modul 1.docx

46
LAPORAN TUTORIAL SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI MODUL KUNING OLEH: KELOMPOK IV TUTOR: dr. HENDRA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

Upload: siti-nur-janna

Post on 01-Feb-2016

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: modul 1.docx

LAPORAN TUTORIAL

SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI

MODUL KUNING

OLEH:

KELOMPOK IV

TUTOR:

dr. HENDRA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015

Page 2: modul 1.docx

ANGGOTA KELOMPOK IV:

DESI ANDRIANI : (K1A1 12 079)

AMALIA NUR AZIZAH : (K1A1 13 004)

A. M. AKRAMULLAH DENDI J. : (K1A1 13 005)

FITRI RAMADHANI HASBI : (K1A1 13 020)

INA ZULHANA WANGSAPUTRI WD : (K1A1 13 024)

MUH. HASANAL BOLKIAH S. : (K1A1 13 037)

REZKI PURNAMA YUSUF : (K1A1 13 050)

WUKHRIFAH DEWI HANAPI : (K1A1 13 068)

ZUL SYAFAR RAHIM : (K1A1 13 069)

VAILA REZKI : (K1A1 13 078)

NEFIANI AKMAR : (K1A1 13 080)

ASYSYIFA’UL HAYAT ZAINAL PRIO : (K1A1 13 123)

SITI NUR JANNA : (K1A1 13 132)

MUH. AZWAR NUR : (K1A1 13 133)

Page 3: modul 1.docx

Skenario:

Seorang Ibu datang ke Rumah Sakit membawa bayi perempuannya yang baru

berumur 3 hari dengan keluhan kulit bayi berwarna kuning. Pada pemeriksaan fisik tidak

ditemukan tanda yang signifikan selain kulit dan mata bayi tampak kuning. Bayi dilahirkan

cukup bulan melalui persalinan normal yang dibantu oleh Bidan Polindes (Pondok Bersalin

Desa). Ibu berumur 40 tahun dan selama menjalani kehamilan tidak memiliki keluhan

kesehatan yang berarti.

Kata Sulit:

Ikterus:

o Ikterus (jaundice) dari kata Perancis ‘Jaune’ yang berarti kuning.

o Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin

yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.

Kata/Kalimat Kunci:

Bayi perempuan usia 3 hari

Kulit dan mata bayi tampak kuning

Bayi lahir cukup bulan

Persalinan normal

Ibu bayi berumur 40 tahun

Selama kehamilan Ibu bayi tidak ada keluhan yang berarti

Pertanyaan:

1. Jelaskan anatomi, histology, fisiologi dan biokimia organ Hepar!

2. Jelaskan factor penyebab terjadinya kuning!

3. Jelaskan mekanisme mata dan kulit kuning pada bayi!

4. Jelaskan perbedaan ikterus fisiologis dan patologis!

5. Sebutkan dan jelaskan penyakit-penyakit dengan degaja kekuningan pada bayi!

6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!

7. Tuliskan DD dan DS dari scenario!

8. Jelaskan penatalaksanaan dari DS!

9. Jelaskan komplikasi dan prognosis dari DS!

10. Jelaskan pencegahan dari DS!

Page 4: modul 1.docx

Jawaban:

1. Jelaskan anatomi, histology, fisiologi dan biokimia organ Hepar!

Anatomi

Hepar merupakan organ terbesar di dalam tubuh manusia. Bewarna coklat kemerah-

merahan, konsistensi padat dan mengandung banyak pembuluh darah. Berat hepar kira-kira

1/50 berat badan, pada pria berat 1,4 - 1,6 kg dan pada wanita 1,2-1,4 kg. Hepar dibungkus

oleh Kapsula Glissoni, yaitu suatu jaringan ikat yang transparant. Hepar terdiri dari 2 buah

lobus, yang dipisahkan oleh incisura umbilicalis (ligamentum falciforme hepatis) dan fossa

sagitalis sinistra menjadi lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra.

Lobus hepatis dextra mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada lobus hepatis

sinistra yaitu kira-kira 5/6 bagian dari seluruh hepar. Lobus hepatis sinistra bentuknya jauh

lebih kecil dari pada lobus hepatis dexter, lebih pipih dan hanya kira-kira 1/6 dari hepar

keseluruhan. Lokalisasi dalam region epigastrium dan sedikit di dalam region

hypochondrium sinistrum.

Vaskularisasi hepar mendapat sirkulasi darah dari arteri hepatica, vena portae dan vena

hepatica. Sirkulasi ini disebut circulasi portal. Arteri hepatica communis merupakan cabang

dari arteri coeliaca. Sampai pada porta hepatisa. Hepatica communis bercabang dua

membentuk A. Hepatica propria dextra dan A. hepatica propria sinistra. Vena portae hepatis

di bentuk parsatuan vena mesenterica superior dengan vena lienalis. Pada porta hepatis vena

porta bercabang dua menjadi ramus dextra dan ramus sinistra. Vena hepatica membawa darah

dari hepar masuk kedalam vena cava inferior. Inervasi oleh truncus simpaticus dan N. vagus.

Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk plexus coeliacus. Parenkim hepar di inervasi

oleh N. hepaticus sedangkan permukaan hepar di inervasioleh N. intercostalis.

Apparatus excretorius hepatis terdiri dari:

o Vesica fellea

Page 5: modul 1.docx

Merupakan suatu kantong berbentuk memanjang, berjalan dari caudo anterior pada

fossa vesica fellea ke cranio posterior sampai porta hepatis. Terdiri dari corpus, colum

dan fundus.

o Ductus cysticus

Merupakan lanjutan dari vesica vellea terletak pada porta hepatis panjangnya kira-kira

3-4 cm. pada porta hepatis ductus cysticus mulai dari collum vesica fellea kemudian

berjalan ke postero-caudal di sebelah kiri collum vesica fellea.

o Ductus hepaticus

Berasal dari lobus dextra dan lobus sinister bersatu membentuk ductus hepaticus

communis pada porta hepatis dekat pada processus papilaris lobus caudatus. Panjang

ductus hepaticus communis kurang lebih 3 cm.

o Ductuscholedochus

Mempunyai panjang 7 cm, dibentuk oleh persatuan ductus cysticus dengan

ductus hepaticus communis pada porta hepatis.

