tesis penyelesaian perceraian perkawinan sirri …skripsi.narotama.ac.id/files/12108020 - agus...

13
TESIS PENYELESAIAN PERCERAIAN PERKAWINAN SIRRI BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 AGUS WAHYUDI NIM : 12108020 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2009

Upload: phungcong

Post on 07-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TESIS

PENYELESAIAN PERCERAIAN PERKAWINAN SIRRI BERDASARKAN

UNDANG - UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

AGUS WAHYUDINIM : 12108020

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUMUNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

2009

ii

TESIS

PENYELESAIAN PERCERAIAN PERKAWINAN SIRRI BERDASARKAN

UNDANG - UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

AGUS WAHYUDINIM : 12108020

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUMUNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

2009

iii

PENYELESAIAN PERCERAIAN PERKAWINAN SIRRI BERDASARKAN

UNDANG - UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

TESISUntuk memperoleh Gelar Magister

Dalam Program Studi Magister Ilmu HukumPada Program Pascasarjana Universitas Narotama

Oleh :Agus WahyudiNIM. 12108020

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUMUNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

2009

iv

PENYELESAIAN PERCERAIANPERKAWINAN SIRRI BERDASARKAN

UNDANG - UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

Telah direvisiTanggal 14 November 2009

Dosen Pembimbing

Djarot Pribadi, S.H., M.H., M.Si

Mengetahui,Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Narotama

Dr. Maarten L Souhoka, S.H, M.S.

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas berkat, rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dengan ketulusan hati yang sangat dalam, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada berbagai pihak atas segala bantuan, dukungan, saran dan kritik yang telah diberikan. Untuk itu perkenankanlah kami mempersembahkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. H. R. Djoko Soemadijo, S. H Selaku Rektor Universitas Narotama Surabaya

2. Ibu Prof. Dr. Sri Sumantri, S. H. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Narotama Surabaya

3. Bapak Dr. Maarten L Souhoka, S. H, M. S. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Narotama Surabaya

4. Bapak Djarot Pribadi, S. H., M. H., M. Si. selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Seluruh staff dan karyawan Program Pascasarjana khususnya Magister Ilmu Hukum Universitas Narotama Surabaya.

6. Bapak dan Ibu, Kedua mertuaku serta Istri dan anakku atas segala dukungan moril, doa restu, berbagai bantuan dan pengorbanan waktu yang diberikan.

7. Anom Yusuf dan Pak Halim atas bimbingan dan bantuan referensi pustaka dan teori yang diberikan.

8. Rekan-rekan Angkatan 2007 Program Magister Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Narotama atas kebersamaan dan kekeluargaannya.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dansumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu hukum.

Surabaya, 14 November 2009

Penulis

vi

RINGKASAN

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, telah terjadi

pergeseran mengenai segi keabsahan suatu perkawinan yang semula diatur oleh

hukum agama dan kepercayaannya diantaranya berdasarkan hukum agama Islam.

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 suatu perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agama dan kepercayaannya. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian maka perkawinan haruslah memenuhi ketentuan

hukum agama dan ketentuan hukum Negara. Ketentuan hukum Negara yang

dimaksud adalah bahwa perkawinan harus dilakukan di hadapan pejabat yang

berwenang yang ditunjuk. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam

Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 menentukan bahwa perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pasal 5 ayat (1) Kompilasi

Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa agar terjamin ketertiban perkawinan bagi

masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

Sementara itu perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai

Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 6 ayat (2) KHI).

Ditegaskan pula bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah

yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah (Pasal 7 ayat (1) KHI). Dengan

vii

demikian perkawinan yang dilaksanakan menurut agama Islam haruslah

dilaksanakan sesuai dengan hukum Islam, dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat

Nikah dan dibuktikan dengan akta nikah.

