bab 2 gero 3 mklah keamanan

30
BAB 2 TINJAUAN TEORI Keamanan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam perawatan usia lanjut terutama di panti. Lingkungan yang aman di panti akan membantu usia lanjut dalam melakukan mobilisasi. Namun, apabila lingkungan tidak aman misalnya tidak adanya pegangan di dinding (hand rail) maka dapat meningkatkan resiko jatuh dan dapat menyebabkan gangguan mobilisasi. Di samping itu, Seseorang yang mengalami usia lanjut dapat mengalami perubahan normal penuaan dan atau perubahan abnormal penuaan pada sistem tubuh termasuk sistem muskuloskeletal. Perubahan normal seperti pada otot, tulang, sendi, dan sistem saraf dapat menyebabkan gangguan mobilisasi (Miller, 2004). Hal ini juga dapat mempengaruhi keamanan usia lanjut. 2.1 Pengertian Keamanan Kebutuhan akan rasa aman adalah kebutuhan dasar manusia prioritas kedua berdasarkan kebutuhan fisiologis dalam hirarki Maslow yang harus terpenuhi selama hidupnya, sebab dengan terpenuhinya rasa aman setiap individu dapat berkarya dengan optimal dalam hidupnya. Keamanan adalah status seseorang dalam keadaan aman, kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, financial, politik, emosi, pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kecelakaan atau berbagai keadaan yang tidak diinginkan. Menurut Carven (2000) keamanan

Upload: siti-nurhayati

Post on 05-Aug-2015

124 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB 2 TINJAUAN TEORI Keamanan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam perawatan usia lanjut terutama di panti. Lingkungan yang aman di panti akan membantu usia lanjut dalam melakukan mobilisasi. Namun, apabila lingkungan tidak aman misalnya tidak adanya pegangan di dinding (hand rail) maka dapat meningkatkan resiko jatuh dan dapat menyebabkan gangguan mobilisasi. Di samping itu, Seseorang yang mengalami usia lanjut dapat mengalami perubahan normal penuaan dan atau perubahan abnormal penuaan pada sistem tubuh termasuk sistem muskuloskeletal. Perubahan normal seperti pada otot, tulang, sendi, dan sistem saraf dapat menyebabkan gangguan mobilisasi (Miller, 2004). Hal ini juga dapat mempengaruhi keamanan usia lanjut. 2.1 Pengertian Keamanan Kebutuhan akan rasa aman adalah kebutuhan dasar manusia prioritas kedua berdasarkan kebutuhan fisiologis dalam hirarki Maslow yang harus terpenuhi selama hidupnya, sebab dengan terpenuhinya rasa aman setiap individu dapat berkarya dengan optimal dalam hidupnya. Keamanan adalah status seseorang dalam keadaan aman, kondisi yang terlindungi secara fisik, sosial, spiritual, financial, politik, emosi, pekerjaan, psikologis atau berbagai akibat dari sebuah kegagalan, kecelakaan atau berbagai keadaan yang tidak diinginkan. Menurut Carven (2000) keamanan tidak hanya mencegah rasa rasa sakit dan cedera tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktivitas fisinya. Keamanan dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan umum. Keamanan fisik merupakan kondisi fisik aman yang terbebas dari ancaman kecelakaan dan cedera baik secara mekanis, thermos, elektris maupun bakteriologis. 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keamanan Terdapat berbagai factor resiko yang dapat membuat rasa aman pada lansia menjadi tidak terpenuhi akibat kondisi fisiologis tubuh yang sudah tidak optimal dan berbagai factor eksternal seperti kondisi lingkungan rumah, panti atau pelayanan kesehatan lainnya yang tidak mendukung.

