modul : “administrasi kepegawaian” · melaksanakan praktek prosedur memperoleh status...

50

Upload: phungtruc

Post on 12-Mar-2019

261 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

MODUL : “ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN”

MENENTUKAN PROSEDUR PERKAWINAN UNTUK PEGAWAI

KOMPETENSI INTI :

Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Menghayati dan Mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong

royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap

sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif

dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan

bangsa dalam pergaulan dunia.

Memahami,menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural

berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan

humaniora dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait

penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan

masalah.

Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan

pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu

melaksanakan tugas spesifik dibawah pengawasan langsung.

KOMPETENSI DASAR :

Mengemukakan tentang Peraturan Perkawinan bagi pegawai

Disusun oleh :

MOHAMMAD MARZUQ ROMADHONI ( 150412605136 )

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN MANAJEMEN

PROGRAM STUDI SI PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

November 2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena Rahmat dan Karunia-

Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan modul dengan judul “Menentukan Prosedur Perkawinan

untuk Pegawai” dengan baik dan tepat berdasarkan batas waktu yang ditentukan. Modul ini saya

susun dengan harapan pembaca dapat memahami serta mengenal tentang Administrasi

kepegawaian pada jenjang pendidikan SMK khususnya materi Peraturan perkawinan bagi

pegawai.

Modul ini membahas tentang penjelasan dan pemahaman bagaimana pengertian

perkawinan dan syarat-syarat perkawinan. Di dalamnya terdapat pengertian perkawinan, syarat-

syarat perkawinan, azaz-azaz perkawinan pegawai dan beberapa Pemahaman laporan

perkawinan pegawai untuk mendapatkan status perkawinan oleh pemerintah.

Saya telah menyadari bahwa modul ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan

yang tidak disengaja. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar

dapat saya jadikan sebagai motivasi dan perbaikan dalam pembuatan modul selanjutnya.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen Bapak Mohammad Arief selaku

dosen pengampu mata kuliah “Pengembangan Bahan Ajar Administrasi Perkantoran”, yang telah

membimbing serta mengarahkan saya dalam pembuatan modul ini. Karena atas bimbingan

beliaulah saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan modul ini sebagaimana mestinya. dan

teman-teman mahasiswa offering PP dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian modul

ini. Semoga modul ini bermanfaat untuk semua yang menggunakannya dalam mempelajari

Administrasi Perkantoran.

Malang, November 2017

Penulis

DAFTAR ISI

JUDUL MODUL ........................................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................................................

I. PENDAHULUAN .....................................................................................................................

Latar belakang ..............................................................................................................................

Deskripsi Singkat ..........................................................................................................................

Standar kompetensi dan kompetensi dasar ...................................................................................

Relevansi/Manfaat ........................................................................................................................

Tujuan Pembelajaran ....................................................................................................................

Petunjuk Penggunaan Modul ........................................................................................................

II. PEMBAHASAN

Kegiatan Belajar 1 : Pemahaman Konsep Perkawinan dan Azas-azas Perkawinan Pegawai

URAIAN MATERI ..........................................................................................................

1. Ketentuan Perkawinan ................................................................................................

2. Dasar Hukum Perkawinan ..........................................................................................

LATIHAN ........................................................................................................................

Kegiatan Belajar 2 : Syarat-syarat Perkawinan Bagi Pegawai .....................................................

URAIAN MATERI

1. Perkawinan Bagi Pegawai Negeri Sipil ......................................................................

2. Pegawai Negeri Pada Polri .........................................................................................

3. Persyaratan Perkawinan Pegawai Negeri Sipil ...........................................................

LATIHAN ........................................................................................................................

Kegiatan Belajar 3 : Pemahaman Laporan Perkawinan Pegawai Untuk Mendapatkan Status

Perkawinan oleh pemerintah .......................................................................

URAIAN MATERI ..........................................................................................................

1. Pencatatan Laporan.....................................................................................................

2. Kartu Istri/Suami ........................................................................................................

3. Contoh Lembar Laporan Perkawinan .........................................................................

LATIHAN ....................................................................................................................................

RANGKUMAN ............................................................................................................................

SOAL EVALUASI .......................................................................................................................

KUNCI LATIHAN MODUL .......................................................................................................

PENUTUP ....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................

Latar Belakang

Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan

masyarakat kita ; sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai

saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga

mereka masing-masing. ( Soerjono Wignjodipoero, 1990 : 122).

Pasal 1 Undang- Undang Perkawinan menyebutkan bahkan Perkawinan ialah :

“ ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa” .

Apabila pengertian perkawinan tersebut di atas di telaah lebih lanjut, maka ada lima unsure yang

terkandung didalamnya yaitu :

1. Ikatan lahir batin ;

Ikatan itu tidak hanya cukup dengan ikatan lahir atau batin saja, akan tetapi kedua-duanya

harus terpadu erat. Suatu ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan

adanya hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai

suami isteri ( hubungan formal). Hubungan formal ini nyata, baik bagi pihak-pihak yang

mengikatkan dirinya maupun bagi pihak ketiga. Sebaliknya suatu ikatan batin merupakan suatu

hubungan yang tidak formal, suatu ikatan yang tidak nampak, tidak nyata, yang hanya dapat

dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Ikatan batin inilah yang merupakan fondasi atau

dasar dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia.

2. Antara seorang pria dengan seorang wanita ;

Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. Dengan

demikian,perkawinan itu akan terjadi apabila ada dua jenis kelamin yang menyatakan

kehendaknya untuk bersatu dalam membentuk keluarga (rumah tangga). Perkawinan tidak akan

terjadi atau tidak dapat dilangsungkan apabila antara seorang wanita dengan wanita atau

sebaliknya antara seorang laki-laki dengan laki-laki.

3. Sebagai suami isteri ;

Seorang laki-laki dan seorang wanita yang akan hidup bersama sebagai suami isteri yang

diikat oleh tali perkawinan itu baru dapat dianggap sah apabila telah memenuhi persyaratan-

persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang, baik syarat-syarat intern yang meliputi

perkawinan itu harus didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak, mendapat izin dari kedua

orang tua apabila kedua calon mempelai belum berumur 21 tahun, bagi pria harus berumur 19

tahun dan bagi wanita harus berumur 16 tahun kecuali ada dispensasi dari pengadilan atau

pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua belah pihak, kedua belah pihak harus dalam keadaan tidak

kawin, kecuali bagi mereka yang agamanya mengizinkan untuk berpoligami, dan bagi seorang

wanita yang akan melakukan perkawinan untuk kedua kalinya dan seterunya harus menunggu

masa iddah sekurang-kurangnya 90 (sembilanpuluh ) hari bagi yang putus perkawinannya karena

perceraian dan 130 (seratus tiga puluh ) hari bagi mereka yang putus perkawinannya karena

kematian suaminya.

Sedangkan syarat-syarat eksternnya adalah harus membuat laporan , pengumuman, pencegahan

dan pelangsungan perkawinan.

4. Membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal ;

Yang dimaksud dengan keluarga disini adalah satu kesatuan yang terdiri atas ayah, ibu, dan

anak atau anak-anak yang merupakan sendi dasar susunan masyarakat Indonesia. Dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat , sangat penting artinya kesejahteraan dan kebahagiaan

keluarga karena kebahagiaan masyarakat terbentuk atas kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga

(rumah tangga).

5. Berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa.

Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ke Tuhanan Yang

Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan erat dengan agama/kerokhanian, sehingga

perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani, akan tetapi unsur batin/rokhani juga

mempunyai peranan penting.

Deskripsi singkat

Modul “Menentukan prosedur perkawinan untuk pegawai ” ini membahas 3 materi

utama yaitu Pemahaman konsep perkawinan dan azas-azas perkawinan pegawai,Syarat-syarat

perkawinan bagi pegawai,Laporan perkawinan bagi pegawai. Modul ini terdiri atas tiga kegiatan

belajar, dan pada tiap kegiatan belajar terdapat uraian materi, simpulan dan latihan.

