mmmnn
DESCRIPTION
vcxgvcgTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
I.1 IDENTIFIKASI
Nama : Tn. MG
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Alamat : Dalam Kota
Kebangsaan : Indonesia
√ √ √ √ √ O √ √ √ √ √ √ √ √ √ √8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
V IV III II I I II III IV VV IV III II I I II III IV V
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
I.2 ANAMNESIS
(autoanamnesis 29 Agustus 2013)
Keluhan Utama :
Pasien ingin memasang gigi palsu karena ingin mengganti gigi palsu
sebelumnya yang sudah rusak dan tidak nyaman lagi untuk dipakai sehingga pasien
memeriksakan giginya ke Poliklinik Gigi dan Mulut RSMH Palembang.
Keluhan Tambahan : (-)
Riwayat Penyakit Sistemik
Riwayat darah tinggi tidak ada
Riwayat kencing manis tidak ada
Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat asma tidak ada
Riwayat alergi tidak ada
Past Dental History
Riwayat tampal gigi tidak ada
Riwayat cabut gigi ada (1 kali di RS AK Gani)
Riwayat trauma tidak ada
1
Riwayat kontrol perawatan gigi tidak pernah
Riwayat memakai gigi palsu ada
Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan merokok (+)
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84 kali per menit
Pernapasan : 20 kali per menit
Suhu : 36,5°C
Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Pemeriksaan Ekstra Oral
Wajah depan :
Bentuk kepala : normocephali
Wajah : simetris
Proporsi : normal
Bibir : simetris, normal
Tonus otot mastikasi : normal
Tonus otot bibir : normal
Bibir posisi istirahat : tertutup
KGB : tidak membesar (normal)
b. Pemeriksaan Intra Oral
Jaringan Lunak :
Frenulum labii : normal
Tonsil : normal
Palatum : normal
Gigi : malposisi tidak ada
Inerupsi tidak ada
Calculus tidak ada
Gingiva : tidak ada gingivitis
2
Lidah : tidak ada kelainan
Status Lokalis
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
87654 21 12345678 : sisa akar, palpasi (-)
54321 1 345 Diagnosis : gangren radix
Pro : ekstraksi
3 : lesi D6, sondase (+), perkusi (-), palpasi (-), CE ?
2 Diagnosis : nekrosis pulpa
Pro : ekstraksi
Diagnosis : missing teeth
876 678 Pro : protesa
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KARIES GIGI
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan
sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang
difermentasikan.1 Karies terjadi melalui proses demineralisasi jaringan keras gigi yang
disebabkan oleh asam organik yang dibentuk oleh bakteri di dalam plak melalui metabolisme
anaerob dari karbohidrat. Pada waktu gula atau karbohidrat lainnya dicerna/dimakan, terjadi
penurunan pH plak yang disebabkan oleh asam organik. Hal ini akan meningkatkan daya
larut kalsium hidroksiapatit pada jaringan keras gigi.1
Proses karies didefinisikan sebagai larutnya mineral (demineralisasi) ketika pH plak
berada di bawah nilai pH kritis yaitu 5,5, yang mana nilai kritis pelarutan enamel adalah 5-6
dan pH rata-rata adalah 5,5. Proses remineralisasi terjadi ketika pH plak naik. Karies dapat
berkembang apabila proses demineralisasi dan remineralisasi tidak seimbang yaitu proses
remineralisasi lebih singkat dibanding proses demineralisasi.2 Akibatnya terjadi invasi
bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menyebabkan
nyeri.3
2.1.1 Faktor Etiologi
Karies gigi disebabkan oleh faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi
biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor
modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm.4
Karies gigi adalah suatu penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi
penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor
host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, dan ditambah faktor
waktu. Hal ini digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih (Gambar 1).
Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu
tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai, dan waktu
yang lama.3,4,5
4
Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang
disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu
1. Faktor host atau tuan rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia, dan
kristalografi. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa
makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu,
permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu
perkembangan karies gigi. Di samping itu, bentuk lengkung gigi yang tidak normal dengan
adanya gigi berjejal akan membantu perkembangan karies gigi. Permukaan akar yang terbuka
merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien yang mengalami resesi gingiva
karena penyakit periodonsium. Tepi tumpatan yang tidak tepat juga dapat mempermudah
perlekatan plak.3,4,5
2. Faktor substrat
Substrat merupakan faktor penting dalam proses demineralisasi dan remineralisasi
gigi. Sukrosa dimetabolisme menjadi asam oleh plak bakteri. pH yang rendah akan
menyebabkan berkembangnya bakteri S. mutans, sebaliknya konsumsi rendah karbohidrat
dan tinggi kalsium akan meningkatkan proses remineralisasi. Sukrosa memudahkan S.