Terdapat beberapa hal yang dapat mengancam keamanan fisik lansia, yaitu: 1) Jatuh Jatuh biasanya dianggap sebagai konsekuensi alami menjadi tua (Stanley, 2007). Jatuh tanpa fraktur adalah penyebab yang paling umu pada lansia yang berada di panti. Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subjek yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan kekerasan, kejang atau awitan paralisis secara mendadak. Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera dan kerusakan fisik dan psikologis pada lansia. Konsekuensi yang paling ditakuti adalah patah tulang panggul, selain itu juga fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis. Konsekuansi lain dari jatuh adalah kerusakan jaringan lunak dan akibat terbaring lama, yaitu terbaring dipermukaan tanah selama sedikitnya 5 menit setelah jatuh. Berbaring lama di tanah dalam waktu yang lamamerupakan tanda kelemahan, penyakit dan isolasi sosial. Manifestasi psikososial dari jatuh dapat memiliki banyak dampak pada lansia sama halnya dampak akibat cedera fisik. Syok akibat jatuh dan rasa takut untuk tejatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi, termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, menarik diri dari kegiatan sosial, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari, sindroma setelah jatuh (menggenggam dan mencengkram), falafobia (fobia jatuh), hilangnya kemandirian dan pengendalian, depresi, perasaan rentan dan rapuh, dan perhatian tentang kematian dan keadaan menjelang ajal, menjadi beban keluarga dan temanteman atau memerlukan institusionalisasi. Jatuh bukan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak tetapi lebih merupakan suatu kejadian yang dipengaruhi oleh factor-faktor lain. Hal ini merupakan titik yang penting karena jika jatuh merupakan kejadian yang terjasi secara acak , maka hal tersebut akan sangat sulit untuk dicegah dan diprediksi. Oleh karena itu, modifikasi lingkungan tempat lansia tinggal sangat penting dilakukan untuk menekan angka resiko terjadinya jatuh pada lansia. 2) Api/ Kabakaran Api adalah bahaya umum baik di rumah maupun panti jompo. Penyebab kebakaran yang paling sering adalah rokok dan hubungan pendek arus listrik.

Kebakaran dapat terjadi jika terdapat tiga elemen seperti panas yang cukup, bahanbahan yang mudah terbakar, dan oksigen yang cukup.3) Luka Bakar (Scalds and Burns)

Scald adalah luka bakar yang diakibatkan oleh cairan atau uap panas. Burn adalah luka bakar diakibatkan oleh terpapar oleh panas tinggi, bahan kimia, atau agen radioaktif. 4) Keracunan Racun adalah semua zat yang dapat mencederai atau membunuh melalui aktivitas kimianya jika dihisap, disuntikkan, dih=gunakan atau diserap dalam jumlah yang cukup sedikit. Pada lansia biasanya akibat salah makan obat (karena penurunan penglihatan) atau akibat overdosis obat (penurunan daya ingat). 5) Sengatan listrik Sengatan listirk dan hubungan arus pendek adalah bahaya yang harus diwaspadai oleh perawat. Perlengkapan listrik yang tidak baik dapat menyebabkan sengatan listrik bahkan kebakaran. 6) Suara Bising Suara bising adalah bahay yang dapat menyebabkan hilangnya funhsi pendengaran, tergantung dari: tingkat kebisingan, frekuensi terpapar kebisingan, dan lamanya terpapar kebisingan serta ketentraman inidividu. Suara diatas 120 desibel dapat menyebabkan nyeri dan gangguan pendengaran walaupun klien hanya terpapar sebentar. Terpapar suara 80-95 desibel untuk beberapa jam perhari dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang progresif. Suara bising dibawah 85 desibel biasanya tidak mengganggu pendengaran. 7) Radiasi Cedera radiasi dapat terjadi akibat terpapar zat radioaktif yang berlebihan atau pengobatan melalui radiasi yang merusak sel lain. Zat radioaktif digunakan dalam prosedur diagnoostik seperti radiografi, fluoroscopy, dan pengobatan nuklir. Contoh isotop yang sering digunakan adalah kalsium, iodine, fosfor. Proses penuaan dan berbagai factor eksternal seperti lingkungan yang tidak mendukung dapat membuat kemanan lansia terancam. Begitu banyak hal disekitar lansia yang