Histologi

Hati terdiri dari unit-unit heksagonal yaitu lobules hepatikus. Di bagian tengah setiap

lobules terdapat sebuah vena sentralis yang di kelilingi secara radial oleh lempeng sel hati

(lamina hepatocytica), yaitu hepatosit dan sinusoid kearah perifer. Sebagian besar sel yang

melapisi sinusoid hati adalah sel endotel. Sel kecil ini memiliki sitoplasma yang tipis dan inti

yang kecil. Selain sel endotel sel hati juga mengandung macrofag yang yang disebut sel

kuffer terletak disisi luminal selendotel. Sel kuffer adalah sel besar dengan beberapa prosesus

dan bentuk tidak teratur atau stelata yang menonjol kedalam sinusoid. Di tepi lobules terlihat

jaringan ikat septum interlobularis dan bagian ductus biliaris yang dilapisi oleh sel kuboid.

Sitoplasma sel hati bervariasi bentuknya bergantung pada status nutrisi. Setelah makan

hepatosit banyak menyimpan glikogen di dalam sitoplasma.

Page 6: modul 1.docx

Serat retikuler halus membentuk sebagian besar jaringan ikat penunjang hati. Serat

retikuler berwarna hitam dan sel hati berwarna merah muda atau ungu pucat. Serat retikuler

melapisi sinusoid, menyokong sel endotel, dan membentuk anyaman padat serat retikuler di

dinding vena sentralis. Serat retikuler juga menyatu dengan serat kolagen di septum

interlobularis tempat serat kolagen mengelilingi vena porta dan ductus biliaris. Di anyaman

retikuler juga terlihat inti hepatosit yang berwarna merah muda dan lempeng hepatosit yang

memancar dari vena sentralis kearah septum interlobularis.

Page 7: modul 1.docx

Fisiologi dan Biokimia

Hati adalah adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini dapat

dipandang sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem pencernaan adalah

sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Hati juga

melakukan berbagai fungsi yang

tidak berkaitan dengan pencernaan, termasuk yang berikut:

Memproses secara merabolis ketiga kategori utama nutrient (karbohidrat, protein, dan

lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna.

Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan senyawa

asing lain.

Membentuk protein plasma, rermasuk protein yang dibutuhkan untuk pembekuan darah

dan yang untuk mengangkut hormon steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah.

Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak viramin.

Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal.

Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya makrofag residennya.

Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin, bilirubin adalah produk penguraian yang

berasal dari destruksi sel darah merah tua.

Meskipun memiliki beragam fungsi kompleks ini namun tidak banyak spesialisasi

ditemukan di antara sel-sel hati. Setiap sel hati, atau hepatosit, melakukan beragam tugas

metabolic dan sekretorik yang sama (hepato artinya "hati", sir artinya "sel"). Spesialisasi

ditimbulkan oleh organel-organel yang berkembang maju di dalam setiap hepatosit. Satu-

satunya fungsi hati yang tidak dilakukan oleh hepatosit adalah aktivitas fagosit yang

dilaksanakan oleh makrofag residen yang dikenal sebagai sel Kupffer.

Dalam kondisi faal orang dewasa sehat, setiap jam l-2 x 108 eritrosit dihancurkan.

OIeh sebab itu, dalam 1 hari, seorang dengan berat badan 70 kg mempertukarkan sekitar 6

gram hemoglobinnya. Jika hemoglobin dihancurkan, globin akan diurai menjadi asam-asam

amino pembentuknya yang kemudian dapat digunakan kembali dan besi heme memasuki

kompartemen besi (juga untuk didaur ulang). Bagian porfirin yang bebas-besi juga diuraikan,

terutama di sel retikuioendotel hati, limpa, dan sumsum tulang. Katabolisme heme dari semua

protein heme tampaknya dilaksanakan di fraksi mikrosom sel oleh suatu sistem enzim

kompleks yang disebut heme oksigenase. Pada saat heme yang berasal dari protein heme

mencapai sistem oksigenase, besi tersebut biasanya telah dioksidasi menjadi bentuk feri, yang

membentuk hemin. Sistem heme oksigenase adalah sistem yang dapat diinduksi oleh substrat.

Besi fero kembali dioksidasi menjadi bentuk feri. Dengan penambahan oksigen lain, besi feri

Page 8: modul 1.docx

dibebaskan dan karbon monoksida dihasilkan serta terbentuk biliverdin dari pemecahan

cincin tetrapirol dalam jumlah molar yang setara. Biliverdin reduktase mereduksi jembatan

metin antara pirol III dan pirol IV ke gugus metilen untuk menghasilkan bilirubin, suatu

pigmen kuning. Bilirubin yang dibentuk di jaringan perifer diangkut ke hati oleh albumin

plasma. Metabolisme bilirubin selanjutnya berlangsung terutama di hati. Metabolisme ini

dapat dibagi menjadi tiga proses: (1) penyerapan bilirubin oleh sel parenkim hati; (2)

konjugasi bilirubin dengan glukuronat di retikulum endoplasma; dan (3) sekresi bilirubin

terkonjugasi ke dalam empedu.

Bilirubin hanya sedikit larut dalam air, tetapi kelarurannya dalam plasma meningkat

oleh pembentukan ikatan nonkovalen dengan albumin. Dalam 100 mL plasma, sekitar 25 mg

bilirubin dapat terikat erat dengan albumin di ternpat berafinitas-tinggi. Bilirubin yang

jumlahnya melebihi angka ini dapat terikat secara longgar sehingga mudah terlepas dan

berdifusi ke dalam jaringan. Sejumlah senyawa, misainya antibiotik dan obat lain bersaing

dengan bilirubin untuk menempati tempat pengikatan berafinitas-tinggi di albumin. Jadi,

senyawa-senyawa ini dapat menggeser bilirubin dari albumin dan menimbulkan dampak

klinis yang signifikan.

Di hati, bilirubin dikeluarkan dari albumin dan diserap pada permukaan sinusoid

hepatosit oleh suatu sistem yang diperantarai oleh suatu sistem karier. Perantara yang dapat

jenuh. Sistem transpor terfasilitasi ini memiliki kapasitas yang sangat besar, bahkan pada

kondisi patologis sekalipun, sistem ini masih dapat membatasi laju metabolism bilirubin.

Karena sistem transpor terfasilitasi ini memungkinkan tercapainya keseimbangan antara

kedua sisi membrane hepatosit, penyerapan netto bilirubin bergantung pada pengeluaran

bilirubin melalui jalur-jalur metabolic berikutnya.

Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin berikatan dengan protein sitosol tertentu

yang membantu senyawa ini tetap larut sebelum dikonjugasi. Ligandin (anggota family

giutation S-transferase) dan protein Y adalah protein-protein yang berperan. Keduanya juga

membantu mencegah aliran balik bilirubin ke dalam aliran darah. Bilirubin bersifat nonpolar

dan akan menetap di sel (mis. terikat pada lipid) jika tidak dibuat larut air. Hepatosit

mengubah bilirubin menjadi bentuk polar yang mudah diekskresikan dalam empedu, dengan

menambahkan molekul asam glukuronat ke senyawa ini. Proses ini disebut konjugasi dan

dapat menggunakan molekul polar selain asam glukuronat (mis. sulfat). Banyak hormon

steroid dan obat juga diubah menjadi derivat larut air melalui konjugasi sebagai persiapan

untuk ekskresi. Konjugasi bilirubin dikatalisis oleh suatu glukuronosiltransferase yang

spesifik. Enzim ini terutama terletak di retikuium endoplasma, menggunakan UDP-asam

Page 9: modul 1.docx

glukuronat sebagai donor glukuronosil, dan disebut sebagai bilirubin-UGT. Bilirubin

monoglukuronida adalah zat antara dan kemudian diubah menjadi diglukuronida. Sebagian

besar bilirubin yang diekskresikan dalam empedu mamalia berada dalam bentuk bilirubin

diglukuronida. Namun, jika terdapat secara abnormal dalam plasma manusia (mis. pada

ikterus obstruktif) konjugat bilirubin terutama berupa monoglukuronida. Aktivitas bilirubin-

UGT dapat diinduksi oleh sejumlah obat yang bermanfaat secara klinis, mencakup

fenobarbital. Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu terjadi oleh suatu mekanisme

transpor aktif yang menentukan laju keseluruhan proses metabolisme bilirubin di hati.

Transpor bilirubin terkonjugasi di hati ke dalam empedu dapat diinduksi oleh obat-

obat yang juga mampu menginduksi konjugasi bilirubin. Jadi, sistem konjugasi dan ekskresi

untuk bilirubin bertindak seperti suatu unit fungsional terpadu.

Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar, glukuronida

dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus (B-glukuronidase), dan pigmen tersebut kemudian

direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapiroi tak-berwarna yang disebut

urobilinogen. Di ileum terminal dan usus besar, sebagian kecil r-urobilinogen direabsorpsi

dan diekskresi ulang melalui hati sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik.

Pada keadaan abnormal, terutama jika terbentuk pigmen empedu dalam jumlah berlebihan

atau terdapat penyakit hati yang mengganggu siklus intrahepatik ini, urobilinogen juga dapat

diekskresikan ke urine. Pada keadaan normal, sebagian besar urobilinogen yang tak-berwarna

dan dibentuk di kolon oleh flora feses mengalami oksidasi di sana menjadi urobilin (senyawa

berwarna) dan diekskresikan di tinja. Bertambah gelapnya tinia ketika terkena udara

disebabkan oleh oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.

2. Jelaskan factor resiko ikterus neonatorum!

Berdasarkan Jenis Kelamin

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi neonatus laki-laki memiliki risiko ikterik

lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus perempuan, diantaranya:

o Prevalensi Sindrom Gilbert (kelainan genetik konjugasi bilirubin) dilaporkan lebih

dari dua kali lipat ditemukan pada laki-laki (12,4%) dibandingkan pada perempuan

(4,8%).

o Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering pada manusia, yang

terkait kromosom sex (x-linked) dimana pada umumnya hanya bermanifestasi pada

Page 10: modul 1.docx

laki-laki. Enzim G6PD sendiri berfungsi dalam menjaga keutuhan sel darah merah

sekaligus mencegah hemolitik.

Berdasarkan Usia Gestasi

Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada

neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase hepatik jelas menurun pada

bayi prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak terkonjugasi menurun. Selain itu juga

terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek pada bayi

prematur.

Berdasarkan Berat Lahir

Pada BBLR, pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar) sehingga

menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak

sempurna.2 Pada penelitian ini, bayi dengan berat lahir normal lebih banyak yang ikterik

kemungkinan karena ikterus neonatorum pada neonatus tersebut disebabkan oleh faktor

risiko lain.

Berdasarkan Berat Lahir

Meskipun kejadian asfiksia, trauma, dan aspirasi mekonium bisa berkurang dengan SC,

risiko distress pernapasan sekunder sampai takipneu transien, defisiensi surfaktan, dan

hipertensi pulmonal dapat meningkat. Hal tersebut bisa berakibat terjadinya hipoperfusi

hepar dan menyebabkan proses konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan SC

juga tidak memperoleh bakteri-bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu

yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga bayi lebih mudah

terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui langsung bayinya karena

ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut berperan untuk menghambat

terjadinya sirkulasi enterohepatik bilirubin pada neonatus.1,2,34 Namun perlu diketahui

bahwa, tingkat SC lebih tinggi di RSUD Raden Mattaher sebagai Rumah Sakit rujukan

dikarenakan sebagian besar kondisi pasien yang dirujuk sudah dalam keadaan gawat

sehingga diperlukan tindakan SC secepatnya untuk proses kelahiran janin.

Berdasarkan Berat Lahir

Meskipun kejadian asfiksia, trauma, dan aspirasi mekonium bisa berkurang dengan SC,

risiko distress pernapasan sekunder sampai takipneu transien, defisiensi surfaktan, dan

hipertensi pulmonal dapat meningkat. Hal tersebut bisa berakibat terjadinya hipoperfusi

hepar dan menyebabkan proses konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan SC

juga tidak memperoleh bakteri-bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu

yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga bayi lebih mudah

Page 11: modul 1.docx

terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui langsung bayinya karena

ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut berperan untuk menghambat

terjadinya sirkulasi enterohepatik bilirubin pada neonatus.1,2,34 Namun perlu diketahui

bahwa, tingkat SC lebih tinggi di RSUD Raden Mattaher sebagai Rumah Sakit rujukan

dikarenakan sebagian besar kondisi pasien yang dirujuk sudah dalam keadaan gawat

sehingga diperlukan tindakan SC secepatnya untuk proses kelahiran janin.