Modul ini banyak membahas mengenai bagaimana syarat-syarat perkawinan bagi

pegawai. Secara praktis, modul ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada

segenap unsur pelaksana pemerintah didalam melaksanakan ketentuan dan aturan perkawinan dan

perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta untuk lebih memahami dan mentaati Undang-

Undang Perkawinan dan atau peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku terutama

mengenai perkawinan dan perceraian, sehingga penerapan dan atau pemberian sanksi bagi yang

melanggar ketentuan perundang-undangan dapat diberikan secara adil dan efektif .

Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar

Kompetensi Dasar : Mengemukakan tentang peraturan perkawinan bagi pegawai

Indikator :

1. Memahami pengertian perkawinan pegawai dengan benar 2. Memahami azas-azas perkawinan pegawai secara lengkap 3. Memahami syarat-syarat perkawinan pegawai dengan

menyeluruh 4. Pemahaman laporan perkawinan pegawai untuk mendapatkan

status perkawinan oleh pemerintah

Relevansi/ Manfaat

A. Kognitif

1. Produk

a. Memahami pengertian perkawinan pegawai dengan benar

b. Memahami azas-azas perkawinan pegawai secara lengkap

c. Memahami syarat-syarat perkawinan pegawai dengan menyeluruh

d. Pemahaman laporan perkawinan pegawai untuk mendapatkan status

perkawinan oleh pemerintah

2. Proses

Melaksanakan praktek prosedur memperoleh status perkawinan pegawai untuk diakui

pemerintah secara sistematis dan efektif

B. Psikomotor

Mempraktekkan dan mempresentasikan langkah-langkah memperoleh status

perkawinan bagi pegawai secara sistematis dan efektif yang meliputi kegiatan

pencarian, pengumpulan, dan penyerahan berkas secara profesional

C. Afektif

1. Mengembangkan sikap berkarakter, meliputi:

a. Teliti, tekun, dan cekatan

b. Jujur, loyal, dan kreatif

c. Disiplin

2. Keterampilan sosial:

a. Bertanya

b. Bisa bekerjasama dan memiliki solidaritas yang tinggi

c. Menyumbang ide atau berpendapat

d. Melayani permintaan informasi sesama

Tujuan Pembelajaran

a. Peserta didik diharapkan mampu mendiskripsikan perkawinan bagi pegawai

b. Peserta didik diharapkan mampu menjelaskan azas-azas perkawinan bagi pegawai

c. Peserta didik diharapkan mampu mengidentifikasi syarat-syarat perkawinan pegawai

d. Peserta didik diharapkan mampu menginterprestasikan laporan perkawinan pegawai untuk

mendapatkan status perkawinan oleh pemerintah

Petunjuk Penggunaan Modul

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mempelajari modul ini adalah sebagai berikut:

1. Peserta Didik

a. Bacalah dengan cermat materi pada modul ini

b. Tanyakan kepada guru pembimbing bila mana terdapat materi atau penjelasan yang

kurang dimengerti.

c. Diskusikan dengan rekan Anda apa yang telah Anda cermati untuk mendapatkan

pemahaman yang baik tentang tujuan belajar dan kompetensi yang ingin dicapai.

d. Kerjakan setiap tugas sesuai dengan perintah yang ada di soal.

e. Apabila Anda kurang memahami materi ataupun tugas maka ajukan pertanyaan kepada

guru/instruktur.

f. Tunjukkan hasil kerja kepada guru/instruktur

2. Guru/Instruktur

a. Informasikan kepada peserta didik bagaimana menggunakan modul, penilaian, bahan

dan alat yang digunakan serta durasi waktu.

b. Berilah bimbingan kepada peserta didik bila mereka mendapat kesulitan.

c. Selama KBM, tetaplah berada di dalam kelas/tempat belajar.

3. Perlengkapan yang Harus Disediakan

Alat : Komputer, LCD, Papan Tulis, ATK.

Bahan : Buku-buku yang berkaitan dengan Peraturaran perkawinan bagi pegawai

Kegiatan Belajar 1

Pemahaman konsep perkawinan dan azas-azas perkawinan pegawai

Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi

Pegawa Negeri Sipil sebagai mana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun

1990.

Ketentuan Perkawinan

Pegawai Negeri yang akan melangsungkan perkawinan pertama, wajib memberitahukannya

secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)

tahun setelah perkawinan itu berlangsung, hal ini berlaku juga bagi Pegawai Negeri Sipil yang

telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi; Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.

Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan

pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

Ketentuan Perceraian Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat

keterangan lebih dahulu dari pejabat; Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf

diajukan kepada pejabat melalui saluran hirarki; Setiap atasan yang menerima permintaan izin

dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian wajib

memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki dalam

jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin

dimaksud. Pegawai Negeri Sipil dan atau Atasan yang melanggar tersebut pada huruf a, b, c diatas

serta tidak melaporkan perceraiannya dan tidak melaporkan perkawinannya yang

kedua/ketiga/keempat, dapat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Displin Pegawai Negeri Sipil

Prosedur Pengajuan Perceraian

Tahap I : Kepala Satuan Kerja, setelah menerima permohonan untuk melakukan perceraian

dari Pegawai Negeri Sipil di Satuan Kerjanya, wajib melakukan pembinaan

terhadap keduanya serta diupayakan untuk merujukan;

Tahap II : Dari hasil pembinaan tersebut, bila Pegawai Negeri Sipil dan atau Suami/Istrinya

tetap berkeinginan untuk melakukan perceraian, maka Kepala Satuan Kerja melaporkan

permohon perceraian tersebut kepada Bupati, dilampiri hasil pembinaannya; Perkawinan / Perceraian

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 telah diatur ketentuan tentang perkawinan yang

berlaku bagi segenap warga negara dan penduduk Indonesia, tentu termasuk didalamnya adalah

warga negara yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil wajib

memberikan contoh yang baik kepada bawahannya dan menjadi teladan sebagai warga negara

yang baik dalam masyarakat, juga dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga.

Dalam Undang-Undang Perkawinan telah ditentukan bahwa:

"Perkawinan sah ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya/kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku."

Tentunya perkawinan yang kekal menjadi dambaan semua keluarga, namun tidak menutup

kemungkinan terjadinya perceraian dalam penyelenggaraan kehidupan berumah tangga. Oleh

karenanya bagi PNS telah diatur mengenai Ijin perkawinan dan perceraiannya.

DASAR HUKUM

1. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45

Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. 2. Surat Edaran Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 dan

Nomor 48/SE/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi

Pegawai Negeri Sipil. PERKAWINAN

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melangsungkan perkawinan pertama wajib melaporkan

kepada pejabat secara hirarkhis selambat-lambatnya 1 tahun sejak tanggal perkawinan. Ketentuan ini juga berlaku bagi PNS yang berstatus janda atau duda yang melangsungkan perkawinannya kembali. Laporan perkawinan dibuat rangkap tiga dan dilampiri :

a. Salinan sah Surat Nikah /Akte Perkawinan untuk tata naskah masing-

masing instansi. b. Pas foto isteri/suami ukuran 3x4 cm sebanyak 3 lembar

SANKSI: PNS yang tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada

Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan

dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor

30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010).

PERCERAIAN

PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh ijin secara tertulis atau surat

keterangan terlebih dahulu dari pejabat. PNS yang berkedudukan sebagai penggugat harus

memperoleh ijin dari Pejabat, sedangkan bagi PNS yang berkedudukan sebagai tergugat cukup

mendapat surat keterangan dari Pejabat.

Alasan PNS Dapat Melakukan Perceraian sbb.:

Salah satu pihak berbuat zina

Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan

Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut tanpa ijin dan tanpa alasan sah atau hal lain di luar kemampuannya/kemauannya

Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun/hukuman yang lebih

berat Salah satu pihak melakukan kekejaman/ penganiayaan berat

Antara suami/isteri terjadi perselisihan terus menerus dan tidak ada harapan untuk

rukun kembali.

Permintaan Ijin Untuk Bercerai Ditolak, apabila:

Bertentangan dengan ajaran /peraturan agama yang dianut.

Tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (1) PP No. 10 Tahun 1983 Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.

Permintaan Ijin untuk Bercerai Diberikan, apabila:

Tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya.

Ada alasan sebagai mana tercantum dalam Romawi III angka 2 SE BAKN No. 08/SE/1983.

Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku

Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal sehat.

