mklah trauma torak

29
TRAUMA TORAKS BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data yang akurat mengenai trauma toraks di Indonesia belum pernah diteliti. Ancaman kematian oleh karena trauma toraks sangat tinggi. Di Amerika didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma. 25% diantaranya karena trauma toraks langsung. Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Pada trauma toraks, bila didapatkan kelainan pada rongga pleura seperti pneumotoraks, hematotoraks dan hematopneumotoraks, diperlukan tindakan torakostomi pemasangan chest tube. Pada pemasangan chest tube dapat timbul komplikasi. Komplikasi yang tersering berupa perdarahan, perforasi organ viseral, infeksi luka insisi, pneumonia dan empiema. Bailey dkk (2006), mendapatkan komplikasi mayor berupa empiema post torakostomi sebesar 2% (Bailey, 2006; Kukuh, 2002). Angka kejadian infeksi nosokomial di negara berkembang masih cukup tinggi. Di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta pada tahun 2008 didapatkan 8 % infeksi nosokomial. Di RSUP Sanglah Bali pada tahun 2008 terdapat infeksi nosokomial 98 kasus (2,4%). Dan 65% infeksi nosokomial di negara berkembang disebabkan oleh kuman pada biofilm yang resisten terhadap obat anti mikroba. Setiap pemakaian alat medis pada pasien akan diikuti oleh terbentuknya biofilm, seperti pemakaian kateter urin protese pada jantung implant gigi, stent urologi KKS BEDAH RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM 1

Upload: rosie-salazar

Post on 11-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

thorax

TRANSCRIPT

Page 1: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Trauma toraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi

sosial ekonomi masyarakat. Data yang akurat mengenai trauma toraks di Indonesia belum

pernah diteliti. Ancaman kematian oleh karena trauma toraks sangat tinggi. Di Amerika

didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma. 25% diantaranya karena trauma toraks

langsung. Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Pada trauma toraks,

bila didapatkan kelainan pada rongga pleura seperti pneumotoraks, hematotoraks dan

hematopneumotoraks, diperlukan tindakan torakostomi pemasangan chest tube. Pada

pemasangan chest tube dapat timbul komplikasi. Komplikasi yang tersering berupa

perdarahan, perforasi organ viseral, infeksi luka insisi, pneumonia dan empiema. Bailey dkk

(2006), mendapatkan komplikasi mayor berupa empiema post torakostomi sebesar 2%

(Bailey, 2006; Kukuh, 2002).

Angka kejadian infeksi nosokomial di negara berkembang masih cukup tinggi. Di

Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta pada tahun 2008 didapatkan 8 % infeksi nosokomial. Di

RSUP Sanglah Bali pada tahun 2008 terdapat infeksi nosokomial 98 kasus (2,4%). Dan 65%

infeksi nosokomial di negara berkembang disebabkan oleh kuman pada biofilm yang

resisten terhadap obat anti mikroba. Setiap pemakaian alat medis pada pasien akan diikuti

oleh terbentuknya biofilm, seperti pemakaian kateter urin protese pada jantung implant gigi,

stent urologi dan chest tube. Biofilm yang terbentuk dapat sebagai sumber infeksi yang

resisten terhadap anti mikroba. Biofilm matur terjadi setelah pemakaian alat lebih dari 7-10

hari (Costerton, 2001). Sebuah penelitian menemukan bahwa 95% dari pasien dengan

infeksi saluran kencing terjadi akibat pemasangan kateter urine, 87% infeksi hematogen

terjadi akibat pemakaian vaskular kateter dan 87% pasien dengan pneumonia terjadi akibat

ventilasi mekanik (Costerton, 2001; Donlan, 2002).

Untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi tersebut diatas, perlu penanganan dan

perawatan torakostomi yang baik dan benar. Mulai saat pemasangan harus memperhatikan

prosedur asepsis dan torakostomi dilakukan pada zona aman pada dinding dada. Kemudian

perawatan luka torakostomi harus dilakukan dengan baik, karena dapat sebagai sumber

masuknya kuman. Dan fisioterapi harus segera dilakukan untuk mempercepat pengembangan

dari paru-paru (ATLS, 2004; Bailey, 2006).

1

Page 2: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

Berdasarkan data diatas, kami ingin melakukan penelitian tentang hubungan antara lama

pemakaian chest tube dengan kolonisasi kuman pada pasien dengan trauma tumpul toraks,

karena:

- sering terjadi komplikasi post torakostomi, salah satunya infeksi

- belum ada yang meneliti sebelumnya

- ingin mengetahui penatalaksanaan yang benar mengenai chest tube.

