modul evaluasi pembelajaran.pdf
TRANSCRIPT
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-1
MODUL PERKULIAHAN
EVALUASI PEMBELAJARAN
Disusun Oleh :
Dr. Edi Prio Baskoro, M.PdNIP. 19610430 198503 1 002
&
Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATICIREBON
2013
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-2
BAB I
KONSEP DASAR EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Sistem Kurikulum
Pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu proses yang
berkelanjutan dan merupakan suatu siklus yang melibatkan beberapa
komponen, yaitu: tujuan, bahan, kegiatan, evaluasi. Komponen-komponen
berpengaruh, berinteraksi, berinterelasi satu sama lain dan membentuk suatu
sistem.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat komponen
dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi,
proses atau sistem penyampaian serta evaluasi.
1. Tujuan
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum adalah kekuatan-
kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang
diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberi
arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976). Tujuan
kurikulum mampu menaungi tujuan pendidikan secara umum.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional
dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada
tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional
yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun
jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-3
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan
kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi
ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari
setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan
pendidikan.
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai
dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh
karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk
tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan
yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran dari setiap mata pelajaran.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih
bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student
be able to do as result of the teaching that he was unable to do before”
(Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain,
tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan
perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses
pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku
tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-4
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang
ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta
didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan
perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang
membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan
tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-
orang yang dapat diajak bekerja sama.
Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta
didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan,
panjangnya dan frekuensi respons.
Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang
perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b)
kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang
sangat penting.. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada
tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan
pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan
kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika
kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik
(perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya
maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian
penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan
aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat
progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih
diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan
lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-5
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat
rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan
banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan
kemampuan bekerja sama.
Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan
dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka
tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.
Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan
pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan
hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan
hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum
tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk
mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat
kompleks sering digunakan model eklektik, dengan mengambil hal-hal
yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang ada,
sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara
berimbang.
2. Materi
Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih
dan menyusun isi (materi/pengalaman belajar) agar keinginan tujuan
kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya
pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan
secara efektif (Zais, 1976). Dalam menentukan materi pembelajaran atau
bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang
didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme)
penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini,
materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang
saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-6
gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-
variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari
kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok
fakta atau gejala.
Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi
pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap
penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan
untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu
hal/kata dalam garis besarnya.
Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme
lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta
didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia
peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang
didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas
sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat
dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi,
sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada
teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-7
mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau
kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub
kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari
filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan
dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya
sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya
dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan
secara eklektik dan fleksibel.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang
penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran
perlu memperhatikan hal-hal berikut :
Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran
benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu,
juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak
ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke
depan.
Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan
peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk
dipelajari.
Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat
akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan
dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan
lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat
non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari
aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit)
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-8
maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi
setempat.
Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan
dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut,
menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk
mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan
materi pembelajaran, yaitu :
Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung
urutan waktu.
Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung
hubungan sebab-akibat.
Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung
struktur materi.
Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan
materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan,
dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan
sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian,
dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens
logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke
teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah
mengapa.
Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada
topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian
dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih
kompleks.
Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai
dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan
masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a)
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-9
pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data;
(d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan
peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada
kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari
langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan
pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai
menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu
hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau
kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku
apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut
sampai dengan perilaku terakhir.
3. Proses
Menurut (Taba, 1962), jika kurikulum merupakan suatu rencana
untuk belajar maka materi membutuhkan proses sedemikian rupa sehingga
berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapat Taba ini, materi
dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian
tujuan.
Dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi
pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan
dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula
terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan.
Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan
informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh
kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya
ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan
lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses
pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan.
Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif
menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-10
yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara
massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung
lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut
mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan
progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran
adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan
materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya,
sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran
melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru
tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses
dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler,
observasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru
hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru
berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif
bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong
dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan
belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan
berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi
yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi
tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat
penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi
dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik
untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-11
dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung
dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran
guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of
learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk
melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah
didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk
menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran
memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah komponen keempat dari kurikulum. Evaluasi
ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan
proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Zais (1976)
mengemukakan evaluasi secara luas merupakan suatu usaha sangat besar
yang kompleks yang mecoba menantang mengkodifikasi proses salah satu
dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Kegiatan evaluasi akan
memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa
maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat
keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam
pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa
tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh
Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation
of growth and progress of students toward objectives or values of the
curriculum”.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum
dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan
ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak
hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-12
hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “objective, it’s
scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students,
the relative importance of various subject, the degree to which objectives
are implemented, the equipment and materials and so on”.
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu
program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan
diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan
untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-
komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu
komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan
dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan
persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll,
dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge
presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness,
continuity, diagnostics worth and validity and integration”.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-
dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering
mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang
digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan
dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi
kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-
lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat
digunakan, kuesioner, inventori, interview, catatan anekdot dan
sebagainya.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk
penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk
pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi
kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan
para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-13
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum
yang digunakan.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-
guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam
memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan
pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian
serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997).
B. Komponen Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran
Hermawan (2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran
merupakan rumusan perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
tampak pada diri siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar yang telah
dilakukan. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas terhadap
pemilihan materi/bahan ajar, strategi, media, dan evaluasi. Berkaitan
dengan tujuan pembelajaran terjadi pertentangan pendapat tentang tujuan
pembelajaran, ada sebagian ahli menyatakan tujuan pembelajaran
merupakan proses dan sebagian menyatakan tujuan haruslah
menggambarkan hasil belajar bukan prosesnya. Terlepas dari pertentangan
pendapat bahwa tujuan sebagai proses atau tidak, tujuan pembelajaran
tidak dapat melepaskan diri dari tuntunan dan kebutuhan masyarakat, serta
didasari atas falsafah dan ideologi suatu negara. Hal ini dapat dimengerti
sebab upaya pendidikan itu sendiri merupakan subsistem dalam sistem
masyarakat dan negara sehingga kekuatan-kekuatan sosial, politik,budaya.
Ekonomi sangat berperan dalam penentuan tuajuan pembelajaran terutama
tujuan pendidikan yang sifatnya lebih umum.
Menurut Bloom, tujuan pembelajaran (proses belajar-mengajar)
dapat dipilah menjadi tujuan yang bersifat kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap), psikomotorik (ketrampilan). Derajat pencapaian tujuan ini
merupakan indikator kualitas pencapaian tujuan dan hasil perbuatan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-14
belajar siswa. Tujuan merupakan fokus utama dari kegiatan belajar-
mengajar.
2. Guru
Menurut pasal 1 butir 6 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan istilah lainnya yang sesuai dengan
kekhususannya yang juga berperan dalam pendidikan.
Hermawan (2008) menyatakan bahwa guru menempati posisi kunci dan
strategis dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan
menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar dapat mencapai tujuan
secara optimal. Untuk guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai
diseminator, informator, transmitter, transformator, organizer, fasilitator,
motivator, dan evaluator bagi terciptanya proses pembelajaran siswa yang
dinamis dan inovatif.
Pembelajaran pada haikatnya adalah proses sebab-akibat. Guru
sebagai pengajar merupakan penyebab utama terjadinya proses
pembelajaran siswa, meskipun tidak semua belajar siswa merupakan
akibat guru yang mengajar. Oleh sebab itu, guru sebagai figur sentral harus
mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat
mendorong terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif, dan
efesien. Guru hendaknya dalam mengajar harus memperhatikan kesiapan,
tingkat kematangan, dan cara belajar siswa. Peran Guru dalam proses
belajar mengajar :
Memperhatikan dan bersikap positif;
Mempersiapkan baik isi materi pelajaran maupun praktek
pembelajarannya;
Memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap siswanya;
Memiliki sensitivitas dan sadar akan adanya hubungan antara guru,
siswa, serta tugas masing-masing;
Konsisten dan memberikan umpan balik positif kepada siswa.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-15
3. Siswa
Peserta didik adalah semua individu yang menjadi audiens dalam
suatu lingkup pembelajaran. Biasanya penyebutan peserta didik ini
mengikuti skup/ruang lingkup dimana pembelajaran dilaksanakan,
diantaranya : siswa untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah,
mahasiswa untuk jenjang pendidikan tinggi, dan peserta pelatihan untuk
diklat. Peserta didik adalah masukan mentah (raw input) dalam sebuah
proses pembelajaran yang harus di-threat agar output dan outcomes-nya
sesuai dengan yang dicanangkan institusi (khususnya) dan dunia
pendidikan Indonesia pada umumnya.
Hermawan (2008) menyatakan bahwa siswa sebagai peserta didik
merupakan subyek utama dalam proses pembelajaran. Keberhasilan
pencapaian tujuan banyak tergantung kepada kesiapan dan cara belajar
yang dilakukan siswa. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Kemp
(dalam Winataputra, 2007), “students are the center of the teaching and
learning process, so they have to be involved in almost all the phrases of
the classroom interaction from planning to evaluation”. Menurut Pasal 1
butir 4 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran yang trsedia pada jalur, jenjang dan pendidikan
tertentu. Siswa atau peserta didik merupakan subyek utama dalam
pembelajaran dalam usaha pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
dibuat sebagai acuan kegiatan belajar-mengajar. Peran Siswa dalam
pembelajaran, antara lain:
Tertarik pada topik yang sedang dibahas;
Dapat melihat relevansi topik yang sedang dibahas;
Merasa aman dalam lingkungan sekolah;
Terlibat dalam pengambilan keputusan belajarnya;
Memiliki motivasi;
Melihat hubungan antara pendekatan pembelajaran yang digunakan
dengan pengalaman belajar yang akan dicapai.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-16
4. Sumber Belajar
Dalam sistem pembelajaran tradisional, penggunaannya terhadap
pembelajaran masih terbatas pada informasi yang diberikan oleh guru dan
ditambah dari buku, sedangkan sumber yang lainnya belum mendapat
perhatian sehingga aktivitas belajar siswa kurang berkembang. Mereka
hanya mendengarkan apa yang diucapkan oleh guru, kemudian mencatat
dan menghapalkannya atau dengan istilah lain duduk, dengar, catat, dan
hapal (DDCH).
Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat dimana-
mana: di sekolah, di halaman, di pusat kota, di pedesaan. Pemanfaatan
sumber-sumber pembelajaran tersebut bergantung pada kreativitas guru,
waktu dan biaya, serta kebijakan-kebihakan lainnya. Kalau
diklasifikasikan, sumber pembelajaran dapat dibagi ke dalam 5 bagian,
yaitu:
a. Manusia (People)
Manusia sebagai sumber belajar dimaksud adalah orang yang secara
langsung menyampaikan pesan-pesan pembelajaran tanpa
menggunakan alat lain sebagai perantara. Ada yang secara khusus
dipersiapkan untuk sumber pembelajaran melalui pendidikan dan
latihan tertentu, seperti guru, konselor, administrator pendidikan, tutor
dan sebagainya. Ada pula orang yang bukan dipersiapkan untuk
sumber belajar, tetapi memiliki suatu keahlian yang berkaitan erat
dengan program pembelajaran, misalnya manager perusahaan,
penyuluh kesehatan, penyuluh pertanian, kepala desa, pengelola
koperasi, polisi, dan sebagainya.
b. Bahan (Materials)
Materials yang disebut sebagai sumber pembelajaran adalah sesuatu
yang membawa pesan untuk tujuan pembelajaran. Pesan yang
disampaikan kepada siswa tersebut dengan menggunakan alat
penampil seperti buku paket, audio tape, video tape, peta, bola dunia,
grafik, yang kesemuanya biasa disebut media pembelajaran.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-17
c. Lingkungan (Setting)
Lingkungan yang disebut sebagai sumber belajar ialah tempat atau
ruangan yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Tempat atau ruangan
yang dirancang khusus untuk tujuan pembelajaran, misalnya bangunan
sekolah, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, auditorium, ruang
micro teaching. Sedangkan tempat atau ruang (lingkungan) yang
bukan dirancang secara khusus untuk tujuan pembelajaran, namun
dapat dimanfaatkan untuk sumber belajar, umpanyanya gedung
bersejarah, bangunan industri, lingkungan pertanian, museum, kebun
binatang, kebun raya, dan lain-lain.
d. Alat dan Perlengkapan (Tool and Equipment)
Alat atau perlengkapan yang dijadikan sumber belajar ialah alat dan
perlengkapan untuk produksi dan atau untuk menampilkan sumber-
sumber lainnya. Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk
produksi ialah kamera untuk membuat foto, tape recorder untuk
merekam, termo fex untuk membuat transparansi, dan lain-lain.
Sedangkan alat dan perlengkapan yang digunakan untuk menampilkan
sumber belajar lainnya umpamanya slide proyektor, TV, dan lain-lain.
e. Aktivitas (Activities)
Aktivitas sebagai sumber belajar biasanya merupakan kombinasi
antara suatu teknik penyajian dengan sumber lainnya yang
memberikan fasilitas atau kemudahan belajar bagi siswa. Misalnya
pembelajaran berprogram merupakan kombinasi antara teknik
penyajian program (bahan) dengan buku (cetak). Contoh lainnya
adalah simulasi, karyawisata, sistem pembelajaran modul. Aktivitas
sebagai sumber belajar ini meliputi:
i. Tujuan khusus yang harus dicapai oleh siswa
ii. Materi (bahan pembelajaran) harus dipelajari
iii. Aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran
iv. Sistem dan alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan program
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-18
5. Metode
Menurut Akhmad Sudrajat, Metode adalah “a way in achieving
something” (Winataputra: 2008). Jadi, metode pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Hermawan (2008), metode
pembelajaran adalah cara dalam menyajikan (menguraikan materi,
memberi contoh dan memberi latihan) isi pelajaran kepada siswa untuk
mencapai tujuan tertentu. Tidak setiap metode pembelajaran sesuai untuk
digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Oleh karena itu
sebagai seorang guru haruslah mampu memilih metode yang sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Ada berbagai metode pembelajaran,
yaitu metode diskusi, metode ceramah, metode demonstrasi, metode studi
mandiri, metode simulasi, metode latihan dengan teman, metode studi
kasus, metode proyek, metode praktikum. Dalam kegiatan pembelajaran
guru dapat menggunakan lebih dari satu metode, maksudnya dapat
digunakan variasi metode dalam pembelajaran. Ada beberapa faktor yang
dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan metode, antara lain:
a. Tujuan Khusus Pembelajaran
b. Karakteristik Materi Pelajaran
c. Kemampuan Guru
d. Fasilitas yang tersedia
6. Materi
Menurut Winataputra (2007), Materi pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dibahas dalam pembelajaran dalam rangka membangun
proses belajar,antara lain membahas materi dan melakukan pengalaman
belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
Menurut Hermawan (2008), materi merupakan komponen terpenting
kedua dalam pembelajaran yang menentukan tercapainya suatu tujuan
dalam pembelajaran. Materi pembelajaran dapat meliputi fakta-fakta,
observasi, data, persepsi, pengindraan, pemecahan masalah, yang berasal
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-19
dari pikiran manusia dan pengalaman yang diatur dan diorganisasikan
dalam bentuk berupa fakta-fakta, gagasan (ideas), konsep (concept),
generalisasi (generalitation), prinsip-prinsip (principles), dan pemecahan
masalah (solution).
7. Media
Menurut Winataputra (2007) Secara harfiah media disebut medium
atau perantara. Dalam kaitannya dengan proses komunikasi media
diartikan sebagai wahana penyalur pesan pembelajaran. Pengelompokan
media pembelajaran dapat dipilah menjadi tiga bagian, antara lain:
Media Visual
Media Audio
Media Audio Visual
Fungsi media pembelajaran antara lain sebagai berikut:
a. Mengatasi berbagai hambatan proses komunikasi
Kegunaan media dalam mengatasi hambatan proses komunikasi antara
lain untuk mengatasi verbalisme (ketergantungan untuk menggunakan
kata-kata lisan dalam memberikan penjelasan), dengan penggunaan
media kata-kata abstrak dalam penjelasan dapat diminimalkan atau
bahkan dihilangkan seperti pepatah a picture worht a thousand words
(satu gambar mewakili seribu kata).
b. Sikap pasif siswa dalam belajar
Penggunaan media pembelajaran mempunyai banyak kegunaan dalam
kegiatan pembelajarn yang berkaitan dengan siswa, antara lain
menimbulkan kegairahan belajar, menfokuskan/menari perhatian
siswa, memberikan perangsang yang sama untuk setiap pengalaman,
memberikan gambaran nyata tentang materi yang dijelaskan, dan
menimbulkan persepsi yang sama.
c. Mengatasi keterbatasan fisik kelas
Dengan penggunaan media dapat membantu guru dalam penjelasan
berkaitan dengan obyek yang dijelaskan, antara lain kegunaan untuk
memperkecil obyek yang terlalu besar, memperbesar obyek yang
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-20
terlalu kecil, menyederhanakan obyek yang terlalu rumit, dan
menggambarkan obyek yang terlalu luas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan media, antara lain:
Tujuan pembelajaran
Situasi belajar
Kemudahan
Ekonomis
Fleksibilitas
Kepraktisan dan keasederhanaan
Kemampuan guru
8. Evaluasi
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan
yang telah ditentukan. Hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan
sebagai umpan balik (feedback) untuk melaksanakan perbaikan dalam
kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan materi yang digunakan,
pemilihan media, pendekatan pengajaran, dan metode dalam
pembelajaran.
Dalam Permen No. 41 tahun 2007 tentang Standar proses
dinyatakan bahwa evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk
menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap
perencanaan poses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan
penilaian hasil pembelajaran. Evaluasi proses pembelajaran
diselenggarakan dengan cara:
Membandingkan poses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan
standar proses
Mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai
dengan kompetensi guru
C. Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Istilah evaluasi tidaklah asing dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran. Pada akhir suatu program pendidikan, pembelajaran atau
pelatihan, pada umumnya diadakan evaluasi. Hal ini bertujuan untuk
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-21
mengetahui apakah suatu program pendidikan, pembelajaran, atau pelatihan
tersebut telah dikuasai oleh pesertanya atau belum.
Dalam membahas masalah evaluasi dalam bidang pendidikan, ada tiga
istilah yang sering dipakai, yaitu pengukuran (measurement), penilaian
(assessment), evaluasi (evaluation). Pengukuran (measurement) adalah
tindakan membandingkan sesuatu dengan 1 ukuran tertentu. Dengan kata lain,
pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas
daripada sesuatu. Penilaian (assessment) adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) hasil belajar
dari peserta didik. Evaluasi (Evaluation) adalah suatu tindakan atau kegiatan
yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti)
daripada sesuatu berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Salah satu
kompetensi guru professional adalah kemampuan mengadakan evaluasi.
Sehingga dapat disimpulkan evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau
kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh, penjaminan dan
penetapan kualitas (nilai dan arti) berbagai komponen pembelajaran
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai bentuk
pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Stufflebeam dan Shinkfield (1985) secara singkat merumuskan
“Evaluation is the systematic assessment of the worth or merit of some
objects”. Dengan demikian, evaluasi merupakan kegiatan membandingkan
tujuan dengan hasil dan juga merupakan studi yang mengkombinasikan
penampilan dengan tujuan nilai tertentu.
Thorndike dan Hagen (1961) menjelaskan bahwa evaluasi
berhubungan dengan pengukuran. Dalam beberapa hal, evaluasi lebih luas
karena dalam evaluasi juga termasuk penilaian format dan penilaian intuitif
mengenai kemjuan peserta didik. Evaluasi juga mencakup penilaian tentang
apa yang baik. Dengan demikian, hasil pengukuran yang benar merupakan
dasar yang kokoh untuk melakukan penilaian.
Sumarno (dalam Slamet, 2001) mengemukakan bahwa asesmen
(penilaian hasil belajar) adalah suatu proses sistemik untuk menentukan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-22
pencapaian hasil belajar peserta didik, sedangkan Nuryani (dalam Slamet,
2001) menyatakan bahwa “asesmen berada pada pihak yang diakses dan
digunakan untuk mengungkap kemajuan perorangan”. Dalam bidang
pendidikan, asesmen sering dikaitkan dengan pencapaian kurikulum dan
digunakan untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan pembelajaran
dan hasilnya. Dengan demikian, asesmen dapat diartikan sebagai proses dalam
pembelajaran yang dilakukan secara sistematis, digunakan untuk mengungkap
kemajuan siswa secara individu guna menentukan pencapaian hasil belajar
dalam rangka pencapaian kurikulum.
Adapun maksud asesmen adalah:
Melacak kemajuan siswa (keeping track); dan
Mengecek ketercapaian kurikulum (checking up)
Untuk dapat melakukan penilaian, dilakukan suatu pengukuran terlebih
dahulu. Menurut Zaenul dan Nasution (1993), pengukuran merupakan
pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki
oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formula yang jelas.
Misalnya, untuk mengukur tinggi atau berat seseorang, kita lebih mudah
memahaminya karena aturannya telah diketahui secara umum, tetapi untuk
mengukur pendengaran, penglihatan, atau kepekaan seseorang jauh lebih
kompleks dan itu tidak semua orang dapat memahaminya. Dalam kegiatan
seperti ini, mungkin saja aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang diikuti
tidak lagi sederhana. Dalam melakukannya harus diikuti seperangkat aturan
atau formulasi yang disepakati secara umum oleh para ahli. Kegiatan
pengukuran menjadi lebih kompleks lagi bila akan mengukur karakteristik
psikologis seseorang, seperti kecerdasan, kematangan, atau kepribadian.
Menyangkut yang terakhir ini, tidak semua orang dapat memahaminya dan
tidak semua orang dapat melakukannya. Oleh karena itu, pengukuran
menuntut keahlian dan latihan tertentu.
D. Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang digunakan oleh pendidik.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-23
2. Mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses
pembelajaran.
3. Mengetahui apakah materi yang di pelajari dapat dilanjutkan dengan bahan
yang baru atau diulangi.
4. Untuk mengetahui efektifitas proses pembelajaran yang dilaksanakan.
5. Untuk mengetahui kesesuaian presepsi dan pemikiran peserta didik dalam
mengikuti proses pembelajaran.
6. Untuk mengetahui apakah komponen-komponen dalam proses
pembelajaran sudah memberikan kontribusi positif bagi proses
pembelajaran.
7. Mengetahui sejauh mana perkembangan dari pelaksanaan pembelajaran.
8. Mengetahui dampak apa yang terjadi dari proses pembelajaran.
9. Bahan pertimbangan untuk menentuakan proses selanjutnya agar lebih
efektif dan efisien.
E. Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi penempatan (Placement), Yaitu evaluasi yang hasilnya digunakan
sebagai pengukur kecakapan yang disyaratkan di awal suatu program
pendidikan. Digunakan untuk mengukur performansi awal sewaktu siswa
mulai masuk suatu program pendidikan.
2. Fungsi selektif, Yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai upaya untuk
memilih (to select). Digunakan untuk memilih siswa yang dapat diterima
di sekolah tertentu, memilih siswa yang dapat naik kelas atau tidak,
memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa, dan lain-lain.
3. Fungsi diagnostik, Yaitu evaluasi yang digunakan untuk mendiagnosa
keadaan kelemahan dan kekurangan siswa, sebab musabab adanya
kelemahan dan kekurangan itu. Digunakan utuk melihat kelebihan dan
kekurangan siswa sehingga dapat lebih mudah dicarikan jalan keluar untuk
mengatasinya.
4. Fungsi formatif, Yaitu evaluasi yang dilaksanakan di tengah satuan waktu
pembelajaran setelah beberapa satuan materi pembelajaran diselesaikan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-24
guna mencari tahu sejauh mana siswa sudah menguasai tujuan
instruksional atau kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Melalui
evaluasi formatif ini, dapat diperoleh informasi yang berguna untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar.
5. Fungsi sumatif, Yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada akhir satuan waktu
pembelajaran (semesteran) setelah sejumlah materi pembelajaran
diselesaikan guna menentukan hasil dan kemajuan belajar siswa dalam
kelompoknya.
F. Prinsip-Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Melakukan kegiatan evaluasi pembelajaran merupakan pekerjaan yang
cukup sulit. Agar kegiatan tersebut dapat dilaksanakan dengan lebih mudah
dan terarah, maka harus mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang perlu
dipegang dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Valid, ada kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan
sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan yang
dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang masuk salah sehingga
kesimpulan yang ditarik juga besar kemungkinan menjadi salah.
2. Mendidik, evaluasi dilakukan untuk memotivasi siswa yang berhasil
(positive reinforcement) dan sebagai pemicu semangat untuk
meningkatkan hasil belajar bagi yang kurang berhasil (negative
reinforcement), sehingga keberhasilan dan kegagalan siswa harus tetap
diapresiasi dalam penilaian.
3. Berorientasi pada kompetensi, evaluasi harus menilai pencapaian
kompetensi siswa yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan/nilai yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran
keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
4. Adil dan obyektif, evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan dan
obyektivitas siswa, tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, latar belakang
budaya, dan berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-25
Sebab ketidakadilan dalam penilaian, dapat menyebabkan menurunnya
motivasi belajar siswa, karena merasa dianaktirikan.
5. Terbuka, evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai
kalangan (stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung, sehingga
keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat
merugikan semua pihak.
6. Berkesinambungan, evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus atau
berkesinambungan dari waktu ke waktu, untuk mengetahui secara
menyeluruh perkembangan siswa, sehingga kegiatan dan unjuk kerja siswa
dapat dipantau melalui penilaian.