Perceraian Terjadi Atas Kehendak PNS Pria, maka :

a. Apabila anak mengikuti bekas isteri, maka pembagian gaji ditetapkan sbb: 1/3 gaji untuk PNS.

1/3 gaji untuk bekas isteri.

1/3 gaji untuk anak yang diterimakan kepada bekas isterinya. b. Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak maka gajinya dibagi dua, yaitu :

½ untuk PNS .

½ untuk bekas isterinya.

c. Apabila anak mengikuti PNS pria, maka pembagian gaji ditetapkan sbb :

1/3 gaji untuk PNS pria.

1/3 gaji untuk bekas isterinya.

1/3 gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada PNS pria.

d. Apabila sebagian anak mengikuti PNS yang bersangkutan dan sebagian mengikuti

bekas isteri, maka 1/3 gaji yang menjadi hak anak dibagi menurut jumlah anak.

Hak atas bagian gaji untuk bekas isteri sebagaimana dimaksud di atas tidak diberikan

apabila perceraian terjadi karena isteri terbukti telah berzinah atau isteri terbukti telah melakukan

kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, dan atau isteri

terbukti menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan dan atau isteri terbukti

telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang

sah. Meskipun perceraian terjadi atas kehendak isteri yang bersangkutan, hak atas bagian gaji

untuk bekas isteri tetap diberikan apabila ternyata alasan isteri mengajukan gugatan cerai karena

dimadu, dan atau karena suami terbukti telah berzinah, dan atau suami terbukti telah melakukan

kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap isteri, dan atau suami telah

terbukti menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan atau suami telah

meninggalkan isteri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin isteri dan tanpa alasan yang sah. Apabila Perceraian Terjadi Atas Kehendak Bersama Suami Isteri, maka pembagian gaji

diatur sbb.: Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak, maka pembagian gaji berdasarkan

kesepakatan bersama. Dengan tidak mengurangi ketentuan di atas, apabila semua anak mengikuti

bekas isteri, maka 1/3 gaji untuk anak dan diterimakan pada isteri.

Apabila sebagian anak mengikuti PNS ybs dan sebagian mengikuti bekas isteri maka 1/3 gaji dibagi jumlah anak (sebagian ikut isteri/suami).

SANKSI : PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkanPeraturan Pemerintah

Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010) bila :

Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin dari Pejabat bagi yang berkedudukan sebagai

Penggugat atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai Tergugat, terlebih

dahulu dari Pejabat.

Apabila menolak melaksanakan pembagian gaji dan atau tidak mau

menandatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian Tidak melaporkan perceraiannya kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-

lambatnya satu bulan setelah terjadinya perceraian.

Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan pemintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk melakukan perceraian, dan atau untuk beristri lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian.

Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ia menerima izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian.

PNS Pria Yang Akan Beristri Lebih Dari Seorang:

PNS yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin tertulis lebih dahulu

dari Pejabat.

Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang,

wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat. Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang,

wajib menyampaikan kepada pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin tersebut.

Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin tersebut.

Izin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif,

yakni :

Syarat alternatif (salah satu harus terpenuhi) :

Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya, karena menderita sakit jasmani/rokhani.

Isteri mendapat cacat badan/penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan.

Isteri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya 10

tahun.

Syarat komulatif (semua harus terpenuhi) :

Ada persetujuan tertulis secara iklas dari isteri dan disahkan atasannya.

PNS pria mempunyai penghasilan yang cukup.

PNS pria berlaku adil terhadap isteri-isterinya dan anaknya.

SANKSI : PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010) bila: Beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat.

Tidak melaporkan perkawinanya yang kedua/ketiga/keempat kepada Pejabat dalam jangka

waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan dilangsungkan.

PNS Wanita Tidak Diijinkan Menjadi Isteri Kedua, Ketiga, Keempat:

PNS wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat.

Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat dilarang menjadi PNS.

PNS wanita yang akan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria bukan PNS wajib memperoleh ijin tertulis dari Pejabat dan memenuhi syarat sesuai Romawi V angka 3SE BAKN No. 08/SE/1983. SANKSI :PNS Wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dijatuhi

hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980. Hidup Bersama Di Luar Ikatan Perkawinan Yang Sah:

PNS dilarang hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah.

Yang dimaksud hidup bersama diluar perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah merupakan suatu rumah tangga

SANKSI :PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkanPeraturan

Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (sekarang Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun

2010) bila melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah dengan

wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya.

Azas-azas (prinsip-prinsip) yang berkaitan dengan perkawinan pegawai sesuai Undang-

Undang No.1 Tahun 1974, meliputi:

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu

suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat

mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan

spiritual dan materiil; Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum

agamanya dan kepercayaannya, dan tiap-tiap perkawinan harus di catat, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Menganut azas monogamy;

Calon suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat;

Mempersulit terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus

ada alas an-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan siding pengadilan; Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami

baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri.

Asas yang diterapkan di Indonesia dalam Perkawinan adalah asas monogami, meski demikian

Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila

dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bagi seorang PNS yang akan melangsungkan

perkawinan dapat dilangsungkan dengan mudah dan tanpa pemeriksaaan khusus yang harus

dijalani oleh kedua mempelai namun harus memperhatikan peraturan PP 10 Tahun 1983 jo. PP 45

Tahun 1990. Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa seorang PNS yang melangsungkan perkawinan

pertama wajib segera melaporkan perkawinannya kepada pejabat sesuai hierarkinya.

Latihan :

1. Apakah yang dimaksud dengan perkawinan pegawai ?

2. Apakah dasar hukum perkawinan bagi pegawai ?

3. Bagaimana ketentuan perkawinan bagir pegawai ?

4. Deskripsikan azas-asaz perkawinan pegawai ! 5. Jelaskan azas yang diterapkan untuk pegawai di Indonesia !

Nama/Kelompok: Kelas: Tanggal:

Lembar Kerja Siswa 1

Konsep perkawinan Pegawai

Tujuan:

1. Dapat memahami pengertian perkawinan pegawai 2. Dapat memahami azas-azas perkawinan pegawai

Alat:

1. Alat tulis

2. Buku catatan

Rumusan Masalah : Apakah arti perkawinan dan azas-azas perkawinan pegawai ?

Langkah – langkah :

Mendefinisikan dengan bahasa sendiri tentang arti/makna konsep perkawinan pegawai dan

azas-azas perkawinan pegawai.

Untuk pendalaman pemahaman konsep, siswa diminta memberi contoh penerapan

konsep perkawinan pegawai dalam kehidupan sehari-hari.

Mendiskusikan dalam kelompok kecil, menganalisis dampak apabila azas-azas

perkawinan pegawai tidak dipenuhi dalam instansi.

Pengamatan :

Pengamatan difokuskan pada partisipasi siswa dalam mengikuti diskusi kelompok yang

meliputi: keaktifan dalam mengemukakan pendapat, partisipasi, kualitas partisipan, kerjasama

dan tanggung jawab tim.

Analisis

1. Menurut pendapat anda apakah yang dimaksud dengan perkawinan menurut Undang- Undang No.

1 Tahun 1974 ?

.....................................................................................................................................................................

.....................................................................................................................................................................

.....................................................................................................................................................................

.....................................................................................................................................................................

2. Apakah azas-azas (prinsip-prinsip) yang berkaitan dengan perkawinan pegawai sesuai Undang-

Undang No.1 Tahun 1974 ? ....................................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................................

.....................................................................................................................................................................

3. Bagaimanakah aturan pemberitahuan tertulis perkawinan pegawai sesuai PP No.10 Tahun 1983

tentang Perkawinan Pegawai?

....................................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................................

.................................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................................

Kegiatan belajar 2

Syarat-syarat perkawinan bagi pegawai

Perkawinan Bagi Pegawai Negeri Sipil

1.Pengertian pegawai negeri sipil

Pegawai Negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan

diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan

berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Menurut pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 43 Tahun

1999, pegawai negeri terdiri dari: Pegawai Negeri Sipil

Anggota Tentara Nasional Indonesia dan

Anggota Bersenjata Republik Indonesia. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil itu sendiri terdiri dari

pegawai negeri sipil pusat dan pegawai negeri sipil daerah.

