mmmnn

34
BAB I STATUS PASIEN I.1 IDENTIFIKASI Nama : Tn. MG Umur : 59 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Kristen Alamat : Dalam Kota Kebangsaan : Indonesia O 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 V IV II I II I I I I I I I I V V V IV II I II I I I I I I I I V V 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 I.2 ANAMNESIS (autoanamnesis 29 Agustus 2013) Keluhan Utama : Pasien ingin memasang gigi palsu karena ingin mengganti gigi palsu sebelumnya yang sudah rusak dan tidak nyaman lagi untuk dipakai sehingga pasien memeriksakan giginya ke Poliklinik Gigi dan Mulut RSMH Palembang. Keluhan Tambahan : (-) Riwayat Penyakit Sistemik 1

Upload: ulybon

Post on 21-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

vcxgvcg

TRANSCRIPT

Page 1: mmmnn

BAB I

STATUS PASIEN

I.1 IDENTIFIKASI

Nama : Tn. MG

Umur : 59 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Alamat : Dalam Kota

Kebangsaan : Indonesia

√ √ √ √ √ O √ √ √ √ √ √ √ √ √ √8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

V IV III II I I II III IV VV IV III II I I II III IV V

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

I.2 ANAMNESIS

(autoanamnesis 29 Agustus 2013)

Keluhan Utama :

Pasien ingin memasang gigi palsu karena ingin mengganti gigi palsu

sebelumnya yang sudah rusak dan tidak nyaman lagi untuk dipakai sehingga pasien

memeriksakan giginya ke Poliklinik Gigi dan Mulut RSMH Palembang.

Keluhan Tambahan : (-)

Riwayat Penyakit Sistemik

Riwayat darah tinggi tidak ada

Riwayat kencing manis tidak ada

Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat asma tidak ada

Riwayat alergi tidak ada

Past Dental History

Riwayat tampal gigi tidak ada

Riwayat cabut gigi ada (1 kali di RS AK Gani)

Riwayat trauma tidak ada

1

Page 2: mmmnn

Riwayat kontrol perawatan gigi tidak pernah

Riwayat memakai gigi palsu ada

Riwayat Kebiasaan

Kebiasaan merokok (+)

I.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 84 kali per menit

Pernapasan : 20 kali per menit

Suhu : 36,5°C

Pemeriksaan Fisik Khusus

a. Pemeriksaan Ekstra Oral

Wajah depan :

Bentuk kepala : normocephali

Wajah : simetris

Proporsi : normal

Bibir : simetris, normal

Tonus otot mastikasi : normal

Tonus otot bibir : normal

Bibir posisi istirahat : tertutup

KGB : tidak membesar (normal)

b. Pemeriksaan Intra Oral

Jaringan Lunak :

Frenulum labii : normal

Tonsil : normal

Palatum : normal

Gigi : malposisi tidak ada

Inerupsi tidak ada

Calculus tidak ada

Gingiva : tidak ada gingivitis

2

Page 3: mmmnn

Lidah : tidak ada kelainan

Status Lokalis

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

87654 21 12345678 : sisa akar, palpasi (-)

54321 1 345 Diagnosis : gangren radix

Pro : ekstraksi

3 : lesi D6, sondase (+), perkusi (-), palpasi (-), CE ?

2 Diagnosis : nekrosis pulpa

Pro : ekstraksi

Diagnosis : missing teeth

876 678 Pro : protesa

3

Page 4: mmmnn

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KARIES GIGI

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan

sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang

difermentasikan.1 Karies terjadi melalui proses demineralisasi jaringan keras gigi yang

disebabkan oleh asam organik yang dibentuk oleh bakteri di dalam plak melalui metabolisme

anaerob dari karbohidrat. Pada waktu gula atau karbohidrat lainnya dicerna/dimakan, terjadi

penurunan pH plak yang disebabkan oleh asam organik. Hal ini akan meningkatkan daya

larut kalsium hidroksiapatit pada jaringan keras gigi.1

Proses karies didefinisikan sebagai larutnya mineral (demineralisasi) ketika pH plak

berada di bawah nilai pH kritis yaitu 5,5, yang mana nilai kritis pelarutan enamel adalah 5-6