dapat menjadi penyebab terjadinya gangguan kemanan pada diri lansia. Dalam hal ini perawat dan pemberi asuhan keperawatan lainnya perlu untuk melakukan pencegahan untuk mencegah insiden terjadinya gangguan keamanan pada lansia. 2.3 Gangguan Keamanan Gangguan keamanan merupakan salah satu masalah yang umum dialami oleh lansia. Salah satu gangguan keamanan yang sering dialami lansia adalah jatuh.Menurut data dari hasil penelitian Commodore tahun 1995, setiap tahunnya sekitar 30% lansia yang tinggal di keluarga melaporkan mengalami jatuh. Lansia yang tinggal di institusi seperti panti atau rumah sakit mengalami insiden jatuh lebih sering daripada yang tinggal di komunitas.Lansia mengalami gangguan rasa aman yaitu ketakutan akan terjadinya jatuh.Walaupun tidak semua lansia mengalami cedera fisik akibat jatuh, namun insiden jatuh juga dapat menimbulkan efek psikologis seperti perasaan trauma atau takut jatuh. Dampak psikologis ini dapat menimbulkan keterebatasan aktivitas fisik dan penurunan kemandirian pada lansia(Stanley, 2006). Laporan ini akan membahas tentang faktor resiko jatuh pada lansia. Dengan mengetahui faktor resiko jatuh, maka perawat dapat memberikan intevensi yang tepat untuk dapat meminimalkan terjadinya insiden jatuh. 2.4 Pengertian Jatuh Jatuh merupakan hasil dari salah satu faktor resiko tersebut atau kombinasi dari beberapa faktor risiko. Beberapa penelitian juga mengidentifikasi perbedaan penyebab jatuh pada kelompok umur yang berbeda. Insiden jatuh pada lansia yang berumur di bawah 75 tahun biasanya disebabkan oleh , tersandung atau terpeleset, penyebab utamanya adalah perubahan terkait umur seperti penurunan fungsi pengelihatan, kondisi lingkungan yang tidak mendukung seperti pencahayaan ruangan yang kurang. Disisi lain, insiden jatuh pada lansia yang berumur di atas 75 tahun biasanya disebabkan oleh kombinasi dari faktor penyakit dan pengobatan(Tideiksaar dalam Miller 2004). Insidensi jatuh setiap tahun diantara lansia yang tinggal di komunitas meningkat dari 25% pada usia 70 tahun menjadi 35% setelah berusia lebih dari 75 tahun dan sekitar 50% lansia di institusi mengalami jatuh (Commodore, 1995 dalam Stanley dan Beare, 2007). Sebanyak 50% lansia yang terjatuh dan dihospitalisasi akan meninggal selama setahun dan sepertiga dari orang

berusia 65 tahun terjatuh minimal sekali setiap tahun dan setengahnya akan jatuh berulang. Jatuh merupakan kategori terbesar dari insiden yang dilaporkan di rumah sakit dan panti (Ebersole at. al, 2005). 2.5 Faktor Resiko Jatuh Faktor risiko jatuh dibedakan menjadi empat yaitu perubahan fsiologis akibat penuaan , keadaan patologis dan gangguan fungsional, efek pengobatan, dan faktor lingkungan (Miller, 2004). Faktor risiko jatuh secara umum juga dapat dibedakan menjadi tiga yaitu faktor ekstrinsik (yang berkaitan dengan lingkungan), faktor intrinsik, dan faktor iatrogenik/ faktor perawatan atau pengobatan (Ebersole, 2005). 1. Perubahan fisiologis Faktor risiko yang pertama adalah perubahan yang terjadi berkaitan dengan proses penuaan dan gangguan fungsional yang dialami lansia. Beberapa contoh kondisi patologis atau gangguan fungsi yang dialami lansia antara lain Penyakit kardiovaskular (contoh: aritmia atau hipotensi ortostatik), penyakit terkait respirasi (contoh:COPD), gangguan sistem saraf (contoh :parkinson), gangguan metabolik (contoh dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit), gangguan musculoskeletal (contoh:osteoarthritis), gangguan penglihatan (katarak, glaucoma, degenerasi macular), gangguan kognitif (contoh: dimensia, kebingungan), faktor psikososial(contoh: depresi, kecemasan, kelelahan(Miller, 2004). Nocturia, osteoporosis, gangguan pendengaran , perubahan fungsi penglihatan, perubahan gaya berjalan, hipotensi orthostatik, penurunan kekuatan otot, dan perubahan sistem saraf pusat merupakan dampak dari perubahan yang terjadi karena penurunan fungsi atau kelainan patologis yang dapat meningkatkan risiko jatuh. Gangguan tidur juga dapat menjadi faktor risiko bebas timbulnya insiden jatuh pada lansia di keluarga. 2. Penggunaan Obat-obatan Efek pengobatan dapat meningkatkan faktor risiko jatuh pada lansia. Pengobatan yang berhubugan dengan penyebab jatuh berkaitan dengan interaksi pengobatan dan penyakit, interaksi obat dengan obat, dan reaksi obat dengan alkohol. Efek samping pengobatan dan interaksi obat yang menjadi faktor risiko jatuh antara lain kebingungan, depresi, sedasi, aritmia,