7. Menyeluruh, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta berdasarkan pada strategi
dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa yang
dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
8. Bermakna, evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi
semua pihak. Untuk itu, evaluasi hendaknya mudah dipahami dan dapat
ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil evaluasi
hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi siswa
yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan
tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah
ditetapkan.
G. Tahap-Tahap Evaluasi Pembelajaran
Meskipun tidak selalu sama, namun pada umumnya para pakar dalam
bidang evaluasi pendidikan merinci proses kegiatan evaluasi hasil belajar ke
dalam enam langkah pokok sebagai berikut:
1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar.
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, terlebih dahulu harus disusun
perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil
belajar umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu:
Merumuskan tujuan dilaksanankan evaluasi
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-26
Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi
Memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan dalam
pelaksanaaan evaluasi
Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam
pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik
Menentukan tolok ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan
pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data
hasil evaluasi
Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar
2. Menghimpun data.
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data
adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menggunakan tes
ataupun juga dengan teknik nontes.
3. Melakukan verifikasi data.
Setelah menghimpun data melalui tes dan nontes, selanjutnya guru perlu
melakukan verifikasi (penyaringan) hasil tes tersebut. Verifikasi tersebut
dimaksudkan untuk memisahkan data yang “baik” (data yang mendukung
kegiatan evaluasi) dengan data yang “kurang baik” (data yang tidak
mendukung kegiatan evaluasi).
4. Mengolah dan menganalisis data.
Mengolah dan menganalisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud
untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun
dalam kegiatan evaluasi. Dalam mengolah dan menganalisis data hasil
evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik dan/atau teknik non
statistik, tergantung kepada jenis data yang akan diolah dan dianalisis.
5. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan penafsiran atau
interpretasi.
Pada hakekatnya, tahap evaluasi ini merupakan verbalisasi dari makna
yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan
penganalisisan. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-27
akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu, misalnya
siswa telah atau belum tuntas dalam pembelajaran.
6. Tindak lanjut hasil evaluasi.
Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah,
dianalisis, dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang
terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat
mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang
dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-28
BAB II
TEKNIK PENGUMPULAN DATA TES
A. Pengertian Tes
Tes secara harfiah berasal dari bahasa perancis kuno “testum” artinya
piring untuk menyisihkan logam-logam mulia.
Segi istilah:
Anne Anastasi “Psychological Testing”; Tes adalah alat ukur yang
mempunyai standar yang objektif sehingga dapat digunakan secara
meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan
membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
Lee J. Cronbach “Essential of Psychological Testing”; Tes merupakan
suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan perilaku dua orang
atau lebih.
F. L. Goodenough; Tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang
diberikan kepada individu atau sekelompok individu dengan maksud untuk
membandingkan kecakapan mereka satu sama lain. (Sudiyono, 2005)
Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, kecerdasan,
kemampuan, atau bakat yang dimiliki seseorang atau kelompok.
Tes juga dapat didefinisikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus
dijawab atau pertanyaan yang harus dipilih dengan tujuan untuk mengukur
aspek perilaku tertentu dari orang yang dikenai tes.
Biasanya dalam kegiatan proses belajar mengajar, murid diberikan
sejumlah pertanyaan atau tugas dari guru. Pertanyaan tersebut dapat dalam
bentuk pertanyaan dikelas, tugas pekerjaan rumah (PR), atau bentuk lain yang
tujuannya untuk mendapatkan informasi tertentu, sesuai dengan isi tugas yang
ada. Tindakan yang demikina itu merupakan bentuk-bentuk tes tulis.
Dapat disimpulkan bahwa tes adalah cara atau prosedur dalam rangka
pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-29
tugas atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang
melambangkan tingkah laku peserta tes.
B. Fungsi tes
1. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik (tingkat perkembangan yang
dicapai)
2. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran.
C. Pembagian Tes
1. Berdasarkan fungsinya:
a. Tes seleksi
b. Tes tes awal
c. Tes akhir
d. Tes diagnostik
e. Tes formatif
f. Tes sumatif
2. Berdasarkan aspek psikis:
a. Tes intelegensi
b. Tes kemampuan
c. Tes sikap
d. Tes kepribadian
e. Tes hasil belajar
3. Berdasarkan banyaknya orang:
a. Tes individu
b. Tes kelompok
4. Berdasarkan waktu:
a. Power test
b. Speed test
5. Berdasarkan bentuk respon:
a. Verbal test
b. Nonverbal test
6. Berdasarkan cara mengajukan pertanyaan dan jawaban:
a. Tes tertulis
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-30
b. Tes lisan
Bentuk tes yang sering dipakai dalam proses belajar mengajar pada
hakikatnya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Tes tertulis (written tes) : suatu tes yang menuntut siswa memberikan
jawaban secara tertulis . Tes tertulis mempunyai 2 macam:
a. Tes obyektif: tes tertulis yang menuntut siswa memilih jawaban yang
telah disediakan atau memberikan jawaban singkat terbatas. Tes ini
dibuat sedemikian rupa, sehingga hasil tes tersebut dapat dinilai secara
obyektif, dinilai oleh siapapun akan menghasilkan nilai yang sama. Tes
objektif jawabannya ringkas dan pendek (short answer test).
Bentuk bentuk tes obyektif ini adalah :
1) Bentuk benar salah (true false)
Contoh : Lingkarilah B bila pertanyaan ini benar, atau S bila
pertanyaan tersebut salah. B-S Hukum memberi hadiah adalah
sunah muakkad.
2) Bentuk pilihan ganda (multiple choice)
Contoh : berilah tanda (x) huruf a, b, c, d pada jawaban yang
benar!
Wajib mengerjakan ibadah haji bagi orang yang…………
a. Tua c. kaya
b. Mampu d. suka
3) Bentuk menjodohkan (matching)
Contoh : Jodohkan soal bagian A dan B
Bagian A
- Melaksanakan Ibadah puasa
- Iman kepada kitab-kitab Alloh
- Menahan keluarnya hadast
Bagian B
- Rukun Iman nomor 3
- Hal yang makruh dalam sholat
- Rukun islam nomor 4
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-31
4) Bentuk melengkapi (completion)/jawaban singkat
Contoh :
Rosul nomor 25 adalah….
b. Tes Subjektif/Essai : tes tertulis yang meminta siswa memberikan
jawaban berupa uraian atau kalimat yang panjang-panjang. Panjang
pendeknya tes essai adalah relatif, sesuai kemampuan si penjawab tes.
Bentuk-bentuk tes subjektif ini adalah :
1). Essai bebas, yakni tes yang soal-soalnya harus dijawab dengan
uraian secara bebas. Sesuai dengan apa yang diketahuinya.
Contoh:
Apa yang terjadi apabila pemerintahan suatu negara dipimpin oleh
seorang diktator?
Kelemahan dalam bentuk ini adalah sukar menentukan standar
jawaban yang benar sebab jawaban siswa sifatnya beraneka ragam.
2). Essai terbatas, yakni yang soalnya menuntut jawaban dalam bentuk
uraian yang telah terarah. Tes uaraian ini lebih mudah
memeriksanya, karena dapat lebih mudah ditetapkan standar
jawaban yang benar.
Contoh: Sebutkan ciri-ciri seorang pemimpin yang bersifat
diktator!
2. Tes Lisan (oral test): Tes lisan sangat bermanfaat untuk mengukur aspek
yang terkait dengan kemampuan komunikasi. Tes lisan juga dapat
digunakan untuk menguji siswa baik secara individual ataupun kelompok.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tes lisan:
a) Janganlah guru membentak siswa karena siswa itu memberikan
jawaban yang menurut penilaian guru merupakan jawaban yang salah.
b) Jangan pula ada kecenderungan untuk membantu seorang murid yang
sedang dites dengan memberikan kunci-kunci jawaban tertentu karena
kita merasa kasihan atau simpati pada murid itu.
Contoh bentuk tes lisan :
Guru dikelas bertanya pada siswanya :
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-32
“Sebutkan Rukun-rukun dalam sholat!”
D. Pelaksanaan Tes Tertulis
a. Ruangan tempat tes dilaksanakan hendaknya usahakan setenang mungkin.
b. Peserta tes harus diperingatkan bahwa mereka tidak boleh bekerja sebelum
ada tanda untuk mulai.
c. Para pengawas mengawasi jalannya tes.
d. Apabila waktu habis, peserta tes diperintahkan untuk berhenti bekerja dan
segera meninggalkan ruangan tes secara tertib.
e. Setelah alat-alat terkumpul, pengawas tes mencatat kejadian-kejadian yang
berlangsung selama tes berlangsung.
E. Beberapa Syarat Tes yang Dapat Dipergunakan Sebagai Alat Pengukur
Data
1. Tes harus valid
2. Tes harus reliabel
3. Tes harus objektif
4. Tes harus bersifat diagnostik
5. Tes harus efisien
F. Syarat-Syarat Pembuat Tes
1. Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan dites.
2. Memiliki pengetahuan dan kecakapan dalam teknik konstruksi tes.
3. Memiliki kemampuan merumuskan buah pikiran secara teliti, sigkat dan
jelas dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
G. Faktor-Faktor Pendukung Kualitas Data
1. Kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya.
2. Kualifikasi pengambil data.
3. Prosedur yang dituntut dalam pengumpulan data.
H. Kelebihan Dan Kekurangan Masing-Masing Tes
1. Kelebihan Tes tulis (Tes obyektif ) yaitu :
a. Dapat mencakup ruang lingkup materi yang luas
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-33
b. Lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat
dihindari campur tangan unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa
maupun segi guru yang memeriksa
c. Lebih mudah dan cepat cara pemeriksaannya karena dapat menggunakan
kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
d. Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain.
e. Dalam pemeriksaannya tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
2. Kekurangan tes tulis (tes obyektif) yaitu :
a. persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes esay karena
soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan
yang lain (yang diukur cenderung aspek kognitif tingkat rendah)
b. Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapakan ingatan dan daya
pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang
tinggi.
c. Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
d. Kerjasama antarsiswa pasa waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
e. Tidak menuntut penalaran siswa.
f. Tidak membutuhkan pemikiran analistis maupun sistematis.
3. Kelibihan Tes Tulis (Tes Subjektif) yaitu :
a. Penyusunan soalnya mudah disiapkan dan disusun.
b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-
untungan (menebak jawaban).
c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun
dalan bentuk kalimat yang bagus
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya
dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
e. Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang
diteskan.
f. Dapat melatih siswa berfikir logis, analistis, dan sistematis.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-34
4. KekuranganTes Tulis (Tes Subjektif) yaitu :
a. Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi
mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
b. Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran
yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas).
c. Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif.
d. Pemeriksaanya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual
lebih banyak dari penilai.
e. Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang
lain.
f. Cakupan materi terbatas atau sempit.
g. Yang diukur cenderung tingkat kecerdasan kognitif tinggi
Ket : apa yang menjadi kelebihan dalam tes objektif merupakan
kelemahan dalam tes subjektif dan sebaliknya.
5. Tes lisan
Kelebihan tes lisan adalah bisa mengetahui kemampuan siswa
dalam mengemukakan pendapat secara langsung dan dapat diketahui
penguasaan siswa secara tepat.
Kelemahan tes lisan adalah membutuhkan waktu yang relatif lama,
dan seringkali siswa kurang bebas dalam mengemukakan pendapat.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-35
I. Perbedaan tes objektif dan tes lisan
J. Pelaksanaan tes lisan
a. Pertahankanlah situasi evaluasi dalam pelaksanaan tes lisan; untuk
mendapatkan gambaran mengenai prestasi belajar yang telah dicapai.
b. Janganlah membentak-bentak.
c. Jangan ada kecenderungan untuk membantu pelaksanaan tes.
d. Siapkan pertanyaan serta scope jawaban yang diminta.
e. Lakukan penilaian secara teliti terhadap setiap jawaban.
Ditinjau dari Tes Objektif Tes Essay
Taksonomi hasil yang di ukur
Baik untuk mengukur hasil belajar tingkat knowledge, comprehension, aplikasi dan analisis.Tidak cocok untuk tingkat sintesis dan evaluasi.
Tidak efisien untuk knowledge.Baik untuk komprehensif, aplikasi dan analisis.sangat baik untuk tingkat sintesis dan evaluasi.
Sampling isi/ bahan
Karena menggunakan jumlah item yang banyak, dapat mencakup atau mewakili bahan pelajaran yang luas.
Karena menggunakan jumlah soal yang relatif kecil, hanya mencakup bahan yang tidak jelas (tidak dapat mewakili isi bahan yang luas).
Persiapan membuat soal
Mempersiapkan item adalah yang sukar memakan waktu.
Mempersiapkan item yang baik adalah sukar tetapi lebih mudah mempersiapkan soal objektif.
penskoran Objektif, sederhana dan keandalannya tinggi
Subjektif, sukar dan kurang andal.
kemungkinan Mendorong siswa untuk mengingat, menginterpretasikan dan menganalisi ide-ide orang lain.
Mendorong siswa untuk mengorganisasi dan mengintegrasikan ide-idenya sendiri.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-36
K. Pengembangan Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam
bentu lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya
sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan.
Tes lisan dapat berbentuk sebagai berikut:
1. Seorang guru menilai seorang peserta didik.
2. Seorang guru menilai sekelompok peserta didik.
3. Sekelompok guru menilai seorang peserta didik.
4. Sekelompok guru menilai sekelompok pesertadidik.
Kebaikan tes lisan antara lain: dapat mengetahui langsung kemampuan
peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara lisan, tidak perlu
menyusun soal-soal secara terurai, tetapi mencatat pokok permasalahannya
saja, kemungkinan peserta didik akan menerka-nerka jwaban dan
berspekulasi dapat dihindari. Kelemahannya adalah (1) memakan waktu yang
cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta didiknya banyak, (2) sering
muncul subjektifitas bilamana dalam susana ujian lisan itu hanya ada seorang
guru dan seorang peserta didik.
Beberapa petunjuk praktis dalam pelaksanaan tes lisan adalah sebagai
berikut:
1. Jangan terpengaruh oleh faktor-faktor subjektifitas, misalnya dilihat dari
kecantikan, kekayaan, anak pejabat atau bukan, hubungan keluarga.
2. Berikanlah skor bagi setiap jawaban yang dikemkakan oleh peserta didik.
Biasanya kita memberikan penilain setelah tes itu selesai. Cara ini termasuk
cara yang kurang baik, akibatnya penilaian akan dipengaruhi oleh jawaban-
jawaban teakhir.
3. Catatlah hal-hal atau masalah yang akan ditanyakan dan ruang linkup
jawaban yang diminta untuk setiap pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar
jangan sampai pertanyaan yang diajukan menyimpang dari permasalahan
dan tak sesuai dengan jawaban peserta didik.
4. Ciptakan suasana ujian yang menyenangkan. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik tidak ketakutan menghadapi ujian lisan tersebut. Kadang-
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-37
kadang ada juga guru yang sampai berbuat tidak wajar seperti membentak-
bentak peserta didik, dan mungkin pula bertindak berlebihan. Tindakan ini
harus dihindari, karena dapat mengakibatkan proses pemikiran peserta didik
menjadi terhambat, sehingga apa yang dikemukakan mereka tidak
mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya.
5. Jangan mengubah suasana ujian lisan menjadi suasana diskusi atau suasana
ngobrol santai atau juga menjadi suasana pembelajaran.
Demikianlah beberapa kelebihan dan kelemahan tes lisan berikut
petunjuk praktisnya. Petunjuk ini dapat dijadikan pegangan atau pedoman
bagi guru dalam menyelenggarakan tes lisan.
L. Pengembangan Tes Perbuatan
Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta
didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Lebih jauh Stiggins
(1994) mengemukakan “tes tindakan adalah suatu bentuk tes yang peserta
didiknya diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah pengawasan
penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan
tentang kualitas hasil belajar yang didemonstrasika. Peserta didik bertindak
sesuai dengan apa yang akan diperintahkan dan ditanyakan”. Misalnya, coba
praktikan bagaimana cara mengetik 10 jari dengan baik dan benar.
Tes tindakan sangat beermanfaat untuk memperbaiki
kemampuan/perilaku peserta didik, karena secara objektif kesalahan-kesalahn
yang dibuat oleh peserta didk dapat diamati dan diukur sehingga menjadi
dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya. Sebagaimana jenis tes yang
lain, tes tindakanpun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tes
tindakan adalah (1) satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan utuk
mengetahui hasil belajar dalam bidang ketermpilan, seperti keterampilan
menggunakan komputer, keterampilan menggunakan bahasa asing,
keterampilan menggambar dan sebagainya, (2) sangat baik digunakan untuk
mencocokan antara pengetahuan teori dan keterampilan praktik, sehingga
hasil penilaian menjadi lengkap, (3) dalam pelaksanaanya tidak
memungkinkan peserta didik untuk menyontek, dan (4) guru dapat mengenal
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-38
lebih dalam tentang karakteristik masing-masing peserta didik sebagai dasar
tindak lanjut hasil penilaian, seperti pembelajaran remedial.
Adapun kelemahan/kekurangan tes tindakan adalah (1) memakan waktu
yang lama. (2) dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar, (3) cepat
membosankan, (4) jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin, maka
ia tidak mempunyai arti apa-apa lagi, (5) memerlukan syarat-syarat
pendukung yang lengkap, baik waktu, tenaga maupun biaya. Jika syarat-
syarat tersebut tidak dipenuhi, maka hasil penilaian tidak dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik.
Contoh:FORMAT PENILAIAN TINDAKAN
DALAM PRAKTIK KOMPUTERNama sekolah : .......................................................Mata pelajaran : .......................................................Nama peserta didik : .......................................................Kelas : .......................................................Semester : .......................................................Hari dan tanggal : .......................................................Tujuan : .......................................................
Petunjuk:Berilah penilaian dengan menggunakan tanda cek (√) pada setiap aspek yang tertera bi bawah ini sesuai dengan tingkat penguasaan peserta didik.Keterangan nilai:SB = Sangat BaikB = BaikC = CukupK = KurangSK = Sangat Kurang
No. Aspek-aspek yang diamati BS B C K SK
01 Tahapan menhudupkan komputer
02 Cara menggunakan mouse03 Cara membuka objek pada
dekstop04 Cara memindahkan letak objek
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-39
05 Cara mengetik dengan 10jari06 Posisi duduk depan komputer07 Cara menetak data08 Tahapan mematikan komputer
Guru ybs.,
.............................
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-40
BAB III
TEKNIK PENGUMPULAN DATA NONTES
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya bila dipadukan
dengan data-data yang dihasilkan dengan menggunakan teknik yang berbeda,
berikut disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes. Dan Teknik tes
bukanlah satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih
ada teknik lainnya yang dapat digunakan, yaitu teknik non tes. Teknik
pengumpulan data non test meliputi:
1. Observasi
Secara umum, pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-
bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang
dijadikan sasaran pengamatan. Alat yang digunakan berupa lembar observasi
yang disusun dalam bentuk check list atau skala penilaian.
Observasi diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian, atau Observasi atau
pengamatan adalah pengumpulan data dengan terjun langsung suatu kegiatan
yang sedang berjalan ke lapangan untuk mengamati secara langsung objek
para pembuat keputusan berikut lingkungan fisiknya yang diteliti atau juga
diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian.
a. Tiga Fase Dalam Observasi
1) Pertemuan perencanaan
Dalam pertemuan perencanaan pihak guru yang menyajikan dan pihak
pengamat mendiskusikan rencana pembelajaran. Yang perlu
didiskusikan adalah bagaimana penyajian langkah-langkah
pembelajaran dilakukan dan bagaimana pengamat akan mulai dengan
pengumpulan data melalui observasi.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-41
2) Observasi kelas
Fokus penelitian adalah untuk memperbaiki pembelajaran dikelas, dan
mendukung strategi atau teknik-teknik belajar mengajar.
3) Diskusi balikan
Setiap siklus pengamatan merupakan bagian dari proses yang akan
membangun siklus selanjutnya. Baik guru dan observer, keduanya
sedang terlibat dalam proses pengembangan profesional yang akan
menghasilkan peningkatan dalam mengajar dan dalam keterampilan
untuk mengamati atau mengobservasi.
b. Metode Observasi
1) Observasi Terbuka
Apabila sang pengamat melakukan pengamatannya dengan
mengambil kertas pensil kemudian mencatatkan segala sesuatu yang
terjadi di kelas.
2) Observasi Terfokus
Apabila penelitian ingin memfokuskan permasalahan kepada upaya-
upaya guru dalam membangkitkan semangat belajar siswa dengan
memberikan respons kepada pertanyaan guru, maka sebaiknya
dilakukan penelitian tindakan kelas yang memfokuskan kepada
meningkatkan kualitas bertanya.
3) Observasi Terstruktur
Apabila para mitra peneliti sudah menyetujui kriteria yang diamati,
maka selanjutnya anda tinggal menghitung (mentally) saja berapa kali
jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti itu
ditampilkan.
4) Observasi Sistematik
Kemungkinan dalam membicarakan pengamatan sistematik ada yang
mengusulkan berbagai macam skala yang dapat dimanfaatkan.
c. Keunggulan dari metode observasi ini adalah sebagai berikut:
1) Banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi, hasilnya
lebih akurat dan sulit dibantah.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-42
2) Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan
observasi, misalnya terlalu sibuk dan kurang waktu untuk
diwawancarai.
3) Kejadian yang serempak dapat diamati dan dicatat serempak pula
dengan memperbanyak observer.
4) Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap
oleh alat pengumpul data yang lain, yang ternyata sangat menentukan
hasil penelitian.
5) Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai
keandalan yang tinggi. Kadang observasi dilakukan untuk mengecek
validitas dari data yang telah diperoleh sebelumnya dari individu-
individu.
6) Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan, pekerjaan-
pekerjaan yang rumit kadang-kadang sulit untuk diterangkan.
7) Dapat menggambarkan lingkungan fisik dari kegiatan-kegiatan,
misalnya tata letak fisik peralatan, penerangan, gangguan suara dan
lain-lain.
8) Dapat mengukur tingkat suatu pekerjaan, dalam hal waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaaan tertentu.
d. Kelemahan dari metode observasi ini adalah sebagai berikut:
1) Observasi tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat.
2) kelemahan-kelemahan observer dalam pencatatan.
3) Banyak kejadian dan keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama
yang menyangkut kehidupan peribadi yang sangat rahasia
4) Oberservasi sering menjumpai observer yang bertingkah laku baik dan
menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi.
5) Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan
tertentu, sehingga dapat terjadi gangguan yang menyebabkan
observasi tidak dapat dilakukan.
6) Banyak data pribadi yang tidak terungkap, misalnya kehidupan
pribadi yang rahasia
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-43
7) Memungkinkan terjadi ketidak-wajaran apabila yang diobservasi
mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi
8) Observasi banyak tergantung dari faktor yang tidak terkontrol
9) Subjektifitas observer sukar dihindarkan.
e. Upaya-upaya mengatasi kelemahan dalam observasi yaitu :
1) Data-data yang belum terungkap bisa kita resume guna menambah
kelengkapan data yang akan kita gunakan. Setelah data-data yang
teresume tersebut sudah selesai kita bisa meminta bantuan misalnya
dari keluarga, teman-temannya, sahabat dekatnya.
2) Sebagai seorang peneliti harus benar-benar bisa menjaga kerahasiaan
dirinya, ini dimungkinkan jika terjadi hal yang tidak diinginkan,
misalnya jika identitas observer terbongkar maka pihak yang diteliti
merasa tidak nyaman dan akan menghindar dari penelitian yang
dilakukan observer yang nantinya akan menghambat proses observasi.
2. Wawancara
Interview atau wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Maksud mengadakan wawancara adalah mengkontruksi mengenai orang,
kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain
kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami
masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapakan
untuk dialami pada masa yang akan datang; memverikasi, mengubah, dan
memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun
bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas
konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
Wawancara merupakan pertanyaan-pernyataan yang diajukan secara verbal
pada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan
hal-hal yang dipandang perlu. Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyan-pertanyaan atau tanya jawab secara lisan dengan berhadapan muka
secara langsung.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-44
a. Bentuk-bentuk Wawancara
1) Wawancara terstruktur (structured interview) atau wawancara
terbimbing (guided interview) atau wawancara sistematis (systematic
interview), yaitu wawancara yang disusun secara terperinci sehingga
menyerupai check-list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda
(check) pada nomor yang sesuai. Anda sebagai pewawancara sudah
mempersiapkan bahan wawancara terlebih dahulu.
2) Wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) atau wawancra
tidak terpimpin (unguided interview) atau wawancara tidak sistematis
(nonsistematic interview), yaitu wawancara yang hanya memuat garis
besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara
sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis ini lebih
banyak tergantung dari pewawancara. Pewawancaralah sebagai
pengemudi jawaban responden. Jenis interviu ini cocok untuk
penilaian khusus.
Interview penting untuk memperoleh informasi, tidak hanya merngenai
item-item yang faktual seperti yang biasa tercakup pada kuesioner pengumpul
data-siswa, namun juga mengenai sikap, ambisi dan hal afektif lain yang
menyusun studi kasus ini. Fact-Finding interview dapat digunakan karena data
sebelumnya tidak jelas atau karena perasaan yang mendasari perlu ditemukan
dan dipahami. Ada baiknya anda menggunakan alat rekaman untuk membantu
catatan lapangan anda, juga sebagai alat untuk mengingatkan topik bahasan.
b. Kelebihan wawancara:
1) Diperoleh informasi dalam suasana komunikasi secara langsung, yang
memungkinkan siswa selain memberikan data faktual seperti yang
ditulis dalan angket, juga mengungkapkan sikap, pikiran, harapan, dan
perasaan.