dan pH rata-rata adalah 5,5. Proses remineralisasi terjadi ketika pH plak naik. Karies dapat

berkembang apabila proses demineralisasi dan remineralisasi tidak seimbang yaitu proses

remineralisasi lebih singkat dibanding proses demineralisasi.2 Akibatnya terjadi invasi

bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menyebabkan

nyeri.3

2.1.1 Faktor Etiologi

Karies gigi disebabkan oleh faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi

biofilm (lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor

modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm.4

Karies gigi adalah suatu penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor

host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, dan ditambah faktor

waktu. Hal ini digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih (Gambar 1).

Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu

tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai, dan waktu

yang lama.3,4,5

4

Page 5: mmmnn

Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang

disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu

1. Faktor host atau tuan rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap

karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia, dan

kristalografi. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa

makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu,

permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu

perkembangan karies gigi. Di samping itu, bentuk lengkung gigi yang tidak normal dengan

adanya gigi berjejal akan membantu perkembangan karies gigi. Permukaan akar yang terbuka

merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien yang mengalami resesi gingiva

karena penyakit periodonsium. Tepi tumpatan yang tidak tepat juga dapat mempermudah

perlekatan plak.3,4,5

2. Faktor substrat

Substrat merupakan faktor penting dalam proses demineralisasi dan remineralisasi

gigi. Sukrosa dimetabolisme menjadi asam oleh plak bakteri. pH yang rendah akan

menyebabkan berkembangnya bakteri S. mutans, sebaliknya konsumsi rendah karbohidrat

dan tinggi kalsium akan meningkatkan proses remineralisasi. Sukrosa memudahkan S.

mutans berkolonisasi pada permukaan gigi dan berkembang.2

Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu

perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain

itu, faktor substrat dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan

menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam yang menyebabkan

5

Page 6: mmmnn

timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi

karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada

orang yang mengonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan protein hanya

sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan

bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.4

Penumpukan plak pada konsumsi sukrosa disebabkan adanya pembentukan

ekstraseluler matriks (dekstran) yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan

fruktosa. Glukosa dengan bantuan S. mutans akan membentuk dekstran yaitu matriks yang

melekatkan bakteri pada enamel gigi. Fruktosa juga dipecah dengan bantuan mikroorganisme

plak menjadi levan yang menjadi sumber bahan makanan mikroorganisme plak apabila

kekurangan karbohidrat dalam mulut.5

Gambar 2. Skema pembentukan dekstran dan levan5

3. Faktor agen atau mikroorganisme

Di dalam rongga mulut terdapat bakteri yang secara fisiologis normal. Bakteri utama

sebagai penyebab terjadinya karies adalah S.mutans dan Laktobasillus.3,4,5 Hal ini disebabkan

karena bakteri tersebut berada dalam plak gigi yang memegang peranan penting dalam proses

karies gigi. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang

berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi

yang tidak dibersihkan.4,5

4. Faktor waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang

berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies

untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.4

6

Page 7: mmmnn

2.1.2 Faktor Risiko

Faktor risiko karies adalah hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor

yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral

higiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, serta faktor risiko demografi atau faktor

modifikasi karies, seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi.3,4,6

1. Pengalaman karies

Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan pengalaman karies

dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir mencapai

60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanennya.4,6

2. Penggunaan fluor

Berbagai macam konsep tentang mekanisme kerja fluor yang berkaitan dengan

pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah gigi erupsi.1,5 Pemberian fluor yang teratur baik

secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi

terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun demikian, jumlah

kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu

memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat

menyebabkan fluorosis.4

3. Oral higiene

Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat

dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun

banyak pasien tidak melakukannya secara efektif.4,6 Peningkatan oral higiene dapat dilakukan

dengan menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi

secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor

masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Plak yang berada di daerah interdental dan sulit

dibersihkan melalui penyikatan gigi dapat disingkirkan dengan menggunakan pembersih

interdental. Penyingkiran plak dapat juga dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur

(oral rinse).4

4. Jumlah bakteri

Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis

bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling

banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3

tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun

laktobasillus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan

meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.4,6

7

Page 8: mmmnn

5. Saliva

Saliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu Aliran saliva

dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat

pembersihan karbohidrat dari permukaan rongga mulut. Difusi komponen saliva seperti

kalsium, fosfat, ion OH- dan F- ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan

meningkatkan remineralisasi.3

6. Pola makan

Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada

sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang

mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri

penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi

demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode

makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun,

apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi

tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna

sehingga terjadi karies.4

2.1.3. Klasifikasi Karies Gigi7

Gambar 3. Anatomi Gigi Sehat dan Gigi Karies

2.1.3.1. Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)

a. Karies Superfisialis, di mana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum

terkena.

8

Page 9: mmmnn

Gambar 4. Karies Superfisialis

b. Karies Media, di mana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah

dentin.

Gambar 5. Karies Media

c. Karies Profunda, di mana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan

kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

Gambar 6. Karies Profunda

9

Page 10: mmmnn

2.1.3.2 Menurut Parkin dalam G.V. Black, klasifikasi karies gigi dibagi 5, yaitu8:

a. Kelas I adalah karies yang mengenai permukaan oklusal gigi posterior.

b. Kelas II adalah karies gigi yang sudah mengenai permukaan oklusal dan bagian

aproksimal gigi posterior.

c. Kelas III adalah karies yang mengenai bagian aproksimal gigi anterior.

d. Kelas IV adalah karies yang sudah mengenai bagian aproksimal dan meluas ke bagian

insisal gigi anterior.

e. Kelas V adalah karies yang mengenai bagian servikal gigi anterior dan posterior.

2.1.3.3 Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :9

a. D1, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering

b. D2, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah

c. D3, karies mencapai email

d. D4, karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ)

e. D5, karies menyerang dentin

f. D6, karies menyerang pulpa

2.1.4 Pengobatan

1. Penambalan

Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan

dengan sendirinya dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati dan

dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang pada

akhirnya gigi tersebut akan ditambal.10

Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan

gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi yang

sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah masuk ke

bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan

kemungkinan terjadinya infeksi ulang.11

Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di

sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak amalgam,

resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen.

Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi

belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif

tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal tetapi lebih kuat dan

bisa digunakan pada karies yang sangat besar.

10

Page 11: mmmnn

2. Pencabutan

Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar

dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut. Dalam

proses pencabutan maka pasien akan dibius, di mana biasanya pembiusan dilakukan local.

Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.12

2.2 PENYAKIT PULPA

Iritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap jaringan

pulpa dapat terbagi menjadi tiga yaitu iritan mikroba, iritan mekanik, dan iritan kimia.13

1. Iritan mikroba.

Bakteri yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap jaringan

pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui

tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma

akan berinfiltrasi secara lokal pada jaringan pulpa. Jika pulpa terbuka, leukosit

polimorfonukleus berinfiltrasi dan membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya

pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi

nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung pada virulensi bakteri,

kemampuan mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intra pulpa,

ketahanan host, jumlah sirkulasi, dan drainase limfe.13

2. Iritan mekanik.

Preparasi kavitas yang dalam tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma,

trauma oklusal, kuretase periodontal yang dalam, dan gerakan ortodonsi merupakan iritan-

iritan yang berperan terhadap kerusakan jaringan pulpa. Scaling yang dalam dan kuretase juga

bisa menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan saraf di daerah apeks sehingga

merusak jaringan pulpa.13

2. Iritan kimia.

Iritan pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk desentisasi, sterilisasi,

pembersih dentin, base, tambalan sementara dan permanen. Zat antibakteri seperti silver

nitrat, fenol dengan atau tanpa camphor, dan eugenol dapat menyebabkan perubahan

inflamasi pada jaringan pulpa. 13

2.2.1 Diagnosis Penyakit Pulpa

11

Page 12: mmmnn

Diagnosis penyakit pulpa didasarkan pada tanda dan gejala klinis oleh karena sedikit atau

tidak adanya korelasi antara data histologik penyakit pulpa dan gejalanya. Diagnosis penyakit