2.Perkawinan bagi Pegawai Negeri Sipil Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka

dalam undang-undang menganutprinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Sebagaimana

yang telah dijelaskan dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, selain itu juga

diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 terhadap Pegawai Negeri Sipil.

Pengaturan perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dapat dijumpai dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990. Pada dasarnya, Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan

Abdi Masyarakat yang harus menjadi tauladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku,

tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam

menyelenggarakan kehidupan berkeluarga. Untuk dapat melaksanakan kewajiban yang demikian

itu, kehidupan Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus ditunjang oleh kehidupan berkeluarga yang

serasi, sehingga setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam melaksanakan tugasnya tidak akan

banyak terganggu oleh masalah-masalah dalam keluarganya.

Atas dasar pokok pikiran yang disebutkan sebelumnya dan dalam rangka usaha meningkatkan

disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam melakukan perkawinan dan perceraian, dipandang

perlu untuk menetapkan peraturan pemerintah mengenai izin perkawinan dan perceraian bagi

Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu sebagaimana diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Sebagai tindak

lanjutnya dikeluarkan Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor

08/SE/1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melangsungkan perkawinan pertama, menurut ketentuan

pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, diwajibkan memberitahukannya

secara tertulis kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu)

tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan. Ketentuan ini berlaku juga bagi Pegawai Negeri Sipil

(PNS) yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. Untuk itu, pasal 19

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 menentukan bahwa setiap pejabat atau pejabat lain

yang ditunjuk olehnya membuat dan memelihara catatan perkawinan dan perceraian Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dalam lingkungannya masing-masing.

3. Pegawai Negeri pada Polri

Istilah polisi sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbeda-beda. Setiap

negara juga memberikan pengertian tentang polisi juga berbeda-beda, dikarenakan masing-masing

negara cenderung untuk memberikan istilah dalam bahasanya sendiri atau menurut kebiasaan-

kebiasaannya sendiri.

Menurut pasal 1 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2010 ‚Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat

negara yang berperan dalam memelihara keamanan, ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka

terpeliharanya keamanan dalam negeri‛. Pasal 1 ayat (2) ‚Pegawai Negeri pada Polri adalah

anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Polri‛.

Fungsi Kepolisian tentunya berkaitan erat dengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian

yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari terbentunya lembaga tersebut. Dalam hal ini fungsi

dari kepolisian ada hubungannya dengan pengertian tugas, yang mana dapat dikemukakan bahwa

fungsi dari polisi adalah merupakan bagian dari pada tugas negara. Secara umum tujuan

dibentuknya lembaga kepolisian adalah untuk menciptakan kondisi aman, tenteram dan tertib

dalam masyarakat. Keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi

dinamis masyarakat yang ditandai oleh terjaminnya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya

ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan

masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulani segala bentuk pelanggaran hukum

dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat yang merupakan salah

satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunannasional.

Pegawai Negeri pada Polri menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah

Negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum Pegawai Negeri pada Polri yang

bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan Undang-

undang Dasar 1945, Polri mengemban tiga tugas utama, yaitu penegakan hukum, memelihara

keamanan, ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Semua

tugas ini berkaitan dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat yang paling hakiki, yaitu

keadilan,ketentraman, dan rasa aman yang sangat didambakan oleh rakyat. Untuk keabsahan

suatu tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas, harus berdasarkan kepada suatu

wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada petugas. Seorang petugas yang memiliki

wewenang, berarti petugas tersebut mempunyai kekuasaan bertindak sesuai dengan ketentuan-

ketentuan dalam peraturan perundang-undangan sehingga pengertian pemberian wewenang

merupakan pemberian keabsahan untuk melakukan suatu tindakan.

Salah satu dari tugas Pegawai Negeri pada Polri adalah melakukan penyidikan, untuk

dapat melakukan penyidikan ia diberi wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan antara

lain penangkapan, penahanan dan lain sebagainya. Tanpa wewenang, Pegawai Negeri pada

Polri tidak dapat melakukan tindakan apapun. Untuk kepentingan umum Pegawai Negeri pada

Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya

sendiri, yaitu suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh Pegawai Negeri pada Polri yang

dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat, resiko dari tindakannya, dan betul-betul

untuk kepentingan umum.

4. Perkawinan bagi pegawai negeri pada Polri

Anggota yang akan melangsungkan perkawinan, yang akan bercerai ataupun yang akan rujuk kembali dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan

dilaksanakan sesuai dengan tuntunan agama yang dianutnya, yaitu:

Menurut agama Islam.

Menurut agama Kristen Protestan.

Menurut agama Kristen Katholik.

Menurut agama Hindhu dan Budha.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa:

Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib

memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu

selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan‛, dan oleh karena menurut

pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 bahwa: ‚anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia menjadi bagian dari Pegawai Negeri yang dimaksud di atas, maka

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melangsungkan perkawinan juga wajib

memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat‛.

Langkah-langkah yang sudah ditentukan dalam

perkawinan Polri adalah sebagai berikut:

Anggota Polri yang akan melaksanakan perkawinan harus

mendapatkan izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.

Izin kawin baru dapat diberikan oleh pejabat berwenang, setelah mendapat pengesahan dari pejabat agama di lingkungan Polri.

Izin kawin pada prinsipnya diberikan kepada anggota jika perkawinan/pernikahan itu memperlihatkan prospek kebahagiaan

dan kesejahteraan bagi calon suami/istri yang bersangkutan, lagi pula tidak akan

membawa pengaruh atau akibat yang dapat merugikan kedinasan. Surat izin kawin hanya berlaku selama 6 bulan terhitung mulai

tanggal dikeluarkannya.

Dalam hal izin kawin diberikan, sedangkan perkawinan tidak jadi dilakukan, maka yang bersangkutan harus segera melaporkan pembatalan itu kepada pejabat yang memberikan

izin tersebut berikut alasan-alasan secara tertulis. Setelah perkawinan dilangsungkan, maka salinan surat kawin dari lembaga yang

berwenang, berikut salinan surat izin kawin diserahkan yang bersangkutan kepada pejabat dikesatuannya guna penyelesaian administrasi dan keuangan.

Anggota Polri tidak diperkenankan kawin mengikuti pendidikan pertama/pendidikan dasar baik di luar maupun di luar negeri.

Negeri pada Polri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Surat permohonan pengajuan izin kawin.

Surat keterangan N1 dari kelurahan/desa sesuai domisili,

Surat keterangan N2 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai asal usul yang meliputi nama, agama, pekerjaan, dan tempat kediaman

orang tua/wali. Surat keterangan N4 dari kelurahan/desa sesuai domisili, mengenai orang tua

calon suami/istri.

Surat pernyataan kesanggupan dari calon suami/istri untuk melaksanakan kehidupan rumah tangga Surat pernyataan persetujuan orang tua, apabila kedua orang tua telah meninggal dunia, maka persetujuan diberikan oleh calon suami/istri.

Surat keterangan pejabat personel dari satuan kerja pegawai negeri pada Polri yang

akan melaksanakan perkawinan, mengenai status pegawai yang bersangkutan perjaka/ gadis/ kawin/ duda/janda.

Surat akta cerai atau keterangan kematian suami/istri, apabila mereka sudah janda/duda.

Surat keterangan dokter tentang kesehatan calon suami/istri untuk menyatakan sehat, dan khusus bagi calon istri melampirkan tes urine untuk mengetahui kehamilan.

Pas foto berwarna calon suami/istri ukuran 4 cm x 6 cm, masingmasing 3 (tiga)

lembar, dengan ketentuan: 1.Bagi Perwira berpakaian dinas harian dengan latar belakang

berwarna merah. 2.Bagi Brigadir berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna

kuning.

3. Bagi PNS Polri berpakaian dinas harian dengan latar belakang berwarna biru, dan

4.Bagi calon suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri

berpakaian bebas rapi dengan latar belakang disesuaikan dengan pangkat calon suami/istri.

Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi calon suami/istri yang bukan pegawai negeri

Latihan !