Frekuensi Pemberian ASI

Terdapat dua jenis ikterus neonatorum terkait ASI;

o Breast-feeding-associated jaundice, diketahui disebabkan oleh pemberian ASI yang

tidak adekuat dan buruknya intake cairan yang menyebabkan starvation dan

tertundanya pengeluaran mekonium pada neonatus, hal tersebut akan meningkatkan

sirkulasi enterohepatik.

o Breast milk jaundice, keadaan dimana terjadi peningkatan absorbsi bilirubin di dalam

usus (sirkulasi enterohepatik) karena aktivitas enzim β-glukoronidase yang bisa

terdapat pada ASI yang abnormal.

3. Jelaskan mekanisme mata dan kulit kuning pada bayi!

Mekanisme terjadinya kekuningan Terdapat  4 mekanisme umum dimana

hiperbilirubinemia dan ikterus dapat  terjadi :

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan.

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.

3. Gangguan konjugasi bilirubin.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik

yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang

pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi. 

Pembentukan Bilirubin  Secara Berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan

penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering

disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal,

tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab

ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada animea

sel sabit), sel darah merah abnormal (sterositosis herediter), anti body dalam serum (Rh

Page 12: modul 1.docx

atau autoimun), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau

pembesaran (limpa dan peningkatan hemolisis).

Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh peningkatan destruksi sel

darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang (talasemia, anemia persuisiosa,

porviria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin tak

terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern

Ikterus.

Gangguan Pengambilan Bilirubin

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan

dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya

beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan

bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (di pakai untuk mengobati cacing pita),

nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

dan Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu

Ikterus Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein

penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus

demikian, telah di temukan defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini

terutama dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin.

Gangguan Konjugasi Bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi

pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus

Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik

transferase. Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah

lahir sampai sekitar minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.

Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak

terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di

obati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan

saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah

dengan fototerapi.

Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau ( gelombang yang

panjangnya 430 sampai dengan 470 nm ) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini

menyebabkan perubahan struktural Bilirubin ( foto isumerisasi ) menjadi isomer-isomer

yang larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu

tanpa harus di konjugasi terlebih dahulFemobarbital ( Luminal ) yang meningkat

Page 13: modul 1.docx

aktivitas glukororil transferase sering kali    dapat menghilang ikterus pada penderita

ini.

Penurunan Ekskresi Bilirubin Terkonjugasi

Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional

maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena

bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam

kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses

dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar

bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti

peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam

empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada

ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih

kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna

berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi

total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang

merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik

(mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstra hepatik (mengenai saluran

empedu di luar hati). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan niokimia yang sama.

Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu pada

tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning, terutama pada jaringan

tubuh yang banyak mengandung serabut elastin sperti aorta dan sklera (Maclachlan dan

Cullen di dalam Carlton dan McGavin 1995). Warna kuning ini disebabkan adanya

akumulasi bilirubin pada proses (hiperbilirubinemia). Adanya ikterus yang mengenai

hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin.

4. Jelaskan perbedaan ikterus fisiologis dan patologis!

Perbedaan Ikterus Fisiologis dan Patologis

Ikterus fisiologis:

1. Timbul pada hari ke-2 atau ke-3.

2. Berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 (dengan kadar bilirubin indirek 5-6 mg/dl),

menurun sampai di bawah 2 mg/dl pada hari ke-5 dan ke-7.

3. Kadar bilirubin serum tidak lebih dari 13mg/dl pada neonatus cukup bulan, dan

15mg/dl pada neonatus kurang bulan.

Page 14: modul 1.docx

BAYI LAHIRBAYI DALAM RAHIM

BILIRUBIN IBU

Plasenta

Kadar bilirubin indirek hanya 1,5 mg/dl

Peningkatan Bilirubin (<5 mg/dl)

24 jam

Sistem eksresi teraktivasi belum sempurna

Pemecahan sel darah merah janin dan keterbatasan sementara konjungasi bilirubin oleh hati.

IKTERUS

>24 jam

Sistem konjungasi bilirubin hepatic efisien 3-4 hari (aterm) dan 5-7 hari (prematur)

Puncak hari ke-2 sampai ke-4 (aterm; 5-6mg/dl), hari ke-5 sampai ke-7 (prematur;8-12 mg/dl)

hilang < 7 hari (aterm) dan <14 hari (prematur)

4. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5mg/dl perhari.

5. Ikterus menghilang < 7 hari (aterm) dan <14 hari (prematur).

6. Fraksi bilirubin direk pada umumnya <2 mg/dl.

Ikterus patologis:

1. Timbul pada 24 jam pertama kehidupan.

2. Kadar bilirubin serum lebih dari 13mg/dl pada neonatus cukup bulan, dan 15mg/dl

pada neonatus kurang bulan.

3. Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5mg/dl perhari.

4. Menetap >7 hari (aterm) dan >14 hari (prematur).

5. Fraksi bilirubin direk pada umumnya >2 mg/dl.

Mekanisme Ikterus Fisiologis pada Bayi

*catatan : ikterus akan terlihat pada neonatus jika kadar bilirubin > 5mg/dl

kadar normal bilirubin 1,8 mg/dl (normal 0,2-0,9 mg/dl)

Penyebab Ikterus Fisiologi pada Bayi :

1. Peningkatan bilirubin karena hemolisis

Page 15: modul 1.docx

a. Jumlah sdm lebih tinggi

b. Umur sdm lebih singkat dibandingkan anak dan dewasa

2. Tidak cukup albumin sebagai pengangkut

3. Kurang ligandin untuk mengambil (uptake) ke hati

4. Immaturitas nya enzim yg mengkatalisis bilirubin i, enzim glukoronil tranferase

5. Ekskresi yang tidak cukup

6. Meningkatnya sirkulasi entero-hepatik

Derajat Ikterus Menurut Metode Kremer

Derajat ikterus Daerah ikterus Perkiraan kadar bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg %

Ii Badan atas 9,0 mg %

Iii Badan bawah hingga tungkai 11,4 mg %

Iv Lengan, kaki bawah, lutut 12,4 mg %

V Telapak tangan dan kaki 16,0 mg %

5. Sebutkan dan jelaskan penyakit-penyakit dengan degaja kekuningan pada bayi!

IKTERUS NEONATORUM

a. Definisi

Ikterus neonatorum adalah perubahan warna menjadi kuning yang terjadi pada neonatus

atau bayi-bayi yang baru lahir. Perubahan warna ini dapat dilihat pada mata, rongga

mulut, dan kulit. Ikterus neonatorum dapat bersifat fisiologis atau normal terjadi pada

bayi baru lahir, atau patologis atau yang tidak normal pada bayi baru lahir dan dapat

mengancam nyawa. Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru

lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus

b. Epidemiologi

Sekitar 65% dari bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama setelah lahir

dan sekitar 1% dari bayi baru lahir mengalami ikterus hingga dapat mengancam nyawa

atau yang disebut juga sebagai kernikterus.