hipovolemia, hipotensi orthostatik, penundaan waktu reaksi, penurunan fungsi kognitif, dan perubahan gaya berjalan dan keseimbangan. Beberapa jenis obat-obatan yang dapat menimbulkan efek samping yang menimbulkan faktor risiko jatuh antara lain anticholinergik(misalnya diphenhydramine dapat mempengaruhi mood, kecepatan, perhatian, kewaspadaan, dan tingkat aktivitas), diuretik, benzodiazepines dan obat hipnotik lainnya, antipsikotik, antidepressant, agen anti inflamasi non steroid, dan alkohol. 3. Lingkungan Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal penyebab jatuh pada lansia.Faktor lingkungan merupakan faktor yang umumnya dapat dimodifikasi untuk memberikan keamanan bagi lansia. Pengurangan bahaya bahaya yang ada di lingkungan merupakan hal yang pencegahan primer yang harus dilakukan. Pada area lingkungan rumah sakit dan nursing home, kamar tidur dan kamar mandi harus diperhatikan keamanannya. Pada tempat tidur misalnya, insiden jatuh sering terjadi saat turun atau naik tempat tidur. Di kamar mandi, insiden jatuh terjadi saat lansia hendak bangun atau duduk di kursi toilet atau lansia dalam keadaan terburuburu. Untuk lansia yang tinggal di keluarga biasanya insiden jatuh karena lingkungan rumah yang tidak memadai seperti terpeleset karena lantai licin, tidak adanya pegangan untuk berjalan, benda-benda yang berserakan di lantai, penerangan yang kurang, perabotan rumah, dll. Tangga merupakan area yang cukup berbahaya dalam menyebabkan terjadinya jatuh (Stanley, 2006). Sebuah penelitian yang dilakukan pada lansia yang tinggal di pedesaan menunjukkan hubungan antara gaya hidup pedesaan dengan episode jatuh. Lebih dari 50% kejadian jatuh terjadi di luar rumah, dan 44% insiden jatuh terjadi kareana masalah dukungan atau pengaturan keadaan rumah(Baldwin, 1996 dalam Miller, 2004). Dari penelitian ini menunjukkan bahwa penting bagi keluarga untuk memperhatikan lingkungan luar rumah seperti taman atau teras rumah. Pemberian intervensi seperti edukasi kesehatan kepada lansia dan keluarga seperti modifikasi lingkungan rumah, efek samping pengobatan, dan masalah kesehatan yang biasanya dialami lansia dapat dilakukan untuk mencegah risiko jatuh. Jatuh merupakan salah satu masalah pada kesehatan lansia. 2.6 Dampak Jatuh bagi Lansia

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai konsekuensi bagi lansia. Konsekuensi tersebut diantaranya ketakutan mengalami jatuh berulang, malu, sakit, keterbatasan aktivitas dan kemandirian atau kehilang percaya diri. Jatuh secara tidak langsung mengakibatkan kematian akibat dari konsekuensi jatuh seperti imobilitas, infeksi atau emboli (Stanley dan Beare, 2007).

2.7 Pengkajian Jatuh Pengkajian risiko jatuh harus dilakukan dengan tepat dan komprehensif untuk meningkatkan pencegahan jatuh. Hal tersebut dikarenakan pencegahan jatuh dan cedera akibat jatuh merupakan aspek penting dalam promosi kesehatan untuk lansia, setiap perawat bertanggung jawab untuk mengkaji dan mendokumentasikan faktor risiko jatuh, terutama di institusi kesehatan (Miller, 2004). Pengkajian risiko jatuh dapat menggunakan berbagai indicator. 1. Pengkajian dengan Fall Morse Scale Salah satu skala yang dapat digunakan untuk mengkaji jatuh adalah Fall Morse Scale. Klien yang akan dikaji menggunakan Fall Morse Scale adalah klien yang dirawat, ketika kondisi klien berubah atau ada perubahan pada aturan pengobatan yang membuat klien memiliki risiko jatuh, ketika klien dipindahkan dari unit lain dan setelah jatuh. Prosedur penggunaan Fall Morse Scale adalah dengan menggunakan variabel dan nilai numeric dalam daftar table berikut. Setiap variable diberi skor dan dijumlahkan. Perawat tidak boleh mengubah nilai numeric dari setiap variabel karena dapat menghilangkan validitas. Total nilai harus dicatat dalam rekam medik klien. Pengkajian pada kasus menggunakan Fall Morse Scale adalah sebagai berikut. Tabel 1. Fall Morse Scale Variabel 1. Riwayat jatuh Nilai numerik Tidak Ya 2. Diagnosis Sekunder Tidak 0 25 0 ___25____ Skor

Ya 3. Bantuan ambulasi Tidak ada/bed rest/ bantuan perawat Kruk/tongkat/walker Furnitur 4. IV or Akses IV Tidak Ya 5. Gaya berjalan Normal/bed rest/kursi roda Lemah Gangguan 6. Status mental Orientasi pada kemampuan sendiri Overestimates atau forgets limitations Fall Morse Scale Skor = Total

15

___0_____

0 15 30 0 20 ___0____ ___15____

0 10 20 ___10____

0 15 ___0____

__50____

Penjelasan dari setiap variabel adalah sebagai berikut (dikutip dari Beth Aller RN, HE Clinical Education Manager and Falls Committee Member):1.