1. Jelaskan syarat-syarat perkawinan pegawai !

2. Apakah larangan yang terkait dengan perkawinan pegawai ?

Nama / kelompok: Kelas: Tanggal:

Lembar Kerja Siswa 2

Syarat Perkawinan Pegawai

Tujuan: 1. Memahami syarat-syarat perkawinan yang harus dipenuhi oleh pegawai sesuai

dengan peraturan pemerintah tentang perkawinan bagi pegawai

Alat:

1. Alat tulis

2. Buku catatan

Rumusan Masalah:

Hal-hal apakah yang perlu diperhatikan pegawai dalam melakukan perkawinan sesuai

penetapan pemerintah tentang peraturan perkawinan bagi pegawai ?

Langkah-langkah:

1. Mengidentifikasi kembali pengertian/konsep perkawinan pegawai 2. Mengidentifikasi kembali dasar hukum perkawinan pegawai 3. Mendiskusikan syarat-syarat perkawinan pegawai sesuai dengan

peraturan pemerintah tentang kepegawaian

Pengamatan:

Pengamatan difokuskan pada partisipasi siswa dalam mengikuti diskusi kelompok yang

meliputi: keaktifan dalam mengemukakan pendapat, partisipasi, kualitas partisipan, kerjasama

dan tanggung jawab tim.

Analisis :

Dengan tetap berpegang pada konsep/pengertian perkawinan oleh pegawai, uraikan dan

jelaskan syarat-syarat apa saja yang harus diperhatikan dalam melakukan perkawinan sesuai

dengan peraturan pemerintah tentang kepegawaian ?

.......................................................................................................................................................

.......................................................................................................................................................

...................................................................................................................................................

Kegiatan Belajar 3

Laporan Perkawinan Pegawai Untuk Mendapatkan Status Perkawinan Oleh Pemerintah

1. Pencatatan

Setiap instansi memelihara catatan mutasi keluarga, yaitu catatan perkawinan,

perceraian, kelahiran/pertambahan anak, dan kematian.

Pencatatan itu dilakukan dengan tertib/teratur, dan terus-menerus oleh Pejabat di

bidang kepegawaian.

Mutasi keluarga tersebut dicatat dalam Buku Induk yang dibuat menurut contoh

sebagai tersebut dalam Lampiran XXI Surat Edaran.

Pencatatan Mutasi keluarga di Badan Administrasi Kepegawaian Negara di

samping dicatat dalam Buku Insuk dicatat juga dalam Kartu Induk serta direkam

juga dalam komputer.

2. Laporan Mutasi Keluarga

a. Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib melaporkan kepada pejabat melalui saluran hirarki

setiap mutasi keluarganya yaitu :

Laporan perkawinan pertama dan laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil yang telah

menjadi duda/janda. Laporan perceraian.

Laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil pria yang beristri lebih dari seorang.

Laporan perkawinan Pegawai Negeri Sipil wanita yang menjadi istri

kedua/ketiga/keempat dari pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil.

Laporan kelahiran / pertambahan anak yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam Lampiran dan dilampiri dengan akta kelahiran / surat keterangan kelahiran/keputusan pengadilan.

Laporan kematian anak yang dibuat dan dilampiri dengan surat keterangan kematian.

Laporan kematian istri / suami dilampiri dengan surat keterangan kematian.

b. Laporan mutasi keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam

rangkap 2 (dua), yaitu :

1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki

1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

c. Khusus bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun, laporan tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga),yaitu :

(1) 1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran

hirarki.

(2) 1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian

Negara, disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.

(3) 1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

DAFTAR KELUARGA PEGAWAI NEGER SIPIL SEBELUM BERLAKUNYA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983

1. UMUM

a. Pegawai Negeri Sipil yang telah berkeluarga sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983, wajib mengisi Daftar Keluarga yang memuat nama istri/suami

dan anak, yang dibuat menurut contoh sebagai tersebut dalam lampiran XXVI Surat

Edaran ini. b. Daftar keluarga tersebut disahkan kebenarannya oleh atasan langsung Pegawai Negeri

Sipil yang bersangkutan serendahrendahnya pejabat eselon IV atau pejabat lain yang

setingkat dengan itu.

c. Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8

Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun, Daftar Keluarga tersebut dibuat

sekurang-kurangnya dalam rangka 3 (tiga) , yaitu : 1 (satu) rangkap untuk pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki.

1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya.

1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

d. Bagi pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan

Badan Usaha Milik Daerah, Daftar Keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam

rangkap 2 (dua) yaitu :

1 (satu) rangkap untuk Pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki.

1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

e. Bagi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di Desa, Daftar Keluarga tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam

rangkap 2 (dua) yaitu :

1 (satu) rangkap untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang disampaikan melalui saluran

hirarki.

1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

2. PAS FOTO

a. Daftar Keluarga tersebut dilengkapi dengan pas foto istri/suami, ukuran 3 x 4 cm dan warna

hitam putih, dengan ketentuan bahwa di belakang pas foto dituliskan nama lengkap suami/istri

serta nama dan NIP / Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

b. Pas foto tersebut dibuat sekurang-kurangnya : (1) 3 (tiga) lembar pas foto istri/ suami Pegawai Negeri Sipil

sebagaiana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan

disamping pensiun, yaitu : (a) 1 (satu) lembar untuk Pejabat.

(b) 2 (dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara

(2) 2 (dua) lembar pas foto istri / suami pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah,

Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, yaitu untuk pejabat.

(3) 2 (dua) lembar pas foto istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa, yaitu untuk Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan.

c. Pas foto tersebut dimasukkan dalam kantong plastik kecil dan

kemudian dijahitkan pada Daftar Keluarga yang bersangkutan.

3. PENGIRIMAN

a. Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami tersebut disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil

yang bersangkutan kepada atasan langsungnya untuk diteruskan kepada yang

berkepentingan, dengan ketentuan sebagai berikut : (1)Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun disampaikan kepada :

(a) Pejabat melalui saluran hirarki. (b) Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara melalui Pejabat atau pejabat

lain yang ditunjuk olehnya. (2) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami pegawai Bank Milik Negara, Bank Milik

Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah disampaikan kepada

Pejabat melalui saluran hirarki. (3) Daftar Keluarga dan pas foto istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas

yang menyelenggarakan pemerintahan di

Desa disampaikan kepada Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan melalui saluran

hirarki. b. Daftar Keluarga dan pas foto tersebut dikirimkan oleh atasan langsung kepada pejabat dengan

surat pengantar. c. Daftar Keluarga dan pas foto Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun, dikirimkan oleh

Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya kepada Kepala Badan Administrasi

Kepegawaian Negara dengan surat pengantar.

KARTU ISTRI / SUAMI

1. UMUM

a. Kepada setiap istri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu istri,disingkat KARIS, dan

kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Suami, disingkat KARSU. b. KARIS/KARSU adalah kartu identitas istri / suami Pegawai Negeri Sipil, dalam arti

bahwa pemegangnya adalah istri / suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan.

c. KARIS/KARSU berlaku selama yang bersangkutan menjadi istri / suami sah dari Pegawai

Negeri Sipil yang bersangkutan. d. Apabila seorang Pegawai Negeri Sipil berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa

hak pensiun, maka KARIS/KARSU yang telah

SIPIL SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1974 DAN PEGAWAI BULANAN DI SAMPING PENSIUN.

(1) UMUM

(a) KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 8Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan disamping pensiun yang

perkawinannya berlangsung sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983,

ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara setelah Daftar Keluarga dan

pas foto diterima dari pimpinan instansi yang bersangkutan. (b) KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Pegawai Bulanan di samping pensiun , yang

perkawinannya dilangsungkan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara setelah diterima laporan

perkawinan dan pas foto dari pimpinan instansi yang bersangkutan.

(c) KARIS / KARSU yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara

dikirimkan kepada pimpinan instansi yang bersangkutan untuk disampaikan kepada istri /

suami Pegawai Negeri Sipil yang berkepentingan melalui saluran hirarki.

(d) Penyampaian KARIS / KARSU tersebut kepada istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan dilakukan secara tertulis.

(2) KEHILANGAN KARIS / KARSU

(a) Istri/suami Pegawai Negeri Sipil yang kehilangan KARIS /KARSU diwajibkan membuat

laporan tertulis kepada atasan langsung suami/istrinya, serendah-rendahnya Pejabat

eselon (b) Atasan langsung yang bersangkutan memeriksa laporan tersebut dan membuat catatan

seperlunya pada tempat yang tersedia dengan ketentuan :

Apabila laporan itu diyakini kebenarannya, maka laporan itu disahkan dengan

membubuhkan tanda tangan pada laporan itu.