Pada orang-orang dengan ras asia ditemukan lebih sering mengalami ikterus neonatorus

dengan kadar bilirubin > 12 mg/dl dibandingkan ras kulit putih dan negro. Pada bayi-

bayi premature terjadi peningkatan angka kejadian ikterus neonatorum dibandingkan

dengan bayi-bayi yang cukup bulan.

Page 16: modul 1.docx

c. Gejala 

Gejala utama yang dapat dilihat pada bayi adalah perubahan warna menjadi kuning

yang dapat dilihat pada mata, rongga mulut, dan kulit. Perubahan ini awalnya mudah

tampak dari mata lalu apabila makin berat dapat menjalar hingga ke dada, perut, tangan,

paha, hingga ke telapak kaki. Pneting untuk mengetahui kapan awal mula terjadinya

kuning pada bayi tersebut karena dapat menentukan apakah ikterus ini bersifat fisiologis

atau bersifat patologis.  Selain itu, pada bayi dengan ikterus neonatorus fisiologis, bayi

tampak sehat dan tidak rewel. Apabila ditemukan kuning disertai dengan anak lesu,

malas menetek, dan rewel, perlu dicurigai sebagai ikterus neonatorus patologis dan

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Tanda-tanda terjadinya ikterus neonatorum yang bersifat fisiologis:

1. Gejala kuning muncul pertama kali lebih dari 24 jam setelah lahir;

2. Kenaikan kabar bilirubin < 5 mg/dl;

3. Puncak dari kenaikan kadar bilirubin muncul di hari ke 3-5 dengan kadar bilirubin <

15 mg/dl;

4. Gejala kuning yang muncul menghilang dalam waktu 1 minggu untuk bayi cukup

bulan dan 2 minggu pada bayi yang premature atau kurang bulan.

d. Penyebab

Pada bayi yang baru lahir terjadi perubahan dari sel darah merah atau eritrosit saat di

dalam kandungan menjadi sel darah merah di luar kandungan. Sel-sel darah merah yang

ada di dalam kandungan akan hancur dan digantikan oleh sel darah merah di luar

kandungan. Sel darah merah yang hancur tersebut di dalam proses penghancurannya

menghasilkan bilirubin indirek. Bilirubin indirek  ini agar dapat dibuang dari dalam

tubuh memerlukan enzim uridildiphosphoglukoronil transferase (udpgt). Proses

tersebut dilakukan di dalam hati menjadi bilirubin direk lalu masuk ke dalam usus. Di

dalam usus, lalu diproses bersama dengan kuman-kuman di dalam usus. Hasil akhirnya

lalu dibuang bersama dengan buang air besar (bab).    

Pada bayi-bayi yang baru lahir, terjadi perubahan sel darah merah di dalam kandungan

menjadi sel darah merah di luar kandungan dalam jumlah besar sehingga produksi dari

bilirubin indirek menjadi tinggi. Pada bayi baru lahir kemampuan udpgt di dalam hati

untuk dapat mengubah seluruh bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum

maksimal. Selain itu, usus bayi baru lahir juga masih bersih belum terdapat kuman-

kuman yang dapat mengubah bilirubin direk agar dapat dibuang bersama dengan bab

Page 17: modul 1.docx

dan pergerakan atau motilitasnya juga belum maksimal sehingga bilirubin direk tersebut

dapat diserap kembali melalui usus dan masuk ke dalam hati lagi. 

ATRESIA BILIARIS

a) Definisi

Tidak adanya/kecilnya lumen pada sebagian keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik

yang menyebabkan hambatan aliran empedu.atresia biliaris adalah suatu keadaan

dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Atresia

biliaris merupakan defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanya obstruksi

satu atau lebih saluran pada ektrakhepatik atau intrahepatik.

b) Etiologi

Masih belum diketahui dengan pasti sebagian ahli menyebutkan bila atresia biliaris

disebabkan oleh factor genetic berupa kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21 serta

terdapatnya anomali organ pada 30 % kasus atresia bilier. Pnelitian menemukan adanya

mutasi genetic spesifik pada tikus dan, abnormalitas genetic lainnya delesi gen c-jun

tikus dan mutasi gen transkripsi homeobox yang berhubungan dengan kelainan hati dan

limpa. Atresia biliaris juga kemungkiann terjadi Karena adanya perkembangan

abnormal dari saluran empedu didalam maupun diluar hati. Namun penyebab terjadinya

ganguan perkembangan masi belum diketahui.

c) Epidemiologi

Didapatkan pada ras kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), hispanik ( 11%), Asia

(4,2%), dan India Amerika (1,5%). Di Indonesia Atresia Bilier ditemukan pada 1 dari

5000 kelahiran. Rasio wanita dan laki-laki berbanding dua banding satu. RSCM 2002-

2003, 23 % dari 162 bayi kelainan fungsi hati.

d) Patofisiologi

Pathogenesis atresiqa bilier tetap tidak jelas meskipun terdapat beberapa teori etiologi

dan investigasi. Terjadi prubahan epitel bilier menyebabkan peningkstsn susunan

ekspresi antigen pada permukaan sel. Pengenalan oleh sel T yang beredar kemudian

memulai respon imun dimediasi sel, mengakibatkan cedera fibrosklerotik yang terlihat

pada atresia bilier.

e) Gejala Klinis

Gejala biasanya muncul dalam waktu 2 minggu setelah kelahiran yaitu :

Air kemih bayi berwarna gelab

Tinja berwarna pucat

Page 18: modul 1.docx

Kulit nerwarna kuning

Berat badan tiadak bertambah atau penurunan berat badan

Hati membesar

BREASTMILK JAUNDICE

a) Definisi

Proses kekuningan yang biasanya timbul pada bayi cukup bulan dan di beri ASI dengan

teratur dan cukup.