Riwayat Jatuh Riwayat jatuh diberi skor 25 jika klien terjatuh selama dirawat di rumah sakit atau jika ada riwayat segera secara fisiologis seperti dari serangan atau gangguan gaya berjalan sebelum dirawat. Jika klien tidak pernah jatuh, skornya 0. Catatan: jika klien jatuh untuk pertama kali, skornya kemudian meningkat segera dari 25. Pada kasus, klien memiliki riwayat jatuh dua kali.

2.

Diagnosis sekunder

Diagnosis sekunder diberi skor 15 jika lebih dari satu diagnosis medis terdaftar pada grafik klien, jika tidak diberi skor 0. Pada kasus, klien tidak memiliki diagnosis sekunder.

3.

Bantuan ambulasi Poin ini diberi 0 jika klien berjalan tanpa alat bantu (bahkan dengan bantuan perawat), menggunakan kursi roda atau bed rest dan tidak beranjak dari tempat tidur. Jika klien menggunakan kruk, tongkat atau walker, variabel ini diberi skor 15 dan jika klien mencengkeram furniture untuk mendukung berjalan, skornya menjadi 30. Pada kasus dituliskan bahwa sebelum jatuh klien menggunakan alat bantu berjalan berupa tongkat sehingga skornya 15.

4.

IV atau akses IV Variabel ini diberi skor 20 jika klien menggunakan peralatan intravena. Jika tidak, skornya 0. Pada kasus, klien tidak menggunakan akses IV.

5.

Gaya berjalan Karakteristik dari tiga tipe gaya berjalan dapat dilihat dari tipe ketidakmampuan fisik dan penyebab dasar. 1. Gaya berjalan normal ditandai dengan klien berjalan dengan kepala tegak, tangan berayun dengan bebas di sisi dan melangkah tanpa ragu-ragu.gaya berjalan ini diberi skor 0. 2. Gaya berjalan lemah (skor 10). Klien dihentikan tetapi mampu menangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan. Langkah pendek dan klien mungkin menyeret kakinya. 3. Gaya berjalan terganggu (skor 20). Klien mungkin kesulitan bangun dari kursi, menekan lengan kursi ketika bangun. Kepala klien menunduk dan klien melihat ke tanah. Karena keseimbangan klien buruk, klien menggenggam furniture, bantuan orang lain dan alat bantu jalan dan tidak dapat berjalan tanpa bantuan. Langkah pendek dan klien mungkin menyeret kakinya. Jika klien menggunakan kursi roda, klien diberi skor berdasarkan gaya berjalan yang digunakan ketika ia berpindah dari kursi roda ke tempat tidur.

Gaya berjalan klien sebelum jatuh yaitu pincang dengan menyeret kaki kanan sehingga skornya 10.6.

Status mental Ketika menggunakan skala ini, status mental diukur dengan mengecek pengkajian diri klien dari kemampuan dirinya untuk ambulasi. Tanyakan klien Apakah Anda mampu pergi ke kamar mandi sendiri atau butuh bantuan? Jika jawaban klien konsisten dengan apa yang tertulis di Kardex, berarti klien normal dan skornya 0. Jika jawaban klien tidak konsisten dengan aktivitas yang diminta atau respon klien tidak realistic, klien dipertimbangkan menjadi overestimates dan forgetful limitation dan diberi skor 15. Pada kasus klien tidak memiliki gangguan status mental.

Jumlah total skor dari pengkajian Fall Morse Scale dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 2. Level Risiko Jatuh Level Risiko Tidak ada risiko Risiko Rendah 25 50 Lakukan intervensi pencegahan risiko rendah jatuh Risiko Tinggi 51 dan lebih Lakukan intervensi pencegahan risiko tinggi jatuh Skor Morse Fall Scale 0 24 Tidak ada Tindakan

2.8 Gangguan Keseimbangan pada Lansia Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia seperti penurunan daya penglihatan, penrunan massa otot, kelemahan ekstremitas bawah dapat menyebabkan gangguan keseimbangan sehingga mengakibatkan risiko jatuh pada lansia (Maryam, Raden Siti., Sahar, Junaiti. dan Nasution, Yusran, 2010). Perubahan tersebut juga dialami oleh Nenek M yang tinggal di panti wreda yang mengakibatkan nenek M pernah jatuh hingga dua kali dan sekarang takut untuk berdiri kembali karena khawatir jatuh. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan bertanggung jawab untuk dapat meningkatkan keseimbangan tubuh pada lansia.