Perkawinan sirri, yaitu perkawinan yang hanya dilakukan menurut

hukum agama Islam tanpa dilakukan pencatatan perkawinan oleh Pegawai

Pencatat Nikah sehingga tidak bisa dibuktikan dengan akta nikah, dan menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan ini tidak mempunyai

kekuatan hukum karena tidak memenuhi Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974. Sehingga apabila terdapat perselisihan antara suami isteri,

perceraiannya dilakukan secara hukum Islam, namun hal yang demikian tidak

memberikan perlindungan hukum bagi pihak perempuan (isteri), karenanya untuk

perkawinan yang hanya dilakukan menurut hukum agama (Islam), namun tidak

dicatatkan dapat ditempuh dengan jalan mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan

Agama dalam rangka penyelesaian perceraiannya.

Lembaga yang menangani istbat nikah (penetapan nikah) di Pengadilan

Agama sebenarnya telah melembaga jauh sebelum lahirnya Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama, dan terakhir Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991)

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (2) KHI bahwa dalam hal

perkawinannya tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat mengajukan

itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................ iv

KATA PENGANTAR ................................................................................. v

RINGKASAN .............................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ............................................................. 4

E. Tinjauan Pustaka ................................................................ 5

F. Metode Penelitian .............................................................. 14

G. Sistematika Penulisan ........................................................ 17

BAB II. PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR. 1 TAHUN 1974 ....................................................... 18

A Pengertian Perkawinan ....................................................... 18

1 Perkawinan Menurut Hukum Islam .............................. 18

2 Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor.

1 Tahun 1974 ............................................................... 19

3 Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam .............. 20

ix

B Perkawinan Sirri dan Akibat Hukumnya ............................ 21

1 Menurut Hukum Islam ................................................. 21

2 Menurut Undang-Undang Nomor. 1 Tahun

1974 ............................................................................. 22

3 Menurut Kompilasi Hukum Islam ................................. 23

BAB III. PENYELESAIAN PERCERAIAN PERKAWINAN

SIRRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR. I TAHUN 1974 ....................................................... 25

A Pengertian Perceraian ......................................................... 25

1 Menurut Hukum Islam ................................................ 25

2 Menurut Undang-Undang Nomor. 1 Tahun

1974 ............................................................................. 27

3 Menurut Kompilasi Hukum Islam ............................... 29

B Penyelesaian Perceraian Perkawinan Sirri .......................... 33

1 Melalui Proses Peradilan .............................................. 35

2 Akibat Hukum Perceraian Perkawinan Sirri

Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama ...................... 52

BAB IV. PENUTUP

A Kesimpulan ........................................................................ 54

B Saran .................................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA

x

RINGKASAN

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, telah terjadi

pergeseran mengenai segi keabsahan suatu perkawinan yang semula diatur oleh

hukum agama dan kepercayaannya diantaranya berdasarkan hukum agama Islam.

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 suatu perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agama dan kepercayaannya. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian maka perkawinan haruslah memenuhi ketentuan

hukum agama dan ketentuan hukum Negara. Ketentuan hukum Negara yang

dimaksud adalah bahwa perkawinan harus dilakukan di hadapan pejabat yang

berwenang yang ditunjuk. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam

Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 menentukan bahwa perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pasal 5 ayat (1) Kompilasi

Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa agar terjamin ketertiban perkawinan bagi

masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

Sementara itu perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai

Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 6 ayat (2) KHI).

Ditegaskan pula bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah

yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah (Pasal 7 ayat (1) KHI). Dengan

xi

demikian perkawinan yang dilaksanakan menurut agama Islam haruslah

dilaksanakan sesuai dengan hukum Islam, dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat

Nikah dan dibuktikan dengan akta nikah.