b) Etiologi

Hingga kini penyebab penyebab pastinya belum diketahui, walaupun ada yang

memperkirakan disebabkan oleh sesuatu hal di ASI yang menghambat pemecahan

bilirubin berupa adanya Beta Glukonidase yaitu suatu zat yang terdapat dalam ASI

mengurangi kemampuan hepar bayi mengatasi kadar bilirubin dalam tubuhnya

c) Epidemiologi

Biasanya breastmilk jaundice terjadi pada 1%n bayi lahir cenderung diturunkan

secara genetic dan terjadi pada 2-4% bayi yangb baru lahir. breastmilk jaundice

biasanya berlangsung selama 4 sampai dengan 12 minggu setelah lahir. Ibu yang

bayinya mengalami breastmilk jaudic maka 70% dapat berulang kembali pada bayi

berikutnya. Adanya kekuningan ini bukan berarti ASI tidak baik atau ASI harus

dihentikan. Asi tetap dilanjutkan untuk bayi ini.

d) Gejala Klinis

Kondisi ini muncul setelah bayi berumur sekitar 1 minggu dan memuncak pada hari ke

10- 21 minggu namun dapat berlangsung selama 2-3 bulan. Selam a kurung waktu

tersebut walaupun banyak minum ASI, pertambahan berat badanya normal BAB dab

BAK biasa namun bilirubinya tetap tionggi dan kelihatan kuning.

BREAST FEEDING JAUNDICE

a) Definisi

Yaitu suatu keadaan menguning bada bayi karena tidak mendapatkan ASI yang cukup

atau bayi terlambat untuk mulai mendapatkan ASI.

b) Etiologi

Penyebab breast feeding jaundice kemungkinan pada bayi tidak mendapatkan ASI yang

cukup maka atau terlambat mendapatkan ASI maka pergerakan sistem pencernaan

Page 19: modul 1.docx

berkurang. Sehingga bilirubin tidak bnayak dikeluarkan dan menumpuk dalam darah.

Bilirubin seharusnya dikeluarkan bersama feses ( kotoran )

c) Gejala Klinis

Gejala yang timbul dibagi dalam 3 fase yaitu :

o fase awal

bayi tampak lemah

Tidak menggerakan otot

Menangis dengan nada tinggi

Penurunan daya mengisap

o Fase menengah

Kejang dan tampak sangat rewel dan gelisah

o Fase lanjut

Kejang

Kesulitan bernafas

Koma dan bahkan dapat menyebabkan kematian

SINDROMA CRIGLER-NAJJAR

a) Definisi

Sindroma ini merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi (1:10 kelahiran) dan

penyakit ini berhubungan dengan berkurangnya aktivitas enzim glukoronosil transferase

yang lengkap. Penyakit ini lebih kentara pada waktu neonatal awal, jaundice yang

intens terjadi karena bilirubin indirek pada pemeriksaan fisik, semuanya normal, analisa

biologic hanya mendeteksi bilirubin indirek yang tinggi. Diagnosa yang dilakukan

adalah jumlah bilirubin indirek, biopsy hati, enzim assay, bilirubin total, dan bilirubin

direk.

b) Epidemiologi

Sindroma merupakan sindroma yang jarang terjadi. Penyakit dapat ditularkan pada

semua jenis ras seluruh dunia dan bias juga terjadi pada semua jenis kelamin.

c) Etiologi

Ditularkan dalam kalangan keluarga (Keturunan). Seorang anak harus mendapat satu

kopi gen yang defektif dari kedua orang tua untuk menderita sindroma ini. Orang tua

dengan hanya satu gen yang defektif mempunyai aktifitas enzim setengah dari orang

normal.

Page 20: modul 1.docx

d) Patofisiologi

Sindroma Crigler-Najjar terjadi karena adanya perubahan pada urutan kode enzim

UGT. Ini mengakibatkan tiadanya atau kurangnya enzim Uridin DIfosfat Glukoronosil

transferase (UGT). Sindroma Criggler-Najjar berhubungan hamper sepenuhnya

terhadap tiadanya enzim ini, yang berakibat level bilirubin indirek yang tinggi (>50

mg/dL) pada waktu kelahiran. Karakteristik Crigler-Najjar yang kedua adalah turunnya

level bilirubin (>20 mg/dL) dan penurunan besar aktivitas UGT hepar. Pengobatan

dengan fenobarbital dapat menginduksi ekspresi UGT pada pasien dengan Crigler-

Najjar tipe 2 (Arias Syndrome), dengan penurunan level bilirubin serum hingga 25%.

e) Gejala Klinis

Confused dan perubahan pemikiran

Ikterus / Jaundis dan kuning pada sclera yang terjadi beberapa hari setelah lahir dan

bertambah buruk dari hari-kehari.

f) Penatalaksanaan

Fototerapi dibutuhkan secara regular sepanjang hidup. Pada bayi, fototerapi

dilakukan dengan lampu bilirubin atau lampu “biru”. Fototerapi tidak efektif untuk

anak 4 tahun keatas karena kulit yang tebal yang menghalangi cahaya.

Transplantasi hepar dapat digunakan pada penderita dengan sindroma Crigler Najjar

tipe 2

Transfusi darah dapat membantu mengontrrol jumlah bilirubin dalam plasma darah.

Kalsium dapat digunakan untuk binding dan membuang bilirubin dalam usus.

Obat fenobarbital digunakan untuk Arias Syndrome (Tipe II), tetapi tidak selalu.

g) Pencegahan

Konseling tentang genetic direkomendasikan kepada orang tua dengan sejarah sindroma

Crigler-Najjar. Uji darah untuk pembawa gen tersebut.

h) Komplikasi

Kerusakan otak karena kernikterus, kulit dan sclera kuning yang kronik.

HEMOLYTIC DISEASE OF THE NEW BORN (HDN)

a) Definisi

Hemolytic Disease of the New Born (HDN) atau Erytroblastosis fetalis merupakan

suatu penyakit darah yang terjadi apabila tipe darah si Ibu dan anak tidak kompatibel.

Jika tipe darah bayi kedarah si Ibu sewaktu dalam kandungan atau sewaktu kelahiran,

system imun si Ibu akan melihat darah bayi sebagai suatu bahan dari luar dan akan

Page 21: modul 1.docx

menghasilkan antibody untuk menyerang sel darah merah bayi. Keadaan bias

menyebabkan komplikasi ringan sampai berat. HDN sering terjadi pada ibu yang

mengandung kedua kalinya atau kandungan setelah yang pertama, atau juga setelah

keguguran atau aborsi.

b) Etiologi

Tipe darah seseorng ditentukan dengan adanya dua protein yang berbeda yang dikenali

sebagai antigen. Antigen A, B, dan O memprensentasikan tipe darah seseorang sebagai

tipe A, B, AB, atau O. Jika seseorang mempunyai factor Rh antigen, darahnya mungkin

Rh positif atau negative.