Tubuh dikatakan seimbang bila proyeksi dari pusat gravitasi tubuh jatuh di dalam base of support (landasan penunjang) dan resultas semua gaya yang bekerja padanya sama dengan nol (Barker, K dan Jones K , 1996 dalam Setiahardja, 2005) . Keseimbangan terdiri dari keseimbangan static dan dinamik. Keseimbangan static terjadi bila suatu posisi dipertahankan untuk jangka waktu yang lama, misalnya berdiri saat upacara. Adapaun kesembangan dinamik adalah pemeliharaan keseimbanagan pada saat tubuh bergerak . Lansia rentan sekali terganggu keseimbangannya, hal ini dikarenakan perubahan postur tubuh (kepalalebih condong ke depan dan kifosis pada tulang belakang), demineralisasi tulang terutama pada vertebra sehingga mudah terjadi fraktur, penurunan fleksibilitas pada sendi panggul dan lutut, perubaahn pola jalan: landasan penunjang lebih besar dan langkah lebih pendek-pendek. 2.9 Pengkajian Keseimbangan dengan Berg Balance Scale Salah satu prosedur test untuk menilai keseimbangan yang dimiliki lansia adalah dengan menggunakan Berg Balance Scale (BBS) yang terdiri dari 14 tugas keseimbangan (balance task). Berg Balance Scale (BBS) digunakan sebagai criteria standar dalam menilai keseimabangan pada lansia yag meliputi kesembangan Statik dan dinamik (Mao,2002 dalam Setiahardja, 2005). Item yang diuji meliputi kemampuan memelihara posisi atau gerakan dengan tingkat kesulitan yang semakin meningkat, mulai dari landasan penunjang yang besar yaitu pada posisi duduk, kemudiang berdiri hingga berdiri dengan satu kaki. Tiap item diberi skor antara 0-4 dengan nilai maksimum 56 poin. Adapun interpretasi skor dari BBS adalah sebagai berikut: 0-20 harus memakai kursi roda (high fall risk) 21-40 berjalan dengan bantuan (medium fall risk) 41-56 independen (low fall risk) Alat yang digunakan adalah : 1.stopwatch 2. penggaris 3. kursi. Berikut ini adalah Skala kesimbangan Berg:

1. Duduk ke berdiri

PETUNJUK: Silahkan berdiri. Cobalah untuk tidak menggunakan tangan Anda sebagai penunjang. ( 4) dapat berdiri stabil dengan mandiri tanpa bantuan tangan ( 3) mampu berdiri secara mendiri menggunakan tangan (2)mampu berdiri menggunakan tangan setelah mencoba beberapa (1) membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri atau menstabilkan (0) kebutuhan sedang atau maksimal membantu untuk berdiri2. Berdiri tanpa penunjang

PETUNJUK: Silahkan berdiri selama dua menit tanpa berpegangan pada benda apapun. (4) dapat berdiri dengan aman selama 2 menit (3) mampu berdiri 2 menit dengan pengawasan (2) dapat berdiri 30 detik tanpa dukungan (1) berusahamencoba untuk berdiri 30 detik tanpa dukungan (0) tidak dapat berdiri 30 detik tanpa dukungan3. Duduk tanpa penunjang ( Kaki menapak di lantai)

PETUNJUK: Silahkan duduk dengan tangan dilipat selama 2 menit. () 4 dapat duduk dengan aman dan aman selama 2 menit () 3 bisa duduk 2 menit di bawah pengawasan () 2 mampu bisa duduk 30 detik () 1 bisa duduk 10 detik () 0 tidak dapat duduk tanpa dukungan 10 detik4. Berdiri ke duduk

PETUNJUK: Silahkan duduk. (4) duduk dengan aman dengan menggunakan bantuan tangan yang minimal (3) dapat duduk dengan menggunakan tangan (2) menggunakan punggung kaki terhadap kursi untuk duduk (1) duduk secara independen tetapi ketika turun untuk duduk tidak terkendali (0) membutuhkan bantuan untuk duduk5. TRANSFER (berpindah)