2) Rumusan pertanyaan dapat disesuaikan dengan daya tangkap siswa.
3) Dapat ditanyakan hal-hal yang bersifat sensitif, seperti suasana
keluarga, corak pergaulan dengan saudara kandung dan teman sebaya,
penggunaan bahan narkotika, pengalaman seksual, dan sebagainya.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-45
4) Wawancara telah diakui sebagai teknik pengumpulan data atau
informasi yang penting dan banyak dilakukan dalam pengembangan
sistem informasi.
5) Wawancara adalah suatu percakapan langsung dengan tujuan-tujuan
tertentu dengan menggunakan format tanya jawab yang terencana.
6) Wawancara memungkinkan analis sistem mendengar tujuan-tujuan,
perasaan, pendapat dan prosedur-prosedur informal dalam wawancara
dengan para pembuat keputusan organisasional.
7) Analis sistem menggunakan wawancara untuk mengembangkan
hubungan mereka dengan klien, mengobservasi tempat kerja, serta
untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan
kelengkapan informasi.
c. Kelemahan wawancara:
1) Memakan banyak waktu bagi petugas bimbingan.
2) Siswa berprasangka terhadap petugas bimbingan dan memberikan
informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
3) Petugas bimbingan mendengarkan terlalu selektif atau bertanya-tanya
dengan cara yang sugestif.
4) pembuatan catatan memberikan kesan kepada siswa bahwa dia sedang
berhadapan dengan petugas kepolisian.
5) Interview mungkin mengubah informasi mengenai interview mereka
sendiri, reaksi mereka, dan pengalaman mereka.
6) Interview dapat menjadikan sumber kesalahan. Mereka dapat
mencatat informasi karena “pendengaran yang selektif”. Mungkin
mereka hanya gagal mendengarkan pernyataan interviewee yang
bertentangan dengan opini, reaksi, sikap atau ide tentang situasi
mereka sendiri.
7) Memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar
8) Sangat tergantung pada individu yang akan diwawancarai
9) Situasi wawancara mudah dipengaruhi lingkungan sekitar
10) Menuntut penguasaan keterampilan bahasa yang baik dari interviewer
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-46
11) Adanya pengaruh subyektif pewawancara yang dapat mempengaruhi
hasil wawancara
12) Adanya pengaruh subjektifitas dari interviewer terhadap hasil
wawancara.
d. Upaya-upaya mengatasi kelemahan dalam wawancara yaitu :
1) Kondisikan keadaan agar lebih baik sehingga tidak terpengaruh
keadaan lingkungan yang kurang baik.
2) Bahasa yang digunakan bisa disesuaikan dengan klien agar klien
mengerti dan faham.
3) Minimalkan waktu, tenaga, dan biaya yang ada.
4) Bersikaplah sebagai pewawancara yang simpatik, yang berperhatian
dan pendengar yang baik, tidak berperan terlalu aktif, untuk
menunjukkan bahwa anda menghargai pendapat anak.
5) Bersikaplah netral dalam relefansinya dengan pelajaran. Janganlah
anda menyatakan pendapat sendiri tentang hal itu, atau mengomentari
pendapat anak.
6) Bersikaplah tenang, tidak terburu-buru atau ragu-ragu.
7) Mungkin anak yang diwawancarai merasa takut kalau mereka
menunjukkan sikap atau gagasan yang salah menurut anda.
Yakinkanlah anak, bahwa pendapatnya penting bagi anda.
8) Secara khusus perhatikan bahasa yang anda gunakan untuk
wawancara.
3. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data
secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan
responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket
berisi sejumlah pertnyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh
responden. Responden mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban atau
respon sesuai dengan presepsinya. Kuesioner merupakan metode penelitian
yang harus dijawab responden untuk menyatakan pandangannya terhadap
suatu persoalan.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-47
Sebaiknya pertanyaan dibuat dengan bahasa sederhana yang mudah
dimengerti dan kalimat-kalimat pendek dengan maksud yang jelas.
Penggunaan kuesioner sebagai metode pengumpulan data terdapat beberapa
keuntungan, diantaranya adalah pertanyaan yang akan diajukan pada
responden dapat distandarkan, responden dapat menjawab kuesioner pada
waktu luangnya, pertanyaan yang diajukan dapat dipikirkan terlebih dahulu
sehingga jawabannya dapat dipercaya dibandingkan dengan jawaban secara
lisan, serta pertanyaan yang diajukan akan lebih tepat dan seragam.
a. Kuesioner dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1) Kuesioner tertutup
Setiap pertanyaan telah disertai sejumlah pilihan jawaban. Responden
hanya memilih jawaban yang paling sesuai.
2) Kuesioner terbuka
Dimana tidak terdapat pilihan jawaban sehingga responden haru
memformulasikan jawabannya sendiri.
3) Kuesioner kombinasi terbuka dan tertutup
Dimana pertanyaan tertutup kemudian disusul dengan pertanyaan
terbuka.
4) Kuesioner semi terbuka
Pertanyaan yang jawabannya telah tersusun rapi, tetapi masih ada
kemungkinan tambahan jawaban.
b. Kelebihan Angket atau Kuesioner
1) Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2) Dapat dibagikan secara serentak kepada responden
3) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing
menurut waktu senggang responden.
4) Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-
malu menjawab.
5) Dapat dibuat berstandar sehingga semua responden dapat diberi
pernyataan yang benar-benar sama.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-48
c. Kelemahan Angket atau kuesioner
1) Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada
pertanyaan yang terlewati tidak terjawab, padahal sukar diulangi
diberikan kembali padanya.
2) Seringkali sukar dicari validitasnya
3) Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden sengaja
memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur
4) Angket yang dikirim lewat pos pengembaliannya sangat rendah,
hanya sekitar 20%. Seringkali tidak dikembalikan terutama jika
dikirim lewat pos menurut penelitian
5) Waktu pengembaliannya tidak sama-sama, bahkan kadang-kadang ada
yang terlalu lama sehingga terlambat.
4. Skala Penilaian (rating scale)
Pencacatan data dengan alat ini dilakukan seperti chek list.
Perbedaannya terletak pada kategorisasi gejala yang dicatat. Dalam rating
scale tidak hanya terdapat nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan
diselidiki akan tetapi tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan
atau jenjang setiap gejala tersebut.
a. Kelebihan Skala Penilaian
Kelebihannya adalah karena merupakan alat perhitungan observasi
dan merupakan alat yang bagi pengamat dapat digunakan untuk menilai
individu yang sama. Dengan demikian akan memperbesar reabilitas
penilaian.
Penilaian yang sama dari beberapa penilai, asalkan mereka
memiliki pengetahuan yang sama tentang individu yang sedang dinilai,
biasanya hasilnya lebih baik dari pada penilaian yang hanya dilakukan satu
orang.
b. Kekurangan Skala Penilaian
Kesalahan bias personal, efek halo, kecenderungan sentral, dan
kesalahan logis. Karena skala penilaian telah digunakan secara luas selama
bertahun-tahun. Kekurangan itu cukup dikenal oleh mereka yang
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-49
merancang dan menggunakannya. Namun, jenis-jenis kesalahan itu bisa
saja terjadi dengan berbagai bentuk berdasarkan observasi yang dilakukan.
5. Daftar Chek (Chek List)
Merupakan alat pengukuran untuk menyatakan ada atau tidak adanya
suatu unsur, komponen, karakteristik, atau kejadian dalam suatu peristiwa,
tugas, atau kejadian yang kompleks. Penataan data dilakukan dengan
menggunakan sebuah daftar yang memuat nama observer dan jenis gejala
yang diamati.
6. Catatan Anekdot (Anecdotal Record)
Dikenal juga dengan istilah catatan kejadian, merupakan catatan
kejadian seketika yang berisi peristiwa atau kenyataan yang spesifik dan
menarik mengenai sesuatu yang diamati atau terlihat secara kebetulan.
Selain itu juga, catatan anekdot merupakan alat untuk mencatat
gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian, catatan dibuat
segera setelah peristiwa terjadi.
a. Kelebihan catatan anekdot
1) Catatan ini menggambarkan perilaku individu, biasanya dalam
berbagai situasi yang berbeda, sehingga dapat menyumbangkan
pemahaman yang lebih besar tentang kepribadian individu tersebut.
2) Catatan tentang perilaku yang jelas akan menghasilkan pemahaman
yang lebih tepat mengenai subjek, daripada generalisasi yang tidak
jelas, terlalu luas, dan tidak dilengkapi bukti kuat.
3) Catatan ini mendorong guru untuk tertarik dan mendapatkan
informasi tentang individu.
4) Catatan ini melengkapi data kuantitatif dan memperkaya penafsiran
perilaku.
b. Kekurangan Catatan Anekdot
1) Catatan ini dapat berguna hanya jika penggambaran pengamatannya
akurat dan komprehensif.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-50
2) Catatan ini bisa menciptakan masalah serius bagi personel sekolah
berkaitan dengan undang-undang dan privasi pendidikan keluarga
1974 yang diciptakan untuk melindungi hak privasi siswa.
7. Analisis Dokumen
Analisis dokumenter merupakan merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-
dokumen, baik dokumen tertulis,gambar maupun elektronik. Dokumen yang
telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan
(sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi
studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau
melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang
dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen
tersebut.
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode
lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada
kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode
dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.
Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang
check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Apabila
terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan
tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang
bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat
menggunakan kalimat bebas.
Salah satu bentuk analisis dokumen yang sering dilakukan adalah
pemeriksaan daftar pribadi (personality inventory) atau pemeriksaan daftar
riwayat hidup (auto biografi)
Beberapa informasi yang ditelaah dalam daftar pribadi antara lain
berupa data-data berikut:
a. Data tentang diri, baik keadaan tubuh maupun riwayat kesehatan.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-51
b. Data tentang kepandaian dan kecakapan yang dimiliki.
c. Data tentang sifat dan tabiat.
d. Data tentang cita-cita dan hari depan.
e. Data keluarga, baik ayah, ibu, pekerjaan orang tua, penghasilan atau
alamat.
f. Data yang berhubungan dengan sekolah.
g. Data lain yang dianggap perlu, misalnya kegiatan yang pernah dilakukan.
Melalui analisi dokumen data pribadi, guru dapat memberikan sumber
keterangan untuk mengadakan penilaian tentang pribadi siswa, memberikan
bimbingan belajar yang optimal, dan mengarahkan pemilihan karir jabatan
dimasa mendatang.
8. Sosiometri
Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang
jaringan sosial dalam suatu kelompok yang berukuran kecil yaitu antara 10-
50 orang. Data diambil berdasarkan preferensi pribadi antara anggota
kelompok. Teknik sosiometri memberikan informasi obyektif mengenai
fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana informasi ini tidak dapat
diperoleh dari sumber yang lain. Sosiometri tidak memberikan jawaban yang
pasti, hanya bisa memberikan indikasi struktur sosial atau petunjuk bagi guru
tentang individu pada periode tertentu. Responden cenderung memilih bukan
atas dasar pertimbangan dengan siapa dia akan paling berhasil dalam
melakukan kegiatan (sociogroup) melainkan atas dasar simpati dan antipasti
(psychogroup).
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad
PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES TULIS
A. Tes Tulis
1. Tes Obyektif
a. Perkembangan
Test objektif sering juga disebut test dikotomi (
scored item)
antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Tes
objektif menuntut peserta didik untuk meilih jawaban yang benar
diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,memberikan
jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang
belum sempurna. Tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu benar
salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban
singkat.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I
BAB IV
PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES TULIS
Perkembangan test bentuk objektif
Test objektif sering juga disebut test dikotomi (dischotomously
karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya
antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Tes
objektif menuntut peserta didik untuk meilih jawaban yang benar
diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,memberikan
aban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang
belum sempurna. Tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu benar
salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Halaman-52
dischotomously
karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya
antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Tes
objektif menuntut peserta didik untuk meilih jawaban yang benar
diantara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,memberikan
aban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang
belum sempurna. Tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yaitu benar-
salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-53
b. Bentuk Benar-Salah (True-False Test)
Setiap item tes bentuk true-false diberi skor maksimum 1.
Apabila dijawab betul, maka skor 1. Akan Tetapi jika salah maka
skornya 0.
Rumus :
Contoh soal True-False
1. B – S Ajaran Islam yang masuk ke Indonesia adalah “Islam
yang kalah”, yakni hanya aspek sufistik saja, sementara
aspek rasionalistiknya diambil oleh orang barat.
2. B – S Teologi islam yang berkembang di Indonesia lebih
didominasi oleh teologiversi Asy’ariy. Dampaknya, umat
Islam Indonesia tidak dinamis-kreatif.
Contoh penggunaan :
Umpamakan jumlah item true-false (B – S) = 20. Seorang
siswa benama Ali dapat menjawab betul 13 item, dan salah 7 item.
Maka skor yang diperoleh Ali adalah sebagai berikut :
S = R – W
= 13 – 7
= 6
c. Bentuk Menjodohkan (Matching Test)
Matching test dapat kita ganti dengan istilah
mempertandingkan mencocokkan, memasangkan atau menjodohkan.
Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri
jawaban.Untuk menilai suatu tes yang berbentuk matching,
diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja.
Rumus :
S = R - W
S = R
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-54
Contoh Soal :
1. Sifat wajib bagi Allah yang tidak ada
hubungannya dengan makhluk
sebagai objeknya ialah...
A. Sifat Tabligh
2. Qadha dan Qadar dibahas dalam
ilmu...
B. Tauhid
3. Salah satu sifat yang mustahil bagi
rasul adalah...
C. Wajib ‘ain
4. Shalat Jenazah adalah shalat yang
hukumnya ...
D. Sifat Fana
5. Semua minuman yang memabukkan
dalam hukum islam termasuk ....
E. Haram
6. ................... Dan seterusnya
........................
F. Tarikh
Contoh Penggunaan :
Misalkan sebuah tes berbentuk matching banyaknya 10 item.
Darman dapat megerjakan 5 item betul, 3 item salah, dan 2 item
dikosongkan / tidak dijawab. Maka skor yang diperoleh Darman = 5.
Jadi, dengan rumus penskoran rumus di atas, item yang
dijawab salah dan item yang tidak dijawab/ dikosongkan kedua-duanya
dianggap salah karena yang diperhitungkan hanya item yang dijawab
betul.
d. Bentuk Melengkapi (Completion Test)
Soal melengkapi adalah soal yang menuntut peserta tes untuk
memberikan jawaban atau melengkapi tes berupa kata, frase, angka
atau symbol.
Cara menskor bentuk soal melengkapi :
S = R
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-55
Contoh soal :
1. Piso Surit dan Sengko adalah lagu-lagu daerah dari propinsi mana?
…………..
2. Air akan membeku pada suhu ………. Derajat Fahrenheit
e. Bentuk Fill-In ( Isian )
Umumnya berbentuk cerita atau karangan. Kata-kata penting
dalam cerita / karangan tersebut dikosongkan, untuk kemudian diisi
oleh testee.
Rumusnya adalah :
Contoh soal Fill-In
Pengertian pendidikan Islam menurut Syekh Anwar Jundi
ialah ... (1); konsep pendidikan Islam tersebut di atas mengandung
pengertian bahwa pendidikan Islam itu berlangsung .... (2), Syekh
Anwar Jundi selanjutnya merumuskan tujuan pendidikan Islam, yaitu
.... (3). Sedangkan menurut Syekh Dr. ‘Athiyah al-Abrasyi, tujuan
pendidikan Islam itu ialah.... (4).
Contoh penggunaan
Terdapat 5 soal, dalam satu soal isian, ada 4 bagian yang
kosong. Misalkan Rudi menjawab 3 soal penuh. Maka skor Rudi
adalah 12. karena setiap bagian kosong bernilai satu.
f. Bentuk Multiple Choice
Untuk menilai suatu tes yang berbentuk multiple choice,
diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja.
Cara menghitung skor dari tes berbentuk MC digunakan
rumus :
n = banyaknya opsi 1 = angka ketetapan
S = R
Dengan Denda
S = R – ( W / n – 1 )
Tanpa Denda
S = R
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-56
Macam – macam bentuk Multiple Choice
1) Melengkapi Lima Pilihan
Pilihlah satu jawaban yang paling tepaat dengan jalan
membubuhkan tanda silang (X) pada huruf abjad A, B, C, D atau
E.
1. Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaan atau zaman
keemasan pada masa pemerintahan
A. Umar bin abdul Aziz B. Utsman bin Affan
C. Yazid bin Mu’awiyah D. Harun al – Rasyid
E. Al – Ma’mun
2) Asosiasi Empat / Lima Pilihan
Untuk butir soal nomor 1 sampai 4 berikut ini, cocokkanlah istilah
yang terdapat di belakang huruf abjad dengan pernyataan yang
terdapat pada masing-masing butir soal:
A. Ijtihad B. Taqlid C. Ittiba’ D. Istihsan
Soal :
1. Meninggalkan (suatu) hokum dari suatu peristiwa yang
bersandar pada dalil syara’, menuju kepada hokum lain karena ada
suatu dalil syara’ yang mengharuskan adanya peninggalan tersebut.
2. Mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber
alasannya.
3. Menerima perkataan atau pendapat orang lain dengan
mengetahui alasan dan sumbernya
4. Menggunakan seluruh kesanggupan dan kemampuan yang ada
dengan cara bersungguh-sungguh, untuk menetapkan hukum
syari’at.
(kunci : 1. D 2. B 3.C 4. A)
3) Melengkapi Berganda
Tulislah :
A. Bila 1, 2, dan 3 betulB. Bila 1 dan 3 betul
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-57
C. Bila 2 dan 4 betulD. Bilahanya 4 yang betulE. Bila semuanya betul
Soal :
1. Hal – hal yang termasuk perbuatan thaharah adalah :
1. Mandi2. Berwudlu’ 3. Menghilangkan najis4. Membaca doa istiftah(kunci : A)
….. Dan seterusnya …….
4) Hubungan Antar Hal
Pilihlah :
A. Jika pernyataan BETUL, Alasan BETUL, dan keduanya
menunjukkan HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.
B. Jika pernyataan BETUL, Alasan Betul, tetapi keduanya TIDAK
MENUNJUKKAN HUBUNGAN SEBAB AKIBAT.
C. Jika pernyataan BETUL dan alasan SALAH.
D. Jika pernyataan SALAH dan alasan BETUL.
E. Jika pernyataan SALAH dan alasan SALAH.
1. Nabi Muhammad bersifat ma’shum atau terhindar dari dosa
SEBAB
Dosa seseorang itu akan ditanggung sendiri oleh yang
bersangkutan.
………………. Dan seterusnya …………..
(kunci : 1. B 2. ……. 3. ……. …..)
5) Analisis Kasus
Untuk model ini, maka peserta didik mengikuti suatu kasus yang
kemudian menarik kesimpulan atau suatu pengertian dari kasus
tersebut dengan pendidik menyediakan beberapa opsi.
6) Hubungan Dinamik
Pilihlah :
A. Jika 1 naik maka 2 naik.Jika 1 turun maka 2 turun
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-58
B. Jika 1 naik maka 2 turun. Jika 1 turun maka 2 naik
C. Jika perubahan pada 1 tidak mempengaruhi 2.
Soal :
1. (1) Volume Urine (2) Berat jenis Urine
2. (1) kadar protein plasma (2) tekanan koloid osmotik plasma
(kunci : 1. C 2. A)
7) Perbandingan Kuantitatif
Di bawah ini terdapat beberapa soal mengenai perbandingan.
Tulislah :
A. Jika (1) lebih besar dari pada (2)B. Jika (1) lebih kecil dari pada (2)C. Jika keduanya sama besar atau hamper sama besar.
Soal :
1. (1) Berat jenis bensin(2) Berat jenis air
2. (1) Pulau Irian(2) Pulau Kalimantan
( Kunci: 1. B 2. A)
8) Pemakaian Gambar / Diagram / Grafik / Peta
Pada tes objektif model ini, terdapat gambar atau diagram atau
grafik atau peta yang diberi tanda huruf abjad A, B, C, D dan
sebagainya. Kepada testee dinyatakan tentang sifat / keadaan / hal-
hal tertentu yang berhubungan dengan tanda-tanda tersebut.
g. Kriteria Pembuatan Butir Soal
1) Materi
Soal sesuai dengan indikator.
Pengecoh berfungsi.
Mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar.
2) Kostruksi
Pokok soal dirumuskan secara jelas dan tegas.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-59
Rumusan soal dan rumusan jawaban hanya merupakan
pernyataan yang diperlukan saja
Pokok soal tidak menunjuk kea rah jawaban yang benar.
Pokok soal tidak mengandung pernyataan negatif ganda.
Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari sisi materi.
Panjang rumusan jawaban relatif sama.
Pilihan jawaban tidak mengandung pernyataan “semua
jawaban di atas benar atau semua jawaban di atas salah”.
Pilihan jawaban yang berbentuk angka disusun berdasarkan
urutan, sedangkan pilihan jawaban yang berbentuk waktu
kejadian disusun secara kronologis.
Grafik, gambar, tabel dan diagram yang terdapat pada soal
jelas dan berfungsi.
Butir soal tidak tergantung pada jawaban sebelumnya.
3) Bahasa
Soal menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.
Bahasa yang digunakan komunikatif.
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat.
Pilihan jawaban tidak mengulang kata/frasa yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian.
2. Tes Subjektif
a. Perkembangan Tes Bentuk Uraian
Menurut sejarah, yang lebih dahulu adalah bentuk uraian.
Mengingat bentuk uraian ini banyak kelemahannya, maka para pakar
pendidikan, kurikulum dan psikologi berusaha menyusun test dalam
bentuk yang lain, yaitu test objektif.
Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk
menguraikan, mengoorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan
kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-60
dengan yang lainnya. Dilihat dari luas-sempitnya materi yang
ditanyakan, maka test bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons items ) dan uraian
bebas (extended respons items).
a) Uraian terbatas
Dalam menjawab uraian terbatas ini, peserta didik harus
mengemukakan hal hal tertentu sebagai batas batasny. Walaupun
kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada
pokok pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya
sesuai dengan batas batas yang telah ditentukan dan dikehendaki
dalam soalnya.
Contoh :a. Jelaskan bagaimana prosedur operasional sebuh pesawat
komputer.
b. Sebutkan lima komponen dalam sistem komputer!
b) Uraian Bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas utuk menjawab soal
dengan cara dan sitematika sendiri. Peserta didik bebas
mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh
karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika
yang berbeda-beda. Namun guru tetap harus mempunyai acuan
atau patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.
Contoh:a. Bagaimana perkembangan komputer di Indonesia, jelaskan
dengan singkat!
b. Bagaimana peranan komputer dalam pendidikan?
b. Bentuk Uraian Objektif (BUO)
Dalam penskoran bentuk soal uraian objektif, skor hanya
dimungkinkan menggunakan dua kategori, yaitu benar atau salah.
Untuk setiap kata kunci yang benar diberi skor 1 (satu) dan untuk kata
kunci yang dijawab salah atau tidak dijawab diberi skor 0 (nol).
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-61
Dalam satu rumusan jawaban dapat mengandung lebih dari satu kata
kunci sehingga skor maksimum jawaban dapat lebih dari satu. Kata
kunci tersebut dapat berupa kalimat, kata, bilangan, simbol, gambar,
grafik, ide, gagasan atau pernyataan. Diharapkan dengan pembagian
yang tegas seperti ini, unsur subjektifitas dapat dihindari atau
dikurangi.
Adapun langkah-langkah pemberian skor soal bentuk uraian subjektif
adalah:
a. Tulisan semua kata kunci atau kemungkinan jawaban benar secara
jelas untuk setiap soal.
b. Setiap kata kunci yang dijawab benar diberi skor 1. Tidak ada skor
setengah untuk jawaban yang kurang sempurna. Jawaban yang
diberi skor 1 adalah jawaban sempurna, jawaban lainnya adalah 0.
c. Jika satu pertanyaan memiliki beberapa sub pertanyaan, perincilah
kata kunci dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci
sub jawaban dan buatkan skornya.
d. Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada
soal tersebut. Jumlah skor ini disebut skor maksimum.
Contoh:
Indikator: menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan
ukurannya.
Soal:
Sebuah bak penampung air berbentuk balok berukuran panjang
100cm, lebar 70, dan tinggi 60cm. Berapa liter isi bak penampung
mampu menyimpan air?
Pedoman Penskoran Bentuk Uraian ObjektifLangkah Kriteria Jawaban Skor
1 Rumus isi balok = panjang x lebar x tinggi
1
2 = 100cm x 70cm x 60cm 13 = 420.000cm3 14 Isi balok dalam liter: 1
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-62
420.00010005 = 420 liter 1
Skor maksimum 5
c. Bentuk uraian Non-Objektif (BUNO)
Dalam penskoran soal bentuk nonobjektif,skor dijabarkan
dalam rentang. Besarnya rentang skor ditetapkan oleh kompleksitas
jawaban, seperti 0-2, 0-4, 0-6, 0-8, 0-10 dan lain-lain. Skor minimal
harus 0, karena peserta didik yangtidak menjawabpun memiliki skor
tersebut, sedangkan skor maksimum ditetukan oleh penyusun soal dan
keadaan jawaban yang dituntut dalam oakl tersebut.
Adapun langkah-langkah pemberian skor untuk soal bentuk
uraian nonobjektif adalah sebagai berikut:
1. Tulislah garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk
dijadikan pegangan dalm pemberian skor.
2. Tetapkan rentang skor dalam pemberian setiap kriteria jawaban.
3. Pemberian skor dalam setiap jawaban bergantung pada kuallitas
jawaban yang diberikan oleh peserta didik.
