model supervisi
TRANSCRIPT
Madrasah
Catatan seorang Dosen UIN Jakarta, "Jika, Dosen UIN Inovatif, Maka Pendidikan Guru UIN Maju, Akibatnya Madrasah Melaju….
Pengumpan:TulisanKomentar
« Perencanaan Pembelajaran Biologi 2011 Tugas UAS, Perencanaan Pembelajaran IPA/Biologi »
MODEL SUPERVISI PENDIDIKAN SAINS BERBASIS PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK)
Juni 13, 2011 oleh yherlanti
Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Pendidikan Aksara, berturut-turut pada edisi: 42 (Febuari 2011), 43 (Maret 2011), 44 (April 2011), dan 45 (Mei 2011)
Sering sekali diperdebatkan, mana yang lebih penting dikuasai guru sains dalam mengajarkan sains, apakah penguasaaan konten sains atau pedagogi? Keduanya sesungguhnya penting, dan bagaimana guru melakukan amalgam antara pengetahuan konten dan pedagogi dapat diamati dari kemampuan PCK. Bahkan PCK dapat dikembangkan menjadi instrumen untuk supervisi
pendidikan baik oleh Pengawas maupun oleh professional yang punya perhatian terhadap kemajuan pendidikan IPA. Apa, mengapa, dan bagaimana supervisi berbasis PCK? Tulisan di
bawah ini akan memaparkan lebih lanjut
A. Rasional
Pengajaran sains tidak pernah lepas dari pengetahuan tentang konten (content knowledge) dan pengetahuan tentang pedagogi (pedagogical knowledge). Siregar (2003) mengemukakan bahwa pengajaran sains adalah sebuah fenomena wacana sains dalam lingkungan pedagogi. Ketika seorang guru sains mengajar, maka ia merepresentasikan amalgam pengetahuan konten dan pedagogi, yang oleh Shulman (1987) disebut dengan Pedagogical Content Knowledge (PCK). Shulman menjelaskan PCK adalah akumulasi dari Knowledge of subject matter, Knowledge of students & possible misconeptions, Knowledge of curricula, and Knowledge of general pdagogy.
PCK bukan bentuk tunggal yang sama untuk semua guru yang mengajar sains, melainkan keahlian khusus dengan keistimewaan individu dan berlainan yang dipengaruhi oleh konteks/suasana mengajar, isi dan pengalaman. PCK bisa sama untuk beberapa guru dan berbeda untuk guru lainnya, walaupun begitu PCK merupakan titik temu pengetahuan professional guru
dan keahlian guru. Oleh karena itu banyak peneliti menyimpulkan bahwa PCK merupakan pengetahuan yang dikembangkan guru sepanjang waktu, melalui pengalaman, bagaimana mengajarkan suatu materi dalam aneka cara untuk mendapatkan kekayaan pemahaman siswa.
Penelitian Shulman, menunjukkan komponen PCK terdiri dari tujuh yang semuanya menggambarkan pengetahuan professional guru sains (lihat Tabel 1). Berdasarkan ketujuh komponen PCK tampak bahwa untuk dapat mengenal dan menilai pengembangan PCK, guru sains perlu memiliki pemahaman konseptual yang kaya tentang isi subyek sains yang diajarkan. Pemahaman konseptual yang kaya ini berkombinasi dengan keahlian dalam pengembangan, penggunaan dan adaptasi prosedur mengajar, strategi dan pendekatan untuk digunakan dalam kelas, penggabungan tersebut dapat menghasilkan amalgam dari pengetahuan konten dan pedagogi. Hal ini senada dengan yang dikemukan pula oleh Van Driel et al. (1998, dalam Bond-Robinson, 2005), PCK dianggap pengetahuan keahlian, didefinisikan sebagai pengetahuan terintegrasi yang menyajikan akumulasi kebijaksanaan guru mengenai praktek mengajar mereka. Sebagai pengetahuan keahlian menuntun aksi guru dalam praktek, meliputi pengetahuan guru dan keyakinan tentang berbagai aspek seperti pedagogi, murid, materi subjek dan kurikulum. Pengetahuan keahlian ini diperoleh dari pendidikan sebelumnya, latar belakang personal guru, konteks mengajar, dan melalui pengalaman mengajar yang sedang berlangsung. Oleh karena itu kebijaksanaan dari pengetahuan keahlian menghasilkan perilaku efektif pada sebagian guru yang memilikinya.
Tabel 1. Tujuh komponen dan elemen-elemen spesifik pada PCK
Komponen ElemenKnowledge of science Science content, scientific practice, the nature of science,
scientific processKnowledge of goals Scientific literacy, real-life aplication, integrated
understanding.Knowledge of students Different levels, needs, interests, prior knowledge, ability,
learning difficulties, misconceptions.Knowledge of curriculum organisation
State and local standards, state and local standardise tests, making connections between lessons and units, organising lessons in specific order, making decisions about what to teach, flexible design.
Knowledge of teaching Various teaching methods, use of motivating activities, ability to select effective activities.
Knowledge of assessment Formal in formal ways of assessment, skills for students discusion and questioning, immediate fedback.
Knowledge of resources Materials, activities, multimedia, local facilities, laboratory technology, science magazinnes.
Urgensi PCK sebagai kemampuan professional guru juga dikemukakan oleh The National Science Education Standards [NSES] (National Research Council, 1996) ; “ incorporated the concept of PCK as an essential component of professional development for science teachers”.
Pada tahun 2003 NSTA mengambarkan urgensi PCK dalam mendukung pengajaran sains seperti gambar 1.
Gambar 1. Urgensi PCK dalam Pengajaran Science (dikutip dari NSTA Standards for Science Teacher Education, 2003
PCK dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan professional (professional compliance) guru sains. PCK mampu memotret dan menilai mind of teacher dalam ruang lingkup system. Hasil pengamatan dan penilaian akan menjadi bahan bagi perbaikan kualitas pengajaran sains. Jika supervisi berbasis PCK dilakukan, maka akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran sains yang berkelanjutan. Judith Lederman (tersedia di http://www.iit.edu/csl/msed/programs/grad/pre_service_education.shtml)
mengembangkan PCK sebagai sebuah sistem sekolah seperti pada Gambar 2. Gambaran Judit Lederman bersinergi dengan Burgard (2000) yang membahas continous improvement in the science classroom. Burgard berpendapat bahwa untuk mewujudkan peningkatan yang berkelanjutan pada kelas sains, maka kelas haruslah dianggap sebagai sebuah system. Gambar 3 menunjukkan pendapat Burgard tentang kelas sebagai sebuah sistem.
Gambar 2. PCK sebagai sebuah sistem
Gambar 3. Kelas sebagai Sebuah Sistem
Sinergitas gambaran Judith Lederman dan Burgard menunjukan bahwa PCK memungkinkan untuk dikembangkan sebagai sebuah model supervisi pendidikan Sains.
B. Tujuan
Pengembangan model supervisi pendidikan sains berbasis PCK bertujuan untuk memotret, menilai, memperbaiki, dan meningkatkan kepatuhan profesionalisme guru sains. Kepatuhan profesionalisme guru sains tercermin dalam pengajaran sains yang sesuai dengan hakikat sains dan pembelajaran sains. PCK mampu memotret dan menilai kesesuaian pengajaran guru sains dengan hakitat sains dan pembelajaran sains, dalam bentuk amalgam pengetahuan konten (content knowledge) dan pengetahuan pedagogi (content pedagogy).
C. Asumsi-asumsi
Asumsi-asumsi yang mendasari pengembangan model supervisi pendidikan sains berbasis PCK adalah:
Kepatuhan profesionalisme seorang guru sains adalah kemampuannya mengajarkan sains mengikuti hakikat sains dan hakikat pembelajaran sains. Menurut Ruterford dan Ahlgren (1990), pada hakikatnya sains adalah sebuah produk, proses, dan sikap/nilai, oleh karena ini pada hakikatnya pembelajaran sains harus mendasarkan pada inkuiri yang melibatkan keterampilan proses sains seperti observasi, klasifikasi, prediksi, pengendalian variable, dan perancangan percobaan. Apakah guru telah mengajar sesuai dengan hakikat sains dan pembelajaran sains, dapat diamati dari PCK.