Perkawinan sirri, yaitu perkawinan yang hanya dilakukan menurut

hukum agama Islam tanpa dilakukan pencatatan perkawinan oleh Pegawai

Pencatat Nikah sehingga tidak bisa dibuktikan dengan akta nikah, dan menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan ini tidak mempunyai

kekuatan hukum karena tidak memenuhi Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974. Sehingga apabila terdapat perselisihan antara suami isteri,

perceraiannya dilakukan secara hukum Islam, namun hal yang demikian tidak

memberikan perlindungan hukum bagi pihak perempuan (isteri), karenanya untuk

perkawinan yang hanya dilakukan menurut hukum agama (Islam), namun tidak

dicatatkan dapat ditempuh dengan jalan mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan

Agama dalam rangka penyelesaian perceraiannya.

Dalam kaitannya dengan perkawinan sirri semacam ini, di Pengadilan

Agama sebenarnya ada lembaga yang disebut dengan itsbat nikah (Penetapan

Nikah) yang telah melembaga jauh sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,

dan terakhir Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991) sebagaimana

dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (2) KHI bahwa dalam hal perkawinannya tidak

dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat mengajukan itsbat nikahnya ke

Pengadilan Agama.

xii

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Ahrum Hoerudin, Pengadilan Agama (Bahasan tentang Pengertian, Pengajuan Perkara dan Kewenangan Pengadilan Agama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama), Bandung, 1999.

Al hamdani, H.S.A, Risalah Nikah, catatan kedua, Pustaka Amani, Jakarta 2002.

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam, Kencana, Jakarta 2006.

Basyir Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta, 1999:UII Press.

Badan Kesejahteraan Masjid, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah (BPN), Badan Kesejah Teraan Masjid (BKM) Pusat, Jakarta, 1992/1993.

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum cetakan pertama, Jakarta,1996.

Djatnika, “Sosialisasi Hukum Islam di Indonesia” dalam Abdurrahman Wahid (et. el) Kontroversi Pemikiran Hukum Islam di Indonesia. Bandung: Rosda Karya, 1999.

Direktorat Pembinaan Badan Pendidikan Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1991/1992.

Dahlan, Sujari, Fenomena Nikah Sirri, Bagaimana Kedudukannya Menurut Hukum Islam, Pustaka Keluarga, Surabaya, 1996.

Dja’far Amir, Fikih Bagian NIkah, Penerbit Ab. Sitti Syamsiyah, Surakarta, 1993

Gatot Supramono, Segi-Segi Hubungan Luar Nikah, Penerbit Djambatan, Sungguminasa Nofember 1994.

Hanan Damsyi ”Permasalahan Itsbat Nikah: Kajian Terhadap Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 7 KHI” . Mimbar Hukum, Nomor 31, Tahun ketujuh, 1997.

Roihan A, Rasyidi, Hukum Acara Peradilan Agama, cetakan pertama, Yogyakarta 1990.

Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, cetakan kedelapan, Jakarta 1979.

xiii

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, cetakan kedua, libertiy, Yogyakarta, 1997.

Prawirohamijoyo, Sotedjo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Surabaya: Airlangga Universitas Press, 1994.

Ronny Hnitio Sumitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Semarang, 1982,

Rusli,R. Tama, Perkawinan Antar Agama Dan Masalahnya, Sebagai Pelengkap, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Shantika Dharma, Bandung, 1984.

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru, Bandung, 1992.

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty, Yogyakarta, 1982.

Soejono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, cetakan kedua, Jakarta 1986.

Wannimaq Habsul, Perkawinan Terselubung Diantara Berbagai Pandangan, cetakan pertama, Jakarta, 1994.

Yahya Harahap, M, Kedudukan Kewenagan dan Acara Peradilan Agama (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989), cetakan kedua, Pustaka Kartini, Jakarta 1989.

Zuhdi, Masjfuk, Nikah Siiri, Nikah di Bawah Tangan dan Status Anaknya menurut Hukum Islam dan Hukum positif, Mimbar Hukum, No. 28 Tahun ketujuh, 1996.

Peraturan Perundang-undangan

Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (RIB) = H.I.R Stb. 1941 Nomor. 44.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Peraturan Pemerintah Nomor.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor. 1 Tahun 1991).