4. Jumlahkan skor-skor yang diperoleh dari setiap kriteria sebagai
skor peserta didik. Jumlah skor tertinggi dari setiap kriteria
jawaban disebut skor maksimum dari seti soal.
5. Periksalah setiap nomer dari semua peserta didik sebelum pindah
ke soal nomor lain. Tujuannya untuk menghindari pemberian skor
berbeda terhadap jawaban yang sama.
6. Jika setiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah semua jumlah
skor peserta didik untuk setiap soal. Kemudian hitunglah nilai tiap
soal dengan rumus:
nilai tiap soal = skor perolehan peserta didikskor maksimum tiap butir soal × bobot soal
7. Jumlahkan semua nilai yang diperoleh dari semua soal. Jumlah
niali ini disebut nilai akhir dari suatu perangkat test yang
diberiakan.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-63
Contoh:
Indikator: menjelaskan alasan yang membuat kita harus bangga
sebagai bangsa Indonesia.
Soal: Jelaskan alasan yang membuat kita perlu bangga sebagai bangsa
Indonesia!
Pedoman Penskoran Nilai Bentuk Uraian Non-ObjektifKriteria jawaban Rentang skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia.
0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia (pemandangan alam, geografis, dsb).
0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat istiadat tetapi dapat bersatu.
0-3
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia.
0-2
Skor maksimum. 9
d. Metode Pengoreksian Soal Bentuk Uraian
Untuk mengoreksi soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan
tiga metode, yaitu metode per nomer (whole method), metode per
lembar (separated method), dan metode bersilang (cross method).
a. Metode per nomer: di sini guru mengoreksi hasil jawaban peserta
didik untuk setiap nomer. Kebaikannya adalah pemberian skor
yang berbeda atas dua jawaban yang kualitasnya sama hampir tidak
terjadi, karena jawaban peserta didik yang satu selalu dibandingkan
dengan jawaban pesrta didik yang lain, sedangkan kelemahanya
adalah pelaksanaannya terlalu berat dan memakan banyak waktu.
b. Metode per lembar: di sini guru mengoreksi setiap lembar jawaban
peserta didik mulai dari nomer satu sampai dengan nomer terakhir.
Kebaikannya adalah relatif lebih murah yang tidak memakan
banyak waktu, sedangkan kelemahannya adalah guru sering
memberi skor yang berbeda atas dua jawaban yang sama
kualitasnya, atau sebaliknya.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-64
c. Metode bersilang: Guru megoreksi jawaban peserta didik dengan
jalan menukarkan hasil koreksi dari seorang korektor kepada
korektor yang lain. Kelebihannya adalah faktor subjektif dapat
dikurangi, sedangkan kelemahanya adalah membutuhkan waktu
dan tenaga yang banyak.
e. Analisis soal bentuk uraian
Cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis soal bentuk
uraian secara rasional, yang digunakan sebelum tes itu digunakan atau
diuji cobakan seperti yang menggunakan kartu telaah.
Contoh: kartu telaah soal bentuk uraian.Nomor soal: Perangkat:No ASPEK YANG DITELAAH Ya Tidak
A.Materi01 Soalsesuai dengan indikator.02 Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas.03 Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran04 Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang,
jenis sekolah, dan kelas.B.Konstruksi
05 Rumusan kalimat soal atau pertanyaan menggunakan kata tanya atau perintah yang menenuntut jawaban terurai.
06 Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.07 Ada pedoman penskoran.08 Gambar, grafik, tabel, peta, diagram, dan sejenisnya
disajikan dengan jelas dan terbaca.C.Bahasa
09 Rumusan kalimat saoal komunikatif.10 Butir soal menggunakan bahasa indonesia yang baik dan
benar.11 Rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang
menimbukan penafsiran ganda atau salah pengertian.12 Tidak menggunakan bahasa lokal/daerah.13 Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat
menyinggung perasaan peserta didik.Catatan:
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-65
BAB V
PENYUSUNAN INSTRUMEN NONTES
A. Pengertian Evaluasi Nontes
Evaluasi non-tes merupakan penilaian atau evaluasi hasil belajar
peserta didik yang dilakukan dengan tanpa ”menguji” peserta didik,
melainkan dilakukan dengan menggunakan pengamatan secara sistematis
(observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket
(questionnaire) dan memeriksa atau meniliti dokumen-dokumen
(documentary analysis).
Instrument untuk memperoleh hasil belajar non-tes terutama dilakukan
untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang
berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik
dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument
seperti itu terutama berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari
pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan
panca indra. Selain itu, instrument seperti ini memang merupakan satu
kesatuan dengan instrument lainnya, karena tes pada umumnya mengukur apa
yang diketahui, dipahami atau yang dapat dikuasai oleh peserta didik dalam
tingkatan proses mental yang lebih tinggi. Akan tetapi, belum ada jaminan
bahwa mereka memiliki mental itu dalam mendemonstrasikan dalam tingkah
lakunya. Dengan demikian, instrument non-tes merupakan bagian dari alat
ukur hasil peserta didik.
Penyusunan instrument evaluasi nontes dapat digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa dibentuk melalui wawancara, observasi, angket,
skala sikap, skala penilaian, sosiometri, penilaian kinerja, penilaian sikap,
penilaian proyek, penilaian portofoli, dan penilaian diri.
Langkah-langkah penyusunan instrument secara umum yang perlu
ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan pengumpulan data secara spesifik.
2. Merumuskan setiap aspek masalah menjadi unsure yang terperinci.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-66
3. Menentukan masing-masing aspek atau submasalah yang akan diniliai.
4. Masing-masing karakteristik dirinci menjadi sejumlah atribut perilaku
yang dapat diamati dan diukur.
5. Merumuskan tiap atribut menjadi satu pertanyaan secara singkat, jelas,
dengan bahasa yang tajam.
6. Merumuskan alternatif jawaban untuk masing-masing pertanyaan;
usahakan jawaban yang singkat.
7. Bila instrumen tersebut berbentuk skala atau daftar centang (check list),
tak perlu ditentukan alternatif jawaban; berikan skala(misalnya Baik
Sekali, Baik, Cukup, Kurang, dan Sangat Kurangyang masing-masing
diberi bobot 5, 4, 3, 2, dan 1).
8. Konsep instrument setelah disimpan beberapa waktu, selanjutnya dikaji
kembali secara kritis, baik isi maupun strukturnya.
9. Jika kita bermaksud memperoleh suatu instrumen yang memiliki tingkat
kendala tertentu, sebaiknya dilakukan ujia coba guna menetapkan validitas
dan reliabilitas melalui prosedur tertentu.
10. Jangan lupa menyusun kata pengantar dan petunjuk penggunaan atau
pengisian instrumen serta identifikasi responden.
11. Instrumen yang final hendaknya disusun dan dicetak dalam format yang
tertib dan menarik.
12. Gunakan bahasa ynag baik, jelas, sederhana, dan mudah dipahami sesuai
dengan responden yang bakal dihadapi.
B. Macam – Macam Instrumen Nontes
1. Observasi
Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami, bahkan
mungkin kita sering melakukannya, baik secara sadar maupun tidak sadar
didalam kehidupan sehari-hari. Didalam kelas guru sering melihat,
mengamati dan melakukan interpretasi. Hal yang harus dipahami oleh
guru adalah bahwa tidak semua yang dilihat disebut observasi. Observasi
yang dilakukan oleh guru dikelas tidak cukuup hanya dengan duduk dan
melihat melainkan harus dilakukan secara sengaja, hati-hati, sistematis,
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-67
sesuai dengan aspek-aspek tertentu dan berdasarkan tujuan yang jelas.
Untuk memperoleh hasil observasi yang baik, maka kemamapua guru
dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari hal-hal yang
sederhana sampai dengan hal-hal yang kompleks.
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara
sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena.
Tujuan utama observasi adalah:
a. Untuk mengumpulkandata dan informasi mengenai suatu fenomena,
baik yang berupa peristiwa maupun tindakan.
b. Untuk mengukur perilaku kelas, interaksi antara pesrrta didik dan
guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama
kecakapan sosial.
Jika ingin menggunakan observasi sebagai alat evaluasi, maka
evaluator harus memahami terlebih dahulu tantang:
a. Konsep dasar evaluasi, mulai dari pengertian, tujuan, fungsi, peranan,
karakteristik, prinsip-prinsip sampai dengan prosedur observasi.
b. Perencanaan observasi seperti menentukan kegiatan apa yang akan
diobservasi, siapa yang akan melakukan observasi, rencana sampling,
menyusun pedoman observasi.
c. Prosedur observasi mulai dari perencaan, pelaksaan, pengolahan dan
penafsiran samapi dengan laporan hasil observasi.
Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah
sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan observasi.
b. Membuat lay out atau kisi-kisi observasi.
c. Menyusun pedoman observasi.
d. Menyusun aspek-aspek yang akan di observasi, baik yang berkenaan
dengan proses belajar peserta didik dan kepribadiannya mauupun
penampilan guru dalam pembelajaran.
e. Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-
kelemahan pedoman observasi.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-68
f. Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba.
g. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung.
h. Mengolah hasil observasi.
Contoh Pedoman Observasi Praktik Mengajar
Tujuan:
Untuk memperoleh informasi tentang kemamapuan guru dalam
melaksanakan praktik mengajar yang baik dan benar.
Petunjuk:
Berilah tanda chek list/centang pada kolom skala nilai (A-B-C-D dan E)
sesuai dengan hasil observasi.
Nama :Matapelajaran :Pokok bahasan :Kelas/semester :Hari/tanggal :Komp Kompetensi Dasar :No. Aspek-aspek
yang diobservasiSkala Nilai Ket.A B C D E
1. Tahap orientasi:a. Pembukaanb. Pengabsen peserta didikc. Mengemukakan tujuand. Apresiasi
2. Tahap inti:a. Mengemukakan pokok-pokok materib. Menjelaskan materic. Memberi contoh dan stimulusd. Penggunaan multimetode dan mediae. Kejelasan bahasa
3. Tahap kulminasia. Merangkum materib. Penilaian
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-69
Simpulan:Saran :
Observi. Observer.
(………) (…………..)
2. WawancaraWawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes
yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pengertian wawancara langsung adalah wawancara
yang dilakukan secara langsung antara pewawancara (interviewer) dengan
orang yang diwawancarai (interviewee) tanpa melalui perantara, sedangakan
wawancara tidak langsung artunya pewawancara menanyakan sesuatu melalui
perantara. Jadi tidak menemui langsung kepada sumbernya.
Tujuan wawancara adalah:
a. Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal
atau situasi dan kondisi tertentu.
b. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
c. Untuk memperoleh data agar dapat memengaruhi situasi atau orang tertentu.
Langkah-langkah mempersiapkan wawancara :
1. Membaca materi latar belakang
Mencari informasi latar belakang tentang orang yang diwawancarai
dan organisasinya sebanyak mungkin. Materi ini dapat diperoleh dari orang
yang bisa dihubungi segera untuk menanyakan tentang website perusahaan,
laporan tahunan terbaru, laporan berkala perusahaan atau publikasi-
publikasi lainnya yang dikirim keluar sebagai penjelasan tentang organisasi
kepada publik. Saat diperoleh materi yang harus diperhatikan bahasa yang
digunakan oleh anggota organisasi dalam menggambarkan diri mereka
sendiri dan organisasi mereka. Dari materi ini pewawancara dapat
menyusun pertanyaan-pertanyaan wawancara sedemikian rupa sehingga
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-70
mudah dimengerti oleh orang yang diwawancarai dan juga dapat
memaksimalkan waktu yang digunakan.
2. Menetapkan tujuan dari wawancara
Dari informasi latar belakang yang dikumpulkan dan pengalaman
dalam menetapkan tujuan-tujuan wawancara ada beberapa area yang
berkaitan dengan sikap pengolahan informasi dan pembuatan keputusan
yang ingin ditanyakan, yaitu : sumber-sumber informasi, format informasi,
frekuensi pembuatan keputusan, kualitas informasi, dan gaya pembuatan
keputusan.
3. Memutuskan siapa yang diwawancarai
Untuk menentukan siapa saja orang yang akan diwawancarai adalah
dengan melibatkan orang-orang yang berkompeten yang dapat
mempengaruhi sistem.
4. Menyiapkan orang yang diwawancarai
Menyiapkan orang yang akan diwawancarai dengan menelpon atau
menulis email sehingga memungkinkan orang-orang yang akan
diwawancarai mempunyai waktu untuk berfikir. Bila ingin melakukan
wawancara yang mendalam, dapat mengirimkan pertanyaan pertanyaan
terlebih dahulu agar orang yang diwawancarai punya waktu dan kesempatan
untuk memikirkan responnya.
5. Memutuskan jenis dan struktur pertanyaan
Teknik bertanya yang tepat adalah inti dari wawancara. Ada dua
jenis pertanyaan dasar yaitu pertanyaan terbuka (open-ended) dan
pertanyaan tertutup (close-ended), masing-masing punya kelebihan dan
kekurangannya.
Untuk menyusun pedoman wawancara dapat mengikutu langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan wawancara.
2. Membuat kisi-kisi atau lay out dan pedoman wawancara.
3. Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk
peretanyaan yang diinginkan.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-71
4. Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemaham-kelemahan pertanyaan
yang disusun, sehingga dapat diperbaiki lagi.
5. Melaksanakan wawancara dalam situasi yang sebenarnya.
Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:
1. Hubungan baik antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai perlu
dipupuk dan dibina sehingga akan tampak hubungan yang akrab dan
harmonis.
2. Dalam wawancara jangan terlalu kaku, tunjukkan sikap yang bersahabat,
bebas, ramah, terbuka dan adaptasikan diri dengannya.
3. Perlakukan responden itu sebagai sesama amnusia secara jujur.
4. Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik sehingga pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan bersifat netral.
5. Pertanyaan hendaknya jelas, tepat, dengan bahasa yang sederhana.
Pertanyaan wawancara dapat menggunakan bentuk seperti berikut:
1. Bentuk pertanyaan berstruktur
Yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan apa
yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini
biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya
sudah konkret.
2. Bentuk pertanyaan tak berstruktur
Yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka, orang yang diwawancarai
dapat secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.
3. Bentuk pertanyaan campuran
Yaitu pertanyaan yang menuntun jawaban campuran, ada yang
berstruktur ada pula yang bebas.
Dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan, ada tiga cara menyusun
pertanyaan-pertanyaan, yaitu :
1. Struktur piramid
Dengan menggunakan struktur ini, pewawancara mulai menanyakan
pertanyaan-pertanyaan mendetail, biasanya berupa pertanyaan tertutup,
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-72
kemudian memperluas topik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
terbuka dan membuka respons-respons yang lebih umum. Struktur piramid
juga dapat digunakan:
Jika orang yang akan diwawancarai membutuhkan pemanasan terhadap
topik yang dibicarakan.
Jika orang yang diwawancarai tampak segan membicarakan topik yang
dimaksud.
2. Struktur corong
Pewawancara memulai dengan pertanyaan-pertanyaan umum dan
terbuka, lalu membatasi respons dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup.
3. Struktur wajik (diamond)
Kombinasi antara struktur piramid dengan struktur corong. Struktur
ini harus dimulai dengan suatu cara yang khusus kemudian menentukan hal-
hal yang umum dan akhirnya mengarah pada kesimpulan yang sangat
spesifik.
3. Angket (Quetioner)
Angket termasuk alat untuk menngumpulkan dan mencatat data atau
informasi. Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali dalam
implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedabgkan wawancara
dilaksanakansecara lisan.
Untuk menyusun angket dapat mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menyusun kisi-kisi angket
2. Menyusun pertanyaan-pertanyaan dan bentuk jawaban yang diinginkan,
berstruktur atau tak berstruktur. Setiap pertanyaan dan jawaban harus
menggambarkan atau mencerminkan data yang diperlukan. Pertanyaan
harus diurutkan, sehingga antara pertanyaan ayng satu dengan pertanyaan
yang lainnya ada kesinambungan.
3. Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab pertanyaan, sehingga
memudahkan untuk menjawabnya.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-73
4. Jika angket sudah tersusun dengan baik, perlu dilaksanakan uji coba di
lapangan sehingga dapat diketahui kelemahan-kelemahannya.
5. Angket yang sudah diujicobakan dan terrdapat kelemahan perlu direvisi,
baik dilihat dari bahasa, pertanyaannya maupun jawabannya.
6. Menggandakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah orang yang akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun dan
menyebarkan angket yaitu:
1. Setiap pertanyaan harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, jelas,
singkat, tepat, dansederhana sehingga mudah dimengerti.
2. Jangan membuat pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban. Misalnya,
“kamu tidak menganggap dia anak yang cerdas, bukan?”
3. Jangan menggunakan dua kata sangkal dalam satu kalimat pertanyaan.
Misalnya, “apakah kamu tidak senang untuk tidak membaca buku
pelajaran?”
4. Hindari pertanyaan berlaras dua, misalnya, “apakah kamu senang belajar
membaca dan berhitung?”
5. Buatlah pertanyaan ayng tepat sasaran. Misalnya, “apakah kamu suka
belajar komputer dirumah?” pertanyaan iini tidak tepat. Bagaimana jika
orang tersebut tidak mempunyai komputer dirumah. Untuk itu perlui
dibuat dua pertanyaan seperti (1) apakah kamu mempunyai komputer
dirumah? (2) jika Ya, apakah kamu senaang belajar komputer dirumah?
6. Jika terdapat angket yang tidak diisi, maka harus membagikan lagi kepada
orang lain sebanyak yang tidak menjawab (tidak mengembalikan).
7. Dalam menyebarkan angket hendaknya dilampirkan surat pernyataan
angket.
8. Hendaknya jawaban tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.
4. Skala sikap
Skala sikap adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap
peserta didik baik sikap kognisi, afeksi, dan konasi. Salah satu model untuk
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-74
mengukur sikap yaitu dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan
oleh likert.
1. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial.
Dalam skala likert, peserta didik tidak disuruh memilih pernyataan –
pernyataan yang positif saja, tetapi memilih juga pernyataaan-pernyataan
negatif. Tiap item dibagi ke dalam lima skala, yaitu sangat setuju, setuju,
tidak tentu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Setiap pernyataan positif
diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan pernyataan yang negatif diberi
bobot sebaliknya, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4.
Untuk menyusun skala likert, dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Memilih variabel afektif yang akan diukur.
b. Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang akan
diukur.
c. Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negatif.
d. Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi
alternatif pilihan.
e. Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat
penilaian.
f. Melakukan uji coba.
g. Membuang butir – butir pernyataan yang kurang baik.
h. Melaksanakan penilaian.
Contoh Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran Matematika
Petunjuk :
1. Pengisian skala ini tidak ada hubungannya dengan prestasi belajar.
Anda tidak perlu mencantumkan nama dan nomor absen.
2. Pilihlah salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan cara
memberikan tanda centang () pada kolom kosong yang telah
disediakan .
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-75
Keterangan:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TT = Tidak Tahu
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No. Pernyataan SS S TT TS STS
01Saya mempersiapkan diri untuk menerima pelajaran matematika
02Saya berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran matematika
03 Saya suka matematika
04Saya tertarik artikel yang berhubungan dengan Matematika
05Saya memperkaya materi dari guru Matematika dan mempelajari buku-buku sumber sebagai penunjang
06Saya senang mengerjakan tugas pelajaran Matematika di rumah
2. Skala Guttman
Skala Guttman adalah mempunyai ciri penting, yaitu merupakan
skala kumulatif dan mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang
multi dimensi, sehingga skala ini termasuk mempunyai sifat
undimensional. Skala Guttman yang disebut juga metode scalogram atau
analisa skala (scale analysis) sangat baik untuk menyakinkan peneliti
tentang kesatuan dimensi dari sikap atau sifat yang diteliti, yang sering
disebut isi universal (universe of content) atau atribut universal (universe
attribute).
Langkah menyusun skala guttman adalah sebagai berikut:
a. Susunlah sejumlah pertanyaan yang relevan dengan masalah yang
ingin diselidiki.
b. Lakukan penelitiaan permulaan pada sejumlah sampel dari populasi
yang akan diselidiki, sampel yang diselidiki minimal besarnya 50.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-76
c. Jawaban yang diperoleh dianalisis, dan jawaban yang ekstrim dibuang.
Jawaban yang ekstrim adalah jawaban yang disetujui atau tidak
disetujui oleh lebih dari 80% responden.
d. Susunlah jawaban pada tabel Guttman.
e. Hitunglah koefisien reprodusibilitas dan koefisien skalabilitas.
Skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang
bersifat jelas (tegas dan konsisten. Misalnya yakin-tidak yakin ;ya –
tidak;benar-salah; positif – negative; pernah-belum pernah ; setuju – tidak
setuju; dan sebagainya. Penelitian dengan menggunakan skala Guttman
apabila ingin mendapatkan jawaban jelas (tegas) dan konsisten terhadap
suatu permasalahan yang ditanyakan.
Contoh:
a. Yakin atau tidakkah anda, pergantian Menteri cabinet Indonesia Bersatu
akan dapat mengatasi persoalan bangsa.
1. Yakin
2. Tidak
b. Pernahkah pimpinan saudara mengajak rembuk bersama?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
3. Skala Thurstone
Skala Thurstone meminta responden untuk memilih pertanyaan
yang ia setujui dari beberapa pernyataan yang menyajikan pandangan yang
berbeda-beda. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara
1 sampai dengan 10, tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden.
Pemberian nilai ini berdasarkan jumlah tertentu pernyataan yang dipilih
oleh responden mengenai angket tersebut.
Contoh:
Berikut ini disajikan contoh angket yang disajikan dengan menggunakan
model skala Thurstone.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-77
Petunjuk: Pilihlah 5 (lima) buah pernyataan yang paling sesuai dengan
sikap Anda terhadap pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan
tanda cek () di depan
nomor pernyataan di dalam tanda kurung.
( ) 1. Saya senang belajar matematika.
( ) 2. Matematika adalah segalanya buat saya.
( ) 3. Jika ada pelajaran kosong, saya lebih suka belajar matematika.
( ) 4. Belajar matematika menumbuhkan sikap kritis dan kreatif.
( ) 5. Saya merasa pasrah terhadap ketidak-berhasilan saya dalam
matematika.
( ) 6. Penguasaan matematika akan sangat membantu dalam mempelajari
bidang studi lain.
( ) 7. Saya selalu ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan saya
dalam matematika.
( ) 8. Pelajaran matematika sangat menjemukan.
( ) 9. Saya merasa terasing jika ada teman membicarakan matematika.
4. Skala semantik defferensial
Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya
tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tesusun dalam satu garis yang
kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian kanan garis
dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis, atau
sebaliknya.
Contoh
Beri nilai gaya mengajar dosen anda
Tepat waktu 5 4 3 2 1 tidak tepat waktuBersahabat 5 4 3 2 1 tidak bersahabatKomunikatif 5 4 3 2 1 tidak komunikatifResponden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi
responden terhadap dosen itu sangat positif, sedangkan bila memberi
jawaban pada angka 3, berarti netral, dan bila memberi jawaban pada
angka 1, maka persepsi responden terhadap dosennya sangat negatif
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-78
5. Skala Penilaian (Rating Scale)
Rating Scale adalah salah satu alat untuk memperoleh data yang
berupa suatu daftar yang berisi tentang sifat/ciri-ciri tingkah laku yang ingin
diselidiki yang harus dicatat secara bertingkat. Penilaian yang diberikan oleh
berdasarkan observasi spontan terhadap perilaku orang lain, yang berlangsung
dalam bergaul dan berkomunikasi sosial dengan orang itu selama periode
waktu tertentu. Unsur penilaian terdapat dalampernyataan pandangan pribadi
dari orang yang menilai subyek tertentu pada masing-masing sifat atau sikap
yang tercantum dalam daftar. Penilaian itu dituangkan dalam bentuk
penentuan gradasi antara sedikit sekali dan banyak sekali atau antara tidak
ada dan sangat ada.
Contoh:
Seberapa tinggi pengetahuan anda terhadap mata kuliah di jurusan
matematika berikut sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan dan latihan.
Arti setiap angka adalah sebagai berikut:
0 = bila sama sekali belum tahu
1 = telah mengetahui sampai dengan 25 %
2 = telah mengetahui sampai dengan 50 %
3 = telah mengetahui sampai dengan 75 %
4 = telah mengetahui 100 % (semuanya)
Mohon dijawab dengan cara melingkari nomor sebelum dan sesudah latihan
Pengetahuan sebelum mengikuti diklat
Mata Kuliah Pengetahuan sesudah mengikuti diklat
0 1 2 3 4 MPM 1 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 MPM 2 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Trigonometri 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Aljabar 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Logika Matematika 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Statistik 0 1 2 3 4
0 1 2 3 4 Evaluasi Pembelajaran 0 1 2 3 4
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-79
6. Sosiometri
Sosiometri adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun, dan
sampai batas tertentu dapat mengkuantifikasi pendapat – pendapat peserta didik
tentang penerimaan teman sebayanya serta hubungan diantara mereka.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan guru dalam sosiometri adalah:
1. Memberikan “petunjuk” atau pertanyaan , seperti : “tuliskan pada selembar
kertas nama teman-temanmu yang paling baik”. Usahakan tidak terjadi
kompromi untuk saling memilih diantara peserta didik.