Gambar 4. Pedagocical Konten Knowledge (PCK): Kesesuaian Pengajaran Sains dengan Hakikat Sains dan Pembelajaran Sains merupakan Salah Satu Kepatuhan Profesional Guru
Sains yang dapat Diamati dari Amalgam Pengetahuan Konten dan Pengetahuan Pedagoginya
PCK berfungsi memotret dan menilai pengajaran sains guru, hasil pengamatan dan penilaian ini dapat menjadi bahan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran sains. Refleksi terhadap hasil pengamatan dan penilaian menjadi bahan penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sains. Djam’an Satori mengemukakan empat fungsi supervisi akademik yaitu fungsi penelitian, penilaian, perbaikan, dan peningkatan yang satu dengan yang lainnya saling berkorelasi seperti pada Gambar 4. PCK mampu mengakomodasi keempat fungsi supervisi akademik.
Gambar 5. Supervisi Pendidikan Sains berbasis PCK memenuhi Fungsi Supervisi Akademik [Djam’an Satori]
PCK bertolak dari “what going on in the classroom”, dengan memfokuskan pada fenomena interaksi membangun logika internal antara pengajar, pembelajar, dan materi subyek. Hal ini sangat terkait dengan fokus pengawasan (supevisi) di sekolah. Hal ini bersinergi dengan pendapat Djam’an Satori, “ pengawasaan pendidikan di sekolah harus
mengamankan mutu interaksi belajar mengajar yang berlangsung di kelas”
Gambar 6. PCK Memotret dan Menilai Fenomena Logika Internal antara Pembelajar, Pengajar, dan Materi Subyek yang terjadi Selama Proses Belajar Mengajar: Sesuai dengan
Fokus Pengawasan Sekolah Menurut Djam’an Satori
D. Komponen- komponen Model
Model supervisi pendidikan sains berbasis PCK ditentukan oleh tujuan apakah bertujuan untuk mendiagnosa, membuat perencanaan pembelajaran atau mengevaluasi kualifikasi guru. Tujuan akan menentukan bentuk instrumen yang digunakan. Model supervise pendidikan sains berbasis PCK yang digagas terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Model Superpivisi Pendidikan Sains Berbasis PCK Tingkat Satuan Pendidikan
Berdasarkan gambar di atas, komponen penting dalam model supervisi berbasis PCK adalah:
1. Instrumen PCK
Ada tiga buah instrument PCK yang dapat digunakan. Ketiga instrument ini digunakan sesuai dengan tujuan dan apa yang ingin dihasilkannya.
a. Peta konsep
Peta konsep awalnya dikembangkan oleh Joseph Novak (1991, dalam Loughran et al.,2006). Melalui peta konsep kita bisa mengetahui konsep yang diketahuinya dan hubungan antar konsepnya. Peta konsep merupakan alat yg ampuh untuk mengorganisasi dan menyajikan pengetahuan. Pada mulanya peta konsep digunakan untuk penyajian hirearkhis pengetahuan, tapi sekarang peta konsep dapat menggambarkan kemampuan PCK guru.
Pada supervisi pendidikan sains, pengawas bidang studi dapat meminta guru sains membuat peta konsep sebuah materi. Selanjutnya pengawas memeriksa peta konsep tersebut dan menganalisisnya, kemudian membuat repertoire mengajar guru tersebut. Berdasarkan repertoire tersebut, pengawas bidang studi melakukan kualifikasi guru, yaitu A = Guru Sains Mahir, B = Guru Sains Madya, C = Guru Sains Pemula. Peta konsep berguna untuk mendiagnosa kemampuan guru dalam mengajar sesuai hakikat sains dan pembelajaran sains. Hasil diagnosa tersebut diejawantahkan dalam kualifikasi guru sains, yaitu A, B, dan C.
b. Pedagogi Materi Subyek (PMS)
PMS dikembangkan oleh Siregar (2003), merupakan sebuah cara untuk memotret fenomena wacana yang terjadi selama proses belajar mengajar. PMS menganggap proses belajar mengajar sebagai sebuah interaksi simbiosis muatualisma antara pengajar, pembelajar,dan materi subyek dalam membangun pengetahuan yang melibatkan logika internal. Karena anggapan bahwa proses belajar mengajar adalah fenomena wacana, maka metode analisis wacana digunakan untuk menilai kualitas proses belajar mengajar di kelas.
Pada supervisi pendidikan sains, pengawas bidang studi sains dapat mengobservasi, memotret, dan merekam proses belajar mengajar sains yang dilakukan oleh seorang guru sains. Hasil observasi dianalisis sesuai metode analisis wacana PMS, sehingga dihasilkan repertoire mengajar guru sains.
PMS dapat digunakan dual fungsi yaitu sebagai alat mendiagnosa dan mengevalusi. Diagnosis dilakukan untuk mendapatkan kualifikasi guru Mahir, Madya, dan Pemula dalam pengajaran sains. Guru mahir punya kewajiban melakukan among pada guru madya, selanjutnya guru madya berkewajiban melakukan among pada guru pemula. Evaluasi dilakukan untuk melihat bagaimana peningkatkan kualitas pengajaran sains setelah proses among dilakukan.
c. CoRe (Content Representation) dan PaP-ERs (.(Pedagogical and Profesional Experience Repertoires)
CoRe PaP-ERs dikembangkan oleh Loughran et al (2006). CoRe berisi uraian konsep-konsep atau materi yang dipentingkan dalam mengajarkan suatu topic tertentu. Sedangkan PaP-eRs merupakan cara bagaimana konten tersebut disampaikan. Melalui pap-er kita dapat melihat situasi di dalam proses belajar mengajar yang akan menentukan pedagogi. Gabungan keduanya menghasilkan Resource Folio PCK untuk topic tersebut. CoRe biasanya ditulis dalam bentuk tabel arah horizontal dan vertikal. Arah horizontal berisi ide-ide atau konsep penting dalam mengajarkan topic tertentu, Arah vertical berisi pertimbangan dan pemikiran guru dalam mengajarkan topic tersebut. Biasanya meliputi
Mengapa siswa perlu mempelajari ide/konsep tsb? Mengapa penting bagi siswa? Hal-hal apa saja yang harus dijelaskan dan belum saatnya dijelaskan? Kesulitan apa yang biasanya dihadapi siswa? Bagaimana siswa memikirkan konsep tsb? Faktor lain apa yang mempengaruhi pengajaran konsep tsb? Bagaimana prosedur mengajarkannya? Bagaimana cara siswa memahami atau kebingungan mempelajari konsep tsb?
Hasil dari CoRe PaP-ERs mirip sebuah rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP), atau dapat dikatakan sebagai RPP ala PCK. Jika pada RPP biasa kurang menggambarkan pengetahuan konten, pengetahuan pedagogi, dan amalgamnya; maka pada CoRe PaP-ERs akan tergambar jelas. Bahkan pada CoRe PaP-ERs dapat menggambarkan pengalaman, keahlian, dan profesionalitas seorang guru. Hasil CoRe PaP-ERs antara guru mahir, madya, dan pemula akan berbeda, karena adanya perbedaan pengalaman dan keahlian.
CoRe PaP-ERs selain digunakan sebagai alat diagnosis, juga dapat digunakan sebagai alat pembinaan dari guru mahir ke madya dan dari madya ke pemula. Guru Mahir dapat memomong guru madya dan pemula dalam membuat CoRe PaP-ERs, sehingga kualitasnya dapat berakselerasi dengan guru mahir.
Pada Gambar 7 terlihat bahwa Core PaP-ERs merupakan instrument yang dapat digunakan oleh pengawas untuk mendiagnosis kualifikasi guru, dan dapat digunakan untuk kelompok kerja guru dalam melakukan pembinaan terhadap sesama rekan. Berdasarkan hal ini, maka sangat penting pengawas dan guru dibekali dengan pengetahuan Core PaP-ERs.