Apabila laporan itu tidak benar atau disangsikan kebenarannya, maka dicatat hal-hal yang dipandang perlu pada laporan itu dan kemudian dibubuhi tandatangan pada tempat yang tersedia.

(c) Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang mengirimkan laporan kehilangan KARIS /

KARSU tersebut kepada pejabat melalui saluran hirarki.

(d) Pejabat yang bersangkutan mengajukan permintaan penggantian KARIS / KARSU

yang hilang itu kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. (e) Berdasarkan permintaan pejabat yang bersangkutan, maka Kepala Badan Administrasi

Kepegawaian Negara mengganti KARIS / KARSU yang hilang itu dengan ketentuan

sebagai berikut :

Kehilangan KARIS / KARSU karena kesalahan atau kelalaian, maka istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diwajibkan membayar harga KARIS /KARSU menurut harga yang akan ditentukan kemudian.

Kehilangan KARIS / KARSU di luar kesalahan istri / suami Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, akan diganti dengan cuma-cuma.

(f) Laporan kehilangan KARIS / KARSU dibuat sekurangkurangnya

dalam rangkap 3 (tiga) yaitu : 1 (satu) rangkap untuk pejabat yang disampaikan melalui saluran hirarki.

1 (satu) rangkap sebagai lampiran permintaan penggantian KARIS / KARSU kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang disampaikan oleh Pejabat atau

pejabat yang ditunjuk olehnya.

1 (satu) rangkap untuk pertinggal.

(3) LAIN-LAIN

Permintaan KARIS / KARSU bagi istri / suami guru SekolahDasar Negeri, Guru

Agama pada Sekolah Dasar Negeri, danPenjaga Sekolah Dasar Negeri yang diperbantukan

pada Daerah Otonom diajukan kepada Kepada Badan Administrasi Kepegawaian Negara oleh

Gubernur Kepala Daerah Tk. I yang bersangkutan.

KARIS / KARSU BAGI ISTRI / SUAMI PEGAWAI PADA BANK MILIK

NEGARA, BANK MILIK DAERAH, BADAN USAHA MILIK NEGARA,

DAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

KARIS / KARSU bagi istri / suami Pegawai pada Bank Milik Negara, Bank

Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah

ditetapkan oleh Pimpinan Bank/ Badan Usaha yang

bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan angka 1, 2, dan

angka 3 huruf a.

KARIS / KARSU BAGI ISTRI / SUAMI KEPALA DESA, PERANGKAT DESA,

DAN PETUGAS YANG MENYELENGGARAKAN URUSAN

PEMERINTAHAN DI DESA KARIS / KARSU bagi istri / suami Kepala Desa, Perangkat Desa,

dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa

ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II yang bersangkutan

LAMPIRAN I-A SURAT EDARAN KEPALA

BADAN ADMINISTRASI

KEPEGAWAIAN NEGARA

NOMOR : 08/SE/1983

TANGGAL: 26 APRIL 1983

…………………., tanggal ……………..19…

Kepada

Yth. ……………………………………………

…………………………………………………

di

………………………………………………...

LAPORAN PERKAWINAN PERTAMA

1. Yang bertanda tangan di bawah ini :

a. Nama :

b. NIP/Nomor Identitas *-1 :

c. Pangkat/golongan ruang :

d. Jabatan / Pekerjaan :

e. Satuan organisasi :

f. Instansi :

g. Tempat dan tanggal lahir :

h. Agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa :

i. Alamat :

Dengan ini memberitahukan dengan hormat, bahwa saya :

a. Pada tanggal ………………………………………… b. Di ………………………………………………………………………………

Telah melangsungkan perkawinan yang pertama dengan wanita/pria *-2 sebagai

tersebut di bawah ini :

a. Nama :

b. NIP/Nomor Identitas *-1 :

c. Pangkat/golongan ruang *-3 : d. Jabatan / Pekerjaan *-3 : e. Satuan organisasi *-3 : f. Tanggal lahir : g. Agama/kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa :

h. Alamat :

2. Sebagai tanda bukti bersama ini saya lampirkan :

a. Salinan sah surat nikah/akta perkawinan dalam rangkap …. *-4

b. Pas foto istri/suami *-1 saya ukuran 3 x 4 cm sebanyak …. Lembar *-5.

3. Berhubung dengan itu, maka saya mengharapkan agar : a. Dicatat perkawinan tersebut dalam Daftar Keluarga saya. b. Diselesaikan pemberian KARIS / KARSU bagi istri / suami *-2 saya.

4. Demikian laporan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

Hormat saya,

(…………………………………)

NIP/Nomor Identitas *-1

CATATAN :

Cantumkan NIP bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Nomor Identitas bagi pegawai lainnya, apabila ada.

Coret yang tidak perlu.

Hanya diisi apabila yang bersangkutan Pegawai Negeri Sipil.

Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1974, salinan sah surat nikah dikirimkan sekurangkurangnya dalam rangkap 2 (dua),

yaitu : 1 (satu) rangkap untuk pejabat;

1 (satu) rangkap untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian

Negara yang disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya;

sedang bagi Pegawai lainnya dikirimkan sekurang-kurangnya dalam rangkap 1 (satu) yaitu untuk pejabat.

Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1974, pas foto dikirimkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar, yaitu :

(satu) lembar untuk pejabat;

(dua) lembar untuk Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara yang

disampaikan melalui Pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya; sedang bagi

Pegawai lainnya dikirimkan sekurang -kurangnya dalam rangkap 2 (dua) lembar

yaitu untuk pejabat.

______________________

Latihan !

Mengapa pelaporan perkawinan penting dilaporkan bagi pegawai ?

Nama/Kelompok: Kelas: Tanggal:

Lembar Kerja Siswa 3

Laporan Perkawinan Pegawai

Tujuan:

Mendiskripsikan langkah-langkah sistematis dalam prosedur laporan perkawinan pegawai

untuk mendapatkan status perkawinan pemerintahAlat: 1. Alat tulis

2. 5 macam berkas surat

3. Perangkat pelengkap laporan

Rumusan Masalah: Bagaimanakah prosedur yang harus dilakukan dalam laporan perkawinan

pegawai yang sistematis ?

Langkah-langkah:

1. Membaca satu persatu keseluruhan berkas surat dengan seksama

2. Menyortir surat sesuai kebutuhan yang diperlukan

3. Mengumpulkan berkas surat sesuai kebutuhan

4. Penyerahan berkas

Analisis:

Bagaimanakah langkah-langkah yang sistematis dalam prosedur laporan perkawinan pegawai

untuk mendapatkan status perkawinan sesuai peraturan pemerintah tentang perkawinan

bagi pegawai?

...........................................................................................................................................

...........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

Rangkuman

Menurut rumusan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dasar hukum perkawinan bagi pegawai, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983

tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai mana telah dirubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun1990. Ketentuan perkawinan bagi pegai meliputi:

a.Pegawai Negeri yang akan melangsungkan perkawinan pertama, wajib memberitahukannya secara

tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun

setelah perkawinan itu berlangsung, hal ini berlaku juga bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah

menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi

b.Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkanuntuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat

c.Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria

yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

Azas-azas (prinsip-prinsip) yang berkaitan dengan perkawinan pegawai sesuai

Undang-Undang No.1 Tahun 1974, meliputi:

a.Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu

saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya

membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil; b.Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya,

dan tiap-tiap perkawinan harus di catat, menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku;

c.Menganut azas monogamy;

d.Calon suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar

supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan

mendapat keturunan yang baik dan sehat; e.Mempersulit terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alas an-alasan

tertentu serta harus dilakukan di depan siding pengadilan;

f.Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan

rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam

keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri.

Asas yang diterapkan di Indonesia dalam Perkawinan adalah asas monogami, meski demikian

Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila

dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bagi seorang PNS yang akan melangsungkan

perkawinan dapat dilangsungkan dengan mudah dan tanpa pemeriksaaan khusus yang harus dijalani

oleh kedua mempelai namun harus memperhatikan peraturan PP10 Tahun 1983 jo. PP 45 Tahun 1990.

Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa seorang PNS yang melangsungkan perkawinan pertama wajib segera

melaporkan perkawinannya kepada pejabat sesuai hierarkinya.

1.Syarat-syarat perkawinan pegawai:

a.Izin Perkawinan (izin beristeri lebih dari seorang):

1) memenuhi salah satu atau lebih syarat alternatif berikut :

(a) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dalam arti bahwa istri menderita penyakit

jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa yang sukar disembuhkan, sehingga ia tidak dapat

memenuhi kewajibannya sebagai istri, baik kewajiban secara biologis maupun kewajiban lainnya,

yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter Pemerintah;

(b) istri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan, dalam arti

bahwa istri menderita penyakit badan yang menyeluruh yang dibuktikan dengan surat

keterangan dokter Pemerintah atau;

(c) istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)

tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter Pemerintah.

2) memenuhi ketiga syarat kumulatif berikut: (a) ada persetujuan tertulis yang dibuat secara ikhlas oleh istri pegawai negeri sipil yang

bersangkutan. Apabila istri pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan lebih dari seorang,

maka semua istri-istrinya itu membuat surat persetujuan tersebut disahkan oleh atasan pegawai

negeri sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya pejabat eselon IV; (b) pegawai negeri sipil yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk

membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat

keterangan pajak penghasilan, dan; (c) ada jaminan tertulis dari pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan, bahwa ia akan

berlaku adil terhadap istri dan anak-anaknya. Larangan yang terkait dengan perkawinan pegawai, meliputi:

a.Pegawai Negeri Sipil yang ingin melakukan perceraian ataupun Pegawai Negeri Sipil pria

yang ingin beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin dari pejabat.

b.Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau pria

yang bukan suaminya sebagai suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah c.Pelanggaran

terhadap kedua ketentuan diatas maupun bagi yang tidak melaporkan

perkawinan/percerainnya dijatuhi hukuman disiplin berat.

d.Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dan apabila

melakukannya dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

Soal Evaluasi

Proses

Proses:

Melaksanakan praktek prosedur memperoleh status perkawinan pegawai untuk

diakui pemerintah secara sistematis dan efektifmeliputi kegiatan:

1. Mencari

2. Mengumpulkan

3. Menyerahkan

Prosedur : 1. Siapkan seperangkat berkas yang didukung alat tulis kantor yang ada.

2. Tugasi siswa untuk mengelola berkas berdasarkan jenis dan metode yang

telah dipelajari di awal penjelasan teori. 3. Siswa melakukan penyortiran berkas berdasarkan prosedur dan metode yang

ada secara efektif. 4. Penentuan skor kinerja siswa mengacu pada format Asesmen kinerja dibawah ini. 5. Berikan format ini kepada siswa sebelum asesmen dilakukan 6. Siswa diijinkan mangases kinerja mereka sendiri dengan menggunakan format ini.

Psikomotor

Prosedur :

1. Disediakan peralatan berkas dan ATK lengkap sebanya 5 set untuk lima

kelompok

2. Tugasi siswa melakukan prosedur penyusunan berkas laporan perkawinan

oleh pegawai.

3. Penentuan skor kinerja siswa mengacu pada format asesmen kinerja dibawah

ini.

4. Berikan format ini kepada siswa sebelum asesmen dilakukan. 5. siswa diijinkan mengakses kinerja mereka sendiri dengan menggunakan format

ini.

Format Penilaian Perilaku Berkarakter

Siswa: Kelas: Tanggal:

Petunjuk: Untuk setiap perilaku berkarakter ini, beri penilaian atas perilaku berkarakter siswa

menggunakan skala berikut ini:

D = memerlukan perbaikan C = menunjukkan kemajuan

B = memuaskan A = sangat baik

Format Pengamatan Perilaku Berkarakter

Format Pengamatan Keterampilan Sosial

Nama Siswa: Kelas: Tanggal:

Petunjuk:

Untuk setiap keterampilan sosial berikut ini, beri penilaian atasketerampilan sosial siswa

itu menggunakan skala berikut ini:

D = memerlukan perbaikan C = menunjukkan kemajuan

B = memuaskan A = sangat baik

Format Pengamatan Keterampilan Sosial

KUNCI LATIHAN 1

1. Menurut rumusan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Dasar hukum perkawinan bagi pegawai, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun

1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai mana

telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun1990.

3. Ketentuan perkawinan bagi pegai meliputi: a. Pegawai Negeri yang akan melangsungkan perkawinan pertama, wajib

memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu

selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan itu berlangsung, hal ini berlaku juga

bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan

perkawinan lagi

b. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri

kedua/ketiga/keempat c. Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau

dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

1. Azas-azas (prinsip-prinsip) yang berkaitan dengan perkawinan pegawai sesuai

Undang-Undang No.1 Tahun 1974, meliputi: a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami

isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan

kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil;

b. Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya dan

kepercayaannya, dan tiap-tiap perkawinan harus di catat, menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

c. Menganut azas monogamy; d. Calon suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan

perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir

pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat;

e. Mempersulit terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alas an-

alasan tertentu serta harus dilakukan di depan siding pengadilan;

f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam

kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian

segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami

isteri.

2. Asas yang diterapkan di Indonesia dalam Perkawinan adalah asas monogami, meski

demikian Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari

seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bagi seorang PNS yang

akan melangsungkan perkawinan dapat dilangsungkan dengan mudah dan tanpa

pemeriksaaan khusus yang harus dijalani oleh kedua mempelai namun harus

memperhatikan peraturan PP 10 Tahun 1983 jo. PP 45 Tahun 1990. Dalam Pasal 2

dinyatakan bahwa seorang PNS yang melangsungkan perkawinan pertama wajib segera

melaporkan perkawinannya kepada pejabat sesuai hierarkinya.

KUNCI LATIHAN 2

1.Syarat-syarat perkawinan pegawai:

a. Izin Perkawinan (izin beristeri lebih dari seorang):

1) memenuhi salah satu atau lebih syarat alternatif berikut :

(a) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dalam arti bahwa istri menderita

penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa yang sukar disembuhkan, sehingga ia tidak

dapat memenuhi kewajibannya sebagai istri, baik kewajiban secara biologis maupun kewajiban

lainnya, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter Pemerintah; (b) istri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan, dalam arti bahwa

istri menderita penyakit badan yang menyeluruh yang dibuktikan dengan surat keterangan

dokter Pemerintah atau;

(c) istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter Pemerintah.

2) memenuhi ketiga syarat kumulatif berikut:

(a) ada persetujuan tertulis yang dibuat secara ikhlas oleh istri pegawai negeri sipil yang

bersangkutan. Apabila istri pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan lebih dari

seorang, maka semua istri-istrinya itu membuat surat persetujuan tersebut disahkan

oleh atasan pegawai negeri sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya pejabat eselon

IV;

(b) pegawai negeri sipil yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup

untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat

keterangan pajak penghasilan, dan; (c) ada jaminan tertulis dari pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan, bahwa ia akan berlaku

adil terhadap istri dan anak-anaknya.

1. Larangan yang terkait dengan perkawinan pegawai, meliputi:

a. Pegawai Negeri Sipil yang ingin melakukan perceraian ataupun Pegawai Negeri Sipil pria

yang ingin beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin dari pejabat.

b. Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau pria

yang bukan suaminya sebagai suami isteri tanpa ikatan perkawinan yang sah

c. Pelanggaran terhadap kedua ketentuan diatas maupun bagi yang tidak melaporkan

perkawinan/percerainnya dijatuhi hukuman disiplin berat.

d. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dan

apabila melakukannya dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan

hormat sebagai PNS

KUNCI LATIHAN 3

1. Laporan perkawinan penting bagi pegawai karena

a. Sebagai bahan untuk mendapatkan tunjangan keluarga. Berdasarkan Pasal 16 Peraturan

Pemerintah Nomor 7 tahun 1977, antara lain disebutkan bahwa kepada Pegawai yang

beristri/bersuami diberikan tunjangan isteri/suami sebesar 5% (lima persen) dari gaji

pokok, dengan ketentuan apabila keduanya berstatus sebagai Pegawai, maka tunjangan

hanya diberikan kepada Pegawai yang memiliki gaji pokok lebih tinggi.

b. Adapun untuk anak atau anak angkat yang berumur kurang dari 18 tahun, belum kawin

dan belum memiliki penghasilan sendiri, maka diberikan tunjangan gaji sebesar 2% (dua

persen) untuk tiap-tiap anak, dengan hanya diberikan untuk sebanyak-banyaknya 3 (tiga)

orang anak.

c. Sebagai dasar untuk memberikan pelayanan kepada pasangan Pegawai tersebut, misalnya

dalam hal pembuatan Kartu Suami/Isteri dan Kartu Asuransi Kesehatan (Askes). Kartu

Suami/isteri Pegawai berguna sebagai pengenal dan sebagai salah satu persyaratan ketika

ingin mendapatkan uang pensiun janda/duda bila PNS pasangannya meninggal dunia.