2. Mengunpulkan jawaban yang sejujurnya dari semua peserta didik.
3. Jawaban – jawaban tersebut dimasukkan ke dalam tabel (lihat contoh).
4. Pilihan – pilihan yang tertera dalam tabel digambarkan pada sebuah
sosiogram
Jawaban Peserta Didik tentang Teman Terbaik
Setiap peserta didik dalam kelas digambarkan sebagai suatu lingkaran. Garis
panah menunjukkan pilihan persahabatan (teman terbaik). Peserta didik B dan
E adalah peserta didik yang populer dan juga saling memilih, sedangkan
peserta didik D ingin bersahabat dengan temannya yang lain, tetapi tidak
mendapat respons yang baik. Dengan demikian, peserta didik D menjadi
terisolasi dalam pergaulannya di dalam kelas. Perhatikan sosiogram berikut ini
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-80
Gambar Sosiogram
7. Penilaian Kinerja (Performance Assesment)
Penilaian kinerja (Performance Assesment) adalah suatu penilaian
yang meminta siswa untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan
pengetahuan, keterampilan, dan kelakuan kerjanya ke dalam berbagai tugas
yang bermakna dan melibatkan siswa sesuai dengan kriteria yang dinginkan.
Langkah-langkah penilaian kinerja sebagai berikut :
a. Identifikasi tujuan yang ingin dicapai dengan menerapkan penilaian
kinerja.
b. Menentukan konsep yang ingin dicapai seperti kterampilan atau
pengetahuan apa yang akan kita nilai.
c. Apa yang seharusnya diketahui oleh siswa?
d. Bagaimana kinerja siswa yang diharapkan?
e. Tipe pengetahuan apa yang akan dinilai: rasional, memori, ataukah proses?
f. Memilih kegiatan yang cocok untuk menilai siswa.
g. Perhatikan: batasan waktu yang tersedia, sumber daya alat di kelas, berapa
banyak data yang diperlukan mengetahui kualitas kinerja siswa.
h. Menentukan kriteria kualitas kinerja siswa.
i. Mengidentifikasi secara keseluruhan kinerja yang akan dinilai.
j. Mendaftar aspek-aspek yang penting dari kinerja.
k. Membatasi jumlah kriteria yang akan diamati.
J
E
F
B
A
C
G
I
D
H
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-81
l. Menyatakan kriteria dalam bentuk karakteristik produk atau kelakuan
siswa yang diamati.
m. Menyusun kriteria agar dapat diamati dengan efektif.
n. Menyusun rubrik kinerja.
o. Menilai kinerja: metode holistic dan metode analytic.
8. Penilaian Sikap
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait
dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga
sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh
seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang
ingin dinilai.
Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan konatif.
Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau
penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan
atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah
kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu
berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses
pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut.
1. Sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap materi pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik
akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi
motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang
diajarkan.
2. Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap
guru akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan
demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap
guru/pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh
guru tersebut.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-82
3. Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu memiliki
sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses
pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan
teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik,
nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta
didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
4. Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu
materi pelajaran. Misalnya kasus atau masalah lingkungan hidup,
berkaitan dengan materi Biologi atau Geografi. Peserta didik juga perlu
memiliki sikap yang tepat, yang dilandasi oleh nilai-nilai positif terhadap
kasus lingkungan tertentu (kegiatan pelestarian/kasus perusakan
lingkungan hidup). Misalnya, peserta didik memiliki sikap positif
terhadap program perlindungan satwa liar. Dalam kasus yang lain, peserta
didik memiliki sikap negatif terhadap kegiatan ekspor kayu glondongan
ke luar negeri.
5. Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang
relevan dengan mata pelajaran.
9. Penilaian Proyek
1. Pengertian Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu
tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas
tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan
data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek
dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu
dipertimbangkan yaitu:
a. Kemampuan pengelolaan, kemampuan peserta didik dalam memilih
topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta
penulisan laporan.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-83
b. Relevansi, kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan
mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan
dalam pembelajaran.
c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil
karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk
dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
2. Teknik Penilaian Proyek
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses
pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan
hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain,
pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis.
Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk
poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen
penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
Beberapa contoh kegiatan peserta didik dalam penilaian proyek :
a). penelitian sederhana tentang air di rumah.
b). Penelitian sederhana tentang perkembangan harga sembako.
10. Penilaian Portofolio
1. Pengertian Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang
didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut
dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap
terbaik oleh peserta didik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk informasi lain
yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya siswa secara
individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode
hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik
sendiri.
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta
didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-84
terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat
memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui
karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar,
foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dsb. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam penggunaan
penilaian portofolio di sekolah, antara lain:
a. Karya siswa adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri.
Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang
dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya tersebut merupakan
hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
b. Saling percaya antara guru dan peserta didik.
Dalam proses penilaian guru dan peserta didik harus memiliki
rasa saling percaya, saling memerlukan dan saling membantu sehingga
terjadi proses pendidikan berlangsung dengan baik.
c. Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik.
Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan
peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada
pihak-pihak yang tidak berkepentingan sehingga memberi dampak
negatif proses pendidikan.
d. Milik bersama (joint ownership) antara peserta didik dan guru.
Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas
portofolio sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang
dikumpulkan dan akhirnya akan berupaya terus meningkatkan
kemampuannya.
e. Kepuasan
Hasil kerja portofolio sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti
yang memberikan dorongan peserta didik untuk lebih meningkatkan
diri.
f.Kesesuaian
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai
dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-85
g. Penilaian proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses
belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja
dan karya peserta didik.
h. Penilaian dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari
proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai diagnostik
yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan kekurangan
peserta didik.
2. Teknik Penilaian Portofolio
Teknik penilaian portofolio di dalam kelas memerlukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Jelaskan kepada peserta didik bahwa penggunaan portofolio, tidak hanya
merupakan kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan oleh guru
untuk penilaian, tetapi digunakan juga oleh peserta didik sendiri. Dengan
melihat portofolionya peserta didik dapat mengetahui kemampuan,
keterampilan, dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi secara spontan,
tetapi membutuhkan waktu bagi peserta didik untuk belajar meyakini
hasil penilaian mereka sendiri.
b. Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja yang
akan dibuat. Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang lain bisa
sama bisa berbeda. Misalnya, untuk kemampuan menulis peserta didik
mengumpulkan karangan-karangannya. Sedangkan untuk kemampuan
menggambar, peserta didik mengumpulkan gambar-gambar buatannya.
c. Kumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap peserta didik dalam satu
map atau folder di rumah masing-masing atau loker masing-masing di
sekolah.
d. Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan
peserta didik sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke
waktu.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-86
e. Sebaiknya tentukan kriteria penilaian sampel portofolio dan bobotnya
dengan para peserta didik sebelum mereka membuat karyanya.
Diskusikan cara penilaian kualitas karya para peserta didik. Contoh,
Kriteria penilaian kemampuan menulis karangan yaitu: penggunaan tata
bahasa, pemilihan kosa-kata, kelengkapan gagasan, dan sistematika
penulisan. Dengan demikian, peserta didik mengetahui harapan (standar)
guru dan berusaha mencapai standar tersebut.
f. Minta peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru
dapat membimbing peserta didik, bagaimana cara menilai dengan
memberi keterangan tentang kelebihan dan kekurangan karya tersebut,
serta bagaimana cara memperbaikinya. Hal ini dapat dilakukan pada saat
membahas portofolio.
g. Setelah suatu karya dinilai dan nilainya belum memuaskan, maka peserta
didik diberi kesempatan untuk memperbaiki. Namun, antara peserta
didik dan guru perlu dibuat “kontrak” atau perjanjian mengenai jangka
waktu perbaikan, misalnya 2 minggu karya yang telah diperbaiki harus
diserahkan kepada guru.
11. Penilaian Diri (Self Assessment)
1. Pengertian Penilaian Diri (Self Assessment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan
tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran
tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur
kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
a. Penilaian kompetensi kognitif di kelas, misalnya: peserta didik diminta
untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya
sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu. Penilaian diri
peserta didik didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
b. Penilaian kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta
untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap
suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-87
melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
c. Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik
dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah
dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap
perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian
diri di kelas antara lain:
a. Dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka
diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri.
b. Peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena
ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi
terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
c. Dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk
berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam
melakukan penilaian.
2. Teknik Penilaian Diri
Penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas dan
objektif. Oleh karena itu, penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai.
b. Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.
c. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran,
daftar tanda cek,atau skala penilaian.
d. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri.
e. Guru mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong
peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara
cermat dan objektif.
f. Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil
kajian terhadap sampel hasil penilaian yang diambil secara acak.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-88
BAB VI
ANALISIS INSTRUMEN
A. Validitas
PETA KONSEP
1. Pengertian Validitas
Validitas merupakan syarat yang terpenting dalam suatu alat
evaluasi. Suatu teknik evaluasi dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
(disebut valid) jika teknik evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang
sebenarnya akan diukur. Atau, seperti yang dikatakan oleh Cronbach:
“how well a test or evaluative techinque does the job that it is employed to
do” (Arikunto, 1993). Validitas bukanlah suatu ciri atau sifat yang mutlak
dari suatu teknik evaluasi; ia merupakan suatu ciri yang relatif terhadap
tujuan yang hendak dicapai oleh pembuat test. Teknik yang sama dapat
VALIDITAS
Untuk mengukur apa yang hendak
di ukur
Validitas Empiris
Validitas Logis
Content Validity
Construct Validity
Predictive Validity
Concurrent Validity
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-89
digunakan untuk beberapa tujuan yang berbeda, dan validitas yang dapat
berbeda-beda dari yang tinggi kepada yang rendah, bergantung pada
tujuan. Oleh karena itu , validitas harus ditentukan dalam hubungannya
dengan tujuan yang akan dicapai dengan alat evaluasi itu.
2. Macam-macam Validitas
Di dalam buku Encyclopedia of Educational Evaluation yang
ditulis oleh Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan: A test
valid if it measures what it purpose to measure. Sebuah tes dikatakan valid
(sahih) apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto,
1993).
Secara garis besar ada dua aca validitas, yaitu validitas logis dan
validitas empiris.
a. Validitas Logis
Istilah “Validitas Logis” mengandung kata “logis” berasal dari
kata “logika”, yang berarti penalaran. Dengan makna demikian maka
validiatas logis untuk sebuah instruen evaluasi menunjuk pada kondisi
bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan
hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena
instrumen yang berangkutan sudah dirancang secara baik.
Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah
instrumen, yaitu validitas isi (content validity) dan validitas konstruk
(construct validity).
Validitas isi (content validity) bagi sebuah instrumen
menunjukan suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun
berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi. Validitas isi dapat
diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara merinci
materi kurikulum atau materi buku pelajran. Sebuah tes dikatakan
validitas isi apabila engukur tujuan khusus tertentu yang sejajar
dengan ateri atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu materi
yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering
juga disebut validitas kurikuler.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-90
Validitas konstruk (construct validity) sebuah instrumen
menunjukan suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun
berdasrakan konstrak aspek-aspek kejiwaan yang seharusnya
dievaluasi.
b. Validitas empiris
Istilah “validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya
“pengalaman”. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas
empiris apabila sudah diuji dari pengalaman.
Ada dua macam validitas empiris , yakni ada dua cara yang
dapat dilakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang
valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi
instrumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah ukuran.
Kriterium yang digunakan sebagai pembanding kondisi instrumen
dimagsud ada dua, yaitu: yang sudah tersedia dan yang belum ada
tetapi yang akan terjadi diwaktu yang akan datang. Bagi instrumen
yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang sudah tersedia, yang
sudah ada, disebut memiliki validitas “ada sekarang”, yang dalam
istilah bahasa inggris disebut memiliki concurrent validity.
Selanjutnya instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang
diramalkan akan terjadi, disebut meiliki validitas ramalan atau
validitas prediksi, yang dalam istilah bahasa inggris predictive
validity.
Validitas “ada sekarang” (concurrent validity) ; lebih umum
dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan validitas
empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Dalam hal ini hasil
tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu
mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut
sekarang sudah ada (ada sekarang, concurrent).
Validitas prediksi (predictive validity);memprediksi artinya
meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang akan datang jadi
sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatan meiliki validitas prediksi
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-91
atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk
meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah nilai-nilai
yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti pelajaran diperguruan
tinggi. Jika ternyata siapa yang memiliki nilai tes lebih tinggi gaal
dalam ujian semester 1 dibandingkan dengan dahulu nilai tesnya
rendah maka tes masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas
prediksi.
3. Teknik Pengujian Validitas
Penganalisisan terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas
dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, penganalisisan yang dilakukan
dengan jalan berpikir secara rasional atau penganalisisan dengan
menggunakan logika (logical analysis). Kedua, penganalisisan yang
dilakukan dengan mendasarkan diri kepada kenyataan empiris , dimana
penganalisisan dilaksanakan dengan menggunakan empirical analysis.
a. Pengujian Validitas Tes Secara Rasional
Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas hasil
pemikiran, validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis.
Dengan demikian maka suatu tes hasil belajar dapat dikatakan telah
memiliki validitas rasional, apabila setelah dilakukan penganalisisan
secara rasional ternyata bahwa tes hasil belajar itu memang (secara
rasional) dengan tepat telah dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Tes hasil belajar yang setelah dilakukan penganalisisan secara
rasional ternyata memiliki daya ketepatan mengukur, disebut tes hasil
belajar yang telah memiliki validitas logika (logical validity). Istilah
lain untuk validitas logika adalah: validitas rasional, validitas ideal.
Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah
memiliki validitas rasional ataukah belum, dapat dilakukan
penelusurannya dari dua segi, yaitu dari segi isinya (= content) dan
dari segi susunan atau konstruksinya (construct).
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-92
1) Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi dari suatu hasil belajar adalah validites yang
diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelusuran aatau
pengujian yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut.
Validitas ini adalah validitas yang ditilik dari segi tes itu sendiri
sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu: sejauh mana tes hasil
belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya
telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan
materi atau bahan pengajaran yang seharusnya diteskan (diujikan).
Jadi, pebicaraan tentang validitas isi sebenarnya identik
dengan pembicaraan tentang populasi dan sampel. Kalau saja
keseluruhan materi pembelajaran yang telah diberikan kepada
peserta didik atau sudah dipeintahkan untuk dipelajari oleh peserta
didik kita anggap sebagai populasi, dan isi tes hasil belajar dalam
mata pelajaran yang sama kita anggap sebagai sampelnya, maka tes
hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut dapat dikatakan telah
memiliki validitas isi, apabila isi tes tersebut (sebagai sampel),
dapat menjadi wakil yang representatif (layak = memadai) bagi
seluruh materi pelajaran yang telah diajarkan atau telah
diperintahkan untuk dipelajari (sebagai populasi).
Oleh karena itu, materi yang diajarkan itu pada uumnya
tertuang dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
yang merupakan penjabaran dari kurikulum yang ditentukan, maka
validitas isi yang sedang kita bicarakan ini juga sering disebut
validitas kurikuler. Dalam praktek, validitas isi dari suatu tes hasil
belajar dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi
yang terkandung dalam tes hasil belajar, dengan tujuan
instruksional khusus yang telah ditentukan untuk masing-masing
ata pelajaran;apakah hal-hal yang tercantum dalam intruksional
khusus sudah terwakili secara nyata dlam tes hasil belajar tersebut
ataukah belum. Jika penganalisian secara rasionalitu menunjukan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-93
hasil ayng membenarkan tentang telah tercerminya tujuan
instruksional khusus itu di dala tes hasil belajar, maka tes hasil
belajar yang sedang siuji validitas isinya irtu dapat dinyatakan
sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki tes hasil belajar.
2) Validitas Konstruksi (Construct Validity)
Secara Etimologis kata “Konstruksi” mengandung arti
susunan, kerangka atau rekaan. Dalam contoh kalimat seperti
“Gedung bertingkat itu menggunakan konstruksi beton bertulang”
misalnya mengandung arti bahwa batang tubuh dari bangunan
berupa gedung bertingkat itu “tersusun” dari bahan-bahan beton
bertulang, atau “kerangka utamanya” adalah beton bertulang atau
dirancang dengan “rekaan” beton bertulang. Dengan demikian
validitas konstruksi dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik
dari segi susunan, kerangka atau rekaannya.
b. Pengujian Hasil Tes Empiris
Validitas empiris adalah ketepatan mengukur yang didasarkan
pada hasil analisis yang bersifat empiris. Dengan kata lain, validitas
empiric adalah validitas yang bersuber pada atau diperoleh atas dasar
pengamatan di lapangan.
Bertitik tolak dari itu, maka tes hasil belajar dapat dikatakan
telah memiliki validitas empiris apaila berdasarkan analisis yang
dilakukan terhadap data hasil pengamatan di lapangan, terbukti bahwa
tes hasil belajar itu dengan secara tepat telah dapat mengukur hasil
belajar yang seharusnya di ungkap atau diukur lewat tes hasil belajar
tersebut.
Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah
memiliki validitas empiris ataukah belum, dapat dilakukan
penulusuran dari dua segi, yaitu dari segi ketepatan meramalnya
(predictive validity) dan daya ketepatan bandingannya (concurrent
validity).
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-94
1) Validitas Ramalan (Predictive Validity)
Setiap kali kita menyebutkan istilah “ramalan”, maka
didalamnya terkandung pengertian mengenai “sesuatu yang bakal
terjadi dimasa mendatang” atau “sesuatu yang saat ini belum
terjadi dan baru akan terjadi pada waktu-waktu yang akan datang”.
Apabila istilah “ramalan” itu dikaitkan dengan validitas tes, maka
yang disebut dengan validitas ramalan dari suatu tes adalah suatu
kondisi yang menunjukkan sebrapa jauhkah sebuah tes telah dapat
dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk
meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang.
Misalnya tes seleksi penerimaan calon mahasiswa baru
pada sebuah perguruan tinggi adalah suatu tes yang diharapkan
mampu meramalkan keberhsilan studi para calon mahasiswa dalam
mengikuti program pendidikan di perguruan tinggi tesebut pada
masa-masa yang akan datang. Berdasarkan nilai-nilai hasil tes yang
tinggi (=baik) yang berhadil diraih oleh peserta tes seleksi tersebut,
maka mereka dinyatakan lulus dan dapat diterima sebagai
mahasiswa pada perguruan tinggi tersebut; sedangkan para peserta
tes seleksi yang yang nilai-nilai hasil tesnya rendah (=jelek),
dinyatakan tidak lulus dan kerenanya tidak dapat diterima sebagai
calon mahasiswa baru di perguruan tinggi yang bersngkutan.
2) Validitas Bandingan (Concurrent Validity)
Tes sebagai alat pengukuran dikatakan telah memilika
validitas bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang
sama dengan secara tepat telah mampu menunjukan adanya
hubungan yang searah, antara tes pertama dan tes selanjutnya.
Dalam rangka menguji validitas bandingan, data yang
mencerminkan pengalaman yang diperoleh pada masa lalu itu, kita
bandingkan dengan data hasil tes yang diperoleh sekarang ini. Jika
hasil tes yang ada sekarang ini mempunyai hubungan searah
dengan hasil tes berdasar pengalaman yang lalu, maka tes yang
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-95
memiliki karakteristik seperti itu dapat dikatakan telah memiliki
validitas bandingan.
Seperti halnya validitas ramalan, maka untuk mengetahuai
ada/tidaknya hubungan yang searah antara tes pertama dan tes
berikutnya, dapat digunakan teknik analisis korasional product
moment dari Karl Pearson. Jika korelasi antara variable X (tes
pertama) denagn variable Y (tes berikutnya) adalah positif dan
signifikan,maka tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang
telah memiliki validitas bandingan.
4. Mengukur Validitas
Salah satu cara menentukan validitas alat ukur adalah dengan
menggunakan korelasi product moment dengan simpangan yang
dikemukakan oleh Pearson seperti berikut :
= (∑ ) − (∑ )(∑ )[ ∑ − (∑ ) ] . [ ∑ − (∑ ) ]
Keterangan :
r = angka koefisien korelasi
N= jumlah siswa
X= jumlah skor kelompok 1
Y= jumlah skor kelompok 2
Untuk dapat menentukan valid atau tidaknya suatu tes, maka
setelah didapat nilai rxy kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (tabel r
terlampir). Jika rxy ≥ rtabel maka dapat dinyatakan valid.
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien kevalidan
tes, maka menurut Guilford dalam M. Subana dan Sudrajat (2001)
digunakan kriteria sebagai berikut :
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-96
Interpretasi Koefisien Validitas Nilai r
Besarnya nilai r Interpretasi0,81 – 1,000,61 – 0,800,41 – 0,600,21 – 0,400,00 – 0,20
Korelasi sangat tinggiKorelasi tinggi
Korelasi cukup/sedangKorelasi rendah
Korelasi sangat rendah
1. Validitas Tes
Contoh soal :
Sebuah tes bidang studi matematika dicobakan pada dua kelompok murid
yang berjumlah 14 orang tiap kelompok, skor hasil tes dari kedua
kelompok tersebut seperti berikut :
No urut peserta X Y X2 Y2 XY
1 31 24 961 576 744
2 36 34 1296 1156 1224
3 36 36 1296 1296 1296
4 30 29 900 841 870
5 38 36 1444 1296 1368
6 37 36 1369 1296 1332
7 38 24 784 576 672
8 37 31 1396 961 1147
9 36 31 1296 961 1116
10 36 27 1296 729 972
11 38 36 1444 1296 1368
12 38 35 1444 1225 1330
13 40 35 1600 1225 1400
14 34 32 1156 1024 1088
JUMLAH 495 446 17655 14458 15927
Tentukan validitas tes tersebut!
Jawab :
Kelompok A : 31,36,36,30,38,37,28,37,36,36,38,38,40,34
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-97
Kelompok B : 24,34,36,29,36,36,24,31,31,27,36,35,35,32
Berdasarkan rumus product moment adalah :
= (∑ ) − (∑ )(∑ )[ ∑ − (∑ ) ] . [ ∑ − (∑ ) ]
= 14(15927) − (495)(446)[14.17655 − (495) ]. [14.14458 − (446) ]
= 222978 − 220770[247170 − 245025]. [220412 − 198916]
= 2208√2145.3496
= 2208√7498920
= 22082738,4 = 0,806Menentukan rtabel dengan N = 14 orang, dan α = 5%, maka didapat rtabel =
0,532.
Karena rxy ≥ rtabel maka tes adalah valid dengan korelasi sangat tinggi.
2. Validitas Butir Soal atau Validitas Item
Untuk soal-soal bentuk objektif,skor untuk item biasanya diberikan
dengan angka 1 (bagi item yang dijawab benar) dan 0 (bagi item yang dijawab
salah),sedangkan skor total selanjutnya merupakan jumlah dan skor untuk
semua item yang membangun soal tersebut.
Contoh perhitungan :
Tabel analisis item untuk perhitungan
validitas item
No NamaButir soal/item Skor
total1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Lala 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 8
2 Indah 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 5
3 Dewi 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 4
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-98
4 Tesi 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 5
5 Tini 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6
6 Reang 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 4
7 Naya 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7
8 Willy 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8
Contoh :
Jika dihitung validitas item nomor 5,maka skor item tersebut disebut variabel X
dan skor total disebut Variabel Y.Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus korelasi product moment,baik dengan rumus simpangan
maupun rumus angka kasar.
Tabel persiapan untuk menghitung
Validitas item nomor 5
No nama X Y X2 Y2 XY Keterangan
1 Lala 1 8 1 64 8 X = skor item no 5
Y = skor total2 Indah 0 5 0 25 0
3 Dewi 1 4 1 16 4
4 Tesi 1 5 1 25 5
5 Tini 1 6 1 36 6
6 Pooh 0 4 0 16 0
7 Naya 1 7 1 49 7
8 Willy 1 8 1 64 8
jumlah 6 46 6 288 37
Kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus korelasi product moment dengan
rumus angka kasar berikut :
= (∑ ) − (∑ )(∑ )[ ∑ − (∑ ) ] . [ ∑ − (∑ ) ]
= 8 .37 − 6 .46(8 .6 − 6 ). (8 .288 − 46 )
= 296 − 276(48 − 36). (2304 − 2116)
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-99
= 20√12 .188
= 20√2256
= 2047,497 = 0, 421Menentukan rtabel dengan N = 8 orang, dan α = 5%, maka didapat rtabel = 0,707.
Karena rxy ≤ rtabel maka butir soal nomer 5 adalah tidak valid.
B. Reliabilitas
1. Pengertian Reliabilitas
Reliabel berarti dapat dipercaya. Reliabilitas berarti dapat
dipercayanya sesuatu. Tes yang reliabel berarti bahwa tes itu dapat
dipercaya. Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul
data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan
bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-
jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel
akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat
tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun alat
penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Tes
hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan
kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang
sama.
Ajeg atau tetap tidak selalu harus sama, tetapi mengikuti perubahan
secara ajeg. Jika keadaan si A mula-mula berada lebih rendah
dibandingkan dengan B, maka jika diadakan pengukuran ulang, si A juga
berada lebih rendah dari B. Itulah yang dikatakan ajeg atau tetap, yaitu
sama dalam kedudukan siswa diantara kelompok yang lain. Tentu saja
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-100
tidak dituntut semuanya tetap. Besarnya ketetapan itulah menunjukkan
tingginya reliabilitas instrumen.
2. Cara Menentukan Besarnya Reliabilitas
Untuk menentukan besarnya reliabilitas (R) dari suatu tes,
dipergunakan cara yang disebut teknik korelasi. Teknik korelasi adalah
suatu cara atau metode untuk menunjukkan adanya dan besarnya
hubungan antara peristiwa atau hal. Besarnya hubungan dinyatakan dalam
bentuk angka. Angka yang menunjukkan besarnya hubungan itu disebut
angka-korelasi atau koefisien korelasi. Koefisien korelasi ini dinyatakan
dengan angka dari -1 s.d. +1.