2. Kualifikasi guru
Pada supervisi pendidikan sains berbasis PCK, kualifikasi guru ditentukan oleh hasil diagnosis menggunakan instrumen PCK bukan oleh ketentuan administrasi. Walaupun penelitian-penelitian pada PCK menunjukkan, kemampuan PCK guru seiring dengan pengalaman mengajarnya dan linieritas bidang ilmu yang diajarkannya dengan latar belakang pendidikannya, tetapi bukan mustahil berbagai pelatihan dan kompentensi personal mempengaruhi, sehingga guru yang masih berstatus madya mempunyai kemampuan PCK setara guru yang berstatus
Pembina. Oleh karena itu, pada supervise pendidikan sains berbasis PCK harus senantiasa didahului diagnosis, baru menentukan kualifikasi apakah tergolong A= guru mahir, B=guru madya, dan C=guru pemula
3. Sistim among
Sistem among digunakan sebagai wadah pemberdayaan guru mahir untuk membina guru madya dan pemula. Pemberdayaan diarahkan pada among pembuatan rancangan pembelajaran ala PCK, yaitu CoRe PaP-ERs. Seorang guru mahir tidak akan kesulitan menentukan komponen baik pada CoRe maupun pada PaP-ERs, tetapi guru pemula boleh jadi akan kesulitan, sementara itu guru madya kontruksinya masih belum baik. Pemberdayaan ini dilakukan dalam bentuk learning community, lesson studi dapat dipadukan pada supervisi ini, karena lesson studi memiliki keunggulan dari sisi komunitas, kolegalitas, dan kontinuitas. Learning community antar guru mahir pada guru madya dan pemula, merupakan upaya peningkatan bahkan akselerasi kualifikasi guru sains.
4. Pengawas bidang studi, kepala sekolah, dan Learning Community
Model supervisi pendidikan sains berbasis PCK, mengharuskan keterlibatan pengawas bidang studi sains. Mengapa harus pengawas bidang studi sains? Karena PCK tidak hanya berkaitan dengan pedagogi saja, tetapi berkaitan dengan konten sains itu sendiri dan bagaimana amalgam antara konten dan pedagogi. Jadi hanya mereka yang berlatar belakang pendidikan sains yang mengetahui PCK, dan hanya mereka yang berlatar belakang pendidikan sains yang mampu menilai hasil PCK para guru. Pengawas menggunakan ketiga instrument supervisi (peta konsep, PMS, CoRe PaP-ERs) untuk menentukan kualifikasi guru sains (A/B/C). Berdasarkan hasil kualifikasi pengawas memberi rekomendasi kepada kepala sekolah tentang pemberdayaan guru mahir untuk membina guru madya dan pemula dalam sebuah learning community (misal lesson studi).
Peranan kepala sekolah pada model ini adalah sebagai pemantau dan penggerak agar learning community antar guru sains dalam satu sekolah berjalan dengan baik. Selain itu mengupayakan reinforcement agar guru mendapatkan penghargaan sesuai dengan kualifikasinya.
Komunitas belajar pada guru sains (Learning Community of Science Teacher) di sebuah sekolah merupakan jantung dari keberlanjutan supervisi model ini. Unsur komunitas, kolegalitas, dan kontinuitas harus terus dipelihara, lesson studi adalah praktek terbaik yang dapat dimanfaatkan pada model ini.
E. Hubungan antar Komponen
Hubungan antar komponen dalam model supervisi pendidikan sains berbasis PCK lebih jelas terlihat pada Gambar 8. Pada gambar terlihat hubungan sinergis dan berkelanjutan antara pengawas antar komponen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sains di tingkat satuan pendidikan. Pengawas menggunakan instrumen yang ada untuk menentukan kualifikasi guru. Hasil kualifikasi guru disosialisasikan kepada kepala sekolah oleh pengawas. Kemudian kepala sekolah memberdayakan system among melalui komunitas belajar di sekolah. Guru mahir (A)
menjadi among bagi guru madya (B) dan pemula (C) dalam meninggkatkan kualitas proses belajar mengajar baik dalam perancanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran Sains. Komunitas belajar para guru sains akan diamati dan diteliti untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sains.
Gambar 8. Hubungan antar Komponen dalam Model Supervisi Pendidikan Sains Berbasis PCK
F. Strategi Implementasi
Implementasi model supervisi pendidikan sains berbasis PCK memerlukan beberapa kondisi yaitu;
Pemahaman pengawas terhadap instrumen yang akan digunakan yaitu peta konsep, PMS, dan CoRe PaP-ERs
Pemahaman guru tentang CoRe PaP-ERs sebagai model baru dalam mengembangkan RPP ala PCK
Komitmen kepala sekolah dalam menghargai hasil kualifikasi dan menggerakkan kontinuitas penyelenggaraan learning community
Komitmen pengawas bidang studi sains untuk melakukan pengamatan dan penelitian secara kontinu untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran IPA
Kondisi tersebut dapat diciptakan dengan melakukan strategi berikut:
Pembekalan PCK kepada para pengawas bidang studi IPA yang bisa dilakukan dengan cara pelatihan bekerjasama dengan Profesional Pendidikan IPA/Doktor IPA, P4TK IPA, LPMP, atau bekerjasama dengan dinas pendidikan setempat.
Pembekalan PCK (penggunaan instrument CoRe PaP-ERs) bagi para guru dapat dilakukan oleh para pengawas.
Reinforcement bagi guru sains yang berkomitmen tinggi dalam system among oleh kepala sekolah
Reinforcement bagi kepala sekolah yang mampu menggerakkan learning community oleh pengawas
Reinforcement bagi pengawas bidang studi yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran bidang studi di wilayahnya oleh kepala dinas, P4TK, LPMP, atau PT.
Secara garis besar strategi implementasi model supervisi berbasis PCK dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Strategi Implementasi Supervisi Pendidikan Sains Berbasis PCK
G. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan implementasi model supervisi pendidikan sains bebasis PCK terlihat dari kepatuhan profesional guru sains dan mutu hasil pembelajaran sains. Kepatuhan professional guru sains terlihat dari kualitas PCK yang dihasilkan, yang bisa diobervasi, diamati, dan dinilai dalam RPP maupun implementasi pembelajaran sains. Selain itu, cara yang efektif dapat dilihat dari kuantitas guru dengan kualifikasi A. Makin banyak guru yang mampu meningkatkan kualifikasinya menjadi guru mahir (kualifikasi A), maka kepatuhan professional guru semakin baik.
Perbaikan kualitas guru sains dan meningkatnya kuantitas guru sains berkualifikasi A, sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu hasil belajar sains. Sebagaimana dikemukakan oleh Djam’an Satori ‘core business’ dari pendidikan sains adalah mutu hasil belajar sains itu sendiri. Supervisi pendidikan sains pun bersifat ‘student driven’ yaitu kepentingan utamanya adalah layanan pembelajaran peserta didik, sehingga dicapai hasil belajar yang bermutu.
H. Evaluasi
Evaluasi implementasi terhadap model supervisi pendidikan sains berbasis PCK dilakukan dengan cara:
Obervasi terstruktur untuk melihat implementasi model oleh pengawas, mengamati keberlangsungan dan keberlanjutan learning community oleh para guru sains, dan memonitoring komitmen reinforcement oleh pengawas terhadap kepala sekolah, kepala sekolah terhadap guru, dan oleh dinas pendidikan/LPMP/P4TK/Profesional pendidikan IPA terhadap para pengawas.
Pemantauan terhadap keluhan masyarakat dan stakeholders sebagai pelanggan dan pengguna jasa pendidikan. Pelanggan dan pengguna jasa mempunyai hak ‘komplain’ (hak bertanya/minta pertanggungjawaban terhadap penurunan mutu). Stakeholders dan masyarakat sebagai pelanggan dan pengguna jasa sekolah, berhak mendapatkan mutu layanan dan mutu keluaran yang baik dari sekolah. Mutu layanan dan keluaran ini menjadi jaminan kepuasan dari lembaga sekolah kepada pelanggan dan pengguna jasanya. Pelanggan dan pengguna dapat menggunakan hak ‘komplain’ jika terdapat penurunan mutu, dengan cara mengkritisi keterlaksanaan penjaminan mutu (quality assurance). Supervisi pendidikan sains berbasis PCK sebagai salah satu quality assurance, dapat dikritisi jika mutu pembelajaran sains mengalami penurunan.