pulpa sebagai berikut :13

1. Pulpitis reversibel.

Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya

dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan

seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif,

kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka

adalah faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel.13

Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin dan panas, dapat

menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera

hilang.13

2. Pulpitis irreversibel

Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan

pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif,

terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan

ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi

parah yang tidak akan dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis

irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya

beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat

mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan

tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam batas

normal.13,14

Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pulpitis

irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis irreversibel yang ditandai dengan

rasa nyeri spontan. Spontan berarti bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus menerus

dapat dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak

diobati dapat bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan

pulpitis irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis irreversible dimana eksudat

inflamasi yang dengan cepat dihilangkan. Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang

biasanya disebabkan oleh paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang

mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama.15

3. Pulpitis irreversibel hiperplastik

12

Page 13: mmmnn

Pulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis irreversibel pada

pulpa yang terinflamasi secara kronis hingga timbul ke permukaan oklusal. Polip pulpa dapat

terjadi pada pasien muda oleh karena ruang pulpa yang masih besar dan mempunyai

pembuluh darah yang banyak, serta adanya perforasi pada atap pulpa yang merupakan

drainase. Polip pulpa ini merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari serat jaringan ikat

dengan pembuluh kapiler yang banyak. Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai

benjolan jaringan ikat yang berwarna merah mengisi kavitas gigi di permukaan oklusal. Polip

pulpa disertai tanda klinis seperti nyeri spontan dan nyeri yang menetap terhadap stimulus

termal. Pada beberapa kasus, rasa nyeri yang ringan juga terjadi ketika pengunyahan.13,15,16

4. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis

irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai darah ke

pulpa.15

Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga tidak memiliki

sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam ruang pulpa menyebabkan

kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang

dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa

yang terbuka, proses nekrosis akan tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital

dalam jangka waktu yang lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis

pulpa yang cepat dan total.13

Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan nekrosis total.

Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel dengan nyeri spontan

sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal

dan tes listrik.13,15,17,18

Tabel 1. Terminologi Diagnosis Pulpa14,19

Diagnosis

Pulpa

Keluran

Utama

Riwayat

Gigi

Temuan

Radiografi

Tes

Elektrik Termal Perkusi Palpasi

13

Page 14: mmmnn

Pulpa

Normal

Pulpitis

Reversibel

Pulpitis

Irreversibel

Nekrosis

Pulpa

Tidak

ada

Sensitif

terhadap

dingin

dan

panas

Sensitif

yang

lama

terhadap

dingin

dan

panas

Tidak

ada

Tidak

ada

Tidak

ada

Nyeri

Spontan

Variasi

Normal

Normal

Normal /

RLP

Normal /

RLP

R

R

TR

TR

RS

RSB

RLB

TR

TR

TR

TR

R

TR

TR

TR

TR

Keterangan : RLP : radiolusen pada periapikal; R: ada respon; TR: tidak ada respon; RS:

respon singkat; RSB: respon singkat dan berlebihan; RLB: respon lama dan berlebihan

2.2.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi pada Pulpa

Derajat inflamasi pulpa sangat berhubungan intensitas dan keparahan jaringan pulpa

yang rusak. Iritasi ringan seperti pada karies dan preparasi kavitas yang dangkal

mengakibatkan inflamasi yang sedikit atau tidak sama sekali pada pulpa sehingga tidak

mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sebaliknya, iritan seperti pada karies yang dalam

dan prosedur operatif yang luas biasanya mengakibatkan perubahan inflamasi yang lebih

parah. 13,15

Iritasi sedang sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya sel-sel

inflamasi dalam konsentrasi tinggi. Iritasi ini mengakibatkan pengaktifan bermacam-macam

sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik seperti histamin, bradikinin, metabolit

14

Page 15: mmmnn

asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan neuropeptid. Selain itu, respon imun

juga dapat menginisiasi dan memperparah penyakit pulpa. Pada jaringan pulpa normal dan

tidak terinflamasi mengandung sel imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag,

dan sel dendritik. Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai

bentuk mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi mikroorganisme

dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan pada inflamasi pulpa.13,15

Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan

permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi tersebut.

Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika pergerakan

cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat

pun terbentuk. Peningkatan tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan

pasif dan kolapsnya venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa

dikelilingi oleh memiliki dinding yang kaku. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi

menyebabkan nyeri langsung dan tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol

dan permeabilitas venul sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan.

Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan

dan tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis

pulpa.13,15

2.2.3 Manifestasi Klinis

Berbeda dengan pulpitis yang bermanifestasi klinis nyeri yang hebat, nekrosis pulpa

pada umumnya bersifat asimptomatik. Nyeri pada nekrosis terjadi dari penjalaran dari daerah

periapikal. Gigi dapat berubah warna menjadi putih keabu-abuan atau kehitaman. Perubahan

warna gigi ini disebabkan penghancuran sel darah merah akibat ekstravasasi dan degradasi

dari protein matriks pulpa. Kematian jaringan pulpa menyebabkan gigi menjadi mudah untuk

retak dan patah. Selain itu dengan adanya infeksi, dapat berisiko terjadi penyebaran fokus

infeksi secara hematogen yang berlanjut dengan adanya reaksi sistemik. Nekrosis pulpa dapat

disertai atau tanpa adanya penyakit periapikal. Pada pemeriksaan elektrikal pulpa dan tes

dengan suhu dingin, nekrosis pulpa tidak memberikan respon. Namun nekrosis pulpa masih

dapat berespon pada tes dengan suhu panas.20

15

Page 16: mmmnn

Gambar 7. Nekrosis Pulpa yang terlihat diskolorasi keabuan pada mahkota

2.2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan nekrosis pulpa adalah menghentikan proses dan penyebaran infeksi

dengan pemberian antibiotik/antiseptik kumur seperti khlorhexidine dan antibiotik oral bila

terdapat reaksi sistemik serta perlu dilakukan perawatan saluran akar gigi atau ekstrasi gigi

(bila diperlukan).20

2.3 FOKAL INFEKSI

DEFINISI

Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup

lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat

menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.

Contohnya, tetanus yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal dari

infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian gigi, dimana

akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi, skeletal dan sistem

saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal

dari gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi.21,22

Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui

beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran

limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus

gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.21

1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)

Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan area

yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya organisme

dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan

inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan

semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Saat berada

16

Page 17: mmmnn

di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang

kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.22

2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)

Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan aliran

limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke kelenjar

limfe regional.

Tabel 2. Kelenjar getah bening regional yang terkena

Sumber infeksi KGB regional

Gingiva bawah Submaksila

Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal profunda

Jaringan submukosa bibir atas dan bawah Submaksila

Gingiva dan palatum atas Servikal profunda

Pipi bagian anterior Parotis

Pipi bagian posterior Submaksila, fasial

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi

penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau

melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya.

3. Peluasan langsung infeksi dalam jaringan

Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa supurasi yang berasal

dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi lain dan cairan yang disekresikan

dari hidung dan nyeri juga berkaitan dengan hal tersebut, dengan kata lain infeksi antrum.

Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis servikal akut, selulitis, dan angina Ludwig dapat

disebabkan oleh penyakit periodontal da infeksi prikoronal sekitar molar ketiga. Parotitis,

keterlibatan sinus kavernosus, noma, dan gangren juga dapat disebabkan oleh infeksi gigi.

Osteitis dan osteomyelitis seringkali merupakan perluasan infeksi dari abses alveolar dan

pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio apikal pada molar rahang bawah melalui

infeksi periodontal merupakan faktor yang penting yang menyebabkan osteomyelitis dan

harus menjadi bahan pertimbangan ketika mengekstraksi gigi yang terinfeksi.22

Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material septik atau organisme

ke dalam tulang atau sepanjag bidang fasial dan jaringan penyambung di daerah yang

paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di mana pus terakumulasi

di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang (spaces), menghasilkan

tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah

17

Page 18: mmmnn

ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya teriis oleh jaringan

ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan areolar hancur, membentuk ruang sejati, dan

menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang tersebut, karena fasia yang meliputi

ruang tersebut relatif padat.22

Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:

Perluasan di dalam tulang tanpa pointing

Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan osteomyelitis.

Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada rahang bawah. Di

rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila dan dasar hidung

menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi melalui tulang.