Angka 1, menunjukkan adanya hubungan yang sempurna. Tanda
plus dan minus, menunjukkan arah dari hubungan yang positif atau
sejalan. Jika yang satu naik, maka yang lain juga naik. Dan sebaliknya,
jika yang satu turun, maka yang lain akan turun pula.
Guna menentukan besarnya reliabilitas dari suatu tes, dapat
ditempuh tiga cara, yaitu:
a. Self-korelasi
Cara self-korelasi ini disebut juga self testing atau tes retes.
Dalam hal ini kita hanya mempergunakan sebuah tes, untuk diketahui
reliabilitasnya. Adapun caranya adalah sebagai berikut:
Tes yang akan kita cari reliabilitasnya itu kita berikan kepada
sekelompok murid. Kemudian selang beberapa lama (hari lain), tes
tersebut kita berikan lagi kepada kelompok murid yang sama.
Dari hasil-hasil tes yang pertama kita bandingkan dengan
hasil-hasil tes yang kedua, dengan mencari angka korelasinya. Angka
korelasi inilah yang akan menunjukkan besar kecilnya reliabilitasnya
dari tes tersebut. Dan angka ini disebut angka reliabilitas atau
reliability-coefficient.
b. Korelasi dari bentuk ekuivalen
Yang dimaksud dengan bentuk ekuivalen disini adalah bentuk-
bentuk yang sebanding, yaitu dua buah tes atau lebih yang mempunyai
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-101
kualitet dan tingkat kesukaran yang sama dan diambil dari bahan yang
sama. Hanya saja, seolah-olah item-itemnya dibuat berlainan.
Untuk mengetahui reliabilitas dari tes bentuk ekuivalen ini kita
pergunakan cara sebagai berikut:
Kita ambil dua buah tes, kemudian dua tes ini kita berikan
kepada sekelompok murid yang sama. Dalam hal ini waktu
pelaksanaan testing hendaknya diusahakan dapat dilaksanakan dalam
satu hari saja. Sebab, dengan berbedanya hari pemberian tes itu
memungkinkan adanya perbedaan-perbedaan kondisi dan situasi. Baik
situasi dan kondisi yang terdapat pada anak, maupun perbedaan
kondisi dan situasi dari saat pelaksanaan tes. Sehingga reliabilitas
yang diperoleh kurang menunjukkan hasil yang sebenarnya. Tetapi,
jika tes itu dilaksanakan dalam satu hari saja, maka hal-hal yang
demikian itu sejauh mungkin dapat dihindarkan.
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa pengetes
pekerjaannya berat karena harus menyusun dua seri tes. Lagi pula
harus tersedia waktu yang lama untuk mencobakan dua kali tes.
c. Split-halves korelasi
Dengan cara split-halves korelasi ini, kita hanya
mempergunakan sebuah tes saja, dan diberikan kepada sekelompok
murid satu kali saja. Cara ini ditempuh apabila cara yang pertama dan
kedua sulit untuk dilaksanakan.
Biarpun disini hanya digunakan sebuah tes, dan diberikan satu
kali saja, tetapi pada waktu menscorenya, kita adakan splitting, yaitu
tes tersebut kita bagi menjadi dua bagian. Sehingga tiap murid
mempunyai dua buah skor.
Untuk membagi tes tersebut menjadi dua bagian, dapat
ditempuh dengan beberapa cara, di antaranya ialah:
1) Membagi menjadi dua kelompok atas norma-norma genap dan
ganjil. Sehingga jika dijumlah item tes itu ada 50.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-102
2) Membagi item-item yang ekuivalent, kemudian dikumpulkan,
sehingga tiap kelompok berjumlah seperdua dari keseluruhan tes.
3) Membagi kelompok-kelompok item menjadi dua bagian,
kemudian bagian-bagian itu dikumpulkan menjadi dua kelompok.
3. Jenis – jenis Reliabilitas
Secara garis besar ada dua jenis reliabilitas, yaitu:
a. Reliabilitas eksternal
Ada dua cara untuk menguji reliabilitas eksternal sesuatu
instrumen yaitu dengan teknik paralel dan teknik ulang. Apabila
peneliti ingin menggunakan teknik pertama yakni teknik paralel,
peneliti mau tidak mau harus menyusun dua stel instrumen. Kedua
instrumen tersebut sama-sama diujicobakan kepada sekelompok
responden saja (responden mengerjakan dua kali) kemudian hasil dari
dua kali tes uji coba tersebut dikorelasikan, dengan teknik korelasi
product-moment atau korelasi pearson. Tinggi rendahnya indeks
korelasi inilah yang menunjukkan tinggi rendahnya reliabilitas
instrumen. Oleh karena dalam menggunakan teknik ini peneliti
mempunyai dua instrumen dan melakukan dua kali tes, maka disebut
teknik double test double trial.
Teknik reliabilitas eksternal kedua adalah teknik ulang. Dengan
teknik ini peneliti hanya menyusun satu perangkat instrumen.
Instrumen tersebut diujicobakan kepada sekelompok responden,
hasilnya dicatat. Pada kali lain instrumen tersebut diberikan kepada
kelompok yang semula untuk dikerjakan lagi, dan hasil yang kedua
juga dicatat. Dengan teknik ini peneliti hanya menggunakan satu tes
tetapi dilaksanakan dua kaliuji coba. Maka teknik ini juga disebut
sebagai teknik single test double trial.
b. Reliabilitas internal
Kalau reliabilitas eksternal diperoleh dengan cara mengolah
hasil pengetesan yang berbeda, baik instrumen yang berbedamaupun
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-103
yang sama, reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis
data dari satu kali hasil pengetesan.
Kadang penggunaan teknik yang berbeda menghasilkan indeks
reliabilitas yang berbeda pula. Hal ini wajar saja karena kadang-
kadang dipengaruhi oleh sifat atau karaskteristik datanya sehingga
dalam perhitungan diperoleh angka berbeda sebagai akibat
pembulatan angka.
4. Rumus Mencari Reliabilitas
a. Mencari reliabilitas dengan rumus Spearman-Brown
Dalam menghitung reliabilitas dengan teknik ini peneliti harus
melalui langkah yaitu membuat tabel analisis butir soal atau butir
pertanyaan. Dari analisis ini skor-skor dikelompokkan menjadi dua
berdasarkan belahan bagian soal. Ada dua cara membelah yaitu belah
ganjil-genap dan belah awal-akhir. Untuk mengetahui reliabilitas
seluruh tes harus digunakan rumus Spearman-Brown sebagai berikut:
Ket :
r11 = reliabilitas instrumen / koefisien reliabilitas keseluruhan
= rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua
belahan instrumen
xy = N ∑ XY (∑ X) (∑ Y)
{N ∑ X (∑ X) } {N ∑ Y ( ∑ Y) } Contoh: Tabel perhitungan reliabilitas dengan belah dua ganjil-genap:
No Nama
Item ganjil
(1,3,5,7,9)
(x)
Item genap
(2,4,6,8,10)
(y)
Skor
total
1.
2.
3.
Hartati
Yoyok
Oktaf
5
3
0
3
2
4
8
5
4
r11 =
+
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-104
4.
5.
6.
7.
8.
Wendi
Diana
Paul
Susana
Helen
3
3
4
4
3
2
3
0
3
5
5
6
4
7
8
Kelanjutan dari tabel ini adalah mengtung dengan rumus korelasi
product moment.dengan menggunakan kalkulator diketahui bahwa:
∑ = 25 ∑ = 93 ∑ = 22 ∑ = 76 ∑ = 63 xy =
N ∑ XY (∑ X) (∑ Y){N ∑ X (∑ X) } {N ∑ Y ( ∑ Y) }
= × ×( × ) ( × ) = √ = −0,3786
Harga tersebut baru menunjukkan reliabilitas separuh tes. Oleh
karena itu, rxy untuk belahan ini disebut dengan istilah atau rgg
singkatan dari rganjil-genap. Untuk mencari relialibilitas seluruh tes
digunakan rumus spearman–brown yang rumusnya telah dikemukaan di
atas. Jika koefisien reliabilitas sparuh tes ini dimasukkan kedalam rumus
hitunganya demikian :
r11 =
+ = × ,
+( , )∗ = ,, = -0,5493
b. Mencari reliabilitas dengan rumus Flanagan
Untuk mencari reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus
Flanagan, kita juga harus melakukan anlisis butir dahulu dan
menggunakan teknik belah dua ganjil-genap. Rumusnya adalah sebagai
berikut:
r = 2(1 − − )
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-105
Dengan keterangan:
r = reliabilitas instrumen
= varians belahan pertama (varians skor butir-butir ganjil)
= varians belahan kedua (varians skor butir-butir genap)
= varians skor total
Dengan demikian bagi peminat yang menghitung dengan
kalkulator statistik varians ini diperoleh dengan mengkuadratkan standar
deviasi. Untuk mereka yang tidak menggunakan kalkulator statistik maka
varians dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
= ∑ (∑ )
Berdasarkan data tabel belahan ganjil-genap perhitungannya adalah
sebagai berikut:
= = ,
= 1,859
= = ,
= 1,937
= = ,
= 2,36
Dimasukkan ke dalam rumus diperoleh demikian:
r = 2(1 − − )r = 2 1 − , ,
, = 2(1−(−0,033)) = 2(1 0,033) = 2,066
c. Mencari reliabilitas dengan rumus Rulon
Untuk menguji reliabilitas instrumen dengan rumus Rulon, kita
juga harus melalui langkah analisis butir.
Rumusnya adalah:
= 1 −
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-106
Dengan keterangan:
= reliabilitas instrumen
= varians beda (varians difference)
= varians total atau varians skor total
d = difference yaitu perbedaan antara skor belahan awal dengan skor
belahan akhir
Untuk memperjelas keterangan maka tabel belahan awal-akhir
dikutip disini lagi.
No Nama Skor awal Skor akhir d (beda)
1
2
3
4
5
6
7
8
Hartati
Yoyok
Oktaf
Wendi
Diana
Paul
Susana
Helen
3
2
1
3
5
3
5
3
5
3
3
2
1
1
2
5
-2
-1
-2
1
4
2
3
-2
Dengan kalkulator atau hitungan biasa diketahui bahwa:
∑d = 3
∑d = 43Dari perhitungan terdahulu diketahui bahwa varians total = 2,36
Vd = ∑ (∑ )
= = ,
= 5,324
Dimasukkan ke dalam rumus Rulon
= 1 − = 1− ,, = 1 − 2,218 = −1,218
d. Mencari reliabilitas dengan rumus K-R 20
Apabila peneliti memiliki instrumen dengan jumlah butir
pertanyaan ganjil, maka peneliti tersebut tidak mungkin menggunakan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-107
teknik belah dua untuk mengujikan reliabilitasnya. Untuk ini maka ia
boleh menggunakan rumus K-R 20.
Rumus:
Dengan keterangan:
r = reliabilitas instrumen
K = banyaknya butir pertanyaan
Vt = varians total
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab dengan salah (q = 1 − p)∑pq= jumlah hasil perkalian antara p dan q
Untuk memberikan contoh perhitungan mencari reliabilitas yang
menggunakan rumus K-R 20 ini akan dibuatkan tabel analisis item yang
lain.
Tabel perhitungan mencari reliabilitas tes dengan rumus K-R 20
No NamaNomor item Skor
total1 2 3 4 5 6 7
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Wardoyo
Benny
Hanafi
Rahmad
Tanti
Nadia
Tini
Budi
Daron
Yakob
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
5
5
2
6
2
4
3
3
3
2
r = ( K− 1) (Vt − ∑ pqVt )
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-108
Np
p
q
pq
2
0,2
0,8
0,16
5
0,5
0,5
0,25
4
0,4
0,6
0,24
7
0,7
0,3
0,21
10
1
0
0
4
0,4
0,6
0,24
3
0,3
0,7
0,21
35
1,31
Dimasukkan ke dalam rumus K-R 20
r = ( K− 1) (Vt − ∑ pqVt )Vt = =
, = 1,85r = ( )( , ,
, ) =1,17 × ,, = 1,17 × 0,29 = 0,3415 ≈ 0,342
e. Mencari reliabilitas dengan rumus K-R 21
K-R adalah singkatan dari Kuder dan Richardson, duaorang ahli
matematika dan statistik yang banyak menemukan rumus-rumus. Dua
buah rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen
penelitian adalah rumus K-R 20 dan K-R 21. Rumus K-R 20 sudah selesai
dibicarakan, lengkap dengan contoh penggunaannya. Berikut ini
disampaikan rumus K-R 21 beserta contoh penggunaannya.
Rumus K-R 21:
Dengan keterangan:
r11= reliabilitas instrumen
K = banyaknya butir pertanyaan
Vt = varians total
M = Skor rata-rata
Dengan menggunakan tabel yang sudah ada di atas, maka dapat
diketahui:
M = ∑ XN = = 3,5
r = 77 − 1 1 − 3,5(7 − 3,5)7 × 1,85
r = ( K− 1)(1 − M(K − M)K Vt )
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-109
= (1,17) (1 − ×, ) = 1,17 × 1 − ,
, = 1,17 × 0,0541 =0,0633
Jika dibandingkan reliabilitas yang dihitung dengan K-R 20 dan K-
R 21 lebih besar yang pertama. Memang menggunakan rumus K-R20
cenderung memberikan hasil yang lebih tinggi, tetapi pekerjaannya lebih
rumit.
f. Mencari reliabilitas dengan rumus Hoyt
Untuk instrumen yang penskorannya 1 dan 0 masih ada lagi cara
lain untuk mengetahui reliabilitasnya yaitu dengan rumus Hoyt.
Rumusnya ada dua macam, yaitu:
Atau
Dengan keterangan:
r = reliabilitas instrumen
= varians responden
s = varians sisa
Untuk mencari reliabilitas untuk soal dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
Langlah 1
Mencari jumlah kuadrat responden dengan rumus :
JK(r) = ∑ X – (∑ X )
×NKeterangan:
JK(r) = jumlah kuadrat responden
Xt = skor total tiap responden
K = banyaknya item
N = banyak responden atau subjek
Langkah 2
Mencari jumlah kuadrat item dengan rumus:
JK(i) = ∑
N – (∑ X )×N
r = 1 − VV r = − VV
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-110
Keterangan:
JK(i) = jumlah kuadrat item
∑ = jumlah kuadrat jawab benar seluruh item.
(∑ ) = kuadrat dari jumlah skor total
Langkah 3
Mencari jumlah kuadrat total dengan rumus:
JK( ) = (∑ ) (∑ )(∑ ) (∑ )Keterangan:
JK(t) = jumlah kuadrat total
∑ = jumlah jawab benar seluruh item
∑ =jumlah jawab salah seluruh item
Langkah 4
Mencari jumlah kuadrat sisa, dengan rumus:
JK(S) = JK(t) – JK(r) – JK(i)
Langkah 5
Mencari varians responden dan varians sisa dengan tabel analisis
variansi.
Dalam mencari varians ini dilakukan d.b (derajat kebebasan) dari
masing-masing sumber varians kemudian d.b ini digunakan sebagai
penyebut terhadap setiap jumlah kuadrat untuk memperoleh variansi.
d.b. = banyaknya N setiap sumber variansi dikurangi 1.
Jadi Variansi = jumlah kua at.b
Langkah 6
Masukan kedalam rumus r11
Contoh perhitungan:
Dengan menggunakan tabel analisis item yang digunakan untuk
mencari reliabilitas tes dengan rumus K-R.20 dapat dicari reliabilitas
dengan rumus Hoyt.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-111
Namun karena bilangan-bilangan yang diperlukan dalam tabel
tersebut belum lengkap, kiranya lebih baik jika dikutifkan sekali lagi
dalam tabel berikut:
No Nama
Nomor itemSkor total(x)
Kuadrat skor total(x2)
1 2 3 4 5 6 7
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Wardoyo
Benny
Hanafi
Rahman
Tanti
Nadia
Tini
Budi
Daron
Yakob
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
5
5
2
6
2
4
3
3
3
2
25
25
4
36
4
16
9
9
9
4
Jumlah jawab benar
Kuadratjumlah jawab benar
2
4
5
25
4
16
7
49
10
100
4
16
3
9
35
(∑ )141
(∑ )Jumlah kuadrat
jumlah jawab benar219
Jumlahjawab salah
8 5 6 3 0 6 7 35
Berdasarkan tabel ini dapat dicari reliabilitas soal dengan rumus
Hoyt melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1. Mencari jumlah responden
JK(r) = ∑ X – (∑ X )
×N = – × = 2,643
Langkah 2. Mencari jumlah kuadrat item dengan rumus:
JK(i) = ∑
N – (∑ X )×N
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-112
= – × = 4,4Langkah 3. Mencari jumlah kuadrat total dengan rumus:
JK( ) = (∑ ) (∑ )(∑ ) (∑ )JK( ) = ( )( )
( )+( ) = = 17,5
Langkah 4. Mencari jumlah kuadrat sisa, dengan rumus:
JK(S) = JK(t) – JK(r) – JK(i)
= 17,5−2,643 − 4,4 = 10,457Langkah 5. Mencari varians responden dan varians sisa dengan tabel
analisis variansi.
Sumber
Variansi
Jumlah
Kuadratd.b Varians
Responden
Item
Sisa
Total
2,643
4,4
10,457
17,5
9(10 − 1)
6(7 − 1)
54(69 − 9 − 6)
69(70 − 1)
,= 0,294
,= 0,733
,= 0,1936
17,569 = 0,254
Untuk mencari d.b sisa, harus dicari d.b total dahulu barui di kurangin
d.b responden dan d.b item
- d.b total = K × − 1 = 7 × 10 − 1 = 70 − 1 = 69- d.b responden = − 1 = 10 − 1 = 9- d.b item = K − 1 = 7 − 1 = 6- d.b sisa = d.b total− d. re ponden − d. i e
= 69 − 9 − 6 = 54Langkah 6. Masukan kedalam rumus
r = 1 − VV
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-113
= 1 − ,, = 1 − 0,658 = 0,342 (sama dengan K-R 20)
g. Mencari reliabilitas dengan rumus Alpha
Enam jenis teknik untuk mencari reliabilitas yang sudah
dibicarakan hanya dapat digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen
yang skornya 1 dan 0. Jika dihubungkan dengan pengertian variabel,
hanya untuk skor dengan variabel diskrit. Banyak pertanyaan diajukan
oleh peneliti pemula bagaimana cara mencari reliabilitas instrumen yang
skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai (misalnya 0-10 atau
0-100) atau yang terbentuk skala 1-3, 1-5, atau 1-7 dan seterusnya.
Beberapa peneliti mengambil langkah pintas yakni mengubah skor bukan
1 dan 0 menjadi 1 dan 0 misalnya jika skor antara 1 sampai dengan 5,
asal skor lebih dari diberi skor baru 1 dan kurang dari diberi skor 0.
Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang
skornya bukan1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian.
Rumus Alpha:
b
Dengan keterangan:
r = reliabilitas instrumen.
K = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.
∑ = jumlah varians butir.
= varians total.
= ∑ X (∑ )
= ∑ Y (∑ )
Demikian cara-cara untuk menguji reliabilitas instrumen yang
dilakukan dengan rumus-rumus statistik. Instrumen yang berbentuk tes
prestasi belajar dan angket yang dijawab dengan ”iya” atau “tidak” diuji
r = {( ) } {1 − ∑ }
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-114
reliabilitasnya dengan teknik dan rumus-rumus tersebut. Untuk tes
prestasi belajar yang berbentuk uraian atau angket dan skala bertingkat
(rating scale) diuji dengan rumus Alpha.
h. Mencari reliabilitas pengamatan (observasi)
Metode pengamatan atau observasi dilakukan oleh pengamat
dengan sasaran benda diam atau proses. Untuk sasaran benda diam, data
dapat diambil lagi sewaktu-waktu apabila ada keraguan pada diri peneliti.
Sebaliknya apabila sasarannya suatu proses, pengulangan pengamatan
hampir tidak mungkin dilakukan kecuali peneliti mempunyai rekaman
video atau film yang dapat menunjukkan proses yang diamati. Inilah
salah satu kelemahan dari metode pengamatan. Kelemahan lain dari
pengamatan, terletak pada diri pengamat. Bagaimanapun pengamat untuk
bersifat netral, unsur sujektivitas diri tentu masih mengiringi kegiatan
sehingga hasilnya menjadi tidak dapat 100% objektif. Demikianlah
apabila pengamatan dilakukan oleh dua orang, maka perbedaan hasil
pengamatan terhadap suatu objek proses akan dapat sangat berbeda
karena latar belakan pribadi yang mewarnai pengamatan serta intensitas
subjektivitas yang berbeda pula.
Jika pengamatnya lebih dari dua orang, perlu diadakan penyamaan
antar pengamat sehingga dicapai persamaan persepsi dari semua
pengamat yang akan bekarja mengumpulkan data.
Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan,
digunakan teknik pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang paling
banyak digunakan, dikemukakan oleh H.J.K. Fernandes (1984), penulis
modifikasi sebagai berikut:
Dengan keterangan:
KK = koefisien kesepakatan
S = sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama
KK = 2S
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-115
N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1
N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 2
5. Batas Keputusan Reliabilitas
Pembuatan keputusan apakah sebuah tes dapat dinyatakan reliabel
atau tidak didasarkan pada batas untuk membuat keputusan reliabilitas.
Angka koefisien reliabilitas yang dihitung melalui berbagai metode
pengujian reliabilitas masih harus dikonfirmasikan dengan batas tertentu
untuk dapat ditafsirkan reliabel atau tidak. Tes dapat dinyatakan reliabel
apabila koefisien yang diperoleh melalui perhitungan menggunakan
metode pengujian reliabilitas tertentu lebih besar dibandingkan dengan
batas keputusan reliabilitas.
Tidak ada angka koefisien batas yang pasti yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu koefisien reliabilitas hasil
perhitungan menunjukkan reliabel atau tidak. Batas reliabilitas bersifat
sangat relatif akan sangat tergantung pada kepentingan penilai atau
pengumpul data. Menurut Azwar (1995), koefisien reliabilitas harus
diusahakan setinggi mungkin, namun koefisien yang tidak tinggi dapat
dianggap cukup dalam pengukuran tertentu yang tidak digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan yang bersifat individual. Gronlund dan Linn
(1990) memberikan argumentasi yang lebih ekstensif. Menurutnya, derajat
reliabilitas dalam pengukuran pendidikan sangat bergantung kepada
keputusan yang akan dibuat. Beberapa pertimbangan dalam menentukan
seberapa tinggi seharusnya sebuah reliabilitas: 1) Tingkat pentingnya
keputusan. Apabila keputusan yang diambil berdasarkan skor yang
dikumpulkan dari tes mempunyai konsekuensi yang sangat penting bagi
siswa maka menuntut tes dengan reliabilitas yang sangat tinggi.
Sebaliknya, bila keputusan dati hasil tes tidak menimbulkan konsekuensi
yang serius maka tes dengan reliabilitas yang lebih rendah dapat
digunakan. 2) Dapat tidaknya keputusan dapat diperbaiki dalam waktu
yang cepat. Dalam tahap awal pengambilan keputusan pendidikan,
reliabilitas yang rendah mungkin cukup karena kesalahan pengambilan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-116
keputusan dapat diperbaiki segera. Misalnya tes untuk pengelompokkan
siswa di mana siswa yang salah dikelompokkan dapat dengan mudah
dipindahkan jika terdapat bukti baru untuk memindahkannya. Sebaliknya,
bila keputusan membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki maka
tes untuk pengumpulan data harus mempunyai reliabilitas yang tinggi. 3)
Jaminan yang kita butuhkan sehubungan dengan keputusan yang dibuat.
Jaminan yang lebih besar mempersyaratkan reliabilitas yang lebih tinggi.
Beberapa pendapat lain memberikan batas reliabilitas dengan lebih
tegas. Kerlinger (1996) memberikan petunjuk tentang batas untuk
menafsirkan reliabilitas tes. Menurutnya, reliabilitas adalah koefisien
determinasi, proporsi varians bersama antara skor yang diperoleh
(observed score) dengan skor murni (true score). Oleh karenanya,
penafsiran koefisien reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan
tabel product moment setelah mengubah koefisien determinasi menjadi
korelasi dengan mengakarkannya. Aiken (1995) mengutarakan seberapa
tinggi seharusnya koefisien reliabilitas yang diperoleh dari skor tes sangat
bergantung pada apa yang akan dilakukan atas skor. Namun, dia
memberikan beberapa petunjuk. Jika skor digunakan untuk menentukan
apakah dua kelompok berbeda signifikan maka koefisien reliabilias 0,65
sudah memberikan kontribusi dalam keputusan. Tetapijika skor digunakan
untuk membandingkan penampilan individu yang berbeda maka koefisien
reliabilitas paling tidak 0,85. Gronlund dan Linn (1990) menyatakan
bahwa koefisien korelasi yang digunakan untuk menentukan reliabilitas
dihitung dan ditafsirkan sebagai indeks korelasi sehingga batas koefisien
korelasi adalah korelasi berdasarkan hasil konfirmasi dengan tabel korelasi
product moment pada jumlah sampel dan tingkat kesalahan tertentu. Pada
hakikatnya indeks reliabilitas merupakan korelasi tes dengan tes itu sendiri
untuk melihat apakah tes memberikan hasil pengukuran yang stabil dan
konsisten. Oleh karena indeks reliabilitas merupakan korelasi hitung, maka
batas kriteria reliabilitas adalah tabel korelasi. Bila rhitung > rtabel maka
kedua skor hasil pengukuran tes berkorelasi signifikan. Signifikansi
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-117
korelasi menunjukkan adanya konsistensi sehingga tes telah dapat
dikatakan reliabel.
C. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran merupakan salah satu ciri yang perlu diperhatikan,
karena tingkat kesukaran tes menunjukkan seberapa sukar atau mudahnya
butir-butir tes atau tes secara keseluruhan yang telah diselenggarakan. Butir
tes yang baik adalah butir yang memiliki tingkat kesukaran yang sedang,yaitu
yang dapat dijawab dengan benar oleh sekitar 40 sampai 80 persen peserta tes,
sebab butir tes yang hanya dijawab oleh 10 persen atau bahkan 10 persen atau
bahkan 90 persen akan sulit dibedakan manakah kelompok yang benar-benar
mampu dan kelompok yang benar-benar kurang mampu dalam menjawab
soal.
Butir tes harus diketahui tingkat kesukarannya karena setiap pembuat
tes harus mengetahui apakah soal itu sukar, sedang atau mudah. Tingkat
kesukaran tas adalah pernyataan tentang sebarapa mudah atau seberapa sukar
sebuah butir tes itu bagi testee atau siswa terkait. Tingkat kesukaran itu dapat
dilihat dari jawaban siswa. Semakin sedikit jumlah siswa yang dapat
menjawab soal itu dengan benar, berarti soal itu termasuk sukar, dan
sebaliknya, semakin banyak siswa yang dapat menjawa soal itu dengan benar,
berarti itu mengindikasikan soal itu tidak sukar atau mudah.
Dalam proses analisis tes, seorang guru hendaknya meninjau ulang
validitas dan susunan redaksional butir tes yang dibuatnya. Jika ternyata butir
tes tidak valid, maka keputusan yang harus diambil adalah membuang butir tes
tersebut. Jika ternyata butir tes itu valid, maka perlu diadakan revisi terhadap
susunan redaksi tes. Valid yang dimaksud di sini adalah terdapat keterwakilan
dan relevansi dengan kemampuan yang harus diukur sesuai GBPP yang
diberlakukan.
Menurut Witherington (1986), angka indeks kesukaran item itu
besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Artinya angka indeks
kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan paling tinggi adalah 1,00. Angka
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-118
indeks kesukaran sebesar 000 (P = 0,00) merupakan petunjuk bagi tester
bahwa butir item tersebut termasuk dalam kategori item yang terlalu sukar,
sebab di sini seluruh testee tidak dapat menjawab item dengan betul (yang
dapat menjawa dengan betul = 0). Sebaliknya apabila angka indeks kesukaran
item itu adalah 1,00 (P = 1, 00) hal ini mengandung makna bahwa butir item
yang bersangkutan adalah termasuk dalam kategori item yang terlalu mudah,
sebab di sini seluruh testee dapat menjawa dengan betul butir item yang
bersangkutan (yang dapat menjawa dengan benar butir = 100% = 100 : 100 =
1,00).
0.0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,00
Terlalu Sukar Terlalu mudah
Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran butir tes
adalah :
TK = .Ket.
TK= Tingkat Kesukaran
B = Jumlah skor siswa yang menjawab dengan benar
N = Jumlah siswa
Contoh :
Dalam evaluasi tes yang menggunakan bentuk pilihan ganda dan essay
yang diperoleh skor siswa-siswi dan tingkat kesukatran sebagai berikut.
Skor Evaluasi
NO. NAMA SKOR PILIHAN GANDA SKOR ESSAY
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Nurlaela 1 0 1 1 1 5 6 10
2. Yomi 1 0 1 1 1 5 6 10
3 Khamidah 1 0 1 1 1 5 6 9
4. Dini 1 0 1 0 1 4 5 9
5. Winy 1 0 1 0 1 3 5 8
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-119
6. Nurkhomsah 1 0 1 0 1 3 4 8
7. Hidayati 1 0 0 0 1 3 3 7
8. Farhan 1 0 0 0 1 3 3 7
9. Muiz 1 0 0 0 1 2 3 5
10. Diar 1 0 0 0 0 2 2 5
11. Marwan 1 0 0 0 0 1 2 5
12. Hamid 1 0 0 0 0 1 2 3
Jml Benar 12 0 6 3 9 37 47 5
Skor Maks 1 1 1 1 1 5 6 86
Tingkat Kesukaran 1 0 0,5 0,25 0,75 0,62 0,65 0,72
Secara lebih, penafsiran tingkat kesukaran dapat diperhatikan sebagai
berikut :
0,00 Sangat Sukar
0,01 – 0,39 Sukar
0,40 – 0,80 Sedang (baik)
0,81 – 0,99 Mudah
1,00 Sangat Mudah
Untuk sebuah butir tes yang ideal, tingkat kesukaran butir berkisar
antara 0,4 hingga 0,8.
Setelah berhasil dilakukan identifikasi butir-butir item mana yang
derajat kesukarannya termasuk dalam kategori cukup, terlalu sukar dan terlalu
mudah, maka yang menjadi pokok permasalahan sekarang adalah
menindaklanjuti hasil item tersebut. Jika evaluasi itu tidak ditindaklanjuti
maka pekerjaan itu akan menjadi mubadzir atau sia-sia belaka.
Dalam kaitannya dengan hasil analisis item dari segi derajat
kesukarannya seperti telah dikemukakan di atas maka tinjak lanjut yang perlu
dilakukan oleh tester adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk butir-butir item yang berdasarkan hasil analisis
termasuk dalam kategori baik (dalam arti derajat kesukaran itemnya cukup
atau sedang), seyogyanya butir item tersebut segera dicatat dalam buku bank
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-120
soal. Selanjutnya butir-butir tersebut dapat dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil
belajar pada waktu-waktu yang akan datang.
Kedua, untuk butir-butir item yang termasukdalam kategori terlalu
sukar, ada kemungkinan tindak lanjut, yaitu: (1) Butir itu dibuang atau didrop
dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan datang.
(2) Diteliti ulang, dilacak dan ditelusuri sehingga dapat diketahui faktor yang
menyebabkan butir item yang bersangkutan sulit dijawab oleh testee; Apakah
kalimat soalnya yang kurang jelas, apakah petunjuk cara mengerjakan
(manjawab) soalnya sulit dipahami, ataukah dalam soal tersebut
terdapatistilah-istilah yang tidak jelas, dan sebagainya. Setelah dilakukan
perbaikan kembali,butir-butir item tesebut dikeluarkan lagi dalam tes hasil
belajar yang akan datang. (3) Haruslah dipahami bahwa tidak setiap butir iten
yang termasuk dalam kategori terlalu sukar itu sama sekali tidak memiliki
kegunaan. Butir-butir item yang terlalu sukar itu sewaktu-waktu masih dapat
diambil manfaatnya, yaitu dapat digunakan dalam tes-tes (terutama tes seleksi)
yang sifatnya sangat ketat, dalam arti; sebagian dari teste tidak akan
diluluskan dalam tes seleksi tesebut. Dalam kondisi seperti itu sangat tepat
apabila butir-butir item yang dikeluarkan adalah butir-butir item yang
teermasuk kategori terlalu sukar dengan asumsi bahwa testee dengan
kemampuan yang rendah dengan mudah akan tersisihkan dari seleksi,
sedangkan testee yang memiliki kemampuan yang tinggi tidak akan telalu
sukar untuk lolos dari seleksi tersebut.
Ketiga, untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori yang
terlalu mudah, juga ada tiga kemungkinan tindaklanjutnya, yaitu (1) Butir item
tersebut dibuang atau didrop dan tidak akan dikeluarkan lagi danam tes-tes
hasil belajar yang akan datang. (2) diteliti ulang, dilacak dan ditelusuru secara
cermat guna mengetahui faktor yang menyebabkan butir item tersebut dapat
dijawab betul oleh hampir seluruh testee; ada kemungkinan optionatau
alternatif yang dipasangkan pada butir-butir item yang berangkutan “terlalu
kentera atau “terlalu mudah diketahui” oleh testee, mana option yang
merupakan kunci jawaban item dan mana option yang berfungsi sebagai
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-121
pengecoh atau distraktor. Di sini tester berusaha memperbaiki atau
menggantinya dengan option yang lain sedemikian rupa sehingga antara kunci
jawaban dengan pengecoh sulit dibedakan oleh testee. Setelah dilakukan
perbaikan, item yang bersangkutan dicoba untuk dikeluarkan lagi pada tes
hasil belajar berikutnya, guna mengetahui apakah derajat kesukaran item itu
menjadi lebih baik dari pada sebelumnya, ataukah tidak. (3) Seperti halnya
butir-butir item yang terlalu sukar, butir-butir item yang terlalu mudah juga
mengandung manfat, bahwa butir-butir itenm yang termasuk dalam kategori
ini dapat dimanfaatkan pada tes-tes (terutama tes seleksi) yang sifatnya longar,
dalam arti bahwa sebagiab besar dari testee yang dinyatakan lulus dalam tes
seleksi tersebut. Dalam kondisi seperti ini adalah sangat bijaknasa apabila
butir-butir item yang dikeluarkan dalam tes seleksi itu adalah butir-butir item
yang termasuk dalam kategori terlalu mudah, sehingga tes seleksi tes itu boleh
dinyatakan hanya sebagai formalitas saja.
Dari uraian diatas maka tidak ada jeleknya untuk memasukkan butir-
butir item yang termasuk kategori terlalu sukar dan terlalu mudah di dalam
buku bank soal, karena sewaktu-waktu di dalam butir soal semacam itu
diperlukan,tester idak perlu membuat atau menyusun butir-butir item dengan
derajat kesukaran dan derajat kemudahan yang sangat tinggi.
D. Daya Beda
Salah satu ciri butir yang baik adalah mampu membedakan antara
kelompok atas (yang mampu) dan kelompok bawah (kurang mampu). Karena
itu butir harus diketahui daya bedenya. Daya beda adalah analisis yang
mengungkapkan seberapa besar butir tes dapat antara sswa kelompok tinggi
dengan siswa kelompok rendah. Siswa-siswi yang termasuk kelompok tinggi
adalah siswa yang mempunyai rata-rata skor paling baik. Siswa-siswi yang
termasuk kelompok terendah adalah siswa-siswi yang mempunyai rata-rata
skor yang rendah. Kelompok siswa-siswi yang pandai sering disebut dengan
istilah kelompok upper, dan kelompok siswa-siswi yang kurang pandai sering
disebut istilah kelompok lower.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-122
Tingkat daya pembeda butir-butir tes dinyatakan dalam skala indeks-
1,00 sampai dengan 1,00. Indeks tesebut dinamakan indeks diskriminasi, dan
umumnya dilambangkan dengan huruf D (singkatan dari discriminatory
power).
-1,00 0 1,00
Penjelasan :
Indeks –1,00 bererti butir tes terbaik, siswa-siswi kurang pandai dalam
kelompok lower dapat menjawab butir tes dengan sempurna, dan
kelompok yang paling pandai dalam uper tidak ada satupun yang mampu
menjawab dengan benar.
Indeks 0,00 berarti butir tes tidak dapat membedakan siswa yang pandai
dengan yang kurang pandai. Atau kemampun kelompok pandai (upper)
sama dengan kemampuan kelompok kurang pandai(lower).
Indeks 1,00 berarti butir tes secara sempurna dapat membedakan siswa
berdasarkan tingkat kemampuannya.
Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda butir tes
adalah :
DB= .Ket.
DB= Daya Beda
U = Kelompok tinggi
L = Kelompok rendah
Nup = Jumlah siswa Upper atau Lower
Langkah- langkah yang dilakukan untuk menganalisis daya pembeda
butir tes adalah sebagai berikut:
Mengurutkan jawaban siswa-siswi mulai dari yang tertinggi sampai yang
terendah.
Membagi kelompok atas dan kelompok bawah masing-masing 25% atau
30% atau 40%.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-123
Memberi skor 1 untuk setiap jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang
salah pada tes pilihan ganda, sedangkan pada tes essay, diberikan tes sesuai
dengan rentangan yang ditentukan.
Menghitung daya beda dengan rumus yang telah ditentukan.
Contoh :
Dalam evaluasi tes yang menggunakan bentuk pilihan ganda dan essay
diperoleh skor siswa-siswi dan daya beda sebagai berikut :
Skor Pilihan Ganda dan Essay
NO. NAMA SKOR PILIHAN GANDA SKOR ESSAY
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Nurlaela 1 0 1 1 1 5 6 10
2. Yomi 1 0 1 1 1 5 6 10
3 Khamidah 1 0 1 1 1 5 6 9
4. Dini 1 0 1 0 1 4 5 9
5. Winy 1 0 1 0 1 3 5 8
6. Nurkhomsah 1 0 1 0 1 3 4 8
7. Hidayati 1 0 0 0 1 3 3 7
8. Farhan 1 0 0 0 1 3 3 7
9. Muiz 1 0 0 0 1 2 3 5
10. Diar 1 0 0 0 0 2 2 5
11. Marwan 1 0 0 0 0 1 2 5
12. Hamid 1 0 0 0 0 1 2 3
Jml Benar 12 0 6 3 9 37 47 5
Skor Maks 1 1 1 1 1 5 6 86
Tingkat Kesukaran 1 0 0,5 0,25 0,75 0,62 0,65 0,72
Secara terinci tentang penafsiran daya beda butir soal dapat
diperhatikan sebagai berikut :
0,70 – 1,00 Baik Sekali
0,40 - 0,69 Baik
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-124
0,20 - 0,39 Cukup
0,00 - 0,19 Jelek
-1,00 - 0,00 Jelek sekali
Untuk butir soal yang ideal, daya bedanya berkisar antara 0,2 hingga
1,00, sehingga apabila ditemukan daya beda butir yang negatif, sebaiknya
guru mengganti butir tersebut apabila hendak dimunculkan dalam tes
berikutnya karena daya beda negatif memberi pebgertian bahwa kelompok
lower(kurang mampu) lebih baik dari pada kelompok upper (paling baik)
sebesar angka negatif yang diperoleh.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-125
BAB VII
TEKNIK PENILAIAN
A. Penilaian
Setalah memberikan skor atas jawaban siswa, langkah pengolahan data
hasil evaluasi adalah menganalisis data. Dari hasil analisis data tersebut,
selanjutnya dilakukan suatu penilaian. Mengadakan penilaian atau memberikan
penilaian (grading) pada hakekatnya adalah mengubah angka-angka yang
diperoleh dari skor mentah menjadi suatu nilai yang memiliki arti maupun
klasifikasi evaluative, seperti baik-buruk, tinggi-rendah, atau memuaskan-tidak
memuaskan, berdasarkan kriteria tertentu. Di dalamnya termasuk interpretasi dan
penilaian hasil.
Secara umum, ada dua acuan yang dipergunakan dalam penilaian, yaitu
penilaian acuan patokan (criterion referenced interpretation), dan penilaian acuan
norma (norm referenced interpretation). Penialaian acuan patokan adalah
penilaian yang dalam menginterpretasikan hasil pengukuran secara langsung
didasarkan pada standar performansi tertentu yang ditetapkan. Sedangkan
penilaian acuan norma adalah proses penilaian yang dalam menginterpretasikan
hasil pengukuran didasarkan pada prestasi anggota kelompok lainnya (Arikunto,
1993).
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian acuan patokan digunakan apabila tujuan pembelajaran secara
khusus diarahkan untuk menguasai seperangkat kemampuan secara tuntas
(mastery learning). PAP menitik beratkan pada apa yang dapat dilakukan oleh
siswa. PAP tidak membandingkan kemampuan siswa dengan teman sekelas,
tetapi dengan suatu kriteria yang spesifik. Dalam penilaian model ini, kriteria
benar salah cenderung bersifat tegas.
Patokan yang dipakai sebagai kriteria hasil belajar merupakan standar
tertentu yang ditetapkan. Hal itu bisa berupa ketercapaian tujuan pembelajaran
atau persentase penguasaan materi yang dinyatakan dengan jelas. Sebagai
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-126
contoh gambaran dalam menetapkan nilai ketercapaian dalam PAP adalah
sebagai berikut:
Nilai Angka Nilai Bobot Nilai Mutu95 – 100 3,75 – 4,00 A90 – 94 3,50 – 3,74 A-85 – 89 3,25 – 3,49 B+80 – 84 3,00 – 3,24 B75 – 79 2,75 – 2,99 B-70 – 74 2,50 – 2,74 C+65 – 69 2,25 – 2,49 C60 – 64 2,00 – 2,24 C-50 – 59 1,00 – 1,99 D0 – 49 0,00 – 0,99 E
2. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penggunaan penilaian berdasarkan acuan norma didasarkan asumsi
bahwa semua individu memiliki kemampuan yang beragam. Keragaman
tersebut bila ditarik dari sejumlah populasi akan membentuk distribusi normal.
Sebagian besar berada di sekitar rata-rata (mean), dan sebagian kecil ada di
daerah ekor kanan (tinggi) atau ekor kiri (rendah).
PAN ini sangat dinamis, tergantung pada jenis kelompok, tempat, dan
waktu. Jika yang dihadapi dalam PAP adalah sampling materi tes dengan
penetapan tinggi rendahnya patokan dijadikan kriteria keberhasilan, maka
dalam PAN terletak pada kesempurnaan tingkat butir soal dan pengolahan
statistiknya. Oleh karena itu, kriteria PAN ini didasarkan pada kemampuan
rata-rata kelompok, maka butir tes harus dapat memberikan gambaran tingkat
daya beda dan tingkat kesukaran yang baik. Untuk mengolah hasil tes, tidak
bisa dilakukan secara langsung, tapi perlu ditelaah nilai kelompok secara
empirik.
PAN dilakukan dengan cara membandingkan hasil belajar seorang
siswa dengan hasil belajar siswa lainnya dalam satu kelas. Nilai hasil dari PAN
tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-127
pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik
(peringkatnya) dalam kelasnya (kelompoknya).
Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam mengadakan penilaian
berdasarkan PAN adalah sebagai berikut:
1. Memberikan skor pada tiap siswa
2. Mencari skor tertinggi dan skor terendah
3. Mencari rentang, skor tertinggi dikurangi skor terendah
4. Menghitung jumlah kelas = 1 + (3,3) log n
5. Mencari interval, rentang dibagi dengan jumlah kelas
6. Membuat daftar distribusi frekuensi
7. Menghitung rata-rata dan simpangan baku (standar deviasi)
8. Menyusun pedoman konversi dan menentukan nilai berdasarkan skala
nilai yang dibuat.
Secara sedrhana, konversi nilai yang biasa digunakan ada lima macam,
yaitu:
1. Skala lima (stanfive), diwujudkan dengan 0, 1, 2, 3, 4 atau A, B, C, D, E.
2. Skala sembilan (stannine), diwujudkan dengan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
3. Skala sepuluh (C-scale), diwujudkan dengan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.
4. Skala sebelas (staneleven), diwujudkan dengan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.
5. Skala seratus (T-scale), diwujudkan dengan 0, 1, 2, …, 100.
B. Pengolahan Hasil Evaluasi
Untuk mengolah hasil pengukuran dalam evaluasi pembelajaran,
banyak teknik penilaian yang digunakan. Penilaian pada hakekatnya adalah
mengolah angka-angka yang diperoleh dari skor mentah menjadi suatu skor
yang mudah dibaca dan disimpulkan. Untuk mengolah data hasil evaluasi
formatif, mungkin tidak perlu menggunakan banyak teknik analisis data. Hasil
evaluasi formatif banyak digunakan untuk perbaikan proses belajar mengajar.
Contohnya adalah sebagai berikut :
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-128
Topik pokok bahasan : Konsep Dasar Evaluasi
Nomor Soal
No Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SKOR
1 A V V - V V V V V V V 9
2 B V V V - V - V - V V 7
3 C - - - - - V V V V V 5
4 D V - V - V V - - V V 6
5 E V - - V - - V - - V 4
6 F - - V - V - V - V - 4
7 G V - - V - V V - - V 5
8 H - - - V - V V V V V 6
9 I - V - V - V V - V V 6
10 J V V V V - - V V V V 8
Jumlah skor 6 4 4 6 4 6 9 4 8 9
Jumlah skor ideal
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Keterangan :
Tanda “ V “ menunjukkan soal yang dijawab benar
6+4+4+6+4+6+9+4+8+9 x 100% = 60 x 100% = 60%
100 100
Dari hasil analisis data diatas, dapat digaris bawahi bahwa presentase
yng diperoleh masih 60%. Untuk itu perlu menyempurnakan pengajaran yang
ada karena masih dibawah 75%. Dari analisis individual dapat digarisbawahi
bahwa terdapat 8 siswa yang belum menguasai topik materi dengan baik,
yaitu siswa nomor 2,3,4,5,6,7,8 dan 9. Persentase pencapaiannya masih
dibawah 75%. Bila dilihat butir soalnya, butir nomor 2.3.5 dan 8 hanya
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-129
dikuasai 4 siswa, dan butir 4 hanya dikuasai 5 siswa. Hal itu perlu dianalisis
dan dijelaskan kembali.
1. Tendensi Sentral
Salah satu teknik analisis data yang banyak digunakan untuk
mengolah data evaluasi adalah tendensi sentral (central tendency) atau
ukuran kecenderungan memusat. Ada tip teknik utama yang digunakan
untuk mengukur tendensi sentral, yakni mean, median dan mode/modus.
Mean adalah nilai rata-rata, dan dicari dengan rumus :
=Keterangan : M = Mean (besarnya, rata-rata)
X = Jumlah nilai
N = Jumlah peserta tes
Sebagai contoh, diketahui N = 20, Σ = 1200, maka nilai mean
diperoleh sebesar 1200 : 20 = 60. Apabila sampel cukup besar, dan
digunakan distribusi frekuensi, maka bisa menggunakan untuk data
berkelompok, sebagai berikut :
= ∑Keterangan : M = Mean ( nilai rata-rata )
fx = Nilai dikalikan frekuensi
N = jumlah peserta tes
Median adalah nilai tengah. Median dicari dengan mencari nilai
tengah. Misalnya angka 74, 70, 68, 66, 65, 56, 58, 87, 76, maka
mediannya adalah 65 (nilai tengah). Bila banyaknya skor genap, maka
mediannya adalah jumlah dua skor yang berada ditengah dibagi 2. Bila
datanya berkelompok, menggunakan rumus :
= −
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-130
Keterangan :
Me = besarnya median fa = jumlah frekuensi di atas kelas
U = batas atas kelas interval = jumlah frekuensi dalam median
N = Jumlah frekuensi (seluruhnya) i = besarnya kelas interval
Untuk menentukan letak median, dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
= +Keterangan : Me = letak median
N = banyaknya skor / frekuensi
Mode/Modus adalah nilai yang paling banyak muncul. Modus
dicari dengan menemukan nilai yang paling banyak muncul. Misalnya
untuk skor 4 ada 1 orang, 5 ada 10 orang, 6 ada 4 orang, 7 ada 5 orang,
dan skor 8 ada 33 orang, maka nilai modusnya adalah 8 (yang paling
banyak muncul).
Dari ketiga teknik yang ada, untuk menafsir kecenderungan
memusat (mutu suatu kelompok), yang paling baik adalah mean, karena
mean tidak hanya berdasarkan kelompok secara keseluruhan.
Perhitungannya memiliki kecermatan tinggi dan diperlukan untuk
mencari perhitungan lain.
2. Variabilitas
Variabilitas adalah keanekaragaman angka-angka dalam suatu
distribusi skor. Variabilitas merupakan variasi sebaran skor dari mean.
Semakin luas penyebaran angka-angka, semakin kecil juga variabilitasnya.
Hal itu berarti skor yang ada cenderungan homogen.
Secara sederhana, ada tiga teknik untuk melihat ukuran variabilitas,
yaitu :
a. Jarak sebaran atau range.
Range di cari dengan mengurangi angka tertinggi dengan
angka terendah.
= −
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-131
Misalnya angka tertinggi adalah rata-rata penyimpangan angka
dari mean. Penyimpangan angka merupakan selisih antara angka
tersebut dengan mean.
b. Deviasi rata-rata dan deviasi standar/simpangan baku.
Rumus untuk mencari deviasi rata-rata adalah:
∑ ( )Ket. : X = Skor yang diperoleh
M = Nilai rata-rata
N = Jumlah peserta tes
c. Simpangan baku
Dibandingkan range dan deviasi rata-rata, simpangan baku
merupakan cara terbaik untuk pengukuran penyebaran. Simpangan
baku adalah jarak standar (distance) yang terletak di atas dan di bawah
mean. Rumus untuk mencari simpangan baku (dari populasi) adalah :
= ∑( )
Ket. : SD = Simpangan baku
X = Skor yang diperoleh
M = Nilai rata-rata
Untuk data berkelompok bisa menggunakan rumus sebagai
berikut :
= ∑ − (∑ )SD = simpangan baku
i = besarnya kelas interval
N = jumlah frekuensi seluruhnya
f = jumlah frekuensi masing-masing kelas
d = Deviasi dari means
Sebagai contoh, menghitung simpangan baku dari data tidak
berkelompok. Skor yang diperoleh peserta tes adalah 9,12,16,18,20,
maka simpangan baku yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-132
X X-M (X-M)2
9 -6 3612 -3 916 1 118 3 920 5 25
= 75 ( − M) = 80= 75 ∶ 5 = 15= 805 = 4Perhitungan dengan menggunakan data kelompok tidak akan
secermat dengan rumus data tunggal, untuk itu baik dalam mencari
mens,median, deviasi standar atau lainnya, sebauiknya menggunakan
rumus untuk data tidak berkelompok atau tunggal secara langsuang.