Pencapaian indikator keberhasilan baik dari sisi kepatuhan professional guru sains maupun dari mutu hasil belajar sains. Indikator keberhasilan kepatuhan professional dan mutu hasil belajar sains sebagai bagian dari quality control. Melalui control mutu ini dapat terdeteksi ada atau tidaknya hal yang belum sesuai indikator.
Berdasarkan paparan di atas, tampak bahwa evaluasi dilakukan secara struktur dengan melibatkan pihak pengguna jasa (user) dan pelanggan (costumer), sehingga sekolah khususnya penyelanggara pendidikan sains berkeinginan untuk terus melanggengkan model supervisi ini, dan terjadilah peningkatan mutu berkelanjutan. Gambaran evaluasi pada model supervisi pendidikan sains berbasis PCK dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Evaluasi Model Supervisi Pendidikan Sains Berbasis PCK
Catatan:
Diperkenankan mengutif asal menyebutkan sumbernya: Herlanti, Y. 2011. Model Supervisi Pendidikan Sains Berbasis Pedagocal Content Knowledge. Bogor: Tabloid Aksara Edisi 42-45
B. Supervisi Kepala Sekolah
1. Pengertian Supervisi
Dalam kamus Dictionary of Education (Good, 1973) istilah supervisi pendidikan adalah upaya
memimpin guru dan pctugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, teimasuk menstimulir, seleksi,
pertumbuhan jabatan dan pengembangan guru-guru; dan memperbaiki tujuan-tujuan pendidikan,
bahan-bahan pengajaran, metode dan evaluasi pengajaran.
Istilah supervisi merupakan hasil penterjemahan dari kata Supervision mempunyai akar kata
super berarti greater or more than usual, sedangkan vision berarti ability to see. Dengan demikian
supervisi diartikan sebagai kemampuan untuk melihat yang lebih dari biasanya (Procteh'1983). Supervisi
juga berasal dari bahasa latin supervideo yang berarti oversee atau mengawasi (Oliva, 1984). Secara
terminalogi, Wiles (1967) mendefisikan supervisi dengan aktivitas pelayanan yang dilakukan uniuk
membanlu guru dalam melaksanakan pekerjaan agar memperoleh hasil yang lebih baik. Pada bagian lain
Wiles juga menyatakan bahwa supervisi merupakan bantuan yang diberikan kepada guru untuk
meningkatkan kegiatan belajar mengajar agar memperoleh hasil yang lebih baik. Neagley dan Evans
(1980) mendefinisikan supervisi dengan bantuan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran, pendidikan, dan kurikulum.
Glickman (1981) mendefinisikan supervisi pengajaran sebagai upaya yang dilakukan untuk
membantu guru agar mau terus belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. Lebih lanjut
Glickman mcnjelaskan bahwa bentuk-bentiik bantuan yang diberikan tersebut disesuaikan dengan tinggi
rendahnya komitmen dan kemampuan berfikir abstrak guru. Sehinggga Harris (dalam Oliva, 1984)
merujuk supervisi sebagai aktifitas yang secara langsung dapat mempengaruhi kegiatan belajar
mengajar.
Mantja (2002) mendefinisikan supervisi dengan semua usaha yang dilakukan untuk membantu
atau melayani guru agar dapat mengembangkan, memperbaiki, dan bahkan meningkatkan pengajaran,
serta dapat menyediakan kondisi belajar yang efektif dan efisien demi pcrtumbuhan jabatannya untuk
mencapai tujuan pendidikan dan meningkatkan mutu pebdidikan. I.ebih lanjut ditegaskan bahwa
dengan demikian pertanggung jawaban supervisi pembelajaran ilu mencakup bcrbagji aspek yang
berkaitan dengan kurikulum, dan pembelajaran (Oliva, 1984).
Berdasarkan istilah supervisi pengajaran di atas, pertama, supervisi merupakan seluruh usaha
yang dirancang oleh petugas sekolah kearah penyediaan kepemimpinan bagi guru-guru dan pekerja
sekolah lainnya, kedua, supervisi mempunyai sasaran pada usaha perbaikan, pertumbuhan jabatan,
mengembangkan guru-guru, serta revisi tujuan pcndidikan dan bahan pengajaran. Melalui penegasan
yang dikemukakan oleh Neagly dan Evans (1980) yang menyebut supervisi sebagai rangkaian kegiatan
pembinaan (bukan kegiatan administratil) yang dilakukan oleh supervisor, dapat menuntun kita untuk
menentukan kesimpulan, bahwa prestasi itu ditujukan untuk memperbaiki pengajaran guru demi
tercapainya prestasi belajar siswa secara optimal. Sementara itu Alfonso dan Firth (1981)
mengemukakan bahwa perilaku supervisi yang dirancang oleh organisasi secara langsung
mempengaruhi perilaku dalam memfasilitasi belajar siswa guna mencapai tujuan organisasi.
Bertitik tolak dari pengertian supervisi diatas, maka terdapat tiga unsusr penting yang secara
implisist terkandung dalam supervisi pendidikan yaitu: (1) unsur proses pengarahan, bimbingan dan
bantuan supervisor kepada guru, (2) unsur guru dan personalia sekolah lainnya sebagai pihak yang harus
dibimbing dan ditolong demi peningkatan kapasitasnya, (3) unsur proses belajar mengajar sebagai obyek
yang harus diperbaiki demi tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran.
Menurut Sergiovanni dan Starrat (1982) mengemukakan pengertian dalam batasan yang lebih
luas supervisi pendidikan mencakup semua fungsi dan masalah relevansinya dengan peningkutan
prestasi kerja di lembaga kependidikan, khususnya di sekolah. Lebih jauh lagi bahwa pandangan,
keterampilan, dan dedikasi mereka bertanggung jawab dalam menilai dan membantu para guru agar
dapat bekerja secara efektif dengan murid-murid di bawah tanggung jawabnya, kesemuanya
menentukan kualitas program sekolah. la juga mengemukakan sebagai aktivitas yang dilakukan personil
sekolah yang ada hubungannya dengan orang dewasa dan benda-benda untuk memelihara atau
mengubah cara kerja sekolah yang berpengaruh langsung terhadap proses pembelajaran, dan digunakan
untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Supervisi sesungguhnya sangat berkaitan dengan aspek
pengajaran, tetapi tidak berorientasi langsung pada siswa (not highly people oriented). Supervisi
merupakan salah satu fungsi pokok sekolah, bukan tugas atau pekerjaan spesifik, dan bukan pula
sebagai perangkat teknik-teknik. Supervisi pengajaran atau akademik diarahkan untuk memelihara dan
mengembangkan proses belajar mengajar di sekolah.
Menurut Wiles (1985) supervisi pendidikan adalr.h segenap bantuan yang diberikan oleh
seseorang dalam mengembangkan situasi belajar mengajar di sekolah ke arah yang lebih baik. Supervisi
meliputi segenap aktivitas yang dirancang untuk mengembangkan pengajaran dan atau peinbelajaran
pada semua tingkatan organisasi.
Walaupun definisi di atas menekankan pada bagaimana membantu guru dalam proses balujar
menyajar, namun kenyataan kcberhasilan program pengajaran sendiri banyak tergantung pada berbagai
aspek. Pengajaran terjadi dalam situasi dimana terjadi interaksi antara guru dan murid dalam mencapai
tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Supervisi, disamping memusatkan perhatian
pada segi pengajaran, harus memperhatikan faktor lainnya terutama siswa sebagai subyek didik di
sekolah. Bahkan apabila memandang situasi belajar mengajar secara multi dimensional, akan terbukti
bahwa di dalamnya terdapat banyak variabel yang turut menentukan efisiensi dan efektivitas proses
belajar mengajar.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian supervisi pendidikan sebenarnya, adalah bantuan dalam
mengembangkan situasi belajar mengajar ke arah yang lebih baik, dengan jalan memberikan bimbingan
dan pengarahan kepada guru-guru. Secara khusus atau lebih kongkrit lagi supervisi memiliki sejumlah
tujuan, yang sekaligus merupakan tugas-tugas khusus seorang supervisor di bidang pendidikan dan
pengajaran.