INSTRUKSI: Atur kursi untuk transfer. Mintalah lansia (subjek) untuk berpindah, salah

satu caranya yaitu menuju kursi dengan lengan kursi dan menuju kursi tanpa sandaran lengan. Anda dapat menggunakan dua kursi (satu dengan dan satu tanpa sandaran lengan) atau tempat tidur dan kursi. (4) dapat transfer dengan aman dan minimal dalam menggunakna tangan. (3)dapat transfer dengan aman menggunakan tangan. (2) dapat transfer dengan pengawasan (1) membutuhkan satu orang untuk membantu (0) perlu dua orang untuk membantu atau mengawasi agar dapat transfe dengan aman. 6. Berdiri tanpa penunjang dengan mata tertutup PETUNJUK: Silakan tutup mata Anda dan bertahan selama 10 detik. (4)dapat berdiri 10 detik dengan aman (3) dapat berdiri 10 detik dengan pengawasan (2)mampu berdiri 3 detik (1)tidak dapat menjaga mata ditutup 3 detik tapi tetap aman (0) kebutuhan membantu agar tidak jatuh. 7. Berdiri tanpa penunjang dengan kaki yang rapat INSTRUKSI: berdiri dengan merapatkan kaki anda dan tanpa berpegangan pada benda apapun (4) mampu menempatkan kaki dengan rapat secara mandiri dan berdiri 1 menit dengan aman (3) mampu menempatkan kaki dengan rapat secara mandiri dan berdiri 1 menit dengan pengawasan (2) mampu menempatkan kaki dengan rapat secara mandiri tetapi tidak dapat tahan selama 30 detik (1) memerlukan bantuan untuk mencapai posisi tapi mampu berdiri detik denga kaki yang rapat (0) memerlukan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat bertahan selama 15 detik 8. Menjangkau ke depan dengan tangan INSTRUKSI: Angkat lengan sampai 90 derajat. Ulurkanlah jari-jari Anda dan mencapai ke depan sejauh yang Anda bisa. (Pemeriksa menempatkan penmeriksa di

akhir ujung jari ketika lengan berada pada 90 derajat. Jari-jari tidak boleh menyentuh pemeriksa). (4) dapat mencapai ke depan dengan percaya diri 25 cm (10 inci) (3) dapat mencapai ke depan 12 cm (5 inci) (2)dapat mencapai maju 5 cm (2 inci) (1) mencapai maju tetapi membutuhkan pengawasan (0) kehilangan keseimbangan ketika mencoba / memerlukan dukungan eksternal.

9. Mengambil barang dari lantai dari posisi berdiri INSTRUKSI: Ambil sepatu / sandal, yang di depan kaki Anda. (4) dapat mengambil sandal aman dan mudah (3)Dapat mengambil sandal tetapi butuh pengawasan (2) tidak dapat mengambil tetapi mencapai 2-5 cm (1-2 inci) dari sandal dan menjaga keseimbangan secara mandri (1)Tidak dapat mengambil 1 dan memerlukan pengawasan ketika mencoba (0)tidak dapat mencoba / membantu kebutuhan untuk menjaga dari kehilangan keseimbangan atau jatuh 10. Menoleh ke belakang INSTRUKSI: Putar untuk melihat langsung di belakang Anda lebih ke arah bahu kiri. Ulangi ke kanan. (Pemeriksa dapat mengambil objek untuk melihat langsung di belakang subjek untuk mendorong giliran sentuhan lebih baik.) (4)terlihat balik dari kedua sisi dan berat bergeser baik (3) tampak belakang satu sisi saja sisi lain menunjukkan pergeseran berat badan kurang (2) hanya menyamping tetapi tetap mempertahankan keseimbangan (1) butuhan pengawasan saat memutar (0) butuh dibantu untuk menjaga dari kehilangan keseimbangan atau jatuh 11. Berputar 360 derajat INSTRUKSI: berputar sepenuhnya di dalam lingkaran penuh. Jeda. Kemudian putar lingkaran penuh ke arah lain. (4) mampu mengubah 360 derajat dengan aman dalam 4 detik atau kurang