Inkompatibilitas Rh yang menyebabkan HDN, yang selalu terjadi apabila ibu dengan

Rh negative mengandung anak dari ayah yang Rh-positive yang mendapat anak yang

Rh-positif.

Inkompatibilitas ABO tidak selalu terjadi. HDN ini terjadi bila seorang ibu dan bayinya

mempunyai darah yang tidak sama.

c) Epidemiologi

HDN jarang terjadi karena adanya deteksi dini dan pengobatan. Terdapat kurang lebih

4000 kasus per tahu di Amerika Serikat. HDN selalunya terjadi pada kandungan yang

kedua atau kandungan seterusnya. HDN dengan inkompatibilitas RH lebih sering

terjaddi di banding dengan inkompatibilitas ABO dan tiga kali rebih rendah pada bayi

kaukasia dari pada bayi Afrika-Amerika.

d) Gejala Klinis

Kulit pucat

Kuning pada cairan amnion, tali pusat, kulit, dan mata.

Pembesaran hati atau limpa

e) Penatalaksanaan

HDN pada neonates dicegah. Wanita yang bakal menjadi ibu atau menginginkan

anak selalunya dilakukan test darah. Jika seorang ibu itu Rh-negative dan belum

disensitisasi, Ibu diberikan obat Rh Immunoglobulin atau RhoGAM. Obat ini akan

memprouksi produk darah yang akan mencegah antibdi ibu dengan Rh-negatif dari

bereaksi pada darah RH-positif bayinya. Selalunya

RhoGAM diberikan pada minggu ke-28 kadungan dan sekali lagi dalam 72 jam

sebelum lahir.

f) Komplikasi

Page 22: modul 1.docx

Semasa dalam kandunagn : Anemia ringan/berat, hiperbilirubinemia dan jaundis,

hidrops fetalis.

Setelah bayi lahir : Hiperbilirubinemia berat dan jaundis, kernikterus.

6. Adakah hubungan keluhan dengan riwayat persalinan normaldan cukup bulan serat

usia Ibu saat kehamilan?

7. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!

Anamnesis

- Gejala yang timbul

- Lama keluhan/sejak kapan

- Riwayat ikterus pada anak sebelumnya

- Riwayat trauma persalinan

- Riwayat keluarga anemi

- Riwayat pengobatan ibu saat kehamilan

- Riwayat infeksi maternal

Pemeriksaan Fisik

- Periksa tanda vital

Frekuensi napas

Hitung denyut jantung bayi (biasa meningkat pada suhu tidak

normal,pendarahan,dan gangguan pernapasan).

Ukur suhu (ukuran suhu bayi normal 36,5-37,5)

Tekanan darah.

- Pemeriksaan tonus atau kesadaran bayi

- Pemeriksaan ekstremimitas : pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya

pergerakan ekstremitas yang abnormal,asimetris,posisi dan gerakan yang abnormal.

Pemeriksaan Penunjang

- Tes laboratorium

Kadar bilirubin

Golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak

Darah rutin

Page 23: modul 1.docx

Hapusan darah

Coomb tes

Kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan gefisiensi enzim G6PD)

- Pencitraan

USG abdomen

8. Tuliskan DD dan DS dari scenario!

Ikterus Neonatorum

Fisiologis

Breast Mil Jaundice

Breast feeding Jaundice

Atresia Biliaris

Syndrome Crigler Najjar

Jenis Kelamin

Laki-laki,perempuan

Laki-laki,perempuan

Laki-laki,perempuan

Laki-laki,perempuan

Laki-laki,perempuan

Usia Bayi 2-3 Hari 1 minggu 2-3 Hari 2 minggu ≥ 1 mingguUsia Ibu ≥20-35 tahun ≥25 tahun ≥25 tahun ≥25 tahun ≥25 tahunRiwayat Kehamilan normal

+ + + + +

Bayi lahir cukup bulan

+,>preterm + +, >preterm + +

Jaundice Kulit dan Mata Kulit dan Mata Kulit dan Mata Kulit dan Mata Kulit dan Mata

Ikterus Neonatorum

Definisi

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan

ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.

Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7

mg/dL. Ikterus selama usia minggu pertama terdapat pada sekitar 60% bayi cukup bulan

dan 80% bayi preterm.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%

menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada

tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen

Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama

kehidupannya. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah

sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir tahun

Page 24: modul 1.docx

2003 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin ≥12

mg/dL pada minggu pertama kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi

sehat cukup bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8% mempunyai kadar

bilitubin ≥13 mg/dL, RS Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi ikterus neonatorum

sebesar 13,7%, RS Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada

tahun 2002. Dari survey awal yang peneliti lakukan di RSUD Raden Mattaher, kejadian

ikterus neonatorum yang tercatat di bagian perinatologi sejak Agustus 2012 sampai

Januari 2013 sebanyak 100 kasus. Faktor risiko yang merupakan penyebab tersering

ikterus neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara antara lain, inkompatibilitas

ABO, defisiensi enzim G6PD, BBLR, sepsis neonatorum, dan prematuritas.4,6 Ikterus

neonatorum dapat menimbulkan ensefalopati bilirubin (kernikterus) yaitu manifestasi

klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat di ganglia basalis

dan beberapa nuklei batang otak.Saat ini angka kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan

mencapai 4,6 juta jiwa per tahun, dengan angka kematian bayi sebesar 48/1000 kelahiran

hidup dengan ikterus neonatorum merupakan salah satu penyebabnya sebesar 6,6%.

Faktor Risiko

o Usia ibu

Kelompok usia ibu terbanyak adalah 20 -35 tahun, 28 (65,1%) dan paling sedikit

usia <20 tahun, 6 (14,0%). Ibu multipara, 26 (60,5%) dan primipara, 17 (39,5%). Ibu

tidak bekerja sebanyak 34 (79,0%) dan paling sedikit swasta, 2 (4,7%)

o Jenis kelamin bayi (Laki-laki dan perempuan)

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi neonatus laki-laki memiliki risiko ikterik

lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus perempuan, diantaranya:

Prevalensi Sindrom Gilbert (kelainan genetik konjugasi bilirubin) dilaporkan lebih

dari dua kali lipat ditemukan pada laki-laki (12,4%) dibandingkan pada

perempuan (4,8%).

Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering pada manusia, yang

terkait kromosom sex (x-linked) dimana pada umumnya hanya bermanifestasi

pada laki-laki. Enzim G6PD sendiri berfungsi dalam menjaga keutuhan sel darah

merah sekaligus mencegah hemolitik

o usia gestasi

Dapat terjadi pada bayi preterm,aterm dan posterm, namun lebih sering terjadi pada

bayi preterm Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak

Page 25: modul 1.docx

terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase hepatik

jelas menurun pada bayi prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak terkonjugasi

menurun. Selain itu juga terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah

yang pendek pada bayi prematur.

9. Jelaskan penatalaksanaan dari DS!

Ikterus fisiologis

Bayi sehat, tanpa factor risiko tidak diterapi, perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut :

o Minum ASI dini dan sering

o Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan control

lebih cepat (terutama bila tampak kuning)o Bayi dijemur di sinar matahari pagi

Tatalaksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO): o Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat

o Tentukan apakah bayi memiliki factor risiko berikut: berat lahir <2,5 kg; lahir

sebelum usia kehamilan 37 mingg; hemolisis atau sepsis o Ambil contoh darah dan periksaka bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan

golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs: Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan

terapi sinar. Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya

terapisinar, lakukan terapi sinar Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab

hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.

Mengatasi hiperbilirubinemia o Memberikan fenobarbital untuk mempercepat proses konjugasi. Pengobatan ini

kurang efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti.

o Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi.

Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler kevaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya

Page 26: modul 1.docx

lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.

o Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun foto terapi dapat

menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan transfuse tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca transfuse tukar. Indikasi terapi sinar adalah: Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin >10mg/dL. Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL. Lama terapi sinar adalah

selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam.

o Rujukan untuk dilakukan transfuse tukar memungkinkan bila:

bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfuse tukar kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit< 40 %) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.

bilirubin tidak bias diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit< 40%)

Bila bayi dirujuk untuk transfuse tukar:Persiapkan transferSegera kirim bayi kerumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfuse tukarKirim contoh darah ibu dan bayiJelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang diterima bayi.

o Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit< 30%) diberikan transfuse darah.

o Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3

minggu lebih pada bayi kecil (berat lahir 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu) terapi sebagai ikterus berkepanjangan.

o Followup setelah kepulangan periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4

minggu. Bila hemoglobin , 8 g/ dL (hematokrit< 24%) berikan transfuse darah.

10. Jelaskan komplikasi dan prognosis dari DS!

Komplikasi :

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern ikterus atau ensefalopati bilirubin

adalah sindrom neurologis yang disebabkan deposisi bilirubin tak terkonjugasi di ganglia

basalis dan nuclei batang otak. Patogenesisnya multifactor dan melibatkan interaksi antar

kadar bilirubin inderec, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat,

kemungkinan melewati sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar

darah otak mempunyai resiko terjadinya kern icterus.

Prognosis :

Page 27: modul 1.docx

Di karenakan komplikasi hiperbilirubinemia adalah kern ikterus yang terjadi di otak maka

dapat menyebabkan kematian dan bila bertahan hidup akan menimbulkan gejala sisa yang

berat.

11. Jelaskan pencegahan dari DS!

Strategi pencegahan hiperbirubinemia :

Pencegahan primer

- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk

beberapa hari pertama

- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi

Pencegahan sekunder

- Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta

penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.

o Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan

pemeriksaan antibodi direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh darah

tali pusat bayi

o Jika golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes

golongan darah dan tes coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak

diperlukan jikan dilakukan pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum

keluar RS dan tindak lanjut yang memadai.

- Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya

ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat

memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

Evaluasi laboraturium

- Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami

ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.

- Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang

berlebihan

- Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan umur bayi dalam

jam

Penyebab kuning

Page 28: modul 1.docx

- Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus

dilakukan analisis dan kultur urin

- Bayi sakit dan ikterus pada umur atau lebih dari 3 minggu harus dilakukan

pemeriksaan bilirubin total dan direk untuk mengidentifikasi adanya kolestatis

- Jika kadar bilirubin direk meningkat, dilakukan evaluasi tambahan mencari

penyebab kolestatis

- Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang

mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau ernis/asal geografis

yang menunjukan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan

respon fototerapi buruk.

Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan

- Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya hiperbilirubinemia

berat

Kebijakan dan prosedur rumah sakit

- RS harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua mengenai

kuning, perlunya monitor terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring

harus dilakukan

Bayi Keluar RS Harus dilihat saat umur

Sebelum umur 24 jam 72 jam

Antara umur 24 – 27,9 jam 96 jam

Antara umur 48 dan 72 jam 120 jam

Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI

- Observasi semua fese awal bayi, pertimbangkan untuk merangsang

pengeluaran jika feses keluar dalam waktu 24 jam

- Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering

dengan waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang

lama dengan frekuensi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan sama

- Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa, atau formula pengganti

- Observasi berat badan, BAK, dan BAB yang berhubungan dengan pola

menyusui

Page 29: modul 1.docx

- Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum,

rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompaa, dan

menggunakan protokol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP

- Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas

ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan

jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat diatas 20 mg/dL atau ibu

memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Page 30: modul 1.docx

Daftar Pustaka

Anonim. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus

Neonatorum_hlm .https://www.scribd.com/doc/123609511/Tatalaksana-Ikterus-

Neonatorum-pdf . 13 November 2015

Behrman, Richard E. dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.1. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Graber, Mark A. dkk. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Kariadi,2011. Atresia Biliaris. Semarang:FK-UNDIP

Martin CR, Cloherty JP.Neonatal Hyperbilirubinemia

MartizanL.Ikterus.Dalam: Juffrie M.Oswari H.Arief S. Rosalina L Penyunting. Buku Ajar

Gastroenterologi-Hepatologi.Jakarta:Badan Penerbit IDAI. 2010.263-84

Murray, Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC

Price, Wilson. 2003. Patafisologi Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Schwartz, M.William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC

SukardiA. Hiperbilirubinemia.Dalam : Kosim MS. Yunanto A.Dewi R. Sarosa

GI.A.Penyunting. Buku Ajar Neonatologi.Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008.147-69

William & Wikins.2004.American Pregnancy Assosiation. Breastfeeding and jaundice.peer

GL, Philipp blunderstanding ang managing breastmilk jaundice.