mutans berkolonisasi pada permukaan gigi dan berkembang.2
Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain
itu, faktor substrat dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam yang menyebabkan
5
timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada
orang yang mengonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan protein hanya
sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan
bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.4
Penumpukan plak pada konsumsi sukrosa disebabkan adanya pembentukan
ekstraseluler matriks (dekstran) yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Glukosa dengan bantuan S. mutans akan membentuk dekstran yaitu matriks yang
melekatkan bakteri pada enamel gigi. Fruktosa juga dipecah dengan bantuan mikroorganisme
plak menjadi levan yang menjadi sumber bahan makanan mikroorganisme plak apabila
kekurangan karbohidrat dalam mulut.5
Gambar 2. Skema pembentukan dekstran dan levan5
3. Faktor agen atau mikroorganisme
Di dalam rongga mulut terdapat bakteri yang secara fisiologis normal. Bakteri utama
sebagai penyebab terjadinya karies adalah S.mutans dan Laktobasillus.3,4,5 Hal ini disebabkan
karena bakteri tersebut berada dalam plak gigi yang memegang peranan penting dalam proses
karies gigi. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi
yang tidak dibersihkan.4,5
4. Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies
untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.4
6
2.1.2 Faktor Risiko
Faktor risiko karies adalah hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor
yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral
higiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, serta faktor risiko demografi atau faktor
modifikasi karies, seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi.3,4,6
1. Pengalaman karies
Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan pengalaman karies
dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir mencapai
60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanennya.4,6
2. Penggunaan fluor
Berbagai macam konsep tentang mekanisme kerja fluor yang berkaitan dengan
pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah gigi erupsi.1,5 Pemberian fluor yang teratur baik
secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi
terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun demikian, jumlah
kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu
memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat
menyebabkan fluorosis.4
3. Oral higiene
Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat
dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun
banyak pasien tidak melakukannya secara efektif.4,6 Peningkatan oral higiene dapat dilakukan
dengan menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi
secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor
masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Plak yang berada di daerah interdental dan sulit
dibersihkan melalui penyikatan gigi dapat disingkirkan dengan menggunakan pembersih
interdental. Penyingkiran plak dapat juga dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur
(oral rinse).4
4. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis
bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling
banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3
tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun
laktobasillus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan
meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.4,6
7
5. Saliva
Saliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu Aliran saliva
dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat
pembersihan karbohidrat dari permukaan rongga mulut. Difusi komponen saliva seperti
kalsium, fosfat, ion OH- dan F- ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan
meningkatkan remineralisasi.3
6. Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri
penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi
demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode
makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun,
apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi
tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna
sehingga terjadi karies.4
2.1.3. Klasifikasi Karies Gigi7
Gambar 3. Anatomi Gigi Sehat dan Gigi Karies
2.1.3.1. Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)
a. Karies Superfisialis, di mana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum
terkena.
8
Gambar 4. Karies Superfisialis
b. Karies Media, di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah
dentin.
Gambar 5. Karies Media
c. Karies Profunda, di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan
kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
Gambar 6. Karies Profunda
9
2.1.3.2 Menurut Parkin dalam G.V. Black, klasifikasi karies gigi dibagi 5, yaitu8:
a. Kelas I adalah karies yang mengenai permukaan oklusal gigi posterior.
b. Kelas II adalah karies gigi yang sudah mengenai permukaan oklusal dan bagian
aproksimal gigi posterior.
c. Kelas III adalah karies yang mengenai bagian aproksimal gigi anterior.
d. Kelas IV adalah karies yang sudah mengenai bagian aproksimal dan meluas ke bagian
insisal gigi anterior.
e. Kelas V adalah karies yang mengenai bagian servikal gigi anterior dan posterior.
2.1.3.3 Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :9
a. D1, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering
b. D2, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah
c. D3, karies mencapai email
d. D4, karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ)
e. D5, karies menyerang dentin
f. D6, karies menyerang pulpa
2.1.4 Pengobatan
1. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan
dengan sendirinya dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati dan
dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang pada
akhirnya gigi tersebut akan ditambal.10
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan
gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi yang
sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah masuk ke
bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan
kemungkinan terjadinya infeksi ulang.11
Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di
sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak amalgam,
resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen.
Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi
belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif
tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal tetapi lebih kuat dan
bisa digunakan pada karies yang sangat besar.
10
2. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar
dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut. Dalam
proses pencabutan maka pasien akan dibius, di mana biasanya pembiusan dilakukan local.
Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.12
2.2 PENYAKIT PULPA
Iritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap jaringan
pulpa dapat terbagi menjadi tiga yaitu iritan mikroba, iritan mekanik, dan iritan kimia.13
1. Iritan mikroba.
Bakteri yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap jaringan
pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui
tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma
akan berinfiltrasi secara lokal pada jaringan pulpa. Jika pulpa terbuka, leukosit
polimorfonukleus berinfiltrasi dan membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya
pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi
nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung pada virulensi bakteri,
kemampuan mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intra pulpa,
ketahanan host, jumlah sirkulasi, dan drainase limfe.13
2. Iritan mekanik.
Preparasi kavitas yang dalam tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma,
trauma oklusal, kuretase periodontal yang dalam, dan gerakan ortodonsi merupakan iritan-
iritan yang berperan terhadap kerusakan jaringan pulpa. Scaling yang dalam dan kuretase juga
bisa menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan saraf di daerah apeks sehingga
merusak jaringan pulpa.13
2. Iritan kimia.
Iritan pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk desentisasi, sterilisasi,
pembersih dentin, base, tambalan sementara dan permanen. Zat antibakteri seperti silver
nitrat, fenol dengan atau tanpa camphor, dan eugenol dapat menyebabkan perubahan
inflamasi pada jaringan pulpa. 13
2.2.1 Diagnosis Penyakit Pulpa
11
Diagnosis penyakit pulpa didasarkan pada tanda dan gejala klinis oleh karena sedikit atau
tidak adanya korelasi antara data histologik penyakit pulpa dan gejalanya. Diagnosis penyakit
pulpa sebagai berikut :13
1. Pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan
seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif,
kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka
adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel.13
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin dan panas, dapat
menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera
hilang.13
2. Pulpitis irreversibel
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan
pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif,
terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan
ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi
parah yang tidak akan dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis
irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya
beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat
mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan
tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas
normal.13,14
Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pulpitis
irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis irreversibel yang ditandai dengan
rasa nyeri spontan. Spontan berarti bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus menerus
dapat dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak
diobati dapat bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan
pulpitis irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis irreversible dimana eksudat
inflamasi yang dengan cepat dihilangkan. Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang
biasanya disebabkan oleh paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang
mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama.15
3. Pulpitis irreversibel hiperplastik
12
Pulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis irreversibel pada
pulpa yang terinflamasi secara kronis hingga timbul ke permukaan oklusal. Polip pulpa dapat
terjadi pada pasien muda oleh karena ruang pulpa yang masih besar dan mempunyai
pembuluh darah yang banyak, serta adanya perforasi pada atap pulpa yang merupakan
drainase. Polip pulpa ini merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari serat jaringan ikat
dengan pembuluh kapiler yang banyak. Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai
benjolan jaringan ikat yang berwarna merah mengisi kavitas gigi di permukaan oklusal. Polip
pulpa disertai tanda klinis seperti nyeri spontan dan nyeri yang menetap terhadap stimulus
termal. Pada beberapa kasus, rasa nyeri yang ringan juga terjadi ketika pengunyahan.13,15,16
4. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis
irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai darah ke
pulpa.15
Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga tidak memiliki
sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam ruang pulpa menyebabkan
kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang
dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa
yang terbuka, proses nekrosis akan tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital
dalam jangka waktu yang lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis
pulpa yang cepat dan total.13
Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan nekrosis total.
Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel dengan nyeri spontan
sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal
dan tes listrik.13,15,17,18
Tabel 1. Terminologi Diagnosis Pulpa14,19
Diagnosis
Pulpa
Keluran
Utama
Riwayat
Gigi
Temuan
Radiografi
Tes
Elektrik Termal Perkusi Palpasi
13
Pulpa
Normal
Pulpitis
Reversibel
Pulpitis
Irreversibel
Nekrosis
Pulpa
Tidak
ada
Sensitif
terhadap
dingin
dan
panas
Sensitif
yang
lama
terhadap
dingin
dan
panas
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Nyeri
Spontan
Variasi
Normal
Normal
Normal /
RLP
Normal /
RLP
R
R
TR
TR
RS
RSB
RLB
TR
TR
TR
TR
R
TR
TR
TR
TR
Keterangan : RLP : radiolusen pada periapikal; R: ada respon; TR: tidak ada respon; RS:
respon singkat; RSB: respon singkat dan berlebihan; RLB: respon lama dan berlebihan
2.2.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi pada Pulpa
Derajat inflamasi pulpa sangat berhubungan intensitas dan keparahan jaringan pulpa
yang rusak. Iritasi ringan seperti pada karies dan preparasi kavitas yang dangkal
mengakibatkan inflamasi yang sedikit atau tidak sama sekali pada pulpa sehingga tidak
mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sebaliknya, iritan seperti pada karies yang dalam
dan prosedur operatif yang luas biasanya mengakibatkan perubahan inflamasi yang lebih
parah. 13,15
Iritasi sedang sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya sel-sel
inflamasi dalam konsentrasi tinggi. Iritasi ini mengakibatkan pengaktifan bermacam-macam
sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik seperti histamin, bradikinin, metabolit
14
asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan neuropeptid. Selain itu, respon imun
juga dapat menginisiasi dan memperparah penyakit pulpa. Pada jaringan pulpa normal dan
tidak terinflamasi mengandung sel imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag,
dan sel dendritik. Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai
bentuk mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi mikroorganisme
dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan pada inflamasi pulpa.13,15
Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi tersebut.
Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika pergerakan
cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat
pun terbentuk. Peningkatan tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan
pasif dan kolapsnya venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa
dikelilingi oleh memiliki dinding yang kaku. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi
menyebabkan nyeri langsung dan tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol
dan permeabilitas venul sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan.
Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan
dan tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis
pulpa.13,15
2.2.3 Manifestasi Klinis
Berbeda dengan pulpitis yang bermanifestasi klinis nyeri yang hebat, nekrosis pulpa
pada umumnya bersifat asimptomatik. Nyeri pada nekrosis terjadi dari penjalaran dari daerah
periapikal. Gigi dapat berubah warna menjadi putih keabu-abuan atau kehitaman. Perubahan
warna gigi ini disebabkan penghancuran sel darah merah akibat ekstravasasi dan degradasi
dari protein matriks pulpa. Kematian jaringan pulpa menyebabkan gigi menjadi mudah untuk
retak dan patah. Selain itu dengan adanya infeksi, dapat berisiko terjadi penyebaran fokus
infeksi secara hematogen yang berlanjut dengan adanya reaksi sistemik. Nekrosis pulpa dapat
disertai atau tanpa adanya penyakit periapikal. Pada pemeriksaan elektrikal pulpa dan tes
dengan suhu dingin, nekrosis pulpa tidak memberikan respon. Namun nekrosis pulpa masih
dapat berespon pada tes dengan suhu panas.20
15
Gambar 7. Nekrosis Pulpa yang terlihat diskolorasi keabuan pada mahkota
2.2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nekrosis pulpa adalah menghentikan proses dan penyebaran infeksi
dengan pemberian antibiotik/antiseptik kumur seperti khlorhexidine dan antibiotik oral bila
terdapat reaksi sistemik serta perlu dilakukan perawatan saluran akar gigi atau ekstrasi gigi
(bila diperlukan).20
2.3 FOKAL INFEKSI
DEFINISI
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup
lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat
menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.
Contohnya, tetanus yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal dari
infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian gigi, dimana
akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi, skeletal dan sistem
saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal
dari gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi.21,22
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui
beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran
limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus
gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.21
1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)
Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan area
yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya organisme
dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan
inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan
semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Saat berada
16
di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang
kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.22
2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan aliran
limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke kelenjar
limfe regional.
Tabel 2. Kelenjar getah bening regional yang terkena
Sumber infeksi KGB regional
Gingiva bawah Submaksila
Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal profunda
Jaringan submukosa bibir atas dan bawah Submaksila
Gingiva dan palatum atas Servikal profunda
Pipi bagian anterior Parotis
Pipi bagian posterior Submaksila, fasial
Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi
penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau
melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya.
3. Peluasan langsung infeksi dalam jaringan
Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa supurasi yang berasal
dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi lain dan cairan yang disekresikan
dari hidung dan nyeri juga berkaitan dengan hal tersebut, dengan kata lain infeksi antrum.
Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis servikal akut, selulitis, dan angina Ludwig dapat
disebabkan oleh penyakit periodontal da infeksi prikoronal sekitar molar ketiga. Parotitis,
keterlibatan sinus kavernosus, noma, dan gangren juga dapat disebabkan oleh infeksi gigi.