(3) mampu mengubah 360 derajat dengan aman satu sisi hanya 4 detik atau kurang (2) mampu mengubah 360 derajat dengan aman tetapi perlahan-lahan (1) kebutuhan pengawasan yang ketat (0) membutuhkan bantuan saat memutar 12. Menempatkan kaki bergantian di bangku (pijakan) INSTRUKSI: Tempatkan kaki secara bergantian pada setiap bangku (4) mampu berdiri secara independen dan dengan aman dan menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik (3) mampu berdiri secara mandiri dan menyelesaikan 8 langkah dalam> 20 detik (2) dapat menyelesaikan 4 langkah tanpa bantuan dengan pengawasan (1) dapat menyelesaikan> 2 langkah perlu assist minimal (0) kebutuhan bantuan agar tidak jatuh / tidak mampu untuk mencoba 13. Berdiri satu kaki di depan PETUNJUK: (MENUNJUKKAN KEPADA SUBJECT) Tempat satu kaki tepat di depan yang lain. Jika Anda merasa bahwa Anda tidak dapat menempatkan kaki Anda langsung di depan, cobalah untuk melangkah cukup jauh ke depan dan tumit kaki depan Anda adalah menjelang ujung kaki lainnya. (Untuk skor 3 poin, panjang langkah boleh lebih panjang dari kaki yang lain dan lebar sikap harus mendekati subyek yang normal langkah lebar.) (4)mampu menempatkan kaki secara mandiri dan tahan 30 detik (3) mampu menempatkan kaki depan mandiri dan tahan 30 detik (2) dapat mengambil langkah kecil secara mandiri dan tahan 30 detik ( (1) butuh dibantu untuk melangkah tapi dapat bertahan 15 detik (0)kehilangan keseimbangan saat melangkah atau berdiri 14. Berdiri dengan satu kaki INSTRUKSI: Berdiri dengan satu kaki semampu Anda tanpa berpegangan pada benda apapun. (4) mampu mengangkat kaki secara mandiri dan tahan> 10 detik (3) mampu mengangkat kaki secara mandiri dan tahan 5-10 detik (2) mampu mengangkat kaki secara mandiri dan tahan >= 3 detik

(1)mencoba untuk angkat kaki tidak bisa tahan 3 detik tetapi tetap berdiri secara independen. (0) tidak dapat mencoba berdiri satu kaki dan butuh bantuan untuk mencegah jatuh. ( ) JUMLAH SKOR (Maksimum = 56) Pengkajian pada nenek M menggunakan Berg Balance Scale : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Tugas yang dinilai Duduk ke berdiri Berdiri tanpa penunjang Duduk tanpa penunjang Berdiri ke duduk Transfer Berdiri tanpa penunjang dengan mata tertutup Berdiri tanpa penunjang dengan kaki yang rapat Menjangkau ke depan dengan tangan Mengambil barang dari lantai dari posisi berdiri Menoleh ke belakang Berputar 360 derajat Menempatkan kaki secara bergantian di pijakan Berdiri satu kaki di depan Berdiri dengan satu kaki Total Skor 3 2 4 2 2 1 0 2 2 2 2 0 0 0 25

Setelah melakukan penilaian dengan menggunakan skala keseimbangan Berg, perawat dapat melakukan latihan keseimbangan pada Nenek M. Namun perawat juga perlu mengkaji terlebih dahulu kekuatan otot klien dan bila perlu dilakukan latihan ROM. Selain itu perawat

juga perlu memberikan motivasi kepada klien agar mau kembali berdiri dan berlatih meggunakan tongkatnya. Perawat dapat mendiskusikan bersama klien mengenai penyebab klien memilih berjalan ngesot, kerugian berjalan dnegan cara ngesot dan manfaat jika melakukan latihan keseimbangan dan latihan berjalan dengan menggunakan tongkat . 2.10 Latihan Keseimbangan Latihan keseimbangan adalah latihan khusus yang ditujukan untuk membantu meningkatkan kekuatan otot pada anggota bawah (kaki) dan untuk meningkatkan sistem vestibular/kesimbangan tubuh. Latihan keseimbangan sangat penting pada lansia (lanjut usia) karena latihan ini sangat membantu mempertahankan tubuhnya agar stabil sehingga mencegah terjatuh yang sering terjadi pada lansia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusnanto, Indarwati dan Mufidah (2007) juga mengungkapkan bahwa latihan balance exercise yang dilakukan 3 kali seminggu selama 3 minggu dapat menimbulkan kontraksi otot pada lansia yang kemudian dapat mengakibatkan peningkatan serat otot (hipertropi), serat otot yang hipertropi ini mengalami peningkatan komponen sistem metabolisme fosfagen, termasuk ATP dan fosfokreatin sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot pada lansia. Dengan adanya peningkatan kekuatan otot ini maka dapat meningkatkan keseimbangan postural pada lansia. Latihan keseimbangan berikut ini menerapkan prinsip latihan dinamis stastis yang terdiri dari 15 bentuk gerakan, masing-masing 2 menit dalam hitungan 2x 8 menit (Mulrow, dkk dalam Jalalin, 2000)