Dengan demikian hasilnya akan lebih tepat.
3. Skor Standar
Kadang kala untuk kebutuhan menentukan nilai secara cepat tanpa
melihat tabel konversi secara keseluruhan, maka dapat dihitung dengab
skor z. Banyak manfaat yang bisa diambil dengan menggunakan skor
standar z. Skor z merupakan salah satu tekhnik untuk mengetahui posisi
testee dalam kelompoknya. Dengan skor z, dapat membandingkan antara
skor satu dengan lainnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
=Keterangan: X = skor yang diperoleh
M = rata-rata (mean)
SD = simpangan baku
Sebagai contoh, skor mentah yang diperoleh A sebesar 72. Rata-
rata Nilai diperoleh sebesar 70, dan simpangan baku sebesar 3,95.
Berdasarkan data tersebut, maka skor standar A adalah 0,51. Hal itu berarti
kedudukan nilai A berada pada +0,51 di atas rata-rata. Distribusi nilai Z
bertolak dari -1 SD sampai dengan +1 SD. Untuk menghindari kekacauan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-133
akibat dari yang terlalu kecil, maka bisa digunakan standar skor lain, yaitu
Tskor (standar skor T). Pada dasarnya skor T sama dengan skor Z. Yakni
didasarkan pada asas penyampaian skor X dan mean distribusinya.
Perbedaan skor T memiliki mean sebesar 50 dan standar deviasi 10.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
= 50 10 − , = 50 10Sebagai contoh, B mendapat skor 75 pada Matematika dan 85 pada
Fisika. Nilai rerata matematika, dan simpangan baku sebesar 10,
sedangkan untuk fisika, di peroleh nilai rerata sebesar 80, dengan
simpangan baku sebesar 12, skor T yang diperoleh B adalah sebagai
berikut:
= = 2 = = 0,41 = 50 10(2) = 70 = 50 10(0,14) = 54,1
Dengan melihat hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi B
lebih tinggi pada tes matematika daripada fisika, di lihat dari sisi
kelompoknya.
4. Skor komposit
Kadang kala, nilai skor akhir siswa tidak didasarkan pada hasil tes
tunggal. Nilai akhir pada bidang studi tertentu merupakan gabungan atau
kombinasi dari skor-skor yang diperoleh dari beberapa hasil pengukuran.
Bila skor tersebut didasarkan pada beberapa komponen, maka skor
akhir dapat diperoleh dengan melakukan penggabungan skor yang disebut
skor komposit. Salah satu rumus komposit yang bisa digunakan adalah
sebagai berikut:
∑∑
Keterangan: bZ = bobot komponen
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-134
Z = skor Z setiap komponen
Sebagai contoh, seorang murid memperoleh nilai ujian mid 40, dan
nilai tugas I sebesar 10, tugas II sebesar 17, nilai persentasi sebesar 20, dan
nilai ujain akhir sebesar 50. Bobot masing-masing nilai ditetapkan, nilai
mid 3, tugas I 1, tugas II 1, nilai persentase 1, dan nilai akhir 4, sedangkan
Z skor masing-masing diperoleh 0,92, 0, 1,22, 1,03, 0,74. Berdasarkan nilai
tersebut, dapat ditetapkan nilai kompositnya sebagai berikut:
Komponen X Z B Bz
Ujian Mid 40 0,92 3 2,76
Tugas I 10 0 1 0
Tugas II 17 1,22 1 1,22
Presentasi 20 1,03 1 1,03
Ujian Final 50 0,74 4 2,96
Jumlah = 10 = 7,97Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa skor komposit diperoleh sebesar 7,97-10=0,797. Hal ini berarti,
siswa tersebut memperoleh nilai sebesar, 797 SD, di atas rata-rata ( mean).
Rumus lain yang digunakan untuk menghitung skor komposit
adalah sebagai berikut:
∑( )
Keterangan : X = skor pada komponen
Xt = skor maksimal setiap komponen
B = bobot komponen
Melalui perhitungan rumus kedua ini akan bisa diperoleh skor
komposit, sesuai dengan skala yang digunakan.
5. Penentuan Nilai Akhir
Salah satu teknik analisis yang perlu dipahami adalah teknik
penentuan nilai akhir. Nilai akhir diperlukan untuk menentukan
penguasaan siswa, kelulusan siswa, memberikan bimbingan, atau
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-135
memberikan proses pembelajaran. Untuk menentukan nilai akhir, harus
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu faktor pencapaian prestasi
(achievement), faktor usaha (effort), faktor kebiasaan kerja (work habit),
atau faktor pribadi dan sosial (personal dan social characteristic).
Untuk menentukan nilai akhir, ada beberapa rumus yang bisa
digunakan. Hal ini disesuaikan dengan formula yang digunakan oleh
lembaga. Berikut ini, beberapa formula yang pernah digunakan di
sekolah/madrasah.
a. Nilai akhir diperoleh dengan memperhitungkan nilai hasil tes formatif,
yakni rata-rata nilai harian dan hasil tes sumatif, yakni nilai hasil
ulangan umum.
=( … . )
Ket. : NA = Nilai akhir
F = Nilai fon-natif (harian)
S = Nilai sumatif (ulangan umum)
b. Nilai akhir diperoleh dengan memperhitungkan nilai tugas (T), ulangan
harian (H), dan nilai ulangan umum (U)
= ( ) ( ) ( )c. Nilai akhir diperoleh dengan memperhitungkan nilai sub sumatif (p),
nilai sumatif (q) dan nilai ko kurikuler (r)
=d. Nilai akhir yang diperoleh dengan memperhitungkan nilai ulangan
harian (N) dan nilai hasil ulangan umum (E).
=∑
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-136
BAB VIII
EVALUASI DAN TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI
A. Komponen Evaluasi Pembelajaran
Hal-hal penting yang diukur pada setiap tahap evaluasi pembelajaran
menurut Kirkpatrick (dalam Phillips, 1981), antara lain:
1. Reaksi (Reaction)
Tahap pertama evaluasi dimulai dengan mengambil data reaksi
peserta didik terhadap program pendidikan. Reaksi dapat diukur dari apa
yang dipikirkan oleh peserta didik, tingkat kepuasan peserta didik terhadap
pelayanan dan keinginan-keinginan yang belum dapat dipenuhi oleh
penyelenggaraan pendidikan.
Reaksi yang diberikan peserta didik dapat bersifat negatif dan
positif. Reaksi negatif dapat memberi umpan balik untuk memperbaiki
program pendidikan yang diselenggarakan. Reaksi positif sangat
mendukung keterlaksanaan program pendidikan karena pembelajaran yang
diterima dengan perasaan senang lebih mudah untuk mencapai
keberhasilan karena peserta didik termotivasi untuk mengikuti program
pembelajaran dan mau berusaha meraih standar keberhasilan yang
ditetapkan sampai tuntas.
2. Belajar (Learning)
Belajar memiliki pengertian yang sangat luas. Dalam kegiatan
pembelajaran, belajar dapat diukur dari semua perubahan yang terjadi
sebagai akibat kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui adanya
perubahan maka perlu dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah
pembelajaran. Aspek yang diukur meliputi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang sesuai dengan tujuan program pembelajaran. Setiap
program pembelajaran perlu merumuskan tujuan-tujuan atau kompetensi
yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti program
pembelajaran.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-137
3. Perilaku (Behavior)
Pengukuran perilaku hanya dapat dilakukan apabila peserta didik
memiliki reaksi positif terhadap program pembelajaran dan tugas-tugas
belajar telah dapat diselesaikan. Oleh karena itu, evaluator perlu
memperhatikan tingkat evaluasi sebelumnya. Evaluasi perilaku menjadi
kurang efektif apabila dilakukan kepada peserta didik yang kurang
berminat terhadap program pembelajaran dan tidak mampu mengikuti
program pembelajaran sampai tuntas. Hasil evaluasi perilaku akan bias
apabila diperoleh dari peserta didik yang tidak mengikuti program sampai
tuntas. Kirkpatrick (1998) menyarankan untuk melihat beberapa kondisi
yang dibutuhkan dalam mengukur perubahan perilaku, yaitu:
a. Peserta didik memiliki keinginan untuk berubah.
b. Peserta didik tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara
melakukan tugas-tugas yang diberikan.
c. Peserta didik memiliki lingkungan yang baik.
d. Peserta didik mendapat penghargaan setelah melakukan perubahan
perilaku.
Program pembelajaran biasanya hanya dapat mengukur kondisi
yang berkaitan dengan faktor internal peserta didik, yaitu kondisi (a.) dan
(b.). Kondisi (c.) dan (d.) dipengaruhi oleh faktor eksternal peserta didik,
sehingga hasilnya sangat tergantung pada lingkungan belajar masing-
masing. Pembelajaran dapat menghasilkan sikap positif yaitu peserta didik
ingin menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari
pembelajaran, namun demikian tidak semua keinginan peserta didik dapat
diwujudkan apabila kondisi lingkungan tidak mendukung. Pada kondisi
(d.), yaitu penghargaan masih dapat diukur karena penghargaan dapat
diperoleh secara intrinsik dan ekstrinsik. Penghargaan intrinsik meliputi
perasaan puas, kebanggan, prestasi, dan perubahan perilaku positif
lainnya. Penghargaan ekstrinsik diperoleh ketika peserta didik mendapat
hadiah dari guru, mendapat pengakuan dari teman-temannya, mendapat
tambahan nilai, dan lainnya.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-138
4. Hasil (Result)
Evaluasi hasil dilakukan setelah peserta didik selesai mengkuti
program pembelajaran selama satu periode waktu, dapat selama satu
semester maupun satu tahun angkatan pembelajaran. Hasil yang dimaksud
disini adalah hasil akhir yang merupakan dampak program pembelajaran
bagi peserta didik. Hasil akhir dapat berupa peningkatan prestasi hasil
belajar, perbaikan pemahaman konsep, peningkatan pengetahuan dan
wawasan, kemampuan pemecahan masalah, serta penalaran. Hasil yang
tidak kasat mata seperti peningkatan kemandirian belajar, peningkatan
motivasi belajar, manajemen waktu belajar lebih efisien, pemberdayaan,
efektivitas belajar, dan peningkatan moral.
B. Kisi-Kisi Evaluasi
Untuk setiap program pendidikan membutuhkan cara dan alat
pengumpulan data evaluasi yang berbeda-beda. Di sini tidak mungkin diberi
satu contoh cara pengumpulan data yang dapat diterapkan untuk semua
program pendidikan. Pada komponen evaluasi reaksi, semua program
pendidikan dapat menggunakan indikator yang sama, namun pada komponen
yang lain sangat tergantung tujuan dan materi pembelajaran yang diberikan.
Sebagai contoh, pembelajaran fisika memiliki indikator pengukuran
keberhasilan yang berbeda dengan pembelajaran biologi, meskipun keduanya
berada pada satu kompetensi sains (IPA). Indikator yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan pembelajaran pada komponen belajar, perilaku dan
hasil pun berbeda.
Untuk mencocokkan antara substansi yang diukur dengan cara
pengukuran, maka perlu adanya kisi-kisi evaluasi. Kisi-kisi (blue print or
table of specification) merupakan deskripsi mengenai kompetensi/ruang
lingkup dan isi materi yang akan diukur. Tujuan dari pembuatan kisi-kisi
adalah untuk menentukan kompetensi/ruang lingkup dan fokus yang setepat-
tepatnya, sehingga dapat menjadi petunjuk dalam mengukur. Wujudnya dapat
berbentuk format atau matriks berikut ini:
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-139
Komponen Kisi-Kisi EvaluasiReaksi Substansi yang diukur:
1. Materi pembelajaran, relevan dengan tujuan.2. Kompetensi pendidik/guru.3. Fasilitas penunjang kelancaran pembelajaran.4. Pembagian waktu pembelajaran yang proporsional.5. Penggunaan waktu efisien dan efektif.6. Saran untuk memperbaiki proses pembelajaran.Cara pengukuran:Menggunakan kuesioner yang dibagikan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan.
Belajar Substansi yang diukur:1. Kompetensi peserta didik (pengetahuan, sikap dan
keterampilan) sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran.2. Partisipasi (kehadiran dan keaktifan) peserta didik selama
pelaksanaan pembelajaran.Cara pengukuran:1. Pengukuran dapat dilakukan melalui pretes dan postes.2. Pengukuran dilakukan dengan tes tertulis dan tes unjuk kerja
(praktik). Selama tes unjuk kerja diamati sikap dan keterampilannya.
3. Materi pengukuran sesuai dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan.
Perilaku Substansi yang diukur:1. Perubahan kepribadian menjadi lebih baik misalnya
kedisiplinan, motivasi, pengendalian emosi, dan sebagainya.2. Kompetensi sosial menjadi lebih baik seperti kemampuan
kerjasama dalam kelompok.3. Komunikasi interpersonal menjadi lebih baik seperti sopan
santun dalam berbicara dan bergaul dengan teman, guru, dan orang lain.
Cara pengukuran:1. Memberi jeda waktu dan kesempatan agar terjadi perubahan
perilaku pada peserta didik.2. Mengevaluasi perilaku sebelum dan sesudah pembelajaran.3. Melakukan survey atau wawancara kepada peserta didik
yang telah menyelesaikan program pembelajaranHasil Substansi yang diukur:
1. Peningkatan prestasi hasil belajar, kuantitas dan kualitas belajar.
2. Perbaikan pemahaman konsep, peningkatan pengetahuan dan wawasan, kemampuan pemecahan masalah, serta penalaran.
3. Peningkatan kemandirian belajar, peningkatan motivasi
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-140
belajar, manajemen waktu belajar, pemberdayaan sumber belajar, efektivitas belajar, dan peningkatan moral.
Cara pengukuran:1. Evaluasi hasil dilakukan setelah peserta didik menyelesaikan
program pembelajaran.2. Evaluasi hasil dapat menggunakan dokumen hasil belajar
yang telah dicapai, kuesioner atau daftar cek sesuai dengan substansi yang hendak diukur.
C. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan antara
temuan dengan kriteria yang telah ditetapkan pada tujuan pembelajaran atau
standar pendidikan pada semua komponen evaluasi, yaitu reaksi, belajar,
perilaku, dan hasil. Contoh matriks rancangan pengambilan keputusan:
Komponen Kriteria KeputusanReaksi Positif Program pembelajaran
dapat dilanjutkan untuk angkatan berikutnya atau diterapkan pada program pembelajaran yang lain.
Belajar Life skill dapat dipelajari oleh peserta didik
Perilaku Ada perubahan perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik
Hasil Life skill telah diterapkan oleh peserta didik
Reaksi Negatif Program pembelajaran perlu diperbaiki pada komponen yang masih kurang, seperti materi pembelajaran, kompetensi guru, metode mengajar, dan sebagainya.
Belajar Peserta didik hanya sedikit yang dapat mempelajari life skill
Perilaku Peserta didik tidak mengalami perubahan perilaku yang positif
Hasil Peserta didik tidak menerapkan life skill dalam kehidupannya
D. Pembelajaran Remidi
Seringkali pembelajaran yang telah kita lakukan tidak berjalan sesuai
dengan harapan kita. Apa yang telah kita rencanakan tidak dapat kita
laksanakan sepenuhnya. Banyak hal yang kita persiapkan tidak kita gunakan.
Demikian pula, waktu yang tersedia tidak mencukupi untuk dimanfaatkan
dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan-tujuan pembelajaran (indikator)
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-141
yang telah kita tuangkan dalam rencana tidak dapat diwujudkan oleh sebagian
besar siswa kita. Dalam keadaan demikian tidak mungkin kita memaksakan
untuk melanjutkan ke materi pembelajaran berikutnya. Kita tidak dapat
mengabaikan kegagalan ini karena ada kemungkinan kompetensi yang kita
tuju adalah komptensi prasyarat untuk memasuki materi berikutnya.
Apabila sebagian besar siswa kita belum mencapai kompetensi yang
diharapkan seharusnya kita segera mengetahui dan mencari cara agar peserta
didik dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Perlu diupayakan agar
siswa memperoleh perlakuan tertentu agar memiliki kompetensi yang
diharapkan. Sulit bagi siswa untuk dapat memahami materi berikutnya tanpa
memiliki kompetensi prasyarat tersebut. Bagaimana cara mengetahui siapa
saja peserta didik yang membutuhkan bantua (remidi) dan bagaimana
melakukan perbaikan (remidi) terhadap siswa yang belum mencapai
kompetensi yang diharapkan adalah penting untuk kita pahami bersama.
Pembelajaran remidi dilakukan setelah kita mengetahui siapa saja yang
gagal mencapai kompetensi dan/dimana letak dan sifat kesulitan yang mereka
alami. Apakah kesulitan tersebut bersumber pada aspek fisik atau psikis, dari
lingkungan, perangkat atau pengelolaan pembelajaran. Identifikasi semacam
ini penting untuk mencari solusi pemecahannya.
Sebagai guru, kita dituntut untuk dapat mengetahui letak-letak dan
sifat-sifat kesulitan itu, mampu menemukan solusi, dan kemudian menjadi
bagian dari solusi itu sendiri. Artinya, kita juga harus mampu melakukan
perbaikan yang diperlukan.
Pembelajaran remidi bertujuan membantu siswa yang mengalami
kesulitan belajar melalui perlakuan pembelajaran. Pembelajaran remidi
sebenarnya merupakan kelanjutan dari pembelajaran biasa di kelas. Hanya
saja peserta didik yang masuk kelompok ini adalah peserta didik yang
memerlukan pelajaran tambahan. Peserta didik yang dimaksud adalah siswa
yang belum tuntas belajar.
Biasanya, setiap sekolah telah menetapkan batas minimal ketuntasan
belajar untuk masing-masing mata pelajaran yang mungkin berbeda dengan
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-142
sekolah lain. Hal ini bergantung kepada tingkat kesulitan mata pelajaran dan
tingkat kemampuan peserta didik di sekolah itu. Pada periode tertentu, skor
minimal ini harus ditinjau kembali berdasarkan tingkat kemampuan rata-rata
siswa di sekolah itu dan standar dari pemerintah. Skor minimal ketuntasan
belajar untuk suatu mata pelajaran telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum
pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, setiap siswa yang mendapatkan
skor sama atau di atas skor minimal maka siswa tersebut dikatakan tuntas
dalam belajarnya. Ia tuntas pada kompetensi dasar tertentu pada mata
pelajaran tertentu. Peserta didik yang memperoleh skor di bawah skor minimal
kita sebut dengan siswa yang belum tuntas belajar. Peserta didik terakhir
inilah yang perlu diberi pembelajaran remidi.
Faktor penyebab ketidaktuntasan belajar bervariasi. Mungkin berasal
dari dalam diri siswa (fisik, psikis) atau dari luar diri siswa (lingkungan alam,
lingkungan belajar, bahan pelajaran, dan kegiatan pembelajaran). Kesulitan-
kesulitan yang dialami siswa yang mengakibatkan ketidaktuntasan dalam
belajar pada umumnya beragam. Kesulitan-kesulitan yang dimaksud biasanya
disebabkan oleh antara lain:
Kemampuan mengingat kurang,
Kurang dalam memotivasi diri,
Lemah dalam memecahkan masalah,
Kurang percaya diri,
Sulit berkonsentrasi pada belajarnya, dan sebagainya.
Pembelajaran remidi dimulai dari identifikasi kebutuhan siswa yang
menjadi sasaran remidi. Kebutuhan siswa ini dapat diketahui dari analisis
kesulitan belajar siswa dalam memahami konsep-konsep tertentu. berdasarkan
analisis kesulitan belajar itu, diberikanlah remidi. Bantuan dapat diberikan
kepada siswa berupa perbaikan metode mengajar, perbaikan modul, perbaikan
LKS, menyederhanakan konsep, menjelaskan kembali konsep yang masih
kabur, dan memperbaiki konsep yang disalahtafsirkan oleh siswa. Informasi-
informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan remidi tersebut akan dapat
diperoleh melalui kegiatan evaluasi.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-143
Beberapa model pembelajaran remidi:
Remidi dilaksanakan sebelum atau sesudah jam pelajaran sekolah dan
digunakan untuk membantu kesulitan belajar terhadap beberapa subyek
materi pembelajaran.
Remidi dilaksanakan dengan jalan mengambil beberapa siswa yang
membutuhkan remidi dari kelas biasa (regular) ke kelas remedial.
Remidi dilaksanakan dengan melibatkan beberapa guru (tim). Tim
pembelajaran menyiapkan bahan-bahan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, dan penilaian hasil belajar yang mengacu efektivitas belajar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan perbaikan atau remidi
menurut Slamet (2001), adalah sebagai berikut:
Adanya beberapa peserta didik yang melakukan remedial bersamaan.
Tempat yang dipakai untuk perbaikan.
Waktu pelaksanaan remidi.
Pembimbing perbaikan.
Metode untuk perbaikan.
Tingkat kesulitan belajar.
Untuk memberikan perbaikan dapat dilakukan melalui bentuk
kegiatan-kegiatan berikut:
Memberikan buku pelajaran yang relevan dengan tujuan satuan pelajaran
yang bersangkutan.
Melakukan tutorial teman sebaya, yakni bentuk kegiatan perbaikan yang
dilakukan secara individual oleh siswa yang lebih baik prestasinya.
Belajar secara berkelompok.
Pembelajaran terprogram dengan modul.
Mengajarkan kembali bagian materi yang belum dicapai siswa
berdasarkan standar ketuntasan minimum.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-144
LAMPIRAN
NILAI-NILAI r PRODUCT MOMENT
NTaraf Signif
NTaraf Signif
NTaraf Signif
5% 1% 5% 1% 5% 1%3 0.997 0.999 27 0.381 0.487 55 0.266 0.3454 0.950 0.990 28 0.374 0.478 60 0.254 0.3305 0.878 0.959 29 0.367 0.470 65 0.244 0.317
6 0.811 0.917 30 0.361 0.463 70 0.235 0.3067 0.754 0.874 31 0.355 0.456 75 0.227 0.2968 0.707 0.834 32 0.349 0.449 80 0.220 0.2869 0.666 0.798 33 0.344 0.442 85 0.213 0.27810 0.632 0.765 34 0.339 0.436 90 0.207 0.270
11 0.602 0.735 35 0.334 0.430 95 0.202 0.26312 0.576 0.708 36 0.329 0.424 100 0.195 0.25613 0.553 0.684 37 0.325 0.418 125 0.176 0.23014 0.532 0.661 38 0.320 0.413 150 0.159 0.21015 0.514 0.641 39 0.316 0.408 175 0.148 0.194
16 0.497 0.623 40 0.312 0.403 200 0.138 0.18117 0.482 0.606 41 0.308 0.398 300 0.113 0.14818 0.468 0.590 42 0.304 0.393 400 0.098 0.12819 0.456 0.575 43 0.301 0.389 500 0.088 0.11520 0.444 0.561 44 0.297 0.384 600 0.080 0.105
21 0.433 0.549 45 0.294 0.380 700 0.074 0.09722 0.423 0.537 46 0.291 0.376 800 0.070 0.09123 0.413 0.526 47 0.288 0.372 900 0.065 0.08624 0.404 0.515 48 0.284 0.368 1000 0.062 0.08125 0.396 0.505 49 0.281 0.36426 0.388 0.496 50 0.279 0.361
Sumber : Sugiyono (1999)
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-145
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, Lewis R. (1995). Rating Scales and Checklist: Evaluating Behavior,
Personality, and Attitude. New York: John, Wiley & Sons, Inc.
Arikunto, Suharsimi. (1993). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
Fernandez, H.J.K. (1984). Evaluation of Educational Programmes. Jakarta:
BP3K-September.
Gronlund, Norman E. & Linn, Robert L. (1990). Measurement and Evaluation in
Teaching. New York: MacMillan Publishing Company.
Hermawan, A.H dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Kerlinger, Fred N. (1996). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Terjemahan Landung
R Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Kirkpatrick, D.L. (1998). Evaluating Training Programs, The Four Levels (2nd
ed.). San Fransisco: Berret-Koehler Publishers, Inc.
Permendiknas No. 22, 23, 24 dan 41 Tahun 2007.
Phillips, J. J. (1981). Handbook of Training Evaluation and Measurement
Methods. Houston: Gulf Publishing Company.
Slamet. (2001). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Stiggins, Richard, J. (1994). Student Centered Classroom Assessment. New York:
Merrue an Imprint of Macmillan College publishing Co.
Stufflebeam, D. L. & Shinkfield, A. J. (1985). Systematic Evaluation: A Self
Instructional Guide to Theory and Practice. Massachusetts: Kluwer-
Nijhoff Publishing.
Subana, M. & Sudrajat. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung:
Pustaka Setia.
Modul Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran
Dr. Edi Prio Baskoro, M.Pd & Ahmad Mabruri Wihaskoro, S.Pd.I Halaman-146
Sudijono, Anas. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sugiyono. (1999). Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikum; Teori dan
Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Taba, Hilda. (1962). Curriculum Development, Theory and Practice: Foundation
Process, Design and Strategy For Planning both Primary and Secondary.
New York: Harcourt, Brace & World, Inc.
Thorndike, R. L. & Hagen, E. (1969). Measurement & Evaluation in Psychology
and Education. Toronto: John Wiley and Sons Inc.
Winataputra, Udin.S. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Witherington, H. C. (1986). Teknik-Teknik Belajar dan Mengajar. Bandung:
Jemmars.
Zainul, A. & Nasoetion, N. (1993). Penilaian Hasil Belajar. Depdikbud: Pusat
Antar Universitas.
Zais, R. S. (1976). Curriculum Principles and Foundation. New York: Heaper
and Row Publiserrs.