Osteitis dan osteomyelitis seringkali merupakan perluasan infeksi dari abses alveolar dan
pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio apikal pada molar rahang bawah melalui
infeksi periodontal merupakan faktor yang penting yang menyebabkan osteomyelitis dan
harus menjadi bahan pertimbangan ketika mengekstraksi gigi yang terinfeksi.22
Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material septik atau organisme
ke dalam tulang atau sepanjag bidang fasial dan jaringan penyambung di daerah yang
paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di mana pus terakumulasi
di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang (spaces), menghasilkan
tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah
17
ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya teriis oleh jaringan
ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan areolar hancur, membentuk ruang sejati, dan
menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang tersebut, karena fasia yang meliputi
ruang tersebut relatif padat.22
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan osteomyelitis.
Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada rahang bawah. Di
rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila dan dasar hidung
menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi melalui tulang.
Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan tidak
terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian
membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal, atau
infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan
edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal.
Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa
terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau peritonsilar.
Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang
membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena adanya
ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi dapat
menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi
dari Burman:
o Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
o Regio submandibula
o Ruang (space) sublingual
o Ruang submaksila
o Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan oleh fasia,
sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar
sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada regio
18
infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering
melibatkan rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia.22
FOKUS INFEKSI DALAM RONGGA MULUT
Gambar 8. Skema fokus infeksi tersering yang menyebabkan infeksi fokal
ETIOLOGI
Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi post-operasi dan
sekunder dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal. Bakteri penyebab infeksi
umumnya bersifat endogen dan bervariasi berupa bakteri aerob, anaerob maupun infeksi
campuran bakteri aerob dan anaerob. Disebutkan mikroba penyebab tersering yaitu
Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp yang memiliki aktivitas produksi asam yang
tinggi.22
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI FOKUS INFEKSI
Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis. Proses
demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan invasi bakteri
ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga nekrosis pulpa. Dari
pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya menyebar ke os maksila atau
mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini dapat menyebabkan perforasi
sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun kulit wajah.23
19
Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram positif,
fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana terdapat karbohidrat
terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan membuat enamel mengalami
demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan pulpa. Dengan
adanya invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri berkembang, terutama bakteri
gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi rongga pulpa. Beberapa bakteri ini
memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan invasi bakteri pada jaringan periapikal
melalui foramen apikal. Jika respon imun host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka
akan menyebabkan abses periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun
jikan respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka akan
berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan reorganisasi jaringan melebihi
destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi bakteri dapat
menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions.23
Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal. Ketika bakteri
subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen yang
mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu respon imun host yang secara kronis
dapat menyebabkan periodontal bone loss. Abses periodontal dapat berasal dari eksaserbasi
periodontitis kronik, defek kongenital yang dapat memfasilitasi invasi bakteri(fusion dari
akar, development grooves, dll), maupun iatrogenik karena impaksi dari kalkulus pada epitel
periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses akan membentuk fistula dan menjadi
kronik yang pada umumnya bersifat asimptomatik ataupun paucisimptomatik. Bentuk khusus
dari abses periodontal rekuren adalah perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada
coronal pouch selama erupsi molar.
BAB III
20
ANALISIS MASALAH
Seorang laki-laki 59 tahun datang ke poliklinik gigi dengan keluhan utama ingin
memasang gigi palsu karena ingin mengganti gigi palsu sebelumnya yang sudah rusak dan
tidak nyaman lagi untuk dipakai sehingga pasien memeriksakan giginya ke Poliklinik Gigi
dan Mulut RSMH Palembang. Riwayat penyakit sistemik pada pasien ini tidak ada, riwayat
pencabutan gigi hanya 1 kali di RS AK Gani, riwayat trauma tidak ada, riwayat tampal gigi
tidak ada, riwayat kontrol perawatan gigi tidak pernah, dan riwayat memakai gigi palsu
sebelumnya ada. Dari data anamnesis tersebut menjelaskan bahwa penjalaran karies pada gigi
pasien ini yang mula-mula terjadi pada email tidak segera dibersihkan dan ditambal, sehingga
karies menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan pembuluh
darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut mati dan rasa sakit yang
terjadi pada gigi tersebut hilang dengan sendirinya hal ini merupakan pertanda telah
terjadinya nekrosis pulpa ataupun gangren radix pada gigi.