Sedangkan Kartu Askes dapat digunakan untuk mendapatkan jaminan kesehatan antara

lain :

Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang meliputi rawat jalan tingkat pertama

dan rawat inap tingkat pertama

pelayanan kesehatan tingkat lanjutan melipti rawat jalan tingkat lanjutan, rawat

inap tingkat lanjutan dan rawat inap ruang khusus (ICU / ICCU)

Pelayanan Rawat Darurat

Persalinan

Pelayanan Transfusi Darah

Pelayanan obat sesuai daftar dan plafon harga obat (DPHO) PT. Askes

e. Untuk pelayanan kepegawaian Pegawai yang bersangkutan. Hal ini juga agar PNS tersebut

tidak bisa semena-mena memperlakukan pasangannya. Misalnya dalam hal apabila terjadi

poligami atau perceraian maka apabila PNS tersebut tidak mengikuti ketentuan perundang-

undangan berlaku, yang bersangkutan dapat dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat bagi

Pegawai Negeri Sipil.

Kunci Lembar Kerja Siswa 1

Konsep Perkawinan Pegawai

1. Menurut pendapat anda apakah yang dimaksud dengan perkawinan menurut Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 ? Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir dan bathin

antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.

2. Apakah azas-azas (prinsip-prinsip) yang berkaitan dengan perkawinan pegawai sesuai Undang-Undang No.1 Tahun 1974 ? Azas-azas (prinsip-prinsip) yang berkaitan dengan perkawinan pegawai sesuai Undang- Undang No.1 Tahun 1974, meliputi:

a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu

suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat

mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan

materiil;

b. Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya dan

kepercayaannya, dan tiap-tiap perkawinan harus di catat, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Menganut azas monogamy;

d. Calon suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan

perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir

pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat; e. Mempersulit terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alas an-

alasan tertentu serta harus dilakukan di depan siding pengadilan;

f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam

kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian

segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri.

3. Bagaimanakah aturan pemberitahuan tertulis perkawinan pegawai sesuai PP No.10 Tahun 1983 tentang Perkawinan Pegawai?

Aturan pemberitahuan tertulis perkawinan pegawai sesuai PP No.10 Tahun 1983 tentang

Perkawinan Pegawai yaitu Pegawai yang melangsungkan perkawinan pertama wajib

memberitahukan secara tertulis kepada pejabat selambat-lambatnya tahun setelah

perkawinan berlangsung, demikian juga bagi Pegawai yang telah menjadi duda/janda yang

melangsungkan perkawinan lagi. Maksud harus adanya pemberitahuan perkawinan adalah berkaitan

dengan masalah gaji dan dibuatkan kartu suami dan kartu isteri

Kunci Lembar Kerja Siswa 2

Syarat Perkawinan Pegawai

Syarat-syarat perkawinan pegawai sesuai Peraturan tentang perkawinan bagi pegawai

a. Izin Perkawinan (izin beristeri lebih dari seorang):

1) memenuhi salah satu atau lebih syarat alternatif berikut :

(a) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dalam arti bahwa istri

menderita penyakit jasmaniah atau rohaniah sedemikian rupa yang sukar

disembuhkan, sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai istri, baik

kewajiban secara biologis maupun kewajiban lainnya, yang dibuktikan dengan

surat keterangan dokter Pemerintah;

(b) istri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan, dalam arti bahwa istri menderita penyakit badan yang menyeluruh yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter Pemerintah atau;

(c) istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter Pemerintah.

2) memenuhi ketiga syarat kumulatif berikut:

(a) ada persetujuan tertulis yang dibuat secara ikhlas oleh istri pegawai negeri sipil

yang bersangkutan. Apabila istri pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan

lebih dari seorang, maka semua istri-istrinya itu membuat surat persetujuan

tersebut disahkan oleh atasan pegawai negeri sipil yang bersangkutan serendah-

rendahnya pejabat eselon IV; (b) pegawai negeri sipil yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk

membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan

surat keterangan pajak penghasilan, dan;

(c) ada jaminan tertulis dari pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan, bahwa ia

akan berlaku adil terhadap istri dan anak-anaknya.

Kunci Lembar Kerja Siswa 3

Laporan Perkawinan Pegawai

Langkah-langkah yang sistematis dalam prosedur laporan perkawinan pegawai

untuk

mendapatkan status perkawinan sesuai peraturan pemerintah tentang perkawinan bagi pegawai

A. Prosedur laporan perkawinan pegawai untuk mendapatkan status perkawinan:

1. Mencari:

a. Mencari surat pengantar atau usul permintaan karis (Kartu Istri)

dan

karsu (Kartu Suami) dari instansi tempat bekerja b. Mencari blangko

Laporan Perkawinan Pertama (LPP) atau Laporan

Perkawinan Janda /duda (LPJD), meliputi:

- Pengisian LPP/LPJD dengan benar dan sah

- LPP/LPJD ditandatangani oleh pegawai yang bersangkutan

- Melampirkan salinan sah akta nikah atau akta

perkawinan

pegawai yang bersangkutan

- Bagi pegawai yang mengisi LPJD harus melampirkan akta nikah

atau akta cerai atau akta kematian c. Melakukan pas photo Istri

dan Suami ukuran 3 X 4 cm sebanyak 2 lembar

d. Mengisi daftar keluarga bagi pegawai

2. Mengumpulkan

Semua berkas meliputi surat pengantar atau usul permintaan karis (kartu istri)

dan karsu (kartu suami), blangko laporan perkawinan pertama LPP atau

laporan perkawinan janda/ duda (LPJD), pas photo, dan daftar keluarga

dikumpulkan menjadi satu

3. Menyerahkan

Semua berkas yang dikumpulkan diserahkan ke petugas pemerintahan daerah

PENUTUP

Menurut rumusan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dasar hukum perkawinan bagi pegawai, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 10

tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil sebagai

mana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun1990.

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-

masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai

kesejahteraan spiritual dan materiil;

Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum

agamanya dan kepercayaannya, dan tiap-tiap perkawinan harus di catat, menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Sebagai bahan untuk mendapatkan tunjangan keluarga. Berdasarkan Pasal

16 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977, antara lain disebutkan bahwa

kepada Pegawai yang beristri/bersuami diberikan tunjangan isteri/suami sebesar

5% (lima persen) dari gaji pokok, dengan ketentuan apabila keduanya berstatus

sebagai Pegawai, maka tunjangan hanya diberikan kepada Pegawai yang memiliki

gaji pokok lebih tinggi.

Sebagai dasar untuk memberikan pelayanan kepada pasangan Pegawai

tersebut, misalnya dalam hal pembuatan Kartu Suami/Isteri dan Kartu Asuransi

Kesehatan (Askes). Kartu Suami/isteri Pegawai berguna sebagai pengenal dan

sebagai salah satu persyaratan ketika ingin mendapatkan uang pensiun janda/duda

bila PNS pasangannya meninggal dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Amsyah, Zulkifly.2003. Administrasi Kepegawaian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Barthos, Basir. 2005. Administrasi Kepegawaian. Jakarta: Bumi Aksara

Basuki, Sulistyo. 2009. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Canisius

Soedarmayanti. 2003. Administrasi Kepegawaian. Bandung: Mandar Maju