model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan (sei. pagar kampar riau
DESCRIPTION
model pengelolaan kebun kelapa sawitTRANSCRIPT
-
MODEL PENGELOLAAN KEBUN
KELAPA SAWIT PLASMA BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DI PERKEBUNAN PIR-TRANS PTPN V SEI PAGAR KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU)
I Gusti Putu Wigena
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
-
SURAT PERNYATAAN DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul:
MODEL PENGELOLAAN KEBUN KELAPA SAWIT PLASMA BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Di Perkebunan PIR-TRANS PTPN V Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau)
Merupakan hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan para komisi
pembimbing kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini
belum pernah disajikan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2009
I Gusti Putu Wigena Nrp: P062040161
-
ABSTRACT I Gusti Putu Wigena, Sustainability Management Model of Nucleus Estate Smallholder Oil Palm Plantation: A Case Studi at PIR-TRANS PTPN V Sei Pagar, Kampar District Riau Province. Under Guidance of Sudradjat (as chairman), Santun R.P Sitorus and Hermanto Siregar (as members). Goal of the experiment was to provide a sustainability of oil palm management model, which can be described as follow: (1) to analyze land suitability and productivity performance of oil palm area, (2) to analyze oil palm yield model, (3) to analyze the role and institutions linkage, (4) to create sustainability management model and its scenario strategic for implementing of the promoted model. The results showed that sustainability of Nucleus Estate Smallholder oil palm plantation for 2010-2035 period can be achieved through the promoted management model with the conditions of people growth 1.7%, land suitability S2 (moderately suitable) and weak competition capacity of competitor crop (rubber). The indicators of sustainability oil palm management model were (a) favorable physical land condition which can be shown from the lower level of land degradation about 0.03-0.08%, environmental carrying capacity also low about 0.002-0.01%, and by average, production of fresh fruit bunch was 25.83 tones/year, (b) farmers income about Rp. 45 719 916/year and society income Rp. 16 845 025/year, higher then the minimum regional wage of Riau Province, (c) Socially, education level of the farmer increased significantly which can be equalized into total income up to Rp. 55 000 000/year. Empowerment of farmer group was the best alternative in generating of sustainability oil palm management model. In accordance to the local condition, The PRITAMA scheme model has the highest probability in creating of an harmonies institutional linkage. There were 7 key variables for implementing of the promoted sustainability of oil palm management model, namely, land holding size, land status, land suitability, capital, human resources, institution and government policy. The medium scenario has the highest probability towards sustainability oil palm management model with the conditions for future are land holding size rather decrease, land status fixed, land suitability relative remain, quality of human resources moderate, working capital available, institution rather harmonies and government policy favorable for implementing of the promoted model. Key worlds: nucleus estate smallholder oil palm, sustainability, land suitability,
land degradation, environmental carrying capacity.
-
RINGKASAN
I Gusti Putu Wigena, Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan: Studi Kasus Di Perkebunan PIR-TRANS PTPN V Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Dibimbing oleh Sudradjat (Ketua), Santun R.P Sitorus dan Hermanto Siregar (Anggota).
Perkebunan kelapa sawit plasma merupakan perkebunan rakyat yang dalam pengembangannya diintegrasikan ke dalam pola PIR-Trans dengan melibatkan Kelompok Tani, KUD, Perusahaan Inti dan Lembaga Keuangan (Bank). Instansi Terkait dari Pemerintah Daerah sebagai pembimbing terutama aspek teknis. Adanya kelemahan sistem yang dibangun dan benturan kepentingan masing-masing stakeholders menyebabkan terganggunya mekanisme hubungan stakeholders. Lebih jauh, pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma kurang optimal, produktivitas kelapa sawit rendah dan menurun serta menurunnya kualitas lahan. Hal ini mengindikasikan diperlukannya model pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi petani.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan, yang secara rinci mempunyai tujuan spesifik yaitu: (1) menganalisis tingkat kesesuaian lahan dan produktivitas lahan kelapa sawit plasma, (2) menganalisis model produksi perkebunan kelapa sawit plasma, (3) menganalisis peranan dan keterkaitan kelembagaan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan, (4) memperoleh model alternatif pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan dan (5) memperoleh rumusan skenario strategis untuk mengimplimentasikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan. Penelitian dilakukan di areal perkebunan PIR-Trans kelapa sawit P.T Nusantara V Sei Pagar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Tingkat kesesuaian lahan diestimasi dengan metode Djaenudin, kelembagaan dengan AHP, model produksi diestimasi dengan Fungsi Produksi Nerlove, alternatif model pengelolaan dengan Sistem Dinamis dan skenario strategis dengan Analisis Prospektif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75% lahan perkebunan kelapa sawit plasma Sei Pagar dapat diklasifikasikan kedalam kelas S2-f (cukup sesuai dengan retensi unsur hara sebagai penghambat). Rata-rata produksi kelapa sawit plasma pada areal ini adalah 23,04 ton TBS/ha/tahun. Sekitar 25% lahan perkebunan kelapa sawit plasma Sei Pagar dapat diklasifikasikan kedalam kelas S2-f,n (cukup sesuai dengan retensi unsur hara dan sistem perakaran tanaman sebagai penghambat). Rata-rata produksi kelapa sawit plasma pada areal ini adalah 22,00 ton TBS/ha/tahun. Luas areal kelapa sawit plasma dipengaruhi oleh harga TBS, kebijakan pemerintah, teknologi pengelolaan dan lag luas areal tahun sebelumnya. Produktivitas kelapa sawit plasma dipengaruhi oleh harga pupuk SP-36, harga pupuk KCl dan lag produktivitas kelapa sawit tahun sebelumnya. Nilai elastisitas jangka panjang semua variabel yang mempengaruhi luas areal dan produktivitas kelapa sawit plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai elastisitas jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku petani dalam menentukan luas areal tanam memerlukan waktu yang lama dari sejak dikeluarkannya kebijakan pemerintah. Peningkatan produksi kelapa sawit plasma lebih difokuskan melalui usaha intensifikasi diikuti dengan usaha ekstensifikasi.
Analisis kelembagaan menunjukkan bahwa sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan kebijakan pemerintah sebagai faktor utama. Pada level hirarki aktor kelompok tani, pemerintah daerah dan LSM memiliki kontribusi
-
tinggi. Tujuan yang harus diutamakan pada kerangka hirarki pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma adalah meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan PAD dan pelestarian sumberdaya alam. Sesuai dengan hasil analisis tersebut, pemberdayaan petani melalui penguatan Gabungan Kelompok Tani menjadi alternatif terbaik untuk mencapai kondisi berkelanjutan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma. Alternatif pengelolaan ini juga mengindikasikan perlunya peningkatan kapabilitas petani, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah daerah sesuai dengan peranannya masing-masing seiring dengan nuansa otonomi daerah. Model PRITAMA adalah skim alternatif kelembagaan yang sesuai dengan kondisi biofisik, sosial dan ekonomi petani. Model ini berfokus pada peningkatan aksesibilitas terhadap arus informasi teknologi, pemasaran dan lembaga keuangan diimbangi dengan pengawasan yang lebih desiplin terhadap perilaku petani dan mitra dalam mengelola kebun kelapa sawit plasma.
Model pengelolaan kebun plasma kelapa sawit berkelanjutan yang dirancang memiliki kinerja yang baik terlihat dari uji validitas kinerja dengan nilai EME dan AVE masing-masing antara 0,55-1,24% dan 1,06-5,02%. Demikian juga uji sensitivitas menujukkan perubahan output model yang selalu stabil dan serupa pada perubahan input model. Model yang dibangun dapat menjaga produktivitas lahan yang dicirikan oleh rendahnya tingkat degradasi lahan sekitar 0,03-0,08%. Demikian juga laju penurunan daya dukung lingkungan tergolong sangat rendah sekitar 0,002-0,01%. Pada kondisi biofisik tersebut, estimasi rata-rata produksi kelapa sawit plasma selama 25 tahun mendatang (2010-2035) sebesar 25.83 ton TBS/ha/tahun. Secara ekonomi, pendapatan petani diestimasi rata-rata sebesar Rp. 22 859 950/ha/tahun dan pendapatan masyarakat Rp.16 845 025/tahun. Skenario strategis yang memungkinkan untuk mengimplementasikan model pengelolaan yang dibangun adalah skenario mdium dengan kondisi faktor kunci: luas lahan agak menurun, kesesuaian lahan S2,status lahan terjamin (sertifikat), pengetahuan dan keterampilan SDM cukup memadai. Kondisi ini memerlukan kebijakan pemerintah yang agak mendukung dengan mengakumulasi sebagian kepentingan petani, akses ketersediaan modal dari lembaga keuangan cukup memadai serta kelembagaan yang agak harmonis dan handal mendukung mekanisme kinerja pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan. Kata kunci: kelapa sawit plasma, berkelanjutan, kesesuaian lahan, degradasi lahan, daya dukung
lingkungan
-
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
-
MODEL PENGELOLAAN KEBUN KELAPA SAWIT PLASMA BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Di Perkebunan PIR-TRANS PTPN V Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau)
I Gusti Putu Wigena
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
-
1. Ujian Tertutup Tanggal 26 Pebruari 2009
Penguji Luar Komisi Pembimbing a. Prof. Dr. Ir. Sudirman Jahja, M.Sc
Guru Besar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
b. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor
2. Ujian Terbuka Tanggal 1 Juni 2009
Penguji Luar Komisi pembimbing a. Dr. Ir. Sumardjo Gatot Irianto
Kepala Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian
b. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto, M.S Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian
-
Judul Disertasi : Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan (Studi Kasus Di Perkebunan PIR-TRANS PTPN V Sei Pagar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau) Nama mahasiswa : I Gusti Putu Wigena NRP : P062040161 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Disetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sudradjat, M.S Ketua
Prof.Dr.Ir. Santun R.P Sitorus Prof Dr.Ir. Hermanto Siregar, MEc Anggota Anggota
Diketahui,
2. Ketua Program Studi PSL, IPB 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, IPB Prof.Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S NIP. 131 471 836 NIP. 130 891 386
Tanggal ujian: 1 Juni 2009 Tanggal lulus:
-
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas segala rachmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
disertasi ini dengan baik.
Perkebunan kelapa sawit plasma merupakan salah satu bentuk
perkebunan kelapa sawit rakyat yang masih mengalami kendala dalam
pengelolaannya sehingga berakibat pada penurunan produksi, kualitas lahan
dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini mengindikasikan diperlukannya model
pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sesuai dengan kondisi
biofisik, sosial dan ekonomi petani.
Dengan selesainya disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. Ir. Sudradjat, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penyelesaian disertasi
ini. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus dan Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto
Siregar sebagai anggota pembimbing yang turut memberikan bimbingan kepada
penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Undang Kurnia, MSc,
Bapak Dr. Ir. D. Subardja, MSc, Drs. Wahyu Wahdini, sebagai anggota Tim
Peneliti KKP3T yang berpartisipasi banyak dalam menyelesaikan disertasi ini.
Demikian juga penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rohlini, MS
sebagai ketua Tim Penelitian KKP3T Badan Litbang Pertanian yang telah
memberikan dana untuk melakukan kegiatan penelitian ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ahmad Rachman sebagai Kepala
Balai Penelitian Tanah Bogor yang telah memberi fasilitas dalam melakukan
analisis kimia. Teman-teman lainnya yang turut berpartisipasi selama
penyelesaian disertasi ini penulis ucapkan terima kasih.
Disertasi ini bukanlah merupakan tulisan yang sempurna dan tentunya
masih memiliki kelemahan dan kekurangan sehingga penulis dengan lapang
dada menerima semua kritik dan saran untuk perbaikan sistematika maupun isi
dari tulisan ini. Namun demikian, penulis juga berharap bahwa tulisan ini dapat
membantu pihak berkepentingan dalam merumuskan dan mengambil langkah
perbaikan pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma dimasa mendatang.
Bogor, Juni 2009
Penulis
-
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Tabanan, Bali pada tanggal 12 Desember 1958
sebagai anak bungsu dari 5 bersudara laki-laki pasangan dari almarhum I Gusti
Komang Geret dan Ni Gusti Ayu Kade Badung. Pendidikan sarjana Strata 1 (S1)
ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali, lulus tahun
1984. Sejak tahun 1985 penulis diterima sebagai staf peneliti Kesuburan Tanah
dan Pupuk, Pusat Penelitian Tanah Bogor. Tahun 1997 berkesempatan
menempuh pendidikan sarjana Strata 2 (S2) di Jurusan Ilmu Tanah, Institut
Pertanian Bogor, lulus tahun 2000. Tahun 2004 penulis meneruskan pendidikan
ke jenjang sarjana Strata 3 (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor.
Selama bekerja di Pusat Penelitian Tanah Bogor, penulis aktif dalam
membina transmigrasi di Kuamang Kuning, Kabupaten Muara Bungo, Provinsi
Jambi kerjasama dengan Departemen Transmigrasi sejak tahun 1985 sampai
tahun 1989. Kegiatan ini berlanjut dengan penelitian kerjasama Luar Negeri
yang berpayung dalam Asia Land and Sloping Land Networking sampai tahun
2004. Paralel dengan kegiatan tersebut, penulis terlibat aktif penelitian
kerjasama dengan lembaga penelitian Internasional seperti Phosphate
Potassium Institute (PPI) berkedudukan di Singapura, The Sulphur Institute (TSI)
berkedudukan di Amerika Serikat, Department Primary Industry (DPI)
berkedudukan di Australia dan International Water Management Institute (IWMI)
berkedudukan di Thailan. Dalam kurun waktu tersebut, penulis berhasil
menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Sistem Alley Cropping pada Lahan
Kering Masam untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan dan Tanaman
Tahunan, Perbaikan Tata Botani untuk Meningkatkan Daya Dukung (Carrying
Capacity) Padang Penggembalaan di Nusa Tenggara Barat, Aplikasi Pupuk
Anorganik dan Organik untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Padi Sawah di
Kabupaten Sukabumi, Pemupukan Slow Release Padat Majemuk pada Lahan
Kering Masam untuk Tanaman Kelapa Sawit Muda di Provinsi jambi.
Penulis menikah tahun 1989 dengan Ir. Andriati, MSi staf peneliti Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, dikaruniai 2 anak yaitu I Gusti Putu Firman
Hadi dan Ni Gusti Made Angreni Nur Hadi. Diharapkan dengan selesainya
menempuh pendidikan S3 ini penulis bisa meningkatkan kapasitas sebagai
peneliti di Balai Penelitian Tanah Bogor.
-
v
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN xii
I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian 6
1.4. Kerangka Penelitian . 6
1.5. Manfaat Penelitian 11
1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian 11
II. TINJAUAN PUSTAKA . 14
2.1. Ekologi dan Agronomi Kelapa Sawit . 14
2.2. Aspek Kelembagaan Kelapa Sawit ....................................... 18
2.3. Dampak Lingkungan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit ......................................................................... 21
2.4. Evaluasi Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Existing .... 29
2.5. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan ...... 42
III. METODE PENELITIAN ................................................................ 53
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. 53
3.2. Rancangan Penelitian ........................................................... 54
3.2.1. Jenis dan Sumber Data ............................................... 54
3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel ....................................... 54
3.2.3. Teknik Analisis Data .................................................... 57
3.2.3.1. Sifat Fisika dan Degradasi Tanah ............................ 58
3.2.3.2. Kesesuaian Lahan (Land Suitability) ........................ 62
3.2.3.3. Fungsi Produksi Nerlove .......................................... 64
3.2.3.4. Analytical Hierarchy Process (AHP) ......................... 67
3.2.3.5. Pendekatan Sistem .................................................. 71
3.2.3.6. Analisis Prospektif .................................................... 74
3.4. Definisi Operasional ............................................................... 78
-
vi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 85
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................... 85
4.2. Sifat Fisik dan Degradasi Lahan ........................................... 105
4.3. Kesesuaian Lahan ................................................................. 107
4.4. Model Fungsi Produksi Kelapa Sawit .................................... 110
4.4.1. Fungsi Luas Areal Tanam Kelapa Sawit ..................... 110
4.4.2. Fungsi Produktivitas Lahan Kelapa Sawit ................... 112
4.4.3. Respon Produksi Kelapa Sawit .................................... 115
4.5. Analisis Kelembagaan ........................................................... 118
4.6. Analisis Sistem Dinamis ........................................................ 135
4.6.1. Simulasi Model ............................................................ 135
4.6.2. Validasi Model ............................................................. 145
4.6.2.1. Uji Validitas Struktur ................................................. 145
4.6.2.2. Uji Validitas Kinerja .................................................. 148
4.6.2.3. Uji Kestabilan Model .................................................. 150
4.6.2.4. Uji Sensitivitas Model ............................................... 166
4.7. Analisis Prospektif ................................................................. 172
4.8. Sintesis Hasil Analisis ........................................................... 180
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 185
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 185
5.2. Saran ..................................................................................... 187
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 189
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... 199
-
vii
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Karakteristik Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Sistem PIR ................................................................................ 33
2. Karakteristik Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit ................ 37
3. Spesifikasi Bibit Unggul Kelapa Sawit yang Dibudidayakan Perusahaan Perkebunan .......................................................... 38
4. Nilai Tukar Faktor C pada Berbagai Kondisi Pengelolaan Tanaman ................................................................................... 61
5. Nilai Faktor P pada Berbagai Tindakan Konservasi Tanah ...... 62
6. Skala Dasar Penilaian Tingkat Kepentingan dalam AHP ......... 70
7. Pengaruh Langsung Antara Variabel dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ..................... 75
8. Variabel-Variabel Kunci dan Beberapa Keadaannya yang Mungkin Terjadi di Masa Mendatang ........................................ 77
9. Keragaan Variabel Kunci, Keadaan dan Identifikasi Ketidaksesuaian Pasangan (Incompatibility Identification) ....... 78
10 Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok Tani di PIR-Trans Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 .......................... 87
11. Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien di Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar Tahun 2006 .................................................... 93
12. Hasil Pengukuran Gas Buang Genset dan Boiler Pabrik Kelapa Sawit Di Sei Pagar Tahun 2006 ................................................ 94
13. Kualitas Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Sei Pagar yang Dibuang ke Sungai Iyek Tahun 1995 dan 1996 ....................... 95
14. Kualitas Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Sei Pagar Tahun 2005 dan 2006 ...................................................................... 96
15. Kualitas Air Sungai Iyee Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar Tahun 2005 dan 2006 ... 97
16. Kualitas Air Sumur Pantau Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar Tahun 2005 dan 2006 ............................................... 98
17. Penggunaan Lahan Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar Dan Sekitarnya, 2007 . 99
18. Jenis Tumbuhan pada Sela Barisan Kelapa Sawit Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar Tahun 1992 ........................... 100
19. Karakter Berbagai Jenis Tanah dan Penyebarannya Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar dan Sekitarnya......................... 102
20. Mata Pencaharian dan Prakiraan Pendapatan Petani Plasma Di Sei Pagar Serta Masyarakat Sekitar ..................................... 103
-
viii
21. Pendapat Masyarakat terhadap Kehadiran Perkebunan Kelapa Sawit di Sei Pagar ........................................................ 104
22. Faktor-faktor Erosi dan Besarnya Erosi Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 105
23. Sifat-Sifat Fsika Tanah Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 .. 106
24. Klasifikasi dan Karakteristik Tanah Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ........................................................... 108
25. Land Unit, Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit, Karakteristik Dan Sebarannya Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ............................................................................... 109
26. Estimasi Luas Areal Tanam Kebun Kelapa Sawit Plasma Di Sei Pagar, 2007 ............................................................................. 111
27. Estimasi Produktivitas Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 .............................................................................. 114
28. Elastisitas Luas Areal Tanam dan Produktivitas Lahan Kelapa Sawit Plasma Jangka Pendek dan Jangka Panjang Di Sei Pagar, 2007 .................................................................... 116
29. Karakteristik Kerjasama Pihak Terkait pada Skim PIR-TRANS, Revitalisasi Perkebunan dan PRITAMA ................................... 134
30. Prediksi Rata-Rata Tingkat Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Varietas LaMe Di Kebun Plasma Sei Pagar ......................................................................................... 147
31. Perbandingan Jumlah Penduduk Aktual dan Hasil Simulasi Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2003-2007 ................. 148
32. Sifat-Sifat Kimia dan Biologi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ..................... 155
33. Kadar Beberapa Unsur Hara Contoh Daun Kelapa Sawit Plasma Di Kebun Sei Pagar ..................................................... 156
34. Rata-Rata Pendapatan Petani Di kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar ........................................................................ 159
35. Nilai Pengaruh dan Ketergantungan Global Faktor-Faktor Terkait Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ..................................................... 173
36. Skenario Strategis Aplikasi Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ................................ 177
37. Rumusan Skenario Strategis Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ................... 181
-
ix
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ............................................................... 7
2. Konsep Pemupukan Rasional dalam Pengelolaan Perkebunan kelapa Sawit Berkelanjutan ........................................................ 26
3. Keterkaitan antara Petani Plasma, Perusahaan Inti dan Lembaga Pendana dalam Pola PIR .......................................... 34
4. Hubungan Interkasi antara Perusahaan Inti, Petani Plasma KUD dan Bank dalam Sistem KKPA ......................................... 35
5. Skema Pengajuan Kredit dalam Skim KKPA ............................ 36
6. Skema Pengolahan TBS dan Produk-Produknya serta Limbah yang Terbentuk ............................................................ 40
7. Lokasi Penelitian Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Sei Pagar ........................................................... 53
8. Skema Tahapan Analisis Model Pengelolaan Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ........................................ 58
9. Bahan dan Tahapan Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan (Land Suitability Map) ................................................................ 63
10. Tahapan-Tahapan dalam Penggunaan AHP ............................ 69
11. Diagram Input-Output dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ..................................................... 73
12. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan antara Variabel-Variabel Kunci dalam Pengelolaan Perkebunan kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ............................................................... 76
13. Struktur Organisasi Kebun Kelapa Sawit Plasma PTPN V Sei Pagar Kabupaten Kampar, Riau ......................................... 89
14. Alternatif Pengelolaan, Tujuan dan Kontribusi Faktor dan Aktor Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di sei Pagar ........... 119
15. Kontribusi Faktor dalam Kelembagaan Pengelolaan Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar .................... 120
16. Kontribusi Aktor dalam Kelembagaan Pengelolaan Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar .................... 123
17. Kontribusi Tujuan dalam Kelembagaan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar .................... 125
18. Alur Kelembagaan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Skim PRITAMA ................................................. 129
19. Diagram Sebab-Akibat (Causal Loop) Sub Model Biofisik Pengelolaan Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar 136
-
x
20. Diagram Alir Sub Model Biofisik Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar 138
21. Diagram Sebab-Akibat (Causal Loop) Sub Model Ekonomi Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar 139
22. Diagram Alir Sub Model Ekonomi Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar 140
23. Diagram Sebab-Akibat (Causal Loop) Sub Model Sosial Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar 141
24. Diagram Alir Sub Model Sosial Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar 142
25. Diagram Sebab-Akibat (Causal Loop) Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Sei Pagar .. 143
26. Diagram Alir Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Sei Pagar .. 144
27. Prediksi Pola Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ......... 146
28. Estimasi Perkembangan Jumlah Penduduk Aktual dan Simulasi Di Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar ................. 149
29. Prediksi Pola Produktivitas Lahan pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar . 150
30. Prediksi Kerusakan Lingkungan Karena Degradasi Lahan pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ..... 151
31. Prediksi Pola Daya Dukung Lingkungan pada Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar .. 152
32. Pendapat Petani terhadap Perubahan Kualitas Lahan yang Dimanfaatkan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Di Kebun Plasma Sei Pagar ...................................................................... 153
33. Pendapat Petani terhadap Perubahan Kualitas Air Permukaan dan Udara yang Dimanfaatkan untuk Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Di Sei Pagar .................................................................. 154
34. Prediksi Pola Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ...................................................... 157
35. Prediksi Pola Peningkatan Pendidikan Petani pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ......................................................................................... 161
36. Pendapat Petani terhadap Perubahan Status Pendidikan Petani pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ....................................................... 162
-
xi
37. Pendapat Petani terhadap Perubahan Konflik Sosial Masyarakat pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ........................................... 163
38. Pendapat Petani terhadap Perubahan Status Fasilitas Umum pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ........................................................ 164
39. Pendapat Petani terhadap Perubahan Status Kesehatan Masyarakat pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ........................................... 164
40. Pendapat Petani terhadap Perubahan Status Penyerapan Tenaga Kerja pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ........................................... 165
41. Prediksi Pendapatan Petani Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan pada Luas Lahan 6000 Hektar ........................... 167
42. Prediksi Pendapatan Petani Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan pada Luas Lahan 4500 Hektar ........................... 168
43. Prediksi Pendapatan Petani Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan pada Luas Lahan 3000 Hektar ........................... 168
44. Sebaran Variabel-Variabel pada Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar .................... 174
45. Keadaan Variabel-Variabel Kunci dan Incompatibility Identification pada Model Pengelolaan Kebun kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ........................................... 176
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kriteria dan Indikator Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Menurut Setiyarso dan Wulandari ........................................... 199
2. Prinsip dan Kriteria Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Menurut Roundtable On Sustainable Palm Olil (RSPO).............. 201
3. Jenis dan Sumber Data Primer yang Dibutuhkan dalam Penelitian .................................................................................. 203
4. Jenis dan Sumber Data Sekunder yang Diperlukan dalam Penelitian .................................................................................. 204
5. Matrik, Tujuan, Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis dan Keluaran Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan ........................................ 205
6. Analisis Kebutuhan Stakeholders Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan .................................................... 207
7. Kualitas Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit pada Kolam Aerasi (siap dibuang ke Sungai Iyee) ... 209
8. Kualitas Air Sungai Iyee sebagai Media Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di Sei Pagar ..... 210
9. Kualitas Air Tanah (Air Sumur Pantau) Di Lokasi Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar . 211
10. Matrik Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar 212
11 Matrik Pelaksanaan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar .......... 213
12. Peta Land Use Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau, 2007 .................................... 214
13. Peta Land Unit Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau, 2007 ................................... 215
14. Peta Kesesuaian Lahan Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau, 2007 ................................... 216
15. Input Data Model Luas Areal Tanam, Produktivitas dan Produksi Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar ......................................................................................... 217
16. Hasil Persamaan Power Sim Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Sei Pagar .................................... 218
17. Hasil Analisis Fisika Contoh Tanah Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ........................................................... 224
18. Hasil Analisis Kimia Contoh Tanah Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ............................................................ 225
-
xiii
19. Hasil Analisis Kimia Air Tanah Permukaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ...........................................................
226
20. Hasil Analisis Kimia dan Biologi Limbah Cair PKS Kebun Kelapa Sawit Plasma Sei Pagar, 2007 ..................................... 226
21. Hasil Analisis Kimia Contoh Daun Kelapa Sawit Kebun Plasma Sei Pagar, 2007 ......................................................................... 227
22. Nilai Pengaruh Langsung Satu Variabel terhadap Variabel Lainnya Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar, 2007 .............................................. 228
23. Nilai Pengaruh Tak Langsung Satu Variabel terhadap Variabel Lainnya Model Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar, 2007 .............................................. 229
24. Kombinasi Keadaan Variabel Skenario Pesimis Implementasi Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar, 2007 .................................................................... 230
25. Kombinasi Keadaan Variabel Skenario Medium Implementasi Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar, 2007 .................................................................... 232
26 Kombinasi Keadaan Variabel Skenario Optimis Implementasi Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Di Sei Pagar, 2007 .................................................................... 236
-
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Subsektor perkebunan mempunyai kontribusi penting dalam
perekonomian nasional antara lain sebagai sumber pendapatan non migas
nasional, sebagai sumber kesempatan kerja bagi jutaan penduduk pedesaan
dan sebagai sumber energi terbarukan yaitu biodiesel. Berdasarkan harga
konstan tahun 2000, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) pada tahun 2007 sebesar 10,97%. Sub sektor tanaman bahan makanan
memberikan kontribusi tertinggi yaitu sebesar 6,96%, sub sektor perkebunan
sebesar 2,31% dan sub sektor peternakan dengan kontribusi sebesar 1,70%
(Sekjen Deptan, 2008). Khusus untuk sub sektor perkebunan, tenaga kerja yang
mampu diserap pada proses produksi dan pengolahan pasca panen mencapai
3 264 550 orang (Deptan, 2008).
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan subsektor
perkebunan yang menarik perhatian serius pemerintah, pihak investor serta
petani terutama sejak dekade 1990-an. Hal ini terlihat dari perkembangan luas
areal tanam kelapa sawit pada tahun 2007 mencapai 6,78 juta hektar dengan
produksi Crude Palm Oil (CPO) sebanyak 17,37 juta ton. Perkembangan
komoditas ini dilakukan oleh Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) seluas
3,53 juta hektar, Perkebunan Rakyat (PR) seluas 2,57 juta hektar dan
Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 0,7 juta hektar (Deptan, 2008).
Keluarnya Program Revitalisasi Perkebunan (kelapa sawit, karet dan kakao)
pada tahun 2007 juga merupakan bukti keseriusan pemerintah terhadap
pengembangan komoditas perkebunan. Untuk komoditas kelapa sawit, luas
kebun sasaran sekitar 1 550 000 hektar dengan rincian perluasan areal untuk
tanaman baru 1 375 000 hektar, peremajaan tanaman tua 125 000 hektar dan
rehabilitasi tanaman seluas 50 000 hektar (Ditjenbun, 2007).
Perkebunan kelapa sawit plasma merupakan perkebunan rakyat yang
dalam pengembangannya diintegrasikan kepada PBSN maupun PBN karena
keterampilan petani belum memadai, sedangkan dana ditalangi oleh pemerintah
melalui perbankan dalam bentuk kredit. Program ini dimulai sejak tahun 1977
dengan dikeluarkannya pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang meliputi PIR-
Lokal, PIR-Khusus dan PIR Berbantuan/NESS (Nucleus Estate Smallholder).
Tahun 1986, pembangunan sub sektor perkebunan diintegrasikan dengan
-
2
program transmigrasi dengan direalisasikannya pola PIR-Transmigrasi dalam
upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani transmigrasi
(Ditjenbun, 1992).
Pada tahap awal, operasionalisasi perkebunan kelapa sawit plasma
berjalan lancar dimana masing-masing pihak terlibat terutama perusahaan inti
dan petani plasma melakukan peranan dan fungsinya sesuai dengan aturan
main masing-masing. Ketidak harmonisan meknisme kinerja antara perusahaan
inti dengan petani plasma mulai timbul pada saat konversi kebun yaitu ketika
kelapa sawit mulai berproduksi (buah pasir). Ketimpangan proses konversi
tersebut diikuti dengan perubahan perilaku petani plasma maupun perusahaan
inti dalam mengelola perkebunan plasma pada tahap selanjutnya terutama pada
saat petani sudah melunasi hutangnya. Petani plasma menjadi kurang respon
dengan pembinaan yang dilakukan oleh perusahaan inti dan berusaha
memecahkan masalah mereka dengan solusi sendiri atau mencari kolega baru
terutama dalam pengadaan sarana produksi dan menjual TBS kepada pihak
lainnya.
Akumulasi jangka panjang dari perilaku petani plasma tersebut
menyebabkan timbulnya masalah yang menyangkut aspek teknis, sosial
ekonomi, kelembagaan dan aspek lingkungan (Hasibuan, 2005). Beberapa isu
pokok yang berkembang pada lokasi-lokasi PIR-Trans adalah:
1. Rendahnya tingkat pendidikan sehingga adopsi dan motivasi petani untuk
mengelola kebun sawit secara mandiri terutama dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi juga rendah.
3 Dalam hal penentuan harga TBS, posisi tawar-menawar (bargaining position)
petani masih lemah sehingga tingkat harga yang diterima petani masih di
bawah dari tingkat harga wajar.
4 Tingginya tingkat penjualan TBS ke PKS non inti yang memicu ketidak
harmonisan mekanisme kinerja dan keterkaitan petani plasma dengan
perusahaan Inti.
5 Lemahnya perjanjian kerjasama antara perusahaan inti, KUD dan petani
plasma yang berkaitan dengan pembinaan teknis sehingga pemeliharaan
kebun petani plasma dibawah standar anjuran.
6 Lemahnya kerjasama antar institusi terkait baik pada tingkat kabupaten,
kecamatan dan desa dalam memberdayakan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia.
-
3
7 Peranan KUD sebagai media penampung dan penyalur aspirasi petani
terutama dalam hal penyediaan sarana produksi masih belum optimal yang
memicu terjadinya kelangkaan sarana produksi terutama pupuk yang tidak
tepat waktu dan jenis.
8 Terjadi degradasi lahan akibat erosi dan aplikasi pemupukan yang belum
tepat.
9 Masih ada konflik penguasaan lahan berupa perebutan lahan antara petani
plasma dengan masyarakat lokal walaupun dalam intensitas rendah.
Memperhatikan pentingnya peranan kelapa sawit dalam perekonomian
nasional, permasalahan pengelolaan kebun kelapa sawit plasma menjadi sangat
penting dicarikan solusinya. Semua pihak pengelola perkebunan kelapa sawit
saat ini mengacu pada konsep pengelolaan perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan untuk memenuhi kepentingan semua stakeholders yang terlibat
dalam permasalahan kelapa sawit mulai dari proses produksi sampai ke
pemasaran pasca panen. Definisi perkebunan berkelanjutan secara umum
masih mengacu pada batasan yang dicetuskan oleh World Commission on
Environment and Development (WCED) 1990, yaitu pertanian yang dapat
memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan daya
dukung lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang (Syahyuti,
2006). Di sub sektor perkebunan, definisi berkelanjutan yang paling akhir yang
merupakan hasil dari The 3rd Rountable on Sustainable Palm Oil Meeting
(RSPO, 2005) di Singapura menyebutkan bahwa perkebunan berkelanjutan
merupakan usaha yang mampu memenuhi pertumbuhan ekonomi (profit),
perlindungan terhadap lingkungan (planet) dan kesetaraan sosial (people).
Konsep perkebunan berkelanjutan tersebut terdiri dari 8 prinsip dan 39
kriteria yang harus dipenuhi pihak pengelola agar kondisi berkelanjutan bisa
terwujud. Hal ini mengisyaratkan bahwa pengelolaan perkebunan memerlukan
pendekatan yang holistik, multi disiplin, partisipatif dan partnership untuk
memperoleh model pengelolaan yang bisa memenuhi tuntutan kondisi
berkelanjutan. Dengan permasalahan yang diuraikan tersebut maka dilakukan
penelitian lapang untuk mencari model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma
berkelanjutan yang sesuai dengan kondisi fisik, ekonomi dan sosial setempat
sehingga petani plasma mampu mengimplementasikannya secara utuh.
-
4
1.2. Perumusan Masalah
Perkebunan kelapa sawit merupakan usaha yang sudah terbukti
memegang peranan penting bagi perekonomian nasional, baik secara makro
maupun mikro. Namun demikian, aktivitas dalam proses produksi dan
pengolahan pasca panen memunculkan beberapa permasalahan di lapangan.
Permasalahan yang dihadapi di lokasi penelitian dapat dikelompokkan kedalam
aspek teknis, sosial ekonomi dan aspek lingkungan.
Permasalahan dalam aspek teknis meliputi:
1. Pemeliharaan tanaman (pemupukan, pengendalian organisme pengganggu
tanaman=OPT dan panen TBS) belum dilaksanakan secara benar. Berkaitan
dengan pemupukan pengadaan jenis pupuk yang diperlukan petani jarang
tepat waktu. Selain itu, dosis, cara dan frekuensi pemberian pupuk masih di
bawah standar yang dianjurkan baik oleh instansi terkait maupun pihak
PTPN V. Hal ini berpengaruh langsung terhadap produktivitas lahan dan
umur ekonomis kelapa sawit.
2. Rendahnya kuantitas dan kualitas produk komoditas perkebunan yang
berkaitan dengan rendahnya kemampuan penyerapan inovasi teknologi
produksi dan pasca panen.
3. Kurang berfungsinya irigasi yang dibangun pada saat pembukaan kebun
sehingga kondisi tata air yang ada saat ini tidak bisa berfungsi optimal untuk
mengendalikan banjir di musim hujan. Hal ini berdampak terhadap
kerusakan infrastruktur yang dibangun seperti jalan antara desa maupun
jalan kebun yang meningkatkan upah tenaga kerja terutama untuk panen
dan transportasi.
Permasalahan di bidang ekonomi meliputi:
1. Tingginya tingkat penjualan TBS ke PKS non inti sehingga menyebabkan
rendahnya efisiensi pengembalian kredit petani maupun usaha pemupukan
modal untuk peremajaan (IDAPERTABUN).
2. Tingginya penawaran kredit oleh lembaga pelepas uang (Bank lokal dan
rentenir) sehingga petani banyak terjebak hutang di luar kredit kebun sawit.
Hal ini berujung pada tingginya tunggakan kredit petani dalam melunasi
hutang kebun ke bank pelaksana melalui KUD.
3. Dalam hal penentuan harga TBS, posisi tawar-menawar (bargaining position)
petani terhadap pihak lainnya (perusahaan inti, instansi terkait dan pihak
swasta non inti) masih lemah sehingga selalu tersisihkan dalam penentuan
-
5
harga produk perkebunan (TBS) sehingga harga TBS masih dibawah harga
penawaran PKS non inti.
4. Meningkatnya biaya hidup petani berkaitan dengan perubahan pola hidup
petani yang menyebabkan alokasi pendapatan untuk pemeliharaan kebun
menurun.
Permasalahan yang berkaitan dengan aspek sosial meliputi:
1. Lemahnya kerjasama antar institusi terkait baik pada tingkat kabupaten,
kecamatan dan desa dalam memberdayakan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia.
2. Rendahnya motivasi petani untuk mengelola kebun sawit secara mandiri
terutama dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
3. Peranan KUD sebagai media penyedia dan penyalur sarana produksi (pupuk
dan obat-obatan) maupun aspirasi petani masih belum optimal.
4. Rendahnya intensitas pembinaan petani oleh perusahaan inti melalui KUD
yang menyebabkan pemeliharaan kebun dibawah standar anjuran.
Permasalahan lingkungan yang masih terjadi di lapangan adalah:
1. Sebagian besar unsur hara yang diberikan melalui pemupukan hilang
terbawa aliran permukaan yang mencemari lingkungan terutama badan air
permukaan.
2. Masih terjadi degradasi lahan akibat aplikasi pemupukan yang belum tepat
jenis, tepat waktu, tepat dosisi dan tepat cara pemupukan.
3. Pengendalian hama/penyakit dan gulma masih terfokus pada cara kimia
sehingga mencemari badan air permukaan.
Semua permasalahan ini perlu dicarikan solusinya dalam rangka
mengurangi dampaknya terhadap petani dan lingkungannya. Secara ringkas,
solusi permasalahan pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan
dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana keragaan kesesuaian lahan, faktor pembatas kesesuaian lahan
dan produktivitas lahan kebun kelapa sawit plasma di lokasi penelitian?
2. Bagaimana fungsi produksi tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit
plasma di masa mendatang dalam merespon harga sarana produksi dan
produksi, kebijakan pemerintah, teknologi dan harga komoditas pesaing?
3. Bagaimana kinerja dan keterkaitan kelembagaan yang bisa mendukung
pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan dari instansi terkait?
-
6
4. Bagaimana model alternatif pengelolaan kebun kelapa sawit plasma
berkelanjutan yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas lahan dan
disaat yang sama bisa mengurangi pencemaran lingkungan, memperbaiki
kondisi sosial ekonomi petani plasma?
5. Skenario strategis bagaimana yang dapat mendukung implementasi model
pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang model
pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan yang mampu memenuhi
aspek-aspek pertumbuhan ekonomi (profit), mempertahankan kualitas
lingkungan (planet) serta kesetaraan sosial (people). Secara lebih detil, tujuan
penelitian ini dirinci sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat kesesuaian lahan dan produktivitas kebun kelapa sawit
plasma.
2. Menganalisis model fungsi produksi kebun kelapa sawit plasma.
3. Mengkaji peranan dan keterkaitan kelembagaan dalam pengelolaan kebun
kelapa sawit plasma berkelanjutan.
4. Merancang model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan
dan strategi implementasi dari model yang dibangun.
1.4. Kerangka Pemikiran
Dengan pengelolaan yang tepat, komoditas kelapa sawit memegang
peranan sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional terutama
sebagai sumber pendapatan non migas nasional, sebagai sumber kesempatan
kerja bagi jutaan penduduk pedesaan dan sebagai sumber energi. Berdasarkan
harga konstan tahun 2000, kontribusi sub sektor pertanian terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2007 sebesar 2,31%. Hal ini mendorong
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah termasuk pemerintah daerah
Provinsi Riau menempuh strategi pembangunan ekonomi pedesaan yang
sebagian besar berprofesi sebagai petani melalui pengembangan sub sektor
perkebunan terutama komoditas kelapa sawit. Alasan dari pemilihan strategi
tersebut adalah manfaat kehadiran perkebunan kelapa sawit mampu
memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada petani dari tanaman
perkebunan lainnya, berkontribusi nyata terhadap peningkatan Pendapatan Asli
-
7
Daerah (PAD) maupun pendapatan masyarakat di sekitar kebun (Syahza, 2008).
Secara ringkas, alur pemikiran dari penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pikir Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma
Berkelanjutan.
Kelapa Sawit
Pola PIR
Manfaat Ekonomi
Manfaat Ekologi
Manfaat Sosial
8 Prinsip dan 39 Kriteria Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan
Ekonomi (profit): - Komitmen
jangka panjang terhadap viabilitas ekonomi dan finansial
Biofisik(planet): - Teknologi pengelolaan terbaik,
sesuai kondisi lokasi baik aspek produksi maupun pasca panen.
- Konservasi sumberdaya alam dan biodiversitas
- Bertanggungjawab untuk penanaman sawit baru
- Komitmen melakukan perbaikan terus menerus
- Kualitas produksi memenuhi standar kesehatan
Sosial(people): - Kegiatan sesuai
Undang-Undang dan peraturan berlaku
- Bertanggungjawab terhadap pekerja, individu dan komunitas
- Transparan dalam informasi dan dokumen pengelolaan
Model Perkebunan kelapa Sawit Berkelanjutan Ekologis: menjaga kualitas lingkungan Ekonomis: menguntungkan petani Sosial: Manusiawi: semua bentuk kehidupan dihargai, terjadi
interaksi harmonis, tidak menimbulkan konflik, tidak bertentangan dengan kearifan lokal.
Adil: semua stakeholders merasakan manfaat keberadaan kebun sawit
Luwes: bisa menyesuaikan dengan perubahan ekonomi, sosial, teknologi.
Kebun plasma pengelolaan kurang tepat: Produktivitas Sawit
Rendah Pendapatan petani rendah Kerusakan lingkungan
Kebun Inti Tepat pengelolaan
-
8
Manfaat ekonomi merupakan salah satu aspek yang harus dipenuhi
dalam membangun model kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan. Secara
ekonomi, pengembangan kelapa sawit akan menimbulkan multiplier effects bagi
tumbuhnya perekonomian dimana secara langsung adalah meningkatnya
pendapatan petani plasma dari penjualan produksi petani berupa tandan buah
segar (TBS). Efek kedua berupa timbulnya usaha seperti jasa transportasi dan
jasa penyedia sarana serta prasarana perusahaan perkebunan (penyediaan
bahan, peralatan dan mesin pertanian). Efek ketiganya adalah berkembangnya
pelaku ekonomi yang bergerak disektor informal antara lain: pedagang kecil,
tukang ojek, bengkel, tukang las dan lain-lain (Hersuroso, 2005).
Berjalannya aktivitas sosial petani dan masyarakat di lingkungan
perkebunan kelapa sawit merupakan dampak dari kehadiran perkebunan kelapa
sawit. Dengan adanya fasilitas sosial seperti tempat peribadatan, pesantren,
sarana kesehatan, sarana pendidikan, infrastruktur desa mendorong terjalinnya
keakraban sosial bagi masyarakat. Hal ini penting bagi kelangsungan
pengelolaan perkebunan kelapa sawit karena berkaitan dengan optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya manusia. Interaksi sosial yang harmonis dapat juga
berfungsi sebagai sosialisasi ataupun diseminasi program pengelolaan
perkebunan terutama melalui aktivitas sosial kelompok tani, arisan ibu tani,
pengajian rutin dan lain-lain.
Manfaat ekologi yang disumbangkan oleh komoditas kelapa sawit adalah
terpeliharanya siklus hidrologi untuk mengurangi tingginya fluktuasi debit air
sungai pada musim hujan dan musim kemarau. Dalam kaitan dengan siklus
karbon, kelapa sawit di daerah tropis mempunyai kapasitas menyerap karbon
melebihi kapasitas hutan. Sesuai dengan yang dilaporkan Lamade dan Setyo
(2002) bahwa komunitas kelapa sawit yang sudah dewasa (kisaran umur 8-18
tahun) mampu menyerap karbon ke dalam tanah antara 1198-2014C/m2thn,
lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas hutan tropis basah di Kepulauan
Hawai sebesar 519C/m2thn atau hutan Pegunungan Merapi di Indonesia
sebesar 844C/m2thn.
Masih adanya kelemahan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit
plasma yang berhadapan dengan masalah yang komplek menyebabkan
timbulnya benturan-benturan kepentingan dari stakeholders baik menyangkut
konflik sosial, ekonomi maupun lingkungan terutama bagi perkebunan rakyat.
Pemberdayaan masyarakat lokal yang belum optimal menimbulkan gejolak
-
9
sosial antara lain penguasaan lahan, pencurian TBS, penjualan TBS keluar dari
pabrik kelapa sawit (PKS) Perusahaan Inti dan kecemburuan sosial masyarakat
lokal. Perilaku petani plasma ini merembet ke masalah ekonomi yaitu seretnya
pengembalian cicilan hutang petani pada bank pemberi kredit.
Pengelolaan kebun kelapa sawit yang kurang memperhatikan masalah
lingkungan berkontribusi besar terhadap penurunan kualitas lingkungan
terutama sumberdaya tanah dan air melalui pencemaran. Pencemaran
lingkungan pada perkebunan kelapa sawit bersumber dari dua kegiatan besar
yaitu proses produksi tanaman (TBS) dari areal tanam dan pengolahan TBS
menjadi crude palm oil (CPO) serta hasil lainnya dari kegiatan PKS. Dalam
proses produksi TBS, pemeliharaan tanaman menggunakan pupuk anorganik
(pupuk buatan) seperti Urea, SP-36, KCl, Dolomit) karena kelapa sawit
memerlukan unsur hara dalam jumlah banyak. Aplikasi pemupukan oleh petani
dengan cara disebar rata di permukaan tanah menyebabkan efisiensi
pemupukan rendah dan sebagian besar hilang melalui erosi, penguapan dan
aliran permukaan. Pada tahap selanjutnya, terjadilah degradasi lahan karena
unsur hara yang diserap tanaman kelapa sawit lebih besar dari yang diberikan
ke dalam tanah. Sementara itu, unsur hara yang terbawa erosi dan aliran
permukaan tertampung pada badan air permukaan berupa sungai atau danau,
terjadi pengkayaan unsur hara di dalam air yang merangsang timbulnya
eutrofikasi. Dengan proses ini maka kualitas air menurun yang ditandai dengan
tumbuhnya tanaman air jenis algae berlebihan sehingga mengganggu
kebutuhan oksigen organisme yang ada di air. Jika dilakukan pengukuran
maka nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi perairan yang tanpa pengkayaan unsur hara.
Dari aspek produksi, penerapan pengelolaan yang dilakukan
menyebabkan pertumbuhan kelapa sawit menjadi kurang baik dan
produktivitasnya di bawah rata-rata nasional. Selain produksi yang rendah,
pengelolaan yang kurang baik tersebut juga berdampak terhadap usia poduktif
tanaman yang lebih pendek dari yang diestimasi yaitu sekitar 25-30 tahun.
Perkebunan kelapa sawit yang diusahakan pada lahan kering masam
bergelombang dijumpai banyak kasus dimana pada umur tanaman 20 tahun
tanaman sudah kurang produktif dan perlu diremajakan. Pengelolaan
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dengan berbasis pada 8 prinsip dan 39
kriteria keberlanjutan yang menyangkut aspek biofisik (planet), ekonomi (profit)
-
10
dan sosial (people) berpotensi untuk membantu mengatasi masalah tersebut
(RSPO, 2005). Aspek biofisik (planet) memfokuskan pada: (1) penerapan
pengelolaan yang paling cocok dengan kondisi biofisik (spesifik lokasi) baik pada
aspek produksi maupun pengolahan pasca panen, (2) konservasi sumberdaya
alam dan biodiversitas, (3) mengembangkan penanaman baru, dan (4)
komitmen untuk terus melakukan perbaikan pada semua kegiatan di lokasi.
Aspek ekonomi (profit) memfokuskan pada komitmen terhadap viabilitas
ekonomi dan keuangan jangka panjang. Aspek sosial (people) memfokuskan
pada: (1) semua kegiatan dilandasi oleh perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku, (2) tanggungjawab terhadap semua pekerja, individu dan
komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan produksi dan pengolahan pasca
panen sawit, dan (3) terciptanya kondisi yang transparan dalam hal arus
informasi dan dokumentasi pengelolaan yang dilakukan.
Kombinasi pengelolaan dari aspek fisik, ekonomi dan sosial yang sinergis
akan berpengaruh positif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Lingkungan
terutama meliputi kualitas sumberdaya air dan tanah serta produksi kelapa sawit
yang memenuhi kuantitas dan standar kesehatan konsumen. Air yang
kualitasnya memenuhi standar untuk aktivitas masyarakat seperti mandi, air
minum, mencuci sangat mendukung dalam peningkatan produktivitas tenaga
kerja manusia. Peningkatan pendapatan petani akan meningkatkan daya beli
masyarakat terhadap sarana produksi sebagai salah satu komponen utama
dalam pengelolaan perkebunan. Aspek sosial yang mendukung pengelolaan
kawasan agroindustri meliputi perbaikan perilaku menuju kepedulian terhadap
lingkungan, meningkatnya peranan lembaga desa yang ada serta tercukupinya
kebutuhan tenaga kerja.
Interaksi yang sinergis dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial
mampu menciptakan kondisi pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan yang
ciri-cirinya dapat dilihat dari tiga aspek.yaitu: (1) ekologis berupa terpeliharanya
kualitas lingkungan atau terkendalinya tingkat pencemaran lingkungan sehingga
kualitas hidup petani semakin membaik, (2) ekonomi berupa meningkatnya
pendapatan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup petani yang mengarah
pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik, (3) sosial yang meliputi (a)
manusiawi dimana gejolak sosial seperti tingkat kriminalitas dan konflik
menurun, kinerja lembaga sosial desa membaik, produktivitas tenaga kerja
meningkat dan lain-lain, (b) berkeadilan dimana semua stakeholders yang
-
11
terlibat dalam pengelolaan merasakan manfaat dari keberadaan kebun sawit
tersebut, dan (c) bersifat fleksibel atau kondisi luwes yang menggambarkan
bahwa apa yang sudah dicapai tersebut tidak mudah goyah melainkan punya
toleransi tinggi dan mampu bertahan terhadap perubahan kondisi, baik kondisi
eksternal maupun internal yang dinamis.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi pihak-
pihak yang terkait dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma
berkelanjutan antara lain:
1. Manfaat bagi petani dan pengusaha perkebunan:
Informasi model pengelolaan kebun sawit yang efektif dan efisien baik pada
proses produksi maupun pengolahan pasca panen agar kebun kelapa sawit
tetap produktif dan berkelanjutan sehingga petani memperoleh keuntungan
yang optimal.
2. Manfaat Bagi Pengambil Keputusan (Policy Maker)
Model pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang tepat dan sesuai dengan
kondisi biofisik, ekonomi dan sosial sebagai bahan pertimbangan dalam
merumuskan kebijakan dan skenario strategis dalam pengelolaan kebun
sawit yang efektif dan efisien sehingga petani memperoleh nilai tambah dari
kebijakan yang dirumuskan.
3. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian diharapkan bisa melengkapi dan memperkaya kaidah-kaidah pengelolaan kebun sawit yang efektif dan efisien menuju ke arah kondisi
perkebunan kelapa sawit yang produktif dan berkelanjutan.
1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian
Berkaitan dengan kebaruan dalam pengelolaan perkebunan sawit, ada
beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan. Pertama, penelusuran
pustaka melalui hasil penelitian disertasi dan tesis, jurnal penelitian dalam dan
luar negeri serta informasi teknologi media internet menunjukkan bahwa
penelitian pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan masih
sangat sedikit. Selain terbatas, pendekatan yang dipakai masih terkesan parsial,
belum mengaitkan faktor-faktor ekonomi, sosial dan lingkungan secara holistik.
-
12
Beberapa penelitian pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma
berkelanjutan dengan pendekatan parsial berfokus aspek fisik telah dilakukan
oleh Erningpraja dan Poeloengan (2000) berbasis pada optimalisasi pemupukan,
Hasan (2003) berbasis penerapan dinamika iklim, Kurniawan (2004) berbasis
pada pengendalian limbah pabrik kelapa sawit, Lord dan Ross (2005) berbasis
pada kualitas hasil olahan pabrik kelapa sawit, dan Fairhurst et al. (2006)
berbasis pada efektivitas fisik sarana produksi terutama pupuk. Penelitian
pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan berfokus aspek ekonomi telah dilakukan
oleh Djafar dan Wahyono (2003) berbasis pada skala usaha ekonomi dan break
even point, dan Iswati (2004) berbasis pada analisis kelayakan finansial.
Sementara itu, penelitian pengelolaan perkebunan kelapa sawit berfokus pada
aspek sosial telah dilakukan oleh Hasbi (2001) berbasis pada kelembagaan dan
Wahyono (2003) berbasis pada pengelolaan konflik.
Kedua, berkaitan dengan sifat dari model perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan yang dinamis terutama dipengaruhi oleh perubahan kondisi
sumberdaya lahan, air dan udara; kualitas hidup manusia yang terus meningkat;
dan baku mutu serta standar kerusakan lingkungan sebagai tolok ukur dalam
pengelolaan sumberdaya alam. Seperti disampaikan oleh Djafar et al. (2005)
bahwa untuk membangun perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang
memenuhi aspek fisik, sosial dan ekonomi, diperlukan model perkebunan
berkelanjutan dengan konsep dan kriteria sesuai dengan isu-isu yang
berkembang saat ini yang tertuang dalam The Rountable on Sustainable Palm
Oil (RSPO). Hal senada juga dikemukakan oleh Ardiansyah (2006) bahwa untuk
masa mendatang, konsep dan kriteria perkebunan kelapa sawit berkelanjutan
seyogyanya mengacu pada RSPO karena sudah mengakumulasi aspek fisik,
sosial dan ekonomi secara holistik.
Dengan latar belakang tersebut maka penulis melakukan penelitian untuk
mencari model pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan dengan pendekatan
yang berbeda dengan yang sudah dilakukan terdahulu. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan dengan orientasi tujuan (goal oriented approach)
yang menyentuh seluruh aspek yang terlibat dalam pengelolaan kelapa sawit.
Pengelolaan sumberdaya lahan dengan pendekatan yang holistik menjadi
semakin penting di masa-masa mendatang dengan pertimbangan antara lain (a)
eksploitasi sumberdaya lahan akan semakin meningkat dalam upaya memenuhi
kebutuhan penduduk yang semakin meningkat, (b) pengelolaan sumberdaya
-
13
lahan melibatkan banyak pemangku kepentingan dan (c) setiap wilayah memiliki
karakteristik berbeda-beda yang memerlukan pendekatan holistik dan terpadu
sesuai dengan kondisi setiap daerah (Mitchell et al., 2003).
Sesuai dengan tujuan, penelitian menggunakan beberapa metode
analisis dan program perangkat lunak sebagai berikut:
1. Tingkat kesesuaian lahan dan produktivitas kebun plasma kelapa sawit
diestimasi melalui Metode Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian
dengan mengintegrasikan karakteristik tanah dan iklim, persyaratan tumbuh
kelapa sawit, hasil potensial bibit dan pengelolaan tanaman.
2. Model fungsi produksi kebun plasma kelapa sawit diestimasi dengan Fungsi
Produksi Nerlove.
3. Peranan dan keterkaitan institusi yang terlibat menggunakan Analysis
Hierarchy Process (AHP) dengan perangkat lunak Criterium Decision Plus
(CDP).
4. Model pengelolaan kebun plasma kelapa sawit berkelanjutan diestimasi
dengan pendekatan Sistem Dinamis menggunakan perangkat lunak program
Power Sim.
5. Implementasi dari model yang dibangun diestimasi dengan Analisis
Prospektif (Prospective Analysis) untuk memperoleh skenario strategis
model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma berkelanjutan.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan atau manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan
seni. Sebagai ilmu maka pengelolaan dapat dipelajari, dipahami, diteliti,
dimodifikasi dan dibuktikan kebenarannya dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sebagai seni pengelolaan merupakan suatu tingkat keahlian yang
diperoleh dari pengalaman dalam menerapkan suatu teknologi di berbagai
bidang ilmu. Berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit, pengelolaan
merupakan upaya pemanfaatan semua komponen perkebunan kelapa sawit
seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi dan modal secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yaitu perkebunan kelapa sawit
berkelanjutan (Lubis, 1994). Sesuai dengan perkembangan teknologi dan
kondisi di lapangan, pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan
seyogyanya mengacu kepada faktor-faktor kunci yaitu aspek sumberdaya lahan,
aspek sumberdaya manusia, aspek modal, aspek sarana produksi, aspek
teknologi dan aspek legalitas (Pahan, 2006).
2.1. Ekologi dan Agronomi Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk golongan Famili Palmae
penghasil minyak nabati. Pada dekade terakhir ini, budidaya kelapa sawit
berkembang dengan sangat pesat terutama pada tanah mineral kering masam di
luar Pulau Jawa. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan lahan untuk
pengembangan komoditas perkebunan, kemampuan adaptasi yang relatif luas
(toleran terhadap sifat tanah kurus dan bereaksi masam), kemudahan yang
diberikan oleh pemerintah, sarana produksi yang tersedia, serta prospek
pemasaran hasil pengolahan pasca panen yang sangat cerah (Lubis, 1994).
Sampai tahun 2007, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia 6,78 juta
hektar dengan produksi minyak sawit 17,37 juta ton/tahun. Kondisi ini mampu
mendorong ekspor untuk menambah devisa sehingga menempatkan Indonesia
sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia (Sekjen Deptan, 2008).
Lahan yang tersedia untuk pengembangan perkebunan terhampar di luar
Jawa berupa lahan kering masam dengan total luasan sekitar 48,5 juta hektar.
Dari luasan ini, sekitar 16,2 juta hektar (33,4%) didominasi oleh jenis tanah
Oxisol dan Ultisol dengan tingkat kesuburan marginal dengan karakteristik
kesuburan, bahan organik, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa rendah.
-
15
Reaksi tanah masam dengan nilai pH 4,0-5,0 menyebabkan tanaman sangat
berpeluang keracunan aluminium dan besi yang konsentrasinya tinggi. Di
samping itu, rentan terhadap erosi yang berkaitan dengan kerusakan agregat,
daya pegang air rendah serta padat (Adiningsih, 1992). Namun demikian, kelapa
sawit masih bisa tumbuh dan berproduksi pada lahan kering masam tersebut,
asalkan pengelolaannya menerapkan teknologi yang tepat, baik aspek produksi
maupun pengolahan pasca panen, sehingga dampak negatif terhadap
lingkungan dan kondisi sosial masyarakat di sekitar perkebunan bisa
diminimalkan.
Berkaitan dengan sumberdaya lahan, pengembangan perkebunan
kelapa sawit di luar Pulau Jawa sebagian besar pada tanah Ultisol dan Oxisol
tersebut. Karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi kelapa sawit adalah: (1) topografi, (2) drainase, dan karakteristik
spesifik tanah yang meliputi: jerapan fosfor, jerapan kalium, tekstur, dan
kedalaman efektif. Kendala yang diakibatkan oleh sifat-sifat fisik tanah lebih
dominan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman dibandingkan
dengan sifat-sifat kimia karena kendala fisika tanah relatif sukar untuk diatasi.
Sementara itu, kendala kesuburan tanah masih bisa diatasi misalnya dengan
pengelolaan pupuk untuk mengendalikan kekurangan unsur hara. Dalam kondisi
alaminya, tanah Ultisol dan Oxisol memiliki produktivitas rendah dimana rata-rata
tingkat produksi kelapa sawit pada tanah ini
-
16
udara sangat berkaitan dengan membuka dan menutupnya stomata daun
sebagai proses masuknya CO2 untuk bahan dasar karbohidrat. Untuk kelapa
sawit, kelembaban udara optimal adalah 75-80%.
Curah hujan merupakan komponen iklim yang paling dominan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dimana curah
hujan optimal yang dibutuhkan adalah 1700-3000 mm/tahun (Harahap et al.,
2005). Kelapa sawit yang mengalami cekaman air tanah (kekeringan)
menunjukkan penurunan produksi yang tajam karena meningkatnya jumlah
tandan bunga jantan yang diproduksi selama periode cekaman air tanah
tersebut. Fase-fase perkembangan organ generatif kelapa sawit yang peka
terhadap cekaman air tanah adalah (1) inisiasi pembentukan bunga yang terjadi
44 bulan sebelum matang fisiologis, (2) pembentukan perhiasan bunga yang
terjadi 36 bulan sebelum matang fisiologis, (3) diferensiasi seks bunga yang
terjadi 17 bulan sebelum matang fisiologis, (4) peka aborsi bunga yang terjadi 12
bulan sebelum matang fisiologis, dan (5) antesis yang terjadi 6 bulan sebelum
matang fisiologis.
Sementara dari segi agronomi, kelapa sawit tidak memerlukan perawatan
yang intensif sehingga tidak memerlukan curahan tenaga kerja yang intensif
(non intensive labor commodity). Beberapa kegiatan perawatannya antara lain:
pemupukan, pembersihan pelepah tua, dan penyiangan/penyemprotan gulma.
Dari semua kegiatan tersebut, pemupukan merupakan kunci keberhasilan
karena rendahnya kemampuan tanah mineral kering masam menyediakan hara
serta tingginya serapan hara kelapa sawit dari dalam tanah sehingga perlu
diimbangi dengan penambahan hara dari luar sistem tanah-tanaman. Hal ini
tercermin dari tingginya kadar unsur hara pada tandan buah segar yang
dianalisis secara kimia. Hasil analisis kimia yang dilakukan oleh Fairhust (2002)
menunjukkan bahwa dalam 25 ton tandan buah segar (TBS), mengandung
sebanyak 74 kg N, 11 kg P, 93 kg K, 19 kg Ca, 20 kg Mg, 0,04 kg Mn, 0,06 kg
Fe, 0,05 kg B, 0,12 kg Cu dan 0,12 kg Zn. Untuk mencapai hasil tersebut
diperlukan masukan unsur hara berupa pupuk Dalam kaitan ini, Moody et al.
(2002) melaporkan bahwa untuk menghasilkan TBS sebanyak 27,0 ton
diperlukan masukan unsur hara dari luar sistem tanah-tanaman berupa pupuk
sebesar 190 kg N, 26 kg P, 257 kg K, 43 kg Ca, 40 kg Mg, dan 60 kg S.
Sebagaimana halnya tanaman lain, untuk kondisi agro-ekologi tropika
basah seperti di Indonesia, produksi kelapa sawit mengalami fluktuasi yang
-
17
cukup tajam tergantung dari: (1) kondisi iklim, (2) sifat-sifat tanah, dan (3)
dinamika unsur hara. Lebih jauh dilaporkan bahwa kondisi iklim yang
berpengaruh terhadap produksi adalah curah hujan, suhu udara, dan
kelembaban udara. Sifat-sifat tanah yang berpengaruh adalah sifat fisika tanah
yaitu kapasitas lapang, titik layu permanen, dan evaporasi. Dinamika unsur hara
dipengaruhi oleh dosis, jenis, waktu dan cara pemupukan. Selain itu, interaksi
semua faktor-faktor tersebut ditentukan oleh kondisi awal di lapangan yaitu
kadar air tanah dan nitrogen nitrat (Handoko dan Koesmaryono, 2005).
Walaupun belum ada laporan kegagalan panen akibat serangan
hama/penyakit, pengendalian hama penyakit kelapa sawit sudah semestinya
mendapat perhatian serius karena sudah diidentifikasi adanya ancaman
penurunan produksi akibat serangan hama penyakit. Jenis hama/penyakit utama
yang menyerang kelapa sawit adalah ulat api, kumbang penggerek pucuk, rayap
tanah dan penyakit busuk pangkal batang. Selain itu, dikemukakan juga adanya
serangan hama ulat kantong, penyakit bercak daun serta penyakit fisiologis.
Kehati-hatian terhadap masuknya spesies asing yang kehadirannya dan
penyebarannya dapat menimbulkan kerugian ekonomis atau kerusakan
lingkungan (IAS= Invasive Alien Species) selayaknya dilakukan dengan
penangkalan yang intensif. Hal ini dikarenakan oleh luasnya dampak yang
ditimbulkan jika sampai terjangkit oleh IAS tersebut (Ryaldi dan Lumbantobing,
2005).
Selain pengelolaan, produktivitas kelapa sawit juga dipengaruhi oleh
umur dimana secara umum produksi kelapa sawit di Indonesia mulai menurun
pada kisaran umur 16-20 tahun dan diperlukan tindakan peremajaan (replanting)
pada kisaran umur 25-30 tahun. Hal-hal yang perlu dikaji dalam kaitannya
dengan peremajaan kelapa sawit rakyat antara lain: (1) pola peremajaan, (2)
pembinaan petani, (3) dana peremajaan, dan (4) kesenjangan pendapatan
petani saat peremajaan dilakukan. Dalam aplikasi pola peremajaan, komponen
yang memegang peranan penting untuk keberlangsungan peremajaan adalah
(a) kepastian hukum mengenai investor dimana perusahaan inti pada siklus
pertama diutamakan untuk menjadi investor pada siklus kedua, (b) kemitraan
yang saling menguntungkan antara petani plasma dengan pihak perusahaan,
koperasi dan investor dan (c) peremajaan dilakukan secara bertahap, minimal
dalam 4 tahap (25%) untuk mengantisipasi kekurangan tandan buah segar
(TBS) bagi pabrik kelapa sawit (Pahan, 2005).
-
18
Pendanaan merupakan kunci utama untuk bisa berlangsungnya
peremajaan, tetapi di lain pihak masalah ini belum dipikirkan pada saat
pengembangan dengan pola PIR-Trans. Usaha yang dirintis oleh Asuransi
Jiwasraya melalui program Iuran Dana Peremajaan Tanaman Perkebunan
(IDAPERTABUN) mampu menyediakan dana sekitar Rp. 8.000.000/ha, masih
jauh dari keperluan sekitar Rp. 25.000.000/ha. Melihat kondisi ini alternatif
pendanaan yang memungkinkan adalah memanfaatkan dana perbankan. Yang
menjadi critical point adalah pola bentuk kemitraan dan aturan main antara pihak
yang terlibat (perbankan, perusahaan inti, koperasi desa dan petani plasma).
Pola alternatif skim kredit perbankan yang sesuai dengan kondisi di beberapa
lokasi perkebunan berbeda-beda dan masih perlu pengkajian. Keterampilan
petani rata-rata masih belum memadai dalam pengelolaan perkebunan sehingga
produktivitas kelapa sawit juga masih rendah. Hal ini mengindikasikan akan
perlunya pembinaan pada saat peremajaan antara lain dengan pemberdayaan
koperasi desa sebagai wadah untuk mengakumulasi modal yang dialokasikan
selama peremajaan, penyuluhan teknis pengelolaan kebun kelapa sawit dan
persiapan diri petani dalam mengantisipasi kesenjangan pendapatan selama
peremajaan dengan melakukan penanaman sela (pangan) di antara barisan
kelapa sawit atau menekuni kegiatan non-farm.
2.2. Aspek Kelembagaan Kelapa Sawit
Kelembagaan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan
dalam melakukan analisis yang berkaitan dengan pembangunan pertanian,
termasuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Hal ini dimulai dengan
diluncurkannya suatu model yang disebut Induced Innovation Model yang
memaparkan adanya keterkaitan antara empat faktor yaitu: (1) resource
endowments, (2) cultural endowments, (3) technology, dan (4) institutions. Dari
pemaparan ini diperoleh hipotesis bahwa kelembagaan yang mengatur
penggunaan teknologi dalam proses produksi dapat diubah untuk
memungkinkan masyarakat maupun anggota masyarakat memanfaatkan
peluang produksi dan peluang pasar sebaik-baiknya. Dalam kasus ini
dicontohkan perubahan kelembagaan dalam pembangunan pertanian adalah
perubahan penguasaan lahan komunal menjadi lahan individual serta
modernisasi hubungan-hubungan yang ada dalam sistem penguasaan lahan
(Taryoto, 1995).
-
19
Dengan semakin majunya sistem pertanian yang diterapkan oleh
masyarakat maka permasalahan yang dihadapi juga semakin komplek yang
menuntut adanya penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam
hal ini, analisis kelembagaan bisa membantu untuk menjawab permasalahan
yang ada karena analisis kelembagaan bertujuan untuk memperoleh deskripsi
mengenai suatu fenomena sosial ekonomi pertanian yang berkaitan dengan
hubungan antara 2 atau lebih pelaku interaksi sosial ekonomi, mencakup
dinamika aturan-aturan yang berlaku yang disepakati bersama oleh para pelaku
tersebut. Secara lebih detil, Pakpahan (1989) menyebutkan adanya lima pokok
bahasan dalam analisis kelembagaan yaitu: (1) pembagian kerja dan
spesialisasi jenis pekerjaan, (2) sistem pemilikan, (3) tipe-tipe ekonomi dan
perubahan struktural yang menyertainya, (4) struktur perusahaan dari badan-
badan usaha yang ada, dan (5) hubungan kerja industrial.
Berkaitan dengan kelembagaan, otonomi daerah yang tertuang dalam
UU No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004 sangat mewarnai peranan
lembaga-lembaga ekonomi baik dari tingkat pusat maupun daerah. Dalam
perkembangan kelapa sawit terdapat empat faktor kunci sebagai penentu
keberhasilan yaitu:
1. Kemauan politik Pemerintah (Pusat dan Daerah),
2. Koordinasi dan sinkronisasi antar instansi Pemerintah,
3. Keprofesionalan para pelaku di lapangan,
4. Komitmen dari bank untuk pendanaan pengembangan kelapa sawit.
Dari faktor-faktor tersebut maka untuk masa mendatang sistem perkebunan
kelapa sawit diusulkan agar memperhatikan hal-hal: (1) pendidikan bagi petani
untuk meningkatkan kapasitas kerja, (2) dukungan ke empat faktor kunci
tersebut, (3) memanfaatkan otonomi daerah untuk kepentingan petani
(Kartasasmita, 2005).
Hasibuan (2005) mengusulkan paradigma pengembangan kelapa sawit
di masa mendatang sebagai Paradigma Pembangunan Kemandirian Lokal
dengan ciri-ciri: (1) pembangunan yang berorientasi terhadap pemenuhan
kebutuhan nyata masyarakat setempat (community oriented), (2) pembangunan
yang didasarkan pada keadaan sumberdaya masyarakat setempat (community
based), (3) pengelolaan pembangunan oleh masyarakat setempat (community
managed), dan (4) pendekatan pembangunan manusia: pemberdayaan
(empower), keadilan (equity), produktivitas (productivity), dan berkesinambungan
-
20
(sustainable). Lebih lanjut, konsep ini dituangkan kedalam pola PIR Plus
Peranan Koperasi dimana fungsi dari setiap pihak jelas yaitu:
Fungsi pihak Perusahaan Inti:
a. pengurusan pinjaman (kredit investasi),
b. membangun dan mengelola kebun (estate management),
c. penalangan dana (bridging financing), dan
d. membeli TBS (membangun PKS)
Fungsi Koperasi:
a. wadah tunggal petani peserta,
b. membuat perjanjian kredit dengan Bank,
c. pengurus koperasi bertindak sebagai Dewan Pengawas, dan
d. membuat kontrak manajemen dengan perusahaan inti.
Fungsi petani peserta:
a. sebagai pemilik mendapat pembagian laba (SHU), dan
b. sebagai karyawan mendapat gaji tetap
Berkaitan dengan pemanfaatan otonomi daerah untuk kepentingan
rakyat, Pemerintah Daerah Propinsi Riau sudah memperoleh keberhasilan
dalam pengembangan kelapa sawit rakyat dengan menyediakan lahan dan
modal dengan insentif bunga rendah. Dari sekitar 9,1 juta hektar luas daratan
Propinsi Riau, sekitar 3,1 juta hektar dicadangkan untuk perkebunan yang
didominasi oleh kelapa sawit. Modal kerja dikucurkan melalui Program Bantuan
Pinjaman Modal Ekonomi Kerakyatan (PEK) untuk membantu petani sebanyak
3960 kepala keluarga (Husien dan Hanafi, 2005).
Iswati (2004) mengusulkan agar peranan Kelompok Tani (POKTAN) dan
Koperasi Unit Desa (KUD) lebih diintensifkan lagi dalam mendukung
pengembangan perkebunan kelapa sawit. Dalam usulannya, peranan lembaga
tersebut adalah:
1. Peranan langsung dengan aspek pengelolaan usahatani meliputi
pengadaan dan penyaluran sarana produksi, pengumpulan hasil,
pengangkutan hasil dan pemasaran.
2. Peranan yang tidak berkaitan langsung dengan pengelolaan produksi
meliputi pengadaan barang konsumsi dan usaha simpan pinjam.
Sementara itu, Lubis et al. (1990) melaporkan bahwa peranan dan
tanggungjawab petani plasma dan perangkat perusahaan inti, pemerintah desa
-
21
serta perbankan sangat menentukan dalam pencapaian masyarakat pekebun
yang berwiraswasta, sejahtera dan selaras dengan lingkungannya.
2.3. Dampak Lingkungan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, dampak positif dari
pengembangan kelapa sawit juga diikuti oleh dampak negatif terhadap
lingkungan akibat dihasilkannya limbah cair, limbah padat dan gas dari kegiatan
kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Untuk itu, tindakan pencegahan dan
penanggulangan dampak negatif dari kegiatan perkebunan dan pabrik
pengolahan kelapa sawit harus dilakukan dan sekaligus meningkatkan dampak
positif. Tindakan tersebut tidak cukup dengan mengandalkan peraturan
perundang-undangan saja tetapi perlu juga didukung oleh pengaturan diri sendiri
secara sukarela dan pendekatan instrumen-instrumen ekonomi. Mekanisme
pengaturan seperti ini dikenal dengan mixed policy tools (Alamsyah, 2000).
Dilihat dari perkembangan pengelolaan dampak perkebunan terhadap
lingkungan, pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan ditempuh dengan
berdasarkan pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capacity). Dalam
pendekatan ini tidak ada usaha dari pihak pekebun untuk mencegah pengaruh
dampak terutama dampak negatif dari limbah yang dihasilkannya melainkan
hanya tergantung pada kemampuan lingkungan menetralisir pencemaran yang
terjadi. Ketidak seimbangan antara besarnya volume limbah yang dihasilkan
kebun terutama limbah cair pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kemampuan alam
menetralisir pencemaran limbah menyebabkan pencemaran lingkungan
meningkat dengan tajam. Oleh karena itu, strategi pengelolaan lingkungan
berubah menuju ke pendekatan mengolah limbah yang terbentuk (end - of pipe
treatment). Pendekatan ini berfokus pada pengolahan dan pembuangan limbah
untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Masih banyaknya kelemahan dalam aplikasi dari pendekatan end of
pipe treatment menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan terus
berlanjut karena beberapa kendala yaitu (Alamsyah, 2000):
1. Reaksi penghasil limbah bersifat reaktif yaitu baru bertindak setelah
pencemaran terjadi, bukan pencegahan.
2. Tidak efektif dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan karena
dalam pengolahan limbah hanyalah mengubah bentuk limbah dan kemudian
memindahkannya dari satu media ke media lainnya.
-
22
3. Biaya investasi dan operasi pengolahan dan pembuangan limbah biasanya
mahal, yang mengakibatkan meningkatnya biaya proses produksi dan harga
produk.
4. Memberi peluang untuk pengembangan teknologi pengolahan limbah
sehingga tidak terfikirkan untuk untuk mengurangi volume limbah yang
dihasilkan oleh sumber limbah.
5. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan persyaratan limbah yang
boleh dibuang setelah dilakukan pengolahan pada umumnya cenderung
untuk dilanggar bila pengawasan dan penegakan hukum lingkungan tidak
efektif dijalankan.
Di beberapa sentra pengembangan kelapa sawit seperti di Propinsi Riau
dilaporkan telah terjadi dampak negatif akibat pengelolaan perkebunan sawit
yang kurang tepat berupa penurunan kualitas lingkungan terutama