2. Prinsip-Prinsip Supervisi
Hal yang prinsip yang hams dijawab yang berkaitan dengan usaha yang mewujudkan agar
supervisi benar-benar dapat merijadi syarat untuk terwujudnya peningkatan prestasi di bidang
belajar-mengajar dan prestasi di bidang peningkatan profesi. adalah bagaimana melaksanakan
kegiatan ilu agar dapat mencapai hasil yang optimal. Sahertian dan Mataheru (1981) menyarankan agar
seseorang yang berfungsi sebagai supervisor dalam melaksanakan tugasnya harus bertumpu pada
prinsip-prinsisp supervisi pendidikan yang dimaksud adalah; (1) ilmiah yang meliputi sistimatis, obycktif,
dan menggunakan alat (instrumen). Yang dimaksud dengan sistimatis adalah dilakakan secara teratur,
berencana dan kontinju. Yang dimaksud dengan obyektif adalah data yang diperoleh berdasarkan pada
observasi nyata, hukan dari tafsiran pribadi. Yang dimaksud menggunakan alat adalah pengguna alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dapat memberi informasi unipan balik untuk
mengadakan penilaian terhadap proses belajar-mengajar, (2) demokratis, yaitu menjunjung tinggi azas
musayawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat, dan sanggup menerima pendapat orang lain, (3)
kooperatif, artinya seluruh personalia sekolah dapat bekerja bersama, mengembangkan usaha bcrsama
dalam menciplakan situasi belajar mengajar yang lebih baik, (4) komtruktif dan kreatif, maksudnya
membina inisiatif guru dalam mendorong untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang merasa
aman dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Brueckner dalam Sergiovani dan Starrat (1982) menyebutkan bahwa prinsip-prinsip supervisi
adalah: (1) sensitif terhadap upaya yang dilakukan dalam pencapaian tujuan, (2) rescpect atau memiliki
kepedalian yang tinggi terhadap perbedaaan individu dari orang yang disupcrvisi, (3) menggusahakan
terjadinya pertumbuhan dengan tetap mcmpcrhatikan kerjasama dengan menghindari pertentangan, (4)
dapat merangsang tumbuhnya inisiatif dan tanggung jawab yang tinggi terhadap pihak yang disupervisi,
(5) ilmiah dan memakai prosudur yang tepat, (6) menciplakan peluang atau kesempatan yang seluas-
luasnya bagi tumbuh ide-ide atau gagasan yang orsinil, dan (7) memberi peluang untuk dilakukannya
evaluasi hasil.
Glickman, (1981) menguraikan bahwa prinsip-prinsip positif yang dimaksud adalah: (1) supervisi
pendidikan harus dilaksanakan secara demokrasi dan kooperatif, (2) supervisi harus kreatif dan
konstruktif, (3) supervisi harus ilmiah (scientific), (4) supervisi harus membenkan rasa nyaman kepada
guru, (5) supervisi harus berdasar pada kenyataan, (6) supervisi harus memberikan kesempatan kepada
supervisor dan guru-guru untuk mengadakan "self evaluation". Sedangkan yang termasuk prinsip-
prin^ip negatif adalah: (1) supervior yang bersifat otoriter, (2) supervisor yang mencari-cari kesalahan
guru, (3) supervisor yang menganggap dirinya lebih tinggi dari guru-guru, karena jahatannya, (4)
supervisor sebagai seorang inspcktur, (5) supervisor selalu memperlihatkan hai-hal yang kecil dalam cara
guru mengajar, (6) supervisor cepat merasa kecewa bila guru mengalami kegagalan.
Nurtain (1989) menguraikan prinsip-prinsip supervisi yang harus dihasilkan oleh supervisor
adalah: (1) orang harus memahami dengan jelas pekerjaannya, (2) orang harus mempunyai pedoman
dalam menjalankan pekerjaannya, (3) pekerjaan yang jelek diberi kritik yang membangun (4) orang
hendaknya memperoleh kesempatan untuk memperlihatkan bahwa mereka mainpu memangku
tanggung jawab yang lebih besar, (5) orang hendaknya di dorong untuk memperbaiki dirinya, (6) orang
hendaknya bekerja di lingkungan yang sehat dan aman.
Amatembun (1975) ireinbedakan p-'msip-prinsip supervisi menjadi dua, yaitu: prinsip-prinsip
yang bersifal fundamental dan prinsip-prinsip yang bersifat praktis hendaklah: (1) progresif, (2)
dilaksanakan secara bertahap tapi dengan ketekunan, (3) supervisi hendaklah selalu memperhitungkan
kesanggupan dan sikap orang-orang yang disupervisi, bahkan juga prasangka yang dimiliki, (4) supervisi
hendaklah yang sederhana dan informal dalam pelaksanaannya, (5) supervisi hendaknya obyektif dan
sanggup mengevaluasi diri sendiri.
Dalam menunjang sifat praktis dan fundamentel di atas, maka pelaksanaan supervisi sejauh
mungkin menghindari akses dan prinsip-prisip negatif yang tidak boleh dilakukan oleh supervisor dalam
melaksanakan tugasnya, misalnya seperti supervisi tidak boleh dilaksanakan dengan mencari-cari
kelemahan guru-guru mendogmasi guru, tidak memberikan dukungan, dan sebagainya.
3. Tujuan Supervisi
Tujuan supervisi di Indonesia tidak lepas uari tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan
kehidupan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya,
yaitu manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan Nasional ini akan berimplikasi yang
luas terhadap tujuan supervisi pendidikan itu sendiri yang pada hakekatnya untuk mensukseskan
pencapaian tujuan pendidikan nasional secara komprehensif.
Glickman (1981) mengemukakan bahwa tujuan supervisi adalah untuk membantu guru belajar
bagaimana meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya, agar murid-muridnya dapat mewujudkan
tujuan belajar yang telah ditetapkan Sahertian dan Mataheru (1981) mengemukakan bahwa tujuan
supervisi adalah: (1) membantu para guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan, (2) membantu
para guru dalam rnembimbing pengalaman belajar, (3) membantu para guru dalam menggunakan
sumber-sumber pengalaman belajar, (4) membantu para guru dalam mcmenulii kebutuhan belajar
Murid, (5) membantu para guru dalam menggunrkan alat-alat dan metode mengajar, (6) membantu
para guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri, (7) membantu para
guru dalam rangka pertumbuhan pribadi jabatan, (3) membantu para guru di sekolah sehingga mereka
merasa gembira dengan tugas yang diembannya, (9) membantu para guru agar lebih mudah
mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat dimana setiap guru sebagai anggota masyarakat ia
harus pandai bergaul dengan masyarakat, dan (10) membantu para guru agar waktu dan tenaga guru
dicurahkan sepenuhnya dalam membina sekolah.
Burton dan Bruckner (seperti dikutip Sergiovanni, 1980) telah merumuskan tujuan-tujuan khusus
supervisi atau yang disebut mereka sebagai tujuan langsung supervisi (The immediate purpose of
supervision), yakni: mengembangkan "setting" belajar mengajar yang lebih baik secara kooperatif.
Tujuan tersebut mereka perinci lagi menjadi beberapa tujuan yang lebih kongkret yaitu:
1. Supervisi, dengan scgala ikhtiarnya, berusaha mencari dan mengembangkan metode belajar mengajar.
2. Supervisi, diarahkan pada penciptaan iklim psikis lingkungan belajar mengajar yang menyenangkan.
3. Supervisi mengkoordinasikan/mengintegrasikan semua usaha pendidikan dan bahan yang disediakan
secara terus menerus.
4. Supervisi akan mcngerahkan kerja sama seluruh staf di dalam memenuhi kebutuhan mereka, maupun
situasi yang dihadapi: memberikan kesempatan yang lebih luas untuk bertumbuh dalam jabatan dengan
jalan melakukan perbaikan-perbaikan dan lindakan penccgalian tcrliadap kcsuliUiu-kcsulitan pengajaran
yang muncul, serta memikul tanggung jawab yang baru.