1.2 TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik

Senior Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara dan meningkatkan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma TORAKS.

2

Page 3: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI.

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat

menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan

oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,

2002).

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan

emosional yang hebat (Brooker, 2001).

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44

tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul

dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan

tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks

(FKUI, 1995).

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma

atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).

Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu

paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa

darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami

gangguan atau bahkan kerusakan.

2.2 ETIOLOGI.

1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang

umumnya berupa trauma tumpul dinding thorax.

2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.

2.3 ANATOMI.

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri

dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen

tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari

3

Page 4: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum

menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas

organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor

dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi,

trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus

posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk

lipatan/plika aksilaris posterior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan

gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus

interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan

terhisap melalui trakea dan bronkus. Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan

pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,

menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif,

pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura

parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi

paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya ruang

potensial yang ada. Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam

kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler

melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari

interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut

berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.

2.4 PATOFISIOLOGI.

Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia

jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh

karena hipivolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh

kontusio, hematoma, kolaps alveolus)dan perubahan dalam tekanan intratthorax (contoh :

tension pneumothorax, pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh

tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat

kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).

4

Page 5: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

2.5 INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAAN.

1. Pengelolaan penderita terdiri dari :

a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini

dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.

b. Resusitasi fungsi vital.

c. Secondary survey yang terinci. 

d. Perawatan definitif.

2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada Trauma thorax, intervensi dini

perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.

3.Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi secepat dan

sesederhana mungkin.

4. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan mengontrol

airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau dekompresi thorax dengan jarum.

5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi

terhadap adanya trauma-trauma yang bersifat khusus.

2.6 KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX .

-Primary Survey

1. Fraktur iga.

Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami trauma,

perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap

dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif

intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia

meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Fraktur sternum dan

skapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu

dipertimbangkan bila ada asa fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah

iga begian tengah ( iga ke – 4 sampai ke – 9 ). 

2. Flail Chest.

Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan

keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau

lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen

mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan

parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan

5

Page 6: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma

pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan

dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan

ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya

hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding

dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada

awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk

dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang

abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto

toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya

sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia

akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang

diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi

cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih

berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru

pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi

cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar

optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi

yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua

penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting

pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat

sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara

lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian

kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi

dan ventilasi.

3. Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound )

Defek atau luka yang besar plada dinding dada yang terbuka menyebabkan

pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan

tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka

udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau

lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga

menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril

yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan

6

Page 7: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa pnutup akan menutup luka,

mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk

menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang

harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan

terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax

kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan

adalah Plastic Wrap atau Petrolotum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi

dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.

4. Tension pneumorothorax

Berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang

berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak

dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang

tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi

kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah

vena ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral. Penyebab tersering

dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator)

dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral.

Tension pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat

trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah

salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vnea jugularis interna. Kadangkala defek

atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah

cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian

akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jug adapat terjadi pada

fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine

fractures).

Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak

boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radkologi. Tension pneumothorax ditandai

dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakes,

hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosisi merupakan manifestasi

lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung

maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya

suara nafas pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat membedakan

keduanya. Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan

7

Page 8: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis

midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah

tension pneumothorax menjadi plneumothoraks sederhana (catatan : kemungkinan terjadi

pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan.

Tetapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang dada (chest tube) pada sela iga

ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.

5. Hemotoraks masif

yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura.

Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau

pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan

darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat,

tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang

terjadi efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum

sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan

dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada

yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume

darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus

cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan

golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam

penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah

selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anteriordari garis

midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks

masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500

ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa

penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap

berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila

didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4

jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan

selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah

awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya

harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau

vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya

torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di

8

Page 9: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

daerah posterior, medial dari skapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan

dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur

hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan

oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan dan

pengalaman.

- Secondary Survey

1. Kontusio paru

Kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury.

Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung

terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan

perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita

yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa

dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi

pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio

paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan

intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat

ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring

dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan

alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita

memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.

2. Pneumotoraks

Diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal.

Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks.

Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma

tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang

pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara

kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan

kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang

kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi,

suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat

ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan

pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila

9

Page 10: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko.

Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap,

dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi

umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan

pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya

pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube.

Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension pneumothorax, terutama jika

awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan posiif diberikan. Toraks penderita harus

dikompresi sebelum penderita ditransportasi/rujuk.

3. Hemothorax.

Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh

darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma

tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya

hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.

Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi

dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga

pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat

dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga

memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma

traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi

operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang

dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari

selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2

sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus

dipertimbangkan.

4. Cedera trakea dan Bronkus.

Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus,

manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna,

hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical

dalam atau pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan

pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan

10

Page 11: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau

pneumothorax.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

1. Tamponade jantung :

a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.

b. Gelisah.

c. Pucat, keringat dingin.

d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).

e. Pekak jantung melebar.

f. Bunyi jantung melemah.

g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.

h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.

i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).

2. Hematotoraks :

a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.

b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).

3. Pneumothoraks :

a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.

b. Gagal pernapasan dengan sianosis.

c. Kolaps sirkulasi.

d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang

terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.

e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti

aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan

menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990).

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.

3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

11

Page 12: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

4. Hemoglobin : mungkin menurun.

5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.

6. Pa O2 normal / menurun.

7. Saturasi O2 menurun (biasanya).

8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,

observasi.

10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura

dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.

11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus

dipertimbangkan thorakotomi

12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih

dari 800 cc segera thorakotomi

2.9 PENATALAKSANAAN

1. Bullow Drainage / WSD

Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :

a. Diagnostik :

Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat

ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam

shock.

b. Terapi :

Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan

tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti

yang seharusnya.

c. Preventive :

Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga

"mechanis of breathing" tetap baik.

2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :

a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana

masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar

kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori

waktu menyeka tubuh pasien.

12

Page 13: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit

yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.

c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :

• Penetapan slang.

Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak

terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya

slang dapat dikurangi.

• Pergantian posisi badan.

Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil

dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,

merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah

lengan atas yang cedera.

d. Mendorong berkembangnya paru-paru.

• Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.

• Latihan napas dalam.

• Latihan batuk yang efisien: batuk dengan posisi duduk, jangan

batuk waktu slang diklem.

• Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan

dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya

hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan

pernapasan.

f. Suction harus berjalan efektif :

Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2

jam selama 24 jam setelah operasi.

• Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka,

keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.

• Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction

kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau

1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya

misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau

lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.

13

Page 14: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

• Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari, diukur berapa cairan yang keluar

kalau ada dicatat.

• Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya

gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.

• Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu

meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.

• Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang

harus tetap steril.

• Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri- sendiri, dengan

memakai sarung tangan.

• Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal :

selang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.

h. Dinyatakan berhasil, bila :

• Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.

• Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.

• Tidak ada pus dari selang WSD.

3. Therapy

a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).

b. WSD (hematotoraks).

c. Pungsi.

d. Torakotomi.

e. Pemberian oksigen.

f. Antibiotika.

g. Analgetika.

h. Expectorant

PENANGANAN CEDERA TORAKS

1.Toraksosintesis Jarum

Prosedur ini untuk tindakan penyelamatan pada tension pneumotoraks. Jika tindakan

ini dilakukan pada penderita bukan tension pneumotoraks, dapat terjadi pneumotoraks dan/

atau kerusakan pada parenkim paru.

14

Page 15: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

A. Identifikasi toraks penderita dan status respirasi.

B. Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan.

C. Identifikasi sela iga II. Di linea midklavikula di sisi tension pneumotoraks.

D. Asepsis dan antisepsis dada.

E. Anastesi local jika penderita sadar atau keadaaan mengijinkan.

F. Penderita dalam keadaaan posisi tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan.

G. Pertahankan Luer- Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter (panjang 3-6 cm)

ke kulit secara langsung tepat di atas iga kedalam sela iga.

H. Tusuk pleura parietal.

I. Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum memasuki

pleura parietal, menandakan pneumotoraks telah diatasi.

J. Pindahkan jarum dan ganti Luer- Lok di ujung distal kateter. Tinggalkan kateter

plastik di tempatnya dan ditutup dengan plester atau kain kecil.

K. Siapkan chest tube, jika perlu. Chest tube harus dipasang setinggi putting susu

anterior linea midaksilaris pada hemitoraks yang terkena.

L. Hubungkan chest tube ke WSD atau katup tipe flutter dan cabut kateter yang

digunakan untuk dekompresi tension pneumotoraks.

