zainul, A. & Nasoetion, N. (1993). Penilaian Hasil Belajar. Depdikbud: Pusat

Antar Universitas.

Zais, R. S. (1976). Curriculum Principles and Foundation. New York: Heaper

and Row Publiserrs.