5. Supervisi akan membantu, membangkitkan semangat, memimpin dan mengembangkan daya
kreativitas yang ada.
4. Fungsi Supervisi
Dalam mencapai tujuan-tujuan supervisi, supervisi memiliki kegiatan-kegiatan pokok yang
seianjutnya disebut dengan fungsi supervisi. Wiles (1967) mcnycbutkan bahwa ada tujuh fungsi supervisi
yaitu: (1) mengembangkan tujuan, (2) mengembang program, (3) koordinasi dan pengawasan, (4)
motivasi, (5) pemecahan masalah, (6) pengembangan profesional, dan (7) penilain keluaran pendidikan
Swearingan {dalam Sahertian & Mataheru 1981) merinci fungsi supervisi sebagai berikut: (1)
mengkoordinasikan semua usaha sekolah, (2) memperlengkapi kepemimpinan kepala sekolah, (3)
memperluas pengalaman guru, (4) menstimulir usaha-usaha yang kreatif, (5) memberikan fasilttas dan
penilaian yang terus mencrtis, (6) mcnganalisis situasi belajar-mengajar, (7) memberikan pengetahuan
dan skill kepada setiap anggota staf, (8) mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu
meningkatkan kemampuan guru mengajar.
5. Supervisor dan Kompetensinya.
Drucker (dalam Mantja 1998) mendefinisikan bahwa supervisor adalah orang yang: (1) mengatur
pekerjaan, (2) memperhatikan alat-alat kebutuhan para pekerja, (3) mengorganisasikan pekerjaan
sejenis, (4) bertanggung jawab atas kemampuan dan kegairahan kerja, dan (5) mengarahkan pekerjaan.
Pidarta (1992) supervisor yang membidangi pada keahlian bidang studi tertentu saja, walaupun kepala
sekolah bisa melakukannya.
Supervisor menurut cara kerjanya dan kebiasaannya dikelompokkan kedalatn (I) supervisor
otoriter, yaitu supervisor yang hanya menggunakan pikirannya sendiri dalam proses pembinaan guru,
dan tidak mau memberikan kesempatan kepada guru, dan tidak mau memberikan kesempatan kepada
para guru untuk mengemukakan pendapat mereka, (2) supervisor yang menghayati, yaitu supervisor
yang berusaha menghayati untuk memahami kepribadian dan suasana bati orang lain (3) supervisor
menekankan kerja kelompok, yaitu supervisor memberikan kesempatan kepada kelompok guru yang
mempunyai masalah yang sarra untuk berdiskusi untuk meneari pemceahannya, (4) supervisor yang
menghargai keunikan individu, yaitu supervisor yang mempercayai bahwa setiap guru rnemiliki keunikan
yang harus dilayani secara berbeda-beda sesuai dengan selera mereka, (5) supervisor yang berkiblat
kepada orang lain, yaitu supervisor yang hanya meniru cara lain yang telah sukscs.
Supervisor ditinjau dari orientasinya dihtigi menjadi 2 macam yaitu: supervisor yang berorientasi
pada pengembangan individu guru sebagai seorang yang profesional, yang kedua supervisor yang
berorientasi pada aturan dan kebijakan negara. Supervisor ditinjau dari tanggung jawab dan
akuntabilitasnya, ia memiliki (1) tanggung jawab kepada diri sendiri, (2) tanggung jawab kepada para
siswa, (3) tanggung jawab terhadap pola-pola sekolah, (4) tanggung jawab kepada anggota staf, dan (5)
tanggung jawab terhadap badan pendidikan di atasnya.
6. Kompunen dan Kcterampilan Supervisi Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai supervisor adalah orang yang bertanggung jawab dalam proses
perjalanan kepala sekolah. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya kepala sekolah harus dibekali
sejumlah pengetahuan dan keterampilan supervisi yang menunjang tugasnya, sehingga tugas supervisi
yang diembannya dapat berjalan efektif.
Menurut Wiles dan Rondi ada 8 bidang keterampilan khusus yang merupakan bidang
kompetensi bagi para supervisor yaitu: (1) supervisor orang mengembangkan manusia, (2) supervisor
adalah pengembang kurikulum, (3) supervisor adalah spesialis pelajaran, (4) supervisor adalah hubungan
munusia, (5) supervisor adalah pengembang staf, (6) supervisor adalah administrator, (7) supervisor
adalah pemimpin perubahan, (8) supervisor adalah penilai.
Dalam kaitan ini, Sergiovanni, (1983) mengemukakan bahwa ada tiga keterampilan supervisi
yang harus dikuasai oleh seorang supervisor, yaitu, keterampilan teknis (technical skill), keterampilan
manusia (human skill), dan keterampilan konseptual (conseptual skill), Keterampilan teknis menurut
Sergiovanni, yaitu teknik untuk melakukan tugas-tugas khusus. Misalnya menganalisa data
sehubungan dengan interaksi belajar-mengajar di kelas menerapkan hasil-hasil penelitian tentang
efekufitas pengajaran, membuat laporan evaluasi terhadap guru, dan menggunakan acuan kriieria
{criterion reference test).
Keterampilan manusia mengacu pada kemampuan supervisor untuk bckerja sama dergan orang-
orang dan para guru. Keterampilan membutuhkan pemahaman dan penerimaan diri, demikian juga
terhadap orang lain termasuk di dalam kemampuan memahami dan mampu mcmberikan
kepemimpinan kelompok, memberikan dorongan dan bantuan, membangun kepercayaan antara
masing-masing anggota kelompok, rasa kebersamaan dan aspek lain dalam hubungan antar pribadi yang
merupakan persyaratan penting bagi supervisi pengajaran yang efektif. Keterampilan konseptual adalah
keterampilan yang mengacu pada kemampuan supervisor dalam memandang proses supervisi dan
evaluasi sccara menyduruh (Holisticolly), termasuk di dalamnya kemampuan menghubungkan strategi
evaluasi dan pengajaran, strategi dan rancangan kurikulum, strategi evaluasi dan aspirasi
pengembangan staf sekolah. Pemahaman terhadap asumsi-asumsi dibalik suatu pendekatan evaluasi
tujuan, serta metode-metode diterapkan untuk melihat pendekatan mana yang cocok dan mana yang
kurang cocok.
Glickman (1981) yang dikutip oleh Alfonso (1981) dan Burhanuddin (1995) menunjukkan suatu
kerangka kerja konseptual yang diidentifikasikan sebagai kelerampilan-keterampilan supervisi yung
sangal penting bagi supervisor dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Keterampilan-keterampilan
supervisi tersebut adalah: (1) keterampilan tcknis (technical skill). (2) keterampilan manusia (human
skill) (3; keterampilan manajerial (Managerial skill). Ketiga keterampilan tersebut masing-masing
memberikan kontribusi sebesar: 50 %, 30 %, dan 20 %.