Perluasan di dalam tulang dengan pointing

Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan tidak

terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian

membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal, atau

infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan

edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal.

Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa

terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau peritonsilar.

Perluasan sepanjang bidang fasial

Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang

membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena adanya

ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi dapat

menurun.

Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi

dari Burman:

o Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda

o Regio submandibula

o Ruang (space) sublingual

o Ruang submaksila

o Ruang parafaringeal

Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan oleh fasia,

sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar

sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada regio

18

Page 19: mmmnn

infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering

melibatkan rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia.22

FOKUS INFEKSI DALAM RONGGA MULUT

Gambar 8. Skema fokus infeksi tersering yang menyebabkan infeksi fokal

ETIOLOGI

Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi post-operasi dan

sekunder dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal. Bakteri penyebab infeksi

umumnya bersifat endogen dan bervariasi berupa bakteri aerob, anaerob maupun infeksi

campuran bakteri aerob dan anaerob. Disebutkan mikroba penyebab tersering yaitu

Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp yang memiliki aktivitas produksi asam yang

tinggi.22

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI FOKUS INFEKSI

Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis. Proses

demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan invasi bakteri

ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga nekrosis pulpa. Dari

pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya menyebar ke os maksila atau

mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini dapat menyebabkan perforasi

sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun kulit wajah.23

19

Page 20: mmmnn

Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram positif,

fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana terdapat karbohidrat

terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan membuat enamel mengalami

demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan pulpa. Dengan

adanya invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri berkembang, terutama bakteri

gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi rongga pulpa. Beberapa bakteri ini

memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan invasi bakteri pada jaringan periapikal

melalui foramen apikal. Jika respon imun host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka

akan menyebabkan abses periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun

jikan respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka akan

berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan reorganisasi jaringan melebihi

destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi bakteri dapat

menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions.23

Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal. Ketika bakteri

subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen yang

mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu respon imun host yang secara kronis

dapat menyebabkan periodontal bone loss. Abses periodontal dapat berasal dari eksaserbasi

periodontitis kronik, defek kongenital yang dapat memfasilitasi invasi bakteri(fusion dari

akar, development grooves, dll), maupun iatrogenik karena impaksi dari kalkulus pada epitel

periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses akan membentuk fistula dan menjadi

kronik yang pada umumnya bersifat asimptomatik ataupun paucisimptomatik. Bentuk khusus

dari abses periodontal rekuren adalah perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada

coronal pouch selama erupsi molar.

BAB III

20

Page 21: mmmnn

ANALISIS MASALAH

Seorang laki-laki 59 tahun datang ke poliklinik gigi dengan keluhan utama ingin

memasang gigi palsu karena ingin mengganti gigi palsu sebelumnya yang sudah rusak dan

tidak nyaman lagi untuk dipakai sehingga pasien memeriksakan giginya ke Poliklinik Gigi

dan Mulut RSMH Palembang. Riwayat penyakit sistemik pada pasien ini tidak ada, riwayat

pencabutan gigi hanya 1 kali di RS AK Gani, riwayat trauma tidak ada, riwayat tampal gigi

tidak ada, riwayat kontrol perawatan gigi tidak pernah, dan riwayat memakai gigi palsu

sebelumnya ada. Dari data anamnesis tersebut menjelaskan bahwa penjalaran karies pada gigi

pasien ini yang mula-mula terjadi pada email tidak segera dibersihkan dan ditambal, sehingga

karies menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan pembuluh

darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut mati dan rasa sakit yang

terjadi pada gigi tersebut hilang dengan sendirinya hal ini merupakan pertanda telah

terjadinya nekrosis pulpa ataupun gangren radix pada gigi.

Dari hasil pemeriksaan fisik khusus pemeriksaan ekstraoral dan intraoral pada pasien

tidak ditemukan kelainan. Pada status lokalis didapatkan hasil:

1. Gigi 11,12,14,15,16,17,18,21,22,23,24,25,26,27,28,31,33,34,35,41,42,43,44,45

didapatkan sisa akar dan palpasi (-) sehingga terdiagnosis gangren radix dan terapi

perawatan gigi yang akan diberikan adalah proekstraksi, kemungkinan terdapatnya

fokal infeksi bersumber dari gangren radix yang terdapat pada gigi-gigi tersebut.