M. Lakukan ronsen toraks.

Komplikasi toraksosentesis:

1. Hematom local.

2. Infeksi pleura, empiema.

3. Pneumotoraks

2. Insersi Chest Tube

A. Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber besar, dan

monitor tanda-tanda vital harus dilakukan.

B. Tentukan tempat insersi, biasanya setingggi puting (sela iga V) anterior linea

midaksilaris pada area yang terkena. Chest tube kedua mungkin dipakai pada

hemotoraks.

C. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain.

D. Anastesi local kulit dan periosteum iga.

E. Insisi transversal (horizontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi

tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga.

15

Page 16: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

F. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat insisi

untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan , bekuan darah

dll.

G. Klem ujung proksimal tube toraksostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura

sesuai panjang yang diinginkan.

H. Cari adanya “ fogging” pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar aliran udara.

I. Sambung ujung tube toraksostomi ke WSD.

J. Jahit tube ditempatnya.

K. Tutup dengan kain / kasa dan plester.

L. Buat foto ronsen toraks.

M. Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan.

Komplikasi :

1. Laserasi atau menusuk intratoraks/atau organ abdomen, yang dapat dicegah

dengan tehnik jari sebelum dilakukan insersi.

2. Infeksi pleura (empiema).

3. Kerusakan saraf intrakostal, arteri, vena.

4. Lepasnya chest tube dari dinding dada atau lepasnya sambungan dengan WSD.

5. Emfisema subkutis.

6. Reaksi anafilaktik atau alergi obat anastesi atau persiapan bedah.

3. Perikardiosentesis

A. Monitor tanda vital penderita, CVP, dan EKG sebelum, selama, dan sesudah prosedur.

B. Persiapan bedah pada area xiphoid dan subxipoid ,jika waktu mengijinkan.

C. Anastesi ditempat pungsi,jika perlu.

D. Gunakan #16-#18gauge, 6 inchi (15 cm) atau kateter jarum lebih panjang, terpasang

pada tabung jarum yang kosong 35 ml dengan 3 way stopcock.

E. Identifikasi adanya pergeseran mediastinum yang mengggeser jantung secara

bermakna.

F. Tusuk kulit 1-2 cm inferior xiphokondrial junction kiri, dengan sudut 45 derajat.

G. Dorong jarum dengan hati- hati ke arah sefalad dan ditujukan ke ujung scapula kiri.

H. Jika jarum didorong terlalu jauh (ke otot ventricular) pola cedera (mis, perubahan

ekstrim gelombang ST-T atau melebarnya dan membesarnya kompleks QRS) muncul

16

Page 17: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

pada monitor EKG. Pola ini mengindikasi jarum perikardiosentesis harus ditarik

sampai pola EKG sebelumnya muncul kembali.

I. Ketika ujung jarum memasuki perikard yang terisi darah, hisap sebanyak mungkin.

J. Selama aspirasi, epikardium kembali mendekat dengan permukaan dalam perikard,

juga mendekati ujung jarum.

K. Sesudah aspirasi selesai, cabut tabung jarum, sambungkan ke 3 way stopcock,

tinggalkan stopcock tertutup. Pertahankan posisi kateter di tempatnya.

L. Jika gejala temponande jantung persisten, buka stopcock dan perikard diaspirasi

ulang. Jarum plastic perikardiosentesis dapat dijahit atau diplester dan ditutup dengan

kain/kasa kecil untuk memungkinkan dilakukan dekompresi berulang atau pada saat

pemindahan penderita ke fasilitas medis yang lain.

Komplikasi :

1. Aspirasi darah ventrikel dan bukan darah pericardium.

2. Laserasi ventrikel epikard/miokard.

3. Laserasi arteri/vena koroner.

4. Fibrilasi ventrikel.

5. Pneumotoraks,sekunder terhadap pungsi paru.

17

Page 18: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau dada yang

dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun isi dari cavum

thorax ( rongga dada ) yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat

menyebabkan keadaan sakit pada dada.

Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia,

yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat

pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa

mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.

3.2 SARAN

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan

kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca demi

penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.

Kepada para pembaca, perbanyaklah dan perluaslah pengetahuan dan wawasan kita

dengan rajin membaca. Jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang sudah kita miliki

karena ilmu pengetahuan semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan

zaman.

18

Page 19: Mklah Trauma Torak

TRAUMA TORAKS

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro, A.D. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2011,Bab 6;

Trauma dan Bencana

2. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter

Edisi 7. Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.

3. Ahmadsyah, I. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa AksaraPublisher,

2009, Bab 2; Digestive.

19