Maksud keterampilan teknis adalah keterampilan untuk menggunakan metode-metode dan
teknik-teknik supervisi. Keterampilan teknis dibutuhkan oleh supervisor dalam kaitan dcngan
pelaksanaan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan fungsi supervisor secara umum. Keterampilan teknis
meliputi: (1) menetapkan kriteria untuk menyeleksi sumber-sumber pengajaran, (2) mendayagunakan
sistem kunjungan atau observasi kelas, (3) mendayagunakan rapat supervisi pengajaran, (4) menetapkan
tujuan pcmbelajaran dengan jelas dan rinci, (5) mengaplikasikan hasil-hasil penelitian, (6)
mengembangkan langkah-langkah evaluasi, (7) mendemonstrasikan kepada guru keterampilan-
keterampilan mengajar yang ideal. Maksud keterampilan manusia adalah keterampilan untuk
melakukan kerja sama dengan guru dan staf sekolah lainnya dalam rangka melaksanakan tugas dan
pekerjaannya secara efektif. Yang termasuk kalegori keterampilan manusia ini adalah: (1) merespon
perbedaan individu guru, (2) mengenali kekuatan dan kelemahan guru, (3) mengklasifikasikan nilai-nilai,
(4) menspesifikasikan persepsi, (5) membuat komitmen tentang tujuan, (6) mengadakan diskusi-diskusi
kelompok, (7) mendengarkan, (8) melaksanakan pertemuan rutin untuk metakukan berbagai evaluasi
dan perbaikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan keterampilan manajerial adalah keterampilan dalam
pembuatan keputusan pembinaan dalam hubungannya dengan elemen-flemen institusi dimana
seseorang supervisor bekerja. Jadi keterampilan manajerial dalam ruang lingkup ini adalah; (1)
mengidentifikasi karakteristik masyarakat, (2) melakukan asesmen tcrhadap kebutulian guru, (3)
menerapkan prioritas pengajaran, (4) menganalisa lingkungan pendidikan, (5) memanfaatkan sistem
perencanaan pendidikan, (6) memonitor dan mengontrol kegiatan guru, (7) pendelegasian tanggung
jawab, (8) mengelola waktu, (9) mengalokasikan sumber-sumber pengajaran, (10) mengurangi adanya
ketegangan terjadi, (11) mendomenstrasik&n kegiatan organisasi pengajaran.
7. Intensitas Pembinaan
Yang dimaksud dengan intensitas pembinaan dalam penelitian ini adalah derajat kepositifan
atau kenegatifan keyakinan, kesukaan dan kecenderungan bcrtindak para kepala sekoiah dalam
melaksanakan pembinaan terhadap kemampuan profesional guru sesuai dengan kewajiban dan
peranannya sebagai supervisor pengajaran,
Indikator kecenderungan ke arah positif, apabila kepala sekoiah dalam melaksanakan tugasnya
bcrtindak sesuai dengan kewajiban dan perannya sebagai supervisor, dengan menerapkan mekanisme
kerja dengan intensitas program pembinaan. Dalam hubungan dengan intensitas program pembinaan
kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya bertindak sesuai dengan kewajiban dan perannya sebagai
supervisor dalam menerapkan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dalam program pembinaan
kepala sekoiah yang dapat dikatakan baik.
Agar intensitas pembinaan profesional guru dapat terprogram dan terlaksana dengan baik perlu
dilandasi dengan: (1) kepercayaan bahwa guru-guru itu memiliki potensi untuk mengembangkan dirinya
sendiri, (2) hubungan antara kepala sekoiah dengan guru hendaknya didasarkan asas hubungan kerabat
kerja, (3) pandangan yang obyektif yang mengandung arti bahwa setiap keadaan yang berhubungan
dengan proses belajar-mengajar harus diterima apa adanya, dan (4) pelayanan profesional haruslah
dilandasi atas dasar hubungan manusia yang sehat, karena sebagai manusia, guru tidak lepas dari
kekirangan dan kesalahan.
Diuraikan di bagian lain bahwa program pcmbinaan supervisi oleh para kepala sekolah tersebut,
nendaklah bercirikan: (1) dikembangkan berdasarkan kebutuhan sesungguhnya dari para guru, (2)
tujuannya sesuai dengan pada umumnya dan khusunya usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan, (3)
sasaran yang akan dicapai jelas, (4) program tersebut realistis tidak terlalu muluk, (5) proses bersifat
luwes dalam arti dapat diselesaikan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan.
Marks (l(179) menyatakan bahwa dalam mclaksanakan pembinaan (crhadap guru-guru
dibtituhkan langkah-langkah yang tepat agar intensitas dan efektiftas pembinaan dan tercapai, yaitu
dengan; (1) menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis dapat tercapai, (2) analisa kebutuhan, (3)
pengembangan strategi dan media, (4) penilaian kerja yang telah diletapkan dalam program pembinaan,
maka hubungan dengan intensitas program pembinaan kepala sekolah itu dapat dikatakan baik.
8. Teknik-Teknik Supervisi
Pengimplementasian konsep supervisi pengajaran memerlukan adanya kepemimpinan
pendidikan yang cukup baik. Untuk itu kepala sekolah sebagai supervisor perlu dibekali dan lengkap
secara personal maupun profesional yaitu berupa keterampilan supervisi yang memadai dan
pengetahuan yang sesuai dengan kehebatannya. Seorang supervisor hendaknya memiliki ciri-ciri pribadi
sebagai guru yang baik, memiliki pembawaan kecerdasan yang tinggi, pandangan yang luas mengenai
proses pendidikan dalam masyarakat, kepribadian yang menyenangkan dan kecakapan melaksanakan
human relation yang baik, dia haruslah orang yang cinta pada anak-anak dan menaruh minal terhadap
mereka dan inasalah-masalah bclajar mcrcka, kecakapan dalam menggunakan proses kelompok adalah
sangat vital dan dia harus merniliki kecakapan dan keteguhan hati untuk mcngambil tindakan cepat
terhadap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya untuk segera diperbaiki.
Untuk meningkatkan profesional tenaga kependidikan (guru), kepala sekolah sebagai supervisor
dapal dilakukan dengan; (1) diskusi kelompok, (2) kunjungan kelas, (3) pembicaraan individual, dan (4)
simulasi pembelajaran (Mulyasa, 2004).
a. Diskusi kelompok
Merupakan suatu ksgiatan yang diiakukan bersama-sama guru yang bisa juga melibatkan tenaga
administrasi, untuk memceahkan bcrbagai pcrsoalan di sekolah, dalam mencapai sualu keputusan.
Masalah yang bisa diselesaikan dalam diskusi kelompok antara lain peningkatan kemampuan tenaga
kependidikan dan masalah-masalah hasil temuan kepala sekolah pada kegiatan observasi di dalam dan
di luar kelas. Diskusi ini bisa juga dilaksanakan setelah rapat.
b. Kunjungan kelas
Merupakan salah satu teknik untuk mengamati pembelajaran secara langsung dan merupakan teknik
yang sangat bermamfaat untuk mendapatkan informasi secara langsung tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas pokok mengajar. Berdasarkan hasil
kunjungan kelas kepala sekolah bersama guru bisa mendiskusikan berbagai masalah yang ditemukan
mencari jalan keluar atas permasalahan yang ditemukan dalam menyusun dalam program pemecahan
untuk masa yang akan datang, baik yang menyangkut prof'esionalisme guru maupun yang menyangkut
pembelajran , pelaksanaan kunjungan kelas .
c. Pembicaraan individual
Merupakan teknik bimbingan dan konseling yang dapat digunakan oleh kepala sekolah kepada guru,
baik yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran maupun masalah yang menyangkut profesionalisme
guru.
d. Simulasi pembelajaran
Merupakan suatu teknik supervisi berbentuk demonstrasi pembelajaran yang dilakukan oleh kepala
sekolah, sehingga guru dapat menganalisa penampilan diamatinya sebagai instropeksi diri.
Sedangkan Oliva (1984); Glikman (1981); Neagley & Evan (1980); Robbin & Hollenback dalam
Mantja (2001) menyatakan bahvva supervisi adalah kegiatan yang terdiri dari;
1. Bantuan atau layanan dalam meningkatkan pengajaran
Bantuan atau layanan dalam meningkatkan pengajaran ini terdiri dari kegiatan dalam mereneannkan
pembelajaran, pelaksnnaan pcmbelajaran, pelaksanaan evaluasi pembelajaran dan menganalisis hasil
evaluasi
2. Mengembangkan Kurikulum
Kegiatan pengembangan kurikulum terdiri dari kegiatan dalam merencanakan kurikulum,
mengimpieinentasikan kurikulum, dan mengevaluasi kurikulum.
3. Mengembangkan Staf
Kegiatan pengembangan staf terdiri dari peningkatan profesionalisme guru dan staf, bimbingan karier,
menciptakan kerjasama antar guru dan staf, memberikan motivasi
4. Evaluasi
Menilai kinerja guru dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya untuk meningkatkan
mutu pcndidikan dan merefleksikan hasil penilaian untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk selanjutnya kegiatan-kegiatan tesebut dipilih 5 (lima) kegiatan scbagai sub variabel dan
indikator yaitu; (1) diskusi kelompok, (2) kunjungan kelas, (3) pembicaraan individual, dan (4) simulasi
pembelajaran (Mulyasa, 2004), dan (5) Evaluasi (Oliva H984); Glikman (1981); Neagley & Evan (1980);
Robbin & Hollenback dalam Mantja (2001), sedangkan indikator-indikator dapat dijabarkan menjadi
kuesioner.
Alasan mengapa peneliti menggunakan gabungan dari berbagai teori antara lain dari Mulyasa
(2004); Oliva (1984); Glikman (1981); Neagley & Evan (1980); Robbin & Hollenback dalam Mantja (2001)
karena kelima kegiatan tersebut mudah dilaksanakan oleh kepala sckolah secara individu sebagai kepala
sekolah. Selain itu teori tentang supervisi yang ada terus berkembang dan dalam teori tersebut saling
melengkapi sehingga scsuai dcngan perkembangan yang ada. Sedangkan sub variabel Bantuan atau
layanan dalam meningkatkan pengajaran; Mengembangkan Kurikulum, dan Mengembangkan Staf,
kepala sekolah masih perlu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaannya sehingga
membutuhkan waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Alfonso, R.J, Gerald, F.R. & Fifth, 1981. Instructional Supervision: A Behavioral System, Boston, Allyn and Bacon.
Glickman, C.D. 1981. Developmental Supervision Alternatif Practices for Helping Teacher Improve Instruction.
Alexandria. Virginia: ASCD
Good, Carter V. 1973. Dictionary of Education. McGraw-Hill: New York: Book Company.
Harris, P.R. 1998. The New Work Culture. Amherst: HRD Press.
Mantja, W. 2002. Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran. Malang
Marks. Sir J.R, Stoops, Emery dan Stoops. Jocce King. 1979. Handbook of Educational Supervision, A Guide to
Practitioner, 2nded.Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Mulyasa, E. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Neagley, R.L, Evans, N.D. 1980. Handbook for Effective Supervision of Instruction. Englewood Cliffs. NJ: Prentice
Hall. Inc
Nurtain, H. 1989. Supervisi Pengajaran (Teori dan Praktek). Depdikbud. Ditjen Dikti, P2LPTK, Jakarta.
Oliva, P.F. 1984. Supervision for Better School. London: Longman.
Sahertian, P.A, dan Mataheru, F. 1981. Prinsip dan Teknis Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sergiovanni. T.J, and Starrat, F.D. 1980. The School Executive: A Theory of Administration. (2nded). New York:
Harper and Row. Publishers.
Sergiovanni. T.J. Robert J. Starrat, 1983. Supervision Human Perpectives. New York: McGraw-Hill Book Company
Wiles, K. 1967. Supervison for Better School. New Jersey: Englewood Clifs.
Diposkan 19th November 2012 oleh MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
manajemen pendidikan islam
Nov
19
KINERJA GURU
A. Kinerja Guru
1. Konsep Kinerja
Teori yang mendasari kajian kinerja guru adalah expectancy theory dari Vroom (1973). Teori ini mengemukakan bahwa "performance = f (ability x motivation)". Menurut teori ini kinerja seseorang mempakan fungsi perkalian antara kemampuan dan motivasi.
SUPERVISI KEPALA SEKOLAH
B. Supervisi Kepala Sekolah
1.
PERILAKU KEPEMIMPINAN
A.
INQUIRY/ INKUIRI
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris yaitu inquiry, yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek pertanyaan.
KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN IMPLEMENTASINYA DI DUNIA PENDIDIKAN
A. Kepemimpinan.
1. Konsep Dasar Kepemimpinan
Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya dan upaya bersama untuk menggerakkan semua sumber dan alat (resources) yang tersedia dalam suatu organisasi.
Pengertian,Fungsi ilmu Manajemen,Perkembangan Manajemen Pendidikan, Perkembangan Ilmu Manajemen dan aplikasinya di dunia pendidikan Indonesia.
A. Pengertian
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.
KONSEP PEMBELAJARAN ORGANISASI DALAM PESANTREN
Organisasi pesantren memang penting dalam rangka mengantarkan kemajuan organisasi. Pesantren berperan membantu dalam rangka pembelajaran perilaku organisasi berkaitan dengan memotifasi kreatifitas.
METODE/ MODEL ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN
MODEL-MODEL MENGAJAR SEBAGAI ALTERNATIF
Manakala dipertanyakan dan dibandingkan sejumlah model mengajar, sebaiknya tidak dipilih atau ditanyakan mana model yang terbaik.
organisasi
Soal motivasi ini telah lama menarik perhatian sarjana-sarjana psikologi. Hal ini karena tiap tindakan yang kita tampilkan berhubungan dengan motivasi. Ahli-ahli psikologi lebih-lebih psikologi pendidikan berusaha menyelidiki motivasi untuk diterapkan dalam bidang pendidikan.
BELAJAR
Higard mengatakan bahwa learning is the process by which an activity originates or is changed through responding to a situation, provided the changes can not be attributed to growth or the temporary state of the organism as in fatique or order drugs.
METODE MENDIDIK DAN MENGAJAR
Sering ditafsirkan usaha pendidikan sebagai bimbingan kepada anak-anak untuk mencapai kedewasaan, yang kelaknya anak itu mampu berdiri sendiri dan mengejar cita-cita. Pendapat ini dipelopori Prof. Dr. M. J. Langeveld sebagai anak dari jamannya dan lingkungannya.
PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Untuk mengawali tulisan ini,[1] penulis mengutip beberapa pertanyaan Yang pernah dilontarkan oleh Sindhunata beberapa waktu yang lalu seputar pendidikan kita hari ini, tentunya sebagai sebuah refleksi untuk pengembangan dan pembaruan pendidikan di masa depan.
KURIKULUM SEBELUM DAN SESUDAH BERDIRINYA SEKOLAH/ MADRASAH
Pendidikan Islam yang dilakukan pada masa nabi di Makkah merupakan prototype yang bertujuan untuk membina pribadi Muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubalig dan pendidik yang baik.[1] Setelah hijrah, pendidikan Islam mengalami perkembangan dan pend
PENDEKATAN KEPEMIMPINAN BERDASARKAN TEORI SITUASIONAL
Kepemimpinan merupakan faktor penting yang paling menentukan berjalan atau tidaknya suatu organisasi atau lembaga. Karenanya kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi gagal atau tidaknya sebuah lembaga[1].
PERAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
IMPLIKASI FILSAFAT TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian yang luas, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri.
PERAN PEMIMPIN DALAM MENGENDALIKAN KONFLIK
Pemimpin adalah pemegang keberhasilan sebuah lembaga yang dipimpinnya. Baik buruknya, maju mundurnya lembaga tersebut tergantung bagaimana seorang pemimpin mampu mengupayakan dan berperan sebagai seorang figur yang diteladani dan dihormati.
Apr
7
BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH YANG EFEKTIF
Dalam menyikapi beratnya tantangan bangsa Indonesia kedepan dan persaingan dengan bangsa lainya, pendidikan menempati posisi yang strategis untuk mendapatkan perhatian yang sangat serius, dimana dalam pendidikan terdapat proses untuk mengintegrasikan individu yang sedang mengalami pertumbuhan kedala
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM KOTEMPORER ALA KLASIK
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM KONTEMPORER ALA KLASIK
Ajaran-ajaran Islam yang mengatur tentang kenegaraan sebagaimana diyakini oleh sebagian ulama2) hanya bersifat garis besar. Oleh karenanya terjadi variasi dan perbedaan dalam menafsirkannya, baik pada masa klasik ataupun kontemporer.
TEORI Z W.OUCHI - INDONESIA (aplikasi manajemen karyawan)
William Ouchi, memperkenalkan teori Z pada tahun 1981 untuk mengambarkan adaptasi Amerika atas perilaku organisasi Jepang. Adapun teori Z didasarkan pada perbandingan manajemen dalam organisasi Jepang disebut tipe perusahaan Jepang dengan manajemen dalam perusahaan Amerika yang disebut tipe Amerika.