2. Gigi 13 dan 32 didapatkan lesi D6, sondase (+), perkusi (-), palpasi (-) sehingga

terdiagnosis pulpitis irreversibel dan terapi perawatan gigi yang akan diberikan adalah

proekstraksi. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat

pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa

nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau

berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri

berkepanjangan. Jika respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi negatif

kemungkinan telah terjadi pulpitis irreversibel . Ataupun telah terjadi nekrosis pulpa,

tetap pada pasien ini pemeriksaan chlor etil positif menandakan vitalitas dari gigi

tersebut masih ada. Penatalaksanaan pulpitis irreversible adalah menghentikan proses

dan penyebaran infeksi dengan pemberian antibiotik/antiseptik kumur seperti

khlorhexidine dan antibiotik oral bila terdapat reaksi sistemik serta perlu dilakukan

ekstrasi gigi.

21

Page 22: mmmnn

3. Gigi 36,37,38,46,47,48 telah hilang (missing teeth) dan terapi yang dilakukan yaitu

pro protesa.

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: mmmnn

1. Moyhan P, Petersen PE. Diet, nutrition and the prevention of dental diseases. Public Health Nutrition 2001; 7(1A): 201-26.

2. Decker RT, Loveren CV. Sugar and dental caries. Am J Clin Nutr 2003; 78(suppl): 881S-92S.

3. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies. Edisi 2. Alih bahasa. Sumawinata N, Faruk S. Jakarta: EGC, 1992: 1-9, 73-74.

4. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 4-24.

5. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Medan: USU Press, 1995: 1-25.

6. Reich E, Lussi A, Newbrun. Caries-risk assessment. International Dental Journal 1999; 49: 15-26.

7. Kidd, E.A.M, dkk, 2002. Manual Konservasi Restoratif Menurut Pickard (Pikcard’s Manual Of Operative Dentistry). Cetakan Pertama, Alih Bahasa Narlan Sumawinata, Penerbit Widya Medika, Jakarta.

8. Parkin, Stanley F, dkk, 1991. Notes on Pediatric Dentistry. Part of Read International P.L.C. First Published, London.

9. Tarigan,R, 1991. Karies Gigi. Cetakan Kedua, Penerbit Hipokrates, Jakarta.

10. Tarigan, R, 1995. Kesehatan Gigi dan Mulut. Cetakan Ke Empat, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

11. Dewanto, Harkati., 1993. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.

12. P, Axelsson., 2000. An Diagnosis And Risk Prediction Of Dental Caries. Vol. 2 Quintessence Publ. Co. Inc Illinois. 179-247.

13. Torabinejad M, Walton RE. Principles and practice of endodontics 4th ed. Philadelphia: Saunders Company; 2009. p. 1,7,21, 28, 38-40, 49-56.

14. Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Nav Dent School J 2005; 27(9): 15-8.

15. Cohen S, Burns RC. Pathway of the pulp 6th ed. Missouri: Mosby; 1994. p. 21-22,368.

16. Marcos JF. Aetiology, classification and pathogenesis of pulp and periapical disease. Med Oral Pat Oral Cir Bucal 2004; 9: 52-62.

17. Ercan E, Dalli M, Yavuz I, Ozekinci T. Investigation of microorganisme in infected dental root canals. Biotechnol Eq.2006; 20(2):166-172.

18. Saito D, Leonardo RT, Rodrigues JLM. Siu Mui Tsai, Hofling JF, Goncalves RB. Identification of bacteria in endodontic infections by sequence analysis of 16S rDNA clone libraries. J Med Microbiol 2006; 55:101-7.

19. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg E.A. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 23. Jakarta : EGC; 2007. hal.238,245,311-3.

20. Pantera E. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral microbiology and infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC Decker inc; 1990. p554-5

21. Shafer William G, Hine Maynard K, Levy Barnet M. A textbook of oral pathology, chapter 9. P. 463-77. Philadelphia: W.B. Saunders. 1974.

23

Page 24: mmmnn

22. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.

23. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.

24