Dari hasil pemeriksaan fisik khusus pemeriksaan ekstraoral dan intraoral pada pasien
tidak ditemukan kelainan. Pada status lokalis didapatkan hasil:
1. Gigi 11,12,14,15,16,17,18,21,22,23,24,25,26,27,28,31,33,34,35,41,42,43,44,45
didapatkan sisa akar dan palpasi (-) sehingga terdiagnosis gangren radix dan terapi
perawatan gigi yang akan diberikan adalah proekstraksi, kemungkinan terdapatnya
fokal infeksi bersumber dari gangren radix yang terdapat pada gigi-gigi tersebut.
2. Gigi 13 dan 32 didapatkan lesi D6, sondase (+), perkusi (-), palpasi (-) sehingga
terdiagnosis pulpitis irreversibel dan terapi perawatan gigi yang akan diberikan adalah
proekstraksi. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat
pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa
nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau
berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri
berkepanjangan. Jika respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi negatif
kemungkinan telah terjadi pulpitis irreversibel . Ataupun telah terjadi nekrosis pulpa,
tetap pada pasien ini pemeriksaan chlor etil positif menandakan vitalitas dari gigi
tersebut masih ada. Penatalaksanaan pulpitis irreversible adalah menghentikan proses
dan penyebaran infeksi dengan pemberian antibiotik/antiseptik kumur seperti
khlorhexidine dan antibiotik oral bila terdapat reaksi sistemik serta perlu dilakukan
ekstrasi gigi.
21
3. Gigi 36,37,38,46,47,48 telah hilang (missing teeth) dan terapi yang dilakukan yaitu
pro protesa.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Moyhan P, Petersen PE. Diet, nutrition and the prevention of dental diseases. Public Health Nutrition 2001; 7(1A): 201-26.
2. Decker RT, Loveren CV. Sugar and dental caries. Am J Clin Nutr 2003; 78(suppl): 881S-92S.
3. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies. Edisi 2. Alih bahasa. Sumawinata N, Faruk S. Jakarta: EGC, 1992: 1-9, 73-74.
4. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 4-24.
5. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Medan: USU Press, 1995: 1-25.
6. Reich E, Lussi A, Newbrun. Caries-risk assessment. International Dental Journal 1999; 49: 15-26.
7. Kidd, E.A.M, dkk, 2002. Manual Konservasi Restoratif Menurut Pickard (Pikcard’s Manual Of Operative Dentistry). Cetakan Pertama, Alih Bahasa Narlan Sumawinata, Penerbit Widya Medika, Jakarta.
8. Parkin, Stanley F, dkk, 1991. Notes on Pediatric Dentistry. Part of Read International P.L.C. First Published, London.
9. Tarigan,R, 1991. Karies Gigi. Cetakan Kedua, Penerbit Hipokrates, Jakarta.
10. Tarigan, R, 1995. Kesehatan Gigi dan Mulut. Cetakan Ke Empat, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
11. Dewanto, Harkati., 1993. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.
12. P, Axelsson., 2000. An Diagnosis And Risk Prediction Of Dental Caries. Vol. 2 Quintessence Publ. Co. Inc Illinois. 179-247.
13. Torabinejad M, Walton RE. Principles and practice of endodontics 4th ed. Philadelphia: Saunders Company; 2009. p. 1,7,21, 28, 38-40, 49-56.
14. Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Nav Dent School J 2005; 27(9): 15-8.
15. Cohen S, Burns RC. Pathway of the pulp 6th ed. Missouri: Mosby; 1994. p. 21-22,368.
16. Marcos JF. Aetiology, classification and pathogenesis of pulp and periapical disease. Med Oral Pat Oral Cir Bucal 2004; 9: 52-62.
17. Ercan E, Dalli M, Yavuz I, Ozekinci T. Investigation of microorganisme in infected dental root canals. Biotechnol Eq.2006; 20(2):166-172.
18. Saito D, Leonardo RT, Rodrigues JLM. Siu Mui Tsai, Hofling JF, Goncalves RB. Identification of bacteria in endodontic infections by sequence analysis of 16S rDNA clone libraries. J Med Microbiol 2006; 55:101-7.
19. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg E.A. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 23. Jakarta : EGC; 2007. hal.238,245,311-3.
20. Pantera E. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral microbiology and infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC Decker inc; 1990. p554-5
21. Shafer William G, Hine Maynard K, Levy Barnet M. A textbook of oral pathology, chapter 9. P. 463-77. Philadelphia: W.B. Saunders. 1974.
23
